laporan dkk kel 6 2011 m1b9
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Masa anak-anak merupakan masa yang rentan terhadap penyakit. Keadaan
fisiologis tubuh yang masih dalam proses pertumbuhan, perkembangan serta
adaptasi menyebabkan berbagai penyebab penyakit seperti infeksi bakteri dan
investasi suatu parasit mudah menyerang mereka. Salah satunya dapat menyerang
gastrointestinal dan persyarafan dari anak. Hal ini dapat dilihat pada kasus diare
dan kejang demam.
Diare merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas
anak di negara yang sedang berkembang, yang menempati urutan ke-2 dan ke-3
penyebab kematian bayi di Indonesia. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah
besar cairan dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik karena
kehilangan basa. Kerena hilangnya banyak cairan dan elektrolit dari tubuh
sehingga akan mempengaruhi keseimbangan metabolisme basal sehingga akan
mempengaruhi metabolisme otak dan sebagai konsekuensinya adalah dapat
menimbulkan kejang demam pada anak.
1.2 Manfaat Modul
Manfaat dari modul ini adalah sebagai referensi untuk mengetahui
klasifikasi, etiologi, patogenesis, gejala, serta penatalaksanaan pada kasus diare
dan kejang demam pada anak.
1
BAB II
ISI
2.1 Skenario
Anto Harus Opname
Anto bayi laki laki umur 8 bulan dibawa ibunya ke prakter dokter umum
dengan keluhan mencret sejak 2 hari, mencret lebih dari sepuluh kali berupa air
dengan sedikit amapas berbau busuk dan berwana seperti air cucian beras, tidak
ada darah maupun lendir. Anto muntah setiap diberi makan dan minum ,oralit
yang diberikan juga dimuntahkan, rewel dan sering menangis, kencingnya rang
dibandingkan biasanya. Badannya demam waktu mau dibawa ke dokter. Dari
pemeriksaan didapatkan ubun-ubun besar cekung, mata cowong, mukosa bibir
dan mulut kering, turgor kulit menurun, perutnya kembung, bising ususnya
meningkat. Sewaktu diperiksa tiba-tiba Anto kejang ± 10 menit, kejang seruluh
tubuh dengan mata melirik keatas, setelah kejang menangis . Dokterr menyakan
Anto segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan secepatnya.
2.2 Step 1 : Identifikasi Istilah
Mata Cowong : Mata cekung, bola mata seakan menonjol
Mencret : BAB abnormal lebih dari 3x dalam sehari, konsistensi
encer, tanpa atau dengan darah/lendir, volume lebih dari 200 ml untuk sekali
mencret
Oralit : Campuran gula dan garam untuk menggantikan cairan tubuh
dan elektrolit yang keluar selama muntah dan mencret. oralit lengkap berisi
glukosa, NaCl, KCl, NaHCO3,
Turgor : Elastisitas atau kekenyalan kulit.
Kejang : Gerakan involunter yang berkala karena adanya kelainan
intra/ekstra cranium.
2
Demam : Peningkatan suhu tubuh> 37°C per axial, atau > 38°C per
rectal
2.3 Step 2 : Identifikasi Masalah
1. Apakah penyebab dari semua gejala yang ada diskenario?
2. Hubungan kejang dan mencret ?
3. Pemeriksaan, diagnosis, DD ?
4. Penatalaksanaan dalam kasus ini ?
2.4 Step 3 : Brain Storming
1. penyebab semua gejala yang ada :
Mencret: virus, bakteri, parasit, malabsorbsi, gangguan sekresi, faktor
parenteral (infeksi diluar saluran pencernaan) seperti otitis media akut,
tonsilofaringitis, dll.
Warna seperti cucian beras : mungkin karena masih minum ASI, makanan
sedikit, sedangkan air yang keluar banyak
Muntah : gangguan pada saluran pencernaan atas biasanya, Jadi, dalam kasus
ini terdapat gangguan pada saluran pencernaan atas dan bawah.
Kencing jarang : cairan tubuh banyak keluar->hipovolemik->oliguria
Demam : karena infeksi
Ubun-ubun besar cekung, mata cowong, mukosa bibir dan mulut kering,
turgor kulit menurun : tanda-tanda dehidrasi.
Perut kembung : HCl meningkat sebagai kompensasi tubuh terhadap bakteri,
gas yang dihasilkan bakteri di usus.
Bising usus meningkat : motilitas usus meningkat untuk mengeluarkan isinya
Kejang : hipernatremi, glukosa tubuh kurang, padahal metabolisme tubuh
meningkat saat demam, tidak ada enzim NaK-ATPase yang mengembalikan
Na ke ekstrasel dan K ke intrasel sehingga terjadi potensial aksi terus menerus.
