laporan akhir hibah penelitian dosen muda filelaporan akhir hibah penelitian dosen muda ... (cob)...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA
PERAN SERTA PERUSAHAAN ASURANSI SWASTA DALAM
PENCAPAIAN CAKUPAN SEMESTA DI ERA JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL DI KOTA DENPASAR.
TIM PENGUSUL
Putu Ayu Indrayathi,SE,MPH (197703312005012001/0031037703)
Rina Listyowati, SSiT, M.Kes (197105292008122001/0029057104)
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JANUARI
2015
Kode/Nama Bidang Ilmu: Ilmu Asuransi Jiwa dan Kesehatan
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian: Peran serta perusahaan asuransi kesehatan swasta dalam pencapaian cakupan semesta di era Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Denpasar
Bidang Ilmu : Ilmu Asuransi Jiwa dan Kesehatan Ketua Peneliti : a. Nama lengkap dengan gelar : Putu Ayu Indrayathi, SE,.MPH b. NIP/NIDN : 197703312005012001/0031037703 c. Pangkat/Gol : Penata/IIIc d. Jabatan Fungsional/Struktural : Lektor e. Pengalaman penelitian : 6 tahun f. Program Studi/Jurusan : Ilmu Kesehatan Masyarakat g. Fakultas : Kedokteran h. Alamat Rumah/HP : Puri Chandra Asri Blok G.20 Batubulan i. E-mail : [email protected] Jumlah Tim Peneliti : 2(Dua) orang Pembimbing : a. Nama lengkap dengan gelar : dr. Ni Wayan Arya Utami M.AppBsc, PhD b. NIP/NIDN : 198109012006042001 c. Pangkat/Gol : Penata Muda Tk.1/IIIb d. Jabatan Fungsional/Struktural : Asisten Ahli e. Pengalaman penelitian : 8 tahun f. Program Studi/Jurusan : IKM g. Fakultas : Kedokteran Lokasi Penelitian Kerjasama : (jika ada) a. Nama Instansi : b. Alamat : Jangka waktu penelitian : Biaya Penelitian : Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah)
Mengetahui, Ketua PS.Kesehatan Masyarakat
dr. I Made Ady Wirawan, MPH,PhD NIP. 197608182003122003
Denpasar, 21 Desember 2015 Ketua Peneliti
Putu Ayu Indrayathi,SE,.MPH NIP. 197703312005012001
Mengetahui
Dekan Fakultas Kedokteran
Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), M.Kes NIP. 19530131198003004
RINGKASAN
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar dari setiap manusia untuk dapat hidup layak, produktif serta mampu meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan jaminan kesehatan yang bersifat universal. Untuk menindaklanjutinya, pemerintah kemudian membentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diatur melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindung dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkumham, 2004).
Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan paket dan manfaat pelayanan kesehatan yang lebih, BPJS Kesehatan melakukan koordinasi manfaat atau coordination of benefit (CoB) dengan asuransi komersial lainnya. Namun hal ini bukan berarti bahwa pelayanan jaminan kesehatan yang disediakan BPJS Kesehatan tidak lengkap, tetapi hanya untuk mendapatkan manfaat lebih berupa kenyamanan yang dapat diperoleh peserta dari asuransi tambahan komersial. Asuransi tambahan komersial ini bukan hanya asuransi kesehatan tapi juga asuransi jiwa dan umum lainnya. Dengan demikian diharapkan dapat mempercepat pencapaian cakupan semesta dan meningkatkan kepuasan peserta terhadap paket dan manfaat pelayanan jaminan kesehatan sesuai dengan yang mereka inginkan. Namun, masih terdapat beberapa perusahaan asuransi yang belum melakukan koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlibatan dan keinginan perusahaan asuransi swasta untuk berpartisipasi dalam pencapaian cakupan semesta (universal coverage) di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada 45 perusahaan asuransi swasta yang belum menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan dan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam kepada 7 perusahaan asuransi swasta yang dipilih secara purposive sampling.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widi
Waca, karena hanya atas berkat rahmat-Nya penelitian yang berjudul “Peran serta perusahaan
asuransi kesehatan swasta dalam pencapaian cakupan semesta di era Jaminan Kesehatan
Nasional di Kota Denpasar.”. dapat terselenggara sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Kegiatan ini terlaksana berkat bantuan dan peran serta berbagai pihak, untuk itu kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana yang
telah mendanai pelaksanaan kegiatan penelitian yang kami laksanakan.
2. Ketua PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana yang telah menyetujui
pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang kami rencanakan.
3. Semua responden yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan.
4. Teman-teman sejawat staf dosen dan mahasiswa di PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Universitas Udayana atas bantuan dan partisipasinya selama penelitian berlangsung.
Dan akhirnya dengan kerendahan hati, kami menyajikan laporan ini semoga laporan
singkat ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Denpasar, Desember 2015
Team Peneliti
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 6
Latar Belakang .................................................................................................. 6
Perumusan Masalah .......................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 10
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................................. 14
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 14
Manfaat Penelitian ............................................................................................ 14
IV. METODE PENELITIAN........................................................................... 15
V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................20
VI. RENCANA TAHAP SELANJUTNYA ....................................................... 35
VII. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar dari setiap manusia untuk dapat hidup
layak, produktif serta mampu meningkatkan taraf hidupnya. Dimana kesehatan masyarakat juga
sangat menentukan pertumbuhan ekonomi negara. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung
jawab untuk menyediakan jaminan kesehatan yang bersifat universal. Untuk menindaklanjutinya,
pemerintah pun kemudian membentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini mengamanatkan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
yang diatur melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Tujuannya adalah agar
semua penduduk Indonesia terlindung dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkumham, 2004).
Sebagai bentuk peningkatan layanan bagi masyarakat, Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan membuka ruang seluasnya bagi peserta untuk mendapatkan manfaat
lebih (khususnya dalam hal manfaat non medis) melalui skema koordinasi manfaat atau
Coordination of Benefit (CoB) dengan perusahaan asuransi swasta. Prinsip CoB BPJS Kesehatan
ini adalah koordinasi manfaat yang diberlakukan bila peserta BPJS Kesehatan membeli asuransi
kesehatan tambahan dari Penyelenggara Program Asuransi Kesehatan Tambahan atau Badan
Penjamin lainnya yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Berdasarkan data PPJK Depkes RI 2011-2012 menyatakan bahwa persentase penduduk
Indonesia yang belum memiliki jaminan kesehatan berjumlah 35.21% sedangkan penduduk
Indonesia yang menggunakan jasa perusahaan asuransi swasta adalah 2.48% dan yang
menggunakan jaminan perusahaan sebesar 6.51% (Jamsosindonesia, 2015). Dari data diatas
dapat dilihat bahwa asuransi swasta juga memiliki peranan yang penting dalam tercapainya
cakupan semesta. Oleh sebab itu perlu adanya kerjasama yang saling bersinergi antara asuransi
swasta dengan BPJS Kesehatan, agar tercapainya cakupan semesta di era JKN ini.
Dalam Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 27 Ayat (1)
menyatakan bahwa Peserta Jaminan Kesehatan dapat mengikuti program asuransi kesehatan
tambahan. Dan ayat (2) menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan dan penyelenggara program
asuransi kesehatan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi
dalam memberikan manfaat untuk Peserta Jaminan Kesehatan yang memiliki hak atas
perlindungan program asuransi kesehatan tambahan. BPJS Kesehatan nantinya akan menjamin
biaya sesuai tarif yang berlaku pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sedangkan
selisihnya akan menjadi tanggung jawab Asuransi Tambahan sesuai dengan polis yang
diperjanjikan pada pemegang polis.
Namun hal ini bukan berarti bahwa pelayanan jaminan kesehatan yang disediakan BPJS
Kesehatan tidak lengkap, tetapi hanya untuk mendapatkan manfaat lebih berupa kenyamanan
yang dapat diperoleh peserta dari asuransi tambahan komersial. Mengingat masih adanya
beberapa paket manfaat pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung dalam JKN oleh BPJS
Kesehatan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya out of pocket pelayanan kesehatan yang
memang dibutuhkan. Asuransi tambahan komersial ini bukan hanya asuransi kesehatan tapi juga
asuransi jiwa dan umum lainnya. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, bahwa sudah terdapat
49 perusahaan asuransi swasta yang sudah menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan (BPJS
Kesehatan, 2015). Namun, masih terdapat beberapa perusahaan asuransi yang belum melakukan
koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui keterlibatan dan keinginan
perusahaan asuransi swasta untuk berpartisipasi dalam pencapaian cakupan semesta (universal
coverage) di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kota Denpasar, mengingat banyaknya
perusahaan asuransi swasta di Kota Denpasar dan jumlah penduduk yang padat sehingga menjadi
peluang bagi perusahaan asuransi swasta untuk mendapatkan peserta yang lebih banyak.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Di negara Indonesia dengan mayoritas warga bekerja di sektor informal dan formal,
dengan realitas keberadaan sejumlah perusahaan asuransi sosial dan swasta yang telah beroperasi
puluhan tahun lamanya, disarankan agar cakupan universal pelayanan kesehatan ditempuh
dengan sistem pelayanan kesehatan ganda (dual health care system).
Sistem pembiayaan ganda terdiri atas dua komponen yang berjalan paralel, yaitu
pembiayaan kesehatan untuk sektor formal dan sektor informal. Sistem ganda telah diterapkan
pada kebijakan cakupan universal di Thailand sejak 2001 dan telah berhasil mencapai tujuan
pembiayaan pelayanan kesehatan yang adil, dengan mencegah pengeluaran kesehatan katastrofik
dan pemiskinan karena pembayaran pelayanan kesehatan secara ‘out-of-pocket’ (Sreshthaputra
dan Indaratna, 2001; Somkotra dan Lagrada, 2008).
Dalam mengimplementasikan UU SJSN No.4/ 2004 dengan sistem pembiayaan ganda,
metode untuk sektor formal tetap berjalan seperti selama ini, yaitu melalui skema Askes,
Jamsostek, dan asuransi kesehatan swasta. Hanya saja cakupan penerima manfaat asuransi perlu
diperluas meliputi semua anggota keluarga, tidak hanya pekerja yang bersangkutan. Pemerintah
perlu melakukan regulasi tentang besarnya premi dan regulasi tentang penyediaan pelayanan
kesehatan.
Untuk efisiensi administrasi perlu dilakukan pembatasan jumlah perusahaan asuransi.
