kultur vitreus tetap positif bakterial eksogen endoftalmitis

14
Endoftalmitis Bakterial Eksogen - Kultur Vitreus Tetap Positif TUJUAN : Melaporkan kondisi klinis, isolat bakterial, antibiotik sensitif, dan keluaran ketajaman penglihatan pada pasien dengan kultur vitreus tetap positif setelah pemberian antibiotik intravitreal. DESAIN : Konsekutif, kasus berseri nonkomparatif. METODE : LATAR : Pusat Pelayanan tersier. POPULASI PASIEN : Tiga puluh enam mata dari 36 pasien dengan endoftalmitis eksogen dengan bakteri yang sama pada pemeriksaan kultur vitreus minimal 2x secara berurutan dari tahun 1981-2015. PROSEDUR OBSERVASI : Kultur vitreus dengan injeksi antibiotik intraviteal dan vitrektomi pars plana dengan antibiotik intraviteal. UKURAN KELUARAN UTAMA : Isolat bakteri, sensitivitas antibiotik, keluaran penglihatan. HASIL : 36 mata dari 36 pasien memenuhi kriteria penelitian. Follow up rata-rata 26,5 bulan. Kondisi klinis yang paling sering adalah setelah operasi katarak (18/36, 50%) dan operasi glaukoma (11/36, 31%) Rata-rata ketajaman penglihatan awal adalah 2,16 ± 0,77 logMAR (Persamaan Snellen ~ 20/2900), dan tidak ada perubahan bermakna pada evaluasi akhir (2,08 ± 0,97 logMAR, ~20/1900, P= .72). Bakteri yang paling sering adalah Staphylococcus (11/36, 31%) dan Streptococcus ( 9/36, 25%). Bakteri gram positif sensitif terhadap vancomycin (27/27, 100%); bakteri gram negatif sensitif terhadap amikacin (5/5, 100%). Sensitivitas antibiotik sama pada pengulangan kultur terhadap 34 dari 36 pasien (94%). Terapi awal adalah kultur intravitreus dan injeksi antibiotik intravitreal pada 28 dari 36 pasien (78%). Penglihatan pada follow up terakhir adalah 20/200 atau lebih baik pada 12 pasien (33%) dan tidak ada persepsi cahaya pada 11 dari 36 pasien (31%). KESIMPULAN : Organisme yang sering diidentifikasi adalah bakteri gram positif. Terdapat hubungan yang baik pada sensitivitas antibiotik antara pemberian awal dan kultur

Upload: bernardus-mario-vito

Post on 12-Jul-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fdghd

TRANSCRIPT

Page 1: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

Endoftalmitis Bakterial Eksogen - Kultur Vitreus Tetap Positif

TUJUAN : Melaporkan kondisi klinis, isolat bakterial, antibiotik sensitif, dan keluaran ketajaman penglihatan pada pasien dengan kultur vitreus tetap positif setelah pemberian antibiotik intravitreal.

DESAIN : Konsekutif, kasus berseri nonkomparatif.

METODE : LATAR : Pusat Pelayanan tersier. POPULASI PASIEN : Tiga puluh enam mata dari 36 pasien dengan endoftalmitis eksogen dengan bakteri yang sama pada pemeriksaan kultur vitreus minimal 2x secara berurutan dari tahun 1981-2015. PROSEDUR OBSERVASI : Kultur vitreus dengan injeksi antibiotik intraviteal dan vitrektomi pars plana dengan antibiotik intraviteal. UKURAN KELUARAN UTAMA : Isolat bakteri, sensitivitas antibiotik, keluaran penglihatan.

