repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... laporanpenelitian hibah...

19
Penelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA SEBAGAI BIOPESTISIDA Disusun Oleh: Putri Ramadhany, S.T., M.Sc., PDEng Dr. Ir. Judy Retti B. Witono, M.App.Sc. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2018

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

Penelitian Hibah Dosen Muda

Program Studi: Teknik Kimia

LAPORAN

PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA SEBAGAI

BIOPESTISIDA

Disusun Oleh:

Putri Ramadhany, S.T., M.Sc., PDEng

Dr. Ir. Judy Retti B. Witono, M.App.Sc.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Katolik Parahyangan

2018

Page 2: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

i

ABSTRAK

Penggunaan pestisida kimia di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, terutama dengan

digalakannya paket teknologi modern untuk menaikkan produktivitas di sektor pertanian dan

perikanan. Namun sayangnya, penggunaan pestisida kimia membawa pengaruh negatif dan

menjadi kendala baru dalam peningkatan produksi. Penggunaan pestisida kimia (seperti DDT

dan Eldrin) menyebabkan kerusakan ekosistem, pencemaran lingkungan, resurjensi dan

resistansi hama serta peninggalan residu kimia pada bahan pangan. Untuk itu, diperlukan

produk alternatif yang dapat mengurangi bahkan mengeliminasi dampak negatif penggunaan

pestisida kimia. Minyak nimba adalah salah satu produk yag berpotensi untuk menggantikan

pestisida kimia. Minyak nimba berasal dari biji pohon nimba yang merupakan tanaman anti-

feedant. Tanaman anti-feedant adalah tanaman yang memiliki bahan aktif alami yang dapat

mempengaruhi siklus hidup serangga. Serangga yang mengkonsumsi bagian dari pohon nimba

menjadi tidak dapat berkembang biak, kehilangan nafsu makan, terdapat perubahan fisiologis,

dan akhirnya mati. Bahan aktif yang terkandung di dalam pohon nimba bervariasi, diantaranya

adalah azadirachtin (AZA), nimbin, dan nimbinidin. Bahan – bahan aktif, terutama AZA,

paling banyak ditemukan pada minyak nimba. Kandungan azadirachtin dalam minyak nimba

sekitar 5000 – 6000 ppm dan dibutuhkan sekitar 20 – 50 g minyak nimba untuk memberantas

hama pada satu hektar lahan. Oleh karena itu, penggunaan minyak nimba dapat dianggap

menguntungkan secara ekonomis. Akan tetapi, minyak nimba memiliki viskositas yang tinggi,

sehingga minyak nimba sulit untuk disemprotkan langsung ke tanaman.

Penelitian yang dilakukan sebagai kajian awal untuk membuat emulsi biopestisida berbasis

minyak nimba. Banyak hal yang dapat mempengaruhi pembentukan emulsi oil-in-water,

diantaranya adalah tipe pengadukan, waktu pengadukan, temperatur pengadukan, jenis

surfaktan yang digunakan, dan formulasi baha baku. Pada penelitian awal ini, sekitar 10% berat

minyak nimba akan “dilarutkan” ke dalam pelarut air dengan penambahan 5% berat surfaktan.

Variasi awal yang dilakukan adalah variasi tipe surfaktan (Lutensol TO 6, TO 7, TO 8, XL 40,

dan XL 70) dan kondisi pengadukan (magnetic stirrer dan vortex). Temperatur pengadukan

dijaga konstan pada temperatur ruangan. Analisis yang dilakukan adalah uji creaming, uji

ukuran droplets, dan larva activity.

Dari kajian awal yang dilakukan, kedua tipe pengadukan sederhana magnetic stirrer dan

vortex dianggap kurang mampu untuk mendapatkan emulsi yang stabil dikarenakan munculnya

fenomena creaming (terbentuknya multifasa). Creaming pada magnetic stirrer muncul 30

menit setelah proses pengadukan selesai, sedangkan creaming pada vortex muncul satu jam

setelah pengadukan selesai. Pada pengadukan dengan menggunakan magnetic stirrer, droplets

minyak akan terpisah di permukaan larutan dalam kurun waktu dua jam. Hal ini menandakan

surfaktan yang belum bekerja secara efektif. Selain itu, ukuran droplets juga menjadi tolak

ukur dalam menganalisa kestabilan emulsi. Ukuran droplets rata-rata terletak pada rentang 4 –