Tetapi perusahaan asuransi yang telah berpengalaman lama dan berkinerja baik dalam mengelola
asuransi pada skala nasional tetap berfungsi sebagai pengelola asuransi kesehatan sosial, swasta,
dan berjalan paralel dengan asuransi kesehatan nasional yang dikelola pemerintah. Pemerintah
perlu memperkuat regulasi pada sisi pembiayaan maupun penyediaan pelayanan dalam sistem
asuransi yang dijalankan, agar setiap warga benar-benar dapat mengakses pelayanan kesehatan
yang bermutu, efektif, dan dibutuhkan, dengan biaya yang terjangkau.
Menurut UU RI No. 2 Tahun 1992, Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih dengan mana pihak pertanggungan mengikat diri kepada pihak tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang
tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggung.
Asuransi komersial adalah asuransi berbasis kepada kepersertaan sukarela dan biasanya
dikelola oleh badan usaha swasta yang bertujuan untuk mencari keuntungan (profitable
business). Pada asuransi komersial, pihak asuransi bertindak sebagai pedagang yang
menawarkan dan menjual paket asuransi kepada masyarakat sebagai calon pembeli. Apabila
paket yang ditawarkan sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat, maka paket tersebut akan
dibeli dalam jumlah besar sehingga pihak penjual akan memperoleh laba yang besar pula.
Namun sebaliknya, jika paket tersebut tidak diminati oleh masyarakat maka dengan sendirinya
tidak akan laku dan nantinya akan menyebabkan kerugian bagi pihak asuransi. Tujuan utama dari
penyelenggara asuransi komersial ini adalah untuk memenuhi permintaan perorangan yang
berbeda-beda (Thabrany, 2009).
Berdasarkan data PPJK Depkes RI 2011-2012 menyatakan bahwa persentase penduduk
Indonesia yang menggunakan jasa perusahaan asuransi swasta adalah 2.48% dan yang
menggunakan jaminan perusahaan sebesar 6.51% (Jamsosindonesia, 2015). Hampir sebagian
besar perusahaan besar Indonesia menggunakan asuransi swasta dalam memberikan jaminan
kepada para karyawan mereka. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa asuransi swasta juga
berperan terhadap pencapaian cakupan semesta.
Di era JKN ini pihak BPJS Kesehatan bersinergi dengan beberapa asuransi kesehatan
untuk meningkatkan layanan kesehatan kepada peserta, mengingat terdapat beberapa jenis
pelayanan kesehatan yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan. Hal tersebut tertuang dalam
Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 24 yang menyatakan bahwa
peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat
meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri
selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan dan Pasal 27 Ayat (1) menyatakan bahwa peserta Jaminan
Kesehatan Nasional dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan. Dan ayat (2)
menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan dan penyelenggara program asuransi kesehatan tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi dalam memberikan manfaat
untuk Peserta Jaminan Kesehatan yang memiliki hak atas perlindungan program asuransi
kesehatan tambahan. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, bahwa sudah terdapat 49
perusahaan asuransi swasta yang sudah menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan (BPJS
Kesehatan, 2015).
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui persepsi perusahaan asuransi swasta yang belum mengikuti program
Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Denpasar
2. Mengetahui persepsi perusahaan asuransi swasta yang telah mengikuti program Jaminan
Kesehatan Nasional
3.2 Manfaat Penelitian
3.2.1 Manfaat Praktis
1. Memberikan informasi mengenai persepsi perusahaan asuransi swasta mengenai program
JKN
2. Sebagai bahan masukan bagi BPJS Kesehatan Cabang Denpasar untuk membuat program
yang tepat sasaran dalam menjangkau perusahaan asuransi swasta di kota Denpasar
sehingga bersedia melakukan kerjasama untuk mewujudkan cakupan semesta tahun 2019
3.2.2 Manfaat Teoritis
1. Memperoleh pengalaman, keterampilan, dan meningkatkan kemampuan dalam hal
mengkaji pelaksanaan program kesehatan, khususnya Program JKN
2. Dapat sebagai referensi dan masukan bagi peneliti selanjutnya ketika ingin mengangkat
topik mengenai JKN.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar dan pengumpulan data akan dilakukan selama
6 bulan.
4.2 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Dilihat dari
waktu penelitiannya, penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional yaitu data
dikumpulkan pada suatu waktu tertentu untuk menggambarkan keadaan dan kegiatan
pada waktu tertentu.
4.3 Populasi dan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling.
Menurut Notoatmodjo (2010) dalam Rutu et all (2012) purposive sampling yaitu
pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Dalam penelitian kualitatif ini, prinsip pengambilan sampel yang digunakan adalah
prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequacy). Kesesuaian berarti
informan dipilih yang berkaitan informan dengan topik penelitian. Sedangkan untuk
kecukupan, data yang diperoleh dari informan dapat menggambarkan fenomena yang
berkaitan dengan topik penelitian dan informasi yang diperoleh memadai untuk
mendukung analisis penelitian. Dalam hal ini peneliti akan memilih 7 responden yang
merupakan seorang manager perusahaan asuransi swasta yang telah menjalin koordinasi
manfaat (CoB) dengan BPJS Kesehatan.
4.4 Instrument Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini yaitu menggunakan pedoman wawancara mendalam untuk
melakukan wawancara mendalam kepada pihak manager perusahaan swasta yang telah
menjalin koordinasi manfaat (CoB) dengan BPJS Kesehatan.
4.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara secara langsung dan pengisian
kuesioner oleh responden yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan untuk
pengumpulan data sekunder dilakukan dari laporan tentang daftar perusahan asuransi
yang telah menjalin CoB dengan BPJS Kesehatan.
4.6 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah semua data dikumpulkan, maka selanjutnya ada 4 (empat)
proses yang harus dilakukan yaitu: entering (memasukkan data dikomputer), tabulating
(melakukan tabulasi), cleaning (melakukan pembersihan data), dan processing
(melakukan analisis data). Pada analisa data yang diperoleh melalui wawancara
mendalam (indepth interview) akan dilakukan pengolahan dan analisis data dengan
menggunakan teknik analisis tematik (thematic content analysis). Menurut Boyatzis
dalam Poerwandari (2009) mendefinisikan analisis tematik merupakan proses mengkode
informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, sehingga memungkinkan penerjemahan
informasi kualitatif menjadi data kualitatif seperlu kebutuhan peneliti. Adapun tahapan
dalam melakukan analisis tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan
studi kepustakaan/penelusuran dokumen.
2. Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam, kemudian dibuatkan
transkrip data yaitu dengan mencatat atau menuliskan kembali seluruh data yang
diperoleh tanpa membuat kesimpulan.
3. Hasil pencatatan dan penulisan kembali data yang telah diperoleh dari hasil
wawancara tersebut, kemudian direduksi ke dalam matriks.
4. Melakukan pemilahan data dengan mengelompokkan data dalam subtropik atau
variabel yang diperlukan.
5. Dilanjutkan dengan interpretasi data hasil penelitian.
Analisis data secara deskriptif dengan membandingkannya pada teori yang diperoleh dari
studi kepustakaan dan penelusuran dokumen.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Riwayat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif kualitatif
yang bertujuan untuk mengetahui persepsi perusahaan asuransi kesehatan swasta khususnya di
kota Denpasar mengenai program JKN. Perusahaan asuransi kesehatan swasta dalam penelitian
ini adalah perusahaan asuransi yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Peneliti
memilih lima perusahaan asuransi kesehatan swasta yang diperoleh dari literature review, yaitu
dengan membandingkan data anggota perusahaan asuransi swasta yang terdaftar dalam AAJI
dengan data perusahaan asuransi kesehatan swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan sehingga diketahui persusahaan asuransi yang belum bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan. Kemudian peneliti memilih lima perusahaan asuransi yang belum bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan dengan teknik purposive sampling. Perusahaan asuransi tersebut adalah
Bumiputera 1912, Commonwealth Life, Prudential Life Assurance, Sun Life Financial
Indonesia, dan Zurich Topas Life. Sedangkan untuk perusahaan asuransi yang telah mengikuti
program JKN adalah Ace Life, AXA Life,Bringin Jiwa sejahtera, Jiwasraya, dan Sequis
Financial.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam. Wawancara dilakukan kepada pimpinan dan agen perusahan untuk mengetahui
persepsi dari perusahaan asuransi kesehatan swasta mengenai program JKN. Responden dalam
penelitian ini berjumlah 15 orang yang terdiri dari:
1. Lima orang pimpinan perusahaan asuransi, yang terdiri dari masing – masing satu orang
pimpinan perusahaan dari asuransi Bumiputera 1912, Commonwealth Life, Prudential
Life Assurance, Sun Life Financial Indonesia, dan Zurich Topas Life.
2. Sepuluh orang agen asuransi, yang terdiri dari masing – masing dua orang agen dari
perusahaan asuransi Bumiputera 1912, Commonwealth Life, Prudential Life Assurance,
Sun Life Financial Indonesia, dan Zurich Topas Life.
Pengumpulan data dengan metode wawancara mendalama dilakukan dari tanggal 17
April 2015 sampai dengan 18 Mei 2015. Kegiatan wawancara berlangsung selama ± 30 menit,
dimana kegiatan wawancara diawali dengan perkenalan kemudian peneliti memberikan
penjelasan mengenai gambaran umum penelitian dengan memberikan kesempatan kepada
responden untuk membaca lembar informasi wawancara dan menandatangani lembar persetujuan
sebagai informan yang dilanjutkan dengan wawancara terkait peneltian. Untuk membantu
peneliti dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat melakukan wawancara. Percakapan yang terjadi saat
wawancara mendalam direkam dengan alat perekam. Wawancara bersifat fleksibel dimana
peneliti mengajukan pertanyaan yang mengacu pada pedoman wawancara namun tetap
menyesuaikan dengan jawaban yang diberikan oleh responden sehingga pertanyaan yang
diajukan dapat bervariasi disesuikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara.
5.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan
5.2.1 Persepsi Perusahaan Asuransi Kesehaan Swasta Yang Belum Memiliki
Coordination of Benefit (CoB) dengan BPJS Kesehatan
COB adalah suatu proses dimana dua atau lebih penanggung (payer) yang menanggung
orang yang sama untuk benefit asuransi kesehatan yang sama. Dalam hal ini BPJS Kesehatan
memiliki program COB yaitu kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan jaminan kesehatan lain
seperti asuransi kesehatan swasta untuk memberikan tanggungan asuransi kesehatan kepada
masyarakat. Peserta COB BPJS Kesehatan adalah peserta BPJS Kesehatan yang mempunyai
program jaminan kesehatan lain seperti asuransi kesehatan swasta yang telah bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan. Menanggapi adanya program kerjasama atau COB ini, pimpinan
perusahaan asuransi yang telah diwawancarai menyambut hangat adanya kerjasama ini.
Kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan perusahaan asuransi swasta justru sangat diharapkan
karena dengan adanya kerjasama ini dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat yang
menjadi peserta COB.
Berikut adalah kutipan wawancara dari pimpinan perusahaan terkait dengan adanya
program COB:
“Justru itu yang diharapkan ya, coordination of benefit jadi ee BPJS dia mana yang dicover sama penjaminnya BPJS gitu kan sisanya coveran ketika gak cukup itu bisa diarahkan ke swasta punya kan gitu. Itu yang justru yang diharapkan yang kita harapkan memang seperti itu, koordinasinya.” (Informan P02)
“Ya sangat baguslah untuk program eee kerjasama itu, jadi bisa seandainya masyarakat sudah eee, ikut BPJS dan sudah memiliki polis asuransi sendiri di asuransi swasta manapun itu, jadikan bisa dia kalau kekurangan bisa mengklaim lagi ke perusahaan yang lainnya asalkan tidak mencari keuntungan di asuransi tersebut. Ya jadi e bagus sekali dengan adanya kerjasama itu saling menutupi, jadi masyarakat diuntungkan. Kita, pemerintah juga merasa gampang, dan swasta juga, bersinergi jadinya.” (Informan P05)
Namun ada salah satu pimpinan perusahaan asuransi menyatakan bahwa sebaiknya BPJS
tidak perlu mengadakan COB dan harus menyempurnakan diri agar dapat menanggung semua
kebutuhan kesehatan pesertanya. Hal tersebut dikarenakan untuk mempermudah proses klaim
dan agar citra dari produk kesehatan asuransi swasta tidak dinilai negatif oleh masyarakat karena
proses klaim yang lama dengan adanya COB ini. Berikut adalah kutipan wawancaranya:
“Kalau menurut saya mungkin nanti kalau kedua – duanya ini kan sama – sama mengcover masalah kesehatan. Sebenarnya kedua – duanya ini kalau memang nanti BPJS itu kurang hal yang memang dicover, memang semestinya, kalau memang kita untuk secara keseluruhan BPJS harus menyempurnakan diri, harus apa yang tidak dicover harus bisa dicover disana, dengan satu claim dia udah bisa selesai. Kalau misalnya di sini sebagian claimya, di sini sebagian claimnyakan bisa aja bagi seorang manager sebuah perusahaan asuransi banyak bertele – telenya. Sehingga nanti takutnya, imbasnya itu kepada program kita yang sudah bagus ini dinilai negatif oleh masyarakat. Makanya dalam hal ini untuk penyempurnaannya satu klaim harus e satu manfaat BPJS itu mengcover untuk seluruhnya harusnya mestinya.” (Informan P01)
Sementara, beberapa agen asuransi ketika diwawancarai mengenai program COB dari
BPJS Kesehatan menyatakan bahwa mereka belum mengetahui tentang program tersebut, namun
ada beberapa agen juga yang telah mengetahui program COB tersebut. Berikut adalah kutipan
wawancara agen – agen perusahaan aransi ketika ditanya mengenai program COB:
“Pernah denger sih, misalnya gini ya, misalnya ada yang punya BPJS Kesehatan, misalnya saya ni punya bpjs kesehatan sama asuransi kalau saya misalnya sakit kalau BPJSnya ga cukup untuk mengcover jumlah sakit saya kan dialihkan kesini, ke asuransi. Itu sih yang saya tahu.” (Informan A05)
Kemudian ketika ditanya pendapat para agen mengenai adanya program COB ini para
agen menyatakan bahwa mereka menerima dengan positif program COB ini karena nantinya
peserta mendapatkan keuntungan yang lebih dengan adanya double claim, hal – hal yang tidak
ditanggung oleh JKN dapat diklaim di asuransi kesehatan swasta. Salah satu agen juga
menyatakan bahwa program COB dapat berjalan berdampingan dengan program asuransi
kesehatan swasta. Hal tersebu tersirat pada kutipan wawancara berikut:
“Bagus kalo memang bisa di claim kedua-duanya. Bisa menjadi masukkanlah buat saya sekarang gitu ya. Jadi kalo ada nasabah yang kadang-kadang rata-rata punya 2 asuransilah. Soalnya di asuransi swasta juga kan gak semua penyakit bisa di cover kayak aneoplasti tercovernya cuma 10%, sedangkan nasabah saya kemarin keduanya punya, jadi dia menggunakan yang BPJS itu jadi bisa 100% tercover.” (Infoman A09)
“Ooo yaa ee bisa sih. Tapi kan ee yang kayak, kayak kayak yang tadi dibilang itu kan bisa berdampingan yang seperti itu yang, nike tak maksud gitu kan ee jadi seperti itu, jadi e ada di kita jadi kayak selisihnya ya yang itu bisa dikover dari…” (Informan A04)
5.2.2 Persepsi untuk Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan melalui Skema COB
Pimpinan perusahaan asuransi yang diwawancarai terkait dengan apakah perusahaannya
akan melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan melalui skema COB menyatakan bahwa
mereka memiliki niatan untuk itu. Sudah ada arah untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
tetapi hal tersebut masih dalam tahapan koordinasi. Hal tersebut tersirat dalam kutipan
wawancara berikut ini:
“Iya pastilah, apalagi itu memang program pemerintah dan pemerintah memang harus begitu ya saya setuju. Kalau memang itu program dari pemerintah dan memang bagus ya saya kira Zu***h pasti akan melakukan kerjasama.” (Informan P05)
“Yaa, pasti akan bergandengan tangan itu, sesegera mungkin harus terealisir antara pemerintah dan inikan perusahaan asing. Perusahaan asing yang bergerak di bidang jasa keuangan yang bertaraf internasional itu lo. Mestinya investnya juga kan tidak sedikit di Indonesia, harus bergandengan tangan, supaya demi pelayanan masyarakat Indoenesia. Karena sakit itu kan banyak sekali menghabiskan biaya masyarakatnya, kalau ada sudah bantuan dari pemerintah luar biasa, bergandengan tangan dengan kita pun juga nanti kan bagus jadinya hasilnya gitu lo.” (Informan P04)
“Kita si masi masi ini ya masi eee bukan tidak ada niatan untuk kerjasama atau apa, masi koordinasi dalam tahap koordinasi.” (Informan P02)
Terkait dengan keputusan apakah perusahaan asuransi melakukan kerjasama dengan
BPJS Kesehatan atau tidak itu diputuskan oleh Kantor Pusat masing – masing perusahaan
asuransi. Dimana belum terealisasinya kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan perusahaan
asuransi ini menurut pimpinan perusahaan dikarenakan masih adanya hal – hal yang harus
dikoordinasikan dan disepakati antara perusahaan asuransi swasta dengan BPJS Kesehatan.
“Nah kami disini kan agency, pimpinan suatu kantor agency, jadi tetap yang mengambil keputusan, decision maker itu adalah manajemen kami di pusat. Karena disini hanya kantor untuk agency. Pelayanan untuk e marketingnya aja.” (Informan P05)
“Nah eee mengenai coordination benefit ini, itu kan perlu pembahasan yang panjang, yang tidak eee mudah seperti membalikkan telapak tangan kan? Karena di situ ada cost ada ini yang harus dihitung kan, itu ga ga bisa sembarangan gitu lo. Karena eee kita ada ga produk atau program yang kita punya yang bisa eee apa namanya di dikolaborasikan dengan BPJS, itu di situ, karena masing – masing perusahaan kan punya andalan ee program tersendiri ya, nah disini pemanfaatan program – program kita ada ga yang selaras yang sama ee dengan yang dibutuhkan disana kan seperti itu.” (Informan P02)
“Itu kan mungkin masalah koordinasi ataupun komunikasi aja, ya kalau memang itu kan ada bidang – bidang tertentu biar ga salah saya info, ada bidang – bidang tertentu yang mengurus dan menangani masalah itu gitu. Ya untuk masalah itu tempatnya memang ke pusat.” (Informan P05)
Selain itu, salah satu pimpinan perusahaan juga menyatakan belum adanya kerjasama
antara BPJS Kesehatan dengan perusahaan asuransinya disebabkan oleh keadaan internal dari
perusahaan tersebut yang masih melakukan perbaikan – perbaiakan dan perubahan di dalam
perusahaan asuransi tersebut seperti kutipan wawancara berikut:
“Kalau sampai dengan saat ini, karena terus terang Bum******a ini kan, boleh dikatakan kalau tahun – tahun kemarin itu dia ada pada posisi sangat, sangat sangat mengkhawatirkan, karena penilaian daripada otoritas jasa keuangan, iya OJK sendiri menilai Bum******a sendiri itu kondisinya dalam keadaan yang tidak sehat. Itu kira – kira empat tahun terakhir, empat tahun terakhir. Bum******a itu sedang berbenah untuk membangun jalur distribusi yang terbaru. Jadi untuk mengamankan yang di dalam dulu e e dengan dana – dana yang diterima di unit link.” (Informan P01)
Salah satu pimpinan perusahaan berpendapat bahwa sebaiknya perusahaan asuransi
swasta tidak melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan melaui skema COB sehingga BPJS
Kesehatan dan perusahaan asuransi swasta dapat fokus terhadap produknya masing – masing.
