laporan fieltrip geologi dasar.pdf
TRANSCRIPT
1
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIK
PRAKTIKUM GEOLOGI DASAR LAPORAN RESMI
ACARA FIELD TRIP GEOLOGI KE DAERAH BAYAT KLATEN
ASISTEN PENDAMPING :
JIHAN ATHIAN
ROMBONGAN / KELOMPOK :
1 / 2
DISUSUN OLEH :
TINO DIHARJA
08/269665/PA/12023
YOGYAKARTA
DESEMBER 2008
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latat Belakang
Dalam menempuh mata kuliah praktikum geologi dasar, diperlukan pengetahuan
dasar tentang geologi agar dapat diaplikasikan dalam praktikum geologi dasar tersebut.
Setelah banyak melakukan praktikum di laboratorium, praktikan juga harus melakukan
praktikum langsung di alam terbuka yang mana pada kenyataannya sebagai
geofisikawan kita akan melakukan penelitian di lapangan langsung, tidak hanya di
laboratorium.
Atas dasar itulah yang melatarbelakangi dilakukannya fieldtrip kali ini. Yaitu
untuk melatih dan mengaplikasikan semua praktikum yang pernah dilakukan penulis,
langsung di lapangan. Sehingga dapat memahami dengan sebenar-benarnya tata cara
mengidentifikasi dan memahami suatu batuan, geokronologi dan geomorfologi suatu
daerah tertentu dengan cara penelitian langsung di lapangan.
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari fieldtrip kali ini adalah untuk mengetahui
keadaan geologi daerah STA I, STA II dan STA III di Kecamatan Bayat Kabupaten
Klaten dimana termasuk didalamnya adalah keadaan geomorfologi, struktur geologi,
litologi serta geokronologinya. Sehingga dapat disimpulkan keadaan geologi dari daerah
tersebut.
1.3. Letak dan Kesampaian Daerah
Fieldtrip kali ini dilakukan di sekitar kecamatan Bayat Kabupaten Klaten
Propinsi Jawa tengah pada hari Sabtu tanggal 29 November 2008. Terletak di daerah
Utara Bayat, yaitu di sekitar perbukitan Jiwo yang membentang dari barat ke timur.
Daerah Bayat dapat di tempuh dengan bus selama kurang lebih 2jam dari
Yogyakarta ke arah timur hingga timur laut. Perjalanan dimulai dari Kampus Teknik
Geologi UGM sekitar pukul 07:30 WIB, sampai di lokasi sekitar pukul 09:30 WIB, dan
kembali ke kampus Teknik Geologi sekitar pukul 17:00 WIB.
3
1.4. Alat dan Metode Pendekatan
Alat yang digunakan pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut,
1. Bolpen
2. pensil
3. Karet penghapus
4. penggaris segi tiga dan penggaris panjang
5. clipboard
6. kertas HVS secukupnya
7. Mantel hujan
8. Larutan HCl
9. Peta Topografi daerah Bayat
10. kompas geologi
11. luv
12. Palu geologi.
Metode pendekatan dalam penyusunan laporan ini digunakana langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan dan pengambilan sampel dari lapangan untuk
memperoleh data
2. Menganalisa sampel dan data yang diperoleh dari lapangan
3. Melakukan studi pustaka
4. menyusun laporan.
4
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1. Geomorfologi Regional Daerah Bayat
Para ahli Geologi Belanda telah banyak menyelidiki keadaan Geologi
Perbukitan Jiwo. Diantaranya adalah Bothe ( 1929 ) dan Caudri ( 1934 ). perbukitan
Jiwo disusun oleh batuan metamorf filit dan sekis yang berumur Pra-tersier, yang
ditutup oleh batugamping dan batu pasir berumur Eosen. Adanya terobosan diorit dan
diorit porfir, menyebabkan terbentuknya batuan metamorfik kontak dibeberapa tempat.
Perbukitan Jiwo, merupakan perbukitan terisolir diantara dataran aluvial.
