lapkas hipertensi

17
BAB I PENDAHULUAN Bangsa Indonesia sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan ke arah masyarakat industri memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memicu meningkatnya penyakit tidak menular. Adanya perubahan dalam pola kehidupan tersebut menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi penyakit yang ditunjukkan dengan adanya kecenderungan perubahan pola kesakitan dan pola penyakit utama penyebab kematian, dimana terdapat penurunan prevalensi penyakit infeksi, sedangkan prevalensi penyakit non infeksi atau degeneratif seperti: hipertensi, stroke, kanker dan sebagainya, justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk, sehingga dewasa ini lebih sering dijumpai penduduk berusia lanjut. Pada tahun 2000, jumlah penduduk lansia (>60 tahun) di seluruh dunia sekitar 6,8% dari total populasi penduduk dunia dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2025. Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah kesehatan adalah penyakit hipertensi. Hipertensi sampai saat ini menjadi masalah kesehatan karena sekitar 90% tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi disebut juga dengan The Silent Killer karena sering kali dijumpai tanpa gejala, yang apabila tidak diobati dan

Upload: arni-zulsita

Post on 24-Nov-2015

38 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Bangsa Indonesia sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan ke arah masyarakat industri memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memicu meningkatnya penyakit tidak menular. Adanya perubahan dalam pola kehidupan tersebut menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi penyakit yang ditunjukkan dengan adanya kecenderungan perubahan pola kesakitan dan pola penyakit utama penyebab kematian, dimana terdapat penurunan prevalensi penyakit infeksi, sedangkan prevalensi penyakit non infeksi atau degeneratif seperti: hipertensi, stroke, kanker dan sebagainya, justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk, sehingga dewasa ini lebih sering dijumpai penduduk berusia lanjut. Pada tahun 2000, jumlah penduduk lansia (>60 tahun) di seluruh dunia sekitar 6,8% dari total populasi penduduk dunia dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2025.

Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah kesehatan adalah penyakit hipertensi. Hipertensi sampai saat ini menjadi masalah kesehatan karena sekitar 90% tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi disebut juga dengan The Silent Killer karena sering kali dijumpai tanpa gejala, yang apabila tidak diobati dan ditanggulangi akan menimbulkan komplikasi yang bisa berakhir pada kematian.Secara keseluruhan, diperkirakan 20% dari penduduk berusia dewasa di dunia menderita hipertensi. Prevalensinya meningkat secara drastis pada lansia. Di beberapa negara, 50% dari penduduk pada kelompok umur ini menderita hipertensi. Survey kesehatan nasional di beberapa negara menunjukkan prevalensi tinggi buruknya kontrol hipertensi. Suatu studi menunjukkan prevalensi hipertensi di Kanada 22% dengan hipertensi terkontrol sebanyak 16%, di Mesir sebanyak 26,3% hipertensi dengan 8% hipertensi terkontrol, sedangkan di China sebanyak 13,6% hipertensi dengan 3% hipertensi terkontrol. Hipertensi emergensi biasanya ditemui pada pasien hipertensi yang tidak secara rutin mendapat terapi antihipertensi. Diperkirakan sebanyak 1% pasien dengan riwayat hipertensi akan mengalami hipertensi emergensi. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran. Menyadari pentingnya pemahaman yang lebih mendalam dalam hal klinis hipertensi emergensi baik secara teoritis maupun aplikasi pasien, maka laporan kasus ini dibuat untuk dapat menelaah lebih jauh seluk beluk hipertensi emergensi mulai dari teoritis, diagnosis, hingga penatalaksanaan pasien di lapangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah diatas normal. Menurut pedoman The Seventh Report of Joint National Committeeon Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNCVII) (2009) , terdapat empat kategori definisi tekanan darah, yaitu: Tekanan darah normal: tekanan darah sistolik 120 mmHg dan atau tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (tabel II).Tabel I : Hipertensi emergensi (darurat )

TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.Pendarahan intra kranial, trombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.Hipertensi ensefalopati.Aorta diseksi akut.Oedema paru akut.Eklampsi.Feokhromositoma.Insufisiensi ginjal akut.Infark miokard akut, angina unstable.Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.- Cedera kepala.- Luka bakar.- Interaksi obat.