10 μm, dimana hasil terbaik diperoleh dengan menggunakan surfaktan Lutensol TO 7 dengan

ukuran rata-rata 4,70 μm. Keefektifan biopestisida sebagai pembunuh serangga juga diuji

dengan menyemprotkan biospestisida pada makanan. Terbukti, makanan yang disemprotkan

dengan biopestisida tidak terdapat aktivitas pertumbuhan larva lalat, sedangkan yang tidak

disemprotkan biopestisida terdapat aktivitas pertumbuhan larva lalat.

Kata kunci: minyak nimba, neem oil, biopestisida, pestisida, DDT, azadirachtin.

Page 3: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

I.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................................... 1

I.2 PERUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 2

I.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................................................................... 2

I.4 RENCANA HASIL LUARAN ......................................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 3

II.1 PESTISIDA ..................................................................................................................... 3

II.2 POHON NIMBA ............................................................................................................. 4

II.3 MINYAK NIMBA SEBAGAI BIOPESTISIDA ............................................................ 5

II.4 EMULSI OIL IN WATER (O/W)..................................................................................... 6

II.5 STABILITAS EMULSI .................................................................................................. 7

BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................................... 9

III.1 ANALISIS MINYAK NIMBA ...................................................................................... 9

III.2 PEMBUATAN BIOPESTISIDA ................................................................................... 9

III.3 ANALISIS PRODUK .................................................................................................... 9

BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN ................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12

LAMPIRAN ............................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. Error! Bookmark not defined.

Page 4: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

1

BAB I. PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup

tinggi dengan nilai 5,2% pada kuartal dua tahun 2017 (World Bank, 2017). Berdasarkan Badan

Pusat Statistik (2017), pertumbuhan pendapatan domestik (PDB) tertinggi pada triwulan II

masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan 8,44%. Melalui data

yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Gambar 1, dapat terlihat bahwa Indonesia

masih memiliki peluang yang tinggi untuk meningkatkan produksi di sektor pertanian.

Gambar 1. Pertumbuhan PDB Beberapa Sektor Lapangan Usaha Triwulan II 2017 (q on q) (BPS, 2017)

Untuk meningkatkan pertumbuhan di sektor pertanian, pemerintah Indonesia pada tahun

1999 telah menggalakan beberapa program untuk menaikkan produktivitas sektor pertanian

melalui paket teknologi modern. Paket ini terdiri dari penggunaan pupuk kimia, pestisida

kimia, dan pemberian bibit unggul (Sutanto, 2002). Peningkatan produktivitas ini dinilai

berhasil dengan peningkatan produksi hingga 60% (Sutanto, 2002). Akan tetapi, dampak

negatif penggunaan paket ini mulai terlihat dan menjadi kendala baru dalam peningkatan

produksi. Penggunaan pestisida kimia (seperti DDT dan Eldrin) menyebabkan kerusakan

ekosistem, pencemaran lingkungan, resurjensi dan resistansi hama serta peninggalan residu

kimia pada bahan pangan (Ratna, 2009).

Di bidang perikanan sendiri, pestisida umum digunakan oleh nelayan untuk mengusir lalat

dan serangga mengganggu pada hasil tangkapan laut. Namun, seperti yang diketahui, pestisida

kimia adalah bahan kimia berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan

kesehatan pada manusia dan lingkungan sekitar. Tingkat toksisitas pestisida bergantung pada

lamanya pemaparan dan jumlah residu pestisida. Residu yang ditinggalkan pestisida pada

bahan pangan dilaporkan terdeteksi pada produk pangan dan ternak (Indraningsih, 2006).

Terdeteksinya residu pestisida dapat mengancam keamanan pangan di Indonesia.

Dengan latar belakang ini, penelitian akan dilakukan untuk mencari alternatif pestisida dari

bahan alami yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitar. Pohon nimba (Azadirachta

indica) adalah tanaman berpotensi yang dapat digunakan sebagai biopestisida. Pohon nimba

mengandung bahan aktif azadirachtin (C35H44O16) yang efektif dalam merusak siklus

hama/serangga tanpa merusak ekologi lingkungan.

