landslide 2
TRANSCRIPT
Abstrak
Tanah longsor merupakan suatu proses kompleks yang mampu mempengaruhi
lereng gunung dan menimbulakn efek buruk hingga menimbulkan korban jiwa
Hal ini sangat berlawanan dengan sedikitnya pengetahuan mengenai dimana dan
ini akan terjadi. Oleh karena itu penyebab serta permodelan hubungan antara
proses biotik dan geomorfologi serta atribut apa saja yang terlibat di dalamnya.
Introduction
Landslide atau tanah longsor adalah bentuk dari pergerakan sejumlah
material. Menurut Plummer, tanah longsor merupakan pergerakan dari bedrock,
pecahan batu atau tanah menuruni slope dalam bentuk utuh atau perlahan.
Pergerakan ini sebagian besar dipengaruhi oleh gravitasi dan kecepatannya
bervariasi mulai dari sangat pelan yang disebut “creep” hingga yang sangat cepat
dikenal dengan “rock fall”. dalam konteks massa yang terbuang, mengarah pada
semua gerakan downhill oleh semua material ( jumikis, 1983) tipe erosi yang
ditimbulkan ada 4 yaitu debris, earth flow, earth slip, dan soil slip.
Hal ini dipengaruhi oleh pebedaan tipe tanah yang berkaitan erat dengan
pergerkan massa. Tanah dengan tipe berpasir yang terjadi pada puncak gunung
biasanya menjadi debris avalanche selain itu tanah bertipe siltloam juga
menghasilkan debris avalanche. Earthflow terjadi pada jenis tanah loam on ash
tanah (pink). Soil slip terkait dengan tanah berpasir.
Tanah longsor merupakan bencana geologi yang sangat besar. Gravitasi
merupakan faktor pendorong terjadinya tanah longsor, selain itu kandugan air,
kemiringan lereng, gempa bumi,vulkano, pecahan yang tersedia serta banyak
lainnya juga merupakan faktor yang turut mempengaruhi terjadinya tanah longsor.
Karena faktor yang mempengaruhi tanah longsor dapat berupa hal alamiah
maupun karena ulah manusia, tanah longsor dapat terjadi pada area yang
dikembangkan ataupun tidak serta di area dimana tanahnya diubah menjadi jalan,
perumahan, alat – alat, bangunan dan bahkan yang digunakan sebagai halaman
belakang seseorang. (United State Search and Rescue Task Force Landslide,
2000).
Pembahasan
- Istilah – istilah dalam tanah longsor
Ungkapan yang sering diasosiasikan dengan tanah longsor diantaranya
yaitu :
a. Flow
Digunakan bila material bergerak sebagai fluida yang viscous biasanya
merupakan akibat dari melimpahnya jumlah air yang berinteraksi dengan
material. Hal ini umum tejadi selama aktivitas vulkanik dimana “ash”
berinteraksi dengan air menjadi lahar.(Foster,1978;American Red Cross,
2008).
b. Slide
Digunakan bila material bergerak di permukaan bumi. Terjadi jika
sejumlah besar debris dipaksa untuk bergerak.
c. Fall
Jika perpindahan material terjadi di udara dengan jatuh bebas dibawah
pengaruh gravitasi. Fall identik dengan batu yang menjadi pecahan di
udara. (Plummer et al., 1999)
Ada juga yang mengartikan dengan gerakan yang sangat cepat dari massa
bedrock yang besar atau regolith
d. Creep
Creep merupakan gerakan massa tanah yang lambat ke arah downslope
dan terjadi bila beban pada material yang miring terlalu rendah.
Sedangkan menurut Foster, creep adalah gerakan menuju downslope yang
pelan dari material dan dalam beberapa kasus bedrock
e. Earthflow
Terjadi jika jumlah air dalam material bertambah dan akan tertinggal
bekas yang berbeda pada titik yang longsor di batuan induk
f. Solifluction
Terjadi jika tanah yang membeku di puncak gunung atau bukit meleleh
selama hari – hari hangat di musim semi atau selama musim panas di
permafrost (Leed et al., 1982).
g. Translational slide
Digunakan ketika material yang dibawa dapat dengan jelas terlihat
perbedaannya dengan yang tertinggal. Ada permukaan sliding
( permukaan yang impermeable, dan konsisten melewati area ) yang jelas
yang memungkinkan material menuruni slope. Umum terjadi di daerah
yang mengandung banyak debris atau material yang berhamburan di atas
bedrock. Keberadaan air membantu melancarkan alur jatuh dari material,
sehingga mempermudah jatuhnya material (Plummer et al., 1999).
h. Rotational slide
Digunakan ketika material yang dibawa dapat dengan jelas terlihat
perbedaannya dengan yang tertinggal namun tidak ada permukaan
slidingnya. Pergerakan material lebih kurang berbentuk circular.
