kel 1 (npm 78-87, 90 95, 105_b1_deteksi bakteri patogen

Upload: ayu-apriliani

Post on 05-Mar-2016

31 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Deteksi Bakteri Patogen

TRANSCRIPT

  • LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI PENYAKIT INFEKSI

    DETEKSI BAKTERI PATOGEN

    NAMA:

    AYU APRILLIANI 260110140078

    PUTRI RARASWATI 260110140079

    UMMI HABIBAH 260110140080

    AYYU WIDYAZMARA 260110140081

    ANGGIA DIANI 260110140082

    SITI NURROHMAH 260110140083

    AI SITI RIKA FAUZIAH 260110140084

    NISA MAULANI 260110140085

    TIFFANY SABILLA 260110140086

    NURMALIA SARASWATI 260110140087

    ADAM RENALDI 260110140090

    FAMI FATWA 260110140095

    RHEZA ANDIKA 260110140105

    LABORATORIUM FARMAKOTERAPI PENYAKIT INFEKSI

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    JATINANGOR

    2015

  • I. Tujuan

    Untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri patogen yang dapat menghemolisis

    darah pada ekstrak

    II. Prinsip

    1. Hemolisis Bakteri

    Ekspresi dari hemolisis bakteri dapat diketahui ada atau tidaknya zona

    bening disekeliling koloni bakteri. Terdapat 3 tipe sifat hemolisis yaitu

    alpha, beta, dan gama (Alderberg, 2001)

    2. Agar Darah

    Media Agar Darah merupakan media differensial yang berfungsi

    membedakan bakteri berdasarkan kemampuan bakteri melisiskan sel darah

    merah. Ekspresi dari hemolisis bakteri dapat diketahui ada atau tidaknya

    zona bening disekeliling koloni bakteri (Alderberg, 2001)

    3. Teknik Aseptis

    Proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba

    kontaminan, teknik aseptis digunakan sepanjang percobaan berlangsung,

    baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikan (Anton, 2008).

    III. Teori Dasar

    Hemolisis adalah rusaknya jaringan darah akibat lepasnya hemoglobin dari

    stroma eritrosit (butir darah merah). Hemolisis dapat disebabkan karena

    penurunan tegangan permukaan membrane sel dan dipengaruhi oleh beberapa

    faktor, seperti pelarut organik, saponin, garam empedu, sabun, enzim, dan faktor

    lain yang merusak komplek lemak-protein dari stroma. Faktor hemolisis ini

    ditemukan pada bisa ular famili Elapidae (Cormack, 2008).

    Membran sel darah termasuk membran yang permeabel selektif. Membran

    sel darahmerah mudah dilalui atau ditembus oleh ion-ion H+, OH-, NH4+, PO4,

    HCO3-, Cl-, dansubstansi seperti glukosa, asam amino, urea, dan asam urat.

  • Sebaliknya sel darah merah tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca2+, Mg2+,

    fosfat organik, hemoglobin dan protein plasma.Secara umum membran yang

    dapat dilalui atau di tembus oleh suatu substansi dapat dikatakan bahwa membran

    ini permeabel terhadap substansi tersebut. Membran yang betul-betul semi

    permeabel adalah membran yang hanya bisa di tembus oleh molekul air saja,

    tetapi tidak dapat di tembus oleh substansi lain (Watson, 2009).

    Prinsip dari hemolisis yaitu sel darah merah akan mengalami lisis

    biladirendam dalam larutan (eritrosit melemah). Sedangkan tujuan dari hemolysis

    dalam sediaan darah tebal berfungsi untuk melisiskan eritrosit sehingga parasite

    yang ditemukan lebih banyak. Pada peristiwa hemolisis,

    semakin tinggi konsentrasi lingkungan maka semakin lambat proses

    hemolisis terjadi dan sebaliknya apabila konsentrasinya rendah maka proses

    hemolisis akan semakin cepat. (Jonathan, 2006).

