lap dietetik
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Lap Dietetik
1/40
A. JUDUL PRAKTIKUM : GIZI BURUKB. HARI/TGL PRAKTIKUM : RABU, 20 MARET 2013C. PRAKTIKUM KE : I (SATU)D. KELOMPOK KE : 3 (TIGA)E. NAMA KELOMPOK : -Feriskayanti H
-Fenny Kurniawaty
-Natalis Kurnianda
BAB I
PENDAHULUAN & TUJUAN
F. PENDAHULUANMasalah Gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Banyak sekali yang
menyebabkan masalah gizi terutama kemiskinan dan aspek pengetahuan serta perilaku
yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan ini akan mempengaruhi tingkat
kesehatan dan umur harapan hidup. Secara umum, di Indonesia terdapat 2 masalah gizi
yaitu masalah gizi makro dan masalah gizi mikro. Pada dasar kurang gizi makro adalah
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energy dan protein dan disertai dengan
kekurangan zat gizi mikro. Data susenas menunjukkan bahwa Prevalensi gizi kurang,
menurun dari 37,5 % menjadi 24,6 %, Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan
penurunan prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat.
Oleh karena itu, pentingnya memperhatikan dengan baik masalah gizi.
G. TUJUAN Untuk mengetahui tatalaksanan penanganan gizi buruk yang baik dan benar
dengan member asupan makanan sesuai keadaan pasien.
Untuk dapat mempraktikkan secara benar menu makanan bagi penderita giziburuk.
Untuk mengetahui secara langsung jenis-jenis makanan penderita gizi buruk.
BAB II
-
7/22/2019 Lap Dietetik
2/40
TINJAUAN PUSTAKA
H. TINJAUAN PUSTAKAGizi buruk adalah suatu keadaan patologis yang terjadi akibat tidak terpenuhinya
kebutuhan tubuh akan berbagai zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama (Moehji,
2002). Gizi buruk adalah suatu kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi atau nutrisinya
berada dibawah standar rata-rata (Nency, 2005). Gizi buruk merupakan status kondisi
seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih
menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami
oleh bayi dibawah lima tahun (balita).
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni
gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan keduaduanya. Gizi buruk ini
biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang
dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di
bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan
kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai
oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari
proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005)
Kejadian Gizi Buruk pada anak balita mengarah pada kondisi kurang gizi pada
anak balita. Kondisi kurang gizi ini secara langsung dapat dipengaruhi oleh:
a. Konsumsi makanan yang tidak adekuat
Konsumsi makanan yang tidak adekuat mengarah pada bahwa makanan yang
dikonsumsi oleh anak balita kurang memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang
memenuhi syarat gizi seimbang. Konsumsi makan yang tidak seimbang akan
menimbulkan ketidakcukupan pasokan zat gizi ke dalam sel-sel tubuh (Indrawani dalam
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM-UI, 2007).
-
7/22/2019 Lap Dietetik
3/40
Defisiensi zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di kalangan anakanak
ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat kekurangan konsumsi makanan dan
hambatan mengabsorbsi zat gizi. Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber tenaga
yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein yang digunakan oleh
tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh. Kekurangan zat
gizi pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan badan anak atau adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat
gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif (Sjahmien, 2003).
Menurut Soekirman (1999) dalam Made Amin et al. (2004) menyatakan bahwa
penyebab dari tingginya prevalensi gizi kurang secara langsung adalah adanya asupan
gizi yang tidak sesuai antara yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh, dimana asupangizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola pengasuhan terhadap anak yang
diberikan oleh ibu. Hal ini senada dengan pernyataan Irawan (2004) yang menyebutkan
bahwa gizi kurang dan gizi buruk adalah manifestasi karena kurangnya asupan dari
protein dan energi dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi AKG dan
biasanya juga terdapat kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Konsumsi makanan
yang tidak adekuat ini erat pula kaitannya dengan keadaan infeksi pada anak balita. Anak
yang tidak cukup mendapatkan makanan maka daya tahannya akan melemah sehingga
mudah diserang infeksi yang akan mengurangi nafsu makan sehingga pada akhirnya
dapat menderita gizi kurang (Proyek Perbaikan Gizi Masyarakat, 2001).
b. Konsumsi makanan PMT-P yang tidak adekuat
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi gizi buruk adalah dengan PMT-P.
PMT-P bertujuan memulihkan keadaan gizi anak balita gizi buruk melalui pemberian
makanan dengan kandungan gizi yang terukur sehingga kebutuhan gizi balita terpenuhi.
Sasaran PMT-P adalah anak balita gizi buruk yang dirawat di tingkat rumah tangga
(Wonatorey et al., 2006). Terpenuhinya kebutuhan gizi anak balita tergantung dari asupan
zat gizi anak balita. Bagi anak balita gizi kurang ataupun gizi buruk yang mendapat
PMT-P, maka asupan zat gizi anak balita yang dimaksud adalah semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi oleh anak balita dalam satu hari sebelumnya, terdiri dari
-
7/22/2019 Lap Dietetik
4/40
makanan yang berasal dari paket PMT-P dan makanan yang diberikan sehari-hari
(Wonatorey et al., 2006). Dalam penelitiannya, Made Amin et al. (2004) mengungkapkan
bahwa semakin baik asupan gizi maka semakin baik status gizi anak dan ditemukan
adanya hubungan yang bermakna. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Soekirman
(1999) bahwa asupan gizi berpengaruh pada status gizi yang baik akan tercipta status gizi
yang baik (Made Amin et al., 2004). Oleh karena itu, konsumsi makanan PMT-P yang
tidak adekuat juga akan berpengaruh terhadap status gizi anak balita.
c. Penyakit infeksi
WHO (1976) dalam Suryono dan Supardi (2004) mengidentifikasikan faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap status gizi adalah infeksi, distribusi zat gizi pada
anggota keluarga, ketersediaan pangan serta penghasilan rumah tangga. Anak-anak
dengan gizi buruk daya tahannya menurun sehingga mudah terserang infeksi. Penyakit
infeksi yang sering diderita oleh anak dengan gizi buruk adalah diare dan ISPA (United
Nation, 1997 dalam Suryono dan Supardi, 2004). Kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis umumnya disertai dengan penyakit infeksi
seperti diare, ISPA, tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya (Direktorat Bina Gizi
Masyarakat, 2007). Menurut Scrimshaw et al. (1959) dalam Supariasa (2001)
menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus, dan
parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi
dengan penyakit infeksi dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan
mempercepat malnutrisi.
Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersamaan, yaitu:
1) Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, dan
kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit;
2) Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat penyakit diare, mual atau muntah
dan perdarahan yang terus-menerus;
-
7/22/2019 Lap Dietetik
5/40
3) Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host)
dan parasit yang terdapat di dalam tubuh.
d. Penyakit bawaan
Penyebab Gizi buruk sangat banyak dan bervariatif. Beberapa faktor bisa berdiri
sendiri atau terjadi bersama-sama. Di Kabupaten Kulonprogo, Gizi Burukala Dinas
Kesehatan Kulonprogo, dr.Lestaryono, Mkes. mengungkapkan bahwa cukup banyak anak
gizi buruk di Kabupaten Kulonprogo yang faktor utama penyebabnya adalah penyertaan
penyakit bawaan seperti hydrocephalus dan jantung bawaan dimana tingkat keberhasilan
penyembuhannya relatif kecil (Judarwanto, 2008).
e. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
Bayi baru lahir memerlukan kebutuhan yang sangat spesifik karena pada hari-hari
pertama kehidupannya memerlukan adaptasi fisiologis dan psikologis dari lingkungan
intrauterin ke lingkungan ekstrauterin. Perawatan yang dibutuhkan terutama berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kebersihan diri, perawatan tali pusat dan
kebutuhan istirahat tidur (Sacharin, 1996 dalam Rohmah et al., 2008). Pada bayi dengan
berat lahir rendah maka perlu dilakukan perawatan yang lebih ekstra terutama terkaitdengan pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi, karena akan berpengaruh terhadap status
gizinya. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir kurang dari 2500 gram
(2,5 kilogram). Bayi BBLR prematur atau kecil untuk umur kehamilannya (Moore dalam
Melfiati, Ed., 1994). Hadi (2005) menyebutkan bahwa keadaan risiko pada anak balita
gizi kurang dimulai pada bayi dengan BBLR yang mempunyai risiko lebih tinggi untuk
meninggal dalam lima tahun pertama kehidupan. Bayi non BBLR dengan asupan gizi
kurang dari kebutuhan serta masa rentan terinfeksi kuman penyakit di awal kehidupan
dapat mengakibatkan penurunan status gizi. Angka teringgi yang menunjukkan adanya
penurunan status gizi anak balita lahir non BBLR di Indonesia terdapat pada kelompok
umur 1824 bulan (Hadi, 2001 dalam Hadi, 2005). Semakin kecil dan semakin prematur
bayi maka semakin tinggi risiko gizinya (Moore dalam Melfiati, Ed., 1994).