Perbukitan Jiwo terdiri dari perbukitan Jiwo Barat dan perbukitan Jiwo Timur yang
dipisahkan oleh Kali Dengkeng. Ditinjau secara fisiografi, daerah Bayat termasuk
perbukitan yang muncul pada Zona Solo dimana bagian selatannya dibatasi oleh gawir
yang memanjang dengan arah barat-timur, yang dikenal sebagai perbukitan Baturagung
dari pegunungan selatan Jawa Timur. Perbukitan Jiwo secara geomorfik, dapat dibagi
menjadi dua satuan yaitu :
A. Satuan Geomorfik Dataran Aluvial.
Dataran ini meliputi daerah yang sangat luas, terletak disekitar Perbukitan Jiwo
Barat maupun Jiwo Timur. Batuan hasil endapan fluvio - volkanik dan endapan rawa
terdiri dari kerakal, pasir dan batulempung hitam. Daerah ini digunakan oleh penduduk
sebagai tempat pemukiman dan lahan pertanian.
B. Satuan Geomorfik Perbukitan
Satuan geomorfik perbukitan, terdiri dari perbukitan Jiwo Timur dan perbukitan
Jiwo Barat, yang dipisahkan oleh Kali Dengkeng. Perbukitan Jiwo berelevasi antara 100
meter sampai 300 meter di atas permukaan laut, dengan pola bukit yang memanjang
barat - timur, dimana beberapa diantaranya memperlihatkan puncak-puncaknya yang
berbentuk membulat dan mempunyai kesan gersang.
Jiwo Barat, terdiri dari : Gunung Kampak, Gunung Sari, Gunung Budo, Gunung
Tugu, Gunung Kebo, Gunung cakaran dan Gunung Jabalkat. sedangkan Jiwo Timur,
terdiri dari : Gunung Konang, Gunung Semangu, Gunung Pendul, Gunung Temas,
5
Gunung Jeto dan Gunung Lanang. Batuan penyusun satuan geomorfik ini terdiri dari
Sekis, f ilit, diorit serta batugamping.
Secara umum daerah bayat dibagi menjadi dua, yaitu daerah utara kita sebut
sebagai area Perbukitan Jiwo dan daerah selatan kita sebut sebagai area Pegunungan
Selatan. Pada fieldtrip kali ini kita melakukan pengamatan di daerah Perbukitan Jiwo.
Untuk mempermudah penguraian geomorfologi daerah bayat, maka akan dibahas tiap
area.
1. Area Perbukitan Jiwo
Deretan perbukitan di utara bayat sebagai Perbukitan Jiwo membentang dari
arah barat ke timur. Di bagian barat, perbukitan berada di sekitar Rawa Jombor (Desa
Krakitan) sedangkan di bagian timur di sekitar Gunung Temas. Di kiri kanan perbukitan
tersebut merupakan daerah dataran berupa endapan aluvial dan koluvial.
Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur
yang secara fisiografi dipisahkan oleh Sungai Dengkeng.
Jiwo Barat terdiri dari deretan perbukitan Gunung Kampak, G. Tugu, G. Sari, G.
Kebo, G. Merak, G. Cakaran dan G. Jabalkat. Daerah G. Kampak dan G. Tugu
mempunyai litologi batugamping berlapisan, putih kekuningan, kompak, tebal lapisan
sekitar 20-40 cm. sedangkan di daerah G. Kampak, batugamping tersebut sebagian
besar merupakan suatu tubuh yang masif dan menunjukkan adanya asosisi dengan
komplek terumbu(reef). Antara G. Tugu dan G. Sari, batugamping tersebut kontak
langsung dengan batuan metamorf (sekis mika).
Batuan metamorf di Jiwo Barat mencakup daerah G. Sari, G. Kebo, G. Merak,
G. Cakaran, G. Jabalkat. Secara umum berupa sekis mika, filit, dan banyak mengandung
mineral kuarsa. Di daerah G. Sari, G. Kebo dan G. Merak pada sekis mika tersebut
dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit. Sedangkan di sebelah barat G.
Cakaran, pada area pedesaan tepian rawa Jombor, masih dapat ditemukan sisa-sisa
konglomerat kuarsa serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorf tersebut
ditafsirkan sebagai batuan berumur pra-Tersier, sedangkan batu pasir dan konglomerat
dimasukkan kedalam Formasi Wungkul.
Daerah Jiwo Timur mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng, merupakan
deretan perbukitan yang terdiri dari G. konang, G. Pendul, G. Semangu, G. Jokotuwo,
6
dan G. Temas. G. konang dan G. Semangu merupakan tubuh batuan sekis mika,
berfoliasi cukup baik, sedangkan G. Pendul merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. G.
