kemajuan umat islam dimasa bani abbasiyah studi kasus
TRANSCRIPT
KEMAJUAN UMAT ISLAM
DIMASA BANI ABBASIYAH
STUDI KASUS: KEMAJUAN DI BIDANG KEILMUAN
DIMASA HARUN AL-RASYID
Skripsi ini diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
SAFITRI
NIM: 108022000012
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
i
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan umat Islam pada masa
Bani Abbasiyah dalam bidang Keilmuan dimasa Harun Al-Rasyid dengan
menggunakan pendekatan historis untuk menjawab pertanyaan bagaimana
pendidikan pada masak halifah Harun Al-Rasyid dan pendidikan apa saja yang
berkembang pada masa itu.
Dalam skripsi ini dapat ditemukan bahwa kemajuan pendidikan Bani
Abbasiyah pada masa Harun Al-Rasyid yaitu dengan memberikan beasiswa dan
memajukan perpustakaan, mendirikan baitul hikmah dan penerjemahan buku-
buku ilmu pengetahuan kedalam bahasa arab. Kemajuan pendidikan pada masa ini
berlangsung dengan pesat karena pada masa itu tidak terjadi pemberontakan yang
dapat mengganggu proses perkembangan pendidikan, dan ilmu-ilmu yang
berkembang pada masa tersebut yaitu ilmu-ilmu sosial, agama, kedokteran dan
sains, seni sastra dan arsitek.
Kata Kunci : Dinasti Abbasiyah, Harun al-Rasyid, Kemajuan Pendidikan
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menghendaki penulis untuk meniti jalan kehidupan dengan percikan rahmat tanpa
batas dari-Nya. Sehingga pembahasan Skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis
dengan baik. Kemudian Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada pimpinan
besarkita Nabi Muhammad SAW, yang telahmem berikan penerangan dan
pengajaran cara hidup yang benar agar tidak tersesat dalam menjalani kehidupan
yang fana ini. Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat merampungkan
penulisan skripsi yang berjudul “KemajuanUmat Islam Di Masa Bani
Abbasiyah, Studi Kasus: Kemajuan Di Bidang Keilmuan Di Masa Harun Al-
Rasyid”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya untuk mengerjakan
skripsi ini dengan semaksimal mungkin sampai pada tahap penyelesaian skripsi.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini,
penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang mendorong penulis, baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk
itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. H. Nurhasan M.A, Ketua Jurusan Bapak Sejarah Peradaban Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Solikatus Sa’diyah M.pd selaku Sekertaris Jurusan Sejarah Peradaban
Islam, yang selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan
baik.
3. Dr. Syukron Kamil M.A, selakuDekanFakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Prof. Dr. Didin Saepudin MA, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang
selalu memberikan dorongan dan masukan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta staf akademik dan karyawan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bekal pengetahuan yang
begitu berharga selama penulis kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ayahanda Ridwan dan Ibunda Sapuroh tercinta yang telah memberikan
kasih sayang yang tak terhingga.
7. Suami tercinta Zulhelmi,S.Kom yang selalu memberi semangat dan
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
iii
8. Sahabatku Badrul Wasyi yang membantu penulis sehingga
terselesaikannya skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat yang telah mendukung saya serta turut membantu
memberikan sumber-sumber buku yang saya perlukan kakak Fathimah,
Nurdiyanah, Fauziyah Fitriani, Fatimah, Laili, Syifa, Aan, serta teman-
teman SPI angkatan 2008 yang tidak bisa di sebutkan satu persatu
namanya.
Akhirnya, hanya kepada Allah jualah penulis memohon agar seluruh
kebaikan dari semua pihak yang membantu selesainya skripsi ini, semoga diberi
balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap kiranya karya tulis ini turut
mewarnai khazanah Ilmu Pengetahuan dandapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya.
Jakarta, 2015
Penulis
Safitri
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... . vii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 4
D. Metode Penelitian ................................................................................... 5
E. Tinjauan Pustaka.. ................................................................................... 5
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 7
BAB II : RIWAYAT HARUN AL-RASYID
A. Latar belakang keluarga .......................................................................... 9
B. Latar belakang Pendidikan ...................................................................... 10
C. Pribadidan Akhlak Harun Al-Rasyid……………………………….... .. 11
D. Kekhalifahan Harun Al-Rasyid ............................................................... . 13
E. Wafatnya Khalifah Harun Al-Rasyid ..................................................... 14
BAB III : KEBIJAKAN HARUN AL-RASYID DALAM PENDIDIKAN
A. Memberikan Beasiswa dan Memajukan Perpustakaan ........................... 15
B. Medirikan Baitul Hikmah ....................................................................... 18
C. Penerjemahan Buku-Buku Ilmu Pengetahuan ke Dalam Bahasa Arab.. 20
D. Melahirkan Ilmuan Muslim.................................................................... 23
v
BAB IV : KEMAJUAN HARUN AL-RASYID TERHADAP DINASTI
ABBASIYAH
A. Kemajuan Dalam Bidang Kebudayaan atau Peradaban .......................... 38
B. Kemajuan Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan……………………….... .. 39
1. Astronomi dan Matematika ................................................................ 41
2. Filsafat dan Kedokteran ..................................................................... 43
3. Geografi dan Sejarah .......................................................................... 46
4. Fisika dan Kimia ................................................................................ 47
5. Sastra dan Musik ................................................................................ 49
6. Arsitektur dan Seni Rupa ................................................................... 50
C. Kemajuan Dalam Bidang Ilmu Agama Islam ......................................... 51
1. Ilmu Tafsir .......................................................................................... 52
2. Ilmu Hadits ......................................................................................... 54
3. Ilmu Kalam ......................................................................................... 56
4. Ilmu Fiqih ........................................................................................... 58
5. Ilmu Tasawuf ...................................................................................... 59
D. Kemajuan Dalam Bidang Politik ............................................................ 60
E. Kemajuan Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial ....................................... 62
1. Perdagangan dan Industri .................................................................. 63
2. Pertanian dan Perkebunan ................................................................. 64
BAB V : PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. .. 68
LAMPIRAN. .............................................................................................................. 70
vi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I : Provinsi-provinsi Abbasiyah Pada masa Khalifah Harun
Al-Rasyid
LAMPIRAN II : Foto Khalifah Harun Al-Rasyid
LAMPIRAN III : Perpustakaan Baitul Hikmah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dinasti Abbasiyah mengambil nama dari paman Rasulullah, yaitu Abbas bin
Abdul Mutthalib bin Hasyim. Orang-orang Abbasiyah merasa dirinya lebih
berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab orang-orang
Abbasiyah adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab (garis keturunan)
lebih dekat dengan Rasulullah.1 Pemerintahan Dinasti Abbasiyah telah didirikan
setelah pemberontakan panjang yang dilakukan oleh keturunan al-Abbas dan para
penentang lainnya terhadap kekuasaan Dinasti Bani Umayyah di Damaskus.2
Pemerintahan pertama khalifah ini ialah Abdullah (as-Saffah) bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutholib. Pemerintahan
ini berdiri karena dianggap sebagai kemenangan atas pemikiran yang pernah
dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya Rasulullah
yaitu bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-
anaknya.
Dinasti Abbasiyah seperti halnya dengan Dinasti lain dalam sejarah Islam,
mencapai masa kejayaan politik dan intelektual, kekhalifahan Baghdad yang
didirikan oleh al-Saffah dan al-Manshur telah mencapai masa keemasan pada
khalifah ketiga yaitu, al-Mahdi, dan khalifah kesembilan, al-Watsiq, dan yang
1 Fahsin M. Fa‟al, Sejarah Kekuasaan Islam, (Jakarta: CV Artha Rivera, 2008), h. 49.
2 Didin Saefuddin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 65.
2
lebih khusus lagi pada masa Harun Al-rasyid dan anaknya, al-Ma‟mun.3 Sejarah
menyebutkan bahwa zaman keemasan Baghdad terjadi pada masa kekhalifahan
Harun al-Rayid (786-809). Meskipun usianya kurang dari setengah abad, Baghdad
pada masa itu muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat kemakmuran dan peran
internasional yang luar biasa. Baghdad telah menjadi saingan satu-satunya bagi
Byzantium. Kejayaannya berjalan seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama
ibukotanya. Saat itulah Baghdad menjadi kota yang tiada bandingannya di seluruh
dunia.4
Harun Al-rasyid telah dinobatkan sebagai pemangku tahta kerajaan pada
usia 25 tahun dan berkuasa selama 23 tahun. Penobatan ini telah mengantarkan
Dinasti Abbasiyah pada masa kemajuan yang gemilang. Harun bukan saja
mendapatkan sanjungan dari negeri Timur tetapi juga dari negeri Barat
menyanjungnya. Kisah “Seribu Satu Malam” merupakan gambaran masa
kejayaan bangsa Arab yang senantiasa dikaitkan dengan masa pemerintahan
Harun. Harun dikenal sebagai penguasa yang taat terhadap ajaran agama dan
sangat dermawan.5
Pada abad X masehi Dinasti Abbasiyah disebut abad pembangunan daulah
Islamiyah dimana dunia Islam mulai dari Cordove di Spanyol sampai ke Multan
di Pakistan, mengalami pembangunan di segala bidang, terutama dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.6
3 Philip K. Hitti, History of The Arabs (trj.), R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi dari judul asli History of The Arabs; From The Earliest Times To The Present, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2010), cet.1, h. 369. 4 Ibid., h. 375.
5 K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pra Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h.
245 6 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,
(Jakarta: Kencana, 2011), h. 54.
3
Pada masa Abbasiyah kegiatan pendidikan dan pengajaran mencapai
kemajuan yang gemilang. Sebagian khalifah Abbasiyah merupakan orang
berpendidikan. Sesungguhnya pada masa akhir dinasti Umayyah kegiatan
pendidikan telah tersebar di wilayah muslim. Mayoritas umat muslim mampu
membaca, menulis dan mereka juga dapat memahami Al-Quran. Pada masa ini
pendidikan tingkat dasar dapat dilakukan di Masjid, Al-Quran merupakan teks
wajib.
Pada masa awal Dinasti Abbasiyah, pendidikan dan kebudayaan sangat
berpengaruh dalam mendorong lahirnya ilmu dan peradaban muslim yang sejati.
Harun Al-rasyid memajukan langkahnya dalam bidang kegiatan pendidikan dan
pengetahuan.7 Dalam sejarah Arab-Islam, masa al-Rasyid adalah masa paling
gemilang dan indah, pada masa itu pula negara memiliki wilayah yang sangat
luas.
Pada Dinasti Abbasiyah inilah kemajuan dan perkembangan dalam bidang
ilmu pengetahuan yang begitu pesat, baik dalam ilmu pengetahuan umum seperti
filsafat, astronomi, matematika, kedokteran, geografi, sejarah, fisika, kimia,
sastra, arsitektur, seni rupa, dan musik. Adapun selain itu, ilmu-ilmu yang
mempelajari keislaman pun berkembang pesat seperti ilmu hadits, ilmu tafsir,
ilmu kalam, ilmu fikih, dan ilmu tasawuf.
Lembaga pendidikan Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi
tingkatannya adalah Bait al-Hikmah (Rumah Kebijakan) yang didirikan oleh al-
Ma‟mun (830 M) di Baghdad, ibu kota negara. Selain berfungsi sebagai biro
penerjemahan, lembaga ini juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan
7 Ali, op.cit., h. 294-296.
4
perpustakaan umum, serta memiliki sebuah obervatorium. Obervatorium-
obervatorium yang bermunculan saat itu berfungsi sebagai pusat-pusat
pembelajaran astronomi.8 Selain itu, generasi pertama pemerintahan Bani
Abbasiyah yang membangun rumah sakit yang disebut dengan Bimaristan
merupakan rumah sakit pertama yang telah didirikan oleh khalifah Harun Al-
rasyid.9
Pada masa Dinasti Abbasiyah, bukan hanya ilmu pengetahuan saja yang
berkembang pesat. Dalam ekonomi sosial pun berkembang pesat seperti
pertanian, perkebunan, industri, dan perdagangan, yang membuat pemerintahan
ini menjadi berkembang karena adanya kestabilan ekonomi.
Berdasarkan permasalahan dan pemaparan di atas, maka penulis tertarik
membuat skripsi dengan mengambil judul “Kemajuan Umat Islam di Masa
Bani Abbasiyah, Studi Kasus : Kemajuan dalam Bidang Pendidikan di Masa
Harun Al-rasyid”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Guna menghindari pembahasan yang meluas penulis akan mencoba
membatasi kajian ini sebagaimana yang tertera dalam judul:
1. Siapa khalifah Harun Al-rasyid pada masa Dinasti Abbasiyah?
2. Ilmu pengetahuan apa saja yang berkembang pada masa pemerintahan
Harun Al-rasyid ?
8 Hitti, op.cit., h. 514-515.
9 Ali, loc.cit.
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini terdapat tujuan dan manfaat penelitian, adapun
tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui siapakah Khalifah
Harun Al-rasyid dan bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masanya
Adapun manfaat dari penelitian ini :
1. Menambah wawasan penulis dalam sejarah Dinasti Abbasiyah khususnya
pada masa Khalifa Harun Al-Arsyid
2. Dapat dijadikan bahan kajian dan untuk memperkaya kazanah sejarah Islam
di Timur Tengah.
3. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam meraih gelar kesarjanaan
strata satu (SI) Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Sejarah Peradaban
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Metode Penelitian
Dalam proses pencarian data/ sumber, penulis menggunakan metode
Deskriptif Analitis, yang dalam hal ini penulis berusaha mendeskripsikan dan
atau menggambarkan Siapakah sosok Harun Al-rasyid apa saja jasa-jasa
beliau selama memerintah Dinasti Abbasiyah.
Harun Al-rasyid merupakan salah satu Khalifah Termashur pada maa
Dinasti Abbasiyah. hal itu terbukti dari banyaknya ilmuan-ilmuan yang
muncul pada masanya seperti Al-Kindi dalam bidang filsafat dan masih ada
lagi ilmuan-ilmuan yang muncul pada masa pemerintahannya
Teknik Book Survey penulis gunakan sebagai langkah awal dalam
proses pengumpulan data/sumber terkait tema yang akan dibahas dengan
6
menggunakan beberapa sumber pustaka seperti buku-buku, jurnal, artikel
wawancara, dan atau berita dari koran–koran seperti:
Buku History of The Arab merupakan salah satu buku rujukan bagi
penulis karya Philip K. Hitti. Di dalam buku ini banyak sekali pembahasan
sejarah tentang kawasan timur tengah. Salah satu pembahasan yang ada di
dalamnya adalah Dinasti Abbasiyah. pembahasan di awali dengan pendirian,
perkembangan masa ke emasan, ilmuan-ilmuan, pendidikan, sampai akhir
dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Selain buku Karya Philip K. Hitti, penulis juga menggunakan media
cetak sebagai salah satu sumbernya. Media Online yang berasal dari koran
republika yang terbit pada 26 April 2011. Yang berjudul “Daulah Abbasiyah:
Harun Al-rasyid sang pembangun Peradaban”. Membahasa mengenai sosok
Khalifah Harun Al-rasyid serta perhatian khususnya terhadap dunia keilmuan.
Sumber-sumber yang masih terbatas menjadi salah satu hambatan
bagi penulis sendiri. Walaupun terdapat hambatan dalam pengumpulan data
seperti yang telah disebutkan diatas, namun hal tersebut tidaklah memberikan
dampak pesimis bagi penulis untuk melaksanakan penelitian.