-
7/22/2019 Lap Dietetik
6/40
Faktor yang Secara Tidak Langsung Mempengaruhi Kejadian Gizi Buruk pada
Anak Balita
a. Karakteristik Anak Balita
1) Umur
Anak balita (bawah lima tahun) atau berumur 0-59 bulan merupakan kelompok
umur yang paling rentan menderita KEP karena sedang dalam masa pertumbuhan
sehingga memerlukan asupan gizi yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya
(Soeditama, 2004). Masa kanak-kanak 1-5 tahun merupakan masa dimana kegiatan fisik
anak meningkat. Menurut Muaris (2006), pertumbuhan seorang anak pada usia balita
sangat pesat sehingga memerlukan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhannya.
Berdasarkan hal tersebut, apabila asupan gizi pada masa balita tidak tercukupi maka akan
mengarah pada kondisi kenaikan berat badan yang tidak memadai sehingga anak balita
menjadi BGM. Selain itu, usia balita terutama pada usia 1-3 tahun merupakan masa
pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak sehingga memerlukan
kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan masa-masa berikutnya. Pada masa ini
anak sering mengalami kesulitan makan, apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani
dengan baik maka akan mudah terjadi kekurangan energi protein (Marizza, 2006).
2) Jenis Kelamin
Menurut Almatsier (2005), tingkat kebutuhan pada anak laki-laki lebih banyak
jika dibandingkan dengan perempuan. Begitu juga dengan kebutuhan energi, sehingga
laki-laki mempunyai peluang untuk menderita KEP ysng lebih tinggi daripada perempuan
apabila kebutuhan akan protein dan energinya tidak terpenuhi dengan baik. Kebutuhan
yang tinggi ini disebabkan aktivitas anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak
perempuan sehingga membutuhkan gizi yang tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Suryono dan Supardi (2004), yang menyatakan bahwa jumlah anak balita yang
mengalami KEP maupun Non-KEP mayoritas perempuan (58,5%). Selain itu hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008), menunjukkan bahwa sebanyak 61,6% anak
balita perempuan memiliki nafsu makan yang kurang sehingga mempengaruhi pola
-
7/22/2019 Lap Dietetik
7/40
konsumsi dan tingkat konsumsi yang akan mempengaruhi status gizi pada anak balita.
3) Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan
mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga (Supariasa et al., 2001). Keluarga dengan
banyak anak apalagi yang selalu ribut akan berpengaruh pada ketenangan jiwa dan secara
tidak langsung akan menurunkan nafsu makan (Soetjiningsih, 1998). Sebuah keluarga
yang memiliki jarak kelahiran yang terlalu dekat dengan anak sebelumnya akan
mengalami kerepotan untuk mengurusnya karena anak-anak tersebut masih belum bisa
mandiri mengurus dirinya sendiri.
4) Nomor Urut Anak
Dalam acara makan bersama seringkali anak-anak yang lebih kecil mendapatkan
jatah yang kurang mencukupi (Apriadji, 1986). Jumlah anak yang banyak pada keluarga
yang keadaan sosial ekonominya cukup akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan
kasih sayang yang diterima anak. Sedangkan pada keluargha dengan keadaan sosial
ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnyakasih sayang dan perhatian pada anak juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang,
dan perumahan pun tidak terpenuhi (Soetjiningsih, 1998). Terkait dengan kejadian
kurang energi protein, nomor urut anak berhubungan dengan prioritas gizi dalam
keluarga. Prioritas gizi yang salah pada keluarga menunjuk pada kondisi yang biasanya
lebih memprioritaskan makanan untuk anggota keluarga yang lebih besar (sepertia ayah
atau kakak tertua) dibandingkan anak balita (terutama yang berusia dibawah dua tahun)
sehingga apabila makan bersama-sama maka anak balita akan kalah (Rasni, 2009).
b. Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
1) Jumlah Anggota Keluarga
-
7/22/2019 Lap Dietetik
8/40
Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Menurut
Suhardjo (dalam Wahid, 2007) mengatakan bahwa hubungan sangat nyata antara besar
keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang
semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan
pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk
suatu keluarga besar mungkn hanya cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi
pada keluarga besar. Seperti juga yang dikemukakan Berg dan Sayogyo (1986), bahwa
jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar, empat kali lebih besar
dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada
keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga
beranggota sedikit. Hal ini didukung oleh pendapat Apriadi (1986) bahwa semakin besar
jumlah anggota keluarga maka pengeluaran untuk makan besar pula dan proporsi makan
setiap individu keluarga akan berkurang sehingga mereka memperoleh makanan dengan
kuantitas dan kualitas yang rendah. Hasil penelitian yang dilakukan Alam (2002), juga
menyatakan bahwa anak dalam keluarga kecil memiliki pola dan tingkat konsumsi
makanan yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak dalam keluarga besar.
2) Tingkat Pendidikan Ibu
Ibu merupakan pendidikan pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu
menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu disamping
merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan
dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga. Sanjur (dalam Wahid, 2002)
menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga berhubungan positif
dengan perbaikan dalam pola konsumsi pangan keluarga dan pola pemberian makanan
pada bayi dan anak. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan
bahan pangan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang
lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih
rendah (Moehdji, 2002). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Suryono dan Supardi (2004), yang menyebutkan bahwa faktor pendidikan ibu yang
kurang dari SMA memiliki kemungkinan 1,3 kali lebih banyak terjadinya status gizi
-
7/22/2019 Lap Dietetik
9/40
kurang pada anak batita dibandingkan ibu yang berpendidikan lebih dari SMA.
Menurut Nency dan Arifin (dalam Wahid, 2007) dari studi yang telah dilakukan,
pola pengasuhan anak berpengaruh terhadap timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh
ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal
kecukupan gizi untuk anak meskipun dalam keadaan miskin ternyata anaknya lebih baik.
Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Kurangnya pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga untuk dapat
memecahkan masalah gizi keluarga dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap kondisi
keluarga tersebut terutama tentang pola asuh anak. Kurangnya pendidikan dan
pengetahuan tentang pola asuh anak dapat menyebabkan pola asuh anak yang tidak
memadai sehingga mengakibatkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makanan
seimbang dan juga dapat memudahkan terjadinya infeksi yang berakhir dengan kondisi
KEP (Soekirman, 2000).
3) Status Pekerjaan Ibu
Menurut Siswono (dalam Adhawiyah, 2005) kehidupan ekonomi keluarga akan
lebih baik pada keluarga dengan ibu bekerja jika dibandingkan dengan kelurga yang
hanya menggantungkan kehidupan ekonomi pada kepala keluarga atau ayah. Kehidupan
ekonomi keluarga yang lebih baik akan memungkinkan keluarga mampu memberikan
perhatian yang layak bagi asupan gizi balita. Irawan (dalam Adhawiyah, 2005) seorang
ibu bekerja adalah ibu yang tiga hari atau lebih dalam seminggu meninggalkan bayinya 4
jam/hari atau lebih dalam satu waktu. Padahal disis lain menurut Handayani (dalam
Adhawiyah, 2005) seorang anak usia 0-5 tahun masih sangat tergantung dengan ibunya.
Balita masih perlu bantuan dari orang tua untuk melakukan tugas pribadinya dan mereka
akan belajar dari hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Ibu yang bekerja
akan mengurangi kuantitas untuk menemani anaknya dirumah. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sari (2005), menyatakan bahwa anak yang memiliki ibu tidak bekerja
memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan anak balita yang memiliki ibu yang
bekerja.
4) Pendapatan Keluarga
-
7/22/2019 Lap Dietetik
10/40
Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh
anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya. Menurut Sayogjo
(dalam Wahid, 2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga meliputi penghasilan
ditambah dengan hasil-hasil lain. Pendapatan keluarga mempunyai peranan penting
terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek disini lebih
berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan
meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap
pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan) yang dapat mempengaruhi
status gizi. Adanya hubungan antara pendapatan dan status gizi telah banyak dikemukan
para ahli.