Tabel II: Hipertensi Urgensi (mendesak)

Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.Hipertensi post operasi.Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

2.3.Hipertensi Emergensi

2.3.1.Epidemiologi

Hipertensi emergensi biasanya ditemui pada pasien hipertensi yang tidak secara rutin mendapat terapi antihipertensi. Diperkirakan sebanyak 1% pasien dengan riwayat hipertensi akan mengalami hipertensi emergensi. Secara keseluruhan, diperkirakan 20% dari penduduk berusia dewasa di dunia menderita hipertensi. Prevalensinya meningkat secara drastis pada lansia. Di beberapa negara, 50% dari penduduk pada kelompok umur ini menderita hipertensi. Survey kesehatan nasional di beberapa negara menunjukkan prevalensi tinggi buruknya kontrol hipertensi. Suatu studi menunjukkan prevalensi hipertensi di Kanada 22% dengan hipertensi terkontrol sebanyak 16%, di Mesir sebanyak 26,3% hipertensi dengan 8% hipertensi terkontrol, sedangkan di China sebanyak 13,6% hipertensi dengan 3% hipertensi terkontrol 2.3.2.Patofisiologi

Patofisiologi hipertensi emergensi kurang dimengerti, bervariasi berdasarkan etiologinya. Salah satu fenomena yang diakui ialah peningkatan secara tiba-tiba dalam resistensi pembuluh darah sistemik sekunder terhadap vasokonstriktor humoral yang muncul. Juga terdapat bukti adanya pencapaian tekanan arterial kritis yang melampaui kemampuan target organ untuk mengkompensasinya, mengakibatkan terbatasnya aliran darah ke organ. Serangkaian kejadian ini memicu stress mekanikal dinding pembuluh juga kerusakan endotelial berakibat pada peningkatan permeabilitas, aktivasi kaskade koagulasi termasuk datangnya trombosit dan deposisi fibrin. Terjadinya nekrosis fibrinoid di arteriol dapat dikenali secara klinis lewat hematuria yang terjadi ketika ginjal terganggu, atau perdarahan arterial atau eksudat pada pemeriksaan fundus ketika mata terganggu. Sistem renin-angiotensin teraktivasi, mengarah pada vasokonstriksi yang lebih jauh. Berkurangnya volume dapat terjadi akibat natriuresis, menyebabkan keluarnya vasokonstriktor yang lebih banyak dari ginjal. Hal ini mengakibatkan hipoperfusi organ dengan iskemia dan disfungsi.

2.3.3.Gejala dan Pemeriksaan Klinis

Gejala klinis bervariasi berdasarkan penyebab hipertensi emergensi. Diseksi aorta akut misalnya, ditandai dengan nyeri hebat tiba-tiba(90%), biasanya di dada (78%), sering digambarkan seperti dirobek-robek, dan menyebar hingga ke regio interskapular. Hanya 31% mengalami defisit nadi, 28% murmur diastolik dan 17% mengalami defisit neurologis. Foto thoraks abnormal pada 90% pasien. Pasien dengan nyeri dada harus di periksa EKG dan biomarker jantunguntuk menyingkirkan kemungkinan sindrom koroner akut. Pasien dengan hipertensi ensefalopati akan mengalami gangguan kesadaran, sering disertai dengan nyeri kepala, muntah, dan terkadang kejang. Beberapa pasien mungkin mengalami papiledema (34%), pendarahan atau eksudat di retina (25%), atau hematuria (60%). Defisit neurologis fokal lebih sering dikaitkan dengan stroke. Diagnosis hipertensi ensefalopati dapat dikonfirmasi dengan menemukan edema serebral pada MRI. Pasien dengan gagal ginjal akut mungkin mengalami oedem, oliguria, kehilangan nafsu makan, mual dan muntah, dan atau gangguan kesadaran. Tes fungsi ginjal dan urinalisis dapat memastikan diagnosis.