    Dalam dunia mikrobiologi hemolisis digunakan untuk mengklasifikasi

    mikroorganisme tertentu dengan cara mengamati kemampuan koloni bakteri

    untuk menginduksi hemolisis bila ditanam pada agar darah. Ada 3 jenis hemolisis,

    yaitu:

    1. Hemolisis Alfa

    Jenis hemolisis alfa atau yang biasa disebut juga hemolisis sebagian adalah

    penurunan hemoglobin sel darah merah untuk methemoglobin dalam medium

    sekitar koloni. Hal ini menyebabkan perubahan warna cokelat atau hijau

    dalam medium. Warna dapat disamakan dengan memar sel. Pemeriksaan

    mikroskopis sel darah merah alpha-hemolyzed menunjukkan bahwa membran

    sel yang utuh. Hemolisis Alfa disebabkan oleh oksidasi besi dalam

    hemoglobin yang mengacu pada lisis parsial dari sel darah merah dan

    hemoglobin (Brown, 2001).

    2. Hemolisis Beta

  • Hemolisis beta atau yang biasa disebut hemolisis total didefinisikan sebagai

    lisis seluruh sel darah merah. Jenis hemolisis ini ditandai dengan sebuah zona

    transparan yang jelas pada media di sekeliling koloni mikroba (Brown, 2001).

    3. Hemolisis Gamma

    Hemolisis Gamma disebut juga non-hemolisis. Mikroba dikategorikan sebagai

    hemolisis gamma apabila ketika pengujian tidak terjadi perubahan karena

    mikroba tidak dapat melisiskan sel darah merah (Brown, 2001).

    Ada dua macam hemolysis, yaitu:

    Hemolisis osmotik yang terjadi karena adanya perbedaan yang besar antara

    tekanan osmosa cairan didalam sel darah merah dengan cairan yang berada

    disekeliling sel darah merah. Tekanan osmosa sel darah merah adalah sama

    dengan osmosa larutan NaCl 0, 9 %, bila sel darah merah dimasukkan

    kedalam larutan NaCl0, 8 % belum terlihat adanya hemolisa, tetapi sel darah

    merah yang dimasukkan kedalamlarutan NaCl 0, 4 % hanya sebagian saja dari

    sel darah merah yang mengalami hemolisis dan sebagian lagi sel darah

    merahnya masih utuh. Perbedaan ini desebabkan karena umur seldarah merah

    yang sudah tua, membran sel mudah pecah, sedangkan sel darah merah yang

    muda, membran selnya masih kuat. Bila sel darah merah dimasukkan kedalam

    laritan NaCl 0,3 %, semua sel darh merah akan mengalami hemolisa sempurna

    (Wulangi, 1993).

    Hemolisis kimiawi membran sel darah merah dirusak oleh macam-macam

    substansi kimia. Seperti,kloroform, aseton, alkohol, benzena dan eter,

    substansi lain adalah bisa ular, kalajengking,dan garam empedu. (Wulangi,

    1993).

    Patogen merupakan organisme yang mengakibatkan makhluk hidup

    menderita. Menderita dalam arti umum adalah merasakan sakit dan gelisah, akan

    tetapi tumbuhan tidak dapat merasakan sakit dan gelisah. Pengertian Patogenesis

    adalah proses dimana mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan suatu

    penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan

  • berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit. Kapasitas

    bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria

    ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab penyakit, patogen

    oportunistik, nonpatogen (Purnomo, 2006).

    Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu

    penyakit (contohnya Salmonella spp.). Patogen oportunistik adalah bakteri yang

    berkemampuan sebagai patogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah

    (contoh E. coli menginfeksi saluran urin ketika sistem pertahanan inang

    dikompromikan (diperlemah). Nonpatogen adalah bakteri yang tidak pernah

    menjadi patogen. Namun bakteri nonpatogen dapat menjadi patogen karena

    kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi,

    imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens yang

    semula nonpatogen, berubah menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia,

    infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang terkompromi (Rollins, 2000).

    Bahaya biologi (mikroba) pada pangan perlu mendapat perhatian karena jenis

    bahaya ini yang sering menjadi agen penyebab kasus keracunan pangan.