3
2. Hubungan kejang dan mencret :
Glukosa tubuh kurang, padahal metabolisme tubuh meningkat saat demam, tidak
ada enzim NaK-ATPase yang mengembalikan Na ke ekstrasel dan K ke intrasel
sehingga terjadi potensial aksi terus menerus.
3. Pemeriksaan
pemeriksaan tinja (pH dan kadar gula) dengan kertas lakmus dan clinitest jika
diduga adanya intoleransi gula.
Analisa gas darah dan elektrolit (Na, K, Ca, P)
Pemeriksaan ureum dan kreatinin
Pemeriksaan fisik : anus lecet atau tidak
Untuk kejang dilakukan pemeriksaan kadar elektrolit serum dan untuk anak >
12 tahun dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan diagnosa banding.
DD : meningitis, epilepsi, encephalitis, disentri
Diagnosa : Diare dan kejang demam (step)
4. Penatalaksanaan :
Kejang : diazepam IV 0.3 mg/kgBB. Bila 15 menit kemudian kejang tidak
berhenti maka beri diazepam lagi dengan dosis yang sama. Bila masih tidak
berhenti beri fenobarbitol dengan dosis untuk anak < 1 bulan maka 30
mg/kgBB, >1 bulan : 50 mg/kgBB
Diare : terapi cairan dengan memperhatikan PWL (Previous water Loss),
NWL (Normal Water Loss), CWL (Concomitant Water Loss). Terapi per oral
dengan ASI, gula, garam, makanan setengah padat seperti bubur. Untuk anak
> 2 tahun dapat diberi buah-buahan.
2.5 Step 4 : Strukturisasi Konsep
4
2.6 Step 5 : Merumuskan Sasaran Pembelajaran
Menjelaskan etiologi, patogenesis, diagnosis, diagnosis banding,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan penyakit-penyakit pada anak, yaitu:
1. Diare
2. Kejang demam
2.7 Step 6 : Belajar Mandiri
Pada tahap ini, setiap mahasiswa diberikan kesempatan untuk
mempelajari sasaran pembelajaran yang telah ditetapkan pada diskusi kelompok
kecil pertama.
2.8 Step 7 : Sintesis
5
Enteral parenteral
Jamur Virus Bakteri Parasit
Demam
Diare
Sosio-ekonomi Psikologis Sosio-budaya
Dehidrasi
Kejang
Learning Objective 1
Diare pada Anak
Diare adalah buang air besar yang abnormal dengan konsistensi feses
encer (dapat disertai lendir ataupun darah) dan frekuensi berulang kali dari
normalnya. Pada neonatus, diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4
kali atau volume feses lebih dari 15 g/kg BB/24 jam. Pada bayi berumur lebih dari
1 bulan dan anak bila frekuensi lebih dari 3 kali atau volume feses lebih dari 200
g/24 jam.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidelines 2005, diare
akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya
para pakar di dunia telah mengajukan beberapa criteria mengenai batasan kronik
pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi
di Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat
menginvestigasinya penyebab diare dengan lebih tepat.
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang
menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari
diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang
dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare
noninfektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab kasus tersebut. Diare
organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau
toksikologi. Diare fungsional bila tidak ditemukan penyebab organik.
Etiologi
Penyebab diare dibagi dalam beberapa faktor yaitu :
6
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral yaitu infeksi pada saluran pencernaan (penyebab utama pada
anak)
Bakteri Virus Parasit
Aeromonas sp. Astrovirus Cryptosporidium
Bacillus cereus Kalisivirus Cyclospora spp.
Campylobacter jejuni Koronavirus Entamoeba histolytica
Clostridium perfringens Adenovirus
enterik
Giardia lamblia
Clostridium difficle Virus Norwalk Isospora belli
Escherichia coli
a) Escherichia coli entero invasif
b) Escherichia coli enterohemoragik
c) Escherichia coli enteropatogen
d) Escherichia coli enterotoksik
Rotavirus
(paling utama)
Strongyloides stercoralis
Pleisiomonas shigellosis Enterovirus
(virus ECHO,
poliomyelitis,
Coxsackie)
Salmonella
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholerae
Vibro parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Keterangan : : penyebab diare radang
: penyebab diare non radang
Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain selain di saluran
pencernaan. Contoh : Otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,
7
bronkopneumonia, ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak
berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a) Malabsorpsi karbohidrat
Intoleransi disakarida : laktosa ( paling sering), sukrosa, maltosa
Intoleransi monosakarida : glukosa, fruktosa, galaktosa
b) Malabsorpsi lemak
c) Malabsorpsi protein
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jaranng dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.\
Klasifikasi
Berdasarkan beberapa kriteria diare pada anak dibedakan menjadi :
1. Diare akut (jangka pendek) adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
atau kurang dari 2 minggu. Diare akut ini sendiri dibagi menjadi :
a) Diare radang adalah diare yang disertai gejala radang (rubor, kalor, tumor,
dolor atau functio leasa). Diare radang ada yang disebabkan oleh zat atau patogen
yang bersifat menginfeksi (seperti invasi enteropatogen, produksi sitotoksin) dan
bersifat non infeksi (seperti alergi dan radiasi)
b) Diare nonradang adalah diare tanpa disertai gejala radang yang dapat
disebabkan oleh faktor hormonal, anatomis, obat-obatan, enterotoksin, lisis sel
permukaan usus, perlekatan atau translokasi bakteri.