2.3.4.Penatalaksanaan

Pengobatan hipertensi emergensi memerlukan obat yang segera menurunkan tekanan darah dalam menit-jam sehingga umumnya bersifat parenteral. Di Indonesia banyak dipakai pada tabel berikut:

Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia

ObatDosisEfekLama KerjaPerhatian

Nifedipin 5-10 mgCaptopril 12,5-25 mgKlonidin 75-150 ugPropanolol 10-40 mgDiulang 15 menit

Diulang /30 menit

Diulang /jam

Diulang /30 menit5-15 menit

15-30 menit

30-60 menit

15-30 menit4-6 jam

6-8 jam

8-16 jam

3-6 jamGangguan koroner

Stenosis a. Renalis

Mulut kering, ngantuk

Bronkokonstriksi, blok jantung

Obat hipertensi parenteral yang dipakai di Indonesia

ObatDosisEfekLama KerjaPerhatian

Klonidin iv 150 ugNitrogliserin ivNikardipin ivDiltiazem ivNitroprusid iv6 amp per 250 cc glukosa 5% mikrodrip

Mulai 5 ug/menit, naikkan hingga max 200 ug/menit

0,5-6 ug/kgBB/menit

5-15 ug/kg/menit

0,25 ug/kg/menit30-60 menit

2-5 menit

1-5 menit

1-5 menit

langsung24 jam

5-10 menit

15-30 menit

15-30 menit

2-3 menitEnsefalopati dengan gangguan koroner

Untuk memudahkan penilaian dan tindakan, dibuat bagan seperti yang tercantum pada tabel berikut:

KelompokBiasaMendesakDarurat

Tekanan Darah

Gejala

Pemeriksaan fisik

Pengobatan

Rencana>180/110

Tidak ada, terkadang sakit kepala, gelisah

Organ target tak ada keluhan

Awasi 1-3 jam, obat oral

Periksa ulang dalam 3 hari>180/110

Sakit kepala hebat, sesak napas

Gangguan organ target

Awasi 3-6 jam, obat oral jangka kerja pendek

Periksa ulang dalam 24 jam>220/140

Sesak napas, nyeri dada, gangguan kesadaran

Ensefalopati, edema paru, gangguan fungsi ginjal, CVA, iskemia jantung

Pasang jalur intravena, periksa laboratorium standar, terapi obat intravena

Rawat ruangan/ICU

BAB 3

LAPORAN KASUS

Nama pasien: Ny. TUmur: 56 tahun

Seks: PerempuanPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAgama: Islam

Alamat: Huta II Marihat Tempel Nagori Pematang SyahkudaHari / Tanggal: Rabu / 1 Januari 2014

Keluhan utama: nyeri kepala

Anamnesis: Hal ini telah dialami os sejak 3 bulan lalu, namun memberat 1 hari ini. Pasien merasa kepalanya seperti diremas-remas. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak berkurang dengan obat penghilang rasa nyeri. Pasien juga merasa penglihatannya kabur. Selain itu, pasien juga merasa kaki kiri dan tangan kirinya lemas. Hal ini dialami pasien sejak i hari yang lalu. Muntah dialami pasien sebanyak 2 kali dalam 1 hari ini. Muntah diawali rasa mual. BAK (+), sedikit, berwarna kuning keruh. BAB normal. Riwayat trauma tidak dijumpai. Riwayat pingsan tidak dijumpai. Riwayat kejang tidak dijumpai. Riwayat hipertensi disangkal pasien, pasien tidak pernah memeriksakan tekanan darahnya. Riwayat kencing manis tidak dijumpai.