Hal ini disampaikan dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Kalau menurut saya, seperti tadi, e ga usa ada kerjasama seperti itu, kita fokus pada bidang kita masing – masing kalau menurut saya. Tetapi jika masyarakat itu sendiri sudah tercover BPJS, dalam hal ini saya tidak ingin hanya sekedar mendapatkan untung tapi mengabaikan kepentingan daripada customer itu sendiri, karena saya sampai dengan saat ini, e sejujur jujurnya belum tau kalau seandainya di cover oleh dua perusahaan pemerintah satu dengan BPJS ini bagaimana dampaknya nanti. Maka untuk menghindari kesulitan daripada customer sendiri, saya biasanya ga jual itu kesehatan, saya paling jual asuransi kecelakaan dirinya, gitu lo. Makanya kalo menurut saya, e sebuah perusahaan itu mesti fokus pada bidangnya sendiri – sendiri. Kalau memang BPJS ya biarkan BPJS, ndak usah kita berkolaborasi lagi.” (Informan P01)
5.2.3 Persepsi Perusahaan Asuransi Kesehaan Swasta Yang Telah Memiliki Coordination
of Benefit (CoB) dengan BPJS Kesehatan
A. Cakupan Semesta atau Universal Health Coverage
Responden menyatakan bahwa cakupan semesta atau universal health coverage (UHC)
merupakan jaminan kesehatan yang diberikan oleh suatu negara kepada seluruh warga
negaranya. Berikut adalah kutipan wawancaranya:
“…cakupan semesta itu berarti seluruh warga negara dari suatu populasi negara itu sudah mendapat penjaminan dari negara. …dalam hal ini kan pemerintah Republik Indonesia dalam amanat undang – undang dasar. Kemudian ini diterjemahkan lagi dengan undang – undang yang lain yang mendukung, eee jadinya negara juga menjamin kehidupan sosial dalam arti ini khususnya itu kesehatan.” (Informan R3)
Namun, sebagian besar responden masih tidak mengetahui dan belum pernah mendengar
tentang cakupan semesta atau universal health coverage, seperti yang disampaikan dalam
kutipan wawancara berikut:
“Ga tau.” (Informan R6)
“Belum pernah mendengar.” (Informan R5)
Menurut definisi dari WHO (2014), UHC merupakan suatu keadaan yang bertujuan agar
semua orang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan yang dibutuhkan tanpa harus
mengalami kesulitan dalam membayar biaya pelayanan kesehatan tersebut.
Responden menyatakan hal yang perlu dilakukan untuk mencapai UHC di Indonesia adalah
salah satunya dengan BPJS Kesehatan yang telah dibuat oleh pemerintah yang perlu diimbangi
dengan strategi menggunakan aparat desa sebagai salah satu perantara untuk mensosialisasikan
dan mengajak seluruh masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan. Kemudian diperlukan juga
sosialisasi yang matang dari pemerintah kepada masyarakat, dan perusahaan – perusahaan untuk
segera mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan. Perbaikan dan penambahan infrastruktur dan
fasilitas pelayanan kesehatan juga perlu dilakukan. Berikut adalah kutipan wawancara dengan
responden:
“Memang salah satunya sih BPJS itu sendiri. Kedua, cara menyaringnya…, bagaimana memang semua masyarakat itu semua dia masuk BPJS. Jadi kita menggunakan aparat desa yang ada, yang tingkat paling bawah.” (Informan R2)
“…perlu juga sosialisasi yang matang. Entah dia nanti kepada pesertanya, atau mungkin kepada instansi, karena sampai saat ini saya juga mendengar masih ada banyak instansi yang sepertinya masih ragu – ragu, terutama dari segi layanannya, kemudian apa kepesertaannya sendiri seperti apa.” (Informan R3)
“Ya kalo pemerintah menurut saya juga lebih gencar lagi untuk menambah jaringan pelayannya karena dengan jaringan pelayanan yang ada seperti saat ini sepertinya bisa jadi overload. Karena ee jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak kemudian belum berimbang dengan eee infrastruktur yang tersedia apalagi yang di daerah – daerah terpencil” (Informan R3)
Kondisi perusahaan asuransi swasta setelah adanya program JKN berdasarkan pernyataan
dari responden cukup beragam. Sebagian besar responden menyatakan bahwa adanya program
JKN ini merupakan hal yang sangat positif karena telah membantu untuk mengedukasi
masyarakat akan pentingnya asuransi kesehatan. Terbukti berdasarkan data dari BPJS Kesehatan
(2015b) jumlah peserta JKN per tanggal 30 Oktober 2015 adalah 153.721.329 orang dari 238,5
juta penduduk Indonesia per tahun 2010 (BPS, 2013), dimana masyarakat telah meyadari akan
pentingnya asuarnsi / jaminan kesehatan. Berikut adalah kutipan wawancaranya:
“Justru BPJS ini mengedukasi masyarakat, ya jadi pemerintah saja mewajibkan orang menjadi peserta BPJS, …sehingga ini masyarakat semakin sadar bahwa kesehatan, asuransi kesehatan khususnya sangat dibutuhkan dan bagi kami sendiri, tentu ga masalah dengan penyadaran seperti itu.” (Informan R4)
Kemudian beberapa responden juga menggangap perusahaan asuransi swasta memiliki
segmentasi pasar yang berbeda dengan JKN. Segmentasi pasar mereka adalah kelas menengah
ke atas dan bagi yang telah memiliki BPJS tetapi menginginkan manfaat yang lebih dari BPJS
dapat menggunakan produk asuransi kesehatan swasta, seperti kutipan wawancara berikut:
“Kalo kita sebagai asuransi swasta ga masalah sih, karena kita beda pasar. …kelasnya nasabah nike kebetulan menengah ke atas untuk asuransi kesehatan.” (Informan R1)
“…segmennya nanti akan berbeda, ya jadi selain mungkin juga nanti bisa melengkapi, asuransi itukan gak harus dari satu tempat, mungkin dari satu tempat yang nanti belum dicover di satu tempat bisa dicover, ditempat kita, karena belum tentu satu asuransi bisa melindungi semuanya. Saya pikir positif ga ada masalah.” (Informan R4)
“Kalo saya pribadi sangat bagus. Dulu orang tidak kenal yang namanya asuransi, sekarang minimal dia udah tau. Nah dengan demikian kita ada program yang bisa adopsi dari BPJS itu sendiri.” (Informan R2)
Akan tetapi, tidak semua responden beranggapan demikian, salah seorang responden
menyatakan bahwa bagi perusahaan asuransi yang memang bergerak atau fokus di bidang
kesehatan, ada kecenderungan bahwa pangsa pasar asuransi kesehatan swasta akan berkurang.
Hal ini berdasarkan Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013, pemberi kerja pada BUMN, usaha
besar, usaha menengah, dan usaha kecil harus sudah mendaftarkan karyawannya ke BPJS
Kesehatan paling lambat tanggal 1 Januari 2015, pemberi kerja pada usaha mikro mendaftarkan
karyawannya ke BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 1 Januari 2016 dan pekerja bukan
penerima upah dan bukan pekerja paling lambat tanggal 1 Januari 2019, dengan target seluruh
penduduk Indonesia telah mejadi peserta BPJS Kesehatan pada tahun 2019. Dimana kepesertaan
JKN bersifat wajib dan mandatory sehingga seluruh masyarakat nantinya akan menjadi peserta
BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan swasta nantinya tidak akan diminati. Berikut adalah
kutipan wawancaranya:
“Tetapi untuk asuransi yang bergerak di kesehatan, seperti kami, ini eee ada kecenderungan seolah – olah eee pangsa pasar kami sudah cukup banyak tergerus masuk ke BPJS, ee dalam hal ini BPJS Kesehatan, sementara kami sendiri juga akan bersaing dengan mereka.” (Informan R3)
Mengenai hal apakah yang perlu dilakukan asuransi swasta untuk turut serta dalam
menyukseskan terwujudkan UHC di Indonesia, beberapa responden menanggapi dengan
melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan sehingga dapat berjalan secara beriringan. Salah
seorang responden menyatakan bahwa tanpa dukungan dari perusahaan asuransi swasra pun
dengan sendirinya UHC akan tercapai karena kepesertaan JKN bersifat wajib dan perusahaan
asuransi swasta dapat membantu dalam hal sosialisasi saja. Berikut adalah kutipan wawancara
dengan reponden:
“Paling ya dalam bentuk kerjasama aja. Jadi ya mereka harus jalannya seiringan. Tidak tumpang tindih.” (Informan R1)
“eee, ya supportnya ya apa ya kalo saya bilang tanpa support perusahaan swasta - asuransi swasta pun sudah berjalan dengan sendirinya kalo saya ngeliatnya seperti itu. Jadi kita supportnya apa ya, suportnya bantu sosialiasi itu.” (Informan R6)
B. Coordination of Benefit (CoB)
Berdasarkan pertanyaan dari respoden, ada beragam hal yang melatar belakangi perusahaan
asuransi swasta bekerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan. Salah satunya adalah
untuk mempermudah proses claim. Salah seorang responden beralasan terkadang ada fasilitas
pelayanan kesehatan atau rumah sakit yang tidak bersedia memberikan surat keterangan rawat
inap di rumah sakit, sehingga ketika perusahaan asuransinya telah bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan maka surat tersebut akan lebih mudah didapatkan. Hal ini tentunya akan berpengaruh
terhadap proses pelayanan atau claim yang cepat sehingga terjadi peningkatan kepuasan
pelanggan. Dengan tidak dikeluarkannya surat tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan
pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Ketidakpuasan pasien dapat
mempengaruhi tingkat kesetiaan pasien terhadap rumah sakit tersebut dan cenderung akan
mencari fasilitas kehehatan lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Eryanto (2011), yaitu terdapat hubungan yang positif antara mutu pelayanan rumah sakit dengan
kesetiaan pasien dimana meningkat atau menurunnya satu unit mutu pelayanan akan diikuti
kenaikan atau penurunan kesetian pasien sebesar 56%. Berikut ini adalah kutipan wawancara
terkait:
“Pada dasarnya disini adalah masalah claim. Dengan kita bekerjasama, kalo BPJS sudah berani bayar, dengan surat dari BPJS saja, kita sudah siap bayar kok. Karena kadang – kadangkan data, dari rumah sakitnya itu kan eee tidak semua bisa dikasi ke kita.” (Informan R2)
Selain itu, salah seorang responden menyatakan bahwa alasan perusahaannya melakukan
kerjasama dengan BPJS Kesehatan karena perusahaan asuransinya sebelumnya memiliki
hubungan dengan PT. Askes yang sekarang telah berubah menjadi BPJS Kesehatan. kemudian
adanya kesamaan sistem yang digunakan oleh perusahaan asuransi dan BPJS Kesehatan yaitu
sistem managed care juga menjadi salah satu alasannya. Sistem managed care menurut Djuhaeni
(2007) adalah suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang disusun berdasarkan jumlah
anggota yang terdaftar dengan kontrol mulai dari perencanaan pelayanan serta meliputi
ketentuan kontrak dengan penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang
komprehensif, penekanan agar peserta tetap sehat sehingga utilitasi berkurang, unit layanan
harus memenuhi standar dan adanya program peningkatan mutu layanan. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Pertama dari segi sejarahnya si ya, dari beridirinya kami itu kami sudah di lahirkan oleh ibu yang sama yaitu PT xxx. Kemudian mekanisme yang dilakukan untuk melayani di BPJS yaitu sistem manage care itu bisa disebut sebagai tulang punggungnya xxxx (perusahaan asuransi kami).” (Informan R3)
Kemudian, beberapa responden menyatakan bahwa latar belakang adanya kerjasama CoB
antara perusahaan asuransi mereka dengan BPJS Kesehatan adalah untuk dapat memberikan
jaminan kepada peserta BPJS Kesehatan yang menginginkan manfaat lebih dari jaminan /
asuransi kesehatan dapat menggunakan asuransi kesehatan tambahan dari perusahaan asuransi
swasta. Peserta CoB akan mendapatkan jaminan kesehatan sesuai haknya sebagai peserta BPJS
Kesehatan, dan kelebihannya dapat ditanggung oleh asuransi swasta. Kemudian peserta CoB
juga dapat menikmati pelayanan kesehatan di rumah sakit yang belum bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan tetapi telah bekerjasama dengan asuransi swasta tambahan yang telah bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan (BPJS Kesehatan, 2014). Berikut kutipan wawancaranya:
“Karena xxxx juga punya produk yang sama seperti, produk asuransi kesehatan sendiri yang basenya rawat inap dan juga ada rawat jalan kan, nah sinkron dengan ini. Itu kalo kadang – kadang kita ga CoB dengan asurani dengan apa BPJS ini, maka si masyarakat yang sudah kadung punya yang ingin mendapatkan fasilitas lebih gitu ya, tidak bisa ngover kesitu makanya kita perlu CoB.” (Informan R6)
Responden menyatakan bahwa manfaat yang diperoleh dengan adanya kerjasama CoB
antara perusahaan asuransi swasta dengan BPJS Kesehatan ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
dari sisi peserta dan perusahaan asuransi. Untuk peserta, mereka bisa mendapatkan double claim
yaitu hal – hal yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan dapat ditanggung oleh perusahaan
asuransi swasta. Kemudian jika melihat dari sisi perusahaan asuransi swasta, salah seorang
responden menyatakan tidak ada manfaatnya.