Page 5: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

2

I.2 PERUMUSAN MASALAH

Pohon nimba tumbuh secara liar di Indonesia dan banyak ditemukan di daerah Jawa Barat.

Namun, saat ini pemanfaatan pohon nimba oleh masyarakat lokal masih belum maksimal.

Padahal, pohon nimba mengandung bahan aktif azadirachtin yang berguna sebagai pestisida

alami. Petani dan nelayan Indonesia masih bergantung pada penggunaan DDT untuk

membunuh hama tanaman dan serangga.

Kandungan aktif azadirachtin terbanyak terletak pada minyak nimba yang diekstraksi dari

biji buah nimba. Minyak nimba sendiri memiliki LC50 (Lethal Concentration yang

menyebabkan 50% mortalitas pada serangga) sebesar 0,249 ppm (Zanuncio, 2016). Minyak

nimba ini cukup pekat sehingga sulit untuk disemprotkan secara langsung, petani lokal di India

biasanya mengencerkan minyak nimba dengan air sebelum disemprotkan ke tanaman. Namun,

karena air dan minyak adalah fasa yang tidak dapat menyatu maka penggunaan minyak nimba

setelah pengenceran harus segera dilakukan sebelum terpisah kembali menjadi dua fasa.

Selain itu, efektivitas biopestisida berbasis minyak nimba juga dipengaruhi oleh kondisi

operasi seperti temperatur (Shannag, 2015). Oleh karena itu, melalui penelitian ini, penentuan

formulasi dan kondisi operasi pembuatan biopestisida berbasis minyak nimba akan dilakukan.

I.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah mencari kondisi operasi dan formulasi yang tepat untuk

mendapatkan biopestisida berbasis minyak nimba.

I.4 RENCANA HASIL LUARAN

Hasil keluaran dari penelitian ini adalah berupa penerbitan dalam satu jurnal nasional tidak

terakreditasi.

Page 6: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PESTISIDA

Menurut PP No.7 Tahun 1973 Pasal 1, yang dimaksud dengan pestisida adalah “Semua zat

kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas atau

mencegah hama-hama atau penyakit-penyakit yang merusak tanaman, memberantas

rerumputan, mematikan daun, dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur

atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk,

memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah binatang-binatang

yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan

penggunaan pada tanaman, tanah, dan air.”

Pestisida pada dasarnya adalah racun yang dirancang khusus (toxic by design) untuk

memberantas segala jenis hama. Pestisida dibagi menjadi beberapa golongan bergantung pada

penggunaannya (Indraningsih, 2006), yaitu:

Insektisida

Herbisida

Fungisida

Rodentisida

Pestisida berdasarkan komponen kimia yang membentuk dibagi menjadi karbamat,

organofosfat (OP), dan organoklorin (OC). Penggunaan OC cukup menyebar di sektor

pertanian Indonesia karena efektivitas dan harganya yang relatif murah. Namun, pestisida jenis

OC memiliki residu yang persisten, terbukti pestisida jenis ini memiliki residu yang cukup

tinggi pada produk pertanian atau ternak (Nirwan, 2014). Pestisida jenis OP memiliki toksisitas

yang sangat tinggi pada manusia. Pemaparan pestisida OP dalam waktu lama dapat

menyebabkan gangguan syaraf (Nirwan, 2014).

Gambar 2. Struktur Kimia Insektisida OC (DDT) dan OP (Klorpirifos)

Pestisida kimia memiliki laju metabolisme dan disposisi yang rendah, tergantung pada

temperatur ambient. Pestisida kimia yang banyak digunakan di Indonesia adalah DDT

(dichlorodiphenyltrichloroethane). DDT akan terdegradasi secara lambat menjadi DDD

(dichlorodiphenyldichloroethane) dan DDE (dichlorodiphenylchloroethane). Kedua turunan

DDT tersebut memiliki properti kimia dan fisik yang sama dengan DDT, kecuali aktivitas

biologisnya. Pada negara-negara tropis, DDT akan menguap lebih cepat, sehingga pada kurun

waktu yang lama DDT akan terakumulasi di atmosfer (van den Berg, 2009). DDT juga tidak

Page 7: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

4

larut dalam air dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap bahan-bahan organik di tanah. Half-

life DDT pada tanah di negara tropis sekitar 3-7 bulan dan 15 tahun untuk temperatur dingin

(van den Berg, 2009). Akumulasi residu DDT pada air, tanah, dan udara dapat

mengkontaminasi hasil pertanian, perikanan, dan peternakan.