Jokotuwo merupakan batuan meta sedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut
dijumpai tanda-tanda struktur pensesaran. Sedangkan G. Temas merupakan tubuh
batugamping berlapis.
Di sebelah utara G. Pendul dijumpai singkapan batugamping nummulites
berwarna abu-abu dan sangat kompak. Di sekitar batugamping nummulites tersebut
terdapat batupasir berlapis. Penyebaran batu gamping nummulites dijumpai di sekitar
Desa Padasan. Di lereng selatan G. Pendul, hingga puncak, terutama mulai dari utara
Desa Dowo dijumpai batupasir berlapis, kadang kala terdapat fragmen sekis mika ada di
dalamnya. Sedangkan di Bagian timur G. Pendul tersingkap batulempung abu-abu
berlapis, keras, mengalami deformasi lokal secara kuat hingga terhancurkan. Hubungan
antara satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai kemungkinan karena kontak
antar satuan kadangkala tertutup oleh koluvial di daerah dataran.
2. Area Pegunungan Selatan
Di sebelah selatan Bayat hingga mencapai puncak pegunungan Baturagung,
secara stratigrafi sudah termasuk wilayah pegunungan selatan. Secara struktural deretan
pegunungan tersebut, pada penampang utara-selatan merupakan suatu pegunungan blok
patahan membujur barat-timur.
2.2. Stratigrafi Regional Daerah Bayat
Satuan batuan penyusun daerah Perbukitan Jiwo, secara litostratigrafi dari yang
berumur tua ke muda adalah sebagai berikut :
1. Satuan Filit
Satuan filit, mempunyai penyebaran yang cukup Iuas, tersebar baik di daerah perbukitan
Jiwo Barat maupun Jiwo Timur, yaitu di Gunung Sari, Gunung Budo, Gunung Merak,
Gunung Jabalkat, Gunung Konang dan Gunung Semangu.
Disamping filit, yang merupakan penyusun utama satuan ini, juga terdapat sekis,
marmer, genis dan serpentinit. Sekis tersingkap di lereng barat Gunung Merak dan
disekitar Watuprahu, marmer dan genes tersingkap di Gunung Jokotuwo sedangkan
serpentinit tersingkap di lereng barat-laut Gunung Jabalkat. Satuan ini berumur pra-
7
Tersier dan secara tidak selaras diatasnya ditutupi oleh Formasi Wungkal dan Formasi
Gamping.
2. Formasi Wungkal
Menurut Bothe (1929), lokasi tipe Formasi Wungkal terletak di Gunung
Wungkal, Jiwo Barat kurang lebih 3 km dari Bayat. Penyebarannya meliputi lereng
utara dan timur Gunung Jabalkat, Gunung cakaran dan Desa sekarbolo. Batuannya
terdiri dari batugamping, napal, konglomerat dan batupasir kwarsa.Batugamping dan
napalnya, banyak mengandung fosil Assilina spira, Assilina granulosa, camerina
javana dan camerina bagelensis. Umur Formasi Wungkal, berdasarkan kandungan
foraminifera Besar (klasifikasi huruf) adalah Ta atau Eosen awal. Formasi Gamping,
tidak berhubungan secara langsung dengan Formasi Wungkal, tetapi berdasrkan
umurnya dapat ditafsirkan bahwa hubungannya adalah selaras.
3. Formasi Gamping
Menurut Bothe (1924), lokasi tipe Formasi Gamping adalah Gunung Gamping,
kira-kira 5 km sebelah timur Bayat (mungkin watuprahu sekarang). penyebaran Formasi
ini dijumpai di sekitar Watuprahu dan Desa padasan, dengan arah penyebarah timur-
barat.
Batuannya terdiri dari batugamping dan napal, kaya akan foraminifera (besar)
seperti Discocyclina javana VERB, Discocyclina dispana, Discocycl-ina omphalus,
Camerina bagelensis dan Camerina pengeronensis.
4. Intrusi
Batuan intrusi yang terdapat di Perbukitan Jiwo adalah mikrodiorit, porfir diorit dan
diabas. Intrus ini terdapat di daerah Bendungan, Gunung Sari, Gunung Kebo, Gunung
Merak dan Gunung pendul. Batuan metamorfis termal dijumpai dibagian timur Gunung
pendul, sekitar Gunung Merak dan di Bendungan, sebagai akibat intrusi-intrusi tersebut
diatas terhadap satuan filit, Formasi Gamping dan Formasi Wungkal.