“Kalo nasabah pasti ada, karena dia ada hal – hal yang ga dicover sama BPJS, dicover sama asuransi kita. Kalo dari pihak ini, gak ada.” (Informan R1)”
Tetapi sebagian besar responden menyatakan bahwa dengan adanya CoB ini, maka akan
mempermudah claim sehingga mempermudah pelayanan yang akan meningkatkan kepercayaan
peserta. Kerjasama ini juga dapat menambah jumlah peserta di perusahaan asuransi swasta
karena secara otomatis, perusahaan asuransi yang menginginkan manfaat lebih dari yang
diberikan oleh BPJS Kesehatan karena mereka wajib mengikuti BPJS Kesehatan akan mencari
perusahaan swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS sehingga mereka dapat menikmati
pelayanan kesehatan sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Krishna D Rao, Varduhi Petrosyan, Edson Correia Araujo & Diane McIntyre
mengenai perkembangan UHC di negara Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan pada
tahun 2013. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa terjadi peningkatan permintaan
terhadap asuransi kesehatan swasta di Brasil dan Rusia walaupun negara tersebut telah memiliki
jaminan kesehatan sosial. Hal ini dikarenakan oleh meningkatnya kemakmuran masyarakat di
negara tersebut dan adanya anggapan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan melalui
asuransi kesehatan sosial masih rendah. Kemudian perusahaan asuransi tidak akan terlalu
terbebani dengan biaya pelayanan kesehatan peserta CoB karena biaya pelayanan dibagi antara
BPJS Kesehatan dengan perusuhaan asuransi kesehatan swasta. Berikut adalah kutipan
wawanracanya:
“Mempermudah claimnya, jadi pelayanan kita jauh lebih mudah juga, berarti kepercayaannya itu eeee lebih tinggi.” (Informan R2)
“Menambah kepesertaan kami. Biaya pelayanan kesehatan bisa dishare, bisa dibagikan antara BPJS Kesehatan dengan kami sehingga itu nanti ada beban biaya pelayanan kesehatan yang bisa diserap oleh BPJS dan ada yang diserap oleh kami asuransi swasta. Jadi untuk beban biaya pelayanan kesehatan tidak full dibebankan kepada asuransi swasta juga tidak dibebankan full kepada eee BPJS Kesehatan.” (Informan R3)
“Jadi bisa melengkapi apa yang tidak dipunyai BPJS kita bisa ngelengkapi, dan itu selling pointnya, dan kita terbantu dari sisi sosialisasi ya, anggap kaya promosi. Karena dengan diwajibkannya punya, perusahaan punya BPJS, mau nggak mau kalo dia pingin mendapatkan katakanlah quality gitu ya, dia akan ngelirik, ooo sudah saatnya saya punya selain BPJS, punya perusahaan asuransi lain.” (Informan R6)
Setelah adanya kerjasama CoB, responden mengakui adanya peningkatan jumlah peserta di
perusahaan asuransi mereka, walaupun untuk data yang pasti dan akurat belum bisa didapatkan.
Hal ini dikarenakan dengan adanya program JKN ini meningkatkan kesadaran masyrakat akan
pentingnya asuransi kesehatan dan dengan diwajibkan seluruh masyarakat menjadi peserta BPJS
Kesehatan termasuk seluruh karyawan dan staff di perusahaan – perusahaan, maka mereka yang
menginginkan manfaat pelayanan kesehatan yang lebih akan mencari asuransi kesehatan
tambahan ke perusahaan asuransi swasta. Berikut adalah kutipan wawancaranya:
“Oh iya banyak. Eee mungkin dari perusahaan sendiri mempunyai budget lebih jadi dia eee kalo di BPJS kelasnya kelas 1 nah mungkin VIP, dia punya budget lebih dia naikkan ke VIP, seperti itu.” (Informan R5)
“Hmm, so far saya ga tau signifikan apa nggak nya ya, tapi ya terjadi ada. Karena awareness nya orang kan mulai terbangun. Ada sih data cuma ga disini, di pusat di Jakarta gitu” (Informan R6)
Dalam mempromosikan produk kesehatannya, perusahaan asuransi swasta berdasarkan hasil
wawancara dengan responden, menyatakan bahwa mereka menjelaskan kepada calon peserta
bahwa perusahaan asuransi mereka telah memiliki kerjasama CoB dengan BPJS Kesehatan, hal
ini merupakan salah satu nilai jual yang dimiliki perusahaan asuransi swasta dalam menawarkan
produknya terutama produk asuransi kesehatan. Berikut adalah kutipan wawancaranya:
“Dalam promosi asuransi kesehatan kami ini, kami juga jelaskan bahwa sudah ada coordination of benefit, koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan. karena memang tujuan dari beberapa peserta yang saat ini belum bergabung dengan kami itu pasti bertanya saya sudah punya BPJS apakah bisa digabungkan? Ya jadi kami juga ikut mempromosikan bahwa kami bisa, kami punya kerjasama juga dengan BPJS nah tinggal nanti mengikuti mekanismenya yang dikeluarkan oleh BPJS” (Informan R3)
“Tentu, tentu saja. Karena itu juga menjadi nilai tambah buat kami ya, bahwa kita telah bekerjasama dengan eee pemerintah, apabila sebuah perusahaan sudah bekerjasama dengan pemerintah kan artinya akan memiliki nilai jual.” (Informan R4)
Untuk hambatan atau tantangan yang dihadapi oleh peresahaan asuransi swasta selama
menjalani kerjasama CoB dengan BPJS Kesehatan, sebagian besar responden menyatakan bahwa
tidak atau belum ada hambatan atau tantangan yang dirasakan. Namun salah seorang responden
menyatakan bahwa perusahaan asuransinya merasa bahwa sosialisasi yang diberikan kepada
peserta, provider, pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik dan dokter keluarga
belum sepenuhnya paham mengenai alur dalam pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS
Kesehatan dan perusahaan asuransinya. Kemudian peserta CoB lebih memilih untuk
menggunakan alur pelayanan kesehatan perusahaan asuransi swasta dan tidak mengikuti aturan
yang telah ditetapkan BPJS Kesehatan. Sehingga koordinasi manfaat antara perusahaan asuransi
swasta tidak dapat berjalan dengan maksimal yang dapat menyebabkan beban atau biaya pelayan
kesehatan peserta CoB akan sepenuhnya menjadi tanggungan dari perusahaan asuransi swasta.
Berikut adalah kutipan wawancara terkait dengan hal tersebut:
“Enggaklah. Eee gini lo, kalo untuk kerjasama sama xxxx, itu sih ga pernah ada masalah, karena mereka pun sudah tau, dari nasabah kalo misalnya dia kurang dia minta surat apa. Cooperative, nggih.” (Informan R1)
“Kalo hambatan sama tantangan sih belum ada ya.” (Informan R5)
“Kadang bagi kami sendiri mmm untuk menjelaskan atau mensosialisasikan alur dari BPJS ataupun alur dari kami, …untuk menjelaskan itu kepada peserta, provider, eh provider kesehatan kami, ke rumah sakit, ke klinik, ke dokter keluarga itu rupanya masih ada yang belum dipahami dengan 100% dengan optimal.” (Informan R3)
“Tapi untuk hambatan dari luar memang sih adanya dari peserta – peserta itu yang sudah membeli premi CoB kepada kami, …tapi mereka sepertinya ee lebih lebih cenderung menggunakan prosedurnya kami. …dengan kondisi seperti itu, koordinasi manfaat antara xxxx dengan BPJS belum berjalan sempurna. …efeknya kedepannya nanti biaya – biaya pelayanan pasti akan menjadi bebannya kami.” (Informan R3)
Untuk mengatasi hambatan atau tantangan tersebut, responden menyatakan bahwa setiap
perusahaan memiliki strategi dan trik masing – masing. Salah satunya perusahaan asuransi dapat
membuat produk asuransi kesehatan baru yang bisa bersinergis dengan BPJS Kesehatan.
