kulit
TRANSCRIPT
2.1. Kulit
Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih
dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Merupakan
jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh permukaan tubuh dan
mempunyai berat 5% dari total berat badan. Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan
jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis,
dermis dan hipodermis (Lachman et al., 1994).
2.1.1 Lapisan Eidermis
Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelium dan terdiri dari
sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yang jelas tampak, yaitu selapis lapisan
tanduk dan selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak ditemukan pembuluh darah,
sehingga nutrisi diperoleh dari transudasi cairan pada dermis karena banyaknya jaringan
kapiler pada papila (Lachman et al., 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).
Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena
secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma
yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis
dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :
a. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan
menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis
sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan
sangat sedikit mengandung air.
b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah
lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir.
Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat
translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas
pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk
kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti
mengkerut.Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan
telapak kaki.
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang
saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus.
Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi
filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal,
tersusun menjadi beberapa baris.
e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan lapisan terbawah
epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus
terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina
basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan
dermis.
2.1.2 Lapisan Dermis (Kulit Jangat)
Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Pada
permukaan dermis tersusun papila-papila kecil yang berisi pembuluh darah kapiler. Tebal
lapisan dermis kira-kira 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan jaringan penyangga berserat yang
berperan sebagai pemberi nutrisi pada epidermis (Lachman et al., 1994; Junqueira dan
Kelley, 1997).
Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai
selai dan sel-sel. Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, memungkinkan
membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi
tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan
dingin.
a. Kelenjar keringat,
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu saluran semacam
pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori keringat. Kelenjar keringat
mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh.
Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :
1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang
mengandung 95 – 97 persen air dan mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium
klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolisma seluler. Kelenjar keringat
ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit
kepala.
2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar,
daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental,
berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak
dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau.
b. Kelenjar palit,
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung rambut terdiri
dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Kelenjar
palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki,
kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.
2.1.3. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak jelas.
Kedalaman dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit (Lachman et al., 1994;
Junqueira dan Kelley, 1997).
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-
saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh
dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai
bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur
tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi
sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak
mata.
2.2. Fungsi kulit
Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan selaput
lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit mempunyai banyak
fungsi yaitu :
1. Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di
sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh-pengaruh luar seperti luka dan serangan
kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang
menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil,
mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang
fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu
panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui
ujung-ujung saraf sensasi.
3. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler serta melalui
respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap
kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu
luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam fungsinya
masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan
lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar keringat yang
dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia
lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga
melalui penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak disadari.
5. Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
6. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak dapat diserap
ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka dapat masuk melalui kulit dan
mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui
muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes melalui dinding
pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.
7. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus, putih dan
bersih akan dapat menunjang penampilan. Fungsi lain dari kulit yaitu kulit dapat
mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot
penegak rambut (Pearce, 2004).
2.3 pH Kulit
Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dari seluruh tubuh dan juga
membentuk pelindung tubuh terhadap lingkungan. Bagian luar yang kuat dan kering
menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit berbeda pada setiap bagian tubuh.
Kulit mempertahankan karakterisasi fisikokimia seperti struktur, suhu, pH dan keseimbangan
oksigen dan karbondioksida. Sifat asam dari kulit ditemukan pertama sekali oleh Heuss pada
tahun 1982 dan kemudian disahkan oleh Schade dan Marchionini pada tahun 1928, yang
dianggap bahwa keasaman digunakan sebagai pelindung dan menyebutnya sebagai
“pelindung asam“ dan beberapa literatur saat ini menyatakan bahwa pH permukaan kulit
sebagian besar asam antara 5,4 dan 5,9. Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada
setiap orang karena tidak semua permukaan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti
perbedaan cuaca. Banyak penelitian menyatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata
4,7 dan sering dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 dan 6,8. pH permukaan kulit tidak hanya
bervariasi di lokasi yang berbeda, tetapi juga dapat mempengaruhi profil pH di stratum
korneum (Ansari. 2009).
2.3 Difusi
Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses dimana suatu
substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar
gradien yang diikuti bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses
trans-membran bagi umumnya obat. Daya dorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan
konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Difusi obat berbanding lurus dengan
konsentrasi obat, koefisien difusi, viskositas dan ketebalan membran. Disamping itu difusi
pasif dipengaruhi oleh koefisien pasrtisi, yaitu semakin besar koefisien pastisi maka semakin
cepat difusi obat (Martin, 1993).
2.4 Transdermal
Transdermal adalah salah satu cara administrasi obat dengan bentuk sediaan
farmasi/obat berupa krim, gel atau patch (koyo) yang digunakan pada permukaan kulit,
namun mampu menghantarkan obat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (trans = lewat;
dermal = kulit). Bentuk transdermal menjadi pilihan terutama untuk obat-obat yang apabila
diberikan secara oral bisa memberi efek samping yang tidak diinginkan. Misalnya efek
penggumpalan darah akibat estrogen oral, atau iritasi lambung pada obat-obat antiinflamasi
non steroid dan aspirin/asetosal (Lucida et al., 2008).
Sebagian besar obat-obat yang diberikan melalui kulit berpenetrasi dengan
mekanisme difusi pasif. Laju penyerapan melalui kulit tidak segera mencapai keadaan tunak,
tetapi selalu teramati adanya waktu laten. Waktu laten mencerminkan penundaan
penembusan senyawa ke bagian stratum corneum dan pencapaian gradient difusi. Waktu
laten ditentukan oleh tebal membran dan tetapan difusi obat dalam stratum corneum (Aiache,
1993). Obat akan mengalami difusi sesuai gradient konsentrasi dengan gerakan yang acak
(Swarbrick dan Boylan, 1995).
