kulit

13
2.1. Kulit Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm 2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari total berat badan. Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis (Lachman et al., 1994). 2.1.1 Lapisan Eidermis

Upload: ndah-ja

Post on 21-Oct-2015

62 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: KULIT

2.1. Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih

dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Merupakan

jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh permukaan tubuh dan

mempunyai berat 5% dari total berat badan. Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan

jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis,

dermis dan hipodermis (Lachman et al., 1994).

2.1.1 Lapisan Eidermis

Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelium dan terdiri dari

sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yang jelas tampak, yaitu selapis lapisan

tanduk dan selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak ditemukan pembuluh darah,

sehingga nutrisi diperoleh dari transudasi cairan pada dermis karena banyaknya jaringan

kapiler pada papila (Lachman et al., 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).

Page 2: KULIT

Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena

secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma

yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis

dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :

a. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan

menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis

sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan

sangat sedikit mengandung air.

b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah

lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir.

Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat

translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas

pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.

c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk

kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti

mengkerut.Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan

telapak kaki.

d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang

saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus.

Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi

filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal,

tersusun menjadi beberapa baris.

e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan lapisan terbawah

epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus

terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina

basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan

dermis.

2.1.2 Lapisan Dermis (Kulit Jangat)

Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Pada

permukaan dermis tersusun papila-papila kecil yang berisi pembuluh darah kapiler. Tebal

lapisan dermis kira-kira 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan jaringan penyangga berserat yang

berperan sebagai pemberi nutrisi pada epidermis (Lachman et al., 1994; Junqueira dan

Kelley, 1997).

Page 3: KULIT

Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai

selai dan sel-sel. Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, memungkinkan

membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi

tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan

dingin.

a. Kelenjar keringat,

Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu saluran semacam

pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori keringat. Kelenjar keringat

mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh.

Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :

1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang

mengandung 95 – 97 persen air dan mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium

klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolisma seluler. Kelenjar keringat

ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit

kepala.

2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar,

daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental,

berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak

dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau.

b. Kelenjar palit,

Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung rambut terdiri

dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Kelenjar

palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki,

kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.

2.1.3. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)

Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak jelas.

Kedalaman dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit (Lachman et al., 1994;

Junqueira dan Kelley, 1997).

Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-

saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh

dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai

bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur

tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi

Page 4: KULIT

sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak

mata.

2.2. Fungsi kulit

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan selaput

lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit mempunyai banyak

fungsi yaitu :

1. Pelindung atau proteksi

Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di

sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh-pengaruh luar seperti luka dan serangan

kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang

menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil,

mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang

fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.

2. Penerima rangsang

Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu

panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui

ujung-ujung saraf sensasi.

3. Pengatur panas atau thermoregulasi

Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui

respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap

kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu

luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya

masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan

lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.

4. Pengeluaran (ekskresi)

Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat yang

dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia

lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga

melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.

5. Penyimpanan.

Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.

6. Penyerapan terbatas

Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak dapat diserap

ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka dapat masuk melalui kulit dan

Page 5: KULIT

mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui

muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding

pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.

7. Penunjang penampilan

Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus, putih dan

bersih akan dapat menunjang penampilan. Fungsi lain dari kulit yaitu kulit dapat

mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot

penegak rambut (Pearce, 2004).

2.3 pH Kulit

Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dari seluruh tubuh dan juga

membentuk pelindung tubuh terhadap lingkungan. Bagian luar yang kuat dan kering

menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit berbeda pada setiap bagian tubuh.