Sosialasi juga dilakukan baik kepada peserta, penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit,
dokter, Puskesmas, seperti kutipan wawancara berikut ini:
“Tapi untuk mengatasi hambatan tantangan ini, saya rasa masing – masing perusahaan punya trik sendiri ataupun dia menciptakan produk baru yang bisa lebih sinergis.” (Informan R3)
“Sosialisasi atau bimbingan itu pasti. Hanya saja kan ee tetep mungkin dari kami ada kurangnya, karena dari sekian banyak itu, sekian banyak rumah sakit atau sekian banyak dokter keluarga, Puskesmas mungkin ada yang yah bisa dibilang human error kami ga bisa salahkan juga ya. Tapi yang pasti dari kamipun juga ada untuk yang namanya penyuluhan, sosialisasi, pendekatan secara personal itu pasti ada.” (Informan R3)
Saran yang diberikan oleh responden terkait dengan kerjasama CoB ini adalah agar BPJS
Kesehatan ataupun pemerintah tidak terlalu sering merubah suatu peraturan. Kemudian masalah
ketersediaan obat perlu diperbaiki dan ditingkatkan agar tidak terjadi keluhan mengenai masalah
ketersediaan obat. Birokrasi antara BPJS Kesehatan dengan penyedia pelayanan kesehatan juga
perlu diperjelas sehingga peserta dan penyedia layanan kesehatannya sendiri benar – benar
mengerti dan mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan dalam mencari
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Berikut adalah kutipan wawancaranya:
“…yang penting aturannya jangan sering berubah – ubah. Kemudian masalah infrastruktur bukan bangunan fisik ya, jadi misalnya kaya penyedian obat atau segala macem itu tolong diclearkan dulu, karena sebagian besar kendala dengan BPJS itu kan salah satunya di obat.” (Informan R3)
“Eee, mungkin kalo sarannya sih birokrasinya di eee providernya sendiri ya karena mungkin dari apa yang diinfokan BPJS terkadang pesertanya ini kurang memahami atau lebih banyak ke peserta dan provider itu aja sih.” (Informan R5)
C. Temuan Baru
Setelah melakukan wawancara kepada beberapa responden, peneliti menemukan bahwa
peserta perusahaan asuransi swasta yang juga telah menjadi peserta BPJS Kesehatan ataupun
menjadi peserta CoB antara BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta lebih cenderung untuk
menggunakan prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi swasta untuk mendapatakan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Menurut pendapat beberapa responden, hal ini dapat
disebabkan oleh pemahaman peserta yang masih kurang menganai prosedur pelayanan kesehatan
atau ketidakpedulian dan adanya rasa tidak mau tahu peserta tentang prosedur pelayanan BPJS
yang dianggap terlalu berbelit – belit dan membutuhkan waktu yang lama. Peserta merasa lebih
nyaman menggunakan prosedur dari asuransi swasta karena perusahaan asuransi swasta tidak
menerapkan sistem rujukan berjenjang dan tidak adanya batasan jenis – jenis penyakit yang bisa
di tangani di pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua atau lanjutan. Berikut adalah kutipan
wawancara terkait dengan hal tersebut:
“Kembali lagi ke masalah kenyamanan atau ee ketidakpahaman peserta, tapi bisa juga ketidakmautahuan dari peserta. Meraka bisa dibilang mungkin ada yang sudah tau yang namanya alur BPJS, …tapi mereka yang namanya mau cari gampangnya, yang ee yang keinginannya segera dilayani, mereka inginnya instant, jadi mereka tinggal sudah pake aturan xxxx saja yang lebih simple.” (Informan R3)
“Sistemnya sama dengan BPJS hanya saja kamikan tidak terlalu mendetail sampe ke masalah regionalisasi wilayah kemudian ada batasan – batasan penyakit yang bisa dilayani di rumah sakit ataupun di klinik, pembagian seperti itu yang berbeda dengan BPJS,
sehingga mereka merasa lebih simple, lebih nyaman dengan asuransi swasta.” (Informan R3)
“Tapi penggunaannya lebih cenderung dia ke yang private, karena mereka kan juga bayar, sayang aja kan, gitu. Dan ee apa ya, untuk pelayanan kan lebih, qualitynya kan lebih, langsung dilayani, cepet ga pake rujukan, lebih banyak disitu.” (Informan R6)
Berdasarkan hasil wawancara, responden juga menyatakan bahwa responden tidak
mengetahui bagaimana proses kerjasama serta persyaratan apa saja yang harus dipenuhi untuk
kerjasama CoB antara perusahaan asuransinya dengan BPJS Kesehatan. Karena untuk urusan
kerjasama dengan pihak luar seperti BPJS Kesehatan baik dalam bentuk CoB atau lainnya
dilakukan dan diputuskan oleh kantor pusat perusahaan asuransi di Jakarta. Kantor agency
perusahaan asuransi di daerah seperti di Kota Denpasar hanya menjalankan program yang telah
ditetapkan oleh kantro pusat. Wewenang yang dimiliki kantor pusat untuk mengambil keputusan
untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa pemusatan atau centralization
berkaitan dengan penyebaran daya (power) dan wewenang (authority) pada perusahaan asuransi
kesehata swasta tersebut ada pada kedudukan tinggi dalam organisasi yang menjadikan
perusahaan tersebut sebagai centralized organizations (Munandar, 2004). Berikut adalah kutipan
wawancaranya:
“Mohon maaf sebelumnya saya nggak bisa jawab lebih jauh. Karena memang yang mengurus masalah kerjasama dengan BPJS itu di kantor pusat kami di Jakarta, karena kami kan menerima informasi bahwa ini sudah kerjasama Cob dengan BPJS itu aja sih.” (Informan R3)
Beberapa responden juga menyatakan bahwa peserta CoB antara BPJS Kesehatan dan
perusahaan asuransinya adalah peserta dari perusahaan – perusahaan yang ingin mendapatkan
manfaat pelayanan kesehatan tambahan sehingga perusahaan tersebut mendapaftarkan
karyawannya menjadi peserta asuransi kesehatan CoB CoB antara BPJS Kesehatan dan
perusahaan asuransi. Belum ada peserta perorangan atau pekerja bukan penerima upah yang
menjadi peserta CoB. Responden beralasan belum adanya program CoB untuk individu karena
perusahaan asuransi melihat bahwa pemerintah mewajibkan perusahaan untuk mengikutsertakan
seluruh karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Hal ini menyebabkan perusahaan
asuransi swasta yang ingin mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan tambahan akan mencari
perusahaan asuransi swasta yang telah bekerjasama dengan pemerintah. Berikut adalah kutipan
wawancara yang menyatakan hal tersebut:
“Sementara ini CoB yang terjadi ya update terakhir, ini kan masih proses ya, update terakhir kan masih corporate yang banyak pake, jadi kalo person to person masih masih belum.” (Informan R4)
“Belum ada kerjasama CoB untuk yang individual, jadi kita baru yang corporate saja. Masih sifatnya corporate. Karena BPJS kan mengharuskan setiap perusahaan untuk punya itu gitu lo.” (Infroman R6)
Kemudian untuk proses pengajuan peserta CoB oleh perusahaan – perusahaan tidak bisa
dilakukan di kantor agency daerah perusahaan asuransi swasta. Hal – hal yang terkait dengan
kerjasama CoB antara BPJS dan perusahaan asuransi swasta diurus oleh kantor pusat perusahaan
asuransi di Jakarta. Responden menyatakan bahwa untuk pengajuan peserta CoB oleh
perusahaan harus diajukan ke kantor pusat di Jakarta karena kantor agency asuransi swasta
daerah tidak memiliki aktuaris yang bertugas untuk merumuskan jumlah premi yang harus
dibayarkan oleh perusahaan yang ingin menjadi peserta CoB. Hal tersebut disampaikan dalam
kutipan wawancara berikut:
“Khusus untuk yang corporate itu semua Jakarta. Bahkan even kalo kita mau mau sosialisasi ada nasabah pingin disini ya semuanya proposal, segala macam dari Jakarta. Karena kalo asuransi kesehatan group itu, …ada sisi lain yang perlu kaya penawaran rate kan gitu ya, karena kan sifatnya kalo kumpulan itu kan subsidi silang. Uniknya kan ini harus disatukan dalam bentuk satu premi kan ya, premi kumpulan, merumuskan itu kan perlu ada aktuaris, nah aktuarisnya belum ada di Denpasar semua masih Jakarta.” (Informan R6)
“Ok, eee jadi yang kita minta adalah ok keinginan nasabah kaya apa? Nah sementara agent – agentnya yang disini ya bersertifikat kan gitu ya disertifikasi langsung juga dari Jakarta, cuma dia sebagai door opener aja, mengenalkan saja setelah itu dia adalah data collect gitu kan ya data yang diperlukan tadi diajukan ke Jakarta, Jakarta bikin proposal nah nanti sosialiasi proposal itu bisa lewat agent itu atau orang dari jakartanya kesini, per telpon juga bisa, kalo diperlukan hadir dia akan hadir” (Informan R6)
Peneliti juga menemukan kasus dimana responden tidak mengetahui bahwa perusahaannya
sudah bekerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan. Responden menyatakan bahwa
responden tidak mendapatkan informasi resmi dari kantor pusat perusahaan asuransinya di
Jakarta. Padahal, berdasarkan daftar 51 perusahaan asuransi swasta yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehtan (BPJS Kesehatan, 2015a) (data terlampir pada lampiran 1), perusahaan asuransi
responden telah menjalin kerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan. Berikut adalah
kutipan wawancara dengan responden:
“Saya tidak tahu. Setau saya semua informasi yang terkait dengan hal – hal seperti itu biasanya di emailkan, tapi setau saya saya ga pernah liat deh. Mungkin saya katakan mungkin belum diinfokan.” (Informan R7)
Namun, menurut pernyataan responden, banyak peserta asuransi kesehatan di perusahaannya
yang telah menjadi peserta BPJS Kesehatan mengajukan excess claim BPJS Kesehatan ke
perusahaan asuransinya. Berdasarkan informasi dari responden, pengajuan excess claim memang
dapat dilakukan tanpa adanya kerjasama resmi atau secara tertulis dengan BPJS Kesehatan
asalkan peserta yang mengajukan excess claim dapat memenuhi seluruh persyaratan administrasi
yang telah ditetapkan oleh perusahaan asuransi swasta. Hal ini disampaikan dalam kutipan
wawancara berikut:
“Ada, cukup banyak ternyata.” (Informan R7)
“Eee karena mungkin dalam hal prakteknya sendiri di lapangan, memang kalau mengenai excess claim itu bisa, bisa bisa dilakukan gitu loh mbak walaupun maaf ini dalam tanda kutip eee tidak ada kerjasama lah misalnya secara BPJS atau CoB tadi, tetep bisa dilakukan gitu loh. Yang penting syarat – syaratnya sudah terpenuhi.” (Informan R7)
D. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Terbatasnya jumlah perusahaan asuransi swasta yang telah bekerjasama melalui skema
CoB dengan BPJS Kesehatan di Kota Denpasar jika dibandingkan dengan daftar
perusahaan asuransi swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang
dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan.