HASIL : 36 mata dari 36 pasien memenuhi kriteria penelitian. Follow up rata-rata 26,5 bulan. Kondisi klinis yang paling sering adalah setelah operasi katarak (18/36, 50%) dan operasi glaukoma (11/36, 31%) Rata-rata ketajaman penglihatan awal adalah 2,16 ± 0,77 logMAR (Persamaan Snellen ~ 20/2900), dan tidak ada perubahan bermakna pada evaluasi akhir (2,08 ± 0,97 logMAR, ~20/1900, P= .72). Bakteri yang paling sering adalah Staphylococcus (11/36, 31%) dan Streptococcus ( 9/36, 25%). Bakteri gram positif sensitif terhadap vancomycin (27/27, 100%); bakteri gram negatif sensitif terhadap amikacin (5/5, 100%). Sensitivitas antibiotik sama pada pengulangan kultur terhadap 34 dari 36 pasien (94%). Terapi awal adalah kultur intravitreus dan injeksi antibiotik intravitreal pada 28 dari 36 pasien (78%). Penglihatan pada follow up terakhir adalah 20/200 atau lebih baik pada 12 pasien (33%) dan tidak ada persepsi cahaya pada 11 dari 36 pasien (31%).

KESIMPULAN : Organisme yang sering diidentifikasi adalah bakteri gram positif. Terdapat hubungan yang baik pada sensitivitas antibiotik antara pemberian awal dan kultur berikutnya. Pasien dengan endoftalmitis kultur vitreous positif persisten memili keluaran penglihatan yang buruk.

Endoftalmitis bakterial dapat menyebabkan inflamasi berat. Meskipun beberapa pasien merespon dengan baik pada pemberian injeksi 1x antibiotik intravitreal, terdapat beberapa kasus pada pasien dengan endoftalmitis yang tetap kultur positif setelah terapi antibiotik. Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, dan Bacillus diisolasi pada kasus persisten.

Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan komorbiditas, kondisi klinis, isolat bakteri, sensitivitas antibiotik, dan keluaran visual pada pasien dengan kultur vitreus tetap positif stelah pemberian antibiotik intravitreal.

Page 2: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

METODE

Semua rekam medis pasien dengan kultur vitreus positif diambil dari Bascom Palmer Eye Institute dari Januari 1981 sampai Desember 2015. Pasien dengan organisme bakteri yang sama pada 2x pemeriksaan berturut-turut pada hari yang berbeda setelah mendapatkan minimal 1x injeksi antibiotik intravitreal dimasukkan pada penelitian. Pasien dengan organisme virus atau bakteri, kultur polimikrobial, endoftalmitis endogen, dan rekam medis yang tidak lengkap, tidak dimasukkan ke dalam penelitian. Isolat mikrobiologi dan sensitivitas dibandingkan pada pasien dengan infeksi persisten dan pada pasien dengan hanya kultur vitreus positif 1x pada periode waktu yang sama. Serial kasus nonkomparatif, konsekutif disetujui oleh Institutional Review Board of the University of Miami Miller School of Medicine dan mengacu pada Health Insurance Portability and Accountability Act of 1996.

Regimen terapi diberikan dokter berdasarkan kondisi klinis pasien. Tidak ada ketentuan untuk waktu dan tipe terapi kedua. Pasien diterapi ulang apabila didapatkan perburukan atau tidak ada perbaikan penglihatan, nyeri, hipopion, fibrin, atau vitritis. Setelah tahun 1995, pasien dengan endoftalmitis akibat operasi katarak diterapi berdasarkan rekomendasi dari Endophthalmitis Vitrectomy Studies (EVS).

Perhitungan kalkulasi menggunakan SPSS dengan nilai p bermakana apabila < .05. Ketajaman penglihatan Snellen diubah ke algoritma dengan persamaan sudut resolusi minimal (logMAR), menghitung jari bernilai 1,85, gerakan tangan 2,3, persepsi cahaya 2,7, dan tidak ada persepsi cahaya 3,0. Best corrected visual acuities (BCVA) ditunjukkan sebagai rata-rata logMAR ± standard deviasi, diikuti perkiraan persamaan Snellen Chart. Ketajaman penglihatan dianalisis menggunakan Student’s t test, analisis varian satu arah dengan analisis Tuke post hoc, dan Fisher’s exact test.