Pertambahan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi pangan,karena waluapun banyak pengeluaran uang untuk pangan, mungkin akan makan lebih
banyak, tetapi belum tentu kualitas pangan yang dibeli lebih baik. Terdapat hubungan
antara pendapatan dan keadaan status gizi (Berg dan Sayogyo, 1986). Hal itu karena
tongkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan
yang dikonsumsi. Sejak lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama
yang berpengaruh terhadap kualitas menu.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada
hubungan yang menguntungkan. Berlaku hampir universal, peningkatan pendapatan akan
berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga dan selanjutnya
berhubungan dengan status gizi. Namun peningkatan pendapatan atau daya beli
seringkali tidak dapat mengalahkan pengaruh kebiasaan makan terhadap perbaikan gizi
yang efektif (Wahid, 2007).
5) Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu
Tingkat pengetahuan gizi ibu yang baik dan dilakukan secara terus menerus dapat
mengatasi kesalahpahaman yang terjadi tentang pantangan konsumsi makanan tertentu
menurut adat atau kebiasaan yang merupakan tradisi turun temurun. Pantangan untuk
menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi
-
7/22/2019 Lap Dietetik
11/40
KEP (Pudjiadi, 2001). Menurut Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa terdapat tiga
tahapan perilaku yaitu tahu, sikap, dan perilaku itu sendiri. Pengetahuan merupakan hasil
dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu,
sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Menurut
Gerungan (2004), sikap memiliki segi motivasi untuk bertindak, yaitu segi dinamis
menuju ke suatu tujuan. Sikap yang tidak disertai oleh kesediaan dan kecenderungan
bertindak sesuai dengan pengetahuan merupakan sikap yang berbeda dari kebiasaan
tingkah laku. Dalam penelitian Sitorini (2006), menyatakan bahwa sikap responden yang
baik belum tentu mendukung praktek yang baik pula. Menurut hasil penelitian oleh
Nugrahani (2005), terdapat hubungan yang bermakna mengenai pengetahuan ibu tentang
pola pemberian dan jenis makanan pendamping ASI dengan pola pemberian makanan
pendamping ASI pada bayi. Dimana semakin tinggi pengetahuan ibu maka ibu akan
memberikan makanan pendamping ASI dengan pola yang benar dan sebaliknya ibu yang
mempunyai pengetahuan yang rendah maka akan memberikan makanan pendamping ASI
yang salah.
c. Peran keluarga
Keluarga adalah kumpulan orang yang tinggal bersama pada satu tempat tinggal
yang disatukan dengan ikatan perkawinan dan/ darah dan/ adopsi pada dua generasi
(keluarga inti) (BKKBN Jember, 2008 dalam Rasni, 2009). Lima fungsi dasar keluarga
adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi asuhan kesehatan, fungsi reproduksi dan
fungsi ekonomi (Friedman et al., 2003 dalam Rasni, 2009). Terkait dengan fungsi asuhan
kesehatan tersebut, keluarga yang berperan baik akan dapat melakukan pemberian asupan
makanan anak balita sesuai kebutuhannya, terutama orang tua khususnya ibu mempunyai
andil yang besar dalam pemberian asupan makanan atau nutrisi pada anak balita (Rasni,
2009).
Peran ibu dalam keluarga khususnya dalam rangka pemenuhan asupan nutrisi
pada anak balita berhubungan dengan tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu dan
-
7/22/2019 Lap Dietetik
12/40
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi. Wanita yang berpendidikan lebih rendah atau tidak
berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan yang berpendidikan
lebih tinggi. Mereka yang berpendidikan rendah umumnya tidak dapat/sulit diajak
memahami dampak negatif dari mempunyai banyak anak (Khomsan dan Kusharto dalam
Khomsan et al., 2004). Pendidikan yang rendah, terutama pada perempuan yang
umumnya berperan di sektor domestik atau menjadi pengasuh dari anggota keluarga akan
menyebabkan anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, tidak mendapat
ASI Eksklusif, tidak mendapat MP-ASI yang tepat serta kurang mendapat zat gizi makro
dan mikro dalam kuantitas dan kualitas yang cukup (Soekirman, 2001 dalam Rasni,
2009). Selain itu, tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan
meningkatnya pendidikan, kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat
meningkatkan daya beli makanan (Hartriyanti dan Triyanti dalam Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat FKM-UI, 2007). Terkait dengan pekerjaan ibu, dalam penelitian
Suryono dan Supardi (2004) disebutkan bahwa pekerjaan ibu secara statistik tidak
berhubungan dengan status gizi anak batita, namun pekerjaan memiliki OR 5.26 yang
berarti jika ibu bekerja maka kemungkinan 5.26 kali lebih banyak pengaruhnya terhadap
terjadinya gizi buruk dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Keterbatasan pengetahuan ibu
tentang gizi merupakan faktor penyebab tidak langsung timbulnya masalah gizi buruk.
Pengetahuan gizi ibu adalah tingkat pemahaman ibu tentang pertumbuhan anak balita,
perawatan dan pemberian makan anak balita gizi buruk dan pemilihan serta pengolahan
makanan anak balita gizi buruk.
Dalam penelitian Wonatorey et al. (2006) disebutkan bahwa peningkatan status
gizi anak balita gizi buruk kemungkinan dipengaruhi oleh meningkatnya pengetahuan
gizi ibu dalam pengolahan dan perawatan anak balita gizi buruk melalui konseling gizi.
Peningkatan pengetahuan gizi ibu ini mempengaruhi praktek pemberian makanan Gizi
Burukada anak balita terutama Gizi Burukatuhan ibu dalam memberikan intervensi PMT-
P yang diberikan Gizi Burukada anak balita. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Susie
et al. (2002) dalam Wonatorey et al. (2006) menyatakan bahwa penanggulangan gizi
buruk, menunjukkan perubahan status gizi baru bisa dilihat setelah anak yang menderita
-
7/22/2019 Lap Dietetik
13/40
gizi buruk mengikuti program rehabilitasi atau pemulihan selama 6 bulan mencakup
aspek media, dietetik dan edukatif.
d. Pola asuh
Menurut Marian Zeitien (2000), pola asuh gizi adalah praktek di rumah tangga
yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan Perawatan kesehatan serta sumber
lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Sedangkan
menurut Soekirman (2000), pola asuh adalah berupa sikap dan perilaku ibu atau
pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang dan
sebagainya kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan
mental).
Menurut Satoto (1990), peranan sosial ekonomi keluarga ternyata tidak konsisten
sebagai determinan pertumbuhan dan perkembangan anak, karena yang penting bukan
keadaan sosial ekonomi itu sendiri, melainkan bagaimana interaksi antara ibu dan anak
serta lingkungan dalam mempengaruhi pertumbuhan anak.Penolakan makan pada anak
kadang juga terjadi karena taste/rasa makanan yang diberikan tidak disukai anak. Namun
hal ini tidak disadari oleh para ibu karena menganggap makanan yang diberikan sudah
sesuai dengan kondisi anak. Hal ini terutama terjadi pada makanan yang berasal dari
produk pabrik. Seharusnya sebelum makanan diberikan pada anak, setidaknya ibu
mencicipi makanan tersebut untuk mengetahui taste yang paling disukai anak. Secara
psikologis ibu sering kali terpengaruh oleh tekstur makanan yang berbentuk halus
sehingga enggan untuk mencicipi (Pattinama, 2000).
Berdasarkan penelitian LIPI (1990), anak-anak yang selalu mendapat tanggapan,
respond dan pujian dari ibunya menunjukkan keadaan gizi yang lebih baik. Anak
membutuhkan sentuhan ibunya secara merasa dilindungi, Karena pada dasarnya seorang
anak sangat membutuhkan kehadiran ibu yang merupakan nuansa yang sulit dapat
digantikan orang lain (Utoyo, 2000). Menurut Pattinama (2000), seorang ibu yang
bekerja diluar rumah mempunyai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan anak, baik fisik
maupun psikis, terutama kebutuhan akan perawatan yang baik, rangsangan yang
memadai sehingga anak memperoleh aspan gizi yang seimbang. Sebenarnya hal ini dapat
-
7/22/2019 Lap Dietetik
14/40
teratasi jika ibu dapat melakukan hal sederhana yang dapat menyenangkan anak,
misalnya dengan meluangkan sedikit waktu bersama anak.
http://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-
balita.html
Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena gizi buruk (busung
lapar), yaitu :
1. Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan
berat badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat dikatakan
anak tersebut terkena busung lapar.
2. Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA). Bila tidak sesuaidengan standar anak normal, waspadai anak tersebut terkena busung lapar.
Tanda dan gejala dari gizi buruk tergantung dari jenis nutrisi yang mengalami
defisiensi. Walaupun demikian, gejala umum dari gizi buruk adalah:
Kelelahan dan kekurangan energy Pusing Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi)
Kulit yang kering dan bersisik Gusi bengkak dan berdarah Gigi yang membusuk Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat Berat badan kurang
Pertumbuhan yang lambat Kelemahan pada otot Perut kembung Tulang yang mudah patah Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
http://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.htmlhttp://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.htmlhttp://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.htmlhttp://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.htmlhttp://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-gizi-buruk-pada-balita.html -
7/22/2019 Lap Dietetik
15/40
http://agathariyadi.wordpress.com/tag/gizi-buruk/
BAB III
HASIL, PERHITUNGAN, & PEMBAHASAN
I. HASILJ. PERHITUNGAN
Pembuatan F135-FC-RF-Tempe
Dibuat 400 ml untuk fase rehabilitasi
Dibuat 400 ml diberi 4x dalam jangka waktu 6 jam sekali sebanyak 100 ml
BAHAN BERAT/VOL E(KAL)PROTEIN
(gr)
FC (Dancow) 10 gr 50,9 2,5
Minyak
Goreng24 gr 216,5 0
Gula Pasir 30 gr 109,2 0
Tepung Beras 20gr 72,8 1,4
Tempe 60 gr 89,4 11,0
Kcl 0,8 gr 0 0
+ air s/d vol 400 ml 0 0
400 ml 405,1 14,9
http://agathariyadi.wordpress.com/tag/gizi-buruk/http://agathariyadi.wordpress.com/tag/gizi-buruk/http://agathariyadi.wordpress.com/tag/gizi-buruk/ -
7/22/2019 Lap Dietetik
16/40
K. PEMBAHASANPada praktikum kali ini adalah membahas tentang pembuatan berbagai jenis
makanan formula penderita gizi buruk sesuai dengan tahapan-tahapan tatalaksanan gizi
buruk. Gizi buruk adalah gangguan gizi akut dan berat. Gizi buruk secara klinis dapat
dilihat biasanya mengalami keadaan sangat kurus, lemak otot tipis dan habis. Sedangkan
pada gizi buruk secara antropometri memiliki BB/PB < -3 SD, atau BB/PB < 70 %
Median atau LILA < 11,0 cm (skrinning).
Adapun pada praktikum ini, kelompok 3 membuat formula untuk fase rehabilitasi
yaitu F!#%-FC-RC-TEMPE yang merupakan diit dianjurkan WHO-Depkes-RI. Dari
hasil praktikum, Pembuatan formula sudah sesuai dengan baik, pada formula untuk fase
rehabilitasi ini merupakan makanan cair kental, ini diberikan 4x dalam sehari dengan
volume 100 ml setiap pemberian. Pada fase ini, sangat penting bagi pasien karena
merupakan tahapan pemberian makanan tumbuh kejar agar BB dapat naik terus-menerus
namun secara perlahan. Jika dilihat dari semua jenis makanan pada tiap fase seperti F75
F135 ini, Semakin tinggi formula makanan , maka semakin tinggi pula konsistensinya.
Yang mana, pada fase stabilisasi diberikan F75 yang konsistensinya cair dan harus
diberikan perlahan melalui parenteral. Sedangkan fase transisi diberikan F100 yang mana
konsisstensinya tidak terlalu cair, dan diberikan 12 x selama 2 jam, Jika sudah membaik
dapat ditingkatkan 3 jam sekali.
Sedangkan seperti Resomal, bias diberikan 50 ml dalam sekali masuk untuk
pasien gizi buruk, namu perlu diperhatikan ada atau tidak adanya edema. Jika ad
pemberian dapat dikurangi, yang terpenting dalam penanganan gizi buruk adalah
pemberian cairan dan frekuensi makanan pada anaknya. Jika anak gemuk, maka perlu
diperhatikan dan diberikan asupan rendah lemak dan rendah laktosa.
Pada pembuatan F135 modifikasi ini dilakukan dengan mempersiapkan bahan-
bahan dan alat-alat. Pertama-tama tempe di blender dengan air kemudian disaring dengan
air secukupnya. Setelah itu, aduk susu dan tepung beras dengan air hangat secukupnya,
setelah itu, agar minyak yang digunakan tidak timbul keatas maka gula pasir diaduk
-
7/22/2019 Lap Dietetik
17/40
terlebih dahulu dengan minyak kemudian dicampur pada larutan susu dan tepung beras,
setelah itu campurkan semua bahan kedalam panic yaitu sari tempe, larutan campuran
susu, tepung, gula, minyak kemudian larutan kcl. Setelah itu dimasak diatas api selama 5-
7 menit hingga mendidih dan agak kental. Jumlah larutan keseluruhan harus mencapai
vol 400 ml, untuk mencukupi kebutuhan anak gizi buruk dalam satu hari . karna kcl tidak
ad waktu praktikum kemarin, maka kcl diganti dengan garam. Yang terpenting dalam
praktikum ini adalah bagaimana membuat pasien gizi buruk dapat sembuh, dapat
tersenyum dan kembali normal.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
L. KESIMPULAN
-
7/22/2019 Lap Dietetik
18/40
Dalam praktikum ini, yang terpenting dapat melakukan tahapan-tahapan
penatalaksanaan gizi buruk dengan benar, dari fase stabilisasi, fase transisi, fase
rehabilitasi, dan fase tindak lanjut. Dalam fase-fase ini diberikan asupan makanan yang
sesuai dengan kondisi pasien, dan perlu diperhatikan cairan dan frekuensi makanan dalam
setiap fase.
M.SARAN Perlu diperhatikan frekuensi makanan pasien, pemberian, dan bentuk makanan. Modifikasi makanan dapat dilakukan yang terpenting sesuai dengan kondisi
pasien.
Untuk resomal bias diberikan 50 cc setiap pemberian, namun perlu diperhatikanjika ada edema.
Pemberian formula yang berbentuk cair dapat diberikan perlahan-lahan agarpasien tidak tersedak dan muntah.
-
7/22/2019 Lap Dietetik
19/40
A. JUDUL PRAKTIKUM : OBESITAS PADA DEWASAB. HARI/TGL PRAKTIKUM : RABU, 01 MEI 2013C. PRAKTIKUM KE : II (DUA)D. KELOMPOK KE : 3 (TIGA)E. NAMA KELOMPOK : -Feriskayanti H
-Fenny Kurniawaty
-Natalis Kurnianda
BAB I
PENDAHULUAN & TUJUAN
F. PENDAHULUANDewasa ini masalah kegemukan (obesitas) merupakan masalah global yang melanda
masyarakat dunia baik di Negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.
Perubahan gaya hidup termasuk kecenderungan mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak tinggi maerupakan factor yang mendukung terjadinya kelebihan berat
badan(overweight) dan obesitas. Masalah Gizi tidak lebih hanya menyebabkan
kegemukan dan obesitas tetapi juga memicu penyakit lain misalnya hipertensi , penyakit
jantung, diabetes mellitus dan lain-lain. Komplikasi antara obesitas dengan penyakit-
penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian..
G. TUJUAN Untuk dapat mengetahui definisi obesitas , factor penyebab , gejala, dampak serta
cara mengatasi dan mencegah obesitas.
Untuk dapat menurunkan berat badan pasien secara bertahap. Untuk menangani dan memberikan penanganan atau pelayanan kesehatan
terhadap penyakit obesitas.
Untuk dapat memberikan diet yang benar pada orang yang overweight, ataupunyang obesitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
-
7/22/2019 Lap Dietetik
20/40
H. TINJAUAN PUSTAKAObesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu ob yang berarti akibat dan
esum artinya makan. Sehinggga obesitas dapat didefinisikan sebagai akibat dari pola
makan yang berlebihan. WHO membuat defininsi baku dari obesitaas dan menyatakan
kondisi ini sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan jaringan lemak tubuh
secara berlebihan. Secara umum kegemukan adalah kelebihan lemak tubuh yang dialami
oleh seseorang secara kronis. Pada kondisi normal, lemak tubuh berfungsi sebagai
cadangan energi, pengatur suhu tubuh, pelindung dari trauma, dan fungsi-fungsi lainnnya.
