laporan kasus bronkopneumonia

23
Laporan Kasus BRONKOPNEUMONIA Oleh : Rahmat Budi Prasetyo NIM. I1A0100 Pembimbing : dr. Meriah Sembiring, Sp.A

Upload: muhammad-rizky-fahdila

Post on 27-Dec-2015

114 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

berisi bab pendahuluan dan tinjauan pustaka tentang bronkopneumonia mulai dari etiologi hingga penatalaksanaan.

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kasus bronkopneumonia

Laporan Kasus

BRONKOPNEUMONIA

Oleh :

Rahmat Budi PrasetyoNIM. I1A0100

Pembimbing :

dr. Meriah Sembiring, Sp.A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

Juli, 2014

Page 2: laporan kasus bronkopneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia pada anak merupakan salah satu penyakit infeksi saluran

pernafasan yang serius dan banyak menimbulkan banyak permasalahan yaitu sebagai

penyebab kematian terbesar pada anak terutama di negara berkembang.1,2 Pneumonia

adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang ditandai dengan keadaaan klinis

dengan gejala demam, batuk, sesak nafas dan ditandai oleh adanya ronki basah halus

serta gambaran infiltrat pada foto polos dada.

Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam etiologi seperti bakteri, virus,

mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi. Pada nenonatus,

Streptococcus grup B dan Listeria monocytogenes merupakan penyebab pneumonia

paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan

berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumonia meupakan

penyebab paling utama pada pneumonia bakterial.

Secara anatomis pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris,

pneumonia intersisial dan pneumonia lobularis (bronkopneumonia), di antaranya jenis

yang terbanyak diderita neonatus dan anak adalah bronkopneumonia .1

Bronkopneumonia merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang serius

serta sering ditemukan pada bayi. Di Amerika serikat tercatat 13% dari angka

kesakitan di dua tahun pertama kehidupan anak merupakan bronkopneumonia, 4 dari

100 anak terserang bronkopneumonia pada tingkatan umur anak prasekolah, 2 dari

100 anak pada tingkatan umur 5 – 9 tahun dan 1 kasus per 100 anak pada tingkatan

umur 9 – 15 tahun, UNICEF mencatat 3 juta anak meninggal dunia karena menderita

bronkopneumonia .3 Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat

pada kelompok umur 0-6 bulan.4

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus bronkopnemonia pada seorang anak

laki-laki berumur 10 bulan yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.

Page 3: laporan kasus bronkopneumonia
Page 4: laporan kasus bronkopneumonia

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan

dan sel radang dengan atau tanpa diserta infiltrasi sel radang ke dalam dinding

alveoli dan rongga interstinum. Secara anatomis pneumonia diklasifikasikan sebagai

pneumonia lobaris, pneumonia intersisial dan pneumonia lobularis

(bronkopneumonia).

II. Etiologi

Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2

golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat

beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk

pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya

digolongkan sebagai bukan pneumonia.2

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri)

dan sebagian kecil oleh hal lain misalnya bahan kimia (hidrokarbon) atau benda asing

yang teraspirasi.

Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi

umur pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus, sebagai

penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus,

influenza virus, dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting dalam

pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,

Page 5: laporan kasus bronkopneumonia

Staphyloccocus aureus, Streptococcus grup B, serta kuman atipik Chlamidia dan

mikoplasma.

Pada masa neonatus Streptococcus grup B dan Listeriae monocytogenes

merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak

pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Terapi

yang diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian antibiotik walaupun

kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa

pemberian obat-obatan terapeutik, pemberian antibiotik dapat mempercepat

penyembuhan penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan simptomatik,

selain itu dengan pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi lanjutan

dari bakterial, pemberian, pemilihan antibiotik pada penyakit ini harus diperhatikan

dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman/baterial di kemudian hari. Namun

pada penyakit ISPA yg sudah berlanjut dengan gejala dahak dan ingus yang sudah

menjadi hijau, pemberian antibiotik merupakan keharusan karena dengan gejala

tersebut membuktikan sudah ada bakteri yang terlibat.6,7

III. Epidemiologi

Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan

tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak

pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas

diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Sterptococcus pneumonia dan

Staphylococcus aureus, tetapi dinegara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi

dan kurangnya akses perawatan. Dari data tahun 1990, pneumonia merupakan

Page 6: laporan kasus bronkopneumonia

seperempat penyebab kematian pada anak di bawah 5 tahun dan 80 persen terjadi di

negara berkembang.4

Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10

-20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan

(Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 %; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila

kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah

penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik

dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271.

Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur

0-6 bulan.4

Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984,

dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya

pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA,4 namun kelihatannya angka

kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan

berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.