HASIL

Selama 35 tahun penelitian, 36 mata dari 36 pasien memenuhi kriteria penelitian. Usia rata-rata 69,9 tahun (median 73, range 17-89). 20 pasien laki-laki (56%) dan 16 mata kanan (44%). Komorbiditas sistemik yang paling sering adalah hipertensi 18/36 (50%) dan diabetes mellitus 7/36 (19%). Dua pasien (6%) imunokompromis akibat steroid sistemik kronis. Komorbiditas mata termasuk glaukoma (13/36, 36%) dan degenerasi makula (2/35, 6%).

Riwayat klinis dan demografis dirangkum pada tabel 1. Kondisi klinis setelah operasi katarak (18/36, 50%), operasi glaukoma (11/36, 31%), trauma (3/36, 8%), injeksi intravitreal (2/36 6%), dan keratoplasti (2/36, 6%). Dua pasien yang memiliki riwayat operasi gabungan (ekstrasi katarak dengan trabekulektomi) dimasukkan ke dalam kelompok glaukoma karena timbul gejala edoftalmitis berhubungan dengan bleb setelah 2 tahun post operasi. Tiga puluh empat dari 36 pasien (94%) memiliki hipopion dan nyeri pada pemeriksaan fisik awal, semua pasien memiliki vitritis. Tiga pasien dieksklusi dengan endoftalmitis onset lambat (muncul lebih dari 6 minggu setelah operasi atau trauma), rata-rata waktu sejak kejadia hingga didiagnosis adalah 6,4 ± 11 hari. Rata-rata follow up setelah terapi awal adalah 26,5 bulan ( range 2 minggu – 157 bulan).

Page 3: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

Terapi dirangkum pada tabel 2. Semua pasien mendapat vancomicin intravitreal dan 33 dari 36 pasien (92%) mendapat antibiotik intravitreal tambahan pada hari didiagnosis: ceftazidime (29/36, 81%), tobramycin (2/36, 6%), amikacin (1/36, 3%), dan gentamicin (1/36, 3%). Lima belas pasien (42%) juga mendapat tambahan dexamethason intravitreal pada saat pemberian antibiotik intravitreal.

Setelah pemberian terapi awal, pasien diberikan terapi tambahan apabila kondisi memburuk atau tidak membaik. Rata-rata selisih waktu pemberian terapi 7,9 ± 16 hari, dan rata-rata jumlah yang diterapi 2,8 ± 0,8. Rata-rata penglihatan pada saat terapi kedua sama dibandingkan saat datang pertama (P = ,81). Kultur vitreus dan injeksi antibiotik intravitreal dilakukan sebagai terapi awal pada 28 dari 36 pasien (78%), di mana 9 (32%) diterapi lanjutan tap/inject dan 18 (64%) diterapi lanjutan pars plana vitrectomies (PPV). Delapan pasien (22%) mendapat PPV dan antibiotik intravitreal di awal terapi, dimana 4 pasien (50%) diikuti terapi vitrectomies dan pemberian antibiotik intravitreal. Dosis kedua antibiotik intravitreal diberikan pada 34 dari 36 pasien (94%); semua 34 pasien mendapat vancomycin dan 25 (74%) mendapat cetazidime. Satu pasien membaik dengan tap/inejct diikutin PPV tanpa penambahan antibiotik. PPV dilakukan pada 33 dari 36 pasien (92%). Tidak ada efek samping langsung yang ditemukan pada pemberian antibiotik intravitreal berulang.

Semua pasien mendapat antibiotik topikal adjuvan. Antibitoik tersebut adalah vancomycin (30/36, 83%), tobramycin (21/36, 58%, gentamicin (2/36, 6%), ceftazidime (2/36, 6%), moxifloxacin (2/36, 6%), dan ofloxacin (2/36, 6%). Steroid topikal diberikan dalam 24 jam pemberian antibiotik inisial pada 34 dari 36 pasien (94%). Antibiotik sistemik diberikan pada 13 dari 36 pasien (36%).

Data mikrobiologis dirangkum pada tabel 3. Bakteri gram positif 81% (29/36) dari semua kultur tetap positif endoftalmitis bakterial. Bakteri yang paling sering adalah Staphylococcus (11/36, 31%) dan Streptococcus ( 9/36, 25%), dan Enterococcus (6/36, 17%). Organisme bakteri diisolasi dari kultur vitreus undiluted 64% (50/78) dan dari vitreus washings atau vitreus cassettes 36% (28/78).