Umumnya terjadi di daerah yang mempunyai cuaca yang ekstrim seperti
tidak ada bedrock atau bedrock berada jauh dibawah untuk menjadi
longsoran di permukaan. Longsor jenis ini biasanya disebabkan oleh
perpotongan sungai atau penetrasi dari air bawah tanah pada material yang
menyebabkan materialnya di atasnya menjadi tidak stabil, menghasilkan
pergerakan ke bawah. Di lapangan, tumbuhan terbentang di tempat yang
lebih tinggi ( Plummer et al., 1999 ).
Perbandingan antara flow, slide dan fall
Lambat cepat
Tipe
gerak
< 1 cm/tahun 1m/hari – 1km/jam 1– 5 km/jam > 5km /jam
Flow Creep
(debris)
earthflow Mudflow/ aliran
lumpur (air bercampur
debris)
Dominan debris dan
batu
Slide Longsran berupa
debris dan batu
Fall Batu dan debris
berjatuhan
Tabel 1.1 perbandingan 3 tipe landslide berdasar Plummer et al, 1999
- Penyebab tanah longsor
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, tanah longsor dipicu oleh
berbagai hal. Menurut F Karsli dalam “Effects of land-use changes on
landslides in a landslide-prone area (Ardesen, Rize, NE Turkey)” slope,
lithology, kekasaran area, jarak terhadap jalan, dan tipe penyebaran
memegang peran penting dalam terjadinya tanah longsor.
Secara umum penyebab terjadinya longsor dapat dirinci sebagai berikut :
a. Kemiringan lereng
Faktor ini sangat esensial karena menentukan stabilitas material. Sudut
kritis dimana material dapat bertahan menetukan stabilitasnya, sudut ini
biasanya berkisar pada 25° - 45° untuk material yang terkonsolidasi
bergantung pada ukuran butiran dan bentuk partikelnya (Montgomery,
1992).
b. Relief
merupakan jarak vertical antara lantai lembah dan puncak gunung.
Semakin besar relief semakin besar kemungkin terjadi longsor karena
stabilitasnya lebih kecil
c. Kandungan air
tanah longsor biasanya identik dengan banjir dan menurut data yang ada
sebagian besar tanah longsor terjadi pada musim hujan. Air menyebabkan
2 hal, yaitu penambahan berat slope dan mengurangi kohesi material. Air
juga memperlancar jalur longsor sehingga gaya gesek antara massa yang
berpindah dengan permukaan berkurang ( Foster, 1978).
d. Komposisi debris dan batuan bebas
jika suatu daerah mengandung batuan bebas dan debris, ada tendensi
material itu akan berguling dengan stabilitas yang kecil. Material ini akan
mudah dipenuhi air yang kemudian menambah berat material hingga
timbul gaya friksi sebagai perlawanan dari gaya yang menahan gerakan
material. Sehingga sangat mudah terbawa menjadi longsoran ( Plummer et
al.,1999 )
e. Akibat dari gempa bumi
getaran dari gempa bumi menyebabkan pecahnya daya ikat antar tanah dan
batu sehingga menyebabkan tanah longsor. Contohnya tanah longsor di
Peru pada tahun 1970 dipicu oleh gempa bumi yang mempunyai
episentrum 100 km di lepas laut ( Montgomery, 1992 ).