RPT: -

RPO: refagan

Status Presens :

Kesadaran : CMTD : 240/140 mmHgHR:110 x/menit, reguler

RR: 24 x/menit

Suhu : 37,3 C

Pemeriksaan Fisik :

Kepala: simetris; mata: conj. Palp. Inf. Pucat(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil anisokor, RC(+/+)Dinding Toraks: Inspeksi: Simetris Fusiformis

Palpasi: SF ka=ki, kesan normal

Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi: SP: vesikuler ST:-Abdomen

: Inspeksi: Simetris

Palpasi: Soepel

Perkusi: Timpani

Auskultasi: peristaltik (+) normalEkstremitas

: Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-), Brudzinsky 1-2 (-/-)

Pemeriksaan kekuatan otot tidak dilakukan

Diagnosa kerja : Hipertensi Emergensi Pengobatan :

Bed Rest

IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Furosemide 40 mg/12 jam

Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

ISDN 5 mg (k/p)

Captopril 3 x 25 mg

Rencana :

Rujuk ke RS Jasamen Siantar

Follow up ruangan, 1 januari 2014, pkl 17.00 WIB

KU : mual (+), nyeri kepala (+) Vital Sign:

Sensorium

: Compos mentisTekanan Darah: 180/100 mmHgPols

: 84 x/iLaju Pernapasan: 20 x/iSuhu

: 36,5 oC

Terapi : Bed rest

IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Furosemide 40 mg/12 jam

Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

ISDN 5 mg (k/p)

Captopril 3 x 25 mg

Rencana:Rujuk ke RS Jasamen Siantar (tunggu keluarga)

Follow up ruangan, 1 januari 2014, pkl 21.00 WIB

KU : mual (+), nyeri kepala (+) Vital Sign:

Sensorium

: Compos mentisTekanan Darah: 200/100 mmHgPols

: 92 x/iLaju Pernapasan: 24 x/iSuhu

: 37,6 oC

Terapi : Bed rest

IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Furosemide 40 mg/12 jam

Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

ISDN 5 mg (k/p)

Captopril 3 x 25 mgDiberikan captopril 25 mg pkl 21.00 WIB Pkl 21.30 TD: 180/90

Diberikan captopril 25 mg pkl 21.30 WIB Pkl 22.00 TD: 160/90

Pkl 22.30 TD: 170/90Rencana:Rujuk ke RS Jasamen Siantar (besok pagi)BAB 4KESIMPULAN DAN SARAN1.1. Kesimpulan

Dari laporan kasus yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan hipertensi emergensi merupakan hipertensi berat dengan TD diastolik >120 mmHg disertai dengan gangguan target organ. Dalam kasus ini diagnosis dapat ditegakkan secara klinis melalui anamnesis berupa keluhan nyeri kepala hebat dan gangguan penglihatan yang menggangu kondisi umum dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik dengan ditemukannya kenaikan tekanan darah hingga 240/140 mmHg dan ditemukan adanya pupil anisokor pada pemeriksaan klinis. Penatalaksanaan awal yang diberikan pada pasien adalah dengan medikamentosa, yaitu dengan pemberian antihipertensi berupa ISDN disertai dengan diuretik dan ACE inhibitor.1.2. Saran

Dibutuhkan management penatalaksanaan yang tepat pada pasien, sehingga komplikasi dapat dihindari. DAFTAR PUSTAKA

Cline, D.M., 2008. Drug Treatment for Hypertensive Emergencies. Emergency Medicine Cardiac Research and Education Group. January 2008: Volume 1.

Dreisbach, A.W., 2013. Epidemiology of Hypertension. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1928048-overviewKurnia, R. 2007. Karakteristik Penderita Hipertensi yang Dirawat Inap di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Sumatera Barat Tahun 2002-2006. Skripsi FKM USU

Pollack, C.V., Rees, C.J., 2008. Hypertensive Emergencies: Acute Care Evaluation and Management. Emergency Medicine Cardiac Research and Education Group. 2008: Volume 3.

Roesma, J., 2009. Krisis Hipertensi. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta. FK UI: 627-628Vaughan, C.J., Delanty N., 2000. Hypertensive Emergencies. The Lancet 2000; 356:411-17