kimia pangan acara 1 karbohidrat
DESCRIPTION
ya tentang karbohidrat..TRANSCRIPT
ACARA I
KARBOHIDRAT
A. TUJUAN
Tujuan praktikum Bab I Karbohidrat ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa.
2. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa.
3. Menentukan suhu gelatinasi pati tepung tapioka dan tepung beras.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Teori
Uji benedict dilakukan untuk mengidentifikasi karbohidrat melalui
reaksi gula pereduksi. Benedik sendiri merupakan larutan alkali dengan
kandungan kuprisulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat yang nantinya
akan direduksi oleh gula pereduksi (yang mengandung gugus aldehid ata
keton bebas) lalu membentuk kupro oksidaberwarna. Uji ini dilakukan pada
suasana basa yang menyebabkan reduksi ion Cu2+ pada CuSO4 oleh gula
pereduksi berlangsung cepat dan membentuk endapan Cu2O merah bata
(Bintang, 2010).
Monosakarida merupakan karbohidrat yang paling sederhana, sudah
tidak dapat lagi dibagi atau dpisahkan tanpa melepaskan sifat khasnya
sebagai karbohidrat. Aldosa merupakan monosakarida hasil dari oksidasi
alcohol bermartabat banyak pada atom C-nya yang paling ujung, Bila terjadi
pada atom C yang ke 2 (alcohol sekunder) maka akan membentuk ketosa.
Glukosa merupakan salah sato monosakarida yang berupa aldosa. Sifat
umumnya adalah, merupakan gula aktif optic, berputar kekanan, gula
pereduksi dan dapat diragikan.Pada umumnya semua monosakarida adalah
gula pereduksi kecuali fruktosa.Disakarida merupakan gabungan dari 2
molekul monosakarida yang reaksinya melepaskan satu molekul air.Reaksi
peyatuan tersebut dinamakan kondensasi.Sedang reaksi perombakan
1
disakarida menjadi monosakarida lagi dengan membutuhkan molekul air,
disebut hidrolase.Beberapa sifat disakarida memiliki kesamaan dengan
monosakarida.Misal pada kelarutan dan rasa.Umumnya, anggota dari
disakarida (seperti maltose, selebiosa, Laktosa, dan sukrosa) semua dapat
mereduksi kecuali pada sukrosa (Glukosa+fruktosa), dapat membentuk
osazon kecuali sukrosa, dan memutar ke kanan (Kusnawidjaja, 1983).
Monosakarida mereduksi senyawa pengoksidasi seperti ferisianida,
hydrogen peroksida, atau ion cupri (Cu2+).Pada reaks ini, gula dioksidasi
pada gugus karbonil, dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi.Gula-
gula yang dapat mereduksi disebut gula pereduksi.Disakarida terdiri dari
dua monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya.Kebanyakan
pada disakarida, ikatan kovalen tersebut dinamai ikatan glikosida dan
dibentuk apabila gugus hidroksil pada salah satu gula bereaksi dengan
karbon anomer pada gula yang kedua.Ikatan glikosida segera terhidrolisa
oleh asam, namun tahan dengan basa.Sehingga disakarida dapat dihidrolisa
dengan perebusan asam (Lehninger, 1993).
Pada glukosa, asam dan alkalidigunakanuntuk merangsangperubahan
warna yangdinamis.Berdasarkan perubahan warna yang terjadi dipengaruhi
oleh oleh beberapa hal yaitu asam, basa, dan suhu.Perubahan warna
mengakibatkan dekomposisi merupakan peristiwa pencoklatan non
enzimatis pada senyawa gula (Zawalich, 2004).
Reaksipencoklatannonenzimatikfruktosadan sistemmodel
yangberairfruktosa-lisin
yangdiselidikipada100CantarapH4,0danpH12,0dengan
mengukurhilangnyareaktandan pemantauanpolaUV-absorbansi dan
pengembanganwarna coklat. Padasemua nilaipHdiuji,
hilangnyafruktosalebih rendah padakehadirandibandingkandengan tidak
adanyalisin. Dan, dalam larutanfruktosalisinyang mengandung,
gulamenghilanglebihcepat dibandingkan denganasamamino (Ajandouz,
2001).
2
Pencoklatan secara non enzimatik disebabkan oleh karamelisasi,
reaksi Maillard dan oksidasi vitamin C. Pemanasan secara langsung pada
suhu tinggi terhadap karbohidrat khususnya gula, menghasilkan suatu
kompleks yang berasal dari proses karamelisasi. Ikatan ganda yang
terkonjugasi menyerap cahaya dan menghasilkan warna.Produk
karamelisasi biasanya digunakan dalam pembuatan makanan, kembang
gula, dan sejenisnya, serta untuk menghasilkan warna pada minuman cola
(Chandra dkk, 2013).