7
E. Tinjauan Pustaka
Penulisan sejarah mengenai sejarah Dinasti Abbasiyah Khususnya mengenai
Khalifah Harun-al-rasyid telah banyak yang menulis seperti :
Buku “History of the Arabs ,” yang ditulis oleh Philip K Hitti, tahun 1937,
merupakan salah satu buku yang menjadi rujukan bagi mahasiswa sejarah
khususnya yang membahas mengenai sejarah Timur Tengah. Di dalam buku ini
Philip K. Hitti memaparkan sejarah Timur tengah sebelum lahirnya Nabi
Muhammad dilanjutkan dengan periode Nabi Muhammad, Periode Empat
Khalifah, periode Dinasti-dinasti yang diawali dengan berdirinya Dinasti
Umayyah sampai berakhirnya dinasti Ustmani pada abad ke 20.
Buku “Harun Al-rasyid : Amir Para Khalifah dan Raja Teragung di Dunia
Karya Abu Khalil Syauqi tahun 1997 yang membahas mengenai biografi Harun
Al-rasyid mulai dari masa kecilnya, sampai pada saat beliau wafat. Meskipun
telah banyak peneliti yang meneliti tentang Harun Al-rasyid, namun sejauh ini
belum ada yang membahas lebih mendalam mengenai bidang keilmuan yang ada
pada masa Khalifah Harun Al-rasyid. Karena itu, penulis merasa perlu melakukan
penelitian tentang Sejarah Harun Al-rasyid Studi Kasus Bidang Keilmuan Pada
Masanya.
F. Sistematika Penulisan
Memperoleh pembahasan yang sistematis, maka penulis perlu menyusun
sistematika sehingga dapat menunjukan hasil penelitian yang baik dan mudah
dipahami. Adapun sistematika penelitian ini adalah:
8
BAB I PENDAHULUAN: Pada bab ini berisi tentang latar belakang
masalah, tinjauan pustaka, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II RIWAYAT HIDUP HARUN AL-RASYID: Pada bab ini disajikan
mengenai sekilas latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, dan
kekhalifahan Harun Al-rasyid.
BAB III KEMAJUAN HARUN AL-RASYID TERHADAP DINASTI
ABBASIYAH: Pada bab ini mengenai kebijakan-kebijakan Harun Al-rasyid
dalam memberikan beasiswa dan memajukan perpustakaan, penerjemahan buku-
buku ilmu pengetahuan ke dalam Bahasa Arab, mendirikan Baitul Hikmah,
Dampak dari kebijakan Khalifah Harun Al-rasyid dalam pendidikan telah
melahirkan para ilmuan muslim.
BAB IV KEBIJAKAN HARUN AL-RASYID DALAM PENDIDIKAN:
Pada bab ini mengenai kemajuan dalam ilmu pengetahuan, kemajuan dalam ilmu
agama Islam, kemajuan dalam bidang politik, kemajuan dalam bidang ekonomi
dan sosial, dan kebudayaan atau peradaban.
BAB V PENUTUP: Pada bab ini disajikan kesimpulan
9
BAB II
RIWAYAT HIDUP HARUN AL-RASYID
A. Latar Belakang Keluarga
Khalifah Abu Ja‟far Harun Al-rasyid dilahirkan di Raiyi pada tahun 145 H,
ibundanya ialah Khaizuran, bekas seorang hamba yang juga ibunda al-Hadi
(Saudara al-Rasyid). Ayahanda beliau adalah Abu Abdullah Muhammad al-
Mahdi.10
Karena berasal dari keluarga keturunan khalifah Bani Abbasiyah ke-3 yakni
Khalifah al-Mahdi yang berasal dari keluarga besar Kekhalifahan Bani Abbasiyah,
maka sangat berpengaruh terhadap kepribadian serta pendidikan Harun Al-rasyid.
Berikut adalah silsilah keluarga Harun Al-rasyid:11
Gambar 1. Silsilah Keluarga Harun Al-rasyid
10
Ahmad Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1993), h.
107. 11
Hitti,op.cit.,h. 369
10
Jika melihat silsilah di atas, maka khalifah-khalifah pendahulu sebelum
Harun Al-rasyid berasal dari garis keturunan yang lurus, di mana khalifah ke-2
Al-Mansur merupakan kakek dari khalifah Harun Al-rasyid, khalifah ke-3 al-
Mahdi adalah ayahnya, dan khalifah ke-4 al-Hadi adalah kakaknya. Sementara
khalifah setelah Harun Al-rasyid yakni: khalifah ke-6 al-Amin, khalifah ke-7 al-
Makmun khalifah ke-8 al-Mu‟tasyim merupakan putra Harun Al-rasyid sendiri.12
B. Latar Belakang Pendidikan
Khalifah Harun Al-rasyid memperoleh pendidikan di istana baik pendidikan
agama maupun ilmu pemerintahan. Harun Al-rasyid banyak memperoleh
pendidikan dari Yahya ibn Khalid dari keluarga Barmak.13
Sejak kecil ayah Harun
Al-rasyid yaitu al-Mahdi telah menyediakan keluarga Barmak untuk memberikan
bekal ilmu pengetahuan kepada Harun Al-rasyid, sehingga ia menjadi terpelajar,
cerdas, pasih berbicara dan berkepribadian yang kuat.
Karena kecerdasannya, walaupun usianya masih muda, ia sudah terlibat
dalam urusan pemerintahan ayahnya. Ia pun mendapatkan pendidikan ketentaraan.
Pada masa pemerintahan ayahnya, Harun Al-rasyid dipercayakan dua kali
memimpin ekspedisi militer untuk menyerang Bizantium (779-780) dan (781-782)
sampai ke pantai Bosporus. Ia didampingi oleh para pejabat tinggi dan jenderal
veteran.14 Beliau juga seorang sastrawan, penyair, pencipta cerita-cerita lama dan
syair-syair, berperasaan tajam dan disegani oleh semua pihak dan golongan.15
12
K, merupakan tanda tahun kekuasaan.
13 Didin Saefuddin, Zaman Keemasan Islam, (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 39.
14 Kasmiati, Harun Ar-Rasyid, (Jurnal Hunafa Vol. 3 No. 1 Maret 2006:91-100), h. 93.
15 Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam., h. 110.
11
C. Pribadi dan Akhlak Harun Al-rasyid
Pribadi dan akhlak Harun Al-rasyid beliau ialah seorang yang suka
bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan. Ia tidak pernah menyia-nyiakan
kebaikan orang kepadanya dan tidak pernah menangguh-nangguhkan untuk
membalasnya. Beliau merupakan seorang cendikiawan yang memiliki wawasan
yang luas, beliau memiliki cita rasa yang tinggi terhadap syair dan bahasa dan
menggemari tokoh-tokoh sastra dan fikih, sehingga beliau sangat menghormati
dan merendahkan diri kepada alim ulama. Namun Demikian, ia pun sangat
mencintai isterinya sehingga kalau ada yang berbuat salah pada isteri dan
pembantu-pembantunya maka orang tersebut akan mendapat hukuman.16
Perhatian dan penghormatan yang begitu besar dari khalifah Harun Al-
rasyid pada ilmu Fikih dan ulama misalnya, dapat dilihat ketika Khalifah Harun
Ar-Rasyid memanggil imam Malik untuk mengajarkan kitab Muwattha’ kepada
kedua putranya Al-Amin dan Al-Makmun. Imam Malik dengan tegas menolak
dalam suratnya yang dikirim kepada Al-Rasyid : “Amirul Mukminin yang mulia,
untuk memperoleh ilmu itu diperlukan usaha. Ilmu akan menjadi akan terhormat
jika Anda menghormatinya., tetapi jika Anda merendahkannya, maka ilmu tidak
akan ada artinya. Ditegaskan bahwa ilmu itu didatangi dan bukan datang dengan
sendirinya. Al-Rasyid tidak marah dengan sindirin Imam Malik tetapi malah
menyuruh kedua putranya untuk pergi mengaji bersama banyak orang.17
Bahkan
Al-Rasyid pula yang meminta Abu Yusuf untuk menyusun buku yang mengatur
tentang administrasi, keuangan dan masalah-masalah ketatanegaraan sesuai
16
DR. Syauqi Abu Khalil, Harun Ar-Rasyid Amir Para Khalifah dan Raja Teragung di
Dunia, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,1997), h. 57. 17
H. Roibin, Penetapan Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang: UIN Maliki Press
2010), h. 62
12
dengan ajaran Islam. Dalam bukunya Al-Kharaj yang dipersembahkan kepada
khalifah. Abu Yusuf memberi pesan dalam kata pengantarnya. Tegakkanlah
kebenaran, jauhkan diri anda dari memutuskan segala bentuk perkara dengan
hawa nafsu dan kemarahan. Pandanglah setiap manusia itu sama, yang dekat
ataupun jauh. Saya menasehati Anda ya Amrul Mukminin agar menjaga apa yang
diperintahkan Allah dan memelihara amanah-Nya.18
Demikian perhatiannya
khalifah Harun Al-rasyid fiqih dan fuqaha telah dicatat sejarah sebagai salah satu
faktor membantu mengantarkan fiqih menuju puncak kecermelangan.
Harun Al-rasyid, seorang khalifah yang taat beragama, shalih, dermawan,
hampir bisa disamakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Azis dari Bani
Umayyah. Jabatan khalifah tidak membuatnya terhalang untuk turun ke jalan-
jalan pada malam hari, tujuannya untuk melihat keadaan rakyat yang sebenarnya.
Ia ingin melihat apa yang terjadi dan menimpa kaum lemah dengan mata
kepalanya sendiri untuk kemudian memberikan bantuan.19
Di antara sifat-sifat khalifah Harun ar-Rasyid yang amat menonjol ialah
beliau kadang-kadang diumpamakan sebagai angin ribut yang kencang dan
kadang pula sebagai angin yang bertiup sepoi-sepoi basah, beliau lebih
mengutamakan akal daripada emosi, kalau marah beliau begitu garang dan
menggeletar seluruh tubuh dan kalau memberi nasihat beliau menangis terseduh-
seduh.20
18
Ibid., h. 62 19
Fandi Firmansyah, Harun Ar-Rasyid Sang Khalifah Abbasiyah, (http://fandifirmansyah.
blogspot.co.id/2013/04/harun-ar-rasyid-sang-khalifah-abbasiyah.html, diakses pada tanggal 20
agustus 2015), h. 2. 20
Kasmiati, Harun Ar-Rasyid, h. 94.
13
D. Kekhalifahan Harun Al-rasyid
Sebelum menjadi khalifah, ia pernah memegang jabatan gubernur selama
dua kali, di as-Saifah pada tahun 163 H \779 M dan di Magribi pada tahun 780 M.
Setelah sempat dua kali menjadi gubernur, pada tahun 166 H/782 M Khalifah Al-
Mahdi mengukuhkannya menjadi putra Mahkota untuk menjadi khalifah sesudah
saudaranya, Al-Hadi, dan setelah pengukuhannya empat tahun kemudian yakni
tepatnya pada tanggal 14 September 786 M Harun ar-Rasyid memproklamirkan
diri menjadi khalifah, untuk menggantikan saudaranya yang telah wafat.21
Pada masa pemerintahan Harun Al-rasyid, pemerintahannya merupakan
pemerintahan yang paling baik dan terhormat, bersih dan penuh kebijakan serta
paling luas daerah pemerintahannya. Khalifah Harun Al-rasyid adalah khalifah
paling diminati oleh para alim ulama, para penyair, ahli-ahli fiqih, pembaca-
pembaca al-Quran, juri-juri, penulis-penulis dan teman-teman. Harun Al-rasyid
mempunyai hubungan yang rapat dengan setiap orang dari mereka dan
menyanjung mereka dengan setinggi-tingginya.22
Harun Al-rasyid memperhatikan keamanan dan kesejahteraan rakyat, untuk
itu Harun Al-rasyid sangat teguh menghadapi pemberontakan yang muncul di
berbagai wilayah, tidak menyia-nyiakan rakyat yang berbuat baik, tidak
melambatkan pembayaran upah dan dikenal amat pemurah.23
Pada masa
pemerintahan khalifah Harun Al-rasyid, kekuasaannya sangat luas, yang
terbentang dari daerah-daerah Laut Tengah di sebelah barat sampai India
disebelah timur.
21
Kasmiati, Harun Ar-Rasyid, h. 93. 22
Syalaby, op.cit., h. 110. 23
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 40.
14
Pada tahun 800 M / 184 H Baghdad telah menjadi kota metropolitan dan
kota utama bagi dunia Islam, yakni sebagai pusat pendidikan, ilmu pengetahuan,
pemikiran, dan peradaban Islam, serta pusat perdagangan, ekonomi, dan politik.24
Di masa pemerintahannya, Harun Al-rasyid mampu:
1. Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.
2. Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.
3. Membangun tempat-tempat peribadatan.
4. Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.
5. Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.
6. Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah
keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana.
E. Wafatnya Khalifah Harun Al-rasyid
Pada perjalanan untuk menumpas kaum pemberontak di Khurasan, Harun
Al-rasyid tertimpa penyakit dan terpaksa berhenti bersama rombongan di desa
Sanabat di dekat Tus, dan di tempat ini pula beliau meninggal dunia, tepatnya
pada tanggal 4 Jumaditsani, 193 H /809 M.25
Kejayaannya memimpin Dinasti Abbasiyah selama 23 tahun 6 bulan
menyebabkan Amer Ali memberi penghormatan terhadap Pemerintah ar-Rasyid
yang cemerlang tersebut dengan kata-kata berikut: “Nilailah dia seperti yang
Anda sukai dalam ukuran kritik sejarah“ Harun ar-Rasyid senantiasa akan
disejajarkan dengan raja dan penguasa terbesar di dunia.26
24
Ibid, h. 41. 25
Kasmiati, Harun ar-Rasyid, h. 98. 26
Ibid., h. 98-99.
15
BAB III
KEBIJAKAN HARUN AL-RASYID DALAM PENDIDIKAN
A. Memberikan Beasiswa dan Memajukan Perpustakaan
Pada masa Dinasti Abbasiyah, pada khalifah Harun Al-rasyid, sekolah dasar
(Kuttab) berkurikulum utamanya yaitu dipusatkan pada al-Quran sebagai bacaan
utama para siswa, dan diajari keterampilan baca-tulis dengan rujukan dari puisi-
puisi Arab tempo dulu. Keterampilan menulis bukan dengan rujukan al-Quran
karena diyakini bahwa tindakan menghapus lafad Allah berarti menghina dan
merendahkan-Nya. Hampir dalam seluruh kurikulum yang diterapkan pada masa
itu adalah metode menghafal yang sangat dipentingkan.
Murid-murid terbaik di sekolah dasar biasanya akan mendapat kehormatan
atau biasa disebut pada zaman ini yaitu beasiswa, beasiswa yang diberikan kepada
siswa yang berhasil menghafal salah satu juz al-Quran yaitu memberi murid
dengan liburan sekolah.27
Sedangkan, kebijakan Harun Al-rasyid dalam memajukan perpustakaan
pada masa itu karena perpustakaan merupakan sarana paling penting dalam
menyebarkan pengetahuan sepanjang masa, dan untuk mengembangkan
pengetahuan bagi masyarakat pada masa itu yang menggemari dalam hal
menggali ilmu pengetahuan dengan membaca.
Peradaban Islam di era kekhalifahan tak hanya memiliki perpustakaan yang
banyak. Masyarakat Muslim di masa keemasan juga memperkenalkan konsep
perpustakaan modern. Bagi masyarakat Islam, perpustakaan bukan hanya tempat
27
Hitti, op.cit., h. 513.
16
untuk menyimpan risalah belaka. Namun, umat Islam menjadikan dar al-‘ilm
sebagai pusat penyebaran ilmu pengetahuan dan peradaban.28
Di antara sejumlah
perpustakaan yang diketahui dalam peradaban Islam adalah:29
1. Perpustakaan Akademi
Perpustakaan ini merupakan perpustakaan yang paling terkenal dalam
peradaban Islam setelah Baitul Hikmah.