Pada waktu yang sama, terdapat 1189 pasien dengan endoftalmitis bakterial yang hanya mempunyai 1 kultur vitreus positif. Bakteri ang paling sering adalah bakteri gram positif (1028/1189, 86%). Isolat yang paling sering adalah spesies Staphylococcus (594/1189, 50%), Streptoccous (126/1189, 11%), Enterococcus (47/1189, 4%), dan Pseudomonas (38/1189, 3%). Tidak ada perbedaan bermakna secara statistik pada proporsi bakteri gram positif atau negatif pada kelompok endoftalmitis bakterial persisten dan nonpersisten (P= .46, Fisher exact test). Bagaimanapun juga proporsi bakteri gram positif non staphylococcus lebih tinggi pada kelompok kultur positif persisten, termasuk streptococcus dan enterococcus (P= .32 dan P= .21, Fisher exact test). Tidak ada perbedaan bermakna secara statistik antara proporsi bakteri gram negatif pada pasien dengan endoftalmitis persisten.

Page 4: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

Sensitivitas antibiotik terdapat pada 34 pasien (Tabel 3) dan tetap sama pada kultur ulangan pada 94% pasien (34/36). Dari bakteri gram positif yang diuji, semua sensitive terhadap vancomycin (27/27, 100%) dan 80% sensitive terhadap ceftazidime (12/15). Untuk bakteri gram negatif yang diuji, semuanya sensitive terhadap amikacin (5/5,100%) dan 83% sensitive terhadap ceftazidime (5/6). Bakteri pada seluruh kasus endoftalmitis persisten sensitive terhadap paling tidak 1 jenis antibiotik intraviteal yang terpilih secara empiris.

Keluaran klinis diringkas dalam Tabel 4. Rerata dari ketajaman visual adalah 2,16 ± 0,77 log MAR (Snellen equivalent ≈ 20/2900). Ketajaman visual preinfeksi diketahui pada 16 pasien (rerata 0,58 ± 0,78 log MAR, ≈ 20/70). Hanya 13% pasien (2/16) yang dapat mengembalikan ketajaman penglihatannya jika dibandingkan dengan ketajaman visual preinfeksi. Pasien dengan endoftalmitis yang diobati 6 minggu atau lebih setelah awal infeksi memiliki ketajaman visual akhir lebih buruk daripada yang berobat saat akut (2,67 ± 0,35 logMAR, ≈20/2400, vs 2,08 ± 0,18 logMAR, ≈20/1400, P= .049).

Rerata BCVA akhir untuk 36 pasien adalah 2,08 ± 0,97 logMAR (Snellen equivalent ≈20/2400), yang serupa dengan penglihatan sebelumnya (P= .72). Visus akhir adalah 20/40 atau lebih baik pada 4 pasien (11%), 20/200 atau lebih baik pada 12 pasien (33%), dan tidak ada persepsi cahaya pada 11 pasien (31%). Lima pasien (14%) yang menjalani enukleasi atau eviserasi mendapat persepsi cahaya pada kondisi awal dan menjalani tap and injects sebagai terapi awalnya. Tiga dari pasien tersebut memiliki riwayat trabekulotomi; 2 lainnya mengalami endoftalmitis terkait katarak sebelum hasil EVS dipublikasikan. Satu pasien memiliki imunokompromis sistemik akibat penggunaan prednisone untuk reumathoid arthritis.

