kilang minyak

22
Industri Kilang Minyak Lepas Pantai Industri yang bergerak dalam bidang minyak dan gas bumi memiliki resiko tinggi di sektor hulu, yaitu pada kegiatan pengelolaan dan pengeboran. Selain itu pada sector hilir yaitu pada kegiatan pengolahan dan distribusi juga memiliki resiko yang hamper sama dengan sektor hulu. Resiko ini meliputi aspek finansial, kecelakaan, kebakaran, ledakan maupun penyakit akibat kerja dan dampak lingkungan. Saat ini terdapat 9 kilang minyak yang tersebar di Sumatera (Pangkalan Brandan, Dumai, Sungai Pakning, dan Musi), Jawa (Cilacap, Cepu, dan Balongan), Kalimantan (Balikpapan), dan Irian Jaya (Kasim). Total kapasitas produksi kilang tersebut mencapai 1.057 MBSD yang menyebar di Sumatera (29%), Jawa (45%), Kalimantan (25%), dan sisanya Kesembilan kilang minyak tersebut menghasilkan BBM dan Non BBM. Produksi Non BBM, khususnya lubrican, hanya dihasilkan oleh kilang minyak Cilacap untuk keperluan domestik menggunakan minyak mentah timur tengah. , sedangkan kilang minyak Balikpapan – karena kekurangan pasokan minyak mentah domestik – memerlukan minyak mentah impor. terdapat di Irian Jaya (1%).

Upload: -wijaya

Post on 19-Jun-2015

1.906 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Sekilas Tentang Industri Kilang Minyak

TRANSCRIPT

Page 1: Kilang Minyak

Industri Kilang Minyak Lepas Pantai

Industri yang bergerak dalam bidang minyak dan gas bumi memiliki resiko

tinggi di sektor hulu, yaitu pada kegiatan pengelolaan dan pengeboran. Selain itu

pada sector hilir yaitu pada kegiatan pengolahan dan distribusi juga memiliki

resiko yang hamper sama dengan sektor hulu. Resiko ini meliputi aspek finansial,

kecelakaan, kebakaran, ledakan maupun penyakit akibat kerja dan dampak

lingkungan.

Saat ini terdapat 9 kilang minyak yang tersebar di Sumatera (Pangkalan

Brandan, Dumai, Sungai Pakning, dan Musi), Jawa (Cilacap, Cepu, dan

Balongan), Kalimantan (Balikpapan), dan Irian Jaya (Kasim). Total kapasitas

produksi kilang tersebut mencapai 1.057 MBSD yang menyebar di Sumatera

(29%), Jawa (45%), Kalimantan (25%), dan sisanya Kesembilan kilang minyak

tersebut menghasilkan BBM dan Non BBM. Produksi Non BBM, khususnya

lubrican, hanya dihasilkan oleh kilang minyak Cilacap untuk keperluan domestik

menggunakan minyak mentah timur tengah. , sedangkan kilang minyak

Balikpapan – karena kekurangan pasokan minyak mentah domestik – memerlukan

minyak mentah impor. terdapat di Irian Jaya (1%).

Produksi BBM akan didistribusikan ke sekitar 25 depot darat

menggunakan truk dan ke 98 seafed depot menggunakan kapal tanker yang

menyebar di seantero nusantara. Distribusi BBM tersebut dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan BBM di pulau dimana terdapat kilang, maupun pada pulau

yang tidak terdapat kilang. Di sisi lain, lebih dari 60% kebutuhan BBM nasional

dipasok untuk memenuhi BBM di Jawa. Mengingat lokasi kilang dan kebutuhan

BBM nasional, PERTAMINA dalam “Kondisi Normal” menempuh pola

distribusi BBM dari kilang ke inland depot/seafed depot. Melihat kompleksnya

permasalahan dalam pengadaan BBM nasional seperti dikemukakan di atas,

dalam makalah ini akan dianalisis aktifitas kilang tersebut di kemudian hari

Page 2: Kilang Minyak

terhadap kasus-kasus yang ditinjau. Beberapa kasus yang diambil adalah kapasitas

kilang dibatasi atau tidak, impor minyak mentah ke kilang Cilacap dibatasi atau

tidak, perlu impor lubrican atau tidak.

Anjungan lepas pantai adalah struktur atau bangunan yang di bangun di

lepas pantai untuk mendukung proses eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang.