f. Potongan oleh sungai
dalam beberapa kasus dimana terdapat sungai disamping area yang miring,
sungai tersebut dapat mengerosi kaki slope sehingga stabilitas slope
terganggu dan menimbulkan kegagalan slope yang mengarah pada tanah
longsor
g. Frekuensi beku dan mencair
ketika tanah membeku dan kemudian mencair ada titik dimana tidak
semua daerah mencair sehingga jika layer antara bedrock dan batuan induk
mencair sedangkan massa disekelilingnya tetap membeku, air yang
dihasilkan tidak dapat melelehkannya sehingga air bertinsak sebagai
pelican dan membawa blok yang membeku menuruni lereng menjadi
tanah longsor. Ini dinamakan solifluction (Foster, 1978)
selain itu, manusia juga bisa menjadi penyebab terjadinya tanah longsor
seperti pembuatan jalan. Hal ini menimbulkan efek langsung dan tak langsung
terhadap tanah dan proses hidrogeomorfologi. Hal ini menyangkut pembentukan
permukaan yang baru dan tidak stabil, pemitongan kemiringan lembah, modifikasi
pada hidrologi kemiringan bukit dan getaran tanah. Konsekuensi yaitu
kemungkinan tanah longsor meningkat dan kehilangan tanah (25 hingga 350 kali
daripada hutan yang tidak diganggu;sidle et al.2006), perubahan proses ekosistem
(Shiels et al. 2008) serta keberlangsungan makhluk hidup di dalamnya.
Perubahan fungsi lahan mungkin adalah tindakan manusia yang sangat
mempengaruhi terjadinya tanah longsor. Hal ini karena perubahan fungsi lahan
bukan hanya mengubah komposisi spesies dan fungsi ekosistem ini juga
mengubah struktur landscape hingga menyebabkan ketidak stabilan sepanjang
slope. Selain tanah longsor, perubahan fungsi lahan juga berpotensi menyebabkan
terjadinya erosi, pada banyak kasus telah terbukti bahwa total area yang terkena
efek dari tanah longsor bertambah pada hutan yang digunakan sebagai tempat
produksi kayu atau diubah menjadi fungsi yang lain. Perubahan iklim yang dipicu
oleh manusia juga mempengaruhi terjadinya tanah longsor ( Latelin et al.1997)
terkait efek langsungnya pada proses hidrogeomorfologi dan biotik.
- Hubungan antara tanah longsor, dan interkasi antara proses goemorfologi dan
proses biotik
Tanah longsor merupakan pergerakan dari tumbuhan,tanah, saprolit, batu I
bawah pengaruh gravitasi. Pada lingkungan yang kering pergerakan massa sering
melibatkan batu, sedangkan di lingkungan yang berair tanah longsor melibatkan
tumbuhan, tanah dan bedrock yang berubah bentuknya. Pengaruh dari proses
biotic lebih terlihat pada lingkungan yang berair.
Permodelan dibawah ini dapat menunjukkan bagaimana proses biotik dan
geomorfologi berinteraksi dengan gunung sebagai akibat dari tanah longsor.
Pada permodelan ini, individual dan independent slope yang mengandung
tanah, air, tumbuhan dan saprolit adalah hal – hal yang digunakan untuk melawan
2 gaya yaitu gaya lawan dan gaya dorong (Conforth 2005). Unit slope mengalami
kegagalan ketika gaya lawan dan gaya dorong memiliki magnitude yang sama.
Pada tahap ini, air hujan yang tidak tersaring ataupun gerakan tanah karena gempa
bumi dapat menyebabkan tidak seimbangnya kedua gaya tadi sehingga
mengakibatkan kegagalan slope. Vegetasi dapat memodifikasi magnitude gaya –
gaya inui sehingga dapat mempertahankan kestabilannya dan ketika digabungkan
dengan landscape, tumbuhan mampu memodifikasi penyebaran tanah longsor.
Peningkatan kemungkinan proses ekologi dan evolusi dapat digunakan
untuk memilih karakter yang menyumbang keberlangsungan tanaman di slope
yang tidak stabil. Beberapa studi menunjukkan bahwa kekuatan akar tanaman
sangat bervariasi tergantung spesies, tipe vegetasi dan famili nya (Sidle and
Ochiai 2006, Stokes et al. 2007). Kekuatan akar merupakan fungsi dari kekakuan,
densitas dan arsitektur dari akar, hal – hal yang diketahui phenotipically plastic
dan variable genetic dan mendorong proses evolusi.