Tidak ada perbedaan bermakna pada ketajaman visual akhir antara pasien yang menjalani terapi tap/inject dengan yang menjalani vistrektomi pars plana (2,28 ± 0,88 logMAR,

Page 5: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

≈20/3800, vs 1,52 ± 1,2 logMAR, ≈20/660, P= .19); pasien tidak lebih rentan untuk memiliki visus tanpa persepsi cahaya jika mereka mendapat terapi tap/inject (OR 0,95, P= .95). Tidak ada perbedaan bermakna pada ketajaman penglihatan akhir berdasarkan bakteri gram positif atau gram negative (P= .40), scenario klinis (P= .21), spesies bakteri yang berbeda (P= .73), spesies Staphylococcus (P= .81), spesies Streptococcus (P= .64), riwayat vitrektomi (P= .51), atau kapsul posterior intak (P= .71). Pasien yang menerima injeksi steroid intravitreal pada terapi awal memiliki ketajaman visual akhir sama dengan yang tidak (1,89 ± 1,1 logMAR, ≈20/1500, vs 2,37 ± 0,67 logMAR, ≈20/2400, P= .07). Tidak ada perbedaan pada ketajaman visual akhir berdasarkan terapi kedua dilakukan dalam 2 hari setelah terapi awal atau sesudahnya (P= .43), dalam 4 hari (P= .42), atau dalam 7 hari (P= .061).

Pasien yang pada awalnya memiliki visus gerakan tangan atau lebih baik lebih cenderung untuk membaik 20/200 atau lebih pada follow-up terakhir (OR, 21, P= .045). Pasien yang memiliki fakoemulsifikasi tanpa komplikasi merupakan kelompok yang mengalami perbaikan signifikan pada visus setelah terapi (2,27 ± 0,5 logMAR, ≈20/3700 sebelumnya, vs 0,65 ± 0,12 logMAR, ≈20/90 pada pemeriksaan akhir, P= .008).

DISKUSI

Insidensi endoftalmitis setelah trauma bola mata terbuka sekitar 2,1%, setelah trabekulektomi 1,3%, setelah operasi katarak 0,035%, setelah injeksi intravitreal 0,053%, dan setelah vitrektomi 0,028%.

Infeksi persisten setelah antibiotik intravitreal jarang terjadi. Pada Endofthalmitis Vitrectomy Study, hanya 14 dari 420 pasien (3%) yang memiliki kultur positif pada aspirasi vitreus ulang.

Kondisi klinis yang paling umum ditemukan pada pasien dengan endoftalmitis persisten pada penelitian terakhir adalah setelah ekstraksi katarak (18/36, 50%) dan operasi glaukoma (11/36, 31%). Insidensi ini mungkin menggambarkan frekuensi operasi katarak dan lebih

Page 6: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

tingginya risiko komplikasi terkait dengan operasi glaukoma. Tiga pasien yang mendapatkan endoftalmitis lebih dari 6 minggu setelah operasi glaukoma memiliki ketajaman visual lebih buruk disbanding 33 pasien lain yang mendapatkan endoftalmitis lebih akut pada minggu pertama setelah operasi.

Bakteri gram positif merupakan organisme terisolasi yang paling umum (81%, 29/36), terutama Staphylococcus (11/36, 31%) dan Streptococcus (9/36, 25%). Hasil yang serupa dilaporkan pada penelitian terbesar sebelumnya yang berfokus pada endoftalmitis persisten. Tidak ada perbedaan dalam proporsi dari bakteri gram positif dan negatif antara pasien yang sembuh dari endoftalmitis setelah 1 injeksi antibiotik intravitreal dengan yang tidak; namun, pasien dengan endoftalmitis persisten memiliki proporsi isolasi non-Staphylococus lebih banyak.

Kebanyakan pasien pada penelitian ini (75%) memiliki kultur awal dengan antibiotik intravitreal. Hasil visus akhir serupa antara pasien yang menerima tap/injects awal dan yang menerima vitrektomi dengan antibiotik intravitreal. Semua pasien menerima sedikitnya 1 dosis antibiotik intravitreal yang sensitive terhadap organisme penyebabnya. Bakteri gram positif 100% sensitive terhadap vacomycin dan 80% terhadap ceftazidime sedangkan bakteri gram negative 100% sensitive terhadap amikacin dan 83% terhadap ceftazidime.

Sensitifitas antibiotik secara keseluruhan terhadap kultur ulang adalah 94%. Tidak ada konversi pada suskeptibilitas antibiotik dari sensitive menjadi resisten pada kultur ulang. Tingginya konkordansi antara minimum inhibitory concentration (MIC) awal dan ulangan menggambarkan bahwa sensitifitas antibiotik awal dapat digunakan untuk menentukan terapi antibiotik selama menunggu hasil kultur ulangan.