Namun bila lemak ditubuh tersebut berlebih, akan disimpan didalam tubuh sebagai
cadangan lemak inilah yang menimbulkan kegemukan. Secara ideal, pada tubuh seorang
perempuan terdiri dari 25-30% lemak, sedangkan laki-laki 18-23%. Apabila lemak dalam
tubuh lebih, maka sudah dikategorikan gemuk. Cara menghitung kegemukan yang paling
mudah adalah dengan membandingkan antara berat badan (kg) dengan tinggi badan (m)
yang dikenal dengan istilah Body Mass Index (BMI) atau indeks masa tubuh.
Berdasarkan klasifikasi WHO pada tahun 1998, dinyatakan BBL bila IMT 25,0
29,9 kg/m2 dan obesitas bila IMT 30,0 kg/m2. Hal ini lebih dirinci sebagai berikut:
1. Obesitas ringan IMT 30,034,9
2. Obesitas sedang IMT 35,039,9
3. Obesitas berat (morbid) IMT 40,0 kg/m2
Kegemukan tidak terjadi secara instans, tetapi pelahan-lahan berdasarkan jumlah
cadangan lemak yang terus bertambah karena cadangan lemak tersebut tidak digunakan
untuk beraktifitas. Dengan demikian tidak ada pembakaran kalori dan cadangan lemak
akan terus bertambah seiring bertambahnya lemak didalam tubuh. Pada awalnya, sering
tidak disadari bahwa gaya hidup sesserang terutama pola makanlah yang paling memicuterjadinya kegemukan. Tubuh seseorang memerlukan kalori sebagai penggerak aktifitaas
sehari-hari. Kalori tersebut didapatkan dari makanan dan minuman yang dikonsumsi
sehari-hari. Ketika konsumsi kalori tersebut seimbang dengan yang sdibutuhkan oleh
tubuh, maka tidak akan jadi masalah. Namunn sebaliknya, jika seseiorang mengonsumsi
makanan atau minuman dengan jumlah kalori yang lebih besar dari yang dibutuhkan,
-
7/22/2019 Lap Dietetik
21/40
kalori tersebut akan disimpan dalam tuuh sebagai cadangan energy. Bagi mereka yang
suka makanan bekalori tinggi seperti fast food, coklat, es krim, dan lain sebagainya
sebaiknya bisa menyeimbangkan dengan menyalurkann energi yang masuk kedalam
tubuh tersebut. Cara yang paling gampang adalah dengan berolahraga.
http://qoryasyah.blogspot.com/2012/07/makalah-obesitas-dan-perawatnya.html
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan
energi positif, sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran
energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan
lemak.Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor
eksogen/nutrisional (obesitas primer) sedang faktor endogen (obesitas sekunder) akibat
kelainan hormonal, sindrom atau defekgenetik hanya sekitar 10%. Penyebab obesitas
belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga
bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan
faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu
perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.3,4
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua
orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas,
kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi
menjadi 14%. Hipotesis Barker menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi
intrauterin menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutamakerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersama-sama dengan
pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan predisposisi timbulnya berbagai penyakit
dikemudian hari.
Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting
metabolic rate,thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu
makan yang jelek.Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara
genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.
Aktifitas fisik.
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar
20-50% dari total energy expenditure. Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan
antara aktifitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik
yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg.Penelitian di
http://qoryasyah.blogspot.com/2012/07/makalah-obesitas-dan-perawatnya.htmlhttp://qoryasyah.blogspot.com/2012/07/makalah-obesitas-dan-perawatnya.htmlhttp://qoryasyah.blogspot.com/2012/07/makalah-obesitas-dan-perawatnya.html -
7/22/2019 Lap Dietetik
22/40
Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang
mempunyai kebiasaan olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan
berat badan dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan
tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan. Penelitian terhadap anak
Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang
nonton TV = 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar
dibanding mereka yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.10
Faktor nutrisional.
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh
dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak
dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari
karbohidrat dan lemak5 serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi
tinggi. Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan bahwa kelompok dengan asupan
tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding kelompokdengan asupan rendah lemak dengan OR 1.7. Penelitian lain menunjukkan peningkatan
konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali.Keadaan ini
disebabkan karena makanan berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih
tidak mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan
makanan yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga
mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya
terjadi konsumsi yang berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga
menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai
protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat,
sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi; sedangkarbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam
jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat dan cepat, sehingga
perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila
cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi
dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai
kapasitas penyimpanan yang tidak terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi
peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan
lemak.
Faktor sosial ekonomi.
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta
peningkatanpendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi.Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya
perubahan gayahidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah
dengan naikkendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan
rumah yangtidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih
-
7/22/2019 Lap Dietetik
23/40
senangbermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas
fisik.Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau
akanberisiko menimbulkan obesitas.
http://yanhaluciyan.blogspot.com/2010/01/bab-i-pendahuluan-1.html
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding
dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernapasan dan sesak napas,
meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernapasan bisa
terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernapasan untuk sementara waktu
(tidurapneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk. Obesitas bisa
menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan
memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga
kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki
permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya,
sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang
lebih banyak
Surasmo, R., Taufan H. Penanganan obesitas dahulu, sekarang dan masa depan.
Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium I, Editor: Tjokroprawiro A., dkk.
Surabaya, 2002; 5365
BAB III
HASIL, PERHITUNGAN, & PEMBAHASAN
I. HASILJ. PERHITUNGAN
Diketahui : Seorang gadis bernama Nn. A berumur 23 tahun merupakan seorang
mahasiswi pada salah satu perguruan tinggi dikotanya, sudah beberapa bulan ini merasa
cepat lelah dan sering sulit bernapas bila berjalan jauh atau tidak melakukan aktifitas
yang agak berat . Nn.A tinggal bersama orangtuanya dan merupakan anak satu-satunya .
http://yanhaluciyan.blogspot.com/2010/01/bab-i-pendahuluan-1.htmlhttp://yanhaluciyan.blogspot.com/2010/01/bab-i-pendahuluan-1.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Diafragmahttp://id.wikipedia.org/wiki/Paru-paruhttp://id.wikipedia.org/wiki/Apneuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Apneuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Paru-paruhttp://id.wikipedia.org/wiki/Diafragmahttp://yanhaluciyan.blogspot.com/2010/01/bab-i-pendahuluan-1.html -
7/22/2019 Lap Dietetik
24/40
Ayahnya seorang pengusaha perkayuan dan ibunya seorang pegawai negeri sipil . Ia
jarang berolahraga dan kurang aktif dalam mengikuti kegiatan ekstrakulikuler
dikampusnya, Sepulang dari kampus biasanya ia bersantai dikamarnya sambil
mendengarkan musik atau mengerjakan tugas. Nn A senang sekali makan-makanan
cemilan, Pola makannya 3x sehari makan-makanan lengkap diselingi makanan cemilan
diantara waktu-waktu istirahat. Pada malam hari sambil menonton Tv , ia makan-
makanan yang tinggi kalori untuk menghilangkan kejenuhan Nn.A menyukai makan-
makanan berlemak atau bersantan. Makanan fastfood, coklat dan kue-kue , tetapi kurang
menyukai sayuran. Dokter keluarga menasehatinya untuk menurunkan berat badan untuk
mengurangi resiko yang serius yaitu jantung koroner. Oleh karena itu, dianjurkanuntuk
mengunjungi ahli gizi untuk terapi gizinya. Sebagai ahli gizi , berikan pelayanan asuhan
Gizi berdasarkan NCP pada Nn dan susun menu sehari.
Jawaban :
ANTROPOMETRI :
Umur 23 tahun, BB 80 Kg, TB 150 cm
IMT = BB/TB = 80 /(1,5)2
= 40/2,25 = 35,56 -> OBESITAS
BBI = (TB-100) x 90% = (150-100) x 90% = 45 Kg
BEE = 655 + (9,6 X BB) + (1,7 X TB)(4,7 X U)
= 655 + (9,6 X 80) + (1,7 X 150)(4,7 X 23) = 1569,9 kkal
TEE = BEE x FA = 1569,9 x 1,3 = 2040,87 kkal500 kkal = 1540,87 kkal
Protein = 16 % x 1540,87 kkal / 4 = 61,6348 gr.