Biasanya anjungan lepas pantai memiliki sebuah rig pengeboran yang berfungsi

untuk menganalisa sifat geologis reservoir maupun untuk membuat lubang yang

memungkinkan pengambilan cadangan minyak bumi atau gas alam dari reservoir

tersebut.

Kebanyakan anjungan tersebut terletak di lepas pantai dari landas

kontinen, meskipun dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya harga minyak

mentah, pengeboran dan produksi di perairan yang lebih dalam telah menjadi

lebih baik, layak dan ekonomis. Sebuah anjungan yang khas mungkin memiliki

sekitar tiga puluh mata bor, pengeboran yang terarah memungkinkan sumur bor

dapat diakses pada dua kedalaman yang berbeda dan juga pada posisi terpencil

sampai 5 mil (8 kilometer) dari platform. Sumur bawah laut yang jauh juga dapat

dihubungkan ke anjungan dengan garis aliran dan koneksi pusar. Solusi bawah

laut dapat terdiri dari sumur tunggal ataupun dengan pusat manifold (pipa dengan

mulut lubang yg banyak) untuk digunakan pada beberapa pengeboran.

Page 3: Kilang Minyak

Proses Operasi di dalam Kilang Minyak

Page 4: Kilang Minyak

RESIKO PADA LINGKUNGAN KERJA

Resiko yang terjadi dalam aktivitas kerja manusia berkaitan dengan kemungkinan

terjadinya kecelakaan kerja. Setiap kecelakaan tidak terjadi begitu saja, tetapi

terdapat faktor penyebabnya. Apabila faktor tersebut dapat kita ketahui, maka kita

dapat melakukan pencegahan ataupun penanggulangan terhad kecelakaan

tersebut.

Penyebab utama kecelakaan adalah :

a. Kondisi tidak aman (unsafe condition) Hal ini berkaitan dengan mesin/ alat

kerja seperti mesin yang rusak ataupun tidak berfungsi sebagaimana

mestinya. Selain itu kondisi tidak aman juga dapat berupa kondisi lingkungan

kerja yang kurang mendukung, seperti 7 penerangan yang kurang, keadaan

bising, kebersihan maupun instalasi yang kurang baik. Kondisi tidak aman

juga dapat diakibatkan oleh metode / proses produksi yang kurang baik. Hal

ini dilihat dari sistem pengisian bahan kimia yang salah, pengangkutan beban

secara manal /menggunakan tenaga manusia.

b. Tindakan tidak aman (unsafe action). Tindakan tidak aman ini lebih berkaitan

terhadap personal pekerja, antara lain menggunakan peralatan yang kurang

baik, sembrono dalam bekerja, tidak menggunakan alat pelindung diri

maupun menjalan sesuatu tanpa wewenang.

c. Kelemahan sistem manajemen. Kelemahan sistem manajemen ini seringkali

terkait dengan sistem prosedur kerja yang tidak jelas ataupun tidak adanya

standar yang dapat menjadi acuan bagi pekerja dalam melakukan kegiatan

kerjanya. Dari penyebab kecelakaan di atas, tentunya akan berpengaruh pula

pada lingkungan kerja dan lingkungan hidup sekitarnya. Kecelakaan kerja

khususnya di bidang industri seringkali diikuti dengan adanya kerusakan

lingkungan terlebih jika kecelakaan industri tersebut berskala besar. Bagi para

pekerja sendiri tentunya akan berakibat cedera bahkan kematian jika

kecelakaan yang terjadi sangat fatal, sedangkan bagi lingkunganhidup akan

terjadi gangguan keseimbangan ekosistem bahkan penurunan kualitas

lingkungan hidup. Penurunan kualitas lingkungan ini biasanya disebabkan

oleh adanya bahan sisa proses produksi yang masih mengandung zat kimia

berbahaya. Zat kimia berbahaya ini tidak hanya terjadi akibat dari kecelakaan

Page 5: Kilang Minyak

industri, namun bahkan lebih sering sebagai akibat dari sistem pengolahan

limbah industri yang tidak baik.