Dalam penelitian pada manusia dan hewan, konsentrasi antibiotik intravitreal dinyatakan lebih tinggi secara signifikan daripada MIC untuk bakteri lain. Vancomycin intravitreal 1 mg/0,1 mL memiliki konsentrasi puncak lebih dari 200-250 μg/mL, yang lebih dari 50 kali lebih tinggi daripada 1-5 μg/mL MIC untuk kebanyakan mikroorganisme gram positif. Waktu paruh vancomycin kira-kira 25 jam, dan konsentrasinya bertahan diatas 5 μg/mL selama 3-4 hari setelah injeksi.

Page 7: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

Karena waktu generasi untuk sebagian besar bakteri berkisar dari 1 sampai 6 jam,

antibiotik intravitreal mungkin tetap di mata dalam konsentrasi cukup tinggi untuk mengobati

infeksi intraokular secara memadai.19-21 Perawatan tambahan dapat dipertimbangkan jika

endophthalmitis tidak membaik.

Karena sifat retrospektif dari penelitian ini dan jumlah kasus endophthalmitis

persisten yang relatif kecil, sehingga sulit untuk menyarankan pedoman yang spesifik untuk

pengobatan ulang. Dalam EVS, pasien dengan memburuknya peradangan atau infeksi bisa

dipertimbangkan untuk terapi tambahan setelah 36 jam.15 Berdasarkan data empiris dan

pengalaman klinis, pasien dengan tidak adanya perbaikan atau penglihatan memburuk,

peningkatan rasa sakit, atau infeksi yang lebih mematikan (seperti dengan bakteri gram

negatif) dapat dipertimbangkan untuk pengobatan ulang 36-48 jam setelah antibiotik

intravitreal awal. Dalam studi ini, ada tren signifikan non-statistik untuk pasien yang

menerima perawatan kedua lebih terlambat untuk memiliki ketajaman visual akhir yang lebih

buruk. Studi prospektif acak yang besar di masa depan mungkin membantu menjelaskan

waktu yang tepat dan sifat perawatan tambahan untuk pasien dengan endophthalmitis

persisten.

Pada pasien dengan peradangan persisten, sebuah vitrectomy dapat dipertimbangkan

untuk mengurangi bakteri, menghilangkan debris peradangan dan kemokin, dan mengambil

kapsul lensa.22 Bakteri tertentu, seperti Propionibacterium acnes, yang disekuestrasi di

bantalan kapsuler sementara bakteri seperti Streptococcus dan Staphylococcus bisa

Page 8: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

membentuk biofilm untuk melindungi diri terhadap penetrasi antibiotik.3 Di sisi lain,

antibiotik seperti vankomisin telah ditunjukkan pada model binatang untuk dieliminasi lebih

cepat di mata yang telah divitrectomy dan aphakia.23 Dalam EVS, penulis menyarankan

bahwa vitrectomy mungkin lebih efektif dalam sterilisasi mata dengan endophthalmitis.15

Dalam studi ini, tiga puluh tiga pasien (92%) menjalani vitrectomy selama pengobatan

mereka.

Pemberian berulang antibiotik intravitreal telah menimbulkan kekhawatiran tentang

keamanan obat. Beberapa suntikan dari vankomisin dengan gentamisin atau vankomisin

dengan amikasin telah dikaitkan dengan toksisitas retina; Namun, infeksi berkepanjangan

juga dapat menyebabkan peradangan berat dan kerusakan mata permanen.24,25 Tidak ada

chorioretinopathy yang langsung dikaitkan dengan antibiotik intravitreal berulang dalam

studi ini.