c) Penyebab umum diare akut :
Bayi Anak Remaja
8
Gastroenteritis
Infeksi sistemik
Akibat pemakaian antibiotik
Gastroenteritis
Infeksi sistemik
Akibat pemakaian antibiotik
Keracunan makanan
Gastroenteritis
Akibat pemakaian
antibiotik
Keracunan makanan
2. Diare kronis adalah diare yang berlangsung ≥ 14 hari dan merupakan
kelanjutan dari diare akut.Diare kronis juga diketegokan menjadi dua sebagai
berikut :
a) Diare osmotik adalah diare yang terjadi akibat gangguan osmotik atau
peningkatan tekanan osmotik dari suatu bahan/ zat makanan yang tidak dapat
diserap dengan baik, lanjutan dari infeksi akut dan lain-lain. Diare osmotik ini
berhenti jika pemberian makanan dihentikan.
b) Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat gangguan sekresi cairan dan
elektrolit dari dinding usus. Diare ini bersifat menetap meskipun pemberian
makanan telah dihentikan.
Penyebab umum diare kronis :
Bayi Anak Remaja
Pasca infeksi
D defisiensi disakaridase sekunder
Intoleransi protein susu
Sindrom iritabilitas kolon
Fibrosis kistik
Penyakit seliakus
Sindrom usus pendek
Buatan
Pasca infeksi
D Defisiensi disakaridase sekunder
Penyakit seliakus
Intoleransi laktosa
Giardiasis
Intoleransi laktosa
Giardiasis
Penyakit radang usus
Penyalahgunaan laksans
(anoreksia nervosa)
o Macam Diare kronis
- Intractable diarrhoea
- Protracted diarrhoea
9
- Persistent diarrhoea : diare dengan penyebab infeksi yang berlangsung > 2
minggu tanpa periode sembuh.
- Diare rekuren : diare > 2 minggu dengan periode sembuh.
• Tinja berair
• Tinja berlemak
• Tinja berdarah
• Diare bermasalah
1. Disentri berat
2. Diare dengan KEP berat
Diare dengan penyakit penyerta
Komplikasi
Akibat diare yang terjadi dapat menimbulkan beberapa komplikasi sebagai
berikut:
a) Dehidrasi adalah keadaan dimana seseorang kehilangan cairan dan elektrolit
tubuh.
Berdasarkan volume cairan yang hilang, dehidrasi dibagi menjadi :
o Dehidrasi ringan : apabila terjadi penurunan berat badan kurang dari 5%
o Dehidrasi sedang : apabila terjadi penurunan berat badan antara 5-10%
Dehidrasi berat : apabila terjadi penurunan berat badan lebih dari 10% untuk
bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh
( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi )
memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral.
Berdasarkan konsentrasi natrium yang hilang, dehidrasi dibagi menjadi :
Dehidrasi hiponatremia
Keadaan ini timbul karena hilang nya Na yang relatif lebih besar dari pada
air. Kehilangan (defisit) Na ekstraseluler dapat dihitung dengan formula berikut :
Defisit Na (mEq) = (nilai Na normal – nilai Na yang diperiksa) X total cairan
10
tubuh (dalam L).
Na pada prinsipnya merupakan kation ekstraseluler, cairan tubuh
keseluruhan (total) adalah yang dipakai untuk menghitung defisit Na. Hal ini
memungkinkan bagi penggantian Na yang hilang dari cairan ekstraseluler, untuk
ekspansi cairan ekstraseluler yang terjadi pada saat penggantian dan untuk
mengganti hilangnya Na dari tempat penimbunan pertukaran Na seperti pada
tulang.
Terapi dehidrasi hiponatremi adalah sama seperti pada dehidrasi isonatremi,
kecuali pada kehilangan natrium yang berlebihan pemberian Na perlu
diperhitungkan adanya kehilangan ekstra dari ion tsb. Pemberian jumlah ekstra
dari Na yang diperlukan untuk mengganti kehilangan ekstra dapat dibagi rata
dalam beberapa hari sehingga koreksi bertahap dari hiponatremi dapat tercapai
pada saat volume telah bertambah. Kadar Na seyogyanya tidak dinaikkan secara
mendadak dengan pemberian larutan garam hipertonis kecuali bila terlihat gejala
keracunan air seperti kejang. Gejala jarang timbul kecuali bila serum Na
berkurang dibawah 120 m Eq/L dan hal ini biasanya cepat dikontrol dengan
pemberian larutan Nacl 3% pada kecepatan 1 ml/menit sampai maksimum 12
ml/kg berat badan. Larutan hipotonis perlu dihindarkan terutama pada tahap awal
pemberian cairan karena adanya resiko terjadinya hiponatremi simptomatik.