    Escherichia coli merupakan bakteri patogen yang sering menyebabkan keracunan

    pangan dan juga menjadi salah satu mikrobaindikator sanitasi.Sedangkan

    Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang biasa menghuni hidung, mulut,

    tenggorokan, maupun kulit. Keberadaan Escherichia coli pada pangan dapat

    menunjukkan praktek sanitasi lingkungan yang buruk sedangkan adanya

    Staphylococcus aureus mengidentifikasi praktek higiene yang kurang (Wijaya,

    2009).

  • Selama 3 dasawarsa terakhir, telah berkembang sejumlah metode baru dalam

    identifikasi mikroba patogen pada produk pangan. Contoh metode-metode

    identifikasi yang telah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan

    identifikasi bakteri patogen seperti terlihat pada Tabel 1. Beberapa teknik tersebut

    pada awalnya diperuntukkan bagi keperluan mikrobiologi medis/klinis, seperti

    PCR dan ELISA. Teknik PCR sendiri telah diterima sebagai standar internasional

    untuk identifikasi bakteri patogen pada produk pangan sejak beberapa tahun

    terakhir (Dwiyitno, 2010).

    Bakteriosin merupakan antimikroba yang digunakan untuk menonaktifkan

    mikroba. Pengendalian bakteri patogen dapat dilakukan dengan kombinasi antara

    bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat dan suhu tinggi (Arques et al.

    2005)

    IV. Alat, Bahan dan Gambar Alat

    Alat:

    1. Cawan petri

  • 2. Inkubator

    3. Mikro pipet

    4. Ose loop

    5. Tabung reaksi

    6. Volume pipet

    7. Vortex

    Bahan:

    1. Agar darah

    2. Ekstrak

    3. Larutan NaCl fisiologis steril

    Gambar Alat

    Cawan Petri Inkubator Mikro pipet

    Ose loop Tabung Reaksi Volume Pipet

    Vortex

  • V. Prosedur

    1. Alat dan bahan disiapkan

    2. Ekstrak ditimbang seberat 0,5 g. Dilarutkan dalam 4,5 mL NaCl fisiologis yang

    berada dalam tabung reaksi I. kemudian dikocok dengan Vortex.

    3. Ambil 0,5 mL larutan dari tabung reaksi I ke dalam tabung reaksi II yang berisi

    4,5 mL NaCl fisiologis.

    4. Ambil 0,5 mL larutan dari tabung reaksi II ke dalam tabung reaksi III yang berisi

    4,5 mL NaCl fisiologis.

    5. Oleskan dengan menggunakan ose loop penuh ke media agar darah.

    6. Diinkubasi selama 18-24 jam dalam inkubator.

    VI. Data pengamatan

    1. Pengamatan Kemampuan Hemolisis Bakteri dalam Ekstrak Daun

    Salam (Syzygium polianthum)

    No. Perlakuan Hasil

    1. Alat dan bahan yang sudah

    disterilisasi disiapkan

    Tersedia alat dan bahan-bahan yang

    bebas bakteri

    2. Ekstrak daun salam ditimbang

    sebanyak 0,5 gram pada cawan

    petri kecil dengan menggunakan

    neraca analitik yang sudah ditara

    terlebih dahulu

    Didapatkan ekstrak daun salam

    sebanyak 0,5 gram

    3. Ekstrak daun salam sebanyak 0,5

    gram tersebut diencerkan dengan

    4,5 mL NaCl fisiologis steril

    (perbandingan 1:10), dan

    dihomogenkan dengan mesin

    vortex.

    Didapatkan suspensi ekstrak daun

    salam yang homogen dengan

    konsentrasi 10%

  • 4. Ekstrak daun salam tersebut

    diencerkan dengan cara diambil

    0,5 mL ekstrak dengan

    menggunakan mikropipet dan

    dimasukkan pada tabung reaksi

    lain yang berisi 4,5 mL NaCl

    fisiologis steril. Campuran

    ekstrak dihomogenkan dengan

    mesin vortex.

    Didapatkan suspensi ekstrak daun

    salam yang homegen dengan

    konsentrasi 1% dengan faktor

    pengenceran 10-1

    5. Ekstrak daun salam tersebut

    kembali diencerkan dengan cara

    diambil 0,5 mL ekstrak dengan

    menggunakan mikropipet dan

    dimasukkan pada tabung reaksi

    lain yang berisi 4,5 mL NaCl

    fisiologis steril. Campuran

    ekstrak dihomogenkan dengan

    mesin vortex.

    Didapatkan suspensi ekstrak daun

    salam yang homegen dengan

    konsentrasi 0,1% dengan faktor

    pengenceran 10-2

  • 6. Cawan petri yang berisi agar

    darah ditandai untuk membagi

    daerah cawan Petri menjadi

    menjadi bagian.

    Cawan berisi agar darah terbagi

    menjadi tiga daerah

    7. Masing-masing ekstrak daun

    salam yang telah dibuat

    dioleskan pada permukaan agar

    darah pada daerah yang berbeda

    sebanyak satu Ose penuh

    Masing-masing bagian diinokulasi

    dengan ekstrak daun salam

    8. Cawan berisi agar darah

    diinkubasi selama 24 jam dan

    diamati hasilnya

    Di dapatkan hasil demikian.

  • 2. Perhitungan

    Larutan 1

    0,5 gram Ekstrak dalam 4,5 mL NaCl fisiologi steril

    = 10 %

    Larutan 2 (Pengenceran 10-1

    )

    0,5 mL x 10 % = 5 mL x M

    M = 1 %

    Larutan 3 (Pengenceran 10-2

    )

    0,5 mL x 1 % = 5 mL x M

    M = 0,1 %

    VII. Pembahasan

    Praktikum kali ini mengenai pengujian ekstrak yang diinokulasi pada media

    agar darah (blood agar). Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah dalam

    ekstrak yang diuji terdapat bakteri yang dapat menghemolisis darah sehingga

    dapat ditetapkan eksrak ini dapat digunakan sebagai obat atau tidak. Prinsip dari

    praktikum ini yaitu adanya perubahan pada media blood agar ketika dihemolisis

    oleh bakteri yang terdapat dalam ekstrak dengan pengerjaan mengikuti aturan

    teknik aseptis.

  • Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

    senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

    yang sesuai (Depkes RI, 2000). Ekstrak yang diuji adalah ekstrak daun salam.

    Ekstrak ini perlu diuji karena ekstrak ini selanjutnya akan digunakan sebagai

    bahan dasar suatu sediaan yang diharapkan mempunyai efek terapeutik dan tidak

    berbahaya bagi pasien. Berdasarkan aturan yang telah ditetapkan oleh BPOM,

    ekstrak tidak boleh mengandung mikroba pathogen. Sehingga hasil dari pengujian

    ekstrak pada blood agar ini yaitu dapat diketahui apakah ekstrak mengandung

    mikroba pathogen yang dalam pengujian ini mikroba yang dapat menghemolisis

    darah.

    Blood agar digunakan untuk isolasi, menumbuhkan berbagai macam bakteri

    pathogen dan menetapkan bentuk hemolisa dari bakteri tersebut. Media kultur ini

    kaya nutrien yang menyediakan kondisi pertumbuhan bakteri yang optimal. pH

    media ini sekitar 6,8 untuk menstabilkan sel darah merah dan menghasilkan media

    hemolisa yang jelas. Kandungan yang didapat pada agar darah seperti nutrien

    substrat (ekstrak hati dan pepton), NaCl, agar agar, darah domba. Media Agar

    Darah (blood agar plate) merupakan media differensial yang berfungsi

    membedakan bakteri berdasar kemampuan bakteri melisiskan sel darah merah.

    Ekspresi dari hemolisis bakteri dapat diketahui ada atau tidaknya zona bening di

    sekeliling koloni bakteri.

    Pada pengujian ekstrak ini, seperti biasanya pada lab mikro biologi, kerja

    yang dilakukan harus secara aseptis. Tujuannya yaitu untuk mencegah

    kontaminasi mikroorganisme dan mencegah kontaminasi ruangan dan praktikan

    dengan mikroorgansime. Menurut Pelczar dan Chan (2007), teknik aseptis sangat

    penting dalam pengerjaan mikrobiologi yang memerlukan ketelitian dan

    keakuratan disamping kesterilan yang harus selalu dijaga agar terbebas dari

    kontaminan yang dapat mencemari. Cara kerja dalam lab mikrobiologi sangat

    mempengaruhi terhadap hasil pengujian. Ketika pengerjaan di lab tidak aseptis,

    maka dimungkinkan hasil yang didapat tidak akurat karena adanya kontaminasi

    dari luar. Teknik aseptis ini dapat dilakukan dengan cara mensterilisasikan

    terlebih dahulu peralatan gelas yang akan digunakan. Selain itu, saat melakukan

  • kerja, harus selalu di dekat api agar terhindar dari kontaminasi luar yang dapat

    menyebabkan kesalahan pada hasil pengujian.

    Langkah pertama yang harus dipersiapkan dalam percobaan kali ini adalah

    membuat blood agar. Blood agar adalah media pertumbuhan mikroorganisme

    yang digunakan untuk mengetahui apakah mikroorganisme tersebuat dapat

    menghemolisis darah atau tidak dapat menghemolisis darah. Selain itu, dengan

    menggunakan blood agar dapat diketahui apakah mikroorganisme tersebut

    pathogen atau tidak. Blood agar merupakan media diferensial, bukan media

    selektif. Media blood agar juga disebut media universal karena dapat digunakan

    untuk menumbuhkan beragam jenis bakteri. Cara pembuatan blood agar cukup

    mudah, disiapkan cawan petri yang telah di sterilkan lalu darah yang steril

    dimasukkan kedalam cawan petri tersebut. Setelah itu ditambahkan agar nutrient

    kedalam cawan petri yang telah diisi darah. Agar nutrient digunakan sebagai

    pemadat media, lalu cawan petri di goyang diatas meja membentuk angka 8 untuk

    menghomogenkan darah dengan agar nutrient. Setelah itu dibiarkan beberapa

    menit hingga blood agar memadat. Pembuatan blood agar dilakukan dengan cara

    aseptis.

    Untuk pembuatan larutan ekstrak daun salam, ditimbang ekstrak sebanyak

    0,5 gram dan dilarutkan dengan 4,5 ml NaCl fisiologis steril lalu dikocok hingga

    homogen. Setelah homogen dilakukan pengenceran bertingkat dengan sebanyak 2

    kali pengenceran. Setelah larutan ekstrak dibuat dalam 3 konsentrasi, 10-1

    , 10-2

    ,

    dan 10-3

    . Cawan petri yang telah diisi blood agar dibagi 3 bagian untuk

    menggoreskan dengan konsentrasi yang berbeda. Setelah itu dilakukan

    penggoresan kedalam media blood agar yang tadi telah dibuat sebelumnya, lalu

    diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam. Saat inkubasi cawan petri harus

    dengan keadaan terbalik agar tidak ada uap air.

    Media blood agar ini digunakan untuk isolasi, menumbuhkan berbagai

    macam bakteri patogen dan menetapkan bentuk hemolisa dari bakteri tersebut.

    Media kultur ini kaya nutrien yang menyediakan kondisi pertumbuhan bakteri

    yang optimal. pH media ini sekitar 6,8 untuk menstabilkan sel darah merah dan

    menghasilkan media hemolisa yang jelas. Kandungan yang didapat pada agar

  • darah seperti nutrien substrat (ekstrak hati dan pepton), NaCl, agar agar, darah

    domba.

    Media Agar Darah merupakan media differensial. Metode uji hemolisis

    berdasarkan kemampuan bakteri menghemolisis sel darah merah pada Blood

    Agar Plate yang ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni

    (Chamanrokh et al, 2007). Terdapat 3 tipe sifat hemolisis yaitu alpha, beta, dan

    gama. Hemolisis alpha terjadi penurunan hemoglobin sel darah merah di sekitar

    koloni sehingga sekeliling bakteri akan tampak warna hijau atau coklat dalam

    medium. Hemolisis beta didefinisikan lisis lengkap dengan tampilan warna

    transparan disekeliling bakteri pada medium. Tipe hemolisis gamma

    menunjukan kurangnya tanda hemolisis atau tidak ada zona bening serta

    perubahan warna.

    Untuk membaca reaksi hemolitik pada lempeng Blood agar (agar darah),

    cawan petri harus diangkat ke sumber cahaya dan diamati dengan cahaya yang

    datang dari belakang (cahaya yang ditransmisikan).

    Pada perlakuan praktikum ini digunakan 3 konsentrasi berbeda dari larutan

    ekstrak daun salam yang tercemar bakteri untuk diuji ada tidaknya bakteri patogen

    didalamnya yang memiliki kemampuan dalam lisis darah. Konsentrasi yang

    digunakan yaitu 10-1

    , 10-2

    , 10-3

    , dimana ketiga konsentrasi ini digoreskan pada

    satu cawan petri yang sebelumnya telah dibagi menjadi tiga bagian sama besar.

    Hasil yang diperoleh dari inkubasi selama 24 jam menunjukkan hasil bahwa

    pada ekstrak yang daun salam yang diteliti tidak mengandung bakteri patogen

    yang dapat menghemolisis darah yang sesuai dengan literatur yang ditetapkan.

    Hal ini dapat diketahui dengan tidak adanya zona bening pada ekstrak yang

    digoreskan pada blood agar. Ketika ada zona bening menunjukkan bahwa bakteri

    patogen berhasil melisis media blood agar, jika itu terdapat pada eksrak maka

    ektrak tersebut tidak dapat dijadikan untuk obat karena dapat membahayakan

    kesehatan tubuh sedangkan pada ekstrak daun salam yang diteliti saat praktikum

    tidak ditemukan bakteri yang berbahaya yang bersifat patogen.

  • VIII. Simpulan

    Ekstrak daun salam yang diteliti tidak mengandung bakteri patogen yang dapat

    menghemolisis darah ditandai dengan tidak adanya zona bening pada ekstrak yang

    digoreskan pada blood agar.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Alderberg M, Jawetz. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.

    Anton, W. 2008.Mikrobiologi Umum. Malang :Universitas Brawijaya

    Arques, J.L., E. Rodriguez, G. Gaya, M. Medina, B. Guamis, and M. Nunez.

    2005. In-activation of Staphylococcus aureus in raw milk cheese by

    combinations of high-pressure treatments and bacteriocin producing lactic

    acid bacteria. sJ. Appl. Microbiol. (98): 254-260.

    Brown, A. 2001. Benson : Microbiological Applications Lab Manual. 8th Ed.

    New York : The McGraw-Hill Companies.

    Cormack. 2008. Histologi veterinner. Jakarta : UI Press.

    Dwiyitno. 2010. Identifikasi Bakteri Patogen pada Produk Perikanan Dengan

    Teknik Molekuler. Squalen Vol. 5 No. 2.

    Jonathan. 2006. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.

    Novotny, L., Dvorska. L., Lorencova, A., Beran, V., and Pavlik, I. 2004. Fish: a

    potential source of bacterial pathogens for human beings. Vet. Med.

    Czech. 49 (9): 343358.

    Purnomo, B. 2006. DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN :

    Penggolongan Penyakitdan Patogen Tumbuhan.

    Rollins, D.M. and Joseph, S.W. (2000). Pathogenic Microbiologi. Available at

    http://www.life.umd.edu.com [30 November 2015]

    Waswa, J., Irudayaraj, J., and Debroy, C. 2007. Direct detection of E. coli

    O157:H7 in selected food systems by a surface plasmon resonance

    biosensor. LWT. 40: 187192.

    Watson, David G. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi

    dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi 2. Jakarta : EGC.

    Wijaya, R. 2009. Penerapan Peraturan Dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan

    Anak Sekolah Di Sekolah Dasar Kota Dan Kabupaten

    Bogor.Skripsi.Bogor: Institut Pertanian Bogor.

  • Wulangi, K.S. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta : Depdikbud.