Penggunaan steroid adjuvan dapat menurunkan peradangan tambahan dan dapat

menghambat produksi protein yang terkait dengan biofilm pada endophthalmitis; Namun,

steroid juga dapat menekan respon kekebalan tubuh untuk infeksi.3 Sebuah uji coba terkontrol

secara acak tidak menunjukkan hasil visual yang lebih buruk pada pasien dengan

endophthalmitis yang menerima steroid intravitreal.26 Selanjutnya, vankomisin tingkat

intravitreal tidak berkurang di mata yang bersamaan dengan pemberian deksametason.18

Tidak ada perbedaan signifikan secara statistik pada ketajaman visual akhir antara pasien

yang menerima dan tidak menerima suntikan deksametason intravitreal dalam penelitian ini.

Pasien dengan endophthalmitis persisten memiliki hasil visual yang umumnya

buruk.15,16 Ketajaman visual tidak berbeda secara signifikan dari awal hingga akhir (20/2400

vs 20/2900, P ¼ 0,72). Hanya 11% (4/36) pasien mencapai ketajaman visual 20/40 atau lebih

baik, dan 31% (11/36) memiliki hasil visual akhir tidak ada persepsi cahaya atau yang

terenukleasi. Demikian juga, Shaarawy dkk melaporkan bahwa 25% (3/12) pasien

endophthalmitis dengan kultur positif yang berulang memiliki ketajaman visual akhir yaitu

tidak ada persepsi cahaya. Lima mata (14%) yang terenukleasi atau menjadi hancur dalam

studi ini, semua memiliki persepsi cahaya. Meskipun 5 pasien ini semua mendapatkan injeksi

awal, pada umumnya pasien yang mendapatkan suntikan awal lebih tidak mungkin untuk

menjalani enukleasi atau memiliki ketajaman visual akhir yaitu tidak ada persepsi cahaya

dalam studi ini. Perbandingan ketajaman visual awal dan akhir dirangkum dalam Tabel 4.

Satu-satunya pasien yang mengalami peningkatan penglihatan setelah pengobatan adalah

Page 9: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

mereka dengan operasi phacoemulsifikasi uncomplicated; mereka cenderung memiliki lebih

sedikit riwayat komplikasi mata pada masa lampau dan program pasca operasi. Pasien

dengan gerakan tangan atau penglihatan yang lebih baik lebih mungkin untuk mendapatkan

visus 20/200 atau lebih baik pada kunjungan akhir.

Keterbatasan penelitian ini meliputi desain retrospektif dan jumlah pasien yang relatif

kecil. Hanya pasien dengan setidaknya 2 kultur vitreous positif dilibatkan dalam penelitian

dalam rangka untuk mengkonfirmasi penyebab infeksi pada peradangan intraokular persisten.

Karena perubahan antibiotik yang tersedia selama penelitian, sensitivitas untuk semua isolat

terhadap antibiotik yang sama tidak tersedia. Namun demikian, penelitian ini memberikan

data penting sensitivitas prognostik dan antibiotik untuk pasien dengan endophthalmitis

dengan kultur positif yang persisten.

Kesimpulannya, endophthalmitis vitreus dengan penyebab bakteri eksogen kultur

positif persisten yang paling umum terjadi setelah operasi katarak dan glaukoma.

Staphylococcus dan Streptococcus adalah organisme yang paling sering didapatkan.

Page 10: Kultur Vitreus Tetap Positif Bakterial Eksogen Endoftalmitis

Komorbiditas okular yang paling umum adalah glaukoma. Kebanyakan pasien mendapatkan

suntikan antibiotik di awal. Ketika tanda-tanda klinis endophthalmitis tidak membaik, pasien

menjalani terapi tambahan; mayoritas memiliki vitrectomy selama pengobatan mereka.

Sensitivitas antibiotik mirip antara kultur awal dan ulang. Hasil dari penelitian ini

mendukung pemberian vankomisin intravitreal dan satu antibiotik spektrum luas lainnya

sebagai bagian dari regimen antibiotik untuk onset akut dan endophthalmitis onset yang

tertunda dengan kultur vitreous positif terus-menerus. Data menunjukkan bahwa pasien

dengan kultur positif terus menerus setelah pengobatan awal mungkin tidak memiliki resisten

antibiotik yang lebih terhadap infeksi bakteri. Pasien dengan endophthalmitis bakteri eksogen

persisten umumnya memiliki hasil penglihatan yang buruk.