Lemak = 25 % x 1540,87 / 9 = 42,80 gr
Karbohidrat = 59 % x 1540,87 / 4 = 227,2 gr
-
7/22/2019 Lap Dietetik
25/40
K. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini kami membuat menu sehari tentang obesitas Nn.A , yangmana memiliki IMT lebih dari normal dan resiko serius jantung koroner. Dokter keluarga
sendiri menyarankan Nn.A untuk menurunkan beratbadan karena sudah terlalu
kegemukan , Nn. A ini sangat sulit menurunkan berat badan karena pola makan nya tidak
benar, serta senang sekali makan-makanan cemilan, makanan yang berlemak, bersantan,
makanan fastfood, cokelat, dan kue-kue. Selain itu juga Nn. A ini sangat jarang sekali
berolahraga dan kurang aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler sehingga sulit untuk
bernafas bila berjalan jauh. Untuk itu, pada kasus ini saya membuat jenis die dengan
prinsip diet rendah energi yang mana dimaksudkan dapat mengurangi energy yang masuk
sebanyak 500 kkal / hari, selain itu pentingnya memberikan tips-tips makanan sehat yang
baik untuk dikonsumsi dan teknik pengolahan juga perlu . Dalam mengurangi berat
badan ini dapat memberikan makanan yang tinggi serat seperti buah-buahan dan sayuran.
Supaya Nn.A dapat mencapai berat badan yang diinginkan ataupun ingin
menurunkan beratbadan , Nn.A dapat menerapkan pola hidup sehat dengan makanan
seimbang yang disertai olahraga yang cukup dan juga pentingnya menjadwalkan menusehari agar lebih teratur untuk makanan nya dapat lbih divariasikan agar lebih menarik
dengan porsi yang cukup. Adapun disini, saya membuat menu untuk Nn.A adalah
o Makan pagi diberikan sandwicho Snack pagi diberikan salad buaho Makan siang diberikan nasi merah dan dadar jamur tempe serta tumisan
sayuran
o Snack sore diberikan juice tomato Makan malam diberikan bihun goreng + tempe goreng
Dari menu yang saya buat sudah cukup bervariasi begitu juga dengan
porsinya sudah cukup. Namun perlu diperhatikan tekhnik pengolahannya,
cenderung kering dan berminyak / digoreng padahal di syarat diit dan bahan
-
7/22/2019 Lap Dietetik
26/40
makanan tidak dianjurkan makanan berlemak dan digoreng, untuk itu perlu
ditinjau kembali membuat syarat diit, tujuan diit, prinsip diit, dan bahan makanan
tidak dianjurkan dalam pembuatan menu satu hari untuk mncukupi kebutuhan
pasien.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
L. KESIMPULANDalam praktikum ini yang terpenting mengerti bagaimana cara menangani kasus
obesitas seperti Nn.A serta mengerti bagaimana menyusun menu yang sehat danmemenuhi kebutuhan Nn.A. Adapun yang perlu iperhatikan tekhnik pengolahan menu
harus disesuaikan dengan kasus
M.SARANo Pentingnya memperhatikan pemberian intervensi , monev, materi edukasi, serta
perhitungannya.
oMemperhatikan daftar masalah-masalah yang ada dalam kasus untuk dibahas danditangani.
-
7/22/2019 Lap Dietetik
27/40
A. JUDUL : STANDAR MAKANAN UMUM RUMAH SAKITB. HARI / TANGGAL : Rabu, 25 juni 2013C. PERTEMUAN KE : V (LIMA)D.NAMA KELOMPOK : Feriskayanti H
Fenny Kurniawati M
Natalis Kurnianda
BAB I
PENDAHULUAN & TUJUAN
E. PENDAHULUANStandar makanan rumah sakit merupakan pedoman pemberian makanan bagi
pasien rumah sakit yang mana, sangat penting diperhatikan bentuk olahan, penyediaan,
penyajian, pemberian, dan diperhatikan serta disesuaikan kondisi pasien. Makanan
merupakan suatu hal yang sangat pentingdidalam kehidupan manusia, dimana makanan
berfungsi memberikan tenaga atau energy panas pada tubuh, membangun jaringan-
jaringan tubuh yang baru pengatur dan pelindung tubuh terhadap penyakit serta sebagai
sumber bahan pengganti sel-sel tua yang using dimakan usia. Untuk mendapatkan
makanan dan minuman yang memenuhi syarat kesehatan, maka perlu diadakan
pengawasan terhadap hygiene dan sanitasi makanan dan minuman terutama usaha untuk
di rumah sakit.
F. TUJUAN Agar mahasiswa mampu membuat makanan sesuai standar makanan di rumah
sakit
Agar mahasiswa mengerti bagaimana cara membuat/ menyebabkan sertamenyajikan dengan benar standar makanan di rumah sakit
Membina mahasiswa terampil dalam bidang pembuatan makanan yang bergiziyang mana disesuaikan dengan standar makanan rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
G. TINJAUAN PUSTAKA
-
7/22/2019 Lap Dietetik
28/40
Standar Makanan Rumah Sakit
A. Makanan Biasa
Makanan biasa diberikan kepada penderita yang tidak memerlukan
makanan khusus berhubung dengan penyakitnya. Susunan makanan sama dengan
makanan orang sehat, hanya tidak diperbolehkan makanan yang merangsang atau
yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan. Makanan ini cukup kalori, protein
dan zatzat gizi lain.
B. Makanan Lunak
Makanan lunak diberikan kepada penderita sesudah operasi tertentu dan
pada penyakit infeksi dengan kenaikan suhu badan tidak terlalu tinggi. Menurut
keadaan penyakit, makanan lunak dapat diberikan langsung kepada penderita atau
C. Makanan saring
Makanan saring diberikan kepada penderita sesudah mengalami operasi
tertentu, pada infeksi akut,termasuk infeksi saluran pencernaan seperti gastro
enteritis dan pada kesukaran menelan. Menurut keadan penyakit, makanan saring
dapat diberikan langsung kepada penderita atau merupakan perpindahan dari
makanan cair ke makanan lunak.
D. Makanan cair
Makanan cair diberiakn kepada penderita sebelum dan sesudah operasi
tertentu, dalam keadaan mual dan muntah, dalam keadaan menurun, dengan suhu
badan sangat tinggi atau infeksi akut. Makanan ini diberikan berupa cairan jernih
yang tidak merangsang dan tidak meninggalkan sisa. Nilai gizi sangat rendah
sehingga pemberiannya dibatasi selama 1-2 hari saja. Makanan dan minuman yang
boleh diberikan : teh,kopi,kaldu jernih,air bubur kacang hijau,sari buah,sirop dan
gula pasir.
E. Makanan lewat pipa
Makanan lewat pipa diberikan kepada penderita yang tidak dapat makan
melalui mulut oleh karena gangguan jiwa, prekoma, anorexia nervosa, kelumpuhan
otot-otot menelan, atau sesudah operasi mulut, tenggorokan dan saluran
pencernaan. Makanan diberikan berupa sari buah dan cairan kental yang dibut dari
-
7/22/2019 Lap Dietetik
29/40
susu, telur, gula dan margarin. Cairan hendaknya dapat dimasukkan melalui pipa
karet hidung,lambung atau rectum. Pemakaian gula pasir dan susu penuh (whole)
disesuaikan dengan kemampuan penderiat untuk menerimanya. Bila terjadi
kembung perut atau diare. Pemakaian gula pasir dikurangi dan susu penuh diganti
dengan susu skim atau susu rendah laktosa. Karena kurang dalam besi dan vitamin,
kedalam makanan dimasukkan 8 mg preparat ferrosulfat 3 tablet vitamin B
kompleks dan 150 mg preparat vitamin C.
Makanan dapat dibuat sekaligus untuk 24 jam, dimasukkan kedalam botol-
botol steril dan disimpan di lemari es. Sebelum diberikan, makanan dipanaskan
hingga suhu badan.
Banyaknya makanan sehari adalah 1500-2000 ml yang dibagi dalam 4
porsi. Menurut kebutuhan penderita, dapat diberikan salah satu dari 3 macam
makanan lewat pipa (MLP).