IV. Patogenesis

Bronkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di

udara, aspirasi mikroorganisme dari nasofaring atau penyebaran dari fokus infeksi

yang jauh. Proses peradangan dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : 5,6,10,11,12

1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)

Page 7: laporan kasus bronkopneumonia

Bakteri yang memasuki paru-paru melalui saluran pernapasan masuk ke

bronkhioli dan alveoli, menimbulkan peradangan berat, menghasilkan cairan edema

yang kaya protein berupa eksudat jernih di dalam alveoli dan jaringan interstitial,

sehingga kapiler melebar dan kongesti. Di alveoli juga terdapat beberapa neutrofil

dan makrofag.

Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Timbul akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru.

Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna

menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, dalam alveolus di dapatkan fibrin,

leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman, sehingga kapiler

alveoli menjadi lebar.

Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)

Aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan fibrin serta sedikit

eritrosit. Kuman difagosit oleh leukosit, makrofag masuk ke dalam alveoli dan

menelan leukosit bersama dengan kuman di dalamnya. Permukaan pleura suram

karena diliputi oleh fibrin. Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat

kelabu. Kapiler tidak lagi kongesti.

Stadium resolusi (7-11 hari)

Eksudat berkurang, di dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit

mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara

patologi anatomi, distribusi bercak-bercak pada bronkopneumonia tidak teratur.

Page 8: laporan kasus bronkopneumonia

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda- tanda

laboratoris.4

1. Tanda-tanda klinis

• Pada sistem respiratorik: takipnue, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak,

napas cuping hidung, sianosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan

wheezing.

• Pada sistem cardial: takikardi, bradikardi, hipertensi, hipotensi dan cardiac arrest.

• Pada sistem cerebral: gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil

bendung, kejang dan coma.

• Pada hal umum: letih dan berkeringat banyak.

2. Tanda-tanda laboratoris

• hipoksemi,

• hiperkapnue dan

• asidosis (metabolik dan atau respiratorik).

3. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:

tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan

tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa

minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang

biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam dan

dingin.

Page 9: laporan kasus bronkopneumonia

VI. DIAGNOSIS

Diagnosa bronkopneumonia pada kasus ini ditegakkan berdasarkan riwayat

penyakit dan pemeriksaan fisik, serta disertai pemeriksaan penunjang.

WHO mengajukan pedoman dan diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana : 3,5

1. Bronkopneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup

minum, harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.

2. Bronkopneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup

minum, harus dirawat dirumah sakit dan diberi antibiotik.

3. Bronkopneumonia ringan: bila tidak ada retraksi, tetapi napas cepat :

- 60 kali/menit pada bayi < 2 bulan

- >50 kali/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun

- > 40 kali/menit pada anak 1-5 tahun

- >28 kali/menit pada anak usia 5-16 tahun

Tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral

4. Bukan bronkopneumonia : hanya batuk tanpa ada gejala dan tanda seperti di

atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.

Berdasarkan pedoman WHO di atas, maka bronkopneumonia pada kasus ini

dapat digolongkan dalam bronkopneumonia berat, yaitu ada retraksi, tanpa sianosis

dan masih sanggup minum, sehingga penderita harus dirawat dirumah sakit dan diberi

antibiotik.

Page 10: laporan kasus bronkopneumonia

VI. Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang diambil pada kasus ini adalah bronkiolitis dan

tuberculosis paru (TB paru). Daignosa banding bronkiolitis dapat disingkirkan

dengan melihat gejala bronkiolitis, yaitu batuk pilek untuk beberapa hari tanpa

disertai kenaikan suhu atau hanya subfebril, dan didapatkan adanya wheezing,

sedangkan pada bronkopneumonia, gejala batuk pilek disertai dengan panas tinggi

turun naik, dan pada pemeriksaan fisik tidak terdapat wheezing. Hasil pemeriksaan

foto thoraks pada kasus ini mengarah pada tanda bronkopneumoia. 6

Pada anak, gejala umum atau tanda-tanda yang dicurigai adanya infeksi TB

antara lain berupa : berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1

bulan penanganan gizi, anoreksia (sulit makan), dengan gagal tumbuh dan berat

badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive), demam lama dan berulang tanpa

sebab yang jelas, dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar getah bening

yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari, diare menetap yang tidak sembuh

dengan pengobatan diare. Adapun gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah

pembesaran kelenjar hilus, paratrakeal dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi,

efusi pleura, kavitas, dan gambaran milier.6 TB paru disingkirkan dengan melihat

gejala klinis pada anamnesa, temuan pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

radiologis, dimana semuanya mengarah pada diagnosis bronkopneumonia.