Di Indonesia sendiri, residu pestisida pada bahan pangan dan ternak terbilang cukup tinggi.

Residu pestisida tidak hanya berasal dari pengontakan pestisida langsung ke tanaman,

melainkan berasal dari kontaminasi melalui hembusan angin, hujan, ataupun dari tanah

(Sulistiyono, 2004). Dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 bahwa residu pestisida kimia pada

tanaman pangan dan hasil ternak masih memiliki nilai yang lebih tinggi dari batas konsentrasi

maksimal yang ditentukan Depkes. Pemaparan residu pestisida yang terus menerus akan

membahayakan kesehatan manusia karena sifatnya yang karsinogenik. Half-life DDT pada

manusia adalah > 4 tahun, sedangkan turunan DDT, yaitu DDE, membutuhkan waktu lebih

dari 4 tahun untuk terurai (van den Berg, 2009).

Selain bersifat karsinogenik, pestisida kimia juga dapat merusak keseimbangan ekologi.

Penggunaan pestisida kimia secara terus menerus dapat mencemarkan air dan tanah, dan secara

tidak langsung menurunkan populasi hewan tanah dan air (Sulistiyono, 2004).

Tabel 1. Residu Pestisida pada Sayuran (Sulistiyono, 2004)

No Pestisida Residu (ppb) Jenis Sayuran Asal Sampel Batas Maksimal (Depkes)

(ppb)

1 DDT 4,422 Wortel Magelang 1,0

2 Endosulfan 625 Wortel Kuncen ---

3 Lindana 265 Wortel Cipanas 3,0

4 Diazinon 227 Sawi Salatiga 0,75

5 Aldrin 170 Wortel Magelang 0,1

Tabel 2. Residu Pestisida pada Susu di Jawa Barat (Indraningsih, 2006)

No Pestisida Residu (ppb)

1 Lindan 2,26

2 Heptaklor 5,28

3 Diazinon 7,96

4 CPM 0,36

5 Endosulfan 0,09

II.2 POHON NIMBA

Pohon nimba (Azadirachta indica) adalah salah satu tanaman yang memiliki sifat alami

sebagai pestisida. Pohon nimba disebut-sebut sebagai tanaman serba guna yang efektif dalam

mengatasi hama, mencegah erosi, dan “mendinginkan” temperatur udara karena pohonnya

yang rindang (National Research Council, 1992). Selain itu, tanaman ini juga memainkan peran

penting dalam pengobatan tradisional di India (National Research Council, 1992). Pohon

nimba diklasifikasikan sebagai antifeedant, dimana kandungan aktif dalam pohon nimba dapat

merusak siklus hidup serangga yang memakan bagian dari tanaman ini.

Page 8: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

5

Gambar 3. Pohon dan Buah Nimba

Pohon nimba mengandung berbagai macam bahan aktif. Lebih dari 135 komponen berhasil

diisolasi dari berbagai bagian pohon nimba. Komponen ini pada dasarnya diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu isoprenoids dan non-isoprenoids (Devi, 2015). Isoprenoids terdiri dari

diterpenoids dan triterpenoids yang mengandung protomeliacins, limonoids, azadirone,

vilasinin, dan csecomeliacins (nimbin, salannin, dan azadirachtin). Non-isoprenoids terdiri dari

protein, karbohidrat, sulfur, dan polyphenol (Devi, 2015). Bahan-bahan aktif ini dipercaya

sebagai racun bagi hama tanaman.

II.3 MINYAK NIMBA SEBAGAI BIOPESTISIDA

Minyak nimba adalah minyak yang diekstraksi dari biji buah nimba yang dapat digunakan

sebagai biopestisida (insektisida, mitisida, dan fungisida). Biji buah nimba mengandung 40%

minyak dan memiliki kandungan aktif azadirachtin yang tinggi dibandingkan produk pohon

nimba yang lain (Kothekar, 2008). Minyak nimba mengandung lebih dari 50% asam lemak

(fatty acids), termasuk oleic acids (58%), stearic acids (21,4%), palmitic acids (12,6%), dan

linoleic acids (2,1%) (Devi, 2011). Minyak nimba memiliki warna kekuningan, memiliki bau

sulfur/bawang putih, dan rasa yang sangat pahit yang tidak disukai oleh serangga (Waghmare,

2007).

