kel5-struktur dan mekanik tulang
DESCRIPTION
fisika keramikTRANSCRIPT
STRUKTUR DAN SIFAT MEKANIK TULANG
MAKALAHUNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Fisika KeramikYang dibina oleh Ibu Dra. Hatatiek, M.Si
OlehKelompok 5
1. Dery Pradana (120322402578)2. Fery Firmansyah (120322402583)3. Fica Wahyuningtyas (120322420467)4. Yuanita Amalia Hariyanto (120322420493)
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FISIKAFebruari 2015
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangTulang adalah komposit yang hirarki . Ia merupakan suatu bahan yang sulit
dianalisis dengan tepat. Bab ini mencoba menjelaskan tentang sifat mekanik tulang
dalam konteks strukturnya. Struktur ini sudah dipakai jutaan generasi bertahan dari
seleksi alam. Setiap perubahan yang menguntungkan dapat diproduksi secara
bertahap, dan yang memiliki keunggulan segera dimunculkan, hampir pasti telah
dimasukkan ke dalam struktur tulang. Ada satu hal yang telah terjadi selama beberapa
abad terakhir ini yang cukup menggemparkan, dan adanya sebagian besar orang-
orang yang hidup sekian lama setelah mereka dilahirkan bahwa seleksi alam tidak lagi
menaruh perhatian pada mereka. Uji coba ortopedi dari usia tua, seperti osteoporosis
dan osteoarthritis, pada dasarnya tidak ada sejauh mungkin seleksi alam yang
bersangkutan. Ini adalah masalah bagi pekerja yang merancang obat-obatan dan
prosedur untuk orang tua. Mereka selalu bekerja seolah-olah melawan arus,. Kami
seharusnya mengatakan hampir tidak ada tentang penyakit dalam bab ini, namun
haruslah selalu dalam pikiran kita.
1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana struktur material penyusun tulang ?2. Bagaimana sifat mekanik tulang: atress dan strain ?3. Bagaimana sifat mekanik tulang padat (compact) ?4. Bagaimana pentingnya kandungan mineral untuk sifat mekanik tulang
padat ?5. Bagaimana cara interaksi mineral dan air dengan komponen-komponen
tulang ?6. Bagaimana peran mineral dalam kekakuan tulang ?7. Bagaimana peran mineral dalam keberhasilan dan keretakan tulang ?
1.3 Tujuan Penulisan1. Dapat menjelaskan struktur material penyusun tulang.2. Dapat menjelaskan sifat mekanik tulang: stress dan strain.3. Dapat menjelaskan sifat mekanik tulang padat (compact).4. Dapat menjelaskan pentingnya kandungan mineral untuk sifat mekanik
tulang padat.5. Dapat menjelaskan cara interaksi mineral dan air dengan komponen-
komponen tulang.6. Dapat menjelaskan peran mineral dalam kekakuan tulang.
7. Dapat menjelaskan peran mineral dalam keberhasilan dan keretakan tulang.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Struktur Material Penyusun TulangTulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix
kolagen ekstraseluler (kolagen tipe I) dimana matrixnya tersusun atas 25%
mineral, 25% serat kolagen, dan 50% kalsium fosfat. Pada pembahasan yang
pertama akan membahas jaringan kolagen tipe I. Kolagen tipe I merupakan
bentuk kolagen yang paling banyak ditemui. Jaringan ini terdapat pada dermis
kulit, tendon, tulang, gigi, dan enamel. Hakikatnya pada semua jaringan
penyambung. Enamel adalah struktur yang melindungi gigi dari keropos, dan
nampak seperti jaringan dasar kolagen bermineral tinggi, seperti protodentin
lungfish Lepidoserin (currey dan abeysekera, 2003). Tulang rawan merupakan
materi dasar penyusun kolagen tipe II. Ada temporer dan permanen. Temporer
merupakan jaringan tulang rawan dasar kolagen tipe II. Bagian ini berperan pada
metafisis pertumbuhan panjang tulang, dimana jika terjadi kekeroposan pada
tulang maka akan digantikan dengan jaringan tulang yang baru. Dari sisi mekanis,
ada bagian permanen yaitu struktur kerangka dari kolagen tipe II yang dapat
ditemui pada hampir seluruh ikan chondrichthyean, hiu, pari dan lainnya
(summers, 2000). Semua jenis dari mineral kolagen sulit untuk diklasifikasikan,
namun dalam ilmu biologi harus dilakukan (Donoghue et al.,2006). Terakhir yaitu
enamel. Enamel memiliki banyak mineral, dan memiliki keistimewaan yang
berbeda dari komponen organik lainnya. Enamel bukanlah kolagen.
90% dari bahan organik pada tulang termasuk kolagen tipe I. 10 %
lainnya tersusun atas berbagai jenis protein non kolagen (sialoprotein dan protein
morfogenik) dan glikoprotein. Beberapa dari bahan organik memiliki fungsi
biologi seperti, sialoprotein tulang dan protein morfogenik tulang yang berperan
pada tahap awal dan mengatur mineralisasi dan yang penting yaitu glikoprotein,
untuk menentukan tempat nukleasi apatit.
Mineral tulang adalah jenis kalsium fosfat yang disebut hidroksiapatit,
setiap selnya mengandung Ca10(PO4)6 (OH)2. Bukan merupakan kristal murni.
Sekitar 4-6% karbon menggantikan fosfat, hal ini membuat mineral menjadi
sebuah karbon apatite (dahlit). Bentuk dari kristalnya memiliki rongga yang luas,
dan bentuk kristalnya akan berbeda pada jaringan yang berbeda. Ukuran
kristalnya kecil, dalam orde 5 nm. Luasnya sekitar 40 nm, tetapi terkadang tebal
dari luasnya lebih dari 5 nm. Ukuran Panjang (arah c dari kristal) setidaknya 50
nm, dan mungkin bisa tumbuh sampai ratusan nanometer (Ziv dan weiner dalam
kokubo,1994). Ukuran yang kecil ini dalam satu arah memungkinkan memiliki
implikasi mekanik yang besar. Salah satu alasan kebiasaan dan ukuran dari kristal
mineral pada tulang adalah masih tidak ditentukan sepenuhnya bahwa kristal
yang ada pada benjolan sangat kecil, sebagaimana yang telah sering ditunjukkan
(misalnya Boskey, 2001), maksud dari pernyataan di atas ialah “ukurannya yang
kecil memiliki maksud tertentu. Salah satunya ialah unit sel terletak di permukaan
Kristal”. Oleh sebab itu, persiapan pemeriksaan relative berbahaya dalam
mengubah ukuran dan komposisi kimia dari kristal. Pembahasan tentang apatit
biologi dibahas di bab 16.
Satu kunci permasalahan dari struktur tulang ialah bagaimana hubungan
topografi mineral dengan kolagen. Ternyata dua hal tersebut terpisah sekali.
Kristal mineral terletak di dalam fibril, yang mengganggu pertumbuhannya, dan
beberapa yang lain terletak di antara kristal. Kristal yang terletak di dalam fibril
mengorientasikan panjangnya (c) sepanjang sumbu fibril kolagen. Yang terletak di
antara fibril bertugas membatasi. Mineral yang terletak di dalam fibril nukleasinya
di celah ‘Hodge-Petruska’, terutama pita ‘e’. Kemudian bersatu dan memanjang
sepanjang sumbu fibril kolagen (landies et al., a993, 1996).
Beberapa orang, seperti Weiner et al. (1999), jager and Fratzl (2000) dan
Gao et al. (2003), berpikir bahwa sebagian kristal berada dalam fibril. Yang lain,
seperti Pidaparti et al. (1996) (menggunakan pengukuran yang terbaik yaitu
pengukuran akustik) dan Fritch dan Hellmich (2007), mereka berpikir bahwa
sebagian besar ada di luar kolagen, atau sebenarnya mineral dan kolagen dalam
fase yang sama (interpenetrasi). (Sasaki et al, 2002) menyebutkan tigaperempat
mineral terletak di luar kolagen, sedangkan Hellmich dan Ulm (2002)
menyebutkan hampir 100% mineral terletak di luar kolagen. Itu membuat kita
tidak mungkin memadukan ide-ide tersebut. Tentu metode yang melibatkan
visualisasi secara langsung dari tulang menunjukkan bahwa banyak mineral di
dalam fibril.
Tulang adalah strutur hirarki klasik, dengan hubungan yang berbeda antar
struktur, menjadi penting pada tiap tingkatan yang berbeda. Tingkatan tersebut
antara lain :
Mineral dan kolagen fibril fiber lamellar vs. woven bone fibrolamelar vs. harvesian bone compact vs. cancellous bone keseluruhan tulang
Tingkatan tersebut terlihat pada table 1.1
Tulang manusia tidak seperti keseluruhan material tulang yang ada.
Pertama, sebagian besar spesies vertebrata tidak memiliki sel ruling di dalam
jaringan keras. Sebagian besar vertebrata (ikan yang kelihatan tulangnya), dan
mayoritas memiliki tulang aselular. Dibanding binatang lainnya, seperti burung
dan mamalia, manusia yang sempurna, memiliki system harves yang membentuk
jaringan. Ini adalah penyusun dasar karena manusia hidup dalam jangka waktu
yang lebih pannjang, jadi pengubahan tulang terjadi, tetapi ini juga berfungsi
untuk ukuran tubuh kita yang cukup besar, dan karakter bawaan lahir. Sering
dijumpai pada beberapa literatur bahwa sistem harves adalah unit dasar dari
tulang.hal ini tidak terjadi pada burung seukuran tikus dan mamalia.bahkan pada
manusia, karena ia memiliki struktur tulang yang hirarki, ini tidak benar, karena
tidak ada level yang benar mengenai unit primer.
1.1 Hasil analisis SEM untuk permukaan retakan dari tulang pipih (lamellar). Lamella dalam bentuk lembaran dan orientasinya berulang tiap 8μm. Rongganya (lakuna) berisi osteosit. Setengah pembuluh yang tipis
mengalir dari WNW ke ESE. Ini retakan ‘kanalikuli’, pembuluh yang menghubungkan osteocyte satu dengan yang lain. Ada sekitar 50-100 kanalikuli tiap lakuna. Nyatanya permukaan retak mudah rapuh, memungkinkan untuk mempunyai selubung hypermineralis, seperti tubulus dentin.
1.2 Hasil analisis SEM untuk permukaan retakan dari tulang fibrolamellar. Permukaan retakan ada di sepanjang tulang. Berulang setiap 200μm. Ada rongga besar, ruang untuk jaringan pembuluh darah. Setiap jaringan pembuluh darah diapit oleh tulang pipih (lamellar), yang mana susunannya acak dan terbentuk tulang anyaman antara jaringan pembuluh darah dan tulang pipih (lamellar) berikutnya.
1.3 Hasil analisis SEM dari tulang haversian (secondarily remodelled). Tulang disusupi dengan resin sebelum dipoles dan tulang yang terukir sedikit hilang. Resin yang tidak tergores, memungkinkan untuk melihat kekosongan osteosit dan kanalikuli (pembuluh yang menghubungkan osteosit satu dengan yang lain). Perhatikan bagaimana lapisan tulang pipih (lamellar) memiliki lapisan yang berbeda-beda. Lebar sekitar 200μm. (courtesy Dr peter atkinson)
1.4 Tulang cancellous.
Bentuknya seperti spons, antara tulang dan rongganya saling berhubungan.
2.2 Sifat Mekanik
Secara umum, sifat mekanik suatu material adalah sifat yang menyatakan
kemampuan suatu material atau bahan untuk menerima beban, gaya, dan energi
tanpa menimbulkan kerusakan pada material atau bahan tersebut. Pada bab ini
akan dibahas konsep mekanik yang berkaitan dengan sifat kekakuan bahan karena
sangat berhubungan dengan kekuatan atau ketangguhan suatu tulang.
2.2.1 Stress (Tegangan) dan Strain (Regangan)
Tegangan
Tegangan merupakan intensitas gaya. Dimana apabila terdapat sebuah
bahan yang kemudian ditarik dengan gaya tertentu, maka besarnya intensitas
gaya (tegangan) dapat diperoleh dengan cara gaya dibagi dengan luas
permukaan. Namun dalam menentukan besarnya tegangan untuk bahan atau
strukur yang kompleks (rumit) atau bengkok perhitungannya akan sedikit
rumit. Tegangan merupakan intensitas gaya yang memiliki satuan newton
per meter2 atau dapat ditulis Pa (pascal) atau Mpa (dengan mengalikan satu
juta Pa) atau Gpa (dengan dikalikan satu milyar Pa).
Regangan
Regangan dapat dirumuskan dengan pertambahan panjang dibagi
dengan panjang mula-mula atau dapat dikatakan bahwa regangan sebanding
dengan pertambahan panjang. Maka apabila terdapat sebuah batang ditarik
sehingga mengalami pertambahan panjang sebesar 1% , dapat dikatakan
regangan yang dialami batang tersebut sebesar +0,01. Sedangkan apabila
pertambahan panjang batang mengalami pengurangan panjang akibat
dorongan sebesar 1% maka regangan yang dialami sebesar -0,01. (Perlu
diktehaui pada literatur terdapat istilah microstrain, dimana regangan
dikalikan satu juta sehingga besar regangan yang awalnya + dan -0,01
berubah menjadi + dan -10000). Sama seperti tegangan, dalam menentukan
regangan untuk bentuk yang kompleks (rumit) juga merupakan
permasalahan yang rumit.
Dalam hal ini regangan tidak memiliki satuan, hasil perhitungannya berupa
angka murni.
2.3 Sifat Mekanik Tulang Padat
Untuk mengetahui sifat mekanis tulang padat maka dilakukan sebuah
pengujian yaitu sebuah tulang padat yang terhidrasi diberi beban pada tekanan
tertentu. Hal ini digambarkan pada kurva pemberian beban terhadap perubahan
bentuk.
Pada kurva 1.5 menunjukkan kenaikan linier dimana besarnya
pertambahan pemberian beban sebanding dengan perubahan bentuk spesimen.
Namun pada titik “yield” terjadi perubahan, kurva hampir menyerupai garis
lurus. Artinya terjadi perubahan dimana perubahan bentuk spesimen semakin
besar yang diikuti penambahan beban kecil (sedikit). Dan akhirnya terjadi patah
atau retak (crack) pada spesimen.
Kurva di atas dapat dikonversi menjadi kurva hubungan antara
tegangan dan regangan yang disebut normalisasi seperti terlihat pada gambar 1.5.
Normalisasi kurva gaya tarik dan pertambahan panjang menjadi kurva tegangan
dan regangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Stress (tegangan) : σ= F
A
dengan : F = gaya (N)
A = luas penampang (m2)
Strain (regangan) : ε= Δl
l
dengan : Δl=pertambahan panjang (m)
l = panjang awal (m)
Normalisasi ini berhubungan dengan pembahasan tentang struktur
tulang tanpa mempertimangkan ukuran spesimen (meskipun pada kenyataanya
untuk spesimen yang lebih besar, tulang akan lebih rapuh, setelah normalisasi
maka ukuran akan dipertimbangkan (Taylor and Kuiper,2001), beberapa orang
tidak setuju dengan argumen tersebut dan mengatakan hal yang sebaliknya
(Danova et al., 2003)). Maksud dari penjelasan tersebut yaitu menurut Taylor dan
Kuiper saat pengujian sifat mekanik (uji tarik) pada tulang diambil sebagian
spesimen tulang, tanpa memperhatikan ukuran dari spesimen yang diambil.
Setelah normalisasi, ukuran dari spesimen tersebut baru dipertimbangkan. Hal
tersebut disanggah oleh Danova yang menyatakan tidak setuju dengan pernyataan
tersebut karena faktanya ukuran dari spesimen tersebut berpengaruh pada
ketahanan tulang yang akan diuji. Dimana luas permukaan spesimen yang lebih
besar akan menyebabkan kekakuan tulang menjadi lebih kecil sehingga
menyebabkan tulang semakin mudah rapuh. Maka dari itu, sebelum melakukan
pengujian, seharusnya ukuran eksperimen diperhatikan terlebih dulu.
Ratio stress terhadap strain disebut modulus elastisitas (E) yang
disimbolkan dengan titik “yield” pada kurva 1.5. E dinamakan Modulus Elastisitas
atau Modulus Young. Modulus Young menyatakan kekakuan suatu bahan.
E= εσ keterangan : σ = regangan
ε = tegangan (Pa)
Gambar 1.6
Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan diperoleh informasi
bahawa tulang padat memiliki Modulus Elastisitas sekitar15 GPa. Besarnya
tegangan pada titik “yield” sekitar 120 Mpa dan regangan di titik tersebut 0,008.
Daerah di bawah kurva tegangan-regangan disebut 'ketangguhan'.
Daerah tersebut merupakan kemampuan maksimum bahan untuk melakukan
tegangan atau regangan yang terdapat pada sebuah spesimen dalam menahan
pukulan atau beban yang akhirnya terjadi kerusakan berupa patah atau retak pada
spesimen. Sedangkan daerah di bawah kurva sebelum titik yield disebut 'daya
elastisitas' suatu bahan. Maksudnya kemampuan spesimen untuk kembali ke
bentuk semula setelah beban diangkat.
Berdasarkan uji mekanik tersebut maka dapat dituliskan beberapa sifat
mekanik yang berperan penting yaitu sebagai berikut :
1. Elastisitas Modulus Young (kekakuan)
2. Daya elastisitas
3. Tegangan dan regangan
4. Kekuatan tulang
5. Kerja yang diserap oleh tulang sebelum patah
Berikut ini beberapa sifat-sifat mekanik pada tulang yang akan dibahas lebih
rinci
Kekakuan
Kekakuan suatu tulang tergantung pada seberapa besar tulang tersebut.
Sebuah tulang yang besar memerlukan beban yang besar pula agar terjadi
deformasi, dimana tulang yang lebih besar akan memiliki kekakuan yang lebih
besar daripada tulang yang lebih kecil. Pada pembahasan ini kekakuan dan
kekuatan suatu tulang akan dijelaskan secara lebih rinci karena keduanya
merupakan dua konteks yang berbeda. Seperti yang telah dibahas sebelumnya,
pada grafik 1.5 daerah ketangguhan merupakan daerah yang terletak di bawah
kurva tegangan-regangan. Dalam hal ini, ketangguhan mampu memberikan
gambaran tentang kemampuan pertambahan panjang suatu spesimen yang
berpotensi terjadi keretakan.
Kekerasan
Pembahasan selanjutnya yaitu tentang kerapuhan, lawan kata dari
ketangguhan. Setiap bahan penyusun tulang yang berbeda maka sensitivitas
ketok (pukul) bahan tersebut juga berbeda, besarnya dapat diukur dengan cara
energi yang diserap dikurangi keretakan atau kerapuhan. Sebuah bahan yang
keras atau kuat memiliki sensitivitas ketok (pukul) yang lebih kecil dibandingkan
bahan yang rapuh. Dalam dunia ilmu pengetahuan telah dilakukan pengkajian
tentang kerapuhan dan ketangguhan. Berbagai upaya dilakukan untuk
menghilangkan pengaruh bentuk spesimen dan menghasilkan nilai ketangguhan
yang menjelaskan karakteristik suatu bahan, bukan spesimen.
Kerapuhan
Uji kelelahan merupakan kecenderungan suatu bahan untuk patah
apabila menerima tegangan (diberi beban) berulang-ulang yang besarnya masih
jauh di bawah batas kekuatan elastiknya. Sebagian besar kerukasakan yang
terjadi pada suatu bahan disebabkan oleh kelelahan. Analogi dengan uji
kelelahan, jika suatu tulang diberi beban mungkin tegangan (stress) yang terdapat
didalamnya masih dapat menahan beban tersebut. Namun apabila dilakukan terus
menerus pada suatu keadaan tertentu tulang akan gagal menopang beban tersebut
akibatnya tulang retak atau patah. Hal ini juga merupakan pembahasan penting
dalam ilmu kesehatan, dimana beberapa orang biasanya memaksakan diri untuk
menopang beban berulang kali di setiap hari yang mengakibatkan terjadinya
kerenggangan (strain) pada tulang kemudian mencapai batas maksimum
ketangguhan tulang sehingga menyebabkan keretakan. Mekanisme kelelahan
terdiri dari 3 tahap yaitu tahap awal terjadi retakan (crack initiation), tahap
perjalanan retakan (crack propogation), serta patah akhir atau patah statis akibat
dari penampang yang tersisa tidak mampu lagi menerima beban.
Berikut beberapa nilai sifat mekanik pada tulang :
2.4 Pentingnya kandungan mineral dari sifat mekanis tulang padat
Tulang memiliki beberapa tingkat ketergantungan terhadap tegangan
dari kandungan mineral, oleh karena itu mineral memiliki pengaruh yang kuat dari
modulus young.beberapa nilai sifat mekanik dari tulang
Untuk tulang kering memiliki jumlah mineral = masssa total –
kandungan organik. Biasanya tidak dapat diketahui perbandingan antara kolagen
dan unsur organik yang lain. Kolagen termasuk komponen utama dari tulang.
Pada gambar diagram rangkap tiga menunjukkan massa relatif dari
massa mineral, kolagen, air pada variasi tulang vertebrata. Pada titik ujung atau
terendah antara nilai paling sedikit dan paling besar dari mineral tulang.airdapat
mereduksi sedikit lebih cepat daripada kolagen. Namun perbedaannya cukup
sedikit. Sebagai contoh tanduk rusa memiliki sekitar 35% kolagen, 45% mineral
dan 20% air. Berbeda dengan tulang telinga ikan paus memiliki sekitar 85 %
mineral dan bahkan lebih ekstrim.
Pada gambar 1.7 dan 1.8 menunjukkan bobot tlang padat, modulus
elastisitas dan kepatahan sebagai fungsi dari kandungan mineral.
Pada gambar diatas modulus young dari sample sebagai fungsi
kandungan mineral dari tulang padat. Sample diambil dari beberapa variasi
sumber yang berbeda. Porositas memiliki pengaruh negatif pada modulus young.
Gambar diatas menunjukkan kurva total usaha kekuatan, tegangan dan
regangan dari tulang padat sebagai fungsi dari kandungan mineral (persen
mineral). Sampel yang digunakan sama dengan hasil kurva pada gambar 1.7.
porositas tidak berpengaruh pada usaha.
2.5 Modus interaksi antara mineral, air dan komponen-komponen tulang
Terdapat banyak cara yang menyebabkan terjadinya interaksi antara
kolagen dan hidroksiapatit, seperti mineral. Walsh dan Guzelsu menuliskan bahwa
perpaduan interaksi elektrostatik antara kationik dan anionik akan menghasilkan
interaksi yang kuat. Bahkan secara langsung ikatan antara dua tipe mineral dapat
terjadi. Beberapa ,odel ikatan yang lain telah diusulkan oleh (Walsh dan Guzelsu,
1994). Wilson et al, (2006) dengan beberapa bukti eksperimental, berpendapat
bahwa air memiliki peranan yang penting, baik dalam menstabilkan kisi sempurna
hidroksiapatit,serta memasangkan (menjodohkan) mineral dan tulang. Maka dapat
dikatakan bahwa terdapat kemungkinan terjadinya ikatan kuat antara kolagen dan
apatit.
Gambar 1.7
Gambar di atas menunjukkan dampak spesimen tulang kompak dari
berbagai sumber. Dimana lingkaran warna hitam menunjukkan spesimen yang
tidak berikatan dan lingkaran putih adalah spesimen yang saling
berikatanBerdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa dua garis menunjukkan
semakin menjulang ke atas jumlah spesimen berikatan maupun spesimen tidak
berikatan semakin sedikit.
2.6 Mineral dalam Tubuh
2.6.1 Fungsi dan Manfaat Mineral
Ketika disandingkan dengan kata vitamin, mineral memegang peranan
penting bagi perkembangan dan kesehatan tubuh. Tubuh yang kekurangan mineral
merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai macam keluhan penyakit,
mulai dari sakit kepala hingga terganggunnya kesehatan jantung.
Mineral ini pun dibagi menjadi dua, yaitu mineral utama yang terdiri dari
kalsium, fosfor, magnesium, natrium, kalium, klorida dan sulfur. Sementara jenis
kedua biasa disebut dengan trace mineral, diantaranya adalah zat besi, seng,
mangnesium, kobalt, tembaga, yodium, kromium, selenium, nikel dan silikon.
Setiap sumber mineral itu pun memliki fungsi masing-masing yang harus
dicukupi, dimana kadar mineral dalam tubuh dari kedua jenis ini harus tetap
seimbang demi kesehatan tubuh. Caranya tak lain dengan banyak mengkonsumsi
buah-buahan, susu, dan sayuran yang menjadi sumber mineral alami. Misalnya
bila kita meningkatkan konsumsi pisang, tomat, susu kedelai, dan bayam, maka
hal ini berguna untuk memberi asupan kalium yang cukup bagi tubuh. Kalium
sendiri dibutuhkan untuk kesehatan otot dan syaraf. Apabila tubuh kekurangan
kalium, risiko timbulnya berbagai keluhan seperti tubuh terasa lemas, nyeri, dan
terjadinya ketegangan syaraf pun dapat meningkat. Daun selada, ketimun,
kentang, dan kacang merupakan makanan lain yang juga kaya akan kalium.
Demikian pula halnya dengan jenis mineral lainnya yang akan menimbulkan
dampak tersendiri bila asupan pada tubuh berkurang.
2.6.2 Dampak jika tubuh kekurangan beberapa mineral penting Zinc
Zinc adalah mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh manusia,
dan secara alami bisa diperoleh dari makanan. Sekitar 60% zinc ditemukan dalam
tulang dan otot, dan 30% dalam tulang. Sisanya yang 20% ditemukan dalam gigi,
rambut, kuku, kulit, rambut, hati dll. Zinc sangat diperlukan untuk fungsi lebih
dari 100 enzim yang berbeda, termasuk dalam fungsi tiroid dan sistem kekebalan
tubuh. Kekurangan mineral ini dapat menyebakan stretch mark, jerawat, Bintik-
bintik putih pada kuku, pertumbuhan yang buruk – terutama pada anak-anak,
rambut rontok, anorexia, penyembuhan luka yang lama, diare kronis dan parah,
kekebalan rendah, penglihatan malam, serta kulit kering. Kekurangan mineral ini
juga bisa didasari oleh kondisi kesehatan atau akibat dari makan-makanan
tertentu.
Kalsium
Kekurangan kalsium bisa menyebabkan rakitis pada anak-anak, sedangkan
kekurangan kalsium pada orang dewasa dapat menyebabkan oesteomalasia, tetani
atau kejang, serta osteoporosis . Wanita hamil dan menyusui serta orang yang tua
bisa menyebabkan kerapuhan tulang. Asupan kalsium perhari bagi Pria dan wanita
adalah 800 dan 700 mg kalsium. Kalsium bisa diperoleh terutama dari susu. Baca
juga: Makanan tinggi kalsium
Tembaga
Kekurangan mineral tembaga jarang terjadi pada orang dewasa. Namun jika
sampai kekurangan mineral ini bisa menyebabkan masalah besar, seperti anemia,
kelainan tulang, sakit paru-paru, dan masalah pada jaringan tubuh lain. beberapa
makanan yang diketahui mengandung tinggi tembaga adalah daging, seafood, biji-
bijian, dan kacang-kacangan. Jika asupan tembaga kurang kurang dari 2 sampai 3
mg per-hari akan menyebabkan beberapa masalah kesehatan seperti tersebut
diatas.
Selenium
Selenium secara alami ditemukan dalam tanah, air dan makanan, dan jarang
sekali kasus kekurangan selenimum. Mineral ini diketahui bersifat antioksidan,
dan mengurangi resiko kanker prostat. Asupan selenimum perhari yang
dianjurkan: anak-anak 1-3 20 mg, anak-anak 4-8 30 mg, anak-anak 9-13 40 mg,
anak-anak 14 tahun keatas dan dewasa 55 mg, wanita hamil 60 mg, wanita
menyusui 70 mg. Selenimun secara alami bisa didapatkan oleh tubuh melalui
makanan tinggi selenium seperti daging, ikan, dan kacang-kacangan.
Fosfor
Kekurangan Fosfor juga jarang terjadi, akan tetapi jika terjadi bisa
menyebabkan masalah tulang dan otot, mual, denyut jantung tidak teratur, nyeri
tulang, dan anoreksia. Asupan magnesium yang disarankan untuk pria adalah 230
mg dan 200 mg untuk wanita. Makanan tinggi fosfor adalah dari jenis ikan,
daging, biji-bijian dan kacang-kacangan.
Yodium
Tubuh hanya menggunakan Yodium dalam jumlah yang kecil, namun
sangat penting untuk pembentukan hormon tirokein. Kecukupan asupan yodium
bagi orang dewasa dan lansia tidak berbeda jumlahnya, yaitu 150 miligram
perhari. Sumber yodium terbaik adalah garam dapur, ikan laut, makanan dari laut,
atau tumbuhan yang hidup di laut atau dekat laut. Wanita hamil yang kekurangan
yodium dapat menyebabkan bayinya mengalami masalah pertumbuhan fisik,
seperti tidak tumbuh semestinya atau kerdil. Kekurangan yodium juga bisa
menyebabkan anak tumbuh dengan masalah keterbelakangan mental. Kekurangan
yodium pada orang dewasa bisa menyebabkan penyakit tiroid atau yang kita kenal
dengan sakit gondok.
2.6.3. Peran mineral dalam kekakuan tulang
Karena mineral jauh lebih kaku daripada kolagen dan air, tidak
mengherankan bahwa modulus elastisitas meningkat dengan mineralisasi.
Sayangnya, meskipun banyak usaha, nampak adanya ketidakstabilan nilai analitis
yang membuat kekakuan mineral meningkat pada tingkat yang dilakukan. Upaya
awal dari Katz (1971) menunjukkan bahwa letak kekakuan diantara tulang yang
telah diprediksi yang disebut model Reuss dan Voigt, namun batas ini begitu jauh
sehingga tidak membantu. Beberapa upaya telah dilakukan, misalnya, Sasaki et
al. (1991) dan Wagner dan Weiner (1992) memprediksi kekakuan tulang dalam
satu arah, tetapi gagal untuk memprediksi dengan benar anisotropi mekanik
tulang sejauh mana kekakuan tulang berbeda ketika dimuat dalam arah yang
berbeda. Kemungkinan kurangnya solusi analitis adalah (1) arah sumbu panjang
kristal mineral sangat bervariasi sepanjang tulang, lebih beberapa mikrometer,
dan (2) bahwa kita benar-benar mengabaikan aspek rasio kristal mineral - rasio
terbesar dengan dimensi sedikit. Kedua variabel yang sangat penting dalam
setiap persamaan berkaitan fraksi volume mineral untuk modulus Young
elastisitas (Jäger dan Fratzl, 2000).
Fritsch dan Hellmich (2007), di lain sisi, mengklaim bahwa sebagian
besar mineral berada di luar kolagen dan berorientasi pada setiap arah, dan
karena itu dapat dimodelkan sebagai obyek bola isotropik dalam matriks kolagen
mekanis anisotropik. Mereka mengusulkan sebuah micromechanical model
tulang di mana anisotropi yang diperkirakan dengan baik, dan yangmana terdapat
anisotropi yang berbeda pada skala panjang yang berbeda. Hal ini sulit untuk
mengetahui apa yang membuat perlakuan yang berlawanan dari mineral, namun
banyak model dari mereka yang nampaknya untuk memprediksi kedekatan nilai
dengan yang dihasilkan untuk tes ultrasonik.
Apa yang telah ditunjukkan bahwa ketika tulang tegang, ketegangan
mineral kurang dari regangan keseluruhan spesimen. Hal ini bisa diharapkan,
tentu saja, namun hal itu sangat baik untuk melihat kemungkinan yang masuk
akal dalam eksperimental. Rasio regangan seluruh jaringan kolagen unyuk
regangan fibril dalam regangan mineral partikel dalam tulang basah ditemukan
oleh Gupta et al. (2006) menjadi sekitar 12 : 5 : 2. Hasil yang sama, meskipun
pada spesimen yang relatif kering, ditemukan oleh Fujisaki dan Tadano (2007).
2.7 Peranan mineral dalam keberhasilan dan keretakan tulang
Efek dari perubahan mineralisasi pada sifat retakan lebih jelas daripada
efek pada kekakuan. Apa yang terjadi ketika hasil tulang (jika menghasilkan,
patahan sepenuhnya rapuh) bahwa microfractures akan berkembang. terdapat
patahan tulang yang pada awalnya kecil, atau sedikit linier 'gangguan' dari tulang
(Burr et al, 1985;. Zioupos, 2001). Patahan tersebut bisa sangat pendek, sekitar
panjang 5 µm (Gambar 1.10;. Reilly, 2000), meskipun banyak pekerja
berkonsentrasi pada yang lebih besar, retakan masih lebih jelas, sekitar 100 µm.
Titik kritisnya mengakibatkan pemulaian retakan, dan karenanya meningkat,
pemenuhan spesimen, tetapi tidak meningkatkan panjang jika beban meningkat.
