konsep pmbelajaran 2

32
KONSEP PEMBELAJARAN - Pengertian, Komponen, Prinsip, dan Inovasi A. Pengertian Pembelajaran Istilah pembelajaran secara garis besar dapat didefinisikan sebagai suatu proses interaksi antara komponen-komponen sistem pembelajaran dengan tujuan untuk mencapai suatu hasil belajar. Hal ini berarti bahwa pembelajaran adalah suatu proses transaksional (saling memberikan timbal balik) di antara komponen-komponen sistem pembelajaran, yakni pendidik, peserta didik, bahan ajar, media, alat, prosedur dan proses belajar guna mencapai suatu perubahan yang komprehensif pada diri peserta didik. Perubahan yang komprehensif tersebut berarti perubahan yang mendalam dan esensial pada perilaku, sikap, pengetahuan dan kemampuan pemaknaan pada peserta didik yang dapat berguna untuk menyelesaikan tugas/kewajiban-kewajiban dalam hidupnya, sehingga melalui sebuah kegiatan pembelajaran yang berkelanjutan, seluruh kebutuhan hidup peserta didik tersebut sebagai seorang insan manusia akan dapat terpenuhi. Beberapa pakar memberikan definisinya terhadap istilah pembelajaran. Oemar Hamalik (1994: 69) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Senada dengan pernyataan tersebut, Surya dalam Ruhiat (2012: 2) juga memberikan pengertian bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pendapat dari dua pakar pendidikan di atas, dapat ditarik beberapa kata kunci dari istilah pembelajaran, yakni bahwa pembelajaran merupakan sebuah prosedur/proses yang melibatkan interaksi antara pengajar dan peserta didik, baik secara

Upload: junni-yuni-itunita

Post on 27-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PUJB PEMBELAJARAN

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP PMBELAJARAN 2

KONSEP PEMBELAJARAN - Pengertian, Komponen, Prinsip, dan Inovasi

A. Pengertian Pembelajaran

Istilah pembelajaran secara garis besar dapat didefinisikan sebagai suatu proses

interaksi antara komponen-komponen sistem pembelajaran dengan tujuan untuk mencapai

suatu hasil belajar. Hal ini berarti bahwa pembelajaran adalah suatu proses transaksional

(saling memberikan timbal balik) di antara komponen-komponen sistem pembelajaran, yakni

pendidik, peserta didik, bahan ajar, media, alat, prosedur dan proses belajar guna mencapai

suatu perubahan yang komprehensif pada diri peserta didik.

Perubahan yang komprehensif tersebut berarti perubahan yang mendalam dan esensial

pada perilaku, sikap, pengetahuan dan kemampuan pemaknaan pada peserta didik yang dapat

berguna untuk menyelesaikan tugas/kewajiban-kewajiban dalam hidupnya, sehingga melalui

sebuah kegiatan pembelajaran yang berkelanjutan, seluruh kebutuhan hidup peserta didik

tersebut sebagai seorang insan manusia akan dapat terpenuhi.

Beberapa pakar memberikan definisinya terhadap istilah pembelajaran. Oemar

Hamalik (1994: 69) mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah prosedur dan metode yang

ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan

kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.” Senada dengan

pernyataan tersebut, Surya dalam Ruhiat (2012: 2) juga memberikan pengertian bahwa

“pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”

Berdasarkan pendapat dari dua pakar pendidikan di atas, dapat ditarik beberapa kata

kunci dari istilah pembelajaran, yakni bahwa pembelajaran merupakan sebuah

prosedur/proses yang melibatkan interaksi antara pengajar dan peserta didik, baik secara

Page 2: KONSEP PMBELAJARAN 2

langsung maupun melalui penggunaan berbagai media pembelajaran, serta ditempuh guna

memperoleh sebuah perubahan perilaku secara keseluruhan.

Prosedur/proses pembelajaran yang melibatkan pengajar, peserta didik dan media

pembelajaran tersebut bisa dilakukan melalui berbagai pola. Morris dalam Rusman (2010:

152) mengklasifikasikan empat pola pembelajaran yang bisa digambarkan sebagai berikut:

1. Pola Pembelajaran Tradisional 1

2. Pola Pembelajaran Tradisional 2

3. Pola Pembelajaran Guru dan Media

4. Pola Pembelajaran Bermedia

Bagan 1

Pola-Pola Pembelajaran

Dalam bagan di atas dapat diperhatikan bahwa kedua pola pembelajaran tradisional (a

dan b) menempatkan pengajar sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran, di mana ia menjadi

satu-satunya pihak yang mengontrol jalannya lalu lintas informasi pembelajaran yang

Page 3: KONSEP PMBELAJARAN 2

disampaikan kepada peserta didik. Kedua pola pembelajaran tersebut merupakan pola

pembelajaran yang masih lazim digunakan di banyak tempat di Indonesia.

Pola pembelajaran guru dan media (c) serta pola pembelajaran bermedia (d)

merupakan pola pembelajaran yang sudah melibatkan penggunaan media pembelajaran

dalam proses pelaksanaannya. Pada kedua pola tersebut pengajar tidak lagi menjadi satu-

satunya sentral informasi dalam kegiatan pembelajaran, karena peserta didik bisa

memperoleh berbagai informasi dari media pembelajaran yang disertakan dalam kegiatan

pembelajaran, baik secara mandiri ataupun disertai bimbingan dari pengajar.

Pada kedua pola pembelajaran tersebut pengajar harus mampu untuk berperan sebagai

seorang fasilitator, di mana ia menggunakan kemampuannya sebagai seorang pengajar untuk

memanfaatkan dan mengoptimalkan media-media pembelajaran yang ada agar dapat

meningkatkan keaktifan, kreativitas dan kemandirian peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran, sesuai dengan tuntutan yang diberikan oleh Kurikulum Berbasis Kompetensi.

B. Komponen-Komponen Pembelajaran

Pembelajaran dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang bekerja dengan

komponen-komponennya yang saling berhubungan satu sama lain dan sama-sama memiliki

satu tujuan yang bila dicapai akan menghasilkan sebuah dampak baik pada pihak pengajar

maupun peserta didik sebagai pihak yang sama-sama menjalankan dan berada di dalam

sistem tersebut. Tujuan yang dimaksud merupakan sebuah hasil akhir dari sistem

pembelajaran dan bisa merujuk kepada beberapa jenis tujuan pembelajaran, tergantung pada

cakupan dari tujuan pembelajaran yang dimaksud, seperti Tujuan Pendidikan Nasional,

tujuan institusional/lembaga, tujuan kurikuler, maupun tujuan yang cakupannya paling

spesifik, yakin tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.

Page 4: KONSEP PMBELAJARAN 2

Pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran akan memberikan dampak, baik kepada

pengajar maupun peserta didik yang mengikuti sistem pembelajaran yang dilangsungkan.

Bagi pengajar, mereka akan mendapatkan hasil yang bisa diukur berupa data hasil belajar

siswa yang berbentuk angka/nilai, serta masukan bagi pengembangan kegiatan pembelajaran

selanjutnya. Bagi siswa, mereka akan mendapatkan hasil pembelajaran yang disebut sebagai

nurturent effect/dampak pengiring berupa terapan pengetahuan dan/atau kemampuan di

bidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka

mencapai keutuhan dan kemandirian.

Guna mencapai tujuan pembelajaran dan memberikan dampak yang sesuai kepada

pengajar dan peserta didik sebagai pihak yang terlibat dalam sistem tersebut, maka

diperlukan adanya interaksi yang aktif dan saling mempengaruhi antar komponen-komponen

pembelajaran. Interaksi tersebut juga harus bersifat saling bergantung (interdependensi) dan

saling terobos (interpenetrasi) antar masing-masing komponen.

Fathoni & Riyana (2009: 137) mengemukakan bahwa ada lima komponen sistem

pembelajaran, yaitu: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, strategi dan metode

pembelajaran, media pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. Interaksi antar komponen

dalam pembelajaran tersebut bisa digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Bagan 2 Sistem Pembelajaran

Page 5: KONSEP PMBELAJARAN 2

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem yang

setiap komponennya saling berhubungan satu sama lain, dan semuanya itu sama-sama

menuju kepada suatu ketercapaian tujuan pembelajaran. Berikut akan dipaparkan penjelasan

dari masing-masing komponen sistem pembelajaran:

1. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam

pelaksanaan suatu kegiatan pembelajaran. Komponen ini adalah titik akhir dari sinergi

komponen-komponen pembelajaran lain seperti bahan, strategi, metode, media dan

evaluasi pembelajaran. Maka dari itu, komponen tujuan ini juga harus dijadikan

sebagai pijakan/dasar dalam merumuskan perancangan komponen-komponen

pembelajaran lainnya.

Fathoni & Riyana (2009: 138) mengemukakan bahwa “tujuan pembelajaran

itu bertingkat dan setiap tingkatan akan berakumulasi untuk mencapai tingkatan

berikutnya yang lebih tinggi.” Secara hierarkis, empat tingkatan tujuan pembelajaran

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Pendidikan Nasional merupakan tujuan umum dari

dilaksanakannya kegiatan pendidikan secara nasional di Republik Indonesia.

Tujuan Pendidikan Nasional ini diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa Tujuan

Pendidikan Nasional Indonesia adalah “... mencerdaskan kehidupan bangsa

dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

Page 6: KONSEP PMBELAJARAN 2

kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan.”

b. Tujuan Institusional/Lembaga

Tujuan institusional/lembaga adalah tujuan yang ingin dicapai oleh

sebuah lembaga pendidikan/sekolah. Tujuan ini biasanya bersifat lebih spesifik

dan kongkrit, serta tercermin dalam setiap kegiatan pengembangan kurikulum

yang dilakukan oleh sekolah tersebut.

c. Tujuan Kurikuler

Tujuan kurikuler merupakan penjabaran dari tujuan institusional dan

menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi dari suatu

lembaga pendidikan/sekolah. Tujuan kurikuler tercantum dalam GBPP (Garis-

Garis Besar Program Pengajaran) dari setiap bidang studi di lembaga

pendidikan/sekolah tersebut.

d. Tujuan Instruksional/Pembelajaran

Tujuan instruksional/pembelajaran adalah tujuan yang hierarkis

tingkatannya paling rendah dibandingkan tujuan pembelajaran yang lain,

sehingga tujuan ini benar-benar menggambarkan tujuan dari suatu kegiatan

pembelajaran dengan betul-betul spesifik dan terperinci

Tujuan instruksional/pembelajaran dibagi lagi menjadi dua bagian,

yaitu Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus

(TIK). Tujuan Instruksional Umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya

masih umum yang ingin dicapai dalam setiap pokok bahasan dari sebuah

bidang studi. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan penjabaran yang

spesifik dari Tujuan Instruksional Umum. Tujuan Instruksional Khusus harus

Page 7: KONSEP PMBELAJARAN 2

ditulis dengan menggunakan kata-kata kerja operasional agar tingkat

ketercapaiannya bisa dengan lebih mudah terukur.

2. Bahan Pembelajaran

Bahan pembelajaran adalah isi dari suatu kurikulum yang berupa mata

pelajaran/bidang studi dengan topik/sub topik dan rinciannya. Dengan merujuk

kepada Taksonomi Bloom, sebuah bahan pembelajaran haruslah menyentuh ketiga

aspek kompetensi peserta didik, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap/nilai) dan

psikomotor (keterampilan).

Supriadie dalam Fathoni & Riyana (2009: 141) merinci enam kategori bahan

pembelajaran sebagai berikut:

a. Fakta, yaitu sesuatu yang telah terjadi atau telah dialami/dikerjakan, dan

bisa berupa obyek atau keadaan tentang suatu hal.

b. Konsep/teori, yaitu suatu ide/gagasan atau suatu pengertian umum yang

menjelaskan serangkaian fakta.

c. Prinsip, yaitu suatu aturan/kaidah untuk melakukan sesuatu, atau

kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir.

d. Nilai, yaitu suatu pola, ukuran, norma atau suatu tipe/model yang

berkaitan dengan pengetahuan atau kebenaran yang bersifat umum.

e. Keterampilan, yaitu suatu kemampuan untuk berbuat sesuatu, baik dalam

pengertian fisik maupun mental.

3. Strategi dan Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran sebagai suatu komponen dalam sistem pembelajaran

memiliki kaitan yang erat dengan komponen sebelumnya, yakni tujuan pembelajaran.

Pemilihan strategi dalam suatu kegiatan pembelajaran harus selalu mengacu kepada

rumusan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran tersebut.

Bila merujuk kepada Taksonomi Bloom, terdapat tiga ranah kompetensi

peserta didik, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor

(keterampilan). Suatu kegiatan pembelajaran yang tujuannya adalah peningkatan

kompetensi pada ranah kognitif, memiliki strategi pembelajarannya tersendiri dan

tidak bisa diterapkan pada kegiatan pembelajaran yang tujuannya adalah

Page 8: KONSEP PMBELAJARAN 2

meningkatkan kompetensi pada ranah afektif atau psikomotor. Misalnya, bila suatu

pembelajaran bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang

konsep worldwide web, maka strategi pembelajaran yang digunakan cukup metode

ceramah atau diskusi. Lain halnya bila tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan

keterampilan pada peserta didik untuk mengembangkan sebuah website untuk

ditempatkan di jaringan worldwide web. Strategi yang digunakan tentu lebih cocok

berupa metode praktek/tutorial. Begitu pula bila tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai adalah meningkatkan kompetensi pada ranah afektif. Strategi pembelajaran

yang digunakan tentunya adalah strategi pembelajaran tersendiri yang paling tepat

digunakan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik pada ranah tersebut.

Dengan demikian jelas bahwa dalam setiap pertimbangan pemilihan strategi

pembelajaran harus selalu mengacu kepada rumusan tujuan yang ingin dicapai oleh

kegiatan pembelajaran tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan

oleh J.R. David dalam Masitoh (2011: 22) yang mengemukakan bahwa strategi

pembelajaran adalah “... perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang

didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.” Selain itu, Kemp dalam Masitoh

(2011: 22) juga mengemukakan hal yang senada, bahwa strategi pembelajaran adalah

“... suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar

tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.”

Berbeda dengan strategi pembelajaran yang merupakan sebuah rencana untuk

meraih tujuan pembelajaran, metode pembelajaran bisa diartikan sebagai sebuah cara

untuk meraih tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, metode pembelajaran

merupakan penjabaran cara-cara yang bisa ditempuh untuk menjalankan rumusan

rencana-rencana pembelajaran yang tertuang dalam strategi pembelajaran.

Page 9: KONSEP PMBELAJARAN 2

Dalam memilih suatu metode yang akan digunakan dalam suatu kegiatan

pembelajaran, seorang pengajar dapat menggunakan pendekatan seperti yang

digambarkan oleh bagan pemilihan pendekatan pembelajaran yang dikemukakan oleh

Masitoh (2011: 24) sebagai berikut,

Bagan 3

Pemilihan Pendekatan Pembelajaran

Berdasarkan bagan tersebut, pertama-tama seorang pengajar menentukan jenis

strategi pembelajarannya, apakah akan berorientasi kepada siswa (student centered)

atau berorientasi kepada guru (teacher oriented). Penentuan strategi pembelajaran ini

tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan dahulu apa tujuan pembelajarannya.

Setelah menentukan hal tersebut, pengajar kemudian bisa memilih metode-metode

yang cocok digunakan sesuai dengan pendekatan yang dipilih.

Guna mencapai sebuah proses pembelajaran yang baik, maka setiap komponen

dalam sebuah sistem pembelajaran harus memiliki dan memenuhi sejumlah kriteria

tertentu. Fathoni & Riyana (2009: 150) memaparkan kriteria-kriteria tersebut sebagai

berikut:

Page 10: KONSEP PMBELAJARAN 2

a. Memiliki tingkat relevansi epistemologis yang tinggi, artinya proses

belajar yang dilakukan peserta didik relevan dengan hakikat ilmu yang

sedang dipelajari peserta didik;

b. Memiliki tingkat relevansi psikologis. Dalam hal ini ilmu dipandang

sebagai alat berpikir. Makin tinggi kadar berpikir siswa di dalam kegiatan

belajar, makin berkualitas proses belajar mengajar tersebut;

c. Memiliki tingkat relevansi sosiologis. Kriteria ini dilihat dari segi

kesempatan peserta didik menghayati nilai-nilai sosial. Di dalam proses

belajar mengajar yang memberi kesempatan kepada peserta didik

menghayati nilai-nilai sosial, seperti: saling menghargai pendapat,

bekerjasama dan sejenisnya, maka dilihat dari kriteria ini proses tersebut

cukup baik;

d. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi secara

optimal. Proses belajar mengajar yang terlalu didominasi oleh guru dinilai

tidak baik;

e. Memiliki tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Hal ini dilihat dari

tingkat pencapaian tujuan yang optimal dan komprehensif serta dengan

sumber daya yang relatif hemat.

4. Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam sistem

pembelajaran yang berfungsi untuk membantu pengajar dan peserta didik dalam

mencapai tujuan pembelajaran melalui penggunaan alat bantu pembelajaran yang

tepat dan sesuai dengan karakteristik penggunanya.

Bila ditelusuri secara etimologis, kata ‘media’ adalah bentuk jamak dari

‘medius’, sebuah kata dalam bahasa latin yang berarti perantara atau pengantar.

Dalam ranah komunikasi, istilah media memiliki definisi sebagai saluran/alat

penyimpanan atau transmisi yang digunakan untuk menyimpan atau menyampaikan

informasi atau data.

Berkaitan dengan kedudukannya dalam dunia pendidikan, media memiliki

beberapa konsep/definisi yang berbeda. Susilana dan Riyana (2008: 5),

merangkumnya dalam pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli/asosiasi

di bidang pendidikan sebagai berikut:

a. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan

pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram: 1977);

Page 11: KONSEP PMBELAJARAN 2

b. Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk

teknologi perangkat kerasnya (NEA: 1969);

c. Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar

(Briggs: 1970);

d. Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan

(AECT: 1977);

e. Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang

siswa untuk belajar (Gagne: 1970);

f. Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat

merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa untuk belajar

(Miarso: 1989).

Semua pengertian dan konsep media pembelajaran di atas, dapat dirangkum ke

dalam sebuah definisi seperti yang dikemukakan oleh Scanlan (2012) sebagai berikut:

Instructional media encompasses all the materials and physical means an

instructor might use to implement instruction and facilitate students'

achievement of instructional objectives. This may include traditional

materials such as chalkboards, handouts, charts, slides, overheads, real

objects, and videotape or film, as well newer materials and methods such as

computers, DVDs, CD-ROMs, the Internet, and interactive video

conferencing.

Media pembelajaran pada dasarnya mencakup semua alat dan bahan yang bisa

digunakan oleh seorang pengajar untuk menerapkan proses pembelajaran dan

memfasilitasi peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran

bisa berbentuk banyak hal. Terdapat klasifikasi yang membedakan media

pembelajaran mulai dari bentuknya yang paling sederhana, seperti poster, flipboard

atau papan tulis, hingga ke media pembelajaran yang bentuknya lebih rumit/modern

seperti komputer, situs web e-learning, aplikasi augmented reality dll.

Page 12: KONSEP PMBELAJARAN 2

Sebuah media pembelajaran, apapun bentuknya itu, selalu terdiri dari dua buah

unsur pembangun, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software).

Perangkat keras dalam media pembelajaran berarti sarana/peralatan yang

dipergunakan untuk menyajikan pesan/materi yang diajarkan, sedangkan perangkat

lunak berarti informasi/pesan/bahan ajar yang dibawa oleh unsur perangkat keras

(hardware) untuk disampaikan kepada peserta didik. Terkait fungsi dari kedua unsur

dalam media pembelajaran ini, Susilana & Riyana (2008: 6) mengemukakan, “Media

pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan, namun yang terpenting

bukanlah peralatan itu, melainkan pesan/informasi pembelajaran yang

dibawakannya.”

Sebuah media pembelajaran harus dimanfaatkan dalam sebuah kegiatan

pembelajaran manakala media tersebut mampu untuk memfasilitasi kegiatan belajar

atau meningkatkan pemahaman terhadap materi-materi pembelajaran. Scanlan (2012)

menuturkan, bahwa setidaknya ada empat macam tujuan pembelajaran yang

ketercapaiannya bisa dibantu oleh penggunaan media pembelajaran, yaitu “...

attracting attention, developing interest, adjusting to learning climate, promoting

accepting (of an idea) (menarik perhatian, membangun ketertarikan, menyesuaikan

suasana belajar, serta mempromosikan suatu ide).”

Susilana & Riyana (2008: 8) menyebutkan manfaat-manfaat media

pembelajaran sebagai berikut:

a. Memperjelas pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis;

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra;

c. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan

sumber belajar;

d. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan

visual, auditori dan kinestetiknya;

e. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan

menimbulkan persepsi yang sama.

Page 13: KONSEP PMBELAJARAN 2

Sementara itu Kemp & Dayton dalam Susilana & Riyana (2008: 8) juga

mengemukakan kontribusi media dalam pembelajaran sebagai berikut:

a. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar;

b. Pembelajaran dapat lebih menarik;

c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar;

d. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek;

e. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan;

f. Proses belajar dapat berlangsung kapanpun dan di manapun diperlukan;

g. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses

pembelajaran dapat ditingkatkan;

h. Peran guru berubah ke arah yang lebih positif.

Manfaat-manfaat di atas tentunya hanya bisa tercapai apabila suatu kegiatan

pembelajaran telah dirancang dengan baik dan media yang digunakan pun merupakan

media pembelajaran yang paling efektif untuk digunakan sebagai alat bantu dalam

kegiatan pembelajaran tersebut. Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu,

Edgar Dale, seorang profesor pendidikan dari Ohio State University, Amerika Serikat,

melakukan klasifikasi pengalaman belajar dari tingkat yang paling kongkrit (nyata) ke

tingkat yang paling abstrak.

Pengklasifikasian tersebut dikenal dengan istilah Kerucut Pengalaman Edgar

Dale (Dale’s Cone of Experience). Kerucut Pengalaman Edgar Dale merupakan

sebuah model yang menggabungkan beberapa teori tentang perancangan dan proses

pembelajaran. Kerucut ini menggambarkan keterkaitan antara teori belajar dan

teknologi komunikasi audiovisual. Kerucut ini juga menyatukan teori pendidikan John

Dewey dengan gagasan-gagasan psikologi yang tengah populer pada masa itu

(Sudrajat, 2008).

Berikut adalah ilustrasi dari Kerucut Pengalaman Edgar Dale (diadaptasi dari

Dale dalam Thalheimer, 2006):

Page 14: KONSEP PMBELAJARAN 2

Bagan 4

Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Kerucut Pengalaman Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar

berdasarkan tingkat keefektifannya pada peningkatan pemahaman peserta didik

terhadap materi pembelajaran. Dalam pengembangan teknologi dan media

pembelajaran, klasifikasi tersebut akan memberikan implikasi terhadap pemilihan

metode dan bahan pembelajaran yang akan digunakan. Berikut adalah urutan

pengalaman belajar dimulai dari pengalaman yang paling abstrak hingga paling nyata

berdasarkan bagan Kerucut Pengalaman Edgar Dale di atas:

a. Verbal symbols (Lambang kata/verbal);

b. Visual symbols (Lambang visual/gambar);

c. Recordings, radio, still pictures (Rekaman, radio dan gambar diam);

d. Motion pictures (Gambar bergerak/film);

e. Educational television (Televisi/siaran pendidikan);

f. Exhibits (Pameran/museum);

g. Study trips (Widyawisata);

h. Demonstrations (Demonstrasi/percontohan);

Page 15: KONSEP PMBELAJARAN 2

i. Dramatized experiences (Dramatisasi);

j. Constrived experiences (Pengalaman tiruan);

k. Direct purposeful experiences (Pengalaman langsung).

Sesuai dengan perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan

komunikasi, media pembelajaran yang ada pada saat ini semakin berkembang ragam

dan jenisnya, dari mulai yang paling sederhana seperti poster atau over head projector

(OHP), hingga yang paling modern seperti situs web pembelajaran elektronik (e-

learning) yang dipergunakan untuk keperluan pembelajaran jarak jauh dan

pembelajaran berbasis web.

Susilana & Riyana (2008: 13) melakukan klasifikasi umum terhadap media

pembelajaran berdasarkan cara penyajiannya ke dalam tujuh kelompok sebagai

berikut:

a. Kelompok Kesatu: Media Grafis, Bahan Cetak dan Gambar Diam;

b. Kelompok Kedua: Media Proyeksi Diam;

c. Kelompok Ketiga: Media Audio;

d. Kelompok Keempat: Media Audio Visual Diam;

e. Kelompok Kelima: Gambar Bergerak (Film);

f. Kelompok Keenam: Televisi;

g. Kelompok Ketujuh: Multimedia.

Selain ketujuh kelompok media pembelajaran di atas, Susilana & Riyana

(2008: 22) juga mengemukakan bahwa masih terdapat dua kelompok yang tidak

termasuk media penyaji, tapi masih tetap termasuk ke dalam kelompok media

pembelajaran, karena masih memiliki sifat untuk mengantarkan materi pembelajaran

walaupun dengan cara yang berbeda. Kedua kelompok media tersebut adalah Media

Obyek dan Media Interaktif.

Media obyek merupakan media pembelajaran yang tidak menyampaikan pesan

pembelajaran melalui format sajian seperti halnya media pembelajaran lainnya. Yang

menjadi penyampai pesan pembelajaran dalam media obyek adalah fisik dari

Page 16: KONSEP PMBELAJARAN 2

medianya sendiri. Media obyek bisa berupa benda hidup seperti binatang/tumbuhan,

benda-benda alami seperti sungai, aliran air, batu, tanah dll, benda-benda buatan

manusia seperti kendaraan, komputer, gedung, peralatan bertani dll. Selain benda-

benda nyata seperti yang telah disebutkan, media obyek juga bisa berupa replika,

model atau benda tiruan.

Selain media obyek, sebuah bentuk media pembelajaran yang bukan

merupakan kelompok media penyaji adalah media interaktif. Melalui media interaktif,

peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran tidak hanya dengan mengamati atau

menerima informasi dari medianya saja, melainkan saling berkomunikasi dan saling

memberikan timbal balik dengan media itu (berinteraksi).

Susilana & Riyana (2008: 22) menuturkan, setidaknya ada tiga macam bentuk

interaksi dengan media pembelajaran interaktif. Bentuk interaksi yang pertama adalah

interaksi yang menunjukkan input yang diberikan oleh peserta didik kepada suatu

program pembelajaran, misalnya interaksi yang dilakukan saat seorang peserta didik

mengisi blangko/format isian pada sebuah modul/bahan belajar berprograma. Bentuk

interaksi yang kedua adalah interaksi antara peserta didik dengan sebuah mesin/alat

otomatis, seperti komputer, video interaktif, smartphone, simulator dll. Bentuk

interaksi yang ketiga adalah bentuk interaksi antara siswa yang terjadi secara teratur

namun tidak terprogram sebelumnya. Sebagai contohnya adalah kegiatan permainan

pendidikan atau simulasi yang melibatkan peserta didik dalam suatu kegiatan atau

masalah. Dalam interaksi ini, seorang peserta didik harus mampu menyesuaikan

dirinya dengan situasi yang timbul, karena tidak adanya batasan yang kaku mengenai

jawaban yang benar. Bila berpedoman pada Kerucut Pengalaman Edgar Dale, bentuk

interaksi ketiga dalam media pembelajaran interaktif ini bisa dimasukkan dalam jenis

pengalaman belajar langsung (direct learning purpose), yang mana merupakan

Page 17: KONSEP PMBELAJARAN 2

klasifikasi pengalaman belajar dengan tingkat keefektifan yang paling tinggi. Jenis

interaksi ini akan memberikan pengalaman belajar yang merangsang minat peserta

didik. Banyak pengajar yang menganggap jenis interaksi ini sebagai sumber terbaik

dalam urusan media komunikasi.

Aplikasi pembelajaran berbasis web termasuk dalam klasifikasi media

pembelajaran interaktif dengan bentuk interaksi yang kedua (interaksi dengan

mesin/alat otomatis). Dalam pembelajaran berbasis web, selain belajar melalui pesan

pembelajaran yang disajikan oleh aplikasi pembelajaran berbasis web tersebut, peserta

didik juga melakukan aktivitas interaktif seperti menjawab soal latihan, mengisi tes

formatif, juga bersosialisasi dengan pengajar atau peserta didik lainnya melalui

tampilan antar muka web. Semua kegiatan pembelajaran itu dilakukan secara online

dan real time. Peserta didik dapat memperoleh feed back seperti nilai dari tes formatif

mereka, secara langsung begitu mereka selesai mengerjakannya. Selain itu, kegiatan

pembelajaran berbasis web akan merangsang kemandirian dan motivasi peserta didik

dalam menyelesaikan kegiatan pembelajarannya. Karena dalam kegiatan

pembelajaran jenis ini, peserta didik dituntut untuk bisa belajar secara mandiri dan

bermotivasi agar dapat materi pembelajarannya serta menyelesaikan semua evaluasi.

5. Evaluasi Pembelajaran

Secara harfiah evaluasi berarti suatu kegiatan penilaian, penaksiran atau

pengukuran. Secara istilah, evaluasi adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis

terhadap manfaat, nilai dan signifikansi dari suatu hal dengan menggunakan

kriteria/standar yang telah ditentukan.

Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Evaluasi Pendidikan

adalah “Kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap

Page 18: KONSEP PMBELAJARAN 2

berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai

bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.”

Senada dengan definisi di atas, Arifin (2010: 7) juga mengemukakan definisi

dari evaluasi pembelajaran secara umum sebagai berikut:

“Suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan dan

menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan dan penetapan kualitas

(nilai dan arti) berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan

dan kriteria tertentu sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam

melaksanakan pembelajaran.”

Berdasarkan dua definisi di atas, bisa terlihat bahwa evaluasi dilakukan

sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dari pihak penyelenggara pendidikan, baik

itu pengajar maupun lembaga pendidikan, kepada pihak-pihak yang

membutuhkannya, seperti peserta didik, orang tua peserta didik atau lembaga-lembaga

lain yang membutuhkan data hasil pendidikan.

Kegiatan evaluasi pembelajaran secara umum dilakukan untuk mengetahui

efektivitas dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Efektivitas proses

pembelajaran itu sendiri bisa dilihat dari perubahan tingkah laku peserta didik setelah

mengikuti proses pembelajaran, yang disesuaikan dengan kompetensi, tujuan, dan isi

program pembelajaran.

Bila dilihat dari sudut pandang peserta didik, evaluasi pembelajaran juga

memiliki beberapa fungsi tertentu. Fathoni (2011: 55) mengemukakan bahwa,

“Penilaian dalam pembelajaran dapat membantu peserta didik untuk

memperkuat motivasi belajarnya, memperbesar daya ingat dan transfer

belajarnya, memperbesar pemahaman peserta didik terhadap keberadaan

dirinya dan memberikan umpan balik tentang efektivitas pembelajaran.”

Kegiatan evaluasi pembelajaran juga bisa digunakan untuk mengetahui

kesulitan-kesulitan yang dialami oleh peserta didik, serta efisiensi dan efektivitas

kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini senada dengan tujuan khusus

Page 19: KONSEP PMBELAJARAN 2

dari kegiatan evaluasi pembelajaran yang dikemukakan oleh Arifin (2011: 55) sebagai

berikut:

a. Mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang

telah ditetapkan;

b. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam proses

belajar, sehingga dapat dilakukan diagnosis dan kemungkinan

memberikan remedial teaching;

c. Mengetahui efisiensi dan efektivitas strategi pembelajaran yang digunakan

guru, baik yang menyangkut metode, media maupun sumber-sumber

belajar.

Dalam dunia pendidikan, kegiatan evaluasi ada beberapa macam jenisnya dan

lazim dilakukan untuk beberapa keperluan. Arifin (2011: 55) mengemukakan empat

jenis evaluasi yang sering dilakukan di suatu lembaga pendidikan sebagai berikut:

a. Formatif; Evaluasi yang bertujuan untuk memberikan feedback kepada

pengajar untuk memperbaiki kualitas. proses pembelajaran. Dalam evaluasi

ini, peserta didik yang belum mencapai kompetensi yang diharapkan atau

belum menguasai materi pembelajaran dapat diberikan pembelajaran

tambahan/remedial.

b. Sumatif; Evaluasi ini biasanya dilakukan di akhir sebuah kegiatan

pembelajaran. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan

peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan. Evaluasi ini juga

dilakukan untuk menentukan angka (nilai) yang dijadikan sebagai suatu

laporan perkembangan belajar dan bahan pertimbangan untuk memberikan

keputusan apakah peserta didik tersebut dapat melanjutkan studinya ke

tingkatan yang lebih tinggi atau harus mengulang kembali di jenjang yang

sama. Penyelenggaraan suatu evaluasi sumatif di akhir kegiatan pembelajaran

biasanya akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik karena mereka

ingin mampu melanjutkan studinya ke jenjang berikutnya.

Page 20: KONSEP PMBELAJARAN 2

c. Diagnostik; Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui latar belakang peserta

didik yang mengalami kesulitan belajar. Evaluasi dilakukan mencakup aspek

psikologis, fisik dan lingkungan dari peserta didik yang bersangkutan.

d. Seleksi dan Penempatan; Evaluasi yang digunakan untuk menyeleksi dan

menempatkan peserta didik sesuai dengan minat dan kemampuannya. Contoh:

tes SNMPTN, tes penempatan kelas IPA/IPS, tes penjurusan program studi dll.

Untuk menghasilkan suatu bentuk evaluasi yang reliabel dan hasilnya bisa

dipertanggungjawabkan, seorang pengajar/evaluator hendaknya mampu

mengembangkan suatu bentuk evaluasi yang berkualitas. Perancangan suatu bentuk

evaluasi bisa berpedoman pada prinsip-prinsip umum seperti yang dikemukakan oleh

Departemen Pendidikan Nasional dalam Arifin (2011: 56) sebagai berikut:

a. Mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan

sesuai dengan kompetensi serta tujuan pembelajaran;

b. Mengukur sampel tingkah laku yang representatif dari hasil belajar dan

bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran;

c. Mencakup jenis-jenis instrumen penilaian yang paling sesuai untuk

mengukur hasil belajar yang diinginkan;

d. Direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang

digunakan secara khusus;

e. Dibuat dengan realibilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan

secara hati-hati;

f. Dipakai untuk memperbaiki proses dan hasil belajar.

Untuk mengembangkan suatu evaluasi, seorang pengembang suatu bentuk

evaluasi hendaknya melakukannya dengan melalui tahapan yang baik dan benar.

Fathoni (2011: 56) menyebutkan setidaknya ada delapan langkah umum dalam suatu

kegiatan pengembangan evaluasi pembelajaran sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi kompetensi, pokok bahasan dan sub pokok bahasan serta

tujuan pembelajaran;

b. Menentukan sampel aspek kemampuan yang akan diukur;

c. Membuat tabel spesifikasi atau kisi-kisi tes;

d. Menulis soal;

e. Melaksanakan/menyajikan tes;

f. Memeriksa hasil tes;

g. Mengolah dan menafsirkan hasil tes;

Page 21: KONSEP PMBELAJARAN 2

h. Menggunakan hasil tes.

Setiap langkah tersebut, dilakukan dengan selalu berpedoman terhadap

prinsip-prinsip umum pengembangan evaluasi pembelajaran dari Depdiknas seperti

yang telah disebutkan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan agar bentuk evaluasi yang

dihasilkan benar-benar layak dan mampu melakukan pengukuran hasil belajar pada

peserta didik dengan baik dan reliabel.

Ada berbagai macam teknik dan bentuk evaluasi. Seorang pengajar/evaluator

bisa memilih salah satu atau menggabungkan beberapa di antaranya untuk

mendapatkan data hasil pendidikan yang dibutuhkannya. Arifin (2011: 60)

mengemukakan bahwa secara garis besar teknik evaluasi bisa dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu tes dan non-tes.

Tes merupakan suatu alat yang disusun secara sistematis untuk mengukur

suatu sampel perilaku. Dalam tes, seorang peserta didik harus menjawab atau

mengerjakan serangkaian tugas/pertanyaan. Dari pengukuran terhadap hasil tes itulah

data/nilai tentang perilaku dari seorang peserta didik bisa didapatkan.

Tes bisa digunakan untuk mengukur pengetahuan teoritis dan peningkatan

keterampilan. Sedangkan untuk mengukur perkembangan pada skala sikap/afektif,

seorang evaluator bisa menggunakan bentuk nontes seperti observasi, wawancara,

skala sikap, angket, daftar cek, sosiometri dan data penilaian (Arifin, 2011: 76).

C. Prinsip-Prinsip Pembelajaran

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu bentuk interaksi antara peserta didik

dengan lingkungan belajar guna tercapainya tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa prinsip

umum yang harus diperhatikan baik oleh pengajar maupun peserta didik agar pembelajaran

Page 22: KONSEP PMBELAJARAN 2

bisa terlaksana dengan efektif serta mencapai tujuan yang diharapkan. Alwasilah dalam

Arifin (2009: 5) mengemukakan beberapa prinsip umum dalam pembelajaran sebagai berikut:

1. Bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku peserta didik yang relatif permanen;

2. Peserta didik memiliki potensi, gandrung dan kemampuan yang merupakan benih

kodrati untuk ditumbuhkembangkan;

3. Perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami liner sejalan proses

kehidupan.

Selain prinsip-prinsip umum di atas, terdapat juga prinsip-prinsip khusus dalam

pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut mencakup terhadap hal-hal spesifik yang harus

dihadirkan dalam sebuah kegiatan pembelajaran guna berlangsungnya suatu kegiatan

pembelajaran efektif. Berikut adalah prinsip-prinsip khusus dalam pembelajaran seperti yang

dikemukakan oleh Alwasilah dalam Arifin (2009: 164):

1. Prinsip perhatian dan motivasi

Perhatian merupakan salah satu prinsip yang paling penting dalam suatu

kegiatan pembelajaran. Gage dan Berliner dalam Sukirman (2010: 5) mengungkapkan

bahwa “... tanpa adanya perhatian tidak mungkin akan terjadi suatu proses belajar

pada diri siswa.”

Seorang pengajar harus mampu menciptakan perhatian pada diri peserta

didiknya, baik itu perhatian pada pengajar itu sendiri ataupun perhatian kepada materi

yang sedang diajarkan. Perhatian berfungsi sebagai modal awal yang harus

dikembangkan secara optimal untuk memperoleh proses dan hasil pembelajaran yang

maksimal.

2. Prinsip keaktifan

Suatu kegiatan pembelajaran yang baik pada dasarnya harus terjadi atas

dorongan motivasi internal dari diri seorang peserta didik. Agar pembelajaran dapat

Page 23: KONSEP PMBELAJARAN 2

mencapai hasil yang optimal, seorang peserta didik harus memiliki kesadaran untuk

mau mempelajari serta memahami ilmu yang diajarkan. Sebuah kegiatan

pembelajaran tidaklah dapat terjadi atas dorongan/paksaan orang lain. Walaupun

terjadi seperti itu, peserta didik akan mempelajari materinya secara malas-malasan

hingga timbul kesadaran pada dirinya sendiri bahwa ia memang ingin dan

membutuhkan materi pelajaran tersebut.

Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Dewey dalam Arifin

(2011: 166) yang mengemukakan, “belajar adalah menyangkut apa yang harus

dikerjakan siswa oleh dirinya sendiri, maka inisiatif belajar harus muncul dari

dirinya.” Menyikapi pendapat Dewey tersebut, seorang pengajar di dalam kelas harus

berusaha sebisa mungkin untuk menerapkan prinsip keaktifan dalam diri peserta

didiknya. Pembelajaran diupayakan untuk selalu berpusat pada diri peserta didik

(student-centered learning) serta mengakomodasi potensi individu setiap peserta didik

dalam suatu kegiatan pembelajaran yang kondusif. Peserta didik sebagai subyek

belajar harus diarahkan untuk memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu

merencanakan, mencari, mengolah informasi, menganalisis, mengidentifikasi,

memecahkan, menyimpulkan dan melakukan transformasi (transfer of learning) ke

dalam kehidupan yang lebih luas.

3. Prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman

Belajar dengan mengalami materi pembelajarannya secara langsung (direct

purposeful learning) merupakan sebaik-baiknya pengalaman belajar yang bisa terjadi.

Edgar Dale dalam bukunya Audio-Visual Methods in Teaching (1969)

mengemukakan hal ini melalui model kerucut pembelajarannya (cone of experience).

Dalam model tersebut, pembelajaran dengan pengalaman langsung termasuk ke dalam

tipe pembelajaran aktif dan dikemukakan sebagai tipe pembelajaran yang paling

Page 24: KONSEP PMBELAJARAN 2

efektif. Menurut Dale, setelah terlewat dua minggu peserta didik masih akan

mengingat 90% apa yang mereka pelajari dan katakan saat pembelajaran berlangsung.

Belajar bukanlah sekedar proses menghapal sejumlah konsep, prinsip atau

fakta yang siap untuk diingat, melainkan sebuah proses yang benar-benar melibatkan

diri peserta didik untuk masuk dan memahami materi pembelajaran serta dapat

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan pembelajaran yang mampu

melibatkan siswa secara langsung akan menghasilkan pembelajaran yang lebih efektif

sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan secara lebih

optimal. Pendekatan pembelajaran seperti ini akan memberikan hasil yang lebih

efektif dibandingkan dengan pendekatan yang hanya sekedar menuangkan

pengetahuan, fakta atau informasi saja.

4. Prinsip pengulangan

Pentingnya keberadaan prinsip pengulangan dalam sebuah kegiatan

pembelajaran bisa merujuk kepada teori Psikologi Daya. Seperti dikemukakan oleh

Arifin (2011: 167) bahwa,

“menurut teori daya, manusia memiliki sejumlah daya seperti mengamati,

menanggapi, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir dsb. Setiap daya

tersebut harus berkembang serta berubah menjadi lebih peka. Untuk

mencapainya, diperlukan kegiatan pembelajaran dengan pengulangan.”

5. Prinsip tantangan

Salah satu komponen dalam sistem pembelajaran adalah tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran ialah target yang harus bisa dicapai oleh peserta didik di akhir

suatu kegiatan pembelajaran. Dalam perjalanan untuk mencapai tujuan tersebut,

peserta didik dihadapkan pada sejumlah hambatan/tantangan untuk memahami isi dari

materi yang diajarkan. Di sini, akan timbul motif pada diri peserta didik untuk

menuntaskan hambatan/tantangan tersebut dengan cara mempelajari bahan-bahan

pembelajaran yang berhubungan. Dalam mencapai tujuan pembelajaran, siswa

Page 25: KONSEP PMBELAJARAN 2

ditantang untuk mencari dan menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta

generalisasi dari ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari.

Dalam penerapan prinsip tantangan, seorang pengajar dapat berperan dengan

menerapkan metode-metode pembelajaran yang memiliki karakteristik menantang

yang dapat menimbulkan semangat belajar yang tinggi pada peserta didik. Metode-

metode pembelajaran tersebut antara lain metode pembelajaran eksperimen, inkuiri,

diskoveri, pemecahan masalah, diskusi dll.

6. Prinsip balikan dan penguatan

Dasar dari prinsip balikan dan penguatan pada pembelajaran ini adalah Law of

Effect dari Thorndike. Hukum tersebut menyatakan bahwa peserta didik akan belajar

dengan lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil belajar yang baik.

Apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh

baik bagi usaha belajar selanjutnya. Selain hasil yang baik, BF Skinner menyatakan

bahwa penguatan negatif/yang tidak menyenangkan pun bisa menjadi suatu dorongan

belajar bagi peserta didik.

Dalam menerapkan prinsip ini, seorang pengajar bisa

mengimplementasikannya dengan memberikan balikan/penguatan setelah mendapat

respon pembelajaran dari seorang peserta didik. Respon tersebut tidak hanya

diberikan di akhir pembelajaran berupa nilai/peringkat, tapi bisa diberikan juga segera

setelah peserta didik melakukan aktivitas pembelajaran. Misalnya memberikan

pujian/koreksi setelah seorang peserta didik memberikan pendapatnya terhadap suatu

materi, atau berdiskusi dengan peserta didik tentang suatu materi pelajaran. Hal-hal

seperti ini akan membuat peserta didik terdorong untuk belajar dengan lebih giat dan

bersemangat.

Page 26: KONSEP PMBELAJARAN 2

7. Prinsip perbedaan individu

Setiap peserta didik di kelas pada hakikatnya memiliki perbedaan individu

masing-masing, baik dari segi kelemahan maupun keunggulan, atau dalam segi fisik

maupun psikis. Hal ini akan berdampak pada perbedaan kemampuan tiap individu

tersebut dalam menyerap materi pelajaran.

Seorang pengajar yang baik harus dapat mengenali perbedaan di setiap individu

peserta didiknya supaya dapat memberikan perlakuan dan pelayanan pendidikan yang sesuai

dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing peserta didik. Ciri dan karakteristik yang

berbeda dari setiap individu peserta didik tersebut penting untuk dapat dikenali dan dipahami

supaya seorang pengajar bisa menyiapkan dan menyajikan pelajaran, memberikan tugas, serta

memberikan bimbingan yang sesuai kepada masing-masing peserta didik.

D. Inovasi Pembelajaran

Inovasi adalah suatu usaha untuk memperkenalkan ide, barang, produk, metode atau

apapun yang sifatnya baru. Inovasi juga dapat diartikan sebagai modifikasi/perbaikan dari

produk yang telah ada sebelumnya. Tetapi, hasil dari perbaikan itu tetap disebut sebagai

sesuatu yang baru. Proses berinovasi melibatkan daya kreatifitas pembuatnya. Tujuan dari

inovasi adalah untuk memecahkan persoalan yang terjadi pada produk, metode atau cara-cara

sebelumnya. Inovasi juga bertujuan untuk meningkatkan aspek efisiensi dan efektivitas.

Mengiringi perubahan kehidupan manusia yang senantiasa berkembang secara

dinamis, proses inovasi terjadi pada setiap bidang kehidupan tak terkecuali pendidikan.

Inovasi pendidikan adalah suatu usaha untuk memperkenalkan sesuatu yang baru dalam

bidang pendidikan agar tercapai efisiensi dan efektifitas guna peningkatan mutu untuk

mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik.

Page 27: KONSEP PMBELAJARAN 2

Inovasi dalam bidang pendidikan bisa dilakukan di berbagai aspek/tingkatan, seperti

dalam hal manajemen pendidikan, metodologi pengajaran, media pembelajaran, sumber

belajar, pelatihan guru, implementasi kurikulum, pembelajaran dsb.

Tidak setiap hal yang baru diperkenalkan dalam dunia pendidikan bisa disebut

sebagai sebuah inovasi. Inovasi di dalam dunia pendidikan haruslah berupa produk dari suatu

hasil olah pikir atau olah teknologi yang memiliki kadar orisinalitasnya sendiri dan dapat

memecahkan persoalan yang timbul atau memperbaiki suatu keadaan di dalam dunia

pendidikan. Wahyudin & Susilana (2009: 243) mengemukakan setidaknya empat ciri utama

inovasi pendidikan sebagai berikut:

1. Memiliki kekhasan/kekhususan; Sebuah hal yang dinamakan inovasi haruslah

memiliki ciri yang khas, baik dilihat dari segi ide, program, tatanan, sistem,

maupun hasil yang diharapkan.

2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan; Sebuah inovasi haruslah berupa suatu hasil

karya/pemikiran yang baru dan orisinil.

3. Program inovasi dilakukan melalui program yang terencana; Suatu program

inovasi tidak boleh dilakukan melalui suatu proses yang tergesa-gesa. Sebuah

program inovasi haruslah dipersiapkan secara matang dengan program yang jelas

dan terencana.

4. Program inovasi digulirkan dengan sebuah tujuan; Tujuan yang ingin dicapai

melalui penerapan suatu program inovasi harus tertulis dengan jelas di dalam

naskah perencanaannya, termasuk arah dan strategi yang akan ditempuh demi

mencapai tujuan tersebut.

Suatu produk hasil inovasi haruslah diturunkan atau diimplementasikan dengan baik

dan terencana hingga ke tataran level yang paling kecil, agar tujuan dari keseluruhan sistem

inovasi itu bisa tercapai. Proses penurunan/pengimplementasian hasil dari inovasi dinamakan

dengan istilah „difusi‟. Difusi merupakan proses pengkomunikasian inovasi melalui saluran-

saluran tertentu, terhadap anggota dari sebuah sistem sosial. Proses difusi ini bisa juga

disebut sebagai suatu tipe komunikasi khusus, di mana pesan yang disampaikannya adalah

sebuah ide baru (inovasi). Tujuan utama dari dilaksanakannya proses difusi adalah

diadopsinya suatu inovasi oleh sebuah sistem sosial tertentu. Sistem sosial ini bisa berupa

individu, kelompok informal, maupun sebuah organisasi. Kegiatan difusi dilakukan melalui

Page 28: KONSEP PMBELAJARAN 2

saluran-saluran tertentu. Saluran ini bisa berupa saluran media massa, maupun saluran antar-

pribadi. Saluran media massa dapat menjangkau audiens yang banyak dalam waktu yang

singkat. Sedangkan saluran antar-pribadi hanya melibatkan dua individu saja dalam proses

pertukaran informasinya.

Melihat pengertian dari definisi difusi inovasi di atas, maka bisa disimpulkan

komponen-komponen utama dari sebuah kegiatan difusi inovasi seperti yang dikemukakan

oleh Rogers dalam Sahin (1983) sebagai berikut:

1. Innovation; Unsur inovasi itu sendiri.

2. Communication Channels; Saluran-saluran komunikasi yang menghubungkan antara

pihak penyampai dan penerima inovasi dan digunakan untuk mentransmisikan pesan

inovasi;

3. Time; Waktu penerapan dan pendifusian produk inovasi ke seluruh tingkatan

sasarannya;

4. Social System; Sistem sosial yang menjadi tempat di mana produk inovasi

didifusikan.

Difusi inovasi dapat dilakukan baik dengan dimulai dari tingkatan yang paling tinggi

maupun yang paling rendah terlebih dahulu. Difusi inovasi yang dimulai dari tingkatan tinggi

dinamai dengan top-down model. Pada model pendifusian inovasi ini, inisiatif inovasi berasal

dari kalangan yang berada pada posisi di atas, atau dalam bidang pendidikan nasional, berarti

para pemegang kewenangan atau para pembuat keputusan di institusi pemerintah yang

mengatur pendidikan nasional di Indonesia, yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Produk inovasi yang didifusikan melalui top-down model biasanya berupa produk undang-

undang/kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan nasional, kurikulum, maupun program-

program pendidikan seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun metodologi

pembelajaran yang diterapkan secara nasional.

Page 29: KONSEP PMBELAJARAN 2

Bottom-up model merupakan kebalikan dari top-down model. Dalam model ini,

produk inovasi awalnya berasal dari tingkatan yang lebih rendah, seperti sekolah, lembaga

pendidikan, atau para guru di sekolah. Sebuah produk inovasi awalnya hanya diterapkan pada

lingkup yang terbatas, kemudian dikenali oleh para pemegang kewenangan dan diadopsi di

lingkup yang lebih luas. Produk inovasi yang didifusikan melalui bottom-up model biasanya

adalah berupa suatu hal yang spesifik, seperti model pembelajaran khusus, sistem e-learning,

strategi pembelajaran, model manajemen pendidikan dll.

Pembelajaran berbasis web merupakan salah satu contoh produk inovasi pembelajaran

pada aspek metode/media pembelajaran. Produk ini belum ada sebelumnya dan

memanfaatkan kecanggihan teknologi komputer, internet dan multimedia yang telah

memberikan cara baru bagi umat manusia untuk saling berkomunikasi tanpa terhalang jarak

dan waktu. Bila diaplikasikan di dunia pendidikan, teknologi tersebut bisa memberikan cara-

cara penyampaian pengetahuan (delivery system) yang baru, yang berbeda dengan metode

pembelajaran konvensional. Keberadaan model pembelajaran berbasis web telah

menjembatani kebutuhan dunia pendidikan untuk selalu mengikuti perkembangan zaman

yang terjadi. Model pembelajaran berbasis web ini juga diharapkan bisa menjadi solusi atas

beberapa permasalahan yang ditemui pada metode pembelajaran konvensional serta dapat

meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Page 30: KONSEP PMBELAJARAN 2

Daftar Pustaka dan Referensi

Arifin, Z. (2011). “Evaluasi Pembelajaran”, dalam Bahan Ajar Training of Trainer

Metodologi Pembelajaran Angkatan Ke-1 Tahun 2011 bagi Para Instruktur di

Lingkungan PT. Kereta Api (Persero). Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi

Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Arifin, Z. (2010). Evaluasi Pembelajaran (Teori dan Praktik). [Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN/1

96105011986011-

ZAINAL_ARIFIN/Silabus_Evaluasi_Pembelajaran/Evaluasi_Pembelajaran__Makala

h_.pdf [1 Juni 2012].

Arifin, Z. (2009). “Prinsip-Prinsip Pembelajaran”, dalam Kurikulum dan Pembelajaran.

Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional. [Online]. Tersedia: http://www.inherent-

dikti.net/files/sisdiknas.pdf. [6 Februari 2012]

Fathoni, T. (2011). “Evaluasi Pembelajaran”, dalam Bahan Ajar Training of Trainer

Metodologi Pembelajaran Angkatan Ke-2 Tahun 2011 bagi Para Instruktur di

Lingkungan PT. Kereta Api (Persero). Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi

Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Fathoni, T. dan Riyana, C. (2009). “Komponen-Komponen Pembelajaran”, dalam Kurikulum

dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas

Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Hamalik, O. (1994). Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

Masitoh. (2011). “Strategi Pembelajaran”, dalam Bahan Ajar Training of Trainer Metodologi

Pembelajaran Angkatan Ke-2 Tahun 2011 bagi Para Instruktur di Lingkungan PT.

Kereta Api (Persero). Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Ruhiat, J. (2012). Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Operasi Hitung Jumlahan dan

Pengurangan Bilangan Bulat Melalui Pendekatan Realistik. Skripsi Sarjana pada

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali.

Sahin, I. (2006). Detailed Review of Rogers‟ Diffusion of Innovations Theory and

Educational Technology-Related Studies Based on Rogers‟ Theory. Dalam The

Turkish Online Journal of Educational Technology [Online], Vol 5 (2), 10 halaman.

Tersedia: http://www.tojet.net/articles/v5i2/523.pdf [15 Juni 2012].

Scanlan, CL. (2012). Instructional Media: Selection and Use. [Online]. Tersedia:

http://www.umdnj.edu/idsweb/idst5330/instructional_media.htm. [24 Mei 2012]

Page 31: KONSEP PMBELAJARAN 2

Sukirman, D. (2010). Prinsip Pembelajaran. [Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN/1

95910281987031-DADANG_SUKIRMAN/Prinsip_pembelajaran.pdf. [5 Juni 2012]

Susilana, R. & Riyana, C. (2008). Media Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan

Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Wahyudin, D. dan Susilana, R. (2009). “Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran”, dalam

Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi

Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Page 32: KONSEP PMBELAJARAN 2

Tulisan ini didownload dari http://www.fajargm.net

Kontak penulis: [email protected]