Suatu lingkungan kerja meliputi :

1. Faktor Mekanis.

2. Faktor Fisik.

3. Faktor Kimia.

4. Faktor Biologi.

5. Faktor Ergonomi.

Lingkungan kerja yang kondusif mendukung terciptanya keselamatan dan

kesehatan kerja, terpelihara sumber produksi dan tercapainya produktivitas kerja

yang tinggi Lingkungan kerja yang baik dan cara kerja yang baik disamping

faktor-faktor lain di masyarakat akan menciptakan lingkungan umum / hidup yang

terjamin secara komprehensif.

POTENSI BAHAYA PADA KILANG MINYAK

Secara umum bahaya yang timbul pada kilang minyak terdiri dari :

1. Jenis Pekerjaan, berhubungan dengan bahaya mekanik dan bahan kimia.

2. Crude Oil, berhubungan dengan bahaya uap gas, cairan yang mudah meledak

keracunan sulfur.

3. Cuaca, misalnya petir, badai, gelombang besar.

Bahaya Bahan Kimia Pada Kilang Minyak

Kilang minyak menggunakan bahan – bahan kimia yang terkadang

berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan manusia serta lingkungan hidup.

Penangangan bahan – bahan kimia tersebut harus dilakukan dengan serius. Untuk

membantu pekerja dalam memperlakukan bahan – bahan kimia tersebut, maka

diberikan suatu sistem labeling yang dapat menunjukan jenis dan bahaya dari

bahan kimia yang mereka gunakan.

Page 6: Kilang Minyak

Pengaturan Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Bahan

Kimia

Usaha untuk menjaga keselamatan dan kesehatan lingkungan terutama yang

berkaitan dengan bahan – bahan kimia berbahaya dilakukan mulai dari persiapan

personal yang menggunakan bahan kimia tersebut hingga perlakuan pada bahan

kimia selama proses produksi.

Hal pertama yang perlu dilakukan :

1. Gunakan peralatan kerja seperti kacamata pengaman untuk melindungi

mata, jas laboratorium untuk melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk

melindungi kaki.

2. Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak karena bahan Kimia.

3. Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.

4. Wanita/pria yang berambut panjang harus diikat.

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN BAHAYA DI KILANG MINYAK

1. Mengurangi faktor resiko kebakaran dari sumber, misalnya hubungan

listrik Pencegahan ini harus dilengkapi dengan peralatan pemadam

kebakaran yang memadai.

2. Penanggulangan kedaruratan termasuk fasilitas komunikasi dan medis.

3. Pengawasan kesehatan dan mempertahankan personal hygiene yang baik

disamping pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat,

termasukpenyediaan fasilitas pencegahan keracunan dan pengadaan

pertolongan pernafasan.

4. Mematuhi peratran K3

5. Pelatihan K3 bagi semua pekerja sesuai dengan bidang kerja dan produk

masing-masing.

Jenis kecelakaan di kilang minyak:

1. Terjepit, terlindas.

2. Teriris, terpotong, tergores.

3. Jatuh terpeleset.

Page 7: Kilang Minyak

4. Tindakan yang tidak benar.

5. Tertabrak

6. Terkena benturan keras.

7. Berkontak dengan bahan berbahaya.

PENCEGAHAN KECELAKAAN

Setelah melihat proses yang terjadi pada suatu kilanh minak dan potensi

bahaya yang terjadi pada kilang minyak, maka secara keseluruhan pencegahan

kecelakaan yang diperlukan adalah :

1) Peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan perencanaan industri.

2) Standarisasi, baik dalam perlakuan bahan baku industri, pengadaan alat

pengamanan, maupun dari hasil limbah yang dihasilkan agar tidak

mengganggu kualitas lingkungan.

3) Dilakukan pelatihan dan tindakan persuasif bagi pengusaha dan pekerja

sehingga diharapkan dapat lebih berhati – hati dalam melakukan pekerjaan

terutama yang menggunakan peralatan ataupun bahan kimia yang dapat

membahayakan diri sendiri maupun lingkungan.

Pencemaran

Dampak pencemaran lumpur minyak ini langsung terasa. Berbagai biota

laut yang hidup di pinggiran pantai, seperti ikan kecil, kerang, dan kepiting, mati

karena terjebak lumpur minyak-atau masyarakat nelayan menyebutnya lantung.