Kerja yang dilakukan dalam memperluas spesimen biasanya digunakan
dalam mengalikan jumlah microfractures, dan dengan meningkatkan pemenuhan
spesimen. Akhirnya beberapa sekering, menjadi sangat panjang dan berbahaya,
dan spesimen patah menjadi dua. Dalam perbesaran mineralisasi tulang proses
inisiasi dari microfractures dihambat, dan tulang menjadi semakin lebih rapuh.
Salah satunya dapat menjelaskan hal ini dengan menyarankan apabila
mineralisasi meningkat ada kecenderungan untuk kristal mineral bergabung
membentuk gumpalan yang lebih besar, yang lebih lemah dari benjolan kecil.
Gao et al. (2003).
G
Gambar 1.10
mikroskop confocal tulang kompak dimuat dalam ketegangan (horizontal dalam gambar ini). Gelap bintik horizontal memanjang adalah kekosongan osteosit. pita gelap di bagian bawah adalah pembuluh darah.
Microdamage, terutama yang berasal di daerah kekosongan osteosit, berjalan kira-kira normal terhadap arah beban. Kerusakan (yang bukan dari retak paten, karena spesimen masih memiliki kekakuan yang cukup dan tidak berantakan) memiliki panjang sekitar 5 µm. (Courtesy Dr Gwen Reilly).
Mengukur dan memperdalam saran kami yang sebelumnya (Currey,
1984), menunjukkan bahwa ukuran yang sangat kecil dari kristal mineral terlalu
kecil untuk memungkinkan mereka untuk membolehkan dalam perkembangan
'Griffith' cacat, dan karena itu mereka akan sangat kuat, maka setiap kurangnya
kohesi baik akan di bahan organik, atau menghubungkan mineral organik. Gao et
al. juga menunjukkan bahwa ada aspek rasio optimal dari kristal mineral, dan hal
ini berkaitan dengan komposisi organic. Mutiara ibu, dalam kulit moluska,
memiliki sekitar 3% bahan organic dan aspek rasio agak rendah, sekitar 10,
sedangkan tulang memiliki komposisi organic yang tinggi, dan aspek rasio yang
jauh lebih tinggi, mungkin setinggi 30-40 dalam perkembangan tulang. Nilai-
nilai untuk tulang dan mutiara ibu akan cenderung membuat mineral dan fraktur
bahan organik pada tegangan yang sama, Situasi optimal. Ballarini et al. (2005)
di sisi lain menganggap bahwa ukuran Kristal yang kecil tidaklah penting, saat
kristal kecil patah, maka kekuatan tulang tergantung pada fitur lain yang
mencegah kegagalan bencana tersebut.
Ada sejumlah upaya dari pemeriksaan retakan permukaan untuk
menentukan apakah tulang itu patah dalam mineral, material organik, atau pada
antarmuka antara mereka. Pekerjaan ini biasanya melibatkan pemeriksaan dengan
resolusi tinggi pemindaian mikroskop elektron atau dengan memindai
penyelidikan nanomicroscopy. Kami harus mengakui bahwa kami menemukan
gambar jauh lebih sedikit meyakinkan daripada para penulis, dan menurut saya
hal ini belum terselesaikan.
Gambar 1.11 : Radiography to identify eventual fractures after a knee injury,
(Bone fracture - Wikipedia, the free encyclopedia.html).
Tai et al. (2006) menggunakan pendekatan yang sama sekali berbeda,
menunjukkan bahwa dalam kompresi butiran kristal berinteraksi dengan gesekan,
dan karena mekanisme ini tidak tersedia dalam tegangan, perbedaan ini
menyumbang kekuatan tulang yang lebih rendah dalam ketegangan. kami tidak
menemukan namun tetap meyakini, tapi kami menyebutkan karena hal tersebut
sangat berbeda dengan pendekatan kebanyakan orang.
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tulang tersusun dari mineral, kolagen, protein non kolagen, air dan bahan organik
lainnya.
2. Konsep sifat mekanik suatu bahan meliputi tegangan dan regangan
3. Sifat-sifat mekanik tulang padat pada hasil uji tarik adalah Elastisitas Modulus Young,
kekakuan, ketahanan, tegangan dan regangan, tegangan keretakan (kekuatan tulang)
dan regangan, dan kerja yang diserap oleh tulang sebelum patah.
4. kandungan mineral pada tulang setiap individu berbeda-beda dan sifat mekanik tulang
padat juga memiliki perbedaan usaha tiap fungsi mineral.
5. interraksi antar tiap komponen tulang , mineral dan air berrganntung terhadap
elastisitas dan energynya.
6. Modulus elastivitas young mineral jauh lebih tinggi daripada air dan kolagen dalam
hal kekakuan.
7. Efek dari perubahan mineralisasi pada sifat retakan lebih jelas daripada
efek pada kekakuan.