2. Beberapa perusahaan asuransi swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
ternyata kantor perwakilannya (kantor agency) di daerah Denpasar tidak menangani
langsung masalah kerjasama tersebut.
3. Adanya penolakan dari beberapa kantor agency asuransi swasta untuk menjadi
responden dalam penelitian ini.
No. Perusahaan Asuransi Keterangan
1. InHealth Indonesia Bersedia menjadi responden
2. Bringin Life Bersedia menjadi responden untuk uji validasi kuisioner
3. AXA Financial Indonesia Bersedia menjadi responden
4. ACE Life Tidak bersedia menjadi responden
5. Asuransi Jiwa Sinar Mas MSIG (Renon)
Tidak bisa menjadi responden karena kesulitan
untuk bertemu dengan pimpinan atau agent
6. Asuransi Jiwa Sinar Mas MSIG (Gatot Subroto)
-‐ Tidak bisa menjadi responden karena
kesulitan untuk bertemu dengan pimpinan
yang sedang berada di luar kota dan tidak
adanya informasi jelas kapan akan kembali
ke Denpasar
-‐ Staff juga menyatakan untuk kerjasama
melalui skema CoB dengan BPJS
Kesehatan diurus / ditangani oleh kantor
pusat di Jakarta dan belum ada di Bali
7. Equity Life
-‐ Tidak bersedia menjadi responden -‐ Staff juga menyatakan untuk kerjasama
melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan diurus / ditangani oleh kantor pusat di Jakarta dan belum ada di Bali
8. Allianz Life (Imam Bonjol) Tidak bisa menjadi responden karena kesulitan untuk bertemu dengan pimpinan atau agent
9. Allianz Life (Renon) Bersedia menjadi responden
10. Sequislife (Jl Raya Puputan Renon)
Tidak bersedia menjadi responden
11. Sequislife (Jl Cok Agung Tidak bisa menjadi responden karena kesulitan
Tresna Renon) untuk bertemu dengan pimpinan dan agent
12. Sequislife (Jl Merdeka Renon)
-‐ Bersedia menjadi responden (pimpinan) tetapi tidak dapat bertemu dengan agent
-‐ Belum / tidak mengetahui jika perusahaannya bekerjasama melalui skema CoB dengan BPJS Kesehatan
13. Avrist Assurance
Tidak bisa menjadi responden karena untuk kantor agency di Denpasar tidak secara langsung menangani asuransi kesehatan, masih dilakukan dan diatur oleh kantor pusat di Jakarta
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 SIMPULAN
Dari hasil wawancara mendalam dengan pimpinan dan agent perusahaan asuransi swasta,
diketahui bahwa ada yang setuju untuk ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan Nasional
namun ada juga yang tidak bersedia untuk bekerja sama dalam program Coordination of Benefit
Jaminan Kesehatan Nasional karena menganggap bahwa BPJS Kesehatan dan Perusahaaan
Asuransi Swasta telah memiliki pasar masing-masing.
hal yang perlu dilakukan untuk mencapai UHC di Indonesia adalah salah satunya dengan BPJS
Kesehatan yang telah dibuat oleh pemerintah yang perlu diimbangi dengan strategi
menggunakan aparat desa.
Kondisi perusahaan asuransi swasta setelah adanya program JKN berdasarkan pernyataan dari
responden cukup beragam. Sebagian besar responden menyatakan bahwa adanya program JKN
ini merupakan hal yang sangat positif karena telah membantu untuk mengedukasi masyarakat
akan pentingnya asuransi kesehatan. perusahaan asuransi swasta memiliki segmentasi pasar yang
berbeda dengan JKN. Segmentasi pasar mereka adalah kelas menengah ke atas dan bagi yang
telah memiliki BPJS tetapi menginginkan manfaat yang lebih dari BPJS dapat menggunakan
produk asuransi kesehatan swasta
ada beragam hal yang melatar belakangi perusahaan asuransi swasta bekerjasama melalui skema
CoB dengan BPJS Kesehatan. Salah satunya adalah untuk mempermudah proses claim. alasan
perusahaannya melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan karena perusahaan asuransinya
sebelumnya memiliki hubungan dengan PT. Askes yang sekarang telah berubah menjadi BPJS
Kesehatan. kemudian adanya kesamaan sistem yang digunakan oleh perusahaan asuransi dan
BPJS Kesehatan yaitu sistem managed care juga menjadi salah satu alasannya
Tetapi sebagian besar responden menyatakan bahwa dengan adanya CoB ini, maka akan
mempermudah claim sehingga mempermudah pelayanan yang akan meningkatkan kepercayaan
peserta. Kerjasama ini juga dapat menambah jumlah peserta di perusahaan asuransi swasta
karena secara otomatis, perusahaan asuransi yang menginginkan manfaat lebih dari yang
diberikan oleh BPJS Kesehatan karena mereka wajib mengikuti BPJS Kesehatan akan mencari
perusahaan swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS sehingga mereka dapat menikmati
pelayanan kesehatan sesuai dengan yang diharapkan. adanya kerjasama CoB, responden
mengakui adanya peningkatan jumlah peserta di perusahaan asuransi mereka, walaupun untuk
data yang pasti dan akurat belum bisa didapatkan. Hal ini dikarenakan dengan adanya program
JKN ini meningkatkan kesadaran masyrakat akan pentingnya asuransi kesehatan dan dengan
diwajibkan seluruh masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan termasuk seluruh karyawan dan
staff di perusahaan – perusahaan, maka mereka yang menginginkan manfaat pelayanan
kesehatan yang lebih akan mencari asuransi kesehatan tambahan ke perusahaan asuransi swasta
Untuk hambatan atau tantangan yang dihadapi oleh peresahaan asuransi swasta selama menjalani
kerjasama CoB dengan BPJS Kesehatan, sebagian besar responden menyatakan bahwa tidak atau
belum ada hambatan atau tantangan yang dirasakan. Namun salah seorang responden
menyatakan bahwa perusahaan asuransinya merasa bahwa sosialisasi yang diberikan kepada
peserta, provider, pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik dan dokter keluarga
belum sepenuhnya paham mengenai alur dalam pelayanan kesehatan yang diberikan BPJS
Kesehatan dan perusahaan asuransinya.
6.2 Saran
BPJS Kesehatann agar lebih gencar melakukan sosialisasi mengenai JKN sehingga
cakupan semesta dapat tercapai pada tahun 2019.
DAFTAR PUSTAKA
BPJS Kesehatan. (2014). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan. (2015a). Daftar 51 Perusahaan Asuransi Swasta yang Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan melalui Skema Coordination of Benefit. Bpjs-kesehatan.go.id, 27 Februari 2015. Diakses dari: http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/post/read/2015/321/Daftar-51-Perusahaan-Asuransi-Swasta-yang-Bekerjasama-dengan-BPJS-Kesehatan-melalui-Skema-Coordination-of-Benefit (diakses pada 21 September 2015).
BPJS Kesehatan. (2015b). Jumlah Peserta. Diakses dari: http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/ (diakses pada 1 November 2015).
BPS Provinsi Bali. (2013a). Bali Dalam Angka 2013. Bali: BPS Provinsi Bali. Diakses dari: http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=604003&od=4id=4 (diaskes pada 2 Februari 2015)
BPS. (2013b). Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010 – 2035. Jakarta.
Dao, Krishna D., Varduhi Petrosyan, Edson Correia Araujo & Diane McIntyre. (2014). Progress towards universal health coverage in BRICS: translating economic growth into better health. Bulletin of the World Health Organization Vol 92 2014:429-435.
Djuhaeni, Henni. (2007). Modul Belajar Mengajar – Asuransi Kesehatan dan Managed Care. Bandung.
Eryanto, Henry. 2011. Hubungan antara Mutu Pelayanan dengan Kesetiaan Pasien (Survei pada Pasien Bagian Jantung Rumah Sakit Internasional Bintaro). EconoSains, IX:107-118.
Kemenkumham. (1992). Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Peransuransian. Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM
Kemenkumham. (2004). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM
Kemenkumham. (2013a). Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta : Kementrian Hukum dan HAM
Kemenkumham RI. (2013b). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Munandar, Ashar Sunyoto. (2004). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press.
Poerwandari. E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).
Somkotra T, Lagrada LP (2008). Payments for health care and its effect on catastrophe and impoverishment: experience from the transition to Universal Coverage in Thailand. Soc SciMed.;67(12):2027-35.
WHO. (2014). What is universal health coverage?. Diakses dari: http://www.who.int/features/qa/universal_health_coverage/en/ (diakses pada 29 Oktober 2015).
DOKUMENTASI
Peneliti bersama dengan salah satu responden
Peneliti bersama dengan salah satu responden
Peneliti bersama dengan salah satu responden
LAMPIRAN
Lampiran 1
Personalia Peneliti
1. Ketua Peneliti a. Nama : Putu Ayu Indrayathi,SE,.MPH b. NIP/NIDN : 197703312005012002/0031037703 c. Golongan Pangkat : IIIb d. Jabatan fungsional : Lektor e. Jabatan Struktural :Ketua Bagian AKK f. Fakultas/Program Studi :Kedokteran/Ilmu Kesehatan Masyarakat g. Perguruan Tinggi :Universitas Udayana h. Bidang Keahlian : Kesehatan masyarakat i. Waktu untuk penelitian : 12 Jam/minggu 2. Anggota Peneliti 1
a. Nama : Rina Listyowati,SSiT,.MKes b. NIP/NIDN : 107105292008122001/0029057104 c. Golongan Pangkat : IIIb d. Jabatan fungsional : Asisten ahli e. Jabatan Struktural :- f. Fakultas/Program Studi :Kedokteran/Ilmu Kesehatan Masyarakat g. Perguruan Tinggi :Universitas Udayana h. Bidang Keahlian : Kesehatan masyarakat i. Waktu untuk penelitian : 7 Jam/minggu
Lampiran 2
Data Perusahaan Asuransi Kesehatan Anggota Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia
No. Nama Perusahaan Asuransi Keterangan
1 Ace Life Assurance Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
2 Adisarana Wanaartha Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
3 AIA Financial (D/H AIG Life) Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
4 Allianz Life Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
5 Aviva Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
6 Avrist Assurance Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
7 AXA Financial Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
8 AXA Life Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
9 AXA Mandiri Financial Service Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
10 Bakrie Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
11 BNI Life Insurance Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
12 Bringin Jiwa Sejahtera Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
13 Bumiputera 1912 Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
14 Central Asia Financial Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
15 Central Asia Raya Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
16 Cigna Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
17 CIMB Sun Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
18 Commonwealth Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
19 Equity Life Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
20 Financial Wiramitra Danadyaksa Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
21 Generali Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
22 Great Eastern Life Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
23 Hanwha Life Insurance Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
24 Heksa Eka Life Insurance (HELI) Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
25 Indolife Pensiontama Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
26 Indosurya Sukses Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
27 InHealth Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
28 Jiwasraya Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
29 Kresna Life Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
30 Manulife Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
31 Maskapai Reasuransi Indonesia Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
32 Mega Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
33 MNC Life Assurance Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
34 Panin Dai-Ichi Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
35 Pasaraya Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
36 Prudential Life Assurance Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
37 Reasuransi International Indonesia Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
38 Reasuransi Nasional Indonesia Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
39 Recapital Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
40 Reliance Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
41 Sequis Financial Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
42 Sequis Life Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
43 Sinarmas MSIG Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
44 Sun Life Financial Indonesia Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
45 Syariah Alamin Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
46 Syariah Amanahjiwa Giri Artha Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
47 Takaful Keluarga Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
48 Tokio Marine Life Insurance Indonesia Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
49 Tugu Mandiri Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
50 Tugu Reasuransi Indonesia Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
52 Zurich Topas Life Tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
Lampiran 3.