Absorbsi transdermal terjadi melalui proses difusi yang lambat yang ditentukan oleh
gradient konsentrasi obat dari konsentrasi tinggi (pada sediaan yang diaplikasikan) menuju
konsntrasi rendah di kulit. Obat dapat mempenetrasi kulit utuh melalui dinding folikel
rambut, kelenjar minyak, atau kelenjar lemak. Dapat pula melalui celah antar sel dari
epidermis dan inilah cara yang paling dominan untuk penetrasi obat melalui kulit
dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut, kelenjar minyak, maupun kelenjar lemak. Hal
ini terkait perbandingan luas permukaan diantara keempatnya. Sebenarnya, kulit yang rusak
pun (robek, iritasi, pecah –pecah, dll) dapat terpenetrasi oleh obat. Bahkan penetrasinya lebih
banyak dari pada kulit normal. Hal ini karena kulit rusak telah kehilangan sebagian lapisan
pelindungnya. Meski demikian, penetrasi melalui kulit yang rusak tidak dianjurkan karena
absorbs obat menjadi sulit untuk diprediksi (Patel et al., 2012).
Senyawa peningkat penetrasi (penetration enhancers) lazim digunakan di dalam
sediaan transdermal dengan tujuan mempermudah transfer obat melewati kulit. Rute
pemberian obat secara transdermal merupakan suatu alternatif untuk menghindari variabilitas
ketersediaan hayati obat pada penggunaan per oral, menghindari kontak langsung obat
dengan mukosa lambung sehingga mengurangi efek samping obat tertentu, juga untuk
memperoleh konsentrasi obat terlokalisir pada tempat kerjanya. Namun, kulit merupakan
suatu ’barrier’ alami dengan lapisan terluar (stratum corneum) tersusun atas jalinan kompak
’crystalline lipid lamellae’ sehingga bersifat impermeable terhadap sebagian besar senyawa
obat (Lucida et al., 2008).
TDDS memiliki pengaruh yang signifikan dan meningkatkan utilitas seperti:
Target pengiriman obat ke jaringan tubuh.
Keamanan dan efektivitas tinggi.
Mengurangi frekuensi dosis dan dosis obat yang dibutuhkan.
Pengurangan tingkat beracun obat.
Mengurangi sensasi nyeri dalam administrasi calon obat.
kepatuhan pasien yang lebih baik (Chiranjib et al., 2010).
2.4.1. Faktor yang mempengaruhi :
ü Kondisi Kulit
ü Umur
ü Iritasi Kulit
2.4.2 Keuntungan dan Kerugian sediaan transdermal
Keuntungan obat Transdermal :
-Meningkatkan kemudahan dan kenyamanan pemakaian obat
-Pelepasan obat dapat mudah dan diakhiri dengan cara melepaskan patch
-Mencegah metabolisme presistemik dihati dan saluran cerna- Mengurangi variabilitas antar
pasien
-Pengurangan fluktuasi kadar plasma obat
-Pemanfaatan calon obat dengan indeks terapeutik pendek setengah-hidup dan rendah
-Kadar obat dapat dikontrol pada sirkulasi sistemik untuk obat yang kerjanya diperanjang
-Untuk kerja obat yang diperpanjang dapat mengurangi frekuensi pemberian obat
-Mengurangi tingkat konsentrasi plasma obat, dengan efek samping yang menurun.
-Dosis yang dibutuhkan jauh lebih kecil dibanding dosis oral, karena obat diharapkan
langsung masuk ke sasaran, sehingga tingkat toksisitasnya pun lebih rendah dibanding oral.
(Patel et al., 2012).
Kerugian obat transdermal :
-Terbatas untuk obat-obat oten lebih kecil atau sama dengan 10mg
-Mempunyai kelarutan yang baik dalam air dan minyak
-Kadang- kadang mengiritasi kulit (Patel et al., 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi ke-2. Penerjemah: Dr. Widji
Soeratri. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Hal. 7.
Ansari,I,Bansu., (2009). Komunikasi Matematika. Banda Aceh: Pena.
Chiranjib, Bhowmik, Chandira, Margret, B, Jayakar, Sampath K.P. 2010. Recent
Advancement In Transdermal Drug Delivery System. CODEN (USA): Vol.2, No.1, pp 68-
77.
Junqueira, L. Carlos, Jose Carneiro, Robert O. Kelley. 1997. Histologi dasar. Edisi 8.
Terjemahan: Jan Tambayong. Jakarta: EGC. hal. 231-240, 357-364.
Lachman, Leon, Lieberman, Herberta. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II .
Jakarta Universitas Indonesia-press.Halaman 644-662
Lucida, Henny, Salman, Hervian, Sukma M. 2008. Uji Daya Peningkat Penetrasi
Virgin Coconut Oil (VCO) Dalam Basis Krim. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol.
13, No. 1.
Martin, A., Swarbrik, J., Cammarata, A. (1993). Dasar – dasar Farmasi Fisik dalam
Ilmu Farmasetik. Alih Bahasa Yoshita. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press. hal. 924-950,1255
Patel, Dipen, Chaudhary, Sunita, A, Parmar, Bhavesh, Bhura, Nikunj. 2012.
Transdermal Drug Delivery System : Review. CODEN:PIHNBQ Vol. 1 No. 4 2012
Pearce, E. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Swarbrick, J. dan Boylan, J. 1995. Percutaneous Absorption, in Encyclopedia of
Pharmaceutical Technology, Volume 11, Marcel Dekker Inc., New York, 413-445.