Pada tahap ini disamping mengganti defisit, keseluruhan cairan dan
elektrolit yang diberikan perlu mencakup pula penggantian kehilangan cairan
yang normal (ongoing normal losses) maupun yang abnormal (ongoing abnormal
losses) yang terjadi melalui diare ataupun muntah.
Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap berikutnya
adalah tahap rumatan yang bertujuan untuk mengganti sisa kehilangan cairan dan
elektrolit secara menyeluruh dan dimulainya pemberian K.
Kebutuhan Na dan air pada tahap ini dapat diperkirakan dengan menambah
25% pada kebutuhan rumatan normal yang diperkirakan dan dengan menambah
11
kebutuhan bagi kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing abnormal
losses). Kehilangan K mungkin sama dengan kehilangan Na namun hampir
keseluruhan K yang hilang adalah berasal dari cairan ekstraseluler dan harus
diganti dengan memberikannya ke dalam ruang ekstraseluler. Apabila K diberikan
dengan kecepatan sebanding dengan pemberian Na, maka dapat dipastikan bahwa
akan terjadi hiperkalemi. Dengan demikian biasanya penggantian K dilakukan
dalam waktu 3 – 4 hari. K juga jangan diberikan apabila terdapat kenaikan K
serum atau sampai ginjal berfungsi dengan baik, dalam keadaan asidosis berat
pemberian K harus berhati-hati. Kecuali pada keadaan yang hipokalemia berat,
kadar K yang diberikan hendaknya tidak melebihi 40 m Eq/L dan kecepatan
pemberiannya tidak melebihi 3 m Eq/kg/24 jam.
o Dehidrasi isonatremia
Pada gangguan elektrolit ini tidak saja terdapat kehilangan eksternal Na dari
cairan ekstraseluler tetapi juga Na dari cairan ekstraseluler yang masuk kedalam
cairan intraseluler sebagai kompensasi dari kehilangan K intraseluler. Dengan
demikian pemberian Na dalam jumlah yang sama dengan kehilangannya Na dari
cairan ekstraseluler akan berlebihan dan akan menghasilkan kenaikan dari Na
tubuh total dari penderita; Na intraseluler yang berlebihan kelak akan kembali ke
dalam cairan ekstraseluler apabila diberikan K, dengan akibat terjadinya ekspansi
ke ruang ekstraseluler. Untuk menghindari hal ini, hanya 2/3 dari perkiraan
hilangnya Na dan air dari cairan ekstraseluler yang perlu diganti pada 24 jam
pertama pemberian cairan.
Pada tahap ini disamping mengganti defisit, keseluruhan cairan dan
elektrolit yang diberikan perlu mencakup pula penggantian kehilangan cairan
yang normal (ongoing normal losses) maupun yang abnormal (ongoing abnormal
losses) yang terjadi melalui diare ataupun muntah.
Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap berikutnya
adalah tahap rumatan yang bertujuan untuk mengganti sisa kehilangan cairan dan
elektrolit secara menyeluruh dan dimulainya pemberian K.
12
Kebutuhan Na dan air pada tahap ini dapat diperkirakan dengan menambah
25% pada kebutuhan rumatan normal yang diperkirakan dan dengan menambah
kebutuhan bagi kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing abnormal
losses). Kehilangan K mungkin sama dengan kehilangan Na namun hampir
keseluruhan K yang hilang adalah berasal dari cairan ekstraseluler dan harus
diganti dengan memberikannya ke dalam ruang ekstraseluler. Apabila K diberikan
dengan kecepatan sebanding dengan pemberian Na, maka dapat dipastikan bahwa
akan terjadi hiperkalemi. Dengan demikian biasanya penggantian K dilakukan
dalam waktu 3 – 4 hari. K juga jangan diberikan apabila terdapat kenaikan K
serum atau sampai ginjal berfungsi dengan baik, dalam keadaan asidosis berat
pemberian K harus berhati-hati. Kecuali pada keadaan yang hipokalemia berat,
kadar K yang diberikan hendaknya tidak melebihi 40 m Eq/L dan kecepatan
pemberiannya tidak melebihi 3 m Eq/kg/24 jam.
o Dehidrasi hipernatremia
Hiperosmolalitas yang berat dapat mengakibatkan kerusakan otak, dengan
perdarahan yang tersebar luas dan trombosis atau efusi subdural. Kerusakan
serebral ini dapat mengakibatkan kerusakan syaraf yang menetap. Bahkan tanpa
kerusakan tersebut yang nyata, sering pula timbul kejang pada pasien dengan
hipernatremi. Diagnosis dari kerusakan serebral sekunder karena hipernatremi di
topang dengan ditemukan kenaikan kadar protein dalam cairan serebrospinal.