Kulit mempertahankan karakterisasi fisikokimia seperti struktur, suhu, pH dan keseimbangan

oksigen dan karbondioksida. Sifat asam dari kulit ditemukan pertama sekali oleh Heuss pada

tahun 1982 dan kemudian disahkan oleh Schade dan Marchionini pada tahun 1928, yang

dianggap bahwa keasaman digunakan sebagai pelindung dan menyebutnya sebagai

“pelindung asam“ dan beberapa literatur saat ini menyatakan bahwa pH permukaan kulit

sebagian besar asam antara 5,4 dan 5,9. Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada

setiap orang karena tidak semua permukaan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti

perbedaan cuaca. Banyak penelitian menyatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata

4,7 dan sering dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 dan 6,8. pH permukaan kulit tidak hanya

bervariasi di lokasi yang berbeda, tetapi juga dapat mempengaruhi profil pH di stratum

korneum (Ansari. 2009).

2.3 Difusi

Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses dimana suatu

substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar

gradien yang diikuti bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses

trans-membran bagi umumnya obat. Daya dorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan

konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Difusi obat berbanding lurus dengan

konsentrasi obat, koefisien difusi, viskositas dan ketebalan membran. Disamping itu difusi

pasif dipengaruhi oleh koefisien pasrtisi, yaitu semakin besar koefisien pastisi maka semakin

cepat difusi obat (Martin, 1993).

Page 6: KULIT

2.4 Transdermal

Transdermal adalah salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan

farmasi/obat berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada permukaan kulit,

namun mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (trans = lewat;

dermal = kulit). Bentuk transdermal menjadi pilihan terutama untuk obat-obat yang apabila

diberikan secara oral bisa memberi efek samping yang tidak diinginkan. Misalnya efek

penggumpalan darah akibat estrogen oral, atau iritasi lambung pada obat-obat antiinflamasi

non steroid dan aspirin/asetosal (Lucida et al., 2008).

Sebagian besar obat-obat yang diberikan melalui kulit berpenetrasi dengan

mekanisme difusi pasif. Laju penyerapan melalui kulit tidak segera mencapai keadaan tunak,

tetapi selalu teramati adanya waktu laten. Waktu laten mencerminkan penundaan

penembusan senyawa ke bagian stratum corneum dan pencapaian gradient difusi. Waktu

laten ditentukan oleh tebal membran dan tetapan difusi obat dalam stratum corneum (Aiache,

1993). Obat akan mengalami difusi sesuai gradient konsentrasi dengan gerakan yang acak

(Swarbrick dan Boylan, 1995).

Absorbsi transdermal terjadi melalui proses difusi yang lambat yang ditentukan oleh

gradient konsentrasi obat dari konsentrasi tinggi (pada sediaan yang diaplikasikan) menuju

konsntrasi rendah di kulit. Obat dapat mempenetrasi kulit utuh melalui dinding folikel

rambut, kelenjar minyak, atau kelenjar lemak. Dapat pula melalui celah antar sel dari

epidermis dan inilah cara yang paling dominan untuk penetrasi obat melalui kulit

dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut, kelenjar minyak, maupun kelenjar lemak. Hal

ini terkait perbandingan luas permukaan diantara keempatnya. Sebenarnya, kulit yang rusak

pun (robek, iritasi, pecah –pecah, dll) dapat terpenetrasi oleh obat. Bahkan penetrasinya lebih

banyak dari pada kulit normal. Hal ini karena kulit rusak telah kehilangan sebagian lapisan

pelindungnya. Meski demikian, penetrasi melalui kulit yang rusak tidak dianjurkan karena

absorbs obat menjadi sulit untuk diprediksi (Patel et al., 2012).

Senyawa peningkat penetrasi (penetration enhancers) lazim digunakan di dalam

sediaan transdermal dengan tujuan mempermudah transfer obat melewati kulit. Rute

pemberian obat secara transdermal merupakan suatu alternatif untuk menghindari variabilitas

ketersediaan hayati obat pada penggunaan per oral, menghindari kontak langsung obat

dengan mukosa lambung sehingga mengurangi efek samping obat tertentu, juga untuk

memperoleh konsentrasi obat terlokalisir pada tempat kerjanya. Namun, kulit merupakan

suatu ’barrier’ alami dengan lapisan terluar (stratum corneum) tersusun atas  jalinan kompak

Page 7: KULIT

’crystalline lipid lamellae’ sehingga bersifat impermeable terhadap sebagian besar senyawa

obat (Lucida et al., 2008).