2. Perpustakaan Khusus
Perpustakaan ini menyebar diseluruh penjuru negeri Islam dengan bentuk yang
luas dan baik. Perpustakaan ini juga memiliki buku yang begitu banyak dan
tersedia segala macam bidang ilmu dan pembahasan dari ilmu hukum dan adab,
yang jumlahnya hampir mencapai seratus wiqr30
.
3. Perpustakaan Umum
Perpustakaan ini merupakan dasar peradaban yang memelihara peninggalan-
peninggalan peradaban manusia dan kegemilangannya. Diantara contoh ini adalah
perpustakan Cordove yang didirikan khalifah al-Umawi al-Hakam al-Muntashir
tahun 350 H / 961 M di Cordove. Dalam perpustakaan ini dipekerjakan pegawai
khusus untuk memelihara buku-buku, mengumpulkan naskah-naskah,
menentukan atau mengatur beberapa besar buku yang berjilid-jilid. Selain itu
terdapat perpustakaan Bani Imar di Tripoli Syam, yang terdapat biro-biro
konsultasi yang menjawab tentang dunia Islam, membahas kecermelangan yang
28
Heri Ruslan, Khazanah Menelisik Warisan Peradaban Islam Dari Apotek Hingga
Komputer Analog, (Jakarta: Penerbit Republika, 2010), cet.1, h. 80. 29
Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (trj), Sonif dari judul asli
Madza Qaddamal Muslimuna Lil ‘Alam Ishamaatu al-Muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), cet.1, h. 237-239. 30
Al-Wiqr adalah muatan yang memikul diatas pundak dan kepala.
17
terkandung atau tercermin dalam perpustakaan. Disana terdapat 85 penyalin
naskah yang bekerja siang malam untuk menyalin naskah kitab.
4. Perpustakaan Sekolah
Setiap sekolah Islam dilengkapi dengan perpustakaan untuk menunjang
serta penyempurna kehebatan dan kecermelangan dalam menuntut ilmu.
5. Perpustakaan Masjid dan Universitas
Perpustakaan jenis ini ditetapkan sebagai perpustakaan pertama Islam.
Perpustakaan tumbuh dalam sejarah Islam seiring tumbuh dan didirikannya
masjid. Diantara perpustakaan ini adalah Maktabah Universitas al-Azhar,
Maktabah Universitas al-Kabir di Qarawain.31
Berkembangnya perpustakaan yang didirikan hampir di setiap sudut daerah
Arab, berawal dari masjid yang menjadikan tempat beribadah dan menjadikan
masjid pusat kegiatan intelektualitas. Pada masa kekhalifahan masjid merupakan
tempat para sarjana dan ulama Muslim menyusun buku.
Baghdad mempunyai 36 perpustakaan yang menjadi kebanggaan pada masa
itu, tetapi itu semua sudah hancur oleh bangsa Mongol. Diantara perpustakaan-
perpustakaan itu adalah perpustakaan Umar al-Waqidi, Baitul Hikmah, Darul
Ilmi, perpustakaan Sekolah Tinggi Nizamiyyah, perpustakaan Sekolah
Mustansiriyyah (Madrasah), perpustakaan al-Baiqani, perpustakaan Muhammad
ibnul Husain, dan perpustakaan ibnul Kamil.32
31
As-Sirjani, op.cit., h. 239. Yang dikutif dari Raihi Mushthafa Ulyan, Al-Maktabah Al-
Arabiyah Al-Islamiyah, h. 134. 32
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis
Abad Keemasan Islam (trj.), Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah dari judul asli History of
Islamic Origins of Western Education A.D. 800-1350; with an Introduction to Medieval Muslim
Education, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), cet.2, h. 93.
18
Masjid dan perpustakaan pada zaman kejayaan Islam tak bisa dipisahkan.
Sebab, masjid juga memainkan peran yang penting lainnya, yakni sebagai
perpustakaan. Menurut Pedersen, pada masa itu masyarakat Muslim menyerahkan
koleksi bukunya ke masjid untuk di simpan di dar al-kutub (perpustakaan).33
Koleksi buku yang dimiliki perpustakaan masjid begitu melimpah karena
banyak cendikiawan-cendikiawan Muslim atau tokoh-tokoh ternama atau
ilmuwan-ilmuwan pada masa ini yang menyumbangkan koleksi-koleksi bukunya
ke perpustakaan masjid.
B. Mendirikan Baitul Hikmah
Lembaga pendidikan Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi
tingkatannya adalah Bait al-Hikmah (Rumah Kebijakan) yang didirikan oleh al-
Ma‟mun (830 M) di Baghdad, ibu kota negara. Selain berfungsi sebagai biro
penerjemahan, lembaga ini juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan
perpustakaan umum, serta memiliki sebuah obervatorium.34
Baitul Hikmah ini
berisi tidak kurang dari 100.000 volume, boleh jadi sebanyak 600.000 jilid buku,
termasuk 2.400 buah al-Quran berhiaskan emas dan perak disimpan di ruang
terpisah.35
Baitul Hikmah berkembang pesat seperti perpustakaan khusus dan menjadi
pusat penerjemahan, pusat penelitian dan penulisan, dan kemudian menjadi rumah
ilmu atau rumah kebijakan yang memberi pelajaran sempurna dan mendapatkan
ijazah ilmiah, dan setelah itu dijadikan tempat pengembangan ilmu falak
(astronomi). Baitul Hikmah terbagi menjadi enam bagian, yaitu sebagai berikut:36
33
Ruslan, op.cit., h. 82. 34
Hitti, h. 514-515. 35
Nakosteen, h. 95. 36
As-Sirjani, h. 240-247.
19
1. Perpustakaan
Perpustakaan ini merupakan divisi untuk meneliti kitab-kitab dari tiap-tiap
penyimpangan dan kebenaran. Kitab-kitab itu disusun diatas rak dan bisa diambil
untuk siapa saja yang membutuhkannya. Karena itu, harus ada bagian naskah dan
penjilidan yang mengikat ruang tempatnya untuk mentranskip kitab-ktab lalu
menjilidnya dan menghindari sesuatu yang mungkin dapat merusak.
2. Pusat Penerjemahan
Pusat penerjemahan ini menerjemahkan buku dari berbagai bahasa yang
berbeda-beda ke dalam bahasa Arab. Terkadang dari bahasa Arab ke bahasa lain.
Peran para ilmuan tidak terbatas hanya dalam bidang penerjemahan. Para ilmuan
juga memberikan ta’liq (komentar) atas kitab-kitab tersebut. Para ilmuan
menafsirkan teori atau pandangan dalam kitab itu dan menukilnya sebagaimana
bisa dilihat dalam penyusuaian konteks, menyempurnakan kekurangan dan
mengoreksi setiap kesalahan. Di masa sekarang, aktifitas ini dikenal dengan
tahqiq (penelitian).
3. Markas Kajian dan Karangan
Markas kajian dan karangan ini adalah para penulis mengarang kitab-kitab
khusus. Para penulis berada dibawah Divisi Penulisan dan Penelitian dalam
perpustakaan. Adapun yang menulis dan meneliti diluar perpustakaan, kemudian
memberikan karyanya kepada pihak perpustakaan.
4. Menara Astronomi (Observatorium Astronomi)
Menara astronomi ini didirikan supaya ilmu falak termasuk pendidikan ilmu
pengetahuan agar para penuntut ilmu bisa mempraktikkan teori-teori ilmu
20
astronomi yang dipelajarinya. Dan menara astronomi ini juga digunakan oleh para
ilmuan astronomi, geografi, dan matematika.
5. Sekolah
Pendidikan meliputi cabang-cabang ilmu seperti filsafat, falak, kedokteran,
matematika, dan berbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Persia, India disamping
bahasa Arab. Metode sekolah dalam pendidikan yang berada di Baitul Hikmah ini
dibuat dalam dua aturan, yaitu metode muhadharah (ceramah), metode dialog dan
wacana serta debat. Guru-guru yang mengisi ceramah-ceramah perkuliahan
berada ditempat yang besar. Guru yang mengajarkan ceramah itu naik ketampat
tinggi atau kenal dengan mimbar pada zaman sekarang, kemudian murid-murid
berkumpul dan guru pun menerangkan kepada mereka apa yang menjadi uraian
dari muhadharah, lalu murid-murid berdialog sesuai bidangnya, dan ustadz atau
guru itu menjadi rujukan terakhir dari materinya.
6. Kantor Baitul Hikmah
Kantor Baitul Hikamah dikelola oleh sejumlah mudir (direktur) para ilmuan
dan mendapat gelar “Shahib”. Mudir Baitul Hikmah ini disebut dengan “Shahib
Baitul Hikmah”, sedangkan mudir pertama Baitul Hikmah ini adalah Sahal bin
Harun al-Farisi (830 M / 215 H) yang diangkat oleh Harun Al-rasyid sebagai
penanggung jawab perbendaharaan kitab-kitab Hikmah yang disalin dari bahasa
Persia ke bahasa Arab dan apa yang didapatinya dari semua hikmah Persia.
C. Penerjemahan Buku-Buku Ilmu Pengetahuan ke Dalam Bahasa Arab
Penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab
merupakan peranan yang paling besar dalam mempelajari ilmu pengertahuan yang
21
lebih berkembang. Pada dasarnya, penerjemahan dari bahasa asing ke bahasa
Arab telah dilakukan sejak masa Dinasti Umayyah, seperti yang dilakukan oleh
Khalid bin Yazid.
Khalid bin Yazid memerintahkan kepada sekelompok orang di Mesir untuk
menerjemahkan buku-buku kedokteran, perbintangan, dan kimia yang berbahasa
Yunani ke bahasa Arab. Akan tetapi, penerjemahan buku-buku pada masa Dinasti
Umayyah hanya dilakukan oleh orang-orang yang berkepentingan atau untuk
kebutuhan spesifik serta dilakukan terhadap buku-buku yang ada kaitannya
langsung dengan kehidupan sehari-hari.37
Gerakan penerjemahan yang berlangsung di Baghdad tidak dapat dilepaskan
dari gerakan penerjemahan yang sebelumnya dilakukan pada masa kekaisaran
Sassaniyah, yakni yang berpusat di sebuah akademi bernama Jundishapur.
Akademi ini merupakan pusat penerjemahan karya-karya ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani serta Hindu ke dalam bahasa Pahlavi dan Syiria ke dalam bahasa
Arab.38
Terjadinya pemindahan ilmu dari luar Islam ke dalam Islam dapat
digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu ilmu-ilmu kealaman dan filsafat di transfer
dari Yunani, ilmu-ilmu kedokteran dan pengobatan dari Persia, dan ilmu-ilmu
terapan dari India dan Cina.39
Pada masa Dinasti Abbasiyah pada kekhalifahan al-Manshur, seorang
pengembara India memperkenalkan naskah astronomi ke Baghdad yang berjudul
Siddhanta, naskah tersebut diterjemahkan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari
atas perintah khalifah al-Manshur, dan Muhammad ibn al-Farazi ini menjadi
astronom Islam pertama.
37
Fa‟al, op.cit., h. 63-64. 38
Nakosteen, op.cit., h. 33. 39
Buchori, op.cit., h. 103.
22
Salah satu penerjemah dari bahasa Yunani adalah Abu Yahya ibn al-Bathriq
(meninggal antara 796 dan 806), yang dikenal karena menerjemahkan karya-karya
Galen dan Hippocrates (w. ± 436 S.M.) untuk al-Manshur, dan karya Ptolemius,
Quadripartitum, untuk khalifah lainnya.40
Pada masa Dinasti Abbasiyah, penerjemahan buku-buku terus berlanjut dan
semakin berkembang dengan pesat. Pada kekhalifahan Harun Al-rasyid, buku-
buku ilmu pengetahuan Yunani mulai diterjemahkan. Buku-buku itu
diterjemahkan dahulu ke dalam bahasa Suriani (Bahasa ilmu penegetahuan di
Mesopotamia pada waktu itu), setelah itu baru diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab. Akan tetapi, aktifitas penerjemahan mencapai puncaknya pada masa al-
Ma‟mun.41
Nama yang dianggap sebagai penerjemahan besar atau dikenal sebagai
“Ketua Para Penerjemah” adalah Hunayn ibn Ishaq (810 M-877 M / 194 H-263
H).42
Dalam melakukan penerjemahan, Hunayn biasanya mengalih bahasakan
karya Yunani ke dalam bahasa Syiria, lalu anaknya dan teman-teman yang lain
melakukan penerjemahan dari bahasa Syiria ke dalam bahasa Arab.43
Menurut keterangan, ia dibantu oleh 90 pembantu dan murid-muridnya.44
Nama-nama penerjemah lainnya adalah Tsabit ibn Qurrah, Abu Yahya al-Batriq,
Qasta ibn Luqa, Hubaysh ibn Hasan, dan Abu Bishr Matta ibn Yunus.45
Di antara
buku-buku berbahasa Arab lainnya, Hunayn tampaknya telah mempersiapkan
penerjemahan buku Galen, Hippocrates, dan Dioscorides (w. ± 50 M.), juga Plato,
40
Hitti, op.cit., h. 387. 41
Fa‟al, op.cit., h. 65. 42
Hitti, History., h. 155. 43
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 156. Yang dikutip dari Harun Nasution, Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1990), h. 408. 44
Ibid., yang dikutip dari Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam, The
Classical Periode A.D. 700-1300, (Rowman Publishing, 1990), h. 79. 45
Ibid.
23
Republic (Siyasah), dan karya Aristoteles, Categories (Maqulat), Physics
(Thabi’iyat), dan Magna Moralia (Khulqiyat). Di antara semua karya itu, karya
utamanya adalah terjemahan bahasa Suriah dan bahasa Arab hampir semua tulisan
ilmiah Galen.46
Sebagian dari para penerjemah Persia yang paling terkenal dan produktif
adalah sebagai berikut: Abu Zakariyya Yuhanna ibnu Musa, seorang dokter dari
Jundi-Shapur yang selama masa pemerintahan Harun Al-rasyid dan masa-masa
berikutnya telah melakukan penerjemahan penting di Baghdad sebagai kepala
Darul Hikmah (Rumah Ilmu Pengetahuan), Rabban at-Tabari yang juga dipanggil
Sahl at-Tabari dari Mary yang menerjemahkan Almagest ke dalam bahasa Arab
untuk pertama kalinya, Ibnul Muqaffa, penerjemahan karya-karya Pahlavi ke
dalam bahasa Arab. Naubakht dari Ahwaz menerjemahkan karya-karya
matematika Pahlavi ke dalam bahasa Arab.47
Sebelum era penerjemahan berakhir, semua karya Aristoteles yang ada,
termasuk juga yang palsu, sudah tersedia bagi para pembaca Arab. Ibn Abi
Ushaybi‟ah dan kemudian al-Qifthi, mencatat tidak kurang dari seratus karya
yang dinisbatkan kepada “sang filsuf Yunani” ini.48
D. Melahirkan Para Ilmuwan Muslim.
Tidak dapat dipungkiri kebijakan Harun Al-rasyid dalam bidang pendidikan
telah banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan muslim baik pada zaman Harun Al-
rasyid maupun zaman sepeninggalannya. Berikut adalah ilmuwan-ilmuwan
muslim yang dihasilkan pada zaman Harun Al-rasyid dan zaman setelahnya.
46
Hitti,,h. 389. 47
Nakosteen, loc.cit. 48
Hitti, op.cit., h. 393.