VII. Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Temuan-temuan laboratorium biasanya menunjukkan jumlah leukosit yang

meningkat (leukositosis) mencapai 15.000-40.000/mm3 dengan jumlah sel

Page 11: laporan kasus bronkopneumonia

polimorfonuklear terbanyak (pergeseran ke kiri atau shift to the left). Angka sel darah

putih < 5000/mm3 sering disertai dengan prognosis yang jelek. Kadar Hb biasanya

tetap normal atau sedikit menurun, dan laju endap darah biasanya meningkat dan

mungkin amat tinggi. 3,7,10

Sedangkan pada pemeriksaan radiologis, gambaran bronkopneumonia akan

tampak putih pada foto roentgen, karena terdapat eksudat fibrinosa terutama terdapat

pada bronkiolus, dimana penyebaran daerah infeksi berupa bercak konsolidasi

merata, dengan diameter sekitar 3-4 cm, yang mengikutsertakan alveoli secara

tersebar. Pada daerah terjadinya konsolidasi dapat ditemukan adanya bronchogram

udara. Juga harus dilakukan penilaian terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia dan

asidosis respiratorik. Pulsasi oksimetri <95% menunjukkan adanya hipoksia.2

Pemeriksaan darah rutin pada kasus ini memperlihatkan jumlah leukosit masih

dalam batas normal, kadar Hb sedikit menurun, dan laju endap darah yang meningkat.

Sedangkan pada pemeriksaan radiologis, didapatkan gambaran bronkopneumonia

berupa infiltrat parahilar dekstra sinistra yang merupakan petunjuk adanya

penyebaran daerah infeksi berupa bercak konsolidasi merata pada paru kanan dan

kiri.

VIII.Komplikasi

Bakteri mempunyai kemampuan menghancurkan jaringan paru dan

membentuk abses, kemudian menyebabkan kerusakan paru yang permanen seperti

bronkiektasis, fibrosis, dan bronkostenosis. Selain itu, bakteri mempunyai

kecenderungan meluas ke perifer, ke rongga pleura, menimbulkan empiema, fistula

bronkopleura, dan piopneumotoraks, keadaan umum penderita menjadi jelek dengan

Page 12: laporan kasus bronkopneumonia

sesak napas dan nyeri pleura yang hebat. Komplikasi bakteriemia dapat disertai

meningitis, otitis media, sinusitis, abses otak, abses ginjal, abses hati, endokarditis

bakterialis yang umumnya berhubungan dengan prognosis yang buruk. Selain itu,

pada bronkopneumonia harus diwaspadai adanya kematian karena gagal nafas dan

septikemia.1,4,7

IX. Penatalaksanaan

Pada umumnya penatalaksanaan penderita dengan bronkopneumonia sama

dengan penatalaksanaan pada pasien pneumonia yaitu terdiri dari :

1. Medikamentosa

Sebaiknya pengobatan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi

berhubung hal ini tidak selalu dapat dikerjakan dan memakan waktu, maka dalam

praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Pemilihan antibiotik didasarkan pada

usia, gambaran klinis dan pola resistensi lokal bakteri patogen yang dominan. Terapi

simtomatik, untuk panas dapat diberikan antipiretik, dan untuk batuk dapat diberikan

antitusif.5,17,18

2. Terapi suportif atau perawatan khusus :5,9,

- Istirahat ditempat tidur (tirah baring)

- Posisi semi fowler bila sesak sekali

- Oksigen dengan kebutuhan cukup

- Isap lendir (suction). Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi

dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier.

Page 13: laporan kasus bronkopneumonia

- Diet harus cukup kalori dan protein

3. IVFD dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1. Jumlah cairan sesuai berat badan,

kenaikan suhu, dan status hidrasi.

4. Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa

Penatalaksanaan pneumonia berdasarkan berat ringan penyakit :

1. Pneumonia ringan

Anak di rawat jalan

Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg /kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau

Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV

diberikan selama 5 hari.19

Tindak lanjut

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali

anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak bisa

minum atau menyusu.19

Ketika anak kembali

Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu

makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.19

2. Pneumonia Berat

Anak dirawat di rumah sakit

a. Terapi Antibiotik

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus

dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak member respons yang baik

Page 14: laporan kasus bronkopneumonia

maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah

sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari

berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan

yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya,

kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka

ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).19

Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai

alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari). Bila anak

tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada. Apabila

diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia stafilokokal),

ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin

(50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali

pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin)

secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau

klindamisin secara oral selama 2 minggu.19

b. Terapi Oksigen

Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat Bila tersedia pulse

oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan pada anak dengan

saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba

tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila

saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna Gunakan

Page 15: laporan kasus bronkopneumonia

nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan nasal prongs

adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah

atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-

menerus setiap waktu. Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti

tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak

ditemukan lagi.19

VIII. Prognosis.

Prognosis ISPA sangat bervariasi tergantung dari etiologi yang mendasarinya.

Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat ditekan sampai kurang

dari 1%. Anak dalam keadaan terlambat dan malnutrisi energi protein dan yang

datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi. Pada kasus yang disertai

bakteremia, leukopenia, atau proses pneumonia mengenai beberapa lobus, maka

mortalitas naik menjadi sekitar 10%.2,7

XI. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan:9

• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

• Immunisasi.

• Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

• Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.

Page 16: laporan kasus bronkopneumonia

• Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

• Immunisasi.