Menurut Kothekar (2008), serangga yang memakan daun yang disemprotkan oleh minyak

nimba akan mengalami perubahan hormonal. Menyebabkan serangga kehilangan nafsu makan

dan mengganggu reproduksi dan maturasi serangga. Akibatnya, serangga akan cepat mati dan

tidak meninggalkan generasi baru. Minyak nimba sendiri tidak beracun bagi manusia, burung,

cacing tanah, dan hewan mamalia lain (Kothekar, 2008).

Menurut Patel (1998), dibutuhkan sekitar 20 – 50 g bahan aktif minyak nimba untuk

memberantas hama pada satu hektar lahan. Oleh karena itu, penggunaan minyak nimba dapat

dianggap menguntungkan secara ekonomis. Namun, minyak nimba memiliki viskositas yang

tinggi sehingga sulit untuk disemprotkan langsung ke tanaman (Waghmare, 2007).

Seperti dijelaskan sebelumnya, pohon nimba mengandung banyak bahan aktif, salah

satunya adalah azadirachtin. Buah nimba mengandung 0,2-0,6 % berat azadirachtin. Selain

azadirachtin, komponen aktif yang bermanfaat sebagai pestisida adalah salannin, nimbin,

Page 9: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

6

nimbinin, dan nimbinidin (Devi, 2011). Karakteristik azadirachtin dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Gambar 4. Struktur Kimia Azadirachtin (Campos, dkk., 2016)

Tabel 3. Karakteristik Azadirachtin (National Research Council, 1992)

Bentuk Molekul C35H44O16

Klasifikasi Triterpenoids

Berat Molekul (g/mol) 720

Titik Leleh (°C) 155 - 185

Penampakan Microcrystalline (kuning pucat)

Dosis minimum azadirachtin yang digunakan untuk biopestisida berbeda-beda tergantung

pada tipe hama yang diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh Zanunchio (2016) menyatakan

LD50 pada serangga Podisius nigrispinus adalah 0, 249 ppm, sedangkan menurut Bendzadjia

(2015) LD50 pada Drosophila melanogaster adalaha 0,67 μg/serangga. Menentukan kadar

azadirachtin pada minyak nimba tidaklah mudah karena minyak nimba memiliki banyak

kandungan bahan aktif. Ekstraksi azadirachtin harus dilakukan terlebih dahulu untuk

mengetahui kadar azadirachtin dalam minyak nimba. Analisis azadirachtin sendiri sebenarnya

bisa menjadi suatu judul penelitian tersendiri karena membutuhkan proses, waktu, dan biaya

yang tidak sedikit. Jika memungkinkan, analisis kadar azadirachtin dalam minyak nimba akan

dilakukan sebagai tahap pendahuluan. Namun, jika terdapat keterbatasan, akan dicari bahan

minyak nimba yang sudah diketahui kadar azadirachtin dalam label produknya.

Penelitian yang dilakukan Waghmare (2007) dan Kothekar (2008), tidak mengukur kadar

azadirachtin akan tetapi persentase berat minyak nimba. Kothekar (2008) menemukan dengan

konsentrasi emulsi 2% (persentase minyak nimba 30%), dapat membunuh larva hingga 100%.

II.4 EMULSI OIL IN WATER (O/W)

Permasalahan utama minyak nimba yang digunakan sebagai pestisida adalah nilai viskositas

yang tinggi, sehingga sulit untuk disemprotkan ke tanaman. Untuk mengatasi permasalahan

ini, maka minyak nimba akan “dilarutkan” ke dalam air atau disebut emulsi oil in water (o/w).

Emulsi adalah campuran dua komponen yang tidak saling melarutkan. Pembuatan emulsi o/w

dapat dilakukan dengan mencampurkan air, minyak, dan surfaktan. Berdasarkan

klasifikasinya, surfaktan dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu anionik, kationik, non-ionik,

dan amfoterik. Pemilihan jenis surfaktan harus sesuai dengan emulsi yang akan dibuat. Namun

Page 10: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

7

untuk pembuatan emulsi o/w, surfaktan non-ionik paling sering digunakan karena dapat

menjaga kestabilan emulsi.