1. Makanan lewat pipa I (MLP I) Kalori : 1500
2. Makanan lewat pipa II (MLP II) Kalori : 1700
3. Makanan lewat pipa III (MLP III) Kalori : 2200
file://localhost/C:/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit
%20%20%20Nita's%20Blog.htm
BAB III
PERHITUNGAN & PEMBAHASAN
H. PERHITUNGANTakaran per sajian 27 gr = Energi 130 kkal
Dalam 100 gr = 100 x 130 : 27 = 481,48 kkal
100 gr / 481,48 kkal = x / 1500 kkal
X = 150000 / 481,48 kkal
X = 311, 53 gr.
Protein dalam 27 gr = 7 gr
Berarti dalam 311,53 gr = ?
311,53 gr x 7 = 27 gr x a
a = 2180,71 /27 = 80,76 gr
http://c/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit%20%25http://c/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit%20%25http://c/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit%20%25http://c/Users/user/Documents/standar%20makanan%20rumah%20sakit%20%25 -
7/22/2019 Lap Dietetik
30/40
% protein = 80,76 x 4 x 100 % / 1500
= 21,536 %
I. PEMBAHASAN :Standar makanan rumah sakit merupakan pedoman pemberian makanan baggi
pasien di rumah sakit. Ada 2 golongan yaitu makanan biasa dan makanan khusus..
makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi
dengan bentuk, tekstur dan aroma yang normal. Susunan makanan mengacu pada pola
menu seimbang dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa
sehat. Makanna biasa diberikan kepada pasien yang berdasarkan penyakit tidak
memerlukan makanan khusus (diet). Walau tidak ada pantangan secara khusus, makanan
sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak merangsang pada
saluran cerna. Makanan biasa merupakan makanan dasar untuk modifikasi makanan
khusus. Dapat memenuhi kebutuhan gizi pasien. Contohnya seperti nasi putih, tempe
goreng, sayur asam dll.
Makanan khusus adalah perubahan konsentrasi: makanan lunak, makanan saring,
makanan cair, diet serat rendah & tinggi. Penambahan atau pengurangan energy: diet
kalori rendah & tinggi, penambahan atau penguranagn jenis makanan : diet garam rendah,
diet laktosa rendah, diet albumin tinggi. Perubahan komposisi zat gizi : diet diabetes
mellitus, diet ketogenic, diet jantung, diet hati. Perubahan jumlah dan frekuensi makanan :
diet lambung, penghilangan atau pantangan makanan spesifik : diet alergi.
Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan dan
dicerna dibandingkan makanan biasa. Makanan ini mengandung cukup zat-zat gizi,
asalkan pasien mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah cukup. Menurut keadaan
penyakit makanan lunak dapat diebrikan langsung kepada pasien atau sebagai
perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa.
Makanan saring adalah makanan semipadat yang mempunyai tekstur lebih halus
daripada makanan lunak, sehingga lebih mudah dicerna dan ditelan. Menurut keadaan
penyakit, makanan saring dapat diberikan langsusng kepada pasien atau merupakan
perpindahan dari makanan cair kental ke makanan lunak.
Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental. Makanan
ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan dan
-
7/22/2019 Lap Dietetik
31/40
mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa
mual, muntah, pasca pendarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Makanan dapat
diberikan secara oral ataupun parental. Makanan cair jernih adalah makanan yang
disajikan dalam bentuk cairan jernih pada suhu ruang dengan kandungan sisa
(residu)minimal dan tembus pandang bila diletakkan dalam wadah bening. Jenis carian
yang diebrikan tergantung pada keadaan penyakit atau jenis operasi yang dijalankan.
Makanan cair penuh adalah makanan yang berbentuk car atau semi cair pada suhu ruang
dengan kandungan serat minimal & tidak tembus pandang bila diletakkan dalam wadah
bening. Jenis makanan yang diberikan tergantung pada keadaan pasien. Makanan ini
langsung dapat diberikan kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan cair
jernih ke makanan cair kental. Makanan cair kental adalah makanan yang mempunyai
konsistensi kental atau semi padat pada suhu kamar, yang tidak membutuhkan proses
mengunyah dan mudah ditelan. Menururt keadaan penyakit, makanan cair kental dapat
diberikan langsung kepada pasien atau merupakan perpindahan dari makanan cair penuh
ke makanan saring.
Pada praktek kali ini kelompok kami mendapatkan menu makanan cair penuh dengan
konsentrasi biasanya, konsentrasi berupa produk. Adapun yang kami buat adalah
dari produk minuman dancow, dengan perhitungan zat gizi dalam 100gr adalah :481,48
kkal, dan jika dalam volume 2000 ml, energy 1500 kkal , maka susu dancow yang
disajikan sebanyak 311,53 gram. Dan persen protein mencapai 21, 536 %.
Pada produk untuk makanan cair penuh dari pabrikan ini sebenarnya kurang baik, karena
jika hanya dari susu saja, terutama yang mengandung protein lebih maka akan membuat
gangguan hormone dan gangguan ginjal, sebaiknya disertai dengan asupan gizi seimbang.
Dan yang terpenting yang harus diingat adalah pasien yang mengonsumsi zat gizi dengan
konsistensi tinggi boleh diberikan asupan dengan konsistensi rendah, namun tidak untuk
sebaliknya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
J. KESIMPULAN
-
7/22/2019 Lap Dietetik
32/40
Standar makanan rumah sakit merupakan pedoman pemberian makanan bagi pasien di
rumah sakit. Adapun makanan terdiri dari beberapa golongan yaitu : Makanan biasa,
Makanan lunak, Makanan Saring, Makanan Cair.
K. SARAN Perlu diperhatikan pasien untuk pemberian makanan Perlu diperhatikan bentuk makanan, pengolahan dan cara pemberian.
-
7/22/2019 Lap Dietetik
33/40
A. JUDUL PRAKTIKUM : STUDY KASUS COLITISB. HARI/TGL PRAKTIKUM : RABU, 04 Juli 2013C. PRAKTIKUM KE : VI (ENAM)D. KELOMPOK KE : 3 (TIGA)E. NAMA KELOMPOK : -Feriskayanti H
-Fenny Kurniawaty
-Natalis Kurnianda
BAB I
PENDAHULUAN & TUJUAN
F. PENDAHULUANKolitis ulserativa adalah peradangan akut atau kronik pada kolon (usus besar).
Karena peradangan itu, terjadi kram perut, demam, dan diare berdarah. Peradangan itu
dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan kemudian
menyebar ke sebagian atau seluruh bagian usus besar. Pada bagian yang meradang akan
terjadi pembengkakan. Kolitis di derita oleh siapa pun dan pada umur berapa pun. Tapi
biasanya mulai diderita pada umur 15-30 tahun dan bisa juga di atas 50 tahun. Colitis
ulseratif terjadi pada 35-100 orang untuk setiap 100.000 di Amerika Serikat, atau kurang
dari 0,1% dari populasi. Penyakit ini cenderung lebih umum di daerah utara. Meskipun
kolitis ulserativa tidak diketahui penyebabnya, diduga adagenetikkerentanan komponen.
Penyakit ini dapat dipicu pada orang yang rentan oleh faktor-faktor lingkungan.
Meskipun modifikasi diet dapat mengurangi ketidaknyamanan seseorang dengan
penyakit, kolitis ulserativa tidak diduga disebabkan oleh faktor-faktor diet. Meskipun
kolitis ulserativa diperlakukan seolah-olah itu merupakan penyakit autoimun, tidak ada
konsensus bahwa itu adalah seperti itu. Pengobatannya dengan obat anti-
peradangan, kekebalan, dan terapi biologispenargetan komponen spesifik dari respon
kekebalan. Colectomy (parsial atau total pengangkatan melalui pembedahan usus besar)
yang kadang-kadang diperlukan, dan dianggap sebagai obat untuk penyakit.