24
1. Zakariya Ar-Raji
Nama lengkapnya Abu Bakar Bin Muhammad Zakariya Ar-Raji. Di barat
cukup dikenal dengan nama Razhes. Ar-razi di lahirkan di ray dekat theran iran
tanggal satu Sya‟ban 251 H atau 809 M.49
Di kota kelahirannya ia dikenal sebagai
dokter dan memimpin sebuah rumah sakit. Semasa hidupnya ia menulis tidak
kurang dari 200 buku ilmiyah, di antaranya adalah:
a. Al-Hawi (buku penyuluhan); buku ini di anggap sebagai buku induk dalam
bidang kedokteran
b. Ensiklopedia kedokteran yang terdiri dari 10 jilid, jilid ke 9 buku ini di tulis
bersama Al-Qanun Fi Al-Tibl karya Ibnu Sinna
c. Aljudari Wal Hasabah (cacar dan campak)
d. Al-Kymia merupakan buku acuan penting dalam ilmu kimia
e. Al-Asrar (rahasia-rahasia)
Karya-karya besar Ar-raji tersebut merupakan buku rujukan penting dalam
perkembangan dunia kedokteran saat itu dan untuk masa-masa berikutnya. Buku-
buku karya Ar-razi banyak dijumpai di musium-musium Eropa dan banyak di
gunakan sebagai buku rujukan untuk dunia kedokteran di barat. Selain itu banyak
sekali penemuan monumental Ar-razi yang sangat berarti bagi perlembangan
ilmu kedokteran diantaranya:
a. Small-fox (penyakit cacar). Penemuan ini melembungkan namanya dalam
dunia medis, sebab ia adalah sarjana pertama yang meneliti penyakit tesebut. Ia
49
Abdul Latif, Tokoh-tokoh Ilmuwan Islam, (http://al-anwarkadugedekuini.blogspot.co.id/,
diakses pada 20 Agusutus 2015), h. 1.
25
membedakan penyakit ini menjadi penyakit air (variola) dan cacar merah
(vougella).
b. Air raksa (HG) yaitu salah satu penemuan besar beliau dan banyak manfaatnya
di dunia kedokteran.
c. Diagonsa Hipertensi ar-razi adalah seorang dokter yang pertama kali
melakukan diagonsa terhadap hipertensi (darah tinggi). Ia melakukan
penelitian dan pengobatan kepala pening dengan pemanasan saraf. Ia pun
melakukan pengobatan mirip cara akupuntur yang sekarang telah amat populer.
2. Ibnu Massawayh (Dokter Spesialis Diet)
Nama lengkapnya Abu Zakariyya Yuhana Ibnu Masawayh. Populer dengan
nama Ibnu Masawayh adalah nama orang tuanya. Ia dokter termasyhur di
abad 3H/9M karirnya sebagai dokter ternama sejak jaman Harun Ar-Rasyid,
khalifah Abbasiyah kelima hingga Al-Mutawakkil khalifah kesepuluh50
. Ia pernah
bekerja sebagai dokter istana. Pasien-pasiennya pada umumnya menganggap ia
sebagai dokter spesialis diet karya-karya yang paling penting Ibnu Masawayh
adalah:
a. AN-Nawadir At-Tibbiya (sebuah kumpulan aporisme medis)
b. Kitab Al-Azmina (sebuah deskripsi tentang ragam musim sepanjang tahun)
50
Ibid, h. 2.
26
3. Al-Kindi
Ia bernama Yusuf Ya‟kub Bin Ishak Bin Sabah Al-Kindi.51
Di barat ia di
kenal dengan nama Al-Kindus dia lahir di kupah pada tahun 801 M (pada masa
pemerintahan Harun ar-Rasyid ) ia saeorang putra gubernur di kupah di masa Al-
Mahdi dan Harun Ar-Rasyid ia phidup pada masa pemerintahan Al-Amin Al-
makmud Al-mutashim Al-wastiq dan Al-mutawakkil. Al-Kindi memilih basrah
sebagai tempat ia menuntut ilmu disana ia menerima banyak ilmu pengetahuan
dalam sejarah hidupnya, di samping dikenal sebagai filsup juga amat masyhur
namanya sebagai ilmuan. Dalam karya filsapatnya, Al-Kindi dapat menjelaskan
pikiran-pikiran filsafat Aristoteles kepada bangsa Arab. Maka tidak heran jika ada
yang memberinya gelar sebagai penggerak filsapat arab. Kebanyakan karaya Al-
Kindi menyoroti masalah logika dan matematika. Diantara karya bidang
filsafatnya adalah ”Risalah Fi Madkhal Al-Mantiq Bil Istifa Al-Qaul Pih” sebuah
pengantar lengkap logika.
4. Al-Khawarizmi
Nama lengkapnya Abu Abdulloh Muhammad Bin Musa Al-Khoarizmi. Ia
Lahir di khoariz, uzbekistan pada tahu 194 H/780 M. Pada usia mudanya, selama
kepemimpinan kholifah Al-Makmun, ia bekerja di Baitul Hikam. Di sana ia
bekerja dalam sebuah observatorium tempat ia menekuni matematika dan
ekonomi.52
51
Ibid, h. 2.
52 Ibid., h. 2.
27
Muahammad ibnu Musa Al-khoarizmi adalah tokoh utama dalam kajian
matematika arab. Sebagai seorang pemikir islam terbesar, ia telah memengaruhi
pemikiran dalam bidang matematika hingga batas tertentu lebih besar dari pada
penulis abad pertengahan lainnya. Di samping menyusun tabel astronomi tertua,
Al-Khoarizmi di kenal dengan penemuannya yang monumental tentang Al-jabar.
Yaitu sistem hitungan nialai menurut tempatnya, puluhan, ratusan, ribuan, karya-
karya Al-jabarnya di sebut “ Al-Mukhtasar Fi Hisab Al-Jabr Wa Al-Muqobalah “.
5. Musa Ibrahim Al-Fazari
Musa Ibrahim Al-Fazari adalah astronom muslim yang ditugaskan oleh
kholifah Abu Ja‟far Al-Manshur (136-158 H/754 M) untuk menerjemahkan
berbagai risalah astronomi yang berasal dari India. Kumpulan risalah itu bernama
Brahmasputrasidanta, dan risalah yang pertama kali di terjemahkan Almagest.53
Terjemahan dari musa Al-Fajari tersebut disempurnakan oleh Al-Hajaj bin Mthar
pada tahun 221 H/827 M, lalu disempurnakan kembali oleh Hunain bin Ishak dan
Tsabit bin Qurrah setahun kemudian.
Para astronom dan astrolog itu diangkat sebagai pegawai yang mendapat
gaji cukup besar dari khalifah. Merekapun dapat berkonsentrasi melakukan
penelitian dan pengkajian tentang astronomi dan astrologi sehingga melahirkan
karya-karya gemilang. Pada tahun 215 H/830 M para astronom muslim telah
mampu membuat teropong bintang dengan peralatan yang lengkap di kota
Yundhisyapur Iran, sebagai perlengkapan sarana rumah sakit dan sekolah tinggi
ilmu pengetahuan di sana.
53
Ibid., h. 4
28
6. Al-Farghani
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Abbas bin Muhammad bin Khatir Al-
Farghani. Orang barat menyebunya Al-Fargahanus.54
Ia adalah seorang astronom
yang hidup pada jaman khalifah Al-Makmun (813-833 M) sampai masa khalifah
Al-Mutawakkil (847-881 M).
Al-Fargani salah satu dari ilmuan yang memperindah Baitul Hikmah dengan
prestsi-prestasinya, dan turut ambil bagian dalam pengukuran drajad garis lintang
bumi. Ia mulai melakuakan observasi astronominya pada observatorium
astronomi yang dibangun oleh Khalifah Al-Makmun tahun 829 M. Pada jaman
Khalifah Al-Mutawakkil ia diberi tugas untuk mengawasi pembangunan
Nilometer di Pusat Mesir.
Karya-karya besar Al-farghani di antaranya adalah:
a. Harakat As-Samawiyah An-Nujum ( asas-asas ilmu bintang )
b. Usul Ilmu An-Nujum ( pengantar ilmu perbintangan )
7. Al-Battani
Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Jabir Ibn Sinan Al-
Battani, lahir Pada tahun 858 M, di Battan harram. Ia merupakan astronom arab
terbesar yang lahir sekitar tahun 317 H/929 M.55
Ia merupakan penerus Al-
Farghani dalam observasi-observasi astronom pada observatorium asrtonomi yang
54
Ibid., h. 4.
55 Ibid., h. 4.
29
di bangun oleh Khalifah Al-Makmun. Di antara karya-karya Al-Battani antara
lain:
a. Kitab Ma‟rifat Matali Al-Buruj fi Bayina Arba‟ Al-Falak, sebuah buku ilmu
pengetahuan tentang kenaikan tanda-tanda zodiak dalam suatu ruang diantara
kuadran-kuadran sfera langit, bukan pada salah satu diantara empat „ awtad „
atau poros.
b. Risalah fi Tahkik Al-Ittisalat, yaitu kenaikan-kenaikan titik dari penerapan-
pnerapan astrologis.
c. Az-Zij (Astronomical Treatese and Tables), berisi uraian astronomi dan
dilengkapi dengan tabel-tabel. Ini adalah karya utamanya yang sampai
sekarang masih digunakan.
Sumbangan lain Al-Battani terdapat perkembangan ilmu pengetahuan
adalah pada keberhasilanya menemukan secara amat teliti garis lengkung dan
kemiringan ekliptik (orbit dimana matahari kelihatannya bergerak), panjangnya
tahun tropis, lamanya satu musim, dan tepatnya orbit matahari serta orbit utama
planet itu.
8. Imam Sibawayh
Sibawayh adalah seorang ahli gramatika yang paling terkenal dalam
perkembangan bahasa dan sastra arab. Meskipun sebenarnya ia berasal dari persia
dan tidak pandai dalam bercakap bahasa arab. Khalifah Harun Ar-Rasyid pernah
menampakan kekagumanya pada Sibawayh dan memberikan hadiah berharga
kepadanya.56
56
Ibid., h. 5.
30
Ia bernama Amru bin Utsman Al-Haris Abu Bashar. Ia dikenal sebagai
imam ahli nahwu yang sangat teliti dan konsisten menjaga dan memelihara kaidah
bahasa arab yang fasih. Dalam kitab nahwu karya sibawayh tidak ada sedikitpun
dasar dan kaidah yang diubah oleh generasi setelahnya. Hal ini menunjukan
betapa ia telah meletakan dasar yang kuat dan pantas untuk perkembangan bahasa
arab selanjutnya, kitab besar karya sibawayh adalah “Kitab Al-Sibawayh” yaitu
karya tentang ilmu bahasa yang terdiri dari 2 jilid, tebalnya 1000 halaman, dan
dinilai sangat memuaskan bagi generasi-generasi yang datang selanjutnya.
9. Abu Nuwas
Nama lengkapnya ialah Abu Nuwas Al-Hasan Bin Hani Al-Hakami. Sering
di sebut Abu Nuwas karena Lahir di Ahwaz, Iran sekitar tahun 145 H/761 M dan
meninggal di baghdad tahu 198 H/813 M ia penyair arab termashur jaman
khalifah Harun Ar-Rasyid.57
Pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid, ia menjadi penyair di istana
khalifah, puisi-puisi gubahan Abu Nuwas terdiri atas beberapa tema: pujian
(madh), satire (hija‟), kehidupan zuhud (zuhdiyat), perburuan binatang liar
(tardiyat), penggambaran khamar (khumriyat), dan lelucon sanda gurau
(munjiyat). Syair-sayair Abu Nuwas dihimpun dalam Diwan Abu Nuwas. Di
terbitkan di Wina Austria tahun 1885 M dan di kairo 1898 M dan 1932 M.
57
Ibid., h. 5.
31
10. Imam Malik
Imam Malik lahir di Madinah pada tahun 716 M dan meninggal di kota
yang sama pada tahun 795 M.58
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik
Bin Annas Bin Malik Bin Abi Amir Bin Amr Bin Harist Bin Gaiman Bin Kutail
Bin Amr Bin Harist Bin Asbahi. ia tidak parnah meninggalkan Madinah
sepanjang hidupnya, kecuali untuk beribadah haji.
Dasar-dasar hukum yang digunakan Imam Malik dalam memutuskan adalah
Al- Qur‟an, sunah rasul, sunah sahabat, tradisi masyarakat Madinah (Amal ahli
madinah), kias, dan Al-Maslahah Al-Mursalah. Dasar-dasar ini juga menjadi
pegangan dari mazhab Maliki yang berkembang di wilayah seperti maroko,
tunisia, sudan, dan andalusia.
Kitab termashur yang di tulis oleh imam malik adalah Al-Muatta‟. Kitab itu
ditulis atas permintaan khalifah Al-Mansur dan selesi penulisannya pada masa
khalifah Al-Mahdi. Kitab itu merupakan kitab hadits sekaligus buku fiqih karena
berisi hadits-hadits yang berkaitan dengan bidang-bidanng fiqih
11. Imam Syafi’i
Imam syafi‟i lahir di Gaza Palestina pada tahun 767 M dan meninggal di
Pustat Kairo Pada tahun 820 M. Ia hidup pada masa pemerintahan kahalifah
Harun Ar-Rasyid Al-Amin dan Al-Ma‟mun. Nama lengkapnya adalah Abu
Abdullah Muhammad Bin Idris Asyi-Syafi‟i. 59
Mazhab fiqihnya terkenal dengan
58
Ibid., h. 7.
59 Ibid., h. 7.
32
nama mazhab Syafi‟i. Pada usia sembilan tahun imam Syafi‟i sudah mampu
manghapal Al-Qur‟an. Kemudian, ia mendalami bahasa dan sastra arab di desa
Badui, yaitu Bani Huzail. Setelah itu, ia belajar fiqih pada Imam Muslim Bin
Khalid Az-Zanni dan dalam ilmu hadits, ia berguru kepada Imam Supyan Bin
Uyainah sedangkan dalam ilmu Al-Qur‟an ia berguru kepada Imam Ismail Bin
Qastantin. Ia juga mempelajari kitab Al-Muatta dan berguru kepada Imam Malik.
Dalm menetapkan hukum, Imam Syafi‟i menggunakan lima dasar, yaitu
Al-Qur‟an, Sunnah, Ijmak, Kias, Istidal (penalaran). Kelima dasar ini kemudian di
kenal sebagai dasar-dasar mazhab Syafi‟i. Adapun beberapa karya tulisnya adalah
Ar-Risalah (membahas tentang usul fiqih), Al-Umm (membahas kitab fiqih yang
menyeluruh), Al-Musnad (hadits-hadits nabi) dan Ikhtilaf Al-Hadits (kitab
mengenai perbedaan-perbedaan dalam hadits).
12. Imam Bukhori
Imam Bukhari lahir di Bukhara tahun 810 M dan meninggal di Khartanah
tahu 870 M. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail Bin
Ibrahim Bin Al-Mugirah Bin Bardizbah Al-Bukhari. Sejak kecil, Imam Al-
Bukhari mempunyai ingatan yang tajam melebihi orang lain.60
Ketika berusia 10
tahun, ia belajar ilmu hadits kepada ad-Dakhili, seorang ulama masyhur pada saat
itu. Setahun kemudian, ia mulai berani mengoreksi kesalahan gurunya yang keliru
menyebutkan periwayatan hadits. Dalam usia 16 tahun, ia telah menghapal hadits-
hadits yang terdapat dalam karangan Ibnu Mubarak dan wakil al-Jarah.
60
Ibid., h. 8.
33
Imam Bukhari berguru kepada lebih dari 1.000 orang. Menurut riwayat,
Kitab al-Jami as-Sahih yang terkenal dengan sebutan Sahih al-Bukhari, disusun
dengan menemui lebih dari 1.080 orang guru di bidang ilmu hadits. Guru-guru
tersebut mulai dari para ulama tabi‟in hingga siswa-siswa yang belajar bersama
dengan Imam Al-Bukhari. Kitab Sahih Al-Bukhari memuat 7.275 Hadits-hadits
dan sekitar 100.000 hadits yang diakuinya shahih. Hadits yang benar-benar shahih
. hal itu menunjukan ketelitian yang sangat tinggi.
Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap tentang suatu hadits dan
orang yang meriwayatkannya, Imam al-Bukhari melewat ke daerah Syam
(Suriah), Mesir, Aljazair, Basrah, Kufah, dan Bagdad. Ia juga menetap di Mekah
dan Madinah selama enam tahun. Dari usaha tersebut, Imam al-Bukhari berhasil
mengumpulkan kurang lebih 600.000 hadits dan 300.000 hadits yang di antaranya
berhasil dia hafal. Hadits-hadits yang di hafal terdiri dari 200.000 hadits tidak
sahih dan 100.000 hadits sahih
Selain sahih al-Bukhari juga menulis beberapa karya lain, di antaranya
adalah at-Tarikh as-Sagir, at-Tarikh al-Ausat, Tafsir al-Musnad al-kabir, Kitab al-
Illah, Kitab ad-Du‟afa, Asami as-Sahab, dan Kitab Al-Kuna.
Kitab Sahih Al-Bukhari telah diberi Syarah (komentar) oleh beberapa
ulama hadits, misalnya Kitab Fath Al-Bari yang ditulis oleh ibnu Hajar Al-
Asqalani.
13. Imam Muslim
Imam Muslim lahir di Nisabur pada tahun 817 M dan meninggal tahun
857M di kota yang sama. Nama lengkapnya adalah Abu Al-Husain Muslim Bin
34
Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Nisaburi. Dalam rawi hadits, Bukhari dan Muslim
sering disebut Syaikhani (dua Syekh). 61
Sejak usia 14 tahun, ia mendengarkan
hadits-hadits dari syekh-syekh di negerinya. Setelah itu ia pergi ke Hijaz, Irak,
Suriah, Mesir dan negeri-negeri lain untuk memperdalam ilmunya. Secara umum,
guru-guru Imam Muslim sama dengan guru-guru Imam Al-bukhari. Akan tetapi,
Imam Muslim pernah berguru kepada Imam Al-Bukhari ketika ia datang ke
Nisabur.
Karyanya yang besar adalah al-Jami‟as-sahih Muslim yang lebih di kenal
dengan sebutan Sahih Muslim. Hadits-hadits yang di muat dalam sahih Muslim
adalah hdits yang telah di sepkati dan di saring dari 300.000 hadits yang di
ketahuinya. Untuk memilih hadits itu, Imam Muslim menghabiskan waktu 15
tahun. Para ulama menetapkan kitab sahih Muslim kedua sesudah sahih Bukhari.
14. Imam Abu Daud
Abu Daud lahir di Bagdad pada tahun 817 M dan wafat di Basra pada tahun
888 M. 62
Nama lengkapnya adalah Abu Daud Sulaiman Bin Al-Asy‟as Bin Ishaq
Bin Basyir Bin Syidad Bin Amr Bin Amran Al-Azdi As-Sijistani. Sampai umur
21 tahun ia menetap di bagdad. Setelah itu, ia melakukan perjalanan panjang
untuk mempelajari hadits di berbagai tempat, seperti Hijaz, Suriah, Mesir,
Khurasan, Ray (Terehan), Harat, Kufa, Tarsus, dan Basra. Dalam perjalan itu, ia
berguru kepada pakar-pakar ilmu hadits, seperti Ibnu Amr ad-Dasir, Abdul
Wahid at-tayalisi, Abu Bakar bin Abi Syaibah, dan Imam Hambali.
61
Ibid., h. 9.
62 Ibid., h. 9.
35
Sekembalinya dari pengembaraan tersebut, Abu Dawud menulis sebuah
kitab hadis, yaitu Sunan Abi Dawud. Para ulama memasukkan kitab tersebut ke
dalam Kutubus–sittah atau enam hadis utama. Kitab hadis itu memuat 4.000 hadis
dari sekitar 5000.000 hadis yang dikumpulkannya. Kitab Sunan Abi Dawud
merupakan yang paling popurel di antara karangan–karangan Abu Dawud yang
berjumlah 20 judul. Tidak kurang dari 13 judul kitab telah ditulis untuk mengulas
karya tersebut dalam bentuk Syarah (komentar), Mukthasar (ringkasan), dan
Tahzid (revisi).
15. An-Nasa’i
An-Nasa‟i lahir di Nasa, Khurasan pada tahun 830 M dan meninggal di
Damaskus pada tahun 915 M.63
Nama lengkapnya adalah Ahmad Bin Syu‟aib Bin
Ali Bin Bahr Bin Sinan. Sejak kecil, ia belajar menghapal Al-Qur‟an dan
mendalami dasar-dasar ilmu agama. Pada usia 15 tahun, ia mengembara ke Hijaz,
Irak, Mesir, Suriah, dan Aljazair untuk berguru ilmu hadits kepada para ulama.
Beberapa gurunya adalah Qutaibah ibn Said, Ishaq bin Ibrahim, dan Muhammad
bin Mansur. Setelah menjadi ulama hadits, ia bermukim di Mesir hingga tahun
914 M, kemudian pindah ke Damaskus hingga meninggal. Beberapa muridnya
adalah Abu Qasim ay-Tabrani, Abu Ali al-Husain bin Ali Niayamuzi At-Tabrani,
Ahmad bin Umair bin Jusa, dan Abu Ja‟far At-Tahawi. Selain ahli hadits An-
Nasa‟i juga seorang ahli fiqih dan mazhab Syafi‟i. Ia taat menjalankan ibadah
pada siang hari dan malam hari, kukuh membela sunnah nabi, dan teguh dalam
pendirian. Ia mengamalkan puasa nabi Daud.
63
Ibid., h. 10.
36
Ketika menetap di Mesir, ia pernah terjun ke medan perang bersama
gubernur mesir menghadapi musuh negara. Dalam suasana peperangan ia
menyemptkan diri untuk mengajarkan hadits nabi kepada gubernur dan para
prajuritnya.
An-Nasa‟i menulis beberapa kitab, yaitu As-Sunan Al-Kubra (sunah-sunah
yang agung), As-Sunan Al-Mujtaba (sunah-sunah pilihan), Kitab At-Tamyiz
(kitab pembeda), Kitab Ad-Du‟afa (kitab tentang orang-orang yang kecil),
Khasa‟is Amirul Mu‟minin Ali bin Abi Thalib (keistimewaan amirul mu‟minin
Ali bin Abi Thalib), Musnad‟Ali (kitab dari Ali), dan Musnad Malik (kitab hadits
dari Malik), dan tafsir.
Kitab As-Sunnah Al-Mujtaba merupakan kitab yang terkenal selain Sunan
An-Nasa‟i saat ini. Kitab ini memuat 5.761 hadits yang termasuk dalam Kutubus-
Sittah.
16. Ibnu Majah
Ibnu majah lahir di Qazwin tahun 824 M dan meninggal pada tahun 887 M.
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Bin Yazid Ar-Rabi‟i Al-Qazwini. Majah
adalah nama gelar bagi yazid. 64
Ibnu majah belajar hadits sejak masa mudanya. Pada usia 15 tahun, ia
belajar pada seorang ulama masyhur yang bernama Ali bin Muhammad At-
Tanafasi. Pada usia 21 tahun, ia mengadakan perjalanan untuk mencari ilmu ke
Ray, Basra, Kufah, Bagdad, Khurasana, Suriah, dan Mesir. Guru-gurunya adalah
Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numaya, Basyar bin
64
Ibid., h. 11.
37
Adam, serta para pengikut Imam malik dan Al-Lays. Di samping itu, banyak pula
diantara ulama yang meriwayatkan hadits dari Ibnu Majah, di antara Ibnu
Sibawaih, Muhammad bin Isa As-Saffar, Ishaq bin Muhammad, Ali bin Ibrahim
bin Salamah Al-Qattan, dan Ibrahim bin Dinar Al-Jarasyi Al-Hamdani.
Ibnu Majah telah menyusun kitab dalam berbagai cabang ilmu. Dalam
bidang tafsir, ia menulis tafsir Al-Qur‟an Al-Karim. Ia juga menulis At-Tarikh,
sebuah kitab yang berisi periwayat hadita dari masa awal ke masanya. Karyanya
dalam bidang hadits adalah Sunan Ibnu Majah, kitab ini menunjukan kegigihan
kerjanya, kedalam dan keluasan ilmunya, serta panutannya terhadap sunnah nabi,
baik dalam masalah akidah maupun hukum. Kitab ini memuat 32 bab, 150 pasal,
serta 4.000 hadits yang berkualitas baik, kecuali sebagian kecil saja.
38
BAB IV
KEMAJUAN HARUN AL-RASYID TERHADAP DINASTI
ABBASIYAH
A. Kemajuan Dalam Bidang Kebudayaan atau Peradaban
Zaman Dinasti Abbasiyah yang pertama merupakan dari puncak sejarah
kebudayaan Islam. pada masa Dinasti Abbasiyah, kaum Muslimin mulai
berhubungan dengan kebudayaan-kebudayaan asing. Pada masa itu pula telah
menerjemahkan karya-karya penyelidikan yang terpenting ke dalam bahasa Arab.
Pada dasarnya, banyak sumber-sumber asli yang diterjemahkan sudah hilang,
yang ada saat ini hanya terjemahan-terjemahan dalam bahasa Arab saja. Akan
tetapi, terus terpelihara sebagai kebudayaan-kebudayaan yang amat tinggi
nilainya.
Kebangkitan atas perkembangan menerjemahkan ilmu pengetahuan pada
masa Dinasti Abbasiyah sebagian besar disebabkan oleh masuknya berbagai
pengaruh asing, sebagian Indo-Persia dan Suriah, dan yang paling penting yaitu
pengaruh Yunani.65
Selain Yunani, peradaban lainnya yang berpengaruh pada
pembentukan budaya universal Islam Persia adalah budaya India dalam bidang
mistisisme dan matematika.66
Setelah kebudayaan India, kebudayaan lain adalah
kebudayaan Persia.67
Kemajuan peradaban Islam pada Dinasti Abbasiyah adalah menjadi
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, hal tersebut ditunjukkan dengan
65
Hitti, History., h. 381. 66
Ibid., h. 382. 67
Ibid., 383.
39
dukungan penuh para khalifah terutama khalifah Harun Al-rasyid dan al-Ma‟mun
terhadap ilmu pengetahuan. Kemajuan kebudayaan atau peradaban lainnya yaitu
adanya pertukaran budaya yang terus berlangsung pada masa itu, antara Barat dan
Timur dalam bidang perdagangan, kesenian, dan arsitektur.
B. Kemajuan Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
Salah satu kemajuan Dinasti Abbasiyah adalah berkembangnya peradaban
Islam yang menjadikan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat, dan
ilmu-ilmu lainnya. Kemajuan yang begitu pesat di bidang ilmu pengetahuan
sekurang-kurangnya dapat disebabkan oleh tujuh faktor.68
Pertama, kontak antara Islam dan Persia menjadi jembatan berkembangnya
sains dan filsafat karena secara kultural Persia banyak berperan dalam
pengembangan tradisi keilmuan Yunani. Salah satu lembaga yang berperan dalam
penyebaran tradisi helenistik di Persia adalah Akademi Jundishapur warisan
kekaisaran Sassaniah. Selain Jundishapur, terdapat pusat-pusat ilmiah Persia
lainnya yaitu Salonika, Ctesiphon, dan Nishapur.
Kedua, etos keilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol terutama
pada dua khalifah terkemuka yaitu Harun Al-rasyid dan al-Ma‟mun69
yang begitu
mencintai ilmu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peradaban Islam
diprakarsai oleh penguasa dan memperoleh patronase penguasa yang dalam hal ini
diawali pada masa pemerintahan Harun Al-rasyid dan al-Ma‟mun.
68
Saefuddin, Zaman, h. 147. 69
Dua khalifah yaitu Harun Al-rasyid dan al-Ma‟mun adalah khalifah yang paling
menonjol dan disebut khalifah yang paling besar. Banyak buku yang secara khusus mengenai
khalifah tersebut, seperti buku Andre Clot, Harun ar-Rasyid and The World of The Thousand and
One Nights, (London: Saqi Books, 1989).
40
Ketiga, peranan keluarga Barmak yang sengaja dipanggil oleh khalifah
untuk mendidik keluarga istana dalam hal pengembangan keilmuan. Keluarga
Barmak adalah keluarga yang mempunyai kecerdasan dan berbudi luhur, secara
turun-temurun keluarga ini banyak mencurahkan waktunya untuk mendidik atau
membantu mengembangkan intelektual keluarga istana Bani Abbas.
Keempat, aktifitas penerjemahan literatur-literatur Yunani ke dalam bahasa
Arab demikian besar dan ini didukung oleh khalifah yang memberi imbalan yang
besar terhadap para penerjemah. Imbalan yang diberikan kepada penerjemah
adalah berupa emas seberat buku yang diterjemahkan dan para penerjemah
didatangkan dari kaum Muslim dan non-Muslim.
Kelima, relatif tidak adanya pembukaan daerah kekuasaan Islam dan
pemberontakan-pemberontakan menyebabkan stabilitas negara terjamin sehingga
konsentrasi pemerintah untuk memajukan aspek sosial dan intelektual
menemukan peluangnya.
Keenam, adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad
menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain.
Ketujuh, situasi sosial Baghdad yang kosmopolit di mana berbagai macam suku,
ras, dan etnis serta masing-masing kulturnya yang berinteraksi satu sama lain,
mendorong adanya pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.
Menurut Philip K. Hitti bahwa pada periode Abbasiyah, yang disebut
sebagai sekolah dasar (kuttab) biasanya merupakan bagian yang terpadu dengan
masjid, atau bahkan memfungsikan masjid sebagai sekolah. Kurikulum utamanya
dipusatkan pada Alquran sebagai bacaan utama para siswa dan para siswa diajari
pula keterampilan baca-tulis. Hampir dalam seluruh kurikulum yang diajarkan,
41
metode menghafal sangat dipentingkan.70
Anak-anak perempuan mendapat
kesempatan yang sama dengan anak laki-laki untuk mengetahui ajaran-ajaran
agama pada tingkatan yang lebih rendah sesuai dengan kemampuan pikiran
mereka untuk menerimanya.71
Selain diajari keterampilan baca-tulis dan menghafal Alquran, Ilmu
pengetahuan yang lainnya pun berkembang pesat. Ilmu pengetahuan umum yang
berkembang di masa Dinasti Abbasiyah pada saat itu yaitu ilmu astronomi,
filsafat, kedokteran, matematika, geografi, fisika, kimia, sastra, sejarah, sosiologi
dan ilmu politik, arsitektur dan seni rupa, dan musik.
Adapun pengembangan ilmu pengetahuan umum secara terperinci adalah
sebagai berikut:
1. Astronomi dan Matematika
Pengembangan ilmu astronomi dikembangkan oleh orang-orang muslim
bertujuan menyempurnakan ibadat, seperti mengetahui arah kiblat, menentukan
waktu shalat, menentukan kalender, dan pengamatan gerak benda langit.
Astronom Islam yang terkenal adalah al-Fazzari yang hidup pada masa al-
Manshur. Al-Fazzari adalah orang Islam pertama yang menyusun astrolabe (alat
yang dahulu dipakai sebagai pengukur tinggi bintang). Astronom Islam lainnya
adalah Ya‟qub bin Thariq (180 H), Muhammad bin Umar al-Balkhi dengan al-
Madhal al-Kabir, al-Bantani (319 H) dengan az-Zaij as-Shabi, Abu Hasan Ali
70
Hitti, History, h. 512. 71
Ibid., h. 513.