Batuan diorit dan batuan yang lebih tua ditutup secara tidak selaras oleh formasi
Oyo dan Formasi Wonosari.
8
5. Formasi Oyo dan Formasi Wonosari
Di daerah perbukitan Jiwo, satuan ini tersingkap di Gunung Temas, Gunung
Lanang dan Gunung Jeto (Jiwo Timur), Gunung Tugu dan Gunung Kampak (Jiwo
Barat).
Menurut Bothe, kedua formasi ini mempunyai fasies yang berbeda, yaitu
batugamping untuk Formasi Wonosari dan berubah secara rateral menjadi fasies
volkanik-marin untuk Formasi Oyo. Formasi Wonosari, terdiri dari batugamping
berlapis dan bioherma (terumbu), mengandung Hexakoral dibeberapa tempat.
Sedangkan Formasi Oyo terdiri dari Tuf andesitik, napal tuf-an, lempung dan
konglomerat/breksi batugamping.
Kedua Formasi ini mengandung foraminifera (besar) seperti Lepidocyclina,
Miogypsina dan Cycloclypeus yang berumur Miosen (akhir).
6. Aluvial
Satuan ini tersebar luas pada dataran aluvial dan terdiri dari kerakal, pasir dan
lempung yang berasal dari endapan fluviovolkanik dan endapan rawa.
2.3. Struktur Geologi
Di daerah Perbukitan Jiwo, pada batuan yang berumur Paleosen atau lebih tua,
mempunyai pola jurus timur-barat (agak timur laut-barat daya). Hal ini tercermin pada
foliasi umum batuan metamorfis dan jurus serta penyebaran batuan berumur paleosen di
Jiwo Timur. Batuan yang berumur Neogen mempunyai kemiringan perlapisan kecil
(10o) dengan jurus berbeda-beda. hal ini diduga merupakan “initial dip”. Struktur sesar
terdapat di Jiwo Timur maupun Jiwo Barat, yaitu di Kali Kebo dan di Gunung
Jokotuwo.
9
10
BAB III
GEOLOGI DAERAH STUDI
3.1. Stasiun Pengamatan I (STA I)
3.1.A. Stasiun I Lokasi Pengamatan 1
3.1.A.1. Lokasi
Lokasi pengamatan 1 pada STA I adalah di kaki Gunung Kampak Desa Jimbung
Kecamatan Bayat Klaten, di daerah penambangan rakyat. Jarak dari puncak Gunung
Kampak sekitar 70 meter dengan arah barat laut dari Gunung Kampak.
3.1.A.2. Geomorfologi
Bentang alam yang ada di STA I LP 1 adalah suatu perbukitan Gunung Kampak
dengan puncak gunung yang sudah tidak jelas akibat dari penambangan oleh
masyarakat sekitar. Pada sisa-sisa penambangan terdapat bidang-bidang perlapisan di
sekitar tubuh gunung.
Gambar 1. Sketsa Gunung Kampak
Gambar 2. Gunung kampak dan lokasi LP1 pada STA I
U
11
3.1.A.3. Kondisi Geologi
Kondisi geologi pada LP1 memiliki jenis batuan yaitu batugamping. Deskripsi
batugamping yang ditemukan di LP1 memiliki warna dominan kuning pucat,
berstruktur masif, kompak, tekstur nonklastik dan memiliki sortasi relatif buruk. Ukuran
butirnya terdiri dari pasir halus hingga kasar, memilki kemas tertutup dengan
komposisinya terdiri dari material karbonatan dan mineral kalsit yang mengisi
kekarnya. Mineral kalsitnya terdiri dari mineral kalsit primer yang berwarna putih
kecoklatan dan mineral kalsit sekunder yang berwarna putih bening. Kalsit ini terbentuk
setelah batu gamping terbentuk lebih dulu kemudian terjadi kekar yang akhirnya air
hujan melarutkan material karbonatan pada batugamping hingga mengisi kekar-kekar
yang ada pada tubuh batugamping tersebut. Mineral kalsit ini tumbuh tegak lurus
terhadap bidang kekar.