Ikatan glikosida pada glukosa dan gula lainnya dapat terhidrolisis
oleh asam atau enzim.Namun ikatan ini stabil pada keadaan
basa.Pembentukan oleh suasana asam menandakan bahwa glikosida gula
tersebut tidak memiliki energi pereduksi.Hasil reduksi dari glikosida sendiri
berupa gula dan aglikon (Deman, 1999).
Natrium bikarbonat digunakan sebagai pembentuk reaksi basa dan
bertindak dalam menetralisir asam sitrat dan asam tartrat serta dapat
menghasilkan buih dan membebaskan karbondioksida serta larut sempurna
dalam air (Burhan dkk, 2012).
Hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati
dipanaskan dengan asam, maka ia akan terurai menjadi molekul-molekul
yang lebih kecil secara berurutan lalu akan menghasilkan glukosa. Mula-
mula molekul pati dipecah menjadi unit-unit rantai glukosa yang lebih
pendek yang disebut dekstrin.Lalu setelah itu dekstrin dipecah lagi menjadi
maltose (dua unit glukosa) dan akhirnya maltose dipecah menjadi 2 unit
glukosa. Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus
lapisan luar granula dan granula ini mulai menggelembung. Hal ini terjadi
ketika temperature naik dari 600 menjadi 850 C. Volume granula dapat
membesar 5 kali lipat saat menyerap air. Saat itulah suspensi mengental.
Granula akan pecah ketika sudah mencapai batas. Sehingga isinya keluar
dan terdispersi merata.Sehingga membuat campuran isi pati dan air
mengental membentuk sol inilah gelatinisasi (Gaman, 1992).
3
Bila suspensi dalam air dipanaskan, beberapa perubahan selama
gelatinisasi dapat diamati.Mula-mula suspensi pati yang keruh menjadi
jernih pada suhu tertentu, tergantung pada jenis pati yang
digunakan.Kejadian tersebut dinamai translusi dan biasanya diikuti oleh
pembengkakan granula.Apabila energi kinetik molekul air menjadi lebih
kuat dari pada daya tarik-menarik molekul pati dari dalam granula, air dapat
masuk ke dalam butir-butir pati sehingga terjadi pembengkakan.Hal ini juga
dipengaruhi oleh banyaknya gugus hidroksil di dalam pati, sehingga
kemampuan untuk menyerap air sangat besar. Sehingga terjadilah kenaikan
viskositas karena air yang awalnya bebas bergerak diluar granula, sekarang
berada dalam butir padi dan susah untuk bergerak. Suhu gelatinisasi juga
tergantung pada konsentrasi pati.Makin kental larutan pati, maka makin
lama mencapai gelatinisasi, sampai suhu tertentu kekentalan tidak
bertambah malah terkadang turun.Sehingga suhu gelatinisasi berbeda-beda
tergantung bahannya, seperti Tepung tapioka 52 - 64°C dan tepung beras 68
- 78°C (Winarno, 2004).
Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh ukuran granula pati. Semakin
besar ukuran granula memungkinkan pati lebih mudah dan lebih banyak
menyerap air sehingga mudah membengkak menyebabkan pati lebih mudah
mengalami gelatinisasi (suhu gelatinisasi relatif rendah). Selain itu, suhu
gelatinisasi tergantung juga pada konsentrasi pati. Makin kental larutan,
suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak
bertambah, bahkan kadang-kadang turun. Konsentrasi terbaik untuk
membuat larutan gel pati jagung adalah 20%. Makin tinggi konsentrasi, gel
yang terbentuk makin kurang kental dan setelah beberapa waktu viskositas
akan turun. Selain konsentrasi, pembentukan gel dipengaruhi oleh pH
larutan. Apabila pH terlalu tinggi, pembentukan gel makin cepat tercapai
tapi cepat turun lagi, sedangkan bila pH terlalu rendah terbentuknya gel
lambat dan bila pemanasan diteruskan, viskositas akan turun lagi. Pada pH
4-7 kecepatan pembentukan gel lebih lambat dari pada pH 10, tapi bila
pemanasan diteruskan, viskositas tidak berubah (Amin, 2013).
4
Saat pati dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin
merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus,
menyebabkan air terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini,
molekul amilosa terlepas ke fase air yang menyelimuti granula, sehingga
struktur dari granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air yang
masuk ke dalam granula, menyebabkan granula membengkak dan
volumenya meningkat. Molekul air kemudian membentuk ikatan hidrogen
dengan gugus hidroksil gula dari molekul amilosa dan amilopektin. Molekul
amilosa cenderung untuk meninggalkan granula karena strukturnya lebih
pendek dan mudah larut sehingga larutan pati yang dipanaskan akan lebih
kental. Karakteristik gelatinisasi yang berbedasalah satunya ditentukan oleh
struktur amilopektin, komposisi pati, distribusi berat granula pati, dan
ukuran granular pati. Makin rendah berat molekul, maka suhu gelatinisasi
akan makin rendah. Saat larutan pati dipanaskan di atas temperatur
gelatinisasinya, pati yang mengandung amilopektin lebih banyak akan
membengkak lebih cepat dibandingkan dengan pati lain. tepung-tepungan
dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi, seperti tepung beras dan
tepung terigu, memerlukan temperatur yang lebih tinggi agar patinya
tergelatinisasi (Imanningsih, 2012).
Selamapengolahanpatibanyak terjadi perubahanpadasifat fisikokimia
pati. Yang palingpentingadalah peristiwa gelatinisasi. Granula patitidak
larut dalam airdingin, tapimerekamenyerapairdalam
mediumberairreversibel. Ketikagranula patiyangdipanaskan dalamair, pada
suhu tertentu, akan terjadi pembengkakantetap
(irreversible)danstrukturgranulayangdiubahsecara signifikan. Granula
patiterdiri dari duabiopolimer,
yaituamilosayanglineardanamilopektinyangbercabang(Kibar etal, 2010)
2. Bahan
Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida dari glukosa dan
fruktosa.Sukrosa tidak memiliki atom karbon anomer bebas, karena karbon
5
anomer pada unsurnya berikatan satu dengan yang lain, sehingga tidak
termasuk sebagai gula pereduksi.Namun, sukrosa cenderung lebih tahan dari
serangan oksidatif dan hidrolisis. Pati atau amilum merupakan polisakarida
yang terdiri dari dua jenis polimer glukosa, yaitu α-amilase yang berantai
panjang dan lurus dan amilopektin yang berantai panjang namun bercabang
(Lehninger, 1993).
NaHCO3 memiliki sifat buffer (penjaga pH). NaHCO3 dapat
digunakan sebagai pencuci untuk menghapus apapun yang berasam. Reaksi
dari NaHCO3 dan asam menghasilkan garam dan asam karbonat, yang
mudah terurai menjadi karbon dioksida dan air. Semakin tinggi konsentrasi
NaHCO3 yang digunakan, maka suasana fermentasi akan semakin alkalis
(Irzam dkk, 2014).
Amilum atau pati terdapat banyak pada umbi-umbian, dau, batang
dan biji-bijian.Butir-butiran pati apabila diamati dengan menggunakan
mikroskop ternyata berbeda-beda bentuknya sesuai dengan
bahannya.Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat,
natrium karbonat dan natrium sitrat.Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari
kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai
Cu2O.Adanya natrium karbonat dan natrium sulfat membuat reaksi
bersuasana basa lemah.Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau,
kuning atau merah bata.Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi
karbohidrat yang diperiksa.Monosakarida dan beberapa disakarida
mempunyai sifat dapat mereduksi terutama pada suasana basa.Umumnya
sifat pereduksi ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas pada
karbohidrat (Poedjiadi, 1994).
Komponen pati dari tapioka secara umum terdiri dari 17% amilosa
dan 83% amilopektin. Granula tapioka berbentuk semi bulat dengan salah
satu dari bagian ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35 μm. Suhu
gelatinisasi berkisar antara 52-64°C, kristalinisasi 38%, kekuatan
pembengkakan sebesar 42 μm dan kelarutan 31%. Kekuatan pembengkakan
6
dan kelarutan tapioka lebih kecil dari pati kentang, tetapi lebih besar dari
pati jagung (Amin, 2013).
Sifat fisikokimiadanmetabolismeberasdipengaruhioleh berbagai
faktor. Salah satufaktor tersebutadalahkandungan amilosa, yang
seringdigunakan untuk memprediksitingkatpencernaanpati, glukosa
darahdan responinsulin untukberas. Makanan bertepungyangkaya akan
kandunganamilosaberhubungan dengankadar glukosa darahyang lebih
rendah danpengosonganlebih lambatdarisaluran
pencernaanmanusiadibandingkan dengan merekadengan tingkat
rendahamilosa. Terlepas darikandungan amilosa, sifat patilainnyaseperti
ukuranbutir,arsitektur, polakristal, derajat kristalinitas, pori-poripermukaan
atausaluran, tingkatpolimerisasi, dan komponennon-pati
jugamempengaruhidaya cerna pati. Berasumumnyadikenal
memilikiGIrelatif tinggidibandingkan denganmakanan bertepunglainnya.
Telah dilaporkanbahwaGIberasberkisar54-121varietas
paditinggiamilosadilaporkanmenunjukkannilai-nilaiglikemiklebih rendah
dibandingkanvarietasrendahamilosa. Sudahjelas
bahwaamilosadanRSmemilikipengaruh padadaya cerna pati.
Tepungberasdan patiadalah bahanserbagunauntuk banyak
produkterutamaglutenproduk gratis(Mir etal, 2013).
Dalam produksipati daritumbuhan, penekanan padakemudahan
produksipati setelahekstraksidankemurniannya. Inilah sebabnya
mengapasingkongmenyajikansalah satu sumberyang paling penting
daripatiyang memberikan kemudahanekstraksidan kemurniantinggi
dengansedikit proteindan senyawaterkait lainnya. Secara khusus,
singkongmenghasilkanjumlah tinggipatidibandingkan dengantanamanlain
sepertipadi dan jagung. Mengingattrenpeningkatanproduksihasil panennya,
eksploitasipatidari singkongadalah pilihan yangdiperlukanuntuk
memenuhipeningkatan permintaanterutamadi sektormakanandan industri.
Pastedankristalkarakteristikyangtelah
dipelajaridandidokumentasikanpentingdalam aplikasipati. Studi-studi
7
inimenunjukkan bahwapatisingkongpastedan
sifatkristalkhaspatiumbilainnya. Sifat
fungsionallainnyadaripatisingkongjuga
telahrinciselainsingkongkomposisipatidanbiomolekul lainnyayang terkait
denganpatiini(Ephraim etal, 2010).
C. METODELOGI
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Mikroskop
c. Pipet tetes
d. Termometer
e. Kompor
f. Panci
g. Gelas Ukur 50 ml
h. Gelas Ukur 100 ml
i. Pipet Ukur 10 ml
j. Kertas Lakmus
k. Pengaduk
l. Sendok teh
m. Lampu Spiritus
n. Penjepit
2. Bahan
a. Larutan Sukrosa 5%
b. Larutan Glukosa 0,1 M
c. NaOH 0,1N
d. Pereaksi Benedict
e. Larutan HCL 0,1 N
f. Aquades
8
g. Kristal NaHCO3
h. Tepung Tapioka
i. Tepung Beras
j. Larutan Iodine
9
2mL larutan Sukrosa 5%
Dimasukkan dalam 3 tabung reaksi
Tabung 1 + 5ml NaOH 0,1N
Tabung 2 + 5ml HCl 0,1N
Tabung 3 + 5ml Aquades
Dipanaskan hingga mendidih 2-3 menit (pemanasan 1)
Diamati perubahan warnanya
NaHCO3Kristal Ditambahkan pada tabung 2
2mL larutan masing-masing tabung dipindah ke 3 tabung reaksi baru
2mL Benedict Ditambah pada setiap tabung
Dipanaskan di penangas air 5 menit (pemanasan 2)
Diamati perubahan warnanya
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
10
5mL larutan Glukosa 0,1M
Dimasukkan dalam 3 tabung reaksi
Tabung 1 + 2ml NaOH 0,1N
Tabung 2 + 2ml HCl 0,1N
Tabung 3 + 2ml Aquades
Dipanaskan hingga mendidih
Diamati perubahan warnanya
Masing-masing diambil 1 tetes lalu diratakan pada gelas benda
1 sendok kecil pati tapioka dan tepung beras
Dimasukkan 4 beakerglass 250mL + Aquades sampai terbentuk pasta kental
Masing-masing diambil 1 tetes lalu diratakan pada gelas benda
Diratakan lalu ditutup dengan gelas penutup
beaker1 + 50ml airsuhu
kamar
Beaker2 + 50ml air suhu
400C
Beaker4 + 50ml air suhu
800C
Beaker3 + 50ml air suhu
650C
1tetes Iodin encer
Diamati pada mikroskop perbesaran 10 x 10
b. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
c. Gelatinisasi Pati
11
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Disakarida merupakan gabungan dari 2 molekul monosakarida yang
reaksinya melepaskan satu molekul air.Reaksi peyatuan tersebut dinamakan
kondensasi.Sedang reaksi perombakan disakarida menjadi monosakarida lagi
dengan membutuhkan molekul air, disebut hidrolase.Beberapa sifat
disakarida memiliki kesamaan dengan monosakarida.Misal pada kelarutan
dan rasa.Umumnya, anggota dari disakarida (seperti maltose, selebiosa,
Laktosa, dan sukrosa) semua dapat mereduksi kecuali pada sukrosa
(Glukosa+fruktosa), dapat membentuk osazon kecuali sukrosa, dan memutar
ke kanan (Kusnawidjaja, 1983). Menurut Lehninger (1993), disakarida terdiri
dari dua monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya.
Kebanyakan pada disakarida, ikatan kovalen tersebut dinamai ikatan
glikosida dan dibentuk apabila gugus hidroksil pada salah satu gula bereaksi
dengan karbon anomer pada gula yang kedua.Ikatan glikosida segera
terhidrolisa oleh asam, namun tahan dengan basa.Sehingga disakarida dapat
dihidrolisa dengan perebusan asam.
Menurut Bintang (2010), uji benedict dilakukan untuk
mengidentifikasi karbohidrat melalui reaksi gula pereduksi. Benedik sendiri
merupakan larutan alkali dengan kandungan kuprisulfat, natrium karbonat,
dan natrium sitrat yang nantinya akan direduksi oleh gula pereduksi (yang
mengandung gugus aldehid ata keton bebas) lalu membentuk kupro
oksidaberwarna. Uji ini dilakukan pada suasana basa yang menyebabkan
reduksi ion Cu2+ pada CuSO4 oleh gula pereduksi berlangsung cepat dan
membentuk endapan Cu2O merah bata.Sedangkan menurut Poedjiaji (1994),
Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium
karbonat dan natrium sitrat.Ujinya berprinsip bahawa glukosa dapat
mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian
mengendap sebagai Cu2O.Adanya natrium karbonat dan natrium sulfat
membuat reaksi bersuasana basa lemah.Endapan yang terbentuk dapat
berwarna hijau, kuning atau merah bata.Warna endapan ini tergantung pada
konsentrasi karbohidrat yang diperiksa.
12
Natrium bikarbonat digunakan sebagai pembentuk reaksi basa dan
bertindak dalam menetralisir asam sitrat dan asam tartrat serta dapat
menghasilkan buih dan membebaskan karbondioksida serta larut sempurna
dalam air (Burhan dkk, 2012). Sehingga, diketahui bahwa penggunaan
NaHCO3didasarkan pada sifatnya yang basa sehingga dapat menetralkan
suasana asam. Hal ini dilakukan karena hanya tabung 2 yang bersuasana asam
oleh HCl. Sedangkan pada pemanasan ke 2 digunakan peraksi benedict yang
lebih stabil pada suasana basa bukan asam. Sehingga hanya tabung 2 saja
yang diberi NaHCO3.
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam Alkali terhadap Sukrosa
Kel PerlakuanPemanasan I Pemanasan II
Warna Awal
Warna Akhir
Warna Endapan
91011
2 ml larutan Sukrosa 5 % + 5 ml NaOH 0,1
N
Bening Bening Biru Tidak ada
1214
2 ml larutan Sukrosa 5 % + 5 ml HCl 0,1 N
Bening BeningBiru
KehijauanMerah Bata
1518
2 ml larutan Sukrosa 5 % + 5 ml Aquades
Bening Bening Biru Tidak ada
Sumber : Laporan Sementara
Pada uji ini, digunakan larutan sukrosa dengan 3 perlakuan sampel
dan dengan dua kali pemanasan, dimana pemanasan kedua diberikan pereaksi
benedict. Pada pemanasan pertama, pada perlakuan larutan sukrosa dengan
diberi larutan 5mL NaOH 0,1N pada tabung 1, tidak terdapat perubahan pada
warnanya, yaitu dari yang semula bening menjadi tetap bening atau tak
berwarna. Begitu pula pada ke 2 perlakuan lainnya yaitu larutan sukrosa
dengan penambahan larutan 5mL HCl 0,1N pada tabung 2 dan penambahan
5mL aquades pada tabung 3, tida terjadi perubahan warna setelah dipanaskan.
Warna tetap dari bening menjadi bening juga.Pada perlakuan pemanasan
pertama ini ditujukan untuk menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida.
Lalu, pada pemanasan kedua, ditunjukkan larutan mana yang mengandung
13
monosakarida yang berupa gula pereduksi, sehingga dibutuhkan pereaksi
benedict agar monosakarida mereduksi ion cupri (Cu2+) pada benedict dan
meninggalkan endapan merah bata. Sehingga pada sampel tabung 2 yang
suasannya asam harus diberi NaHCO3 yang bersifat basa sehingga suasanaya
menjadi netral atau basa.Karena uji benedict efektif pada suasana
basa.Setelah melalui pemanasan kedua, dari ketiga sampel yang terlihat
terdapat endapan, hanya pada tabung 2.Yang berisi larutan sukrosa setelah
pemanasan dengan HCl lalu ditambahi NaHCO3.Hal ini berarti, hanya tabung
2 saja yang positif mengandung monosakarida, atau larutan sukrosanya
terhidrolisis dan menghasilkan monosakarida.Hal ini sudah sesuai dengan
literatur oleh Lehninger (1993), bahwa Ikatan glikosida pada disakarida
segera terhidrolisa oleh asam, namun tahan dengan basa atau disakarida dapat
dihidrolisa dengan perebusan asam. Sehingga pada pemanasan pertama,
sampel dengan larutan basa (5mL NaOH) dan netral (5mL aquades), tidak
terbentuk monosakarida. Sehingga pada uji benedict, tidak dapat
menghasilkan endapan.
Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Pengaruh Asam Alkali terhadap Gula Reduksi
Kel. PerlakuanPerubahan
Warna Awal Warna Akhir
13 5 ml lar. glukosa 0,1 M +2
ml NaOH 0,1 N
Bening Coklat
16 Bening Coklat
14 5 ml lar. glukosa 0,1 M +
2 ml HCl 0,1 N
Bening Bening
17 Bening Bening
15 5 ml lar. glukosa 0,1 M +
2 ml aquades
Bening Bening
18 Bening Bening
Sumber : Laporan Sementara
Monosakarida merupakan karbohidrat yang paling sederhana, sudah
tidak dapat lagi dibagi atau dpisahkan tanpa melepaskan sifat khasnya sebagai
karbohidrat. Aldosa merupakan monosakarida hasil dari oksidasi alcohol
bermartabat banyak pada atom C-nya yang paling ujung, Bila terjadi pada
atom C yang ke 2 (alcohol sekunder) maka akan membentuk ketosa. Glukosa
14
merupakan salah satu monosakarida yang berupa aldosa.Sifat umumnya
adalah, merupakan gula aktif optis, berputar kekanan, gula pereduksi dan
dapat diragikan.Pada umumnya semua monosakarida adalah gula pereduksi
kecuali fruktosa (Kusnawidjaja, 1983).Sedangkan menurut Lehninger (1993),
monosakarida mereduksi senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hydrogen
peroksida, atau ion cupri (Cu2+).Pada reaks ini, gula dioksidasi pada gugus
karbonil, dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi.Gula-gula yang dapat
mereduksi disebut gula pereduksi. Menurut Poedjiaji (1994), Monosakarida
dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi terutama pada
suasana basa. Umumnya sifat pereduksi ini dikarenakan adanya gugus
aldehid atau keton bebas pada karbohidrat.
Pada percobaan ini bertujuan untuk menguji pengaruh asam dan basa
terhadap glukosa. Digunakan 5 ml glukosa dengan konsentrasi 0,1 M yang
dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi. Ketiga tabung reaksi tersebut
diberi perlakuan berbeda dengan menambahkan 2 ml NaOH pada tabung
pertama, 2 ml HCl pada tabung kedua, dan 2 ml aquades pada tabung ketiga.
Kemudian dipanaskan dan diamati perubahannya.
Pada pembuatan sampel awal, sebelum ketiga tabung reaksi
dipanaskan, ketiga sampel berwarna bening. Setelah melalui pemanasan,
diketahui bahwa hanya pada tabung pertama yang merupakan campuran
antara glukosadan NaOH, yang dilakukanoleh kelompok 10 dan 11 warna
larutannya berubah menjadi cokelat. Hal ini disebabkan pada suasana basa
dan pemanasan, pada glukosa akan terjadi reaksi pencoklatan non enzimatis
yang dikenal sebagai karamelisasi. Mnurut Chandra dkk, (2013), Pencoklatan
secara non enzimatik disebabkan oleh karamelisasi, reaksi Maillard dan
oksidasi vitamin C. Pemanasan secara langsung pada suhu tinggi terhadap
karbohidrat khususnya gula, menghasilkan suatu kompleks yang berasal dari
proses karamelisasi. Ikatan ganda yang terkonjugasi menyerap cahaya dan
menghasilkan warna.Produk karamelisasi biasanya digunakan dalam
pembuatan makanan, kembang gula, dan sejenisnya, serta untuk
menghasilkan warna pada minuman cola.Dan menurut Zawalich (2004), pada
15
glukosa, asam dan alkalidigunakanuntuk merangsangperubahan warna
yangdinamis.Berdasarkan perubahan warna yang terjadi dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu asam, basa, dan suhu.Perubahan warna mengakibatkan
dekomposisi merupakan peristiwa pencoklatan non enzimatis pada senyawa
gula.
Menurut deMan (1999), Ikatan glikosida pada glukosa dan gula
lainnya dapat terhidrolisis oleh asam atau enzim. Namun ikatan ini stabil
pada keadaan basa. Hal ini menandakan bahwa pada larutan gula yang
bersuasana asam telah terjadi hidrolisis yang mengubah komposisi ikatan
glikosida pada gula sehingga ia tidak terkonjugasi dan tidak mengalami
karamelisasi.
16
Tabel 1.3 Hasil PengamatanGelatinisasi Pati pada Perbesaran 100x
Kel Perlakuan gambar keterangan
10
Tepung tapioka + 50 ml air suhu
kamar
11
Tepung tapioka + 50 ml air suhu
400C
12
Tepung tapioka + 50 ml air suhu
650C
13
Tepung tapioka + 50 ml air suhu
800C
14
Tepung beras + 50 ml air suhu
400C
15
Tepung beras + 50 ml air suhu
650C
16
Tepung beras + 50 ml air suhu
800C
Sumber : laporan sementara
Pada percobaan ini yang digunakan tepung pati beras dan tepung
tapioka. Tepung pati beras berasal dari tanaman padi. Sedangkan tepung
tapioka berasal dari umbi singkong. Kisaran suhu yang dipakai dalam
percobaan ini adalah suhu kamar, 40°C, 65°C, dan 80°C. Pada percobaan ini,
17
masing – masing dibuat preparat mikroskopisnya pada gelas obyek dan
ditambah larutan Iodine encer, agar warna yang terlihat lebih jelas, sehingga
dapat ditentukan range suhu gelatinisasi. Pengamatan dengan menggunakan
mikroskop, dimana perbesarannya tergantung dari perkalian nilai lensa
obyektif dan lensa okuler.
Pada tepung pati tapioka yang ditambah air pada suhu kamar, granula
pati belum ada yang pecah.Warna yang telah diperjelas oleh iodine masih
terlihat pekat.Sedangkan yang ditambah air pada suhu 40°C mengalami
pemudaran warna namun belum mengalami gelatinisasi.Pada suhu 65°C,
granula pada pati tapioka yang pecah mulai bertambah jumlahnya, dan sampel
yang diberi air suhu 80°C, tampak bahwa pati tapioka mengalami
gelatinisasi.Sehingga pada percobaan yang dilakukan, range suhu gelatinisasi
tepung tapioka adalah antara 65° - 80°C. Padahal menurut Amin (2013) dan
Winarno (2004), pada tepung tapioka, suhu gelatinisasinya berkisar antara 52°
- 64°C, yang menandakan hasil praktikum tidak sesuai dengan literature yang
ada.
Padatepungpatiberas yang ditambah air padasuhu40°C,
warnanyamulaipudar, dan belum mengalami gelatinisasi.Padasuhu 65°C,
granulapatiberasbelum mengalami gelatinisasidanpadatepung yang ditambah
air padasuhu 80°C, patimenunjukkanperistiwagelatinisasi.Sehingga,
dapatdisimpulkanbahwa range/kisaransuhugelatinisasipadapatiberas pada saat
praktikumadalahdiatas80°C. Hal ini kurang sesuai dengan teori Winarno
(2004) suhu gelatinisasi pada beras yaitu 68-780C.
Menurut Gaman (1992), Hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau
enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam, maka ia akan terurai menjadi
molekul-molekul yang lebih kecil secara berurutan lalu akan menghasilkan
glukosa. Mula-mula molekul pati dipecah menjadi unit-unit rantai glukosa
yang lebih pendek yang disebut dekstrin.Lalu setelah itu dekstrin dipecah lagi
menjadi maltose (dua unit glukosa) dan akhirnya maltose dipecah menjadi 2
unit glukosa. Jika suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus
lapisan luar granula dan granula ini mulai menggelembung. Hal ini terjadi
18
ketika suhu naik dari 60° menjadi 85°C. Volume granula dapat membesar 5
kali lipat saat menyerap air. Saat itulah suspensi mengental. Granula akan
pecah ketika sudah mencapai batas. Sehingga isinya keluar dan terdispersi
merata.Sehingga membuat campuran isi pati dan air mengental membentuk sol.
Serangkaian tadi ialah gelatinisasi. Menurut Immaningsih (2012), saat pati
dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan terlepas
saat ada ikatan hidrogen yang terputus, menyebabkan air terserap masuk ke
dalam granula pati. Pada proses ini, molekul amilosa terlepas ke fase air yang
menyelimuti granula, sehingga struktur dari granula pati menjadi lebih terbuka,
dan lebih banyak air yang masuk ke dalam granula, menyebabkan granula
membengkak dan volumenya meningkat. Molekul air kemudian membentuk
ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil gula dari molekul amilosa dan
amilopektin. Molekul amilosa cenderung untuk meninggalkan granula karena
strukturnya lebih pendek dan mudah larut sehingga larutan pati yang
dipanaskan akan lebih kental.
Karakteristik gelatinisasi yang berbedasalah satunya ditentukan oleh
struktur amilopektin, komposisi pati, distribusi berat granula pati, dan ukuran
granular pati. Makin rendah berat molekul, maka suhu gelatinisasi akan makin
rendah. Contoh, pati serealia memiliki berat molekul yang lebih rendah
dibandingkan dengan pati umbi-umbian, sehingga suhu gelatinisasi tepung
beras lebih rendah dibandingkan dengan tepung tapioka. Saat larutan pati
dipanaskan di atas temperatur gelatinisasinya, pati yang mengandung
amilopektin lebih banyak akan membengkak lebih cepat dibandingkan dengan
pati lain. tepung-tepungan dengan kandungan amilosa yang lebih tinggi, seperti
tepung beras dan tepung terigu, memerlukan temperatur yang lebih tinggi agar
patinya tergelatinisasi (Imanningsih, 2012). Sedangkan menurut Amin (2013),
suhu gelatinisasi antar pati berbeda-beda.Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh
ukuran granula pati. Semakin besar ukuran granula memungkinkan pati lebih
mudah dan lebih banyak menyerap air sehingga mudah membengkak
menyebabkan pati lebih mudah mengalami gelatinisasi (suhu gelatinisasi relatif
rendah). Selain itu, suhu gelatinisasi tergantung juga pada konsentrasi pati.
19
Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu
tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun. Selain
konsentrasi, pembentukan gel dipengaruhi oleh pH larutan. Apabila pH terlalu
tinggi, pembentukan gel makin cepat tercapai tapi cepat turun lagi, sedangkan
bila pH terlalu rendah terbentuknya gel lambat dan bila pemanasan diteruskan,
viskositas akan turun lagi.
E. KesimpulanBerdasarkan hasil percobaan, maka dapat diambil kesimpulansebagai berikut :
1. Sukrosa stabil dalam suasana sedikit alkali dan rusak dalam suasana alkali
kuat setelah pemanasan.
2. Sukrosa dalam suasana asam akan mengalami hidrolisis menjadi glukosa
dan fruktosa.
3. Sukrosa merupakan bentuk disakarida yang mempunyai sifat mudah larut
dalam air
4. Gula reduksi (glukosa) bersifat stabil terhadap suasana basa dan akan
terhidrolisis pada suasana asam.
5. Gula reduksi (glukosa) akan mengalami pencokelatan bila dipanaskan
dalam kondisi alkali.
6. Gula reduksi (glukosa) bersifat stabil pada suasana netral.
7. Pati termasuk polisakarida, apabila dipanaskan maka akan mengalami
gelatinisasi
8. Kisaran suhu gelatinisasi tepung tapioka pada hasil percobaan berkisar
antara 65-800C.
9. Kisaran suhu gelatinisasi tepung beras pada hasil percobaan berkisar diatas
800C.
10. Suhu gelatinisasi hasil percobaan kurang sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA
20
Ajandouz. 2001. Effects Of pH On Caramelization and Maillard Reaction Kinetics in Fructose-Lysine Model Systems.Journal Food Chemistry and Toxicology Vol. 66, No. 7, 2001.
Amin, Nur Azizah. 2013. Pengaruh Suhu Fosforilasi terhadap Sifat Fisikokimia Pati Tapioka Termodifikasi.Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Hasanudin. Makasar.
Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.Burhan, Lisma., Paulina V.Y. Yamlean, dan Hamidah Sri Supriati. 2012.
Formulasi Sediaan Granul Effervescent Sari Buah Sirsak (Annona muricata l). Jurnal Farmasi UNSRAT, Vol. 3 (1): 72-79
Chandra, Andy, Hie Maria Inggrid, dan Verawati. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat. Jurnal Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Universitas Katolik. Parahyangan
deMan, John M. 1999. Principles of Food Chemistry : Third Edition. Aspen Publishers. Gaithersburg, Maryland.
Ephraim Nuwamanya et al. 2010. Crystalline and Pasting Properties of Cassava Starch are Influenced by Its Molecular Properties. African Journal of Food Science Vol 4 (1): 008-015
Gaman, P. M., and K. B. Sherington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi Edisi ke Dua. Gadjah Mada University Press. Djogjakarta
Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Penel Gizi Makan, Vol. 35 (1) : 13-22
Irzam, dkk.2014. Penurunan Kadar Sianida pada Pengolahan Tepung Ubi Kayu.Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 (4):188-199.
Kibar, E. Et al. 2010.Gelatinization Of Waxy, Normal And High Amylose Corn Starches.GIDA Vol. 35 (4):237-244
Kusnawidjaja, Kurnia. 1983. Biokimia. Penerbit Alumni. BandungLehninger, Albert L. 1993. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.Mir, J. A, Srikaeo, K., And García, J. 2013. Effects of Amylose and Resistant
Starch on Starch Digestibility of Rice Flours and Starches. International Food Research Journal Vol. 20 (3): 1329-1335
Poedjiaji, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta. Winarno, P. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.Zawalich.2004. Comparative Effects Of Amino Acids And Glucose On Insulin
Secretion From Isolated Rat Or Mouse Islets. Journal Of Endocrinology Vol. 183, 309-319.
21