 TDDS memiliki pengaruh yang signifikan dan meningkatkan utilitas seperti:

Target pengiriman obat ke jaringan tubuh.

Keamanan dan efektivitas tinggi.

Mengurangi frekuensi dosis dan dosis obat yang dibutuhkan.

Pengurangan tingkat beracun obat.

Mengurangi sensasi nyeri dalam administrasi calon obat.

kepatuhan pasien yang lebih baik (Chiranjib et al., 2010).

2.4.1. Faktor yang mempengaruhi :

ü Kondisi Kulit

ü Umur

ü Iritasi Kulit

2.4.2 Keuntungan dan Kerugian sediaan transdermal

Keuntungan obat Transdermal :

-Meningkatkan kemudahan dan kenyamanan pemakaian obat

-Pelepasan obat dapat mudah dan diakhiri dengan cara melepaskan patch

-Mencegah metabolisme presistemik dihati dan saluran cerna- Mengurangi variabilitas antar

pasien

-Pengurangan fluktuasi kadar plasma obat

-Pemanfaatan calon obat dengan indeks terapeutik pendek setengah-hidup dan rendah

-Kadar obat dapat dikontrol pada sirkulasi sistemik untuk obat yang kerjanya diperanjang

-Untuk kerja obat yang diperpanjang dapat mengurangi frekuensi pemberian obat

-Mengurangi tingkat konsentrasi plasma obat, dengan efek samping yang menurun.

-Dosis yang dibutuhkan jauh lebih kecil dibanding dosis oral, karena obat diharapkan

langsung masuk ke sasaran, sehingga tingkat toksisitasnya pun lebih rendah dibanding oral.

(Patel et al., 2012).

Kerugian obat transdermal      :

-Terbatas untuk obat-obat oten lebih kecil atau sama dengan 10mg

-Mempunyai kelarutan yang baik dalam air dan minyak

-Kadang- kadang mengiritasi kulit (Patel et al., 2012).

Page 8: KULIT

DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi ke-2. Penerjemah: Dr. Widji

Soeratri. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Hal. 7.

Ansari,I,Bansu., (2009). Komunikasi Matematika. Banda Aceh: Pena.

Chiranjib, Bhowmik, Chandira, Margret, B, Jayakar, Sampath K.P. 2010. Recent

Advancement In Transdermal Drug Delivery System. CODEN (USA): Vol.2, No.1, pp 68-

77.

Junqueira, L. Carlos, Jose Carneiro, Robert O. Kelley. 1997. Histologi dasar. Edisi 8.

Terjemahan: Jan Tambayong. Jakarta: EGC. hal. 231-240, 357-364.

Lachman, Leon, Lieberman, Herberta. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II .

Jakarta Universitas Indonesia-press.Halaman 644-662

Lucida, Henny, Salman, Hervian, Sukma M. 2008. Uji Daya Peningkat Penetrasi

Virgin Coconut Oil (VCO) Dalam Basis Krim. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol.

13, No. 1.

Martin, A., Swarbrik, J., Cammarata, A. (1993). Dasar – dasar Farmasi Fisik dalam

Ilmu Farmasetik. Alih Bahasa Yoshita. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press. hal. 924-950,1255

Patel, Dipen, Chaudhary, Sunita, A, Parmar, Bhavesh, Bhura, Nikunj. 2012.

Transdermal Drug Delivery System : Review. CODEN:PIHNBQ Vol. 1 No. 4 2012

Pearce, E. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Swarbrick, J. dan Boylan, J. 1995. Percutaneous Absorption, in Encyclopedia of

Pharmaceutical Technology, Volume 11, Marcel Dekker Inc., New York, 413-445.