42
(227-352 H) dengan an-Nur wa Zu al-Mahrajan, di samping al-Khwarizmi (226
H) dan Abu Raihan al-Biruni (440 H).72
Ilmu astronomi ternyata bukan hanya dipelajari oleh para ilmuwan,
melainkan juga menarik minat para sultan, khifah maupun alkhan yang menjadi
raja dalam masyarakat muslim. Khalifah al-Mansyur, misalnya, yang menjadi
khalifah kedua dari Bani Abbasiyah adalah termasuk salah seorang ahli astronomi
dari mazhab Baghdad. Disamping itu, dibawah khalifah-khalifah Harun Al-rasyid
dan al-Ma‟mun, mazhab Baghdad banyak menghasilkan karya astronomi
penting.73
Baik ilmu astronomi, ilmu matematika banyak digemari oleh orang Arab.
Ilmu matematika pada masa itu angka-angka yang dipakai oleh orang-orang Arab
yaitu angka Arab yang diperkenalkan oleh seorang bernama Sidharta dari India
yang bekerja di Majlis al-Mansur sebagai seorang ahli astronomi.
Sidharta memperkenalkan angka dari India yang disebut raqam al-Hindi,
yang terdiri dari angka 1,2,3,4,5. Kemudian al-Khawarizmi diciptakan angka
6,7,8,9 yang selanjutnya diciptakan angka 0 (nol) yang dinamakan sifr atau
kosong. Sejarah menceritakan bahwa angka nol merupakan tanda yang
ditunjukkan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya. Apabila angka nol
ini tidak termasuk daftar dalam angka-angka tersebut yang dikhawatirkan yaitu
tertukarnya angka yang satu dengan yang lain.
Seorang ahli matematika muslim yang terkenal adalah Muhamad bin Musa
bin Khawarizmi (863 M / 249 H) yang hidup di masa khalifah al-Ma‟mun, beliau
menulis buku aljabar yang berjudul Al-Jabr Wa’l-Maakalala (Perhitungan dan
72
Fa‟al,, h. 77. 73
Abu Su‟ud, Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban Umat
Manusia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 201.
43
Simbol). Kata aljabar berarti perhitungan dan istilah logaritma berasal dari bahasa
Latin yang diambil dari nama penulis yaitu al-Khawarizmi.74
Karya al-Khawarizmi di bidang matematika mempunyai pengaruh yang
sangat hebat dan lebih besar dari karya-karya ahli matematika mana pun. Melalui
karya aritmatikanya, Barat mengenal bilangan yang dinamakan bilangan Arab.
Pengaruhnya dibuktikan oleh fakta bahwa Algorisme, untuk masa yang lama
berarti aritmatika dalam sebagian besar bahasa Eropa, dan digunakan sekarang
untuk metode perhitungan berulang yang telah menjadi satu aturan yang tetap.75
2. Filsafat dan Kedokteran
Pada mulanya cendekiawan Islam tidak tertarik pada pemikiran filsafat,
karena pemikiran tersebut kemungkinan besar bertentangan dengan akidah Islam.
Dan para cendekiawan beranggapan banyak pemikiran filsafat yang bertentangan
dengan doktrin Islam. Ilmu filsafat baru muncul pada awal perkembangan Islam
dan berkisar di sekitar pembahasan tentang ketuhanan, sifat wujud Allah, keesaan-
Nya, kekuasaan-Nya, keadilan-Nya, ampunan-Nya, dan sifat-sifat ketuhanan yang
lainnya.
Abu Yusuf Ya‟qub Ibn Ishaq al-Kindi adalah filsufsaintis Muslim pertama.
Beliau lahir tahun 801 M/185 H dan wafat pada tahun 873 M/ 260 H. Beliau
adalah pendiri aliran filsafat peripatetik Islam dan sangat dihormati di Barat pada
abad pertengahan dan di masa Renaisans sehingga beliau dipandang sebagai tokoh
astrologi.76
Abu Nasr al-Farabi adalah filsuf besar peripatetik kedua setelah al-Kindi.
Beliau lahir tahun 870 M/258 H dan wafat pada tahun 950 M/339 H, lahir di
74
Ibid., h. 203. 75
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 185. 76
Ibid., h. 187.
44
daerah Farab, daerah Transoxania. Filsafat al-Farabi yang terkenal adalah
emanasi, yaitu bagaimana yang banyak bisa timbul dari yang satu. Tuhan sebagai
akal berpikir tentang dirinya dan pemikiran ini timbul maujud lain.77
Pada karangan al-Farabi banyak karangannya yang tidak dikenal. Hal ini
kemungkinan karangan al-Farabi hanya berupa risalah (karangan pendek),
kebanyakan karangannya telah hilang dan yang masih ada kurang lebih 30 buah
yang ditulis dalam bahasa Arab.
Filsuf yang juga menonjol adalah Ibn Sina, beliau selain seorang dokter
terkemuka beliau juga menyempurnakan teori emanasi al-Farabi, memperdalam
dan menambahkan detail-detail pada teori-teori spekulatif al-Farabi dalam logika,
epistemologi, dan metafisika sehingga rumusannya menjadi lebih jelas dan
sistematis.78
Menurut Philip K. Hitti, pada masa dinasti Abbasiyah, seorang dokter
pertama dari kalangan non-Muslim yaitu Jibril Ibn Bakhtisyu. Ia adalah seorang
dokter pribadi khalifah Harun Al-rasyid, al-Ma‟mun, juga keluarga Barmak dan
diriwayatkan telah mengumpulkan kekayaan sebanyak 88.800.000 dirham.79
Minat orang Arab terhadap ilmu kedokteran diilhami oleh hadits Nabi yang
membagi pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu kedokteran dan teologi.80
Disamping itu, ilmu ini pun mengundang perhatian ketika khalifah al-Mansur
menderita sakit pada tahun 765 M, ilmu kedokteran pada masa ini masih bagian
dari ilmu filsafat.
77
Ibid., h. 188. 78
Ibid., h. 189. 79
Hitti, op.cit., h. 455. 80
Ibid.
45
Salah seorang ahli bedah dari dokter Muslim adalah Abul Kasim Khalaf bin
Abas (Abulcassis) dari Cordova, yang meninggal tahun 1107 M.81
Adapun para
ahli kedokteran lainnya yang terkenal pada masa Dinasti Abbasiyah yaitu Ibnu
Maimun, Abu al-Qasim, Hunain bin Ishaq, Tsabit bin Qurrah, Qistha bin Luqba,
Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, Muhammad at-Tamimi, dan lain-lain. Akan tetapi, ahli
kedokteran yang paling terkemuka yang dilahirkan dunia Muslim adalah
Muhammad Ibn Zakariya al-Razi dan Abu Ali al-Husain Ibn Sina.
Al-Razi (865-925 M) yang terkenal di dunia Barat dengan sebutan Rozes.
Al-Razi adalah murid Hunain bin Ishaq. Kitab-kitab karangan tidak kurang dari
200 jilid yang kebanyakan berisi ilmu kedokteran. Salah satu karangannya yang
termasyhur adalah “Campak dan Cacar”. Buku ini disalin ke dalam bahasa Inggris
sudah 40 kali cetak, dan sebuah bukunya yang termasyhur ialah “al-Hawi”.82
Ibn Sina lahir di Afsyana, suatu tempat yang terletak di dekat Bukhara di
tahun 980 M. Orang tuanya berkedudukan pegawai tinggi pada pemerintahan
Dinasti Samani. Ibn Sina mulai menulis ensiklopedianya tentang ilmu kedokteran
yang kemudian terkenal dengan nama al-Qanun fi al-Thib, dan banyak penulis
Barat yang menjuluki sebagai “Bapak Dokter”.83
Adapun karangan Ibn Sina yang terkenal adalah Asy-Syifa yang terdiri dari
empat bagian yaitu logika, fisika, matematika, dan metafisika (ketuhanan), An-
Najat adalah ringkasan buku As-Syifa, Al-Isyarat wa Tanbihat, Al-Hikmat al-
Masyriqiyyah, dan al-Qanun.
81
Su‟ud, h. 206. 82
Sunanto, h. 84. 83
Ibid., h. 85.
46
3. Geografi dan Sejarah
Faktor yang menyebabkan ilmu geografi ditekuni oleh orang-orang Arab
yaitu adanya kegemaran dari orang-orang Arab yang mengarungi lautan, seperti
melaksanakan perdagangan antar pulau maupun benua. Disamping itu, banyak
dari kalangan orang-orang Arab yang melaksanakan ibadah haji melaalui jalur
laut.
Philip K. Hitti menyebutkan bahwa perkembangan ilmu geografi sehingga
menjadi salah satu ilmu yang ditekuni atau digemari oleh orang-orang Arab yang
dipengaruhi oleh khazanah Yunani dalam bidang ini. Buku Geography karya
Ptolemius, yang menyebutkan berbagai tempat berikut garis bujur dan lintang
bumi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab langsung dari bahasa aslinya,
atau dari terjemahannya dalam bahasa Suriah, terutama oleh Tsabit ibn Qurrah
(901).84
Pada ilmu geografi pertama yaitu berbentuk petunjuk jalan, yang terutama
menunjukkan tempat-tempat penting. Karena untuk memudahkan perjalanan dan
membuka jalan-jalan baru, agar para penjelajah tempat tidak tersesat.
Hassan Ali al-Masudi pada pertengahan abad X telah menjelajah semua
kawasan kekhalifahan Islam dan bahkan mengunjungi Sri Langka, Madagaskar,
dan Zanzibar. Dalam bukunya yang dalam bahasa Inggris berjudul Golden
Pastures, yang berisi pemaparan gambaran lengkap tentang setiap negeri yang
pernah dikunjungi, tentang gunung-gunungnya, lautan, kerajaan, dinasti, serta
keyakinan hidup maupun adat istiadat penduduknya.85
84
Hitti, h. 481. 85
Su‟ud, h. 212.
47
Para ilmuwan lainnya yang terkenal adalah Ibnu Khardazabah dengan
karyanya al-Masalik wa al-Mamalik, Ibnu Fadhlan al-Muqaddasy dengan
karyanya Ahsan at-Taqasin fi Ma’rifat al-Aqalim, Ibnu al-Haik dengan karyanya
al-Ikli.
Orang-orang dari bangsa Arab selain menemukan ilmu geografi, bangsa
Arab juga menemukan berbagai penemuan dan metode baru di bidang sejarah.
Ketika masa itu, ilmu tersebut hanya sebatas pada mereka saja, kecuali yang
keluar memalui jalan Spanyol dan Cordove. Dan orang Arab juga telah
mengetahui cara-cara dan jalan-jalan sejarah.
Abu Jafar Mohamad Ibn Jarir At-Tabari (839-922 M), dikenal sebagai
sejarawan, ahli hukum, dan sekaligus ahli teologi.86
Karya pertama yang
didasarkan atas tradisi keagamaan adalah Sirah Rasul Allah, sebuah biografi Nabi
karya Muhammad ibn Ishaq dari Madinah, yang kakeknya, Yasar, termasuk salah
satu dari anak-anak Kristen yang ditawan oleh Khalid ibn Walid di „Ayn al-Tamr,
di Irak pada 633 M.87
4. Fisika dan Kimia
Abu Ali al-Hasan Ibn al-Haitsam lahir di Basrah pada tahun 965 M / 354 H
dan wafat tahun 1039 M / 430 H. Al-Haitsam, atau di Barat dikenal dengan
Alhazen merupakan ahli fisika terbesar di abad pertengahan. Al-Haitsam juga ahli
astronomi, matematika, optika, dan filsafat, dan diketahui menulis hampir dua
ratus karya tentang matematika, fisika, astronomi, dan ilmu medis.88
Bukunya
86
Ibid., h. 213. 87
Hitti, h. 486. Yang dikutip dari Ibn Khallikan, Biographical Dictionary, (Paris, 1843),
Jilid II, h. 282. 88
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 185.
48
“Kitab al-Manazir” mengenai ilmu cahaya diterjemahkan ke bahasa Latin di masa
Gerard of Cremona dan disiarkan pada tahun 1572.89
Alhazen dalam teorinya menemukan sebuah cekung bulat atau sebuah
cembung bundar dan sebuah kaca yang berbentuk silinder atau sebuah cermin
tirus dapat dipergunakan untuk mencari di mana letak suatu benda. Dan Alhazen
melalui percobaannya menemukan lensa pembesar, dan penemuannya itu timbul
dari teorinya tentang cahaya dan sinar. Selain itu, Alhazen menemukan kaca
teleskop dan kaca mikroskop.90
Adapun karangan-karangan Alhazen, sejarah mengatakan bahwa karangan-
karangan Alhazen telah hancur, sehingga yang tersisa adalah judul-judul tulisan
itu saja.
Sedangkan, ilmu kimia sudah ada sebelum bangsa Arab menemukannya,
akan tetapi ilmu kimia belum dikenal oleh kalangan orang banyak. Meskipun
bangsa Yunani sudah mengenal zat-zat kimia namun bangsa Yunani belum
mengetahui subtansi unsur-unsur zat kimia, seperti alkohol, asam sulfur, acqua
regia, dan asam nitrat. Dari unsur-unsur tersebut, bangsa Arablah yang
menemukan itu semua. Bersamaan dengan itu, bangsa Arab menemukan
potasium, salam moniak, nitrat perak, sublimat korosif, dan preparasi mercuri.
Sejarah menceritakan tentang penemuan bangsa Arab terhadap ilmu kimia,
yaitu cara penguapan, kristalisasi, pembekuan, sampai proses ekstraksi. Adapun
istilah-istilah kimia yang dikemukakan oleh bangsa Arab, yaitu alkohol, alembik,
alkali, eliksir, dan kimia itu sendiri.
89
Sunanto, op.cit., h. 101. 90
Ibid., h. 102.
49
Jabir Ibn Hayyan adalah tokoh pertama dari ilmu pengetahuan dalam bidang
kimia. Beliau hidup dari tahun 721-815 M / 103-200 H. Karya utamanya adalah
Seratus Dua Belas Buku, Tujuh Puluh Buku yang sebagian besar diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin, dan Buku Setimbangan yang membahas teori keseimbangan
yang mendasari seluruh teori kimia Jabir.91
Para ahli kimia Muslim belakangan mengklaim bahwa Ibn Hayyan adalah
guru mereka. Bahkan yang terbaik dari mereka sekalipun, misalnya seorang
penyiar negarawan Persia, al-Thughrai (w. ± 1121), dan Abu al-Qasim al-Iraqi,
yang hidup pada paruh kedua abad ke-13, hanya menambahkan sedikit perbaikan
terhadap metodenya.92
5. Sastra dan Musik
Sastra Arab dalam pengertian yang sempit, yaitu adab (belles letter), mulai
dikembangkan oleh al-Jahiz (w. 868-869), guru para sastrawan Baghdad, dan
mencapai puncaknya pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah melalui karya-karya Badi
al-Zaman al-Hamadzani (969-1008), al-Tsa‟alabi dari Naisabur (961-1038), dan
al-Hariri (1054-1122).93
Legenda menyebutkan bahwa Ibn Hazm, seorang satrawan Muslim
Andalusia menulis sejumlah fabel yaitu cerita dengan tokoh hewan yang tersebar
luas di Eropa. Demikian dengan buku dari Kisah Seribu Satu Malam, yang ditulis
di sekitar kehidupan khalifah Harun Al-rasyid.
Pada masa kekhalifahan Harun Al-rasyid dan para penggantinya selalu
mensejajarkan musik dengan ilmu-ilmu pengetahuan dan kesenian-kesenian
lainnya. Pada masa itu, dalam melaksanakan upacara-upacara spiritual melagukan
91
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 184. 92
Hitti, op.cit., h. 477. 93
Ibid., h. 504-505.
50
syair-syair mistik sambil menari-nari,dan diiringi bunyi-bunyian yang merupakan
bagian penting dalam upacara tersebut.