Adapun struktur geologi yang ditemui pada LP1 ini adalah adanya bidang sesar
yang ditandai dengan garis-garis sesar yang tampak seperti bekas-bekas garukan pada
tubuh batuan. Jenis sesarnya adalah sesar turun dengan strike/dip pada pengukuran
pertama = N 80o E / 71o W dan strike/dip pada pengukuran kedua = N 90o E / 76o W.
3.1.A.4. Geologi Lingkungan
Kondisi geologi lingkungan di daerah Gunung Kampak berpotensi untuk daerah
penambangan batugamping yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk
berbagai kebutuhan. Salah satunya, batu gamping dapat digunakan sebagai campuran
dalam pembuatan semen dan sebagai bahan pondasi bangunan. Namun akibat dari
penambangan yang dilakukan oleh masyarakat yang terus menerus dapat merusak
lingkungan di G. Kampak. Hal ini terlihat dengan morfologinya yang sudah tidak jelas
puncaknya. Selain itu terdapat beberapa bagian yang terlihat jurang menggantung yang
berpotensi terjadinya longsor.
Mineral kalsit
Batu gamping Gambar 3. Mineral kalsit yang mengisi kekar batugamping
12
Gambar 4. Kenampakan garis-garis sesar (gores garis)
3.1.B. Stasiun I Lokasi Pengamatan 2
3.1.B.1. Lokasi
Lokasi pengamatan 2 pada STA I masih di daerah penambangan rakyat di kaki
Gunung Kampak Desa Jimbung Kec. Bayat Kab. Klaten, dengan jarak kurang lebih 40
meter ke arah timur laut dari LP1.
3.1.B.2. Geomorfologi
Bentang alam yang ada di STA I LP 2 adalah suatu perbukitan Gunung Kampak
dengan puncak gunung yang sudah tidak jelas akibat dari penambangan oleh
masyarakat sekitar. Pada sisa-sisa penambangan terdapat bidang-bidang perlapisan di
sekitar tubuh gunung. Perlapisannya tampak sejajar dan silangsiur.
U
Perlapisan 50m
Gambar 5. Sketsa LP 2 di kaki Gunung Kampak
13
Gambar 6. Kenampakan batugamping LP 2 di kaki Gunung Kampak
3.1.B.3. Kondisi Geologi
Kondisi geologi di LP 2, litologinya tidak jauh berbeda dengan LP 1, yaitu
didominasi oleh batugamping yang secara megaskopis berwarna kuning pucat,
berstruktur masif, kompak, tekstur klastik dan memiliki sortasi relatif buruk. Ukuran
butirnya terdiri dari pasir halus hingga kasar, memilki kemas tertutup dengan
komposisinya terdiri dari material karbonatan dan mineral kalsit yang mengisi
kekarnya. Pada LP 2 terdapat bidang perlapisan yang sejajar hingga silangsiur. Dengan
bidang perlapisan strike/dip = N 261o E / 28o. Perlapisan yang tidak rata (silangsiur)
karena dahulu batugamping terbentuk di dasar lautan dan terlihat silangsiur karena
adanya perubahan energi gelombang/arus air pada saat pengendapan (sedimentasi).
Pada LP2 juga terdapat bidang-bidang sesar, yaitu sesar turun. Juga dijumpai sesar
minor sebesar 5cm, berupa sesar turun.
3.1.B.4. Geologi Lingkungan
Geologi lingkungan di LP2 tepat berada di bawah tebing menggantung yang
berpotensi longsor. Batugamping pasiran dapat digunakan untuk campuran dalam
pembuatan semen, bahan baku industri, dan juga dapat digunakan sebagai bahan
pondasi bangunan.
3.2. Stasiun Pengamatan II (STA II)
3.2.A. Stasiun II Lokasi Pengamatan 1
3.2.A.1. Lokasi
14
Lokasi STA II ini berada di kaki Gunung Pendul sebelah timur, dan tepat di
samping jalan desa yang buntu.