Studi lain membuktikan konsep “landslide immunity” untuk menjelaskan
tidak adanya aktivitas landslide pada area yang sudah terimbas oleh tanah longsor
(Shimokawa 1984). Kondisi ini mungkin dihasilkan ketika tanah dan vegetasi
tidak mencapai kondisi dimana dapat mengalami kegagalan karena hujan atau
aktivitas seismik. Karena itu, pengembangan ekosistem setelah terjadi tanah
longsor, harus menghasikan mekanisme yang memungkinkan proteksi terhadap
tanah longsor selanjutnya
- Tanah longsor dan spasial struktur dari gunung
Tanah longsor memegang peran dalam pergerakan gunung dan bagi hidup
organisme yang tidak diketahui jumlahnya. Karena tanah longsor mewakili
rusaknya habitat dari beberapa spesies, maka tanah longsor memiliki
konsekuensi penting pada diversity dan fungsi dari ekosistem.
Pada skala tanah longsor, pergerakan dari material menuju down – slope
menghasilkan zona yang berbeda dengan yang ada disekelilingnya. Zona
gagal ini umumnya diketahui sebagai bekas luka, biasanya mempunyai slope
yang paling tajam dan merupakan daerah dimana tumbuhan,tanah ,dan saprolit
dipindahkan.
Zona deposisi adalah daerah yang tidak terpengaruh dimana kebanyakan
material yang berpindah berkumpul. Terkadang zona transport yang jelas
terbentuk ketika material yang diangkut habis diantara zona inisiasi dan zona
deposisi (Martin et al. 2002).
Vegetasi dan tanah juga menyebabkan graadien horizontal antara pusat
tanah longsor dengan substrat lain yang ada di dekatnya dan tidak terganggu.
Biasanya kondisinya landai di permukaan tanah longsor dan tajam di
pusatnya.
Pada skala intermediet, dimana ribuan tanah longsor dipicu oleh hujan
badai tunggal atau gempa bumi disebut populasi tanah longsor. Berbeda
dengan tanah longsor tunggal, populasi tanah longsor mempunyai tipe
mobilasasi material, tipe pergerakan, distribusi spasial yang sangat bervariasi.
Dua hal yang digunakan ahli geomorfologi untuk mengklasifikasi tanah
longsor prevailing climates dan kandungan air dalam bedrock, dua hal ini
mungkin dipengaruhi oleh tumbuhan dan proses dibalik formasi tanah longsor.
Ukuran tanah longsor dapat digunakan untuk menjelaskan efek yang berkaitan
antara besar kecilnya tanah longsor pada populasi tertentu (Stark and Hovius
2001).
Populasi tanah longsor dapat dikarakterisasi berdasarkan spasialnya,
termasuk hubungan antara lokasi dan magnitude dari pemicu tanah longsor
dan perbedaan variable dari landscape. Contohnya densitas tanah longsor
mungkin sangat tinggi di dekat episentrum gempa bumi atau litologi tertentu
(Murthy et al. 2004, Meunier et al. 2007). Selain itu, distribusi tanah longsor
relatif tergantung jaringan sungai, sehingga penting untung memahami
hubungan antara kemiringan bukit dan system fluvial (Korup 2005), serta efek
nya terhadap ekosistem gunung (Reeves 1995).
Pada skala besar, sering terjadi over lap populasi tanah longsor karena
hujan yang tidak pasti dan tanah longsor yang dipicu seismik bahkan di region
yang sama. Pada skala ini, efek dari tanah longsor pada ekosistem dapat
ditunjukkan melalui kurva magnitude- frekuensi yang berkaitan dengan total
area yang terimbas tanah longsor pada magnitude frekuensi yang dapat
memicu tanah longsor (Wolman and Miller 1960, Garwood et al. 1979).
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu
1. Ada perbedaan penggunaan antara flow, slide dan fall
2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya tanah longsor adalah kandungan air,
gempa bumi, kemiringan lereng, komposisi debris dan batuan bebas, erosi
di kaki lereng
3. Ada hubungan antara proses biotic dan geomorfologi
4. Tanah longsor berkaitan dengan struktur spasial dari gunung.
Referensi
1. F Karsli, M Atasoy, A Yalcin, S Reis, et al. Environmental Monitoring
and Assessment. Dordrecht: Sep 2009. Vol. 156, Iss. 1-4; pg. 241
2. Sekhar L.Kuriakose, G. Sankar, C. Muraleedharan; Environmental
Geology. Berlin: Jun 2009. Vol. 57, Iss. 7; pg. 1553
3. Motaka Philip Asicho Etapo, Assessing the Kekem landslide June 2008
4. Ame alexrandra. Landslide distribution assignment.2009