Pada dasarnya musik itu dilarang oleh para ahli ilmu fikih, dalam ajaran
Islam musik dan alat musik dilarang, karena bunyian dari alat musik atau musik
itu sendiri mengundang syaitan. Akan tetapi, pada masa Dinasti Abbasiyah musik
lebih dilindungi, karena merupakan ilmu pengetahuan.
Berkembangnya teori musik, seperti dikembangkan oleh al-Farabi yang
menulis Kitab Al-Musiki (Pegangan Musik).94
Teori musik itu menggunakan
prinsip-prinsip ilmu matematika dan fisika, pada dasarnya para penulis musik
mampu memberi penjelasan secara ilmiah tentang suara dan bagaimana
mendorong pembuatan instrumen musik lebih lanjut.
Ibrahim al-Maushili adalah pengusung kedua musik klasik setelah gurunya,
Syiat (739-785) dari Mekah. Ibrahim al-Maushili adalah kawan setianya Harun
Al-rasyid dan Ibrahim al-Maushili mempunyai pesaing yang lebih muda yaitu Ibn
Jami‟, seorang keturunan Quraisy dan anak tiri Syiat. Musisi kesayangan Harun
Al-rasyidyang lainnya adalah Mukhariq (w. ± 845), seorang murid Ibrahim al-
Maushili.
6. Arsitektur dan Seni Rupa
Ilmu pengetahuan dalam bidang arsitektur dan seni merupakan salah satu
ilmu yang mengembangkan atau menampilkan gedung-gedung yang megah,
masjid-masjid yang besar, dan lukisan lukisan yang indah.95
Bangunan-bangunan
atau gedung-gedung yang pernah didirikan pada masa Dinasti Abbasiyah yaitu,
94
Su‟ud, op.cit., h. 219. 95
Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam, (Pustaka Intermasa), h. 104.
51
Gerbang Emas (bab adz-dzahab) atau Kubah Hijau (al-qubbah al-hadhra), Istana
Rusafah untuk putra mahkota, al-Mahdi, istana-istana penguasa Barmaki di
Syammasiyah, istana Pleiades (al-tsurayya).96
Akan tetapi, bangunan-bangunan tersebut tak tersisa sedikit pun, selain dua
bangunan agung yaitu masjid agung di Damskus dan Kubah Agung di Yerussalem
yang berasal dari periode awal Dinasti Umayyah.
Pada bidang seni rupa, pada masa Dinasti Abbasiyah ilmu ini dilarang oleh
ajaran Islam. Perkembangan seni rupa ini pula tidak bisa dihentikan oleh larangan
ajaran Islam dibanding mengkonsumsi minuman keras. Bukti dari itu, al-Manshur
menghiasi kubahnya dengan lukisan manusia kuda, khalifah lainnya, yaitu al-
Amin senang menghiasi istana Tigris dengan gambar-gambar seperti singa, elang,
dan lumba-lumba.
Khalifah al-Muqtadir memiliki pohon perak dan emas dengan delapan belas
cabang melekat pada batang utama dan berdiri patung manusia kuda sebanyak
lima belas buah yang berpakaian brokat dan bersenjatakan tombak.
C. Kemajuan Dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Kemajuan dalam bidang ilmu agama Islam telah berkembang sejak masa
Dinasti Umayyah. Namun pada masa Dinasti Abbasiyah, mengalami
perkembangan dan kemajuan yang luar biasa.97
Ilmu ini bersumber dari Al-Quran
dan Hadits, dan ilmu ini disusun berdasarkan perumusannya pada sekitar 200
tahun setelah hijrah Nabi. Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu ini melahirkan
96
Hitti, h. 524-525. 97
Fa‟al, h. 69.
52
ulama-ulama besar dan karya-karya agung dalam berbagai bidang ilmu agama,
diantaranya sebagai berikut:
1. Ilmu Tafsir
Penafsiran pada Al-Quran yang bertujuan untuk memahami arti kandung
ayat-ayat Al-Quran karena orang-orang Arab banyak berselisih pendapat tentang
maknanya. Banyaknya perselisihan itu, para sahabat menafsirkannya, cara
menafsirkannya adalah dengan menafsirkan ayat dengan Hadits atau atsar atau
kejadian yang mereka saksikan ketika ayat itu turun.
Sahabat-sahabat itu antara lain Ibnu Abbas, Ibnu Mas‟ud, Ali bin Abi
Thalib, dan Ubay bin Ka‟ab. Setelah itu, para tabi‟in yang mengambil tafsir dari
para sahabat dengan ditambah cerita Israiliyat, dan setelah para tabi‟in, para
mufasir menerangkan tafsirnya yang diambil dari para sahabat dan tabi‟in.
Tafsir yang seperti ini yang termasyhur diantaranya Tafsir Ibnu Jarir At-
Thabary.98
Tafsir mencakup segala ilmu penuturan tentang hukum, ataupun ilmu
lain yang terkandung didalamnya seperti Tafsir Abu Yusuf Abu Salman al-
Quswani.99
Perkembangan ilmu agama Islam pada Dinasti Abbasiyah mengalami
perkembangan yang sangat pesat dengan dilakukannya penafsiran secara
sistematis, menyeluruh, serta terpisah dari Hadits.
Menurut riwayat Ibnu Nadim, orang yang pertama yang melakukan
penafsiran secara sistematis berdasarkan mushaf adalah al-Farra‟ (w. 207 H).100
Berbagai tafsir yang sudah ada mempunyai cara penafsirannya, adapun cara
penafsirannya ada dua macam, yaitu:
a. Tafsir bil Ma‟tsur
98
Sunanto, op.cit., h. 58. 99
Ibid., h.59. yang dikutip dari Ahmad Amin, Fajr al-Islam, h. 266. 100
Fa‟al, op.cit., h. 70.
53
Tafsir bil Ma‟tsur adalah metode menafsirkan Al-Quran dengan dalil Al-
Quran itu sendiri, dengn Hadits Nabi, dengan pendapat sahabat, dengan perkataan
para tabi‟in yang menjelaskan maksud Allah SWT dari nash-nash Al-Quran al-
Karim.101
Tokoh-tokoh ahli tafsir atau musafir pada golongan ini yang masyhur
pada masa Dinasti Abbasiyah antara lain:
1) Ibn Jarir At-Thabary (Abu Ja‟far Muhammad Ibn Jarir At-Thabary)
lahir pada tahun 839 M / 310 H, dengan tafsirannya sebanyak 30 juz.
2) As-Suda yang berdasarkan penafsirannya pada Ibn Abbas, Ibn
Mas‟ud, dan para sahabat lainnya (w. 127 H)
b. Tafsir bir Ra‟yi
Tafsir bir Ra‟yi adalah penafsiran ayat-ayat Al-Quran berdasarkan ijtihad
(pendapat) mufasirnya dan menjadikan akal pikiran sebagai pendekatan utama.102
Tokoh-tokoh ahli tafsir atau musafir pada golongan ini yang masyhur pada masa
Dinasti Abbasiyah antara lain:
1) Abu Bakar Asham (w. 854 M / 240 H)
2) Abu Muslim Muhammad bin Nashr al-Isfahany (w. 934 M / 322 H).
Kitab tafsirnya 14 jilid.
Sejarah menyebutkan bahwa karya-karya yang terkemuka muncul pada
abad-abad terakhir khalifah Abbasiyah antara lain ialah:103
1) Al-Baghawi (516 H) dengan tafsirnya Mu’alim al-Tanzil
2) Mahmud Al-Zamakhsyari (1143 M / 538 H) dengan karyanya al-
Kasysyaf’an Haqaiq al-Ta’wil
3) Ar-Razi (606 H) dengan karyanya al-Tafsir al-Kabir
101
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 158. 102
Ibid. 103
Fa‟al, op.cit., h. 71.
54
4) Abdullah al-Baidhawi (1191 M / 691 H) dengan karyanya Anwar al-
Tanzil wa Asrar at-Ta’wil
5) Abdullah al-Nasafi (1301 M / 701 H) dengan karyanya Madarik al-
Tanzil
6) Abu Hayyan (754 H) dengan karyanya at-Tafsir al-Kabir.
2. Ilmu Hadits
Sebelum masa Dinasti Abbasiyah berdiri banyak pemahaman Hadits Nabi
yang dilakukan tanpa melalui penyaringan, sehingga menyebabkan antara Hadits
Nabi dan Hadits palsu bercampur. Masalah sosial umat Islam ini muncul yang
memerlukan pemahaman yang terperinci tentang Hadits Nabi.
Keutamaan Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-
Quran, para ulama Islam pada masa itu berusaha menyaring Hadits Nabi agar
diterima sebagai sumber hukum. Ulama-ulama besar ternama yang berhasil
membukukan Hadits-hadits Nabi, seperti Ahmad bin Hanbal dengan Musnad
Ahmad bin Hanbal.
Kitab Hadits ini, masih memiliki kekurangan karena hadits yang shahih
(Hadis yang sehat atau Hadits bersambung sanad nya atau jalur periwayatan
melalui penyampaian para perawi (orang yang meriwayatkan) yang ‘adil104
,
dhabith105
, dari perawi yang semisalnya sampai akhir jalur periwayatan, tanpa ada
syudzudz106
, dan juga tanpa ‘illat107
). dan yang tidak shahih masih bercampur.
Maka dengan demikian, para ulama yang lainnya berusaha untuk membukukan
104
Yang dimaksud „Adil adalah jika memenuhi kriteria seperti muslim, baligh, berakal,
tidak fasiq, dan juga tidak cacat wibawanya di masyarakat. 105
Dhabith yaitu perawi ini adalah orang yang kuat hafalannya. Sehingga hadits yang dia
bawa tidak mengalami perubahan. 106
Maksudnya hadits yang diriwayatkan itu tidak bertentangan dengan hadis lain yang
diriwayatkan dengan jalur lebih terpercaya. 107
‘Illat (cacat hadis) adalah sebab tersembunyi yang mempengaruhi kesahihan hadits,
meskipun bisa jadi zahirnya tampak shahih.
55
dan menyaring Hadits Nabi antara yang shahih dan yang daif (lemah atau tidak
memenuhi syarat).
Ulama-ulama besar ternama yang menyaring Hadits shahih dan Hadits daif,
yaitu:
a. Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al
Bukhari Al Ju‟fi atau yang dikenal dengan sebutan Imam al-Bukhari (w.
870 M / 256 H), Imam al-Bukhari berhasil menghimpun Hadits sebanyak
600.000 Hadits. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah al-Jami’ al-
Shahih al-Musnad al-Mukhtashar min al-Hadits Rasulillah saw wa
Sunahih wa Ayyamih, yang biasa disingkat dengan sebutan al-Shahih.
b. Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin Kusyadz al-Qusyairi an-Naisaburi
atau biasa dikenal dengan Imam Muslim (w. 875 M/ 261 H), Kitab
Haditsnya yaitu Al-Jami al-Shahih atau Shahih Muslim yang memuat
3.030 Hadits.
c. Sulaiman bin al-Asy‟ats bin Ishaq bin Basyir bin Syiddad bin Amar bin
Azdi as-Sijistani atau biasa disebut Abu Dawud (w. 889 M / 275 H),
yang terkenal dengan kitabnya Sunan Abi Dawud yang memuat 4.800
Hadits.
d. Al-Imam Abu Isa Muhammad bin Musa bin ad-Dhahhak as-Sulami at-
Turmudzi atau biasa disebut Al-Tirmidzy (w. 893 M / 279 H), yang
terkenal dengan kitabnya Sunan Tirmidzy yang memuat 3.956 Hadits.
e. Abu Abdurrahman Ahmad bin Ali bin Syu‟aib bin Ali bin Sinan al-
Khurasani atau biasa disebut al-Nasa‟i (w. 917 M / 303 H), yang terkenal
dengan kitabnya Sunan al-Nasa’i yang memuat 5.761 Hadits.
56
f. Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi‟i al-Qazwini
atau biasa disebut Ibn Majah (w. 887 / 273 H), yang terkenal dengan
kitabnya Sunan Ibn Majah yang memuat 4.241 Hadits.
Imam Bukhari melakukan penelitian Hadits dengan melakukan riset
lapangan dengan cara rihlah ilmiah atau perjalanan menemui ulama-ulama Hadits
terkemuka di berbagai negeri seperti Baghdad, Basrah, Kufah, Mekah, Syria,
Hamsh, Asqalan, dan Mesir. Diantara gurunya yang terkenal adalah Makki Ibn
Ibrahim al-Balkhi, Ibn al-Madini, Ahmad Ibn Hanbal Yahya Ibn Mu‟in,
Muhammad Ibn Yusuf al-Faryabi, Muhammad Ibn Yusuf al-Baykundi, dan
Muhammad Ibn Rawahaih.108
Sedangkan Imam Muslim, sama dengan Imam al-Bukhari yaitu melakukan
penelitian Hadits dengan melakukan riset lapangan dengan cara rihlah ilmiah atau
perjalanan menemui ulama-ulama Hadits terkemuka di berbagai negeri seperti
Hijaz, Syam, dan Mesir. Diantara ulama yang ditemuinya yaitu Yahya Ibn Yahya,
Ishaq Ibn Rawahaih, Muhammad Ibn Mahran, Abu Insan, Ahmad Ibn Hanbal,
Abdullah Masalamah, Sa‟id Ibn Mansyur, Abu Mas‟ad, Amr Ibn Suwad, dan
Harmalah Ibn Yahya.109
3. Ilmu Kalam
Lahirnya ilmu kalam karena dua faktor:110
a. Untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya
musuh yang memakai senjata itu.
b. Karena semua masalah termasuk masalah agama telah bergeser dari pola
rasa kepada pola akal dan ilmu. Kaum Mu‟tazilah (orang yang
108
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 159. 109
Ibid., h. 160. 110
Sunanto, op.cit., h. 68.
57
memisahkan diri) berjasa dalam menciptakan ilmu kalam, karena kaum
tersebut adalah pembela gigih terhadap Islam dari serangan Yahudi,
Nasrani, dan Wasani. Menurut riwayat, mereka mengirim juru-juru
dakwah ke segenap penjuru untuk menolak serangan musuh. Diantara
pelopor dan ahli ilmu kalam yang terbesar yaitu Washil bin Atho, Abu
Huzail al-Allaf, Abu Hasan al-Asyari, dan Imam Ghazali.
Prinsip-prinsip kalam Mu‟tazilah terhimpun dalam pokok-pokok yang lima
(al-ushul al-khamsah) yaitu:111
a. Al-Tawhid
Yang dimaksud dengan al-Tawhid dalam Mu‟tazilah adalah bahwa Tuhan
tidak bisa disamakan dengan sesuatu, tidak ber-jism (tidak berjenis), tidak
berunsur, bukan substansi, bahkan Tuhanlah yang menciptakan segalanya yang
berbadan, berunsur, dan bersubstansi.
b. Al-Manzilah Bayna al-Manzilatayn
Maksud dari al-Manzilah Bayna al-Manzilatayn adalah bahwa orang
mukmin yang berbuat dosa besar statusnya bukan mukmin, bukan juga kafir,
melainkan fasik.
111
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 171-172.
58
c. Al-Wa‟d wa al-Wa‟id
Maksud dari Al-Wa‟d wa al-Wa‟id adalah bahwa Tuhan akan memberikan
balasan sesuai dengan perbuatan manusia di dunia.
d. al-„Adl
Yang dimaksud dengan al-„Adl adalah bahwa Allah tidak menyukai
keburukan dan tidak menciptakan perbuatan, tapi manusialah yang melakukan apa
yang diperintahkan-Nya dengan daya yang diberikan kepada manusia.
e. Al-Amr bi al-Ma‟ruf wa al-Nahy „an al-Munkar
Bahwa semua kaum Muslim wajib menegakkan perbuatan yang ma‟ruf dan
menjauhi perbuatan yang munkar.
4. Ilmu Fiqih
Zaman keemasan Dinasti Abbasiyah telah melahirkan ahli-ahli hukum
(Fuqaha) yang namanya besar dan terkenal pada sejarah Islam dengan kitah-kitab
fikihnya yang terkenal sampai sekarang. Terdapat empat Imam madzhab fikih
diantaranya yaitu Imam Abu Hanifah (Nu‟man bin Tsabit bin Zauthi) w. 768 M /
150 H, Imam Malik (Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir) w. 795 M / 179 H,
Imam Syafi‟i (Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman bin
Syafi‟i) w. 820 M / 204 H, dan Imam Ahmad bin Hambal (Ahmad bin Hambal
bin Hilal az-Zahliy as-Syaibani) w. 855 M / 240 H.
Para fuqaha ini terbagi dalam dua aliran, yaitu ahli Hadits, dan ahli Ra‟yi.
Ahli Hadits adalah aliran yang mengarang fiqh berdasarkan Hadits. Pemuka aliran
ini adalah Imam Malik dengan pengikut-pengikutnya Imam Syafi‟i dengan
pengikut-pengikutnya, Sufyan dengan pengikut-pengikut Sufyan, Imam Hambali
59
dan pengikut-pengikut Imam Ahmad bin Hambal. Ahli Ra‟yi adalah aliran yang
mempergunakan akal dan pikiran dalam menggali hukum. Pemuka aliran ini
adalah Imam Abu Hanifah dan teman-temannya fuqaha dari Irak.112
Kitab-kitab Hadits para Imam yang agung dan tiada tandingannya didunia
Islam yaitu Kitab al-Fiqh al-Akbar karya Imam Abu Hanifah, al-Muwaththa’
karya Imam Malik, al-Umm karya Imam Syafi‟i, dan al-Kharraj karya Imam
Ahmad bin Hambal.
5. Ilmu Tasawuf
Ilmu agama Islam selain ilmu tafsir, ilmu Hadits, dan ilmu fikih yang
mengalami perkembangan yang pesat yaitu ilmu Tasawuf. Ilmu tasawuf ini
mengajarkan untuk tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada
Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia, dan bersunyi diri
beribadah.
Ulama-ulama sufi atau tasawuf yang terkenal yaitu al-Qusyairi (w. 465 H)
dengan kitabnya ar-Risalah al-Qusyairiyah, Syahabuddin (w. 632 H) dengan
kitabnya Awarif al-Ma’arif, dan Imam Abu Hamid Muhammad al-Ghazali (w.
505 H) dengan kitabnya Ihya’ Ulumuddin.113
Imam Ghazali sebagai tokoh
pertama yang mencoba mempromosikan ajaran tasawuf yang mulanya seperti
terpisah dari syari‟at, sehingga menjadi amalan yang sah di kalangan kaum
Muslim Sunni.114
Ada beberapa ajaran tasawuf yang mengakibatkan perbedaan yang jauh
antara spiritual yang diperoleh para sufi dan patokan-patokan buku hukum fikih
112
Sunanto, op.cit., h. 73. 113
Fa‟al, op.cit., h. 75. 114
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 177. Yang dikutip dari Nurcholish Madjid, Khazanah
Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 34.
60
yang tanpa dikaji kembali. Dengan demikian, para sufi dituduh mengabaikan
syariat dengan ungkapan-ungkapan yang menjurus syirik.
Ajaran-ajaran tersebut yaitu Ajaran tasawuf yang dianut oleh Zunun al-
Mishri (w. 860 M) yaitu al-Ma’rifah, yang dimaksudkan bahwa mengetahui
Tuhan dari dekat sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan, ajaran tasawuf Abu
Yazid al-Bustami (w. 874 M) yaitu al-Fana wa al-Baqa, yang dimaksudkan
bahwa hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya tubuh kasar manusia,
dan ajaran tasawuf al-Hallaj (w. 922 M) yaitu al-Hulul, yang dimaksudkan bahwa
Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat
didalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu
dilenyapkan.
Menurut Didin Saefuddin, munculnya ajaran-ajaran tasawuf yang
disebabkan oleh antiklimaks dari kecenderungan hidup masyarakat yang serba
materialistis dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan serta etika sosial.115
D. Kemajuan Dalam Bidang Politik
Kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan
Dinasti Abbasiyah, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa
ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan
kebudayaan, yang menyebabkan pada masa ini mencapai masa keemasan,
kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama
pada masa kekuasaan Dinati Abbasiyah periode pertama (132 H/750 M-232
H/847 M).
115
Ibid., h. 179.
61
Dinasti Abbasiyah adalah pemerintahan yang berbasis militer. Menurut
Marshal G.S. Hodgson karakter dari politik Dinasti Abbasiyah adalah
absolutisme, yaitu pemerintahan yang mutlak di tangan khalifah dan bersifat tidak
terbatas.116
Salah satu simbol absolutisme itu adalah adanya pengeksekusi untuk
menghukum mati orang-orang yang menolak perintah dan kemauan khalifah.
Politik absolutisme ini berawal dari pemerintahan Dinasti Umayyah yang pada
akhirnya dijalankan oleh Dinasti Abbasiyah untuk sistem pemerintahannya.
Adapun salah satu perbedaan antara politik pada Dinasti Abbasiyah dan
Dinasti Umayyah adalah derajat khalifah di masa Dinasti Abbasiyah lebih tinggi
dari pada derajat khalifah di masa Dinasti Umayyah, karena khalifah-khalifah di
masa Dinasti Abbasiyah menempatkan dirinya sebagai zhillullah fil ardh.117
Karena menganggap kekuasaannya diperoleh atas kehendak Tuhan dan Tuhan
pula yang memberikan kekuasaan kepadanya, maka kekuasaan pun bersifat
absolut karena dianggapnya sebagai penjelmaan kekuasaan Tuhan sebagai
penguasa tunggal alam semesta.118
Ada beberapa sistem politik ini yang
dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu:119
1. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya
diambil dari kaum mawalli.
2. Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat
kegiatan politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka
untuk siapa saja, termasuk bangsa dan penganut agama lain.
116
Ibid., h. 55. Yang dikutip dari Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam, Conscience
and History in A World Civilization, (Chicago: 1974), h. 281. 117
Zhillullah fil ardh adalah Bayang-bayang Allah di muka bumi. 118
Buchori, op.cit., h. 78. 119
http://syafieh.blogspot.com/2014/01/perkembangan-islam-pada-masa-abbasiyah.html
(Hari Kamis, tgl 01 Mei 2014 pukul 10.51 wib)
62
3. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan
sesuatu yang harus dikembangkan.
4. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.
Masa Dinasti Abbasiyah pada khalifah Harun Al-rasyid dalam bidang
politik, yang memegang teguh dengan karakter politiknya yaitu absolutisme yang
menghasilkan kekokohan dalam kekuasaannya. Sebagaimana tidak ada lagi
bahaya ancaman dari berbagai kelompok, tidak terjadi pertentangan lagi antara
Bangsa Arab dan Bangsa Persia.120
E. Kemajuan Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah
terdapat berbagai macam industri seperti, kain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan
Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari
Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan
ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
Industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung
lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang
dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting.
Secara bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga
mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara
keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.
120
Yusuf Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, (trj.), Arif Munandar dari judul asli Tarikh ‘Ashr Al-
Khilafah Al-‘Abbasiyyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), h. 52.
63
Pada Dinasti Abbasiyah dalam kemajuan bidang ekonomi menghasilkan
kestabilan politik dan kekuasaan yang kokoh. Kemajuan ekonomi pada Dinasti
Abbasiyah ini di titik beratkan kepada perdagangan dan industri, adapun sumber-
sumber ekonomi di peroleh dari sektor-sektor yang beragam seperti:
1. Perdagangan dan Industri
Pelabuhan-pelabuhan penting yang menjadi faktor keberhasilan di sektor
perdagangan ini adalah pelabuhan di Teluk Persia dan Laut Merah yang membuka
jalan menuju lautan India.121
Sejarah menyebutkan bahwa perdagangan ini tidak
terbatas pada wilayah kekhalifahan saja melainkan mencakup banyak wilayah di
luar pemerintahan dinasti Abbasiyah.
Tulang punggung perdagangan ini adalah sutera, yang merupakan kontribusi
terbesar orang Cina kepada dunia Barat, dan biasanya menyusuri jalur
perdagangan yang di sebut “ Jalan Sutera”, yang menyusuri Samarkhand dan
Turkistan Cina, sebuah yang kini tidak banyak di lalui di banding wilayah-
wilayah dunia lainnya yang sudah dihuni dan berperadaban.122
Industri juga berkembang pesat dan salah satunya adalah industri barang
pecah belah, keramik, parfum, dan industri kertas. Dalam industri kertas ini secara
bertahap berkembang sampai ke Barat dan Eropa yang pada saat itu bangasa Barat
dan Eropa belum mengenal kertas.
2. Pertanian dan Perkebunan
Bidang pertanian dan perkebunan berkembang pesat pada pemerintahan
Dinasti Abbasiyah karena pusat pemerintahannya berada di daerah yang
mempunyai tanah yang subur. Kota-kota administratif dan garisun tentara muslim
121
Saefuddin, Zaman, op.cit., h. 124. 122
Hitti, op.cit., h. 429.
64
seperti Basrah, Kuffah, Mosul, dan al-Wasit menjadi pusat usaha-usaha
pengembangan pertanian.
Para ahli geografi Arab menyebutkan beberapa khalifah yang menggali atau
membuka saluran, yang dalam kebanyakan kasus, sebenarnya hanya menggali dan
membuka kembali kanal-kanal yang pernah ada sebelumnya sejak masa
Babilonia.123
123
Ibid., h. 437.
65
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
- Khalifah Harun Al-rasyid merupakan salah seorang Khalifah yang
mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi. Terlahir dari seorang ayah yang
juga seorang Khalifah, menjadikan Harun kecil dididik untuk menjadi
seorang pemimpin kelak. hal itu terbukti. Pada masa kepemimpinannya,
Khalifah Harun Al-rasyid mampu membawa umat islam pada titik peradaban
tertinggi. Banyak kemajuan-kemajuan yang dicapai pada masanya.
- Ada Lima kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahannya.
a. kemajuan yang Pertama adalah kemajuan dalam bidang kebudayaan dan
peradaban yang ditandai dengan adanya pertukaran budaya antara barat
dan timur dalam bidang perdagangan, kesenian dan arsitektur.
b. Kedua, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang didorong dengan
adanya kontak antara islam dan Persia yang menjadi jembatan
berkembangnya sains dan filsafat, etos keilmuan khalifah yang kuat,
peran keluarga Barmak, penerjemahan litertur Yunani kedalam bahasa
arab semakin besar, adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen
sehingga terjadi interaksi antara kebudayaan yang satu dengan
kebudayaan yang lainnya serta situasi sosial Baghdad yang kosmopolit.
Adapun berkembangnya pendidikan pada masa itu terdiri dari beberapa
ilmu pengetahuan yaitu ilmu astronomi dan matematika, filsafat dan
66
kedokteran, geografi dan sejarah, fisika dan kimia, sastra dan music serta
arsitektur dan seni rupa.
c. Ketiga kemajuan dalam bidang agama islam yaitu adanya ilmu tafsir,
ilmu hadits, ilmu kalam, ilmu fiqh dan ilmu tasawuf.
d. Keempat kemajuan dalam bidang politik dengan menggunakan sistem
absolutisme yaitu pemerintahan yang mutlak ditangan khalifah dan
bersifat tidak terbatas.
e. Kelima kemajuan dalam bidang ekonomi dan sosial yaitu adanya
perdagangan dan industri serta adanya pertanian dan perkebunan.
Untuk mengembangkan sistem pendidikan Bani Abbasiyah, Harun Al-
rasyid membuat kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi berkembangnya
pendidikan pada masa tersebut yaitu dengan memberikan beasiswa dan
memajukan perpustakaan diantaranya perpustakaan akademi, perpustakaan
khusus, perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, serta perpustakaan
masjid dan universitas. Selain itu juga mendirikan baitul hikmah yang
terdiri dari pusat penerjemahan, tempat kajian dan karangan, menara
astronomi, sekolah dan kantor baitul hikmah. Dan kebijakan yang
mempunyai pengaruh besar yaitu adanya penerjemahan buku-buku ilmu
pengetahuan kedalam bahasa arab.
Dampak dari kebijakan Harun Al-rasyid dalam mengembangkan
pendidikan telah melahirkan beberapa ilmuan-ilmuan muslim yaitu,
Zakariya Ar- Raji, Ibn Massawyh (doktor spesialis diet), Al- Kindi, Al-
Khwarizmi, Musa Ibrahim Al-Fazari, Al-Farghani, Al-Battani, Iman
67
Sibawayh, Abu Nuwas, Imam Malik, Imam Syafi‟i, Imam Bukhori, Imam
Muslim, Imam Abu Daud, an-Nasa‟i dan Ibn-Majah.
68
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdurrahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logos, 1999.
Ali, K., Sejarah Islam Tarikh Pra Modern, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1997.
Al-isy, Yusuf, Dinasti Abbasiyah, (trj.), Arif Munandar dari judul asli Tarikh
‘Ashr Al-Khilafah Al-‘Abbasiyyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
As-sirjani, Raghib, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (trj), Sonif dari
judul asli Madza Qaddamal Muslimuna Lil ‘Alam Ishamaatu al-Muslimin fi
al-Hadharah al-Insaniyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.
Fa‟al, Fahsin M., Sejarah Kekuasaan Islam, Jakarta: CV Artha Rivera, 2008.
Hitti, Philip K., History of The Arabs, Arabs (trj.), R. Cecep Lukman Yasin dan
Dedi Slamet Riyadi dari judul asli History of The Arabs; From The Earliest
Times To The Present, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi
Analisis Abad Keemasan Islam (trj.), Joko S. Kahhar dan Supriyanto
Abdullah dari judul asli History of Islamic Origins of Western Education
A.D. 800-1350; with an Introduction to Medieval Muslim Education,
Surabaya: Risalah Gusti, 2003.
Ruslan, Heri, Khazanah Menelisik Warisan Peradaban Islam Dari Apotek Hingga
Komputer Analog, Jakarta: Penerbit Republika, 2010.
Buchori Saefuddin, Didin, Sejarah Politik Islam, Pustaka Intermasa.
Saefuddin, Didin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
69
______________ Zaman Keemasan Islam, Jakarta: Grasindo, 2002.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Islam, Jakarta: Kencana, 2011.
Su‟ud, Abu, Islamologi: Sejarah, Ajaran, dan Peranannya Dalam Peradaban
Umat Manusia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.
Syalaby, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1993.
H. Roibin, Penetapan Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, Malang: UIN
Maliki Press, 2010.
DR. Khalil Syauqi Abu , Harun Ar-Rasyid Amir Para Khalifah dan Raja
Teragung di Dunia, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,1997.
Web:
http://syafieh.blogspot.com/2014/01/perkembangan-islam-pada-masa-
abbasiyah.html
http://fandifirmansyah.blogspot.co.id/2013/04/harun-ar-rasyid-sang-khalifah-
abbasiyah.html
http://al-anwarkadugedekuini.blogspot.co.id
70
LAMPIRAN
Lampiran I
KET : PROPINSI-PROPINSI ABBASIYAH SELAMA KHALIFAH
HARUN AL-RASYID786-80
71
Lampiran II
HARUN AL-RASYID
Masa
kekuasaan
14 September 786 - 24 Maret 809 M
15 Rabiul awal 170 H - 3 Jumadal akhir 193 H
Pendahulu Abu Abdullah Musa bin Mahdi al-Hadi
Pengganti Muhammad bin Harun al-Amin
Dinasti Bani Abbasiyah
Ayah Muhammad bin Mansur al-Mahdi
Ibu Al-Khayzuran
Lampiran III
72
KET : BAITUL HIKMAH ERA MODERN DI BAGHDAD, IRAK.