Kejang sering pula timbul pada saat pemberian cairan karena kembalinya Na
serum menjadi normal. Hal ini dapat terjadi oleh kenaikan jumlah Na dalam sel
otak pada saat terjadinya dehidrasi, yang dalam gilirannya akan menimbulkan
perpindahan yang berlebihan dari air ke dalam sel otak pada saat rehidrasi
sebelum kelebihan Na sempat dikeluarkan, kejadian ini dapat dihindari dengan
melakukan koreksi hipernatremi secara pelan dalam waktu beberapa hari. Itulah
sebabnya terapi cairan perlu disesuaikan agar Na serum kembali normal tidak
melebihi 10 m Eq/24 jam.
13
Defisit Na pada dehidrasi hipernatremi adalah relatif kecil dan volume cairan
ekstraseluler relatif masih tetap tak berubah sehingga jumlah air dan Na yang
diberikan pada tahap ini perlu dikurangi bila dibandingkan pada dehidrasi hipo-
isonatremi. Jumlah yang sesuai adalah pemberian 60 – 75 ml/kg/24 jam dari
larutan 5% dektrosa yang mengandung kombinasi bikarbonat dan khlorida.
Jumlah dari cairan dan Na rumatan perlu dikurangi dengan sekitar 25% pada
tahap ini karena penderita dengan hipernatremi mempunyai ADH (antidiuretic
hormone) yang tinggi yang menimbulkan berkurangnya volume urin.
Penggantian dan kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing
abnormal losses) tidak memerlukan modifikasi. Apabila timbul kejang, dapat
diberikan Nacl 3% 3 – 5 ml/kg intravena atau manitol hipertonik.
Pada pengobatan dehidrasi hipertonis dengan memberikan sejumlah besar air,
dengan atau tanpa garam, sering menimbulkan ekspansi volume cairan
ekstraseluler sebelum terjadi ekskresi Cl yang nyata atau koreksi dari asidosis.
Sebagai akibatnya dapat terjadi sembab dan gagal jantung yang memerlukan
digitalisasi.
Hipokalsemia kadang terlihat pula selama pengobatan dehidrasi
hipernatremi, hal ini dapat dicegah dengan memberikan jumlah yang cukup
kalium. Tetapi sekali timbul diperlukan pemberian kalsium (0,5 ml/kg kalsium
glukonat 10%) intravena. Komplikasi lain adalah terjadinya kerusakan tubulus
ginjal dengan gejala azotemia dan berkurangnya kemampuan konsentrasi ginjal,
sehingga memerlukan modifikasi cara pemberian terapi cairan. Walaupun
dehidrasi hipernatremi dapat secara berhasil ditangani, pengelolaannya tetap sulit
dan sering terjadi kejang, meskipun cara pemberian terapi yang terencana dengan
baik.
b) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik ini terjadi akibat kehilangan NaCO3.
14
Diagnosis :
Melaui pemeriksaan fisik dan Laboratorium :
1. Pemeriksaan fisik :
- Peningkatan suhu tubuh
- Enek dan muntah
- Nyeri perut dan sakit kepala
- Sifat tinja dan BAB : Konsistensi lebih kearah cairan, Peningkatan volume,
Peningkatan frekuensi BAB, Bisa ditemukan adanya darah maupun lendir,
perubahan warna
- Kondisi umum bayi / anak : Mengantuk, haus, gelisah, rewel, cengeng
( tergantung tingkatan diare dan dhidrasinya )
- Nadi radialis : terjadi peningkatan ( tergantung tingkatannya )
- Pernafasan : semakin parah semakin dalam dan cepat
- Ubun-ubun besar : semakin parah akan semakin cekung
- Elastisitas kulit saat disentuh atau dicubit : semakin parah akan semakin
lambat kembali keposisi normalnya
- Tekanan darah sistolik : semakin parah kan semakin rendah
- Pengeluaran urin : semakin parah akan semakin sedikit bahkan tidak ada
- Selaput lendir dan mata : semakin parah akan semakin kering
Mata : semkin parah akan semakin cekung
Diagnosis Defrensiasi :
- Maldigesti
- Defisiensi Enzim disakaridase selektif
- Cacat pada absobsi enterosit
- Ingesti sorbitol berlebihan
- Infeksi usus
- Radang mukosa colon
- Obstruksi pembulih limfe usus
- Kelainan dan variasi motilitas usus
- Diare akibat obat
15
- Karena pengaruh hormon
Pemeriksaan lab.
- Pemeriksaan tinja : Makroskopis dan mikroskopis, PH dan kadar gula dalam
tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi
gula, bila perlu dilakukan uji biakan dan uji resistensi
- Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali atau pemeriksaan AGD
- Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk menentukan fungsi faal ginjal
- Pemeriksaan kadar elektrolit terutama : natrium, kalium, kalsium, dan fosfor
- Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama pada penderita diare kronik.
Penatalaksanaan :
-Anamnesa
-Pemeriksaan fisik dan LAB.
-Pengobatan diare :
- Pemberian cairan
- Dietetik
- Obat-obatan
1. Pemberian cairan :
- Jenis cairan :
a. Cairan rehidrasi oral : Formula lengkap mengandung : NaCl, NaHCO3, KCl,
dan glukosa, dan Formulasederhana : hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau
Karbohidrat lain : larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras
garam, dll
b. Cairan Parenteral : DG aa, RL g, RL, 3 @, DG 1 : 2, RLg 1 : 2, Cairan 4 : 1
Jalan Pemberian cairan :
c. Peroral untuk dehidrasi ringan , sedang, dan tanpa dehidrasi, dan bila anak
mau minum serta kesadaran baik
16
d. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak
tak mau minum, atau kesadaran menurun
e. Intravena untuk dehidrasi berat
- Jumlah cairan :
a. Dehidrasi pada anak dibawah 2 tahun : ringan jumlahnya 175, sedang
jumlahnya 200, berat 250
b. Dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun : ringan jumlahnya 135, sedang
jumlahnya 155, berat 185
c. Menurut berat badan penderita dan umurnya :berat ....-3 kg dengan umur
hingga 1 bulan jumlah cairannya 300, berat 3-10 kg dengan umur 1 bulan -2
tahun jumlah cairannya 250, berat 10-15 kg dengan umur 2-5 tahun jumlah
cairannya 205, berat 15-25 kg dengan umur 5-10 tahun jumlah cairannya : 170
- Jadwal / kecepatan pemberian cairan :
a. Belum ada dehidrasi : oral sebnayak anak mau minum atau 1 gelas setiap
kalu buang air besar dan juga parenteral dibagi rata dalm 24 jam
b. Dehidrasi ringan : 1 jam pertama : 25-50 ml / kgbb peroral atau intragastrik
selanjutnya : 125 ml / kgbb/ hari
c. Dehidrasi berat :
1. Untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3- 10 kg : 1 jam pertama
berikan 40 ml / kgbb/jam, 7 jam kemudian berikan12 ml/ kgbb/jam, 16 jam
berikutnya berikan 125 ml / kgbb oralit peroral / intragastrik
2. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg : 1 jam pertama
berikan 30 ml/ kgbb/jam, 7 jam kemudian berikan 10ml/kgbb/jam, 16 jam
berikutnya berikan 125 ml/kgbb oralit peroral atau intragastrik
3. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg : 1 jam
pertama berikan 20 ml/kgbb/ menit, 7 jam beikutnya berikan 10ml/kgbb/jam, 16
jam berikutnya berikan 105 ml/kgbb oralit peroral
4. Untuk neonatus dengan berat badan 2-3 kg : kebutuhan cairan 250
ml/kgbb/24 jam, jenis cairan : cairan 4: 1, kecepatan : 4 jam pertama berikan 25
ml/kgbb/menit, 20 jam berikutnya berikan : 150 ml/ kgbb/20 jam
17
5. Untuk bayi BBLR dengan berat badan kurang dari 2 kg : kebutuhan cairan
250 ml/ kgbb/ 24 jam, jenis cairan 4:1, kecepatannya : 4 jam pertama berikan 25
ml/kgbb/jam, 20 jam berikutnya berikan 150 ml/kgbb/20 jam
2. Pengobatan dietetik :
- Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanannya : Susu dengan laktosa rendah dan asam lemak
tak jenuh, makanan setengah padat atau makanan padat bila anak tidak mau
minum susu, susu khusus yang tidak mengandung laktosa atau mengandung asal
lemak tak jenuh, caranya :
a. Hari 1 : setelah rehidrasi segera diberikan makan peroral dan bila diberi ASI
atau susu formula diare menjadi lebih sering sebaiknya diberikan tambahan oralit
atau air tawar selang-seling dengan ASI
b. Hari 2-4 : ASI / susu formula rendah laktosa penuh
c. Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI / susuformula sesuai dengan kelainan yang
ditemukan
- Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg jenis
makanannya adalah makan padat atau makanan cair / susu sesuai kebiasaan maka
dirumah, caranya :
a. Hari 1 : setelah rehidrasi segera diberikan makanan seperti biah pisang,
biskuit dan breda, dan ASI diteruskan dan ditambah dengan oralit
b. Hari 2 : breda, biskuit, ASI, buah
c. Hari 3 : Nasi tim, buah, biskuit, ASI
d. Hari 4 : Makan biasa dengan ekstrak kalori
e. Hari 5 : Dipulangakan dengan nasihat makanan seperti hari 4
2. Obat-obatan, prinsipnya pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang
hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain, sbb :
a. Obat anti sekresi : Asetosal dengan dosis 25 mg / tahun dengan dosis
minimum 30 mg, kloropromazin dengan dosis 0,5 – 1 mg / kgbb/hari
18
b. Obat anti spasmolitik : umumnya obat papaverine, ekstrak beladona, opium,
loperamid, dan sebaginya tidak duperlukan untuk mengatasi diare akut
c. Obat pengeras tinja : kaolin, pektin, charcoal, tabonal
d. Antibiotika : Tidak digunakan untuk mengobati diare akut kecuali dengan
penyebab yang jelas
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinjaPemeriksaan darah : DPL, kadar feritin. Sl-IBC. kadar vitamin B12 darah, kadar asam folat darah, albumin serum, eosinofll darah, serologi amuba (IDT), widal.Pemeriksaan imunodefisiensi (CD4, CDS), feses lengkap dan darah samar.Pemeriksaan anatomi usus : Barium enema, colon in loop (didahului BNO). Kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi, barium follow through atau enteroclysis, ERCP, USG abdomen, CT Scan abdomenFungsi usus dan pankreas : tes fungsi ileum dan yeyunum, tes fungsi pankreas, tes Schilling. CE A dan Ca 19-9
Penatalaksanaan
Dasar pengobatan diare adalah :
1. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat)
2. Dietetik (pemberian makanan)
3. Obat-obatan
I. Pemberian cairan
Jenis cairan :
1. Cairan rehidrasi oral (oral rehidration salts)
Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan glukosa. Kadar
natrium 90 mEq/l untuk kolera dan diare akut pada anak di atas 6 bulan
dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan
dehidrasi).
19
Kadar natrium 50-60 mEq/l untuk diare akut non-kolera pada anak di bawah 6
bulan dengan dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap
sering disebut oralit.
Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau
karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan
tepung beras garam dan sebagainya untuk pengobatan di rumah pada semua
anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada
dehidrasi ringan.
2. Cairan parenteral
DG aa (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)
RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%)
RL (Ringer laktat)
3 @ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na-laktat 1/6
mol/l)
DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)
RL g 1 : 3 (1 bagian Ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%)
Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1,5% atau 4 bagian
glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%)
Jalan pemberian cairan :
1. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau
minum serta kesadaran baik.
2. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak
tidak mau minum, atau kesadaran menurun.
3. Intravena untuk dehidrasi berat.
II. Pengobatan dietetik
1. Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg.
Jenis makanan :
20
Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)
Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat.
Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan
asam lemak berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang
ditemukan.
2. Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.
Jenis makanan :
Makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di
rumah.
III. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya).
1. Obat anti sekresi
Asetosal
Klorpromazin
2. Obat anti spasmolitik
Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine, ekstrak beladona,
opium, loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare
akut.
3. Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal dan sebagainya
tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare.
4. Antibiotika
Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut,
kecuali bila penyebabnya jelas seperti :
Kolera, diberikan tetrasiklin
21
Campylobacter, diberikan eritromisin
Antibiotika lain dapat pula diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti
misalnya :
Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain
Infeksi sedang (bronkitis), diberikan penisilin prokain atau ampisilin
Infeksi berat (bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan
kloramfenikol atau ampisilin ditambah gentamisin atau derivat sefalosforin.
Learning Objective 2
Kejang Demam pada Anak
Etiologi
Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum
diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah
demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media,
bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik
Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak perlu
diperlukan energy yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme
otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat prose situ adlah oksidasi dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalu system
kardiovaskuler.
22
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energy otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi
oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan
luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
(Na+) dan elaktrolit lainnya., kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion dalam
dan diluar sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini
diperlukan energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
oermukaan sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :
1. perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. rangsangan yang datangnya mendadakmisalnya mekanis, kimiawi, atau aliran
listerik dari sekitarnya.
3. perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme baal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangaan dari membrane sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
sel membrane sel tetanggganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu . pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38o sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi
23
bila suhu mencapai 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada
tingkat suhu berapa pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energy untuk kontraksi oto skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobic, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah factor penyebab
hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Factor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejan yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudan hari
sehingga terjadi serangan epilepsy yang spontan. Karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi
epilepsy.
Diagnosa
1. Anamnesa :
Panas mulai kapan ?