Tabel 4. HLB dan jenis emulsi yang terbentuk (Williams, 2007)

Deskripsi Nilai HLB Emulsi

Tidak ada emulsi 1 – 4 Tidak ada

Poor emulsion 3 – 6 Emulsi w/o

Milky emulsion setelah pengadukan

dengan kecepatan tinggi

6 – 8 Emulsi w/o

Stable milky emulsion 8 – 10 Emulsi o/w

Translucent to clear emulsion 10 – 13 Emulsi o/w

Clear emulsion 13+ Emulsi o/w

Hydrophile Lipophile Balance (HLB) adalah sistem numerik yang digunakan untuk

menentukan rasio surfaktan yang dapat larut dalam air dan minyak (Williams, 2007). Semakin

rendah nilai HLB, menunjukkan kemudahan surfaktan untuk larut dalam fasa minyak.

Hubungan HLB dan jenis emulsi yang dibentuk dapat dilihat pada Tabel 4.

II.5 STABILITAS EMULSI

Emulsi pada dasarnya adalah dispersi dua larutan yang tidak saling melarutkan.

Penambahan surfaktan dapat ‘melarutkan’ dua campuran ini menjadi satu fasa. Pemilihan

surfaktan merupakan hal yang menentukan pembentukan dan kestabilan emulsi. Namun, tidak

jarang pula seiring dengan berjalannya waktu terjadi pemecahan emulsi. Proses pemecahan

emulsi dapat terjadi karena proses fisik dan kimia. Pemecahan emulsi juga dapat terjadi dalam

tahap penyimpanan karena distribusi partikel yang tidak merata dan perbedaan densitas antara

droplet dan media pelarut. Proses pemecahan emulsi digambarkan pada Gambar 5. Fenomena

pemecahan emulsi tidaklah sederhana dan membutuhkan analisis lebih lanjut mengenai

berbagai gaya yang terlibat.

Gambar 5. Skema pemecahan emulsi (Thadros, 2012)

Proses pemecahan yang umum terjadi pada emulsi adalah sedimentasi, creaming, flokulasi,

penggabungan (coalescence), disproporsionasi (Ostwald ripening), dan inversi fasa (Thadros,

Page 11: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

8

2012). Jika gaya dari luar seperti gaya gravitasi dan sentrifugasi melebihi gerak Brownian pada

droplet, maka emulsi memiliki kecenderungan untuk terpisah menjadi dua fasa (creaming dan

sedimentasi). Sedimentasi terjadi jika droplet memiliki densitas lebih berat dari media pelarut,

sedangkan creaming sebaliknya. Gaya tarik menarik van der Waals yang kuat dalam emulsi

dapat membentuk flokulan. Disproporsionasi terjadi saat droplet-droplet minyak dengan

ukuran kecil berdifusi satu sama lain membentuk droplet dengan ukuran besar. Penggabungan

(coalescence) hampir mirip dengan fenomena flokulasi, hanya saja proses penggabungan

disebabkan oleh fluktuasi di interface atau permukaan dua larutan. Inversi fasa terjadi jika

terdapat perubahan antara fasa terdispersi dan medium pelarut.

Page 12: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

9

BAB III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini pada dasarnya dilakukan dalam tiga tahap, yaitu analisis minyak nimba,

pembuatan biopestisida, dan analisis produk biopestisida.

III.1 ANALISIS MINYAK NIMBA

Minyak nimba yang digunakan akan dianalisis terlebih dahulu untuk dilihat kandungan

bahan aktif (azadirachtin) dan karakteristik fisiknya. Analisis bahan aktif dilakukan dengan

menggunakan FTIR dan Gas Chromatography.

III.2 PEMBUATAN BIOPESTISIDA

Pembuatan biopestida dilakukan dengan cara pembuatan emulsi oil in water. Bahan yang

dibutuhkan adalah minyak nimba, air, dan surfaktan (Lutensol TO6, TO7, TO8, XL 40, dan

XL70). Prosedur pembuatan emulsi mencakup pengadukan air, minyak, dan surfaktan pada

berbagai variasi surfaktan dan jenis pengadukan. Temperatur pengadukan dijaga konstan pada

25 °C.