3.2.A.2. Geomorfologi
Geomorfologi di STA II LP 1 ini adalah perbukitan di kaki Gunung Pendul
dengan bongkahan batuan beku yang mengalami pelapukan membola. Air
Air Gambar 7. Sketsa proses pelapukan membola pada batu mikrodiorit di STA II LP1
3.2.A.3. Kondisi Geologi
Jenis batuan yang tampak pada LP1 ini adalah batuan beku, yaitu mikrodiorit
berwarna abu-abu, bertekstur porfiroafanitik dengan masa dasar mineral intermediate
hingga mineral mafik. Berstruktur masif dengan komposisi plagioklas (melimpah),
sedikit kuarsa(very rare) dan Biotit dengan kelimpahan sedang.
Pada tubuh mikrodiorit terjadi pelapukan membola yang diakibatkan terjadinya
kekar secara sistematis, kemudian celah-celah kekar tersebut terisi air lalu terjadi
pelapukan membola seperti terlihat pada sketsa di atas.
Gambar 8. Kenampakan pelapukan membola pada tubuh mikrodiorit
15
3.2.A.4. Geologi Lingkungan
Pada stasiun II ini memiliki potensi yang baik sebagai lahan pertanian, terlihat
pada sekitar LP1 dan LP 2, lahannya digunakan warga sebagai lahan pertanian yang
cukup subur. Hal ini terjadi karena adanya pelapukan dari batuan beku (mikrodiorit).
Namun terdapat bagian yang rawan terjadi longsor karena adanya tebing menggantung
yang terlihat rapuh karena bagian bawah merupakan batulempung yang ditumpangi
batuan beku hasil intrusi sill diatasnya.
3.2.B. Stasiun II Lokasi Pengamatan 2
3.2.B.1. Lokasi
Lokasi LP 2 masih di kaki Gunung Pendul sebelah timur, dengan jarak 15 meter
ke arah tenggara dari LP 1.
Warna batulempung gelap
Warna batulempung cerah(normal)
Batuan beku(intrusi sill)
U
Gambar 9. Sketsa LP2 di STA II
3.2.B.2. Geomorfologi
Geomorfologi di STA II LP 2 ini adalah perbukitan di kaki Gunung Pendul yang
berupa tebing curam dengan kenampakkan adanya intrusi batuan beku di atas
batulempung. Di sekitar lokasi juga terlihat lahan pertanian warga sekitar.
3.2.B.3. Kondisi Geologi
Pada LP 2 memperlihatkan adanya intrusi oleh batuan beku (mikrodiorit) di atas
batulempung. Jenis intrusinya berupa Sill yang menumpang di atas batulempung. Hal
ini menyebabkan adanya perbedaan warna batulempung, yaitu terlihat menghitam pada
batulempung yang berinteraksi (bersentuhan) langsung dengan tubuh sill tersebut yang
diakibatkan efek bakar dari intrusi sill. Sedangkan pada bagian bawah, batulempung
16
berwarna putih kekuningan (warna normal) karena tidak bersentuhan langsung dengan
tubuh intrusinya. Batulempung menghitam karena kontak langsung dengan tubuh intrusi
Batulempung berwarna putih kekuningan(normal) Gambar 10. Kenampakan efek bakar intrusi (sill) terhadap batulempung
Adapun deskripsi dari batulempung sendiri adalah berwarna putih kekuningan
hingga hitam, bertekstur klastik dengan komposisi material berukuran lempung dan sifat
fisiknya yang kompak.
Hubungan Geokronologi dari kedua jenis batuan tersebut (batulempung dengan
batuan beku) yaitu, yang pertama terbentuk adalah pengendapan/sedimentasi
batulempung yang kemudian terjadi intrusi magma berupa sill yang mengisi di atas
lapisan batulempung. Hal ini menyebabkan efek bakar pada batulempung bagian atas
yang bersentuhan langsung dengan tubuh intrusinya sehingga warnanya menghitam.
Jadi batulempung terbentuk lebih dulu sebelum intrusi magma (sill) terjadi. Setelah
terjadi intrusi berupa sill, maka magma sill tersebut akan membeku di atas batulempung
yang kini nampak batuan beku berada di atas sedangkan batulempung di bawahnya.
3.2.B.4. Geologi Lingkungan
Daerah STA II LP2 ini berpotensi positif untuk lahan pertanian bagi penduduk
sekitar. Selain itu kandungan lempungnya dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan genting dan batu bata. Namun Pada LP2 ini rawan terjadi longsor karena
adanya tebing menggantung, berupa batuan beku berada diatas batulempung yang lebih
rapuh.
17
3.3. Stasiun Pengamatan III (STA III)
3.3.A. Stasiun III Lokasi Pengamatan 1
3.3.A.1. Lokasi
Lokasi STA III LP1 ini berada di sebela utara dari lokasi STA II, yaitu di
perbukitan Gunung Pendul sebelah utara. Dengan nama objek watuprahu berada di Desa
Gununggajah, tepat di samping jalan desa yang membujur arah timur-barat.
3.3.A.2. Geomorfologi
Watuprahu terletak pada daerah dengan morfologi perbukitan Gunung Pendul
sebelah utara yang memiliki kelerengan agak terjal hingga morfologi perbukitan
bergelombang. Perbukitannya memiliki sudut kemiringan lereng sekitar 5o – 12o.
Bentuk dari watuprahu ini berupa batu yang menyerupai perahu terbalik. Watu prahu
B
U
T
S
Jalan desa
Gambar 11. Sketsa STA III LP1 di objek situs geologi watuprahu
3.3.A.3. Kondisi Geologi
Kondisi litologi dari watuprahu tersusun atas batuan sedimen berupa
batugamping dengan kandungan fosil Nummulites SP yang melimpah. Memiliki warna
abu-abu, struktur masif, tekstur nonklastik, dan memiliki sortasi relatif buruk. Ukuran
butirnya berupa pasir halus hingga kerikil dengan kemas terbuka. Komposisinya berupa
material karbonatan yang berasal dari fosil Nummulites SP dengan fragmen berukuran
kerikil dan matriks berupa batugamping pasir halus. Terdapat kekar tektonik/kekar
gerus yang sebagian terisi oleh mineral kalsit. Di bagian selatan ditemukan
batulempung. Watuprahu diperkirakan terbentuk pada zaman eosin dengan usia fosil
sekitar 40juta tahun (fosil tertua di Indonesia). Fosil ini terdapat di lingkungan lautan
dangkal yang merupakan keadaan geologi daerah ini pada zaman dahulu.
18
3.3.A.4. Geologi Lingkungan
Kenampakan lingkungan di sekitar lokasi watuprahu berupa vegetasi pohon jati,
rumput-rumput liar dan beberapa tanaman ladang seperti jagung. Potensi positif dari
watuprahu adalah sebagai situs geologi yang menarik bagi para ahli geologi maupun
geosains lainnya. Di bagian barat watuprahu terdapat penambangan batulempung yang
digunakan warga sebagai bahan baku pembuatan genting dan batu bata.
Gambar 12. Batugamping nummulites pada tubuh Watuprahu
3.3.B. Stasiun III Lokasi Pengamatan 2
3.3.B.1. Lokasi
Lokasi STA III LP2 ini masih berada di perbukitan Gunung Pendul sebelah utara
dengan jarak kurang lebih 150 meter kearah barat dari LP1(watuprahu). Lokasi
pengamatan tepat di samping jalan desa.
3.3.B.2. Geomorfologi
Keadaan morfologi di LP2 masih berupa perbukitan di kaki Gunung Pendul
bagian Utara dengan kelerengan yang cukup terjal dan berupa tebing kecil dengan tinggi
kurang lebih 3 meter.
3.3.B.3. Kondisi Geologi
Litologi pada LP 2 ini berupa batuan metamorf yang terdiri dari filit sekis,
marmer dan kuarsit. Filit sekis berada pada lapisan atas dan bawah dari marmer.
Berwarna merah coklat hingga kuning dan mengkilap mika, berstruktur foliasi
(Phyllitic) dengan komposisi material berukuran lempung dan mika. Marmer berada di
tengah-tengah filit sekis dengan warna hitam dan putih, berstruktur nonfoliasi, tekstur
19
kristaloblastik, dan komposisi material karbonatan. Sedangkan untuk kuarsit berada
terpisah dari filit sekis dan marmer dan hanya dijumpai sedikit. Warnanya putih jernih,
srtuktur nonfoliasi, tekstur kristaloblastik dengan komposisi mineral kuarsa.
