kasus auditing (lehman brothers)

13
Bangkrutnya Lehman Brothers dan Nasib Perekonomian AS Bangkrutnya Lehman Brothers, perusahaan sekuritas berusia 158 tahun milik Yahudi ini menjadi pukulan berat bagi perekonomian AS yang sejak beberapa tahun terakhir mulai goyah. Para analis menilai, bencana pasar keuangan akibat rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar di Negeri Paman Sam satu per satu, tinggal menunggu waktu saja. Inikah tanda-tanda kