laporan kasus radiologi osteopetrosis
DESCRIPTION
Laporan Kasus Radiologi OsteopetrosisTRANSCRIPT
1
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteopetrosis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan kegagalan
osteoklas untuk menyerap tulang . Sebagai akibatnya pembentukan tulang dan
remodeling tulang menjadi terganggu . Masalah pada tulang ini menghasilkan
kerapuhan tulang meskipun massa tulang meningkat, perubahan postur, fraktur
berulang, gangguan darah akibat insufisiensi hematopoietik pada sumsum tulang
pada sumsum tulang dan cenderung menuju osteomielitis yang ganas pada tulang,
juga dapat menyebabkan erupsi gigi juga terganggu, gangguan pada persarafan,
dan gangguan pertumbuhan .
Osteopetrosis adalah suatu penyakit herediter yang terjadi karena mineralisasi
tulang yang berlebihan sehingga tulang menjadi lebih tebal daripada normal.
Resorbsi tulang yang abnormal ini disebabkan karena kegagalan osteoklas untuk
mereabsorbsi tulang yang belum matang sehingga menyebabkan pembentukkan
tulang menjadi lemah. Osteopetrosis juga dikenal sebagai “marble bone disease”
yang termasuk dalam kelompok penyakit pada anak-anak.
Meskipun osteopetrosis adalah gangguan heterogen meliputi lesi molekul yang
berbede-beda dan gejala klinis yang beragam, semua bentuk osteopetrosis
memiliki patofisiologi yang sama. Osteopetrosis pertama kali dijelaskan pada
tahun 1904 , oleh ahli radiologi Jerman Albers – Schönberg. Keseluruhan
kejadian osteopetrosis diperkirakan 1 kasus per 100,000-500,000 populasi.
Namun, kejadian yang sebenarnya tidak diketahui, karena studi epidemiologi
belum dilakukan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
2
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Kerangka manusia terdiri dari dua bagian fungsional yaitu kerangka sumbu badan
(skeleton axiale) yang terdiri atas tulang-tulang kepala (cranium), tulang-tulang
leher (os hyoideum & vertebrae cervicales) dan tulang batang tubuh (costae,
sternum, vertebrae thoracicae, vertebrae lumbales,os sacrum & os coccygis) dan
Kerangka anggota gerak (skeleton appendiculare) yang terdiri atas tulang-tulang
anggota gerak (extremitas superior, extremitas inferior, gelang bahu ( claviculae
& scapulae), gelang panggul (os coxae).
Kerangka disusun oleh tulang rawan (cartilago) & tulang (osteo). Tulang rawan
(Cartilago) bersifat lentur, agak keras, avascular, proporsi osteo cartilago berubah
seiring pertumbuhan. Fungsinya untuk menjadikan bagian kerangka lebih
fleksibel dan untuk melapisi bagian permukaan tulang yang bersendi dengan
tulang lain pada sendi synovial.Jenis-jenis cartilago yaitu hyaline (putih
kenyal,contohnya hidung dan trachea), fibrocartilago (strukturnya terdiri dari
jaringan fibrosa, contohnya discus intervertebralis), elastin (strukturnya terbentuk
oleh serat-serat elastis berwarna kuning, contohnya telinga bagian luar dan
epiglottis)
Tulang (Osteo) bersifat keras, menyusun bagian besar kerangka dan memiliki
fungsi melindungi organ vital, alat gerak pasif, tempat penyimpanan mineral
(kalsium) dan tempat penghasil eritrosit .
Periosteum adalah jaringan ikat fibrosa yang melapisi tulang, kecuali pada bagian
permukaan sendi. Memiliki fungsi untuk menutrisi bagian luar tulang ; membuat
tendo dan ligamentum dapat melekat pada tulang.
Ada dua jenis bagian tulang yaitu substantia compacta yang berbentuk padat dan
kuat, untuk menahan berat badan serta substantia spongiosa yang berbentuk
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
3
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
berlubang-lubang sebagai tempat produksi eritrosit & trombosit pada sumsum
tulang. Tulang terdiri dari sepertiga bahan organik yaitu jaringan fibrosa yang
lentur dan kuat dan dua pertiga bahan anorganik yaitu Ca3(PO4)2 yang keras dan
kaku .