Formulasi nimba dijaga konstan terlebih dahulu mengikuti referensi dari Waghmare, 2007.

Formulasi awal memiliki kandungan minyak nimba 10 %-berat dan surfaktan 5 %-berat.

Tempuhan percobaan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Variasi Pembuatan Biopestisida Berbasis Minyak Nimba

No Surfaktan Tipe

Pengadukan

1 TO6

Magnetic

Stirrer

2 TO7

3 TO9

4 XL40

5 XL70

6 TO6

Vortex

7 TO7

8 TO9

9 XL40

10 XL70

III.3 ANALISIS PRODUK

Kadar AZA dalam ninyak nimba diukur dengan menggunakan Gas Chromatography di UPI,

Bandung.

Tes yang dilakukan adalah tes stabilitas emulsi (creaming test), ukuran partikel droplets,

dan tes dosis mortalitas serangga.

Creaming test dilakukan untuk mengetahui kestabilan emulsi melalui observasi mata.

Pembentukan dua fasa akan dicatat waktunya. Ukuran partikel droplet rata-rata diukur dengan

menggunakan miksroskop dan software imageJ. Tes dosis mortalitas diukur dengan

Page 13: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

10

meneteskan emulsi minyak nimba pada daging mentah dan dilihat apakah terdapat

pertumbuhan larva lalat seiring dengan waktu.

Tabel 6. Uji stabilitas emulsi

Uji stabilitas Metode Tempat

Ukuran droplet Mikroskop UNPAR

Creaming Penyimpanan UNPAR

Psychochemical Tegangan permukaan UNPAR

Page 14: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

11

BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN

Pada dasarnya peta penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6. Berhubung penelitian ini

adalah penelitian langkah awal, oleh sebab itu penelitian ini akan dititikberatkan pada tahap

tinjauan pustaka, pengembangan hipotesis, penelitian pendahuluan, penelitian utama, dan uji

analisis produk. Salah satu tujuan utama penelitian ini adalah untuk mencari formulasi dan

kondisi proses yang tepat dalam pembuatan emulsi biopestisida.

Jadwal perencanaan penelitian dalam waktu satu tahun ke depan dapat dilihat dalam Tabel

7. Rencana hasil luaran berupa penerbitan jurnal nasional tidak terakreditasi.

Tabel 7. Jadwal Penelitian untuk Satu Tahun

Kegiatan Des

17

Jan

17

Feb

18

Mar

18

Apr

18

Mei

18

Jun

18

Jul

18

Aug

18

Sep

18

Okt

18

Nov

18

Des

18

1. Membuat proposal

2. Analisis minyak nimba

3. Studi pustaka

4. Penelitian Utama

5. Analisis produk

6. Membuat laporan

7. Mempersiapkan hasil

luaran

Gambar 6. Peta Penelitian

Page 15: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

12

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Stabilitas Emulsi

Pada dasarnya emulsi adalah pencampuran dua atau lebih komponen yang tidak saling

melarutkan. Untuk itu, dibutuhkan komponan yang disebut surfaktan atau emulsifier untuk

mendispersikan dua komponen yang tidak melarutkan. Pemilihan surfaktan menjadi bagian

penting dalam stabilitas emulsi. Di dalam penelitian ini, terdapat lima variasi surfaktan jenis

Lutensol, yaitu TO6.TO7.TO8, XL40, dan XL70.

Untuk proses emulsifikasi, dibutuhkan energi dari luar untuk mengekspansi tegangan antar

permukaan. Dalam penelitian ini digunakan dua metode pengadukan, yaitu: magnetic stirrer

dan vortex.s

Gambar 1. Fenomena creaming pada variasi surfaktan (magnetic stirrer)

Page 16: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

13

Gambar 2. Fenomena creaming pada variasi surfaktan (vortex)

Table 1. Diameter Partikel Rata-Rata

Jenis Surfaktan Diameter Droplets Rata-Rata (μm)

Magnetic Stirrer Vortex

TO6 5,3 5,1

TO7 4,7 4,7

TO8 9,5 6,9

XL40 8,0 7,4

XL70 10 7,9

Gambar 3. Droplets dengan surfaktan XL40

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari

DAFTAR PUSTAKA

Bendjazia, Morakchi, Aribi, 2015, Growth and molting disruptions effects of Azadirachtin against Drosophila

melanogaster, Journal of Entomology and Zoology Studies, 363 – 368.