Kejang : kapan, lama, pola, keadaan sebelum/sesudah kejang
Apakah pernah kejang sebelumnya, lama, frekwensi dalam 1 tahun
Apakah selalu demam bila kejang
Riwayat kelahiran dan persalinan
2. Pemeriksaan fisik
Periksa suhu, nadi, respirasi
24
Apa ada tanda-tanda infeksi
Dehidrasi,
Ubun-ubun
Kesadaran
Reflex
Parese / Paralyse
3. Pemeriksaan Penunjang
DL, Glukosa, Elektrolit, urium (KP)
Lumbal Pungsi
o Warna : keruh atau jernih
o konsistensi : kental , cair
o PMN/MN
o Glukosa
o Protein
Transiluminasi
Funduscopy
Foto Tengkorak, EEG
Manifestasi Klinik
Menurut Livingstone( 1954, 1963) kejang dibagi menjadi 2 :
1. Kejang demam sederhana :
• Umur : 6 bln – 4 Thn
• Lama kejang : < 15 menit
• Sifat umum
• 16 jam pertama timbulnya demam
• Tidak ada kelainan neurologi
• Frekuensi 4 kali dalam 1 tahun
• EEG normal
2. Kejang demam kompleks
Lama kejang > 15 menit
Kejang parsial atau kejang satu sisi tubuh
25
Kejang umum disertai kejang parsial
Kejang berulang > 1 kali dalam 24 jam
Selain itu, gejala timbulnya kejang demam adalah :
1. anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh
yang terjadi secara tiba-tiba),
2. kejang tonik-klonik atau grand mal,
3. pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
4. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik),
5. gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit),
6. lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
7. inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Diagnosis banding
Menghadapi soerang anak yang menderita demam kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf
pusat (otak). Kelainan didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis,
ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis otak.
Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang
demam sederhana atau epilepsy yang di provokasi oleh demam.
Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa puasa.2. Kalsium.3. Magnesium.
26
4. Elektrolit Serum.5. Lumbal Pungsi.6. CT scan, untuk melihat apakah ada lesi pada otak.7. Pemeriksaan fisik: ada atau tidaknya hiperventilasi, penutupan mata, stimulasi
cahaya.8. EEG, namun EEG ini tidak begitu efektif karena tidak bisa membedakan
antara kejang demam dan epelepsi.
Penatalaksanaan
1. Tangani kejangnya:a. Tempatkan/baringkan pada posisi aman dan nyaman, beralaskan
empuk/nyaman, lindungi kepala dengan bantal.b. beri spatel yang dililit kain lalu taruh pada mulut pasien.c. beri oksigen.d. bersihkan/ bebaskan jalan nafas dari penghalang jalan nafas.e. longgarkan pakaian pasiean.f. terus perhatikan ABCnya.g. beri pentobarbital untuk dosis awal, jika masih tidak mempan baru berikan
diazepam 0,3 mg/kg BB/8 jam.2. Cari penyebab demam dan tangani penyebabnya.3. Beri antipiretik.4. Tenangkan orang tua pasien.5. Jika sudah tertangani maka berikan edukasi pada orang tua, untuk memberikan
antikovulsan & antipiretik jika suatu hari kejangnya kembali.
Prognosis
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Angka kejadian epilepsy berbeda-beda tergantung
dari cara penelitiannya.
Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari factor :
1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf seeblum anak menderita
keajng demam
3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
27
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka kemudian hari
akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya
terdapat 1 atau tidak sama sekali factor tersebut diatas, serangan kejang tanpa
demam hanya 2%-3% saja.
Hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama
(berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau local. Kelumpuhannya
sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula mula kelumpuhan bersifat flaksid,
tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.
Dari suatu penelitian terhadap 431 pasien dengan kejang demam sederhana, tidak
terdpat kelainan pada IQ, tetapi pada pasien dengan kejang demam yang
sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelianan neurologis akan
didapat IQ yang lebih rendah disbanding dengan saudaranya. Jika kejang demam
diikuti dengan terulangnya kejang demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali
lebih besar.
BAB III
PENUTUP
28
A. Kesimpulan
Diare merupakan suatu pengeluaran tinja dalam keadaan tidak normal atau
cair dan memiliki frekuensi lebih dari 4 kali pada neonatus dan pada bayi yang
berumur lebih 1 bulan maka frekuensinya 3 kali.
Diare dibedakan menjadi diare akut dan kronis yang bergantung dari
penyebabnya. Penyebab diare ada berbagai macam yakni karena factor infeksi,
factor malabsorbsi, factor makanan, factor psikologis, gangguan osmotic,
gangguan sekresi dan gangguan motilitas usus.
Dengan adanya diare tersebut yang di derita maka komplikasi selanjtnya dapat
menyebabkan dehidrasi, gangguan gizi, gangguan sirkulasi darah, asidosis
metabolic bahkan sampai kematian akibat keparahan dari diare tersebut.
Penanganan diare ada berbagai macam tergantung tingkat dehidrasinya dan
penanganannya dapat melewati penanganan pemberian cairan, makanan
tambahan, obat – obatan, dll.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada
anak 6 bulan – 4 tahun. Penyebab dari kejang juga bermacam – macam dan
bisa merupakan proses berlanjut dari suatu demam yang diderita anak
tersebut.
Penanganan pada kejang demam tersebut diberikan bergantung dari jenis atau
golongan kejang demam menurut Livingston.
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari
segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran anda agar kami dapat menyempurnakan makalah
dan ilmu kami.
29