Klasifikasi tulang menurut bentuknya terbagi menjadi tulang panjang (clavicula),
tulang pendek (talus), tulang pipih (scapula), tulang irregular (vertebrae), tulang
bentuk biji-bijiaan/sesamoid bone (patella). Pembentukan tulang terbagi menjadi
Osifikasi intramembranosa (pembentukan tulang membranosa) dan Osifikasi
endokondral (pembentukan tulang rawan). Osifikasi intramembranosa dibagi
menjadi periode embrio (model tulang mesenkimal dibentuk) dan periode fetal
(ossifikasi tulang mesenkimal), Osifikasi endokondral dibentuk dari jaringan
mesenkim selama periode fetal yang merupakan tempat pertumbuhan memanjang
tulang, cartilago perlahan diganti dengan tulang. Tulang itu sendiri dibagi menjadi
tiga bagian yaitu epiphysis (lempeng epiphysis), diaphysis, metaphysis.
,
Tulang disupply oleh banyak pembuluh darah (arteri nutriens), masuk ke dalam
tulang melalui foramen nutriens. Vena berjalan bersama arteri dan pembuluh
limfe banyak terdapat di periosteum. Pembuluh saraf berjalan bersama arteri &
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
4
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
vena. Periosteum kaya serabut saraf sensorik (serabut untuk rasa nyeri) sehingga
sensitif terhadap robekan & tekanan. Didalam tulang, terdapat serabut vasomotor
(menyebabkan vasokonstriksi/dilatasi) untuk regulasi aliran darah
Sumsum tulang (medulla ossium) terdapat dalam rongga sumsum tulang (cavitas
medullaris) pada tulang panjang & pendek, dalam rongga substansia spongiosa
tulang pipih & irreguler. Sumsum tulang terdiri dari sumsum tulang merah
(medulla ossium rubra) yang memproduksi eritrosit dan trombosit (costae dan os
sternum) Sumsum tulang kuning (medulla ossium flava) yang berisi lemak (tulang
panjang)
Secara umum fungsi tulang itu sendiri adalah untuk mendukung jaringan tubuh
dan memberikan bentuk tubuh, melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak,
dan paru-paru) dan jaringan lunak, memberikan pergerakan (otot yang
berhubungan dengan tulang kontraksi dan memberikan pergerakan), membentuk
sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis),
menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
2.2 Definisi
Osteopetrosis (Albers-schönberg disease) adalah suatu penyakit herediter
yang terjadi karena mineralisasi tulang yang berlebihan sehingga tulang menjadi
lebih tebal daripada normal. Resorbsi tulang yang abnormal ini disebabkan karena
kegagalan osteoklas untuk mereabsorbsi tulang yang belum matang sehingga
menyebabkan pembentukkan tulang menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan
perubahan postur, fraktur berulang, kehilangan fungsi hematopoesis pada sumsum
tulang dan cenderung menuju osteomielitis yang ganas pada tulang.
Osteopetrosis juga dikenal sebagai “marble bone disease” yang termasuk dalam
kelompok penyakit pada anak-anak dimana terdapat peningkatan ketebalan tulang
skeletal dan lebih rapuh dibandingkan tulang yang normal.
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
5
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
2.3 Klasifikasi
Osteopetrosis merupakan suatu penyakit tulang yang langka dimana terdapat
kalsifikasi kartilago abnormal dan terus-menerus pada orang yang normal,
keadaan ini menyebabkan kehilangan pertumbuhan tulang. Secara garis besar
osteopetrosis dibedakan atas 2 bentuk yang diidentifikasikan berdasarkan usia dan
gejla klinis yaitu:
1.OsteopetrosisMaligna
Osteopetrosis maligna atau dikenal sebagai osteopetrosis kongenital
merupakan bentuk resesif yang terdapat pada masa infantile atau pada masa anak-
anak.
2.Osteopetrosis Benigna
Osteopetrosis benigna atau dikenal sebagai osteopetrosis tarda merupakan
bentuk dominan yang terlihat pada masa remaja.
Table 1. Klasifikasi klinis osteopetrosis
2.3.1 Autosomal Resesif Osteopetrosis
Autosomal resesif osteopetrosis merupakan kelainan tulang dimana terjadi
sklerosis yang disebabkan oleh mutasi gen TC1RG1 dan mutasi heterozigot gen
chloride channel 7 (ClCN7) dimana gen ini berlokasi 16p13 dan 11q13,4-q13,5.
Pada autosomal resesif osteopetrosis terdapat dua orang yang masing-masing
membawa satu kopi dari mutasi gen (karier). Pada setiap kehamilan orang tersebut
memiliki 50% kesempatan untuk memiliki anak yang gennya karier, 25% normal,
dan 25% yang menderita osteopetrosis.
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
6
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
Gambar 2. Pemetaan keturunan autosomal resesif
2.3.2 Autosomal Dominan Osteopetrosis
Autosomal dominan osteopetrosis merupakan kelainan tulang dimana terjadi
sklerosis yang disebabkan oleh mutasi heterozigot gen chloride channel 7
(ClCN7) dimana gen ini berlokasi di 1p21. Pada penderita autosomal dominan
osteopetrosis, salah satu dari orangtua memiliki gen yang karier sehingga terdapat
50 % kesempatan anak menderita osteopetrosis dan 50 % kesempatan anak
normal.
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
7
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
Gambar 3. Pemetaan keturunan autosomal dominan osteopetrosis
2.4 Epidemiologi
Secara keseluruhan angka kesakitan osteopetrosis diperkirakan ditemukan 1 kasus
dari 100.000-500.000 dari populasi. Namun angka kejadian pastinya belum dapat
dipastikan dikarenakan penelitian epidemiologi tentang osteopetrosis belum
banyak dilakukan.
2.5 Etiologi
Osteopetrosis disebabkan oleh kegagalan diferensiasi atau kegagalan fungsi dari
osteoklas dan penyebab pada manusia diidentifikasikan terdapat paling tidak
sepuluh mutasi gen. Kegagalan dari fungsi ini disebabkan oleh mutasi gen
TC1RG1 yang ditemukan pada penderita autosomal resesif osteopetrosis dan
mutasi gen ClCN7 yang ditemukan pada penderita autosomal dominan
osteopetrosis. Tetapi baru-baru ini mutasi ClCN7 telah ditemukan sebagai
penyebab osteopetrosis resesif pada bayi. Mutasi gen TC1RG1 dan ClCN7 ini
merusak keasaman resorbsi lakuna osteoklas yang menurunkan komponen
mineral tulang yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi osteoklas. Patogenesis
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
8
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
osteopetrosis dapat dipahami dengan membandingkannya dengan perkembangan
dan fungsi osteoklas yang normal.
2.6 Patofisiologi
Mekanisme utama yang berkaitan dengan semua bentuk osteopetrosis adalah
kegagalan dari fungsi normal osteoklas dalam meresorbsi tulang yang
mengakibatkan penebalan tulang. Osteopetrosis kongenital muncul saat dalam
bayi dan dapat mengakibatkan kegagalan sumsum tulang yang disebabkan
penggantian ruang sumsum tulang dengan osteoklas. Osteoklas merupakan sel
yang sangat khusus, dapat mendegradasi mineral tulang dan zat organik pada
matriks tulang. Proses-proses ini sangat penting untuk remodeling tulang dan
menjaga kestabilan biomekanika tulang dan homeostasis mineral. Telah
diperkirakan bahwa tulang orang dewasa mengalami regenerasi setiap sepuluh
tahun. Osteoklas berasal dari prekursor mononuklear pada garis turunan myeloid
yaitu suatu sel hematopoetik yang juga meningkatkan jumlahmakrofag. Defisiensi
proton pump pada osteoklas dan kerusakan gen ClCN7 juga merupakan penyebab
penyakit ini. Gen ClCN7 ini dapat merusak fungsi dari osteoklas dalam
berdiferensiasi sehingga tidak ada osteoklas matang ditemukan. Osteoklas yang
berdiferensiasi berguna untuk melarutkan mineral tulang dan medegradasi matriks
tulang menggunakan enzim-enzim khusus. Yang sangat penting pada fungsi ini
adalah polarisasi sel dan khususnya pembentukan kerutan-kerutan pada pinggir
dan daerah pembatas pada sel. Hal ini membentuk daerah resorbsi lakuna, dan
asam hidroklorida disekresi secara aktif dan menghasilkan pelarutan mineral
tulang hidroksiapatit. Osteopetrosis yang jarang ditemukan adalah gen yang
diwariskan secara autosomal resesif yang biasanya terdapat pada masa anak-anak.
Sindrom ini akibat dari kekurangan carbonic anhydrase isoenzim II dimana enzim
ini penting untuk resorbsi tulang yang normal oleh osteoklas. Manifestasi dari
kekurangan carbonic anhydrase isoenzim II adalah asidosis renal tubular, fraktur,
pertumbuhan yang pendek, dan penekanan nervus kranial akibat kalsifikasi
cerebral.
2.7 Gejala klinis Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
9
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
Osteopetrosis maligna mempunyai berbagai manifestasi klinis yang berhubungan
dengan penebalan tulang yang merupakan dasar penyakit. Loria dkk melaporkan
26 kasus osteopetrosis pada anak yang memperlihatkan wajah tipikal, berupa
Adenoid appearance, frontal bossing, hipertelorism, makrosefali, strabismus,
nistagmus dan eksoftalmus. (Gambar A dan B) Kebutaan terjadi akibat penekanan
nervus optikus, sedangkan ketulian dapat terjadi akibat kompresi tulang pada
nervus akustikus maupun akibat sklerosis pada tulang-tulang di telinga tengah,
Selain itu dilaporkan adanya gangguan pertumbuhan dan mudah patahnya gigi
geligi. Kelainan hematologis yang terjadi antara lain anemia berat, perdarahan
akibat trombositopenia, mudah terjadi infeksi akibat neutropenia, dan terjadi
hipersplenisme akibat aktifnya hematopoiesis ekstramedular. Pada pasien
osteopetrosis maligna juga terdapat gangguan superoksida pada leukosit
sebagaimana osteoklas mengalami kekurangan superoksida dalam meresorbsi
tulang.
2.8 Diagnosa
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
10
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
Pada awalnya kasus-kasus osteopetrosis sering didiagnosis sebagai kelainan atau
penyakit lain. Pansitopenia dengan anemia yang berat disertai hepatosplenomegali
lebih sering mengarahkan kecurigaan pada kelainan lain yang mempunyai
insidens yang relatif lebih tinggi, seperti leukemia akut atau thalassemia dengan
hipersplenisme. Pada beberapa kasus, osteopetrosis terdiagnosis secara kebetulan
pada saat dilakukan pemeriksaan radiologis untuk keperluan tertentu. Kecurigaan
terhadap osteopetrosis juga sering timbul pada saat terdapat kesulitan tindakan
aspirasi sumsum tulang. Pada kasus ini, diagnosis yang pertama kali dipikirkan
adalah thalassemia, berdasarkan anemia gravis dan hepatosplenomegali.
Diagnosis osteopetrosis mulai dicurigai pada saat kesulitan tindakan aspirasi
sumsum tulang, gambaran mask sign dan didukung gambaran leukoeritroblastosis
yaitu sel-sel eritroblas dan leukoblas pada darah tepi. Diagnosis pasti
osteopetrosis maligna ditegakkan berdasarkan gambaran radiologis berupa
peningkatan densitas tulang, pelebaran metafisis, menghilangnya rongga sumsum
tulang dan terlihat gambaran tulang dalam tulang (endobones atau bone within
bone). Tanda yang dianggap ciri khusus osteopetrosis adalah gambaran tengkorak
dengan penebalan bagian lingkar orbita yang disebut mask, glasses atau spectacles
sign dan gambaran sandwich sign berupa sklerosis pada tepi atas dan bawah
tulang-tulang vertebra. (Gambar C,D,E)
2.9 Diagnosa Banding
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
11
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
Dalam diagnosia banding harus mempertimbangkan kondisi yang dapat
mengakibatkan osteosclerosis difuse. Gangguan tersebut dapat mencakup
penyakit bawaan (misalnya, pyknodysostosis, hipoparatiroidisme,
pseudohipoparatiroidisme), keracunan kimia (misalnya, fluoride, timah, berilium),
keganasan (leukemia, penyakit mieloproliferatif), dan penyakit sickle cell.
Metastasis osteoblastik juga harus dipertimbangkan dalam diagnosia banding.
2.10 Penatalaksanaan
Hingga saat ini satu-satunya pengobatan dalam kasus osteopetrosis adalah
transplantasi sumsum tulang (TST). Walaupun TST merupakan satu-satunya
terapi kuratif pada kasus osteopetrosis, keberhasilan prosedur ini sangat
tergantung pada ketersediaan donor sumsum tulang yang genotipically HLA-
identical, di samping beratnya komplikasi serta tingginya biaya.
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan, namun terapi
medikamentosa masih digunakan sebagai terapi alternatif pada osteopetrosis.
Penggunaan kortikosteroid dilaporkan memberikan perbaikan gejala berupa
peningkatan hemoglobin dan trombosit, mengurangi transfuse darah dan ukuran
limpa serta memperbaiki densitas tulang yang semula sangat menebal menjadi
mendekati normal. Kalsitriol atau 1,25-dihydroxy vitamin D dilaporkan dapat
memprofokasi osteoklas untuk meresorbsi tulang, dibuktikan dengan
bertambahnya ruffled border. Selain prednisone dan kalsitriol, terapi dengan
interferon gamma jangka panjang juga dilaporkan meningkatkan resorbsi tulang,
memperbaiki fungsi lekosit dan hematopoiesis. Pada pasien, diberikan
prednison11dan kalsitriol, namun terapi dengan interferon gamma tidak
dilaksanakan berhubung keterbatasan dana.
2.11 Komplikasi dan Prognosa
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
12
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
Pasien osteopetrosis maligna mempunyai prognosis yang sangat buruk akibat
kegagalan sumsum tulang dalam membentuk hematopoiesis. Dalam perjalanan
penyakit tanpa terapi, osteopetrosis maligna umumnya mengakibatkan kematian
pada 10 tahun pertama kehidupan akibat anemia berat, perdarahan
maupun infeksi berat. Ketergantungan terhadap transfusi memperlihatkan tanda-
tanda keparahan penyakit dengan prognosis yang buruk. Terdapatnya
ketergantungan terhadap transfusi ditambah gangguan penglihatan yang terjadi
sejak bayi menunjukkan prognosis yang buruk pada pasien. Prognosis dari pasien
infant dapat menunjukan perubahan kearah perbaikan setelah mendapatkan
transplantasi sumsum tulang. Pasien dengan osteopetrosis pada usia dewasa
memiliki angka bertahan hidup yang cukup lama jika diterapi dengan baik.
BAB 3
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
13
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : An SZU
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 18 November 2004
Umur : 10 tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Teluk
Tanggal Pemeriksaan : 7 September 2015
3.2 Anamnesa
Autoanamnesa tanggal 7 September 2015
A. Keluhan Utama
Nyeri dibagian paha kiri 1 bulan SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dibagian paha kiri 1 bulan SMRS,
nyeri dirasakan hilang timbul. Keluhan tidak disertai demam dan
kelemahan pada ekstreitas. Pasien mengaku keluhan seperti ini baru
pertama kali dirasakan. Pasien tidak perna mengalami patah tulang
sebelumnya.
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
14
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Asma (-)
Tb Paru (-)
Fraktur (-)
Alergi obat & makanan (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Asma (-)
Tb paru (-)
Alergi obat & makanan (-)
E. Riwayat BAK
Lancar, warna kuning jernih, darah (-), nyeri waktu BAK (-), 4-6x
/hari.
F. Riwayat BAB
Teratur, konsistensi lunak, warna coklat kekuningan, nyeri ketika
BAB (-), darah (-), 1 x/hari.
3.3 Pemeriksaan fisik
Tanggal pemeriksaan: 7 SEPTEMBER 2015
A. KEADAAN UMUM
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis.
B. TANDA VITAL
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup.
Pernapasan : 18 x/menit, Abdomino-thoracal
Suhu : 36,8º C
Kesan umum : Baik
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
15
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
Usia klinik : Sesuai
Berat badan : 23 kg
Tinggi badan : 120 cm
C. STATUS INTERNUS
KULIT : Dalam batas normal
KEPALA : Bentuk dahi tampak sedikit menonjol ukuran normal,
tidak teraba benjolan
RAMBUT : Rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut,
tidak tampak kelainan kulit kepala
MATA : bentuk simetris, konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-),
palpebra superior et inferior cekung (-), pupil ODS bulat,
lensa D et S tidak keruh, shadow test (-/-), isokor, diameter 3
mm, reflek cahaya (+/+),TIO OD/OS normal (palpasi),
Nistagmus (+)
TELINGA : bentuk normal, sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-)
HIDUNG : bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada deviasi,
mukosa tidak hiperemis, sekret -/-
MULUT : bentuk simetris, perioral sianosis -, lidah kotor -, letak
uvula di tengah, faring tidak hiperaemis, tonsil T1-T1, tidak
hiperaemis, detritus -
GIGI : tidak ada kelainan
LEHER : trakea di tengah, struma -
KGB : retroaurikuler, submandibula, cervical, supraclavicula,
inguinal tidak teraba membesar
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
16
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
THORAX
Pulmo
- Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis
- Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama kuat.
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
- Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Jantung
- lnspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak.
- Palpasi : pulsasi ictus cordis tidak teraba.
- Perkusi :
Batas atas di ICS II parasternal line sinistra
Batas kanan di ICS IV linea sternal dextra
Batas kiri di ICS V midclavicula line sinistra
- Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-).
ABDOMEN
- Inspeksi : dalam batas normal, tidak tampak gambaran vena dan usus
- Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar.
- Perkusi : timpani, nyeri ketok ginjal (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Ascites : tes undulasi (-), shifting dullness (-)
.
EKSTREMITAS
Ekstremitas Superior : Tidak tampak adanya kelainan
Ekstremitas Inferior : Terdapat nyeri tekan pada tungkai kiri atas
MUSKULOSKELETAL
Tidak tampak adanya kelainan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
17
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
D. STATUS NEUROLOGIS
1. Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E=4, V=5, M=6)
2. Rangsangan meningeal : ( - )
a. Kaku kuduk : ( - )
b. Brudzinky I : ( - )
c. Brudzinky II : ( - )
d. Laseque : ( - )
e. Kernig : ( - )
1. Peningkatan TIK : ( - )
2. Pupil : bulat, isokor, Ø 3mm, reflek cahaya +/+
3. Nn. Cranialis
N. olfaktorius : dalam batas normal
N. optikus : dalam batas normal
N. occulomotorius : dalam batas normal
N. trochlearis : dalam batas normal
N. trigeminus : dalam batas normal
N.abducent : dalam batas normal
N. fasialis : dalam batas normal
N. vestibule troklearis : dalam batas normal
N. glosofaringeus : dalam batas normal
N. vagus : dalam batas normal
N. ascesorius : dalam batas normal
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
18
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
N. hipoglosus : dalam batas normal
4. Motorik
Kekuatan
Kanan Kiri
Superior 5555 5555
Inferior 5555 5555
Tonus : normotonus
Trofi : eutrofi
Sensorik
f. Ekseroseptif
Tajam : baik, sama kuat
Halus : baik, sama kuat
g. Propioseptif
Getar : baik, sama kuat
Posisi : baik, sama kuat
3. Sistem otonom : baik
4. Fungsi cerebellum & koordinasi : baik
a. Telunjuk – hidung : baik
b. Tumit – lutut : baik
5. Fungsi luhur : baik
6. Reflek fisiologis
Superior Inferior
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
19
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
Reflek biseps +/+ +/+
Reflek triseps +/+ +/+
Reflek patella +/+ +/+
Reflek achilles +/+ +/+
7. Reflek patologis : ( - )
a. Hoffman tromner : ( - )
b. Babinski : ( - )
c. Chaddock : ( - )
d. Schaefer : ( - )
e. Gordon : ( - )
f. Oppenheim : ( - )
g. Rossolimo : ( - )
h. Mendel bechterew : ( - )
i. Klonus paha : ( - )
j. Klonus kaki : ( - )
8. Tanda regresi & dementia : ( - )
Kesan status neurologis : Dalam batas normal
3.4 Resume
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 10 tahun dengan keluhan nyeri
pada tungkai atas kiri 1 bulan SMRS, nyeri dirasakan hilang timbul. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan dahi sedikit menonjol dan terdapat nistagmus pada
kedua mata serta ditemukan nyeri tekan pada tungkai atas kiri.