Bond, C., Buhl, K., Stone, D. 2012. Neem Oil General Fact Sheet, National Pesticide Information Center, Oregon

State University Extension Services.

Campos, E.V.R., de Oliveira, J.L., dkk., 2016, Neem Oil and Crop Protection: From Now to The Future, Frontier

in Plant Science, 7: 1 – 8.

Devi,N., Maji, T.K., 2011, Neem Seed Oil: Encapsulation and Controlled Release, In-Tech. 191 – 231.

Ghotbi, Khatibzadeh, Kordbacheh, 2014, Preparation of Neem Seed Oil Nanoemulsion, Proceedings of The 5th

International Conference of Nanotechnology, p. 150.

Page 17: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

14

Indraningsih, 2006, Sumber Kontaminan dan Penanggulangan Residu Pestisida Pada Pangan Produk Peternakan;

Suatu Tinjauan, Media Publikasi Litbang Pertanian, 92 – 108.

Kothekar, S.C., Momin, S.A., Formulating Neem Oil Emulsion as Potent Agrochemicals Using a Binary

Emulsifier System, 2008, Journal of Dispersion Science and Technology, 29: 919 – 929.

National Research Council, H., 1992, Neem: A Tree for Solving Global Problems, National Academy Press.

Nirwan,L.M., 2014, Uji Cepat Residu Insektisida Organofosfat dan Organoklorin dengan Alat Multimeter Digital,

Repositori Institut Pertanian Bogor (IPB).

Patel, A., Devi, S., 1998, Dispersion of Neem Oil, J.Surf.Sci. Tech, 14: 169 – 175.

Ratna, Y., Trisyono, Y,A.,Untung, K, dkk, 2009, Resurjensi Serangga Hama Karena Perubahan Fisiologi

Tanaman dan Serangga Sasaran Setelah Aplikasi Insektisida, Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, 15:

55 – 64.

Saliem, H.P., Kariyasa, K., dkk., 2015, Prospek Pengembangan Pertanian Modern Melalui Penggunaan Teknologi

Mekanisasi Pertanian Lahan Padi Sawah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian

Pertanian.

Sulistiyono, L., 2004, Dilema Penggunaan Pestisida dalam Sistem Pertanian Tanaman Hortikultura di Indonesia,

Makalah Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Sutanto, R., 2002, Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelnajutan, Kanisius.

Shannag, H.K, Capinera, J.L., Freihat, N.M., 2015, Effects on Neem-Based Insesticides on Consumption and

Utilization of Food in Larvae Spodoptera eridania (Lepidoptera: Noctuidae). Journal of Insect Science,

Volume 15: 1 – 6.

Tadros, Tharwat., 2012, Emultion Formation and Stability, Wiley-VCH.

Van den Berg, 2009, Global Status of DDT and Its Alternatives for Use in Vector Control to Prevent Disease,

Environment Health Perspectives, 117: 1656 – 1663.

Waghmare, J.T., Ware, A.M., Momin, S.A., 2007, Neem Oil as Pesticides, Journal of Dispersion Science and

Technology, 28: 323 – 328.

Williams, J., 2007, Handbook for Cleaning/Decontaminations of Surface, Science Direct.

World Agroforestry Centre, Handbook on Pesticidal Plants, University of Greenwich.

Zanuncio, J.C., dkk., 2016, Toxic Effects of The Neem Oil (Azadirachta Indica) Formulation on The Stink Bug

Predator Podisus nigrispinus (Heteroptera: Pentatomidae), Scientific Reports, 1 – 8.

Page 18: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

15

LAMPIRAN

REKAPITULASI DANA

Perincian Dana

Bahan Baku - Minyak nimba Rp 1.000.000,00

- Surfaktan Rp 2.000.000,00

Honor di Luar Team Rp 1.500.000,00

Analisis Rp 5.000.000,00

Makan Rp 500.000,00

Total Rp 10.000.000,00

Page 19: repository.unpar.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 7715... LAPORANPenelitian Hibah Dosen Muda Program Studi: Teknik Kimia LAPORAN PEMBUATAN EMULSI BERBASIS MINYAK NIMBA

16