Data perusahaan asuransi kesehatan swasta yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
No. Nama Perusahaan Asuransi No. Nama Perusahaan Asuransi
1 PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia
26 PT Bosowa Asuransi
2 PT Asuransi Sinar Mas 27 PT MNC Life Assurance
3 PT Asuransi Tugu Mandiri 28 PT Asuransi Aviva Indonesia
4 PT Asuransi Mitra Maparya Tbk 29 PT Asuransi Central Asia
5 PT Asuransi Axa Mandiri Finansial Service
30 PT Asuransi Allianz Life Indonesia
6 PT Asuransi Axa Finansial Indonesia
31 PT Asuransi Bintang Tbk
7 PT Lippo General Insurance Tbk 32 PT Tokio Marine Life Insurance Indonesia
8 PT Arthagraha General Insurance
33 PT Asuransi Indrapura
9 PT Tugu Pratama Indonesia 34 PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero)
10 PT Asuransi Bina Dana Arta Tbk
35 PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia
11 PT Asuransi Jiwa Sinar Mas MSIG
36 PT Asuransi Bangun Askrida
12 PT Avrist Assurance 37 PT Asuransi Jiwa Sequis Financial
13 PT Asuransi Jiwa Sraya (Persero)
38 PT Asuransi AXA Indonesia
14 PT Asuransi Jiwa Central Asia Raya
39 PT BNI Life Insurance
15 PT Asuransi Takaful Keluarga 40 PT ACE Life Insurance
16 PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia
41 PT Citra International Underwriters
17 PT Asuransi Astra Buana 42 PT Asuransi Reliance Indonesia
18 PT Asuransi Umum Mega 43 PT Hanwha Life Insurance Indonesia
19 PT Asuransi Multi Artha Guna Tbk
44 PT Asuransi Dayin Mitra Tbk
20 PT Asuransi AIA Indonesia 45 PT Asuransi Adira Dinamika
21 PT Asuransi Jiwa Equity Life Indonesia
46 PT Pan Pasific Insurance
22 PT Asuransi Jiwa Recapital 47 PT Kresna Life
23 PT Great Eastern Life Indonesia 48 PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967
24 PT Asuransi Adisarana Wanaartha
49 PT Asuransi Samsung Tugu
25 PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera
Lampiran 4 LEMBAR INFORMASI WAWANCARA
Bapak / Ibu sebagai pimpinan atau agen perusahaan asuransi kesehatan swasta yang peneliti
harapkan partisipasinya sebagai responden untuk diwawancarai dalam penelitian “Peran
Serta Perusahaan Asuransi Swasta dalam Pencapaian Cakupan Semesta di Era
Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Denpasar”.
Latar Belakang dan Tujuan Penelitian
Pemerintah Indonesia telah membuat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk
mewujudkan universal health coverage (UHC) di Indonesia. Dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat akan paket dan manfaat pelayanan kesehatan yang lebih, BPJS Kesehatan
melakukan koordinasi manfaat atau coordination of benefit (CoB) dengan asuransi komersial
lainnya. Namun hal ini bukan berarti bahwa pelayanan jaminan kesehatan yang disediakan
BPJS Kesehatan tidak lengkap, tetapi hanya untuk mendapatkan manfaat lebih berupa
kenyamanan yang dapat diperoleh peserta dari asuransi tambahan komersial. Asuransi
tambahan komersial ini bukan hanya asuransi kesehatan tapi juga asuransi jiwa dan umum
lainnya. Dengan demikian diharapkan dapat mempercepat pencapaian cakupan semesta dan
meningkatkan kepuasan peserta terhadap paket dan manfaat pelayanan jaminan kesehatan
sesuai dengan yang mereka inginkan. Namun, masih terdapat beberapa perusahaan asuransi
yang belum melakukan koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlibatan dan keinginan perusahaan
asuransi swasta untuk berpartisipasi dalam pencapaian cakupan semesta (universal coverage)
di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Manfaat dan Risiko
Bapak / Ibu yang ikut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini akan
mendapatkan kesempatan untuk memberikan informasi yang mewakili perusahaan asuransi
kesehatan swasta yang dapat dijadikan masukan oleh BPJS Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Indonesia, dan Pemerintah Indonesia agar dapat meningkatkan kerjasama dengan
perusahaan asuransi kesehatan swasta untuk mencapai universal health coverage di
Indonesia. Bapak / Ibu sebagai responden dalam penelitian ini tidak akan mendapatkan risiko
ataupun kerugian.
Privasi dan Kerahasiaan Informasi
Peneliti sangat mengharapkan kesediaan Bapak / Ibu sebagai responden dalam penelitian ini,
namun partisipasi Bapak / Ibu sebagai responden bersifat sukarela sehingga Bapak / Ibu dapat
menolak untuk menjadi respoden dalam penelitian ini tanpa konsekuensi apapun.
Wawancara akan direkam menggunakan alat perekam suara. Informasi yang diperoleh hanya
akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Identitas Bapak / Ibu akan dijaga
kerahasiaannya dengan tidak mencamtumkan identitas responden dalam laporan yang akan
dibuat oleh peneliti terkait dengan penelitian ini.
Informasi Lebih Lanjut
Jika Bapak / Ibu memerlukan informasi lebih lanjut terkait dengan wawancara atau penelitian
ini, Bapak / Ibu dapat menghubungi peneliti a.n. Putu Ayu Indrayathi, SE.,MPH. No. HP:
081339570537, email: [email protected].
Lembar informasi wawancara ini peneliti buat untuk memberikan informasi mengenai
penelitian yang dilakukan kepada Bapak / Ibu sehingga Bapak / Ibu bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden yang akan diwawancarai oleh peneliti.
Atas perhatian Bapak / Ibu peneliti sampaikan terima kasih.
Lampiran 5
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia berpartisipasi sebagai informan /
responden dalam penelitian “Peran Serta Perusahaan Asuransi Swasta dalam
Pencapaian Cakupan Semesta di Era Jaminan Kesehatan Nasional di Kota
Denpasar” yang dilakukan oleh Putu Ayu Indrayathi,SE.,MPH, dosen Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Saya
telah membaca dan menyetujui lembar informasi wawancara yang sebelumnya telah
diberikan oleh peneliti dan bersedia memberikan informasi dalam wawancara yang
akan dilakukan sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas saya.
Informan / Responden
( )
Lampiran 6 PEDOMAN WAWANCARA PERUSAHAAN ASURANSI SWASTA YANG
TELAH MENJALIN KOORDINASI MANFAAT (COB) DENGAN BPJS
KESEHATAN
Petunjuk Pelaksanaan
1. Perkenalkan diri dan sampaikan salam serta ucapan terimakasih kepada informan atas ketersediaanya meluangkan waktu untuk diwawancarai.
2. Menjelaskan tujuan wawancara, yaitu mengetahui keterlibatan dan keinginan perusahaan asuransi swasta untuk berpartisipasi dalam pencapaian cakupan semesta (universal coverage) di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
3. Menjelaskan bahwa informasi ini akan digunakan untuk kepentingan penelitian. “Untuk itu, saya mohon kesediaan saudara untuk diwawancarai. Identitas Saudara dalam wawancara ini akan dijamin kerahasiaannya dan semua informasi yang diperoleh dari wawancara ini hanya akan dipergunakan untuk penelitian dosen muda”.
4. Sampaikan bahwa informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan serta saran-saran yang berkaitan dengan topik penelitian.
5. Minta kepada responden untuk menandatangani informed consent. 6. Catat seluruh pembicaraan yang ada dan untuk membantu proses
pencatatan gunakan tape recorder untuk merekam seluruh isi pembicaraan.
7. Apabila informan memiliki waktu yang terbatas, mintalah waktu lain untuk melanjutkan wawancara sesuai dengan ketersediaan informan
Identitas Responden Data umum yang perlu dicatat setiap kali melakukan wawancara adalah : Nomor urut responden : Nama responden : Jenis Kelamin : Tempat wawancara : Tanggal wawancara :
Pertanyaan Wawancara
Topik Pertanyaan Probing
Cakupan semesta di era JKN
1. Menurut saudara, apakah definisi cakupan semesta?
2. Menurut saudara apakah yang perlu dilakukan agar segera tercapainya cakupan semesta?
3. Menurut saudara bagaimana kondisi perusahaan asuransi swasta setelah adanya jaminan kesehatan nasional?
4. Menurut saudara, apakah yang perlu dilakukan oleh perusahaan asuransi swasta untuk menyukseskan tercapainya cakupan semesta?
5. Apa yang melatarbelakangi perusahaan asuransi anda untuk menjalin koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan?
6. Menurut saudara, apakah dengan menjalin koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan akan mempercepat tercapainya cakupan semesta?
7. Apakah dengan menjalin kerja sama (koordinasi manfaat) dengan BPJS Kesehatan meningkatkan jumlah peserta di perusahaan asuransi anda?
8. Manfaat apakah yang anda peroleh dengan menjalin koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan?
9. Apakah dalam melakukan promosi program asuransi kesehatan perusahaan saudara menyampaikan bahwa perusahaan telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan?
Jika ya, bisa dijelaskan seperti apa?
10. Apakah hambatan atau tantangan yang saudara atau perusahaan asuransi saudara peroleh setelah menjalin koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan?
11. Bagaimanakan cara saudara atau perusahaan asuransi saudara mengatasi hambatan atau tantangan yang diperoleh setelah menjalin koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan?