knpa sampaikan surat terbuka untuk presiden jokowi
TRANSCRIPT
Sekretariat Bersama: Jalan Pancoran Indah I, Blok E3/I, Komplek Liga Mas, Jakarta Selatan Telp. (021) 7984540; Fax (021) 7993834
Nomor : Istimewa
Perihal : Surat Terbuka KNPA Kepada Presiden Jokowi Menyikapi Pengabaian Negara
Terhadap Nasib Petani dan Kelestarian Pegunungan Kendeng Demi Investasi
Semen
Lampiran : -
Kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. H. Joko Widodo
di Jakarta
Salam Sejahtera,
Kami adalah Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), aliansi organisasi masyarakat sipil
yang mencita-citakan terwujudnya reforma agraria sejati bagi keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Bapak Presiden,
Pegunungan Kendeng merupakan kawasan ekosistem karst yang esensial dan penting untuk
kelangsungan hidup manusia. Karakter hidrogeologi karst sangat unik, memiliki lapisan tanah
tipis dan potensial karena hampir sepanjang waktu dapat menyimpan air dalam jumlah yang
melimpah, sehingga menjadi sumber air yang memenuhi kebutuhan warga khususnya petani di
Jawa Tengah. Namun masyarakat di sekitar Pegunungan Kendeng menjadi rentan dan terancam
dampak bencana ekologis antara lain berupa pencemaran air tanah, banjir, dan kekeringan akibat
pembangunan dan pengoperasian pabrik semen di Pegunungan Kendeng.
Selain akan menggusur lahan, penambangan pabrik juga akan merusak area Cekungan Air Tanah
(CAT) Watuputih di Pegunungan Kendeng yang menopang kebutuhan air bagi sekitar 153.402
petani Rembang. Hal ini ironis karena CAT Watuputih telah ditetapkan oleh Presiden melalui
Keputusan Presiden RI Nomor 26/2011 sebagai salah satu CAT yang dilindungi. Berdasarkan
konstitusi pasal 33 ayat 3 dan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960, bumi, air,
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan sumber-sumber agraria yang harus
dilindungi oleh negara dan diperuntukkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Konstitusi dalam pasal 28 H juga menegaskan bahwa hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat sebagai sebuah hak asasi yang harus dipenuhi oleh pengurus Negara. Tetapi hal ini ternyata
masih berupa amanat konstitusi dan Undang-undang yang tidak dilaksanakan.
Para petani Kendeng, perempuan dan laki-laki, masih terus berjuang mempertahankan
lingkungan hidup, tanah, air, dan mata pencaharian. Mereka telah menempuh berbagai upaya
menolak tambang dan pabrik semen di Pegunungan Kendeng. Mulai dari dialog, gugatan hukum
di pengadilan, aksi long march, hingga aksi dipasung semen.
Pada rangkaian aksi saat ini, rakyat Indonesia harus berduka akibat meninggalnya Ibu Patmi,
salah seorang Kartini Kendeng di tengah perjuangan panjang rakyat Kendeng. Hingga akhir
nafasnya, beliau tetap teguh berjuang mempertahankan wilayah pegunungan Kendeng dari
ekspansi industri pabrik semen PT Semen Indonesia yang akan mengancam sumber-sumber
agraria dan lingkungan hidup masyarakat Rembang. Kematian Ibu Patmi menjadi bagian dari
ketidaktegasan dan lambatnya Bapak Presiden dalam menyikapi Gubernur Ganjar Pranowo yang
terus memaksakan kebijakan untuk tetap melanjutkan pembangunan pabrik semen milik PT
Semen Indonesia di Rembang, dan secara nyata telah mengabaikan putusan pengadilan tertinggi,
melanggar hukum, dan perintah Presiden.
Kematian bu Patmi dalam aksi pasun semen jilid II merupakan preseden buruk bagi kebijakan
pembangunan rezim pemerintahan yang sedang berjalan saat ini. Dimana Negara selalu
mengutamakan kepentingan investasi modal, namun disisi lain abai dalam melindungi hak-hak
masyarakat terdampak. Bu Patmi gugur dalam perjuangannya mempertahankan pegunungan
wilayah Kendeng agar tetap lestari dan terhindar dari pengrusakan pabrik semen.
Paska meninggalnya bu Patmi, seorang perwakilan sedulur sikep yaitu Gunarti bertemu Presiden
Jokowi di Istana Negara demi mengadukan nasib petani Kendeng yang tidak kunjung mendapat
keadilan hingga saat ini harus menelan pil pahit karena tidak ditanggapi oleh Presiden. Presiden
mengatakan bahwa urusan daerah bukanlah urusan Presiden. Hal ini sungguh mengecewakan.
Seharusnya Presiden membuka nurani bahwa keteguhan hati para petani Kendeng mengadukan
nasib mereka ke Istana karena Ganjar Pranowo telah menyalahi wewenangnya sebagai kepada
daerah dan mengabaikan nasib petani Kendeng. Presiden sesugguhnya memiliki kewenangan
menyelesaikan persoalan ini, karena Gubernur Jawa Tengah telah melakukan pelanggaran
hukum dengan menerbitkan izin lingkungan yang cacat hukum, substansi dan prosedur
sebagaimana yang diatur dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan PP No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan.
Sikap yang ditunjukan oleh Jokowi tersebut sangat bertolak belakang dengan program
Nawacitanya di mana pada poin kedua disebutkan bahwa akan “Membuat pemerintah tidak
absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan
terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada
institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem
kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.”
Aksi yang dilakukan petani Kendeng saat ini adalah salah satu dari sekian banyak aksi yang telah
mereka lakukan. Petani telah banyak menyelenggarakan aksi-aksi protes. Salah satunya pada
tanggal 13 April 2016 sebanyak 9 petani perempuan Kendeng (9 Kartini Kendeng) melakukan
aksi protes pengecoran kaki didepan istana negara Jakarta. Dari rangkaian aksi-aksi tersebut,
akhirnya mendapatkan perhatian dari bapak Presiden. Sehingga pada tanggal 2 Agustus 2016,
Bapak Presiden bertemu dengan para petani Kendeng dan telah menyepakati bahwa:
1. Perlu segera dibuat analisa daya dukung dan daya tampung pegunungan Kendeng melalui
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang dikoordinir oleh Kantor Staf Presiden
(KSP);
2. Selama satu tahun proses KLHS semua izin yang berkaitan akan dihentikan. Artinya
terhitung sejak dikeluarkan pernyataan tersebut, segala bentuk operasi di wilayah pabrik
Semen Rembang harus dihentikan;
Kesepakatan itu juga diperkuat dengan jaminan dari KSP, dimana pada November 2016 lalu
KSP bertemu para pihak di Provinsi Jawa Tengah. KSP menegaskan kembali bahwa selama
proses pembuatan KLHS, semua izin harus dihentikan. Pemerintah juga menjamin proses dialog
atau rembug yang sehat selama penyusunan KLHS berlangsung.
Akan tetapi pada tanggal 9 November 2016, Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo
megeluarkan SK Izin lingkungan No. 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan
Penambangan Bahan Baku Semen, Pembangunan dan Pengoperasian Pabrik Semen. Gubernur
beralasan bahwa izin baru yang dikeluarkan hanya berupa amandemen karena perusahaan telah
berganti nama dari PT. Semen Gresik menjadi PT. Semen Indonesia. Selain itu juga termasuk
perubahan luasan tambang dari yang sebelumnya seluas 520 hektar menjadi seluas 293 hektar.
Padahal sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah memenangkan Peninjauan Kembali (PK)
gugatan warga Rembang dan para pihak pengguggat lainnya (termasuk Walhi) dengan nomor
register 99 PK/TUN/2016 pada 5 Oktober 2016 yang lalu. Dalam amar putusan MA menyatakan
bahwa:
1. Mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal, Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 660.1/17 Tahun
2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan kegiatan penambangan oleh PT.
Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang Jateng;
3. Mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah
Nomor 660.1/17 Tahun 2012 tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan oleh PT.
Semen Gresik (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang Jawa Tengah.
Pembatalan izin berdasarkan putusan PK MA sebetulnya telah diatur dalam pasal 40 ayat (2) UU
No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa
“Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan”. Artinya seluruh
kegiatan yang dilakukan PT Semen Gresik harus dibatalkan. Tidak ada dasar hukum
pengecualian apabila perusahaan telah berganti nama atau perubahan luasan. Dengan demikian,
maka hukuman pembatalan izin tetap melekat. Berdasarkan itu, Gubernur Jawa Tengah secara
sengaja telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak mematuhi putusan MA.
Kesepakatan-kesepakatan yang ditetapkan bersama oleh semua pihak tersebut tidak dilaksanakan
oleh Ganjar Pranowo. Ganjar Pranowo terus mengakali putusan MA dan seluruh kesepakatan
tentang KLHS dengan melakukan berbagai macam cara.
Pada 16 Januari 2017 Ganjar Pranowo menerbitkan SK Nomor 660.1/4 Tahun 2017 yang
mencabut SK Nomor 660.1/30 Tahun 2016. Pada hari itu juga, Ganjar Pranowo memerintahkan
Addendum ANDAL, RKL, RPL kepada PT SI. Berdasarkan proses addendum yang melanggar
hukum tersebut, pada 23 Februari 2017 Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengeluarkan
izin lingkungan baru untuk PT Semen Indonesia.
Terbaru, tanggal 24 Maret lalu Menteri ESDM Ignasius Jonan mengirim surat kepada Menteri
LHK soal tak terdapat indikasi sungai bawah tanah di CAT Watuputih. Kami sangat menyayangi
pernyataan tersebut. Oleh karna itu kami perlu menanggapi, karna pernyataan tersebut sama
sekali tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.
Ignatius Jonan sebagai Menteri ESDM seharusnya mengutamakan sikap kehati-hatian dalam
membuat pernyataan terkait status kawasan CAT Watuputih, mengingat status CAT Watuputih
adalah KAWASAN LINDUNG GEOLOGI berdasarkan fungsinya sebagai resapan air tanah
sesuai dengan PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NO.14 TAHUN 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang 2011-2031 Pasal 19/a. Hal ini juga
mengingat status CAT Watuputih telah ditetapkan oleh Presiden sebagai salah satu
CEKUNGAN AIR TANAH (CAT) dengan luas 31 Km2 berdasarkan KEPUTUSAN PRESIDEN
NO.26 TAHUN 2011.
Pengabaian Konflik Agraria
Bahwa kasus konflik agraria wilayah pegunungan Kendeng merupakan salah satu dari banyak
kasus yang saat ini telah masuk ke Istana. Namun untuk menyelesaikan satu kasus ini saja
pemerintah saat ini seperti tidak punya itikad baik dan justru terkesan menghindar dari tanggung
jawab.
Saat ini, dukungan solidaritas untuk Kendeng telah berlangsung dan meluas di berbagai daerah di
Indonesia. Terdapat lebih dari 50 kota di seluruh Indonesia yang menggelar aksi dan solidaritas
mendukung perjuangan petani Kendeng. Dukungan solidaritas yang telah berlangsung di banyak
daerah tersebut merupakan simbol mosi ketidakpercayaan rakyat Indonesia kepada pemerintahan
saat ini yang tidak punya kemauan poliitik dalam menyelesaikan konflik-konflik agraria yang
sedang berlangsung. Konflik Kendeng merupakan salah satu konflik dari ribuan konflik agraria
mendera rakyat Indonesia. Kendeng menjadi simbol bagaimana tidak berpihaknya Negara
kepada rakyat demi mengakomodir kepentingan investasi modal.
Presiden telah berkomitmen untuk melaksanakan Reforma Agraria sebagai jalan untuk
mensejahterakan dan keadilan ekonomi bagi rakyat yang diterjemahkan melalui program
redistirbusi tanah 9 juta hektar. Namun, dalam pengamatan kami selama tiga tahun ini, tidak
sampai 5% persen kebijakan tersebut direalisasikan. Ironisnya, selama tiga tahun berjalan
terhitung sedikitnya 4.526.434 juta hektar lahan rakyat yang telah dirampas untuk kepentingan
pembangunan yang dilaksanakan oleh rezim pemerintahan saat ini.
Kendeng merupakan salah satu anomali dari kebijakan pemerintahan saat ini, Pembangunan
pabrik semen di wilayah pegunungan karst Kendeng dikatakan oleh pemerintah untuk
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat (mendapat keuntungan dari operasi tambang dan
pabrik), namun di sisi lain mengabaikan prinsip keadilan sosial, pemerataan, dan pemenuhan hak
masyarakat atas tanah airnya. Langkah ini sungguh ironis, di saat Pemerintah Jokowi
menjanjikan pelaksanaan Reforma Agraria seluas 9 juta hektar tanah untuk memenuhi hak petani
atas tanah dan pengusahaan pertanian yang lebih produktif dan berkelanjutan. Sekaligus
menjanjikan pula pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Pada sisi lain sistem
pembangunan ekonomi politik agraria (SDA) yang dijalankan justru kerapkali mengancam dan
menggusur petani serta tanah garapan untuk kebijakan eksplorasi, eksploitasi dan monopoli
perusahaan atas kekayaan agraria.
Hak-hak petani atas tanah juga telah dijamin oleh UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani (UU Perlintan) dalam bentuk kepastian hak atas tanah dan lahan
pertaniannya. Hak agraria petani Rembang juga dilindungi UU No.41/2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dimana aktivitas pembangunan lainnya harus menjamin
perlindungan fungsi lahan pertanian yang ada.
Penerbitan izin untuk pembangunan pabrik semen oleh pemerintah Jawa Tengah di wilayah
pegunungan Kendeng Rembang sangat jelas tidak memperhatikan dampak sosial, budaya,
ekonomi dan ekologis yang lebih utuh dan luas. Para Sedulur Sikep menggantungkan hidupnya
sebagai petani. Dalam keseharian warga Kendeng membutuhkan tanah, sekaligus air sebagai
tiang penopang keberlangsungan hidup. Petani Kendeng dan warga Rembang, haruslah
ditempatkan sebagai warga negara yang memiliki hak dasar sebagai pemilik, pengolah, sekaligus
penjaga keberlanjutan sumber-sumber agraria.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah jelas telah merampas hak-hak agraria warga Rembang. Sejak
awal kebijakan pembangunan pabrik semen di Rembang memang telah dipaksakan dan sarat
kepentingan ekonomi semata. Sehingga berbagai cara dilakukan pemerintah daerah agar
ekspansi tambang dan pembangunan pabrik semen di Rembang maupun di Jawa Tengah
umumnya terus dilakukan. Di banyak tempat, kebijakan ini menimbulkan konflik agraria baru di
lokasi-lokasi lainnya, yang menjadi area target perusahaan semen, yakni Rembang, Pati, Blora,
Grobogan, Kebumen, dan Wonogiri..
Sehubungan dengan itu, kami Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) menuntut kepada
Bapak Presiden Joko Widodo untuk bertindak cepat dengan menindak keras Gubernur Jawa
Tengah Ganjar Pranowo. Kami juga meminta Bapak Presiden Joko Widodo untuk melakukan
langkah-langkah berikut ini:
1. Memastikan hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang dikoordinir dan
dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutahan (KLHK), Kantor Staf
Presiden (KSP), Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berpihak kepada
masa depan petani dan kelestarian wilayah pegunungan Kendeng.
2. Memerintahkan Gubernur Jawa Tengah Bapak Ganjar Pranowo sebagai pihak pemberi
izin untuk mematuhi putusan PK MA dengan mencabut SK Gubernur Jawa Tengah No
660.1/6 Tahun 2017 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan dan Penambangan
Pabrik Semen PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang Provinsi Jawa
Tengah;
3. Menjamin dan memastikan aparat pemerintah di daerah dalam hal ini Gubernur Jawa
Tengah untuk mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) sekaligus memberikan sanksi.
4. Memerintahkan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jawa Tengah untuk segera
mencabut SK Gubernur No. 660.1/6 Tahun 2017 yang memberikan legitimasi hukum
maupun politik terhadap operasi perusahaan semen di Rembang;
5. Memerintahkan Gubernur dan Bupati Rembang untuk menjamin prioritas pemenuhan
dan penghormatan hak-hak dasar warga Rembang atas kekayaan agraria (bumi; tanah,
air, udara dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya), sebagai sumber
keberlangsungan dan keberlanjutan hidupnya, baik sebagai petani maupun warga sedulur
Sikep;
6. Memastikan segala bentuk pembangunan selaras dan tidak mengingkari kebijakan
reforma agraria, kedaulatan pangan dan perlindungan hak-hak petani yang memegang
prinsip keadilan, kesejahteraan dan keberlanjutan;
7. Memerintahkan Kapolri untuk segera menghentikan tindakan represif kepada warga
Rembang dan Pati yang mempertahankan hak-hak mereka.
8. Memastikan dan memerintahkan Gubernur dan Bupati untuk mengkaji ulang izin industri
ekstraktif di Jawa Tengah, di Pulau Jawa dan secara Nasional.
9. Memastikan upaya pemulihan dampak sosial, ekonomi, budaya, dan psikologis yang
muncul pada warga Rembang dan Pati, terutama perempuan dan anak-anak, akibat
tindakan manipulatif dan represif perusahaan dan aparat Negara yang menciptakan terror,
intimidasi dan konflik pada kehidupan mereka.
Melalui surat terbuka ini, kami juga menyerukan kepada seluruh elemen rakyat dan
organisasi masyarakat sipil jaringan KNPA di seluruh Indonesia untuk mendukung dan
bersolidaritas pada perjuangan rakyat Kendeng. Demikian surat bersama ini kami sampaikan
untuk ditindaklanjuti.
Jakarta, 3 April 2017
Hormat Kami,
KOMITE NASIONAL PEMBARUAN AGRARIA
Tembusan:
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP)
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Menteri Dalam Negeri
Ketua Mahkamah Agung (MA) RI
Ketua Ombudsman RI
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM)
Ketua Komisi Nasional Perempuan
Gubernur Jawa Tengah
Bupati Rembang
Pimpinan PT. Semen Indonesia
Kami yang Bertanda Tangan di Bawah ini atas Nama KNPA:
1. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
2. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
3. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
4. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
5. Sajogyo Institute (Sains)
6. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS)
7. Solidaritas Perempuan (SP)
8. Bina Desa
9. Sawit Watch (SW)
10. Yayasan PUSAKA
11. Serikat Petani Indonesia (SPI)
12. Aliansi Petani Indonesia (API)
13. Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)
14. Indonesian Human Right Committee for Social Justice (IHCS)
15. Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)
16. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
17. Perkumpulan Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologi (Huma)
18. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
19. Rimbawan Muda Indonesia (RMI)
20. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
21. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
22. Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI)
23. LBH Jakarta
24. Jaringan Kerja Tani (JAKATANI) Pandeglang
25. Front Perjuangan Rakyat Sukamulya (FPRS)
26. Serikat Tani Indramayu (STI)
27. Serikat Petani Majalengka (SPM)
28. Solidaritas Pemuda Peduli Desa untuk Demokrasi Banten
29. Pergerakan Petani Banten (P2B)
30. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Barat
31. Serikat Tani Independen (SEKTI) Jember
32. Payuguban Petani Aryo Blitar (PPAB)
33. Forum Komunikasi Petani Malang Selatan (Forkotmas)
34. Forum Perjuangan Rakyat (FPR)
35. Serikat Petani Lumajang (SPL)
36. Serikat Petani Tulungagung (SPT)
37. Serikat Rakyat Kediri Berdaulat (SRKB)
38. Serikat Petani Gunung Biru (SPGB) Batu
39. Perkumpulan Alha-Raka Jombang
40. LSDP (Lembaga Studi Desa untuk Petani) - SD INPERS Jember
41. Kelompok Kajian dan Pengembangan Masyarakat (KKPM) Malang
42. Yayasan Cakrawala Timur Surabaya
43. Sitas Desa Blitar
44. Kelompok Kajian dan Advokasi TANTULAR Mojokerto
45. Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) Salatiga
46. Forum Perjuangan Petani Batang (FPPB)
47. Serikat Tani Amanat Penderitaan Rakyat (STAN AMPERA) Banyumas
48. Organisasi Tani Jawa Tengah (ORTAJA)
49. Pengurus Pusat Serikat Tani Merdeka (PP. SeTAM) Yogyakarta
50. Forum Pejuang Petani Kendal (FPPK)
51. Lidah Tani Blora
52. Serikat Tani Independen Pemalang (STIP)
53. Omah Tani Batang
54. Serikat Tani Mandiri (SETAM) Cilacap
55. Himpunan Tani Masyarakat Banjarnegara (HITAMBARA)
56. Forum Peduli Kebenaran dan Keadilan Sambirejo (FPKKS)
57. LBH Semarang
58. Perkumpulan Lestari Mandiri (LESMAN) Boyolali
59. Yayasan Trukajaya Salatiga
60. LPH YAPHI Solo
Narahubung:
Dewi Kartika, (081394475484)
Nur Hidayati, (081316101154)
Arip Yogiawan, (081214194445)
Eko Cahyono, (082312016658)