G. TUJUAN
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Genetics&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhg3IYWSiekeUUivZa_UXYjwjSCIughttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Autoimmunity&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhitcibLSWwe-4xbIwTTtU45w-uxRAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Immunosuppression&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhidOGsAqS20CHkJmimRq7EJkZpCxQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Biological_therapy_for_inflammatory_bowel_disease&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjbLGSP2ptchMnmwUzg1Ji7wUsImAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Colectomy&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhi8o2qRLgj3NQxUkKOjm_BigKkVZQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Colectomy&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhi8o2qRLgj3NQxUkKOjm_BigKkVZQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Biological_therapy_for_inflammatory_bowel_disease&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjbLGSP2ptchMnmwUzg1Ji7wUsImAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Immunosuppression&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhidOGsAqS20CHkJmimRq7EJkZpCxQhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Autoimmunity&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhitcibLSWwe-4xbIwTTtU45w-uxRAhttp://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Genetics&prev=/search%3Fq%3Dcolitis%2Bulcerative%26hl%3Did%26sa%3DG%26as_qdr%3Dall&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhg3IYWSiekeUUivZa_UXYjwjSCIug -
7/22/2019 Lap Dietetik
34/40
Agar mahasiswa mengetahui dan mengerti diit diit yang sesuai untuk penyakitColitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
H. TINJAUAN PUSTAKAColitis ulserativa merupakan suatu penyakit menahun di usus besar mengalani
peradangan dan luka,yang menyebabkan diare berdarah,kram perut dan demam.kolitis
ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun,tapi biasanya dimulai antara umur 15-30
tahun. tidak seperti crohn,colitis ultrativa tidak selalu menoengaruhi seluruh ketebalan
dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus.penyakit ini biasanya di mulai di rectum
atau kolon sigmoid dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar.Sekitar
10% penderita hanya mendapat satu kali serangan.. Proktitis ulserativa merupakan
peradangan dan perlukaan di rectum.pada 10-30% penderita penyakit ini akhirnya
menyebar ke usus besar.jarang diperlakukan pembedahan dan harapan hidupnya baik.
Penyebab penyakit ini tidak diketahui,namun factor keturunan dan respon sistem
kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus,diduga berperan dalam terjadinya jolitis
ulserativa. Suatu serangan ini bisa mendadak dan berat,menyabebkan diare hebat,demam
tinggi,sakit perut,dan peritonitis(radang selaput perut) selama serangan penderita tampak
sangat sakit.Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai secara bertahap,dimana
penderita memiliki keinginan untuk buang air besar,kram ringan pada perut bawah dan
tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini tervatas pada rectum dan kolon
sigmoid tinja mungkin normal,kering,dank eras.tetapi ketika buang air besar ,dari rectum
keluar lender yang banyak mengandung sel darah merah dan sel darah putih.Gejala lain
bisa demam. Jika menyebar ke usus besar ,tinja akan lunak dan penderita dapat buang air
besar sebanyak 10-20 kali/hari.Tinja tampak mengandung nanah,darah dah lendir.
Anonim. 2011.http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/. Posted
by: oktober 2011
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/colitis/ -
7/22/2019 Lap Dietetik
35/40
Kebanyakan gejala Colitis ulserativa pada awalnya adalah berupa buang air besar
yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit perut dan
diare berdarah. Pasien j uga dapat mengalami :
1. Anemia
2. Fatigue/ Kelelahan
3. Berat badan menurun
4. Hilangnya nafsu makan
5. Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
6. Lesi kulit (eritoma nodosum)
7. Lesi mata (uveitis)
8. Nyeri sendi
9. Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)
10. Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali sehari)
11. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.
12. Perdarahan rektum (anus).
13. Rasa tidak enak di bagian perut.
14. Mendadak perut terasa mulas.
15. Kram perut.
16. Sakit pada persendian.
17. Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum
18. Anoreksia
19. Dorongan untuk defekasi
Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan mengurangi gejala dan
mengganti cairan dan zat gizi yang hilang.penderita sebaij\knya mengurangi makan-
makan sayur mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang
meradang.Diet bebas susu,dan minum obat antikolinergik.Apabila sudah terjadi colitis
toksis maka penderita harus diawasi,semua obat dihentikan dan pasien dipuasakan.Jika
pasien masih lemah dapat dilakukan tindakan pembedahan.
Moorhouse,Dongoes.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Jakarta:EGC
-
7/22/2019 Lap Dietetik
36/40
BAB III
HASIL, PERHITUNGAN, & PEMBAHASAN
I.
HASILJ. PERHITUNGAN
Diketahui : Seorang Ibu H dengan U = 51 tahun, BB = 40 kg, TB = 140 cm, TL =
45 cm . Pada tanggal 1 juli 2013 px datang ke RS dengan mengeluh BAB sakit disertai
darah, perut melilit 6 hari terakhir, BAB pagi lembek, BAB sekitar jam 10 berlendir, serta
selalu merasa sakit sebelum dan sesudah BAB , Dokter mendiagnosa px menderita
penyakit Colitis.
1 thn yang lalu , px pernah dirawat di rumah sakit selama 12 hari karena colitis,
px merupakan seorang ibu rumah tangga.
Pemeriksaan klinis : TD : 120/70 mmHg, RR : 20 x /mnt, adi : 0 / mnt, Suhu : 3
Pemeriksaan Biokimia :
HB 12,2
LEUKOSIT 7450
HEMATOKRIT 38
ERITROSIT 4,3
TROMBOSIT 331.000
MONOSIT 9,7
SGOT 19
SGPT 29
ANTROPOMETRI :
IMT = BB/TB = 40 /(1,4)2
= 40/1,96 = 20,40 -> NORMAL
BBI = (TB-100) = 140-100 = 40 Kg
-
7/22/2019 Lap Dietetik
37/40
BEE = 655 + (9,6 X BB) + (1,7 X TB)(4,7 X U)
= 655 + (9,6 X 40) + (1,7 X 140)(4,7 X 57) = 1037,3 kkal
TEE = BEE x FA x FS = 1037,3 x 1,2 x 1,2 = 1493,712 kkal
Protein = 15 % x 1493,712 kkal / 4 = 56,01 gr.
Lemak = 20 % x 1493,712 / 9 = 33,19 gr
Karbohidrat = 65 % x 1493,712 / 4 = 242,742 gr
K. PEMBAHASANPada Praktikum ini kami membahas tentang berbagai penyakit seperti, IBD, kantung
empedu, colitis, sirosisdan juga thypoid. Namun pada kelompok kami membahas tentang
penyakit colitis . Colitis adalah peradangan akut ataupun kronik pada kolon yang mana
dapat menyebabkan perut melilit dan diare berdarah . untuk itu pada penyakit colitis ini,
memiliki beberapa diagnose gizi yang mana berpengaruh terhadap intervensi yang akan
diberikan. Pada pasien colitis ini diagnose yang diberikan seperti NB1.4 yaitu kurangnya
memonitor diri sendiri yang berkaita dengan kesulitan mengatur waktu yang ditandai
dengan tidak memiliki waktu untuk berolahraga dan waktu tidur kurang dari 4 jam .
Selain itu juga, diagnose yang diberikan berhubungan dengan penurunan kebutuhan serat
disebabkan adanya peradangan usus ditandai oleh BAB berdarah. Oleh karena itu,maka
diberikan intevensi diet rendah sisa dan rendah serat yang mana syarat diitnya porsi kecil
tapi sering, cukup cairan dan elektrolit, makanan yang diberikan juga pada diet rendah
sisa adalah makanan saring. Hal ini karena adanya peradangan di usus jadi diberikan
bentuk makanan yang mudah dicerna. Adapun tujuan diberikan diit tersebut adalah untuk
memperbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah iritasi, mengistirahatkan
usus pada masa akutdan juga sebagai proses dari adaptasi terhadap bentuk makanan yang
lebih padat dan untuk memonitoring dan evaluasi maka perlu diperhatikan apakah BAB
nya masih berdarah dan berlendir atau tidak.
BAB IV
-
7/22/2019 Lap Dietetik
38/40
KESIMPULAN DAN SARAN
L. KESIMPULAN
Pada praktikum ini membahas tentang IBD,Sirosis, Colitis, Kantung Empedu, danThypoid. Yang terpenting yang perlu di ingat adalah bagaimana dalam cara menganalisis
diagnose gizi dan intervensi pasien dan juga perencanaan menu pasien.
M.SARAN Perlu memperhatikan dalam penentuan diagnosis dan intervensi.
-
7/22/2019 Lap Dietetik
39/40
A. JUDUL PRAKTIKUM :B. HARI/TGL PRAKTIKUM : RABU, 20 MARET 2013C. PRAKTIKUM KE : I (SATU)D. KELOMPOK KE : 3 (TIGA)E. NAMA KELOMPOK : -Feriskayanti H
-Fenny Kurniawaty
-Natalis Kurnianda
BAB I
PENDAHULUAN & TUJUAN
F. PENDAHULUANG. TUJUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
H. TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
HASIL, PERHITUNGAN, & PEMBAHASAN
I. HASILJ. PERHITUNGANK. PEMBAHASAN
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
-
7/22/2019 Lap Dietetik
40/40
L. KESIMPULANM.SARAN