Ketiga batuan tersebut terbentuk setelah terjadi perombakan dari batuan asal
yang kemudian terjadi metamorfisme. Perbedaan batuan metamorf tersebut terjadi
karena dari masing-masing batuan induknya juga berbeda, yaitu marmer dari
batugamping, filit dari batulempung, dan kuarsit dari batupasir kuarsa. Kemudian
batuan induk tersebut mengalami metamorfisme kontak dengan intrusi magma hingga
dihasilkan ketiga batuan metamorf tersebut. Mengenai kemungkinan adanya batuan
sedimen (watuprahu) dan metamorf dalam satu wilayah STA III, adalah dimungkinkan
karena dipastikan batuan metamorf terbentuk lebih dulu kemudian terbentuk batu
sedimen (watuprahu). Karena proses metamorfisme akan merubah semua batuan induk,
sehingga tidak mungkin watuprahu terbentuk lebih dulu dari pada batuan metamorf.
Dari penjelasan diatas dapat diprediksikan adanya ketidakselarasan nonconformity pada
STA III LP 2 ini.
Marmer(hitam cerah)
Filit sekis(merah mengkilap mika)
Kuarsit(putih bening) Gambar 13. Sketsa posisi dari filit sekis, marmer dan kuarsit pada STA III LP 2
3.3.B.4. Geologi Lingkungan
Keadaan lingkungan di LP2 hampir sama dengan LP1, yaitu berupa vegetasi
pohon jati dan pohon-pohon tropis lainnya yang memenuhi perbukitan. Potensinya
merupakan situs geologi yang menarik sekaligus lengkap dalam stasiun III ini. Dalam
satu lokasi kita dapat menemukan dua jenis batuan yang sekaligus dapat mempelajari
proses-proses terjadinya kedua batuan tersebut.
20
Gambar 14. Kenampakan dari batuan metamorf filit sekis di STA III LP 2
Gambar 15. Kenampakan dari batuan metamorf marmer di STA III LP 2
Gambar 16. Kenampakan dari batuan metamorf kuarsit di STA III LP 2
21
BAB IV
KESIMPULAN Dari ketiga stasiun pengamatan dapat disimpulkan bahwa daerah Bayat
merupakan suatu daerah dengan keadaan geologi yang menarik. Dari data yang
didapatkan maka batuan tertua di daerah bayat adalah batuan metamorf berupa filit
sekis, marmer dan kuarsit yang terbentuk paling awal. Karena umur batuan sedimen
tertua yang menutup batu metamorf tersebut berumur awal tersier (batupasir dan
batugamping eosen), maka umur batu metamorfnya disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.
Secara tidak selaras batuan metamorf ditumpangi oleh batupasir sedikit
gampingan, dan batulempung, kemudian diatasnya tertutup oleh batugamping
Nummulites yang menunjukkan dahulu daerah tersebut merupakan lingkungan laut
dangkal. Batuan berumur eosen ini disebut sebagai Formasi Wungkal-Gamping.
Keduanya, batuan metamorf dan Formasi Wungkal-Gamping, kemudian diterobos oleh
batuan beku berupa intrusi sill (terlihat pada STA II LP 1) bertipe dioritik. Intrusi ini
kemungkinan berupa Dike/sill yang terlihat di sebelah timur Gunung Pendul dengan
batuan beku berupa mikrodiorit yang mengalami pelapukan membola.
Sebelum kala Eosen tengah, Daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi terjadi akibat dari
pengangkatan dan penurunan muka air laut selama periode akhir Oligosen. Proses erosi
tersebut telah menurunkan permukaan daratan, kemudian disusul oleh periode transgresi
dan menghasilkan pengendapan batugamping (terlihat pada STA I, G. Kampak) pada
kala Miosen Tengah (Sumarso dan Ismoyowati, 1975).
Selama zaman kuarter, pengendapan batugamping telah berakhir. Pengangkatan
yang diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi
daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik dari gunung Merapi yang masih aktif
mempengaruhi proses sedimentasi endapan aluvial, terutama di bagian utara dan barat
laut dari Perbukitan Jiwo. Batuan beku mikrodiorit yang ada di sebelah timur Gunung
Pendul mengalami pelapukan membola hingga sekarang.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Pedoman Praktikum Geologi Fisik (GL-211/GL213). Bandung: ITB.
Staf Asisten Geologi Fisik. Pedoman Praktikum Geologi Fisik. Yogyakarta: UGM.
Panduan Kuliah Lapangan Bayat UPN.
www.caryos.blogspot.com.
www.google.com.
23
LAMPIRAN