3.5 Diagnosa Kerja
Osteopetrosis
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
20
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
3.6 Diagnosa Banding
Osteomielitis kronik
3.7 Pemeriksaan Penunjang
Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan radiologi: Foto polos femur sinistra
X Foto Femur Sinistra
- Tampak sklerotik disertai penebalan ¾ femur distal
- Tak tampak reaksi periosteal
- Tak tampak lusensi maupun klasifikasi dari soft tissue
- Tak tampak dislokasi sendi
Kesan: Curiga Osteopetrosis, dd: osteomielitis kronik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
21
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
3.8 Penatalaksanaan
Pembedahan: Transplantasi sumsum tulang
Medikamentosa: Kotrikosteroid dan vitamin D
3.9 Prognosa
a. Ad vitam : dubia ad bonam
b. Ad functionam : dubia ad bonam
c. Ad sanationam : bonam
BAB 4
KESIMPULAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
22
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
Osteopetrosis (Albers-schönberg disease) juga dikenal sebagai “marble
bone disease” yang termasuk dalam kelompok penyakit pada anak-anak adalah
suatu penyakit herediter yang terjadi karena mineralisasi tulang yang berlebihan
sehingga tulang menjadi lebih tebal daripada normal. Hal ini disebabkan oleh
resorbsi tulang yang abnormal karena kegagalan osteoklas untuk mereabsorbsi
tulang yang belum matang sehingga menyebabkan pembentukkan tulang menjadi
lemah yang mengakibatkan perubahan postur, fraktur berulang, kehilangan fungsi
hematopoesis pada sumsum tulang dan cenderung menuju osteomielitis yang
ganas pada tulang.
Pemeriksaan radiologi dengan foto polos untuk mendiagnosa
osteopetrosis maligna ditegakkan berdasarkan gambaran radiologis berupa
peningkatan densitas tulang, pelebaran metafisis, menghilangnya rongga sumsum
tulang dan terlihat gambaran tulang dalam tulang (endobones atau bone within
bone). Dapat juga ditemukan gambaran tengkorak dengan penebalan bagian
lingkar orbita yang disebut mask, glasses atau spectacles sign dan gambaran
sandwich sign berupa sklerosis pada tepi atas dan bawah tulang-tulang vertebra.
Satu-satunya tatalaksana kuratif untuk osteopetrosis adalah dengan
transplantasi sumsum tulang, namum keberhasilan prosedur ini sangat tergantung
pada ketersediaan donor sumsum tulang yang genotipically HLA-identical, di
samping beratnya komplikasi serta tingginya biaya. Transplantasi sumsum tulang
merupakan terapi pilihan, namun terapi medikamentosa masih digunakan sebagai
terapi alternatif pada osteopetrosis. Penggunaan kortikosteroid dilaporkan
memberikan perbaikan gejala berupa peningkatan hemoglobin dan trombosit,
mengurangi transfuse darah dan ukuran limpa serta memperbaiki densitas tulang
yang semula sangat menebal menjadi mendekati normal. Kalsitriol atau 1,25-
dihydroxy vitamin D dilaporkan dapat memprofokasi osteoklas untuk meresorbsi
tulang, dibuktikan dengan bertambahnya ruffled border.
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi yang
dilakukan pada pasien An. SZU sudah sesuai dengan gambaran klinis dan
gambaran radiologi yang mengarah pada gambaran osteopetrosis. Namun untuk
mendiagnosa lebih pasti dibutuhkan foto polos kepala dan tulang belakang serta
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang menunjang. Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
23
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Human Physiology: from cells to system. 6th ed. Singapore:Cengage
Learning, 2007
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran ECG. 2008Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015
24
Osteopetrosis Gilbert Christianto (406148141)
3. Rohen, Yokochi. Atlas Anatomi Manusia. Edisi 7. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran ECG. 2010
4. Blank R. Osteopetrosis. 2014 [cited: 10 September 2015] Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/123968-overview
5. Santi T, Firman K, Abdulsalam M. Osteopetrosis. Sari Pediatri. 2004; 6: 97–102
6. Margulis AR, Steiner RE. Diagnostic Radiology: An Anglo-Amrtican textbook of
Imaging. 2nd ed. USA: Churchill Livinfstone; 1992. Vol 3: 1657-8
7. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Edisi ke-dua; 2005.
8. Knipe H, Jones J, et al. Osteopetrosis. 2015 [cited: 10 September 2015] Available
from: http://radiopaedia.org/articles/osteopetrosis
9. Bhargava A. Osteopetrosis. Didapar dari http://www.osteopetrosis.org. diakses
tanggal 9 september 2015
10. Herring W. lerning Radiology Recognizing the Basics, 2nd ed. USA: Elsevier;
2012
Kepaniteraan Klinik Ilmu RadiologiFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah SemarangPeriode 31 Agustus – 3 Oktober 2015