Tubuh biota laut ini berwarna hitam diselimuti lumpur minyak sehingga tak

mungkin lagi bergerak. Nelayan yang sehari-hari bekerja juga merasakan

dampaknya. Kapal penangkap ikan, yang kebetulan sedang melintas dan terjebak

gumpalan minyak mentah di tengah laut, dikotori tumpahan minyak.

standar operasional prosedur (SOP) dalam menangani limbah minyak

mentah yang diawasi secara ketat dan terus-menerus, sesuai Peraturan Peraturan

Pemerintah Nomor 18 juncto 85 Tahun 2000. Limbah minyak mentah yang

berupa kerak dan mengendap di bagian paling bawah kapal tanker minyak, saat

dibuang harus dimasukkan ke dalam bak penampungan yang terbuat dari beton

Page 8: Kilang Minyak

dan dilapisi plastik. Pengamanan berlapis ini untuk mencegah limbah minyak

merembes ke dalam tanah di sekitarnya.

Penanganan Limbah Minyak

Lumpur minyak merupakan suatu yang produk sampingan yang dihasilkan

dari kegiatan eksploitasi minyak bumi. Lumpur minyak ini dihasilkan mulai saat

pengeboran di sumur minyak di lepas pantai hingga di kilang-kilang minyak.

Proses terjadinya menyerupai air ledeng yang meninggalkan lumpur tipis di dasar

bak atau ember. Bedanya, lumpur minyak ini mengandung berbagai logam berat

yang berbahaya. Jika menumpuk di tanah, bisa merembes dan mencemari sumber

air tanah. Itulah sebabnya, perusahaan minyak biasanya menangani sludge dengan

menampungnya dalam sebuah tangki penampung, atau ditimbun dalam lubang

raksasa yang dilapisi beton dan plastik agar tidak merembes ke dalam tanah.

Sludge dianggap sebagai limbah yang dibuang percuma karena kandungan

padatan serta kandungan airnya lebih dari 5 persen. Kalaupun diolah, kurang

bernilai ekonomis, bahkan kandungan airnya yang terlampu tinggi bisa merusak

kilang. Tidak heran jika beberapa perusahaan di sejumlah negara, dulu melakukan

langkah pragmatis dengan membakar sludge di insenerator.

Namun, langkah ini banyak ditentang karena mencemari udara sehingga

dianggap tidak ramah lingkungan. Sebuah perusahaan raksasa Amerika Serikat

pernah mengusulkan agar lumpur minyak disuntikkan ke dalam sumur tua agar

tidak mencemariudara. Namun, langkah ini pun banyak ditentang karena khawatir

limbah berbahaya itu mencemari air tanah. Ditemukannya teknologi pengolah

sludge di Amerika Serikat pada tahun 1950-an, mendorong negara adidaya ini

untuk mengolah sludge menjadi bahan yang bermanfaat. Sludge yang didaur

ulang bisa menghasilkan sekitar 60 persen minyak mentah dengan kualitas yang

sama dengan minyak hasil pengilangan. Negara-negara Arab bahkan negara

tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina sejak awal 1990-an juga

melakukan langkah serupa. Dalam proses daur ulang ini, mula-mula dilakukan

pemisahan minyak, bahan padat, dan air dengan mesin pengocok atau shaker.

Setelah minyak terpisah, bahan padat kemudian diolah lebih lanjut dengan

Page 9: Kilang Minyak

memberi bakteri hidrokarbon. Proses bio-remediasi ini menghasilkan bahan yang

bisa digunakan untuk pupuk dan sangat aman untuk tanaman. Bahan ini bisa pula

digunakan untuk pembuatan batako serta untuk pengeras jalan. Adapun

kandungan airnya diproses lebih lanjut sehingga kandungan logam beratnya

sangat minim dan dinyatakan aman untuk dibuang ke lingkungan. Proses

pengolahan seperti ini yang paling aman. Namun, sayangnya biayanya cukup

mahal sehingga tidak semua perusahaan minyak melakukannya. Meski demikian,

langkah apa pun yang dilakukan, mestinya kepentingan masyarakatlah yang

paling utama. Jangan sampai saat terjadi bencana tumpahan minyak, semua pihak

saling menyalahkan dan tak ada yang mau bertanggung jawab.

Page 10: Kilang Minyak

Peraturan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 109 TAHUN 2006

TENTANG

PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa kegiatan di laut yang meliputi kegiatan pelayaran, kegiatan pengusahaan

minyak dan gas bumi, serta kegiatan lainnya mengandung risiko terjadinya

kecelakaan yang dapat mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak yang

dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan laut sehingga

memerlukan tindakan penanggulangan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi;

b. bahwa dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985

tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea

(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), Pemerintah

Indonesia berkewajiban mengembangkan suatu kebijakan dan mekanisme

yang memungkinkan tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi dalam

penanggulangan tumpahan minyak di laut dan penanggulangan dampak

lingkungan - 2 -

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan

huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penanggulangan

Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.

Mengingat :

Page 11: Kilang Minyak

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2994);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZonaEkonomi Eksklusif

Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations

Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

tentang Hukum Laut) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985

Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);

5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran - 3 -

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak danGas Bumi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) sebagaimana telah

berubah dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003 pada

tanggal 21 Desember 2004 (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2005);

Undang-Undang ...

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang

Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4548);

Page 12: Kilang Minyak

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999 Nomor - 4 -

3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4227);

5. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1978 tentang Mengesahkan International

Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage, 1969 (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1978 Nomor 28);

6. Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1986 tentang Pengesahan International

Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973, beserta Protokol

(the Protocol of 1978 relating to the International Convention for the

Prevention of Pollution from Ships, 1973) (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1986 Nomor 59);

7. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1999 tentangPengesahan Protocol of

1992 to Amend the International Convention on Civil Liability for Oil

Pollution Damage, 1969 (Protokol 1992 tentang Perubahan terhadap Konvensi

Internasional tentang Tanggung Jawab Perdata untuk Kerusakan Akibat

Pencemaran Minyak, 1969) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 99);..

. Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG

PENANGGULANGAN

KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

Page 13: Kilang Minyak

1. Penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut adalah tindakan

secara cepat, tepat, dan terkoordinasi untuk mencegah dan mengatasi

penyebaran tumpahan minyak di laut serta menanggulangi dampak lingkungan

akibat tumpahan minyak di laut untuk meminimalisasi kerugian masyarakat

dan kerusakan lingkungan laut.

2. Tumpahan minyak di laut adalah lepasnya minyak baik langsung atau tidak

langsung ke lingkungan laut yang berasal dari kegiatan pelayaran, kegiatan

pengusahaan minyak dan gas bumi, atau kegiatan lain.

3. Minyak adalah minyak bumi dan berbagai hasil olahannya, dalam bentuk cair

atau padat, mudah berubah bentuk atau tidak mudah berubah bentuk. - 6 - fasa

cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang

diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau

endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan

yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

4. Laut adalah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dan Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia.

5. Dampak lingkungan laut adalah pengaruh perubahan pada kualitas lingkungan

laut akibat tumpahan minyak.

6. Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan,

kepelabuhanan, serta keamanan dan keselamatannya.

7. Pengusahaan minyak dan gas bumi adalah kegiatan usaha hulu dan/atau

kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

8. Kegiatan lain adalah kegiatan di luar kegiatan pelayaran dan kegiatan

pengusahaan minyak dan gas bumi.

9. Koordinator Misi adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan

operasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut.

10.Administrator Pelabuhan, yang selanjutnya disebut ADPEL, adalah kepala unit

pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut pada

pelabuhan laut yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. - 7 -

11. Kepala Kantor Pelabuhan, yang selanjutnya disebut KAKANPEL, adalah

kepala unit pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan

Page 14: Kilang Minyak

Laut pada pelabuhan laut yang tidak diselenggarakan oleh Badan Usaha

Pelabuhan.

12. ADPEL Koordinator adalah ADPEL tertentu yang bertugas selaku koordinator

dalam rangka pengawasan dan pembinaan serta mempertanggungjawabkan

kinerja pelaksanaan tugas dari segi keselamatan pelayaran.

13. Pusat Komando dan Pengendali Nasional Operasi Penanggulangan Keadaan

Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang selanjutnya disebut

PUSKODALNAS, adalah pusat komando dan pengendalian operasi dalam

penanggulangan tumpahan minyak di laut dan penanggulangan

dampaklingkungan akibat tumpahan minyak di laut.

14. Prosedur Tetap Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut,

yang selanjutnya disebut PROTAP, adalah pengaturan mengenai struktur,

tanggung jawab, tugas, fungsi dan tata kerja organisasi operasional, sistem

pelaporan dan komunikasi, serta prosedur dan pedoman teknis operasi

penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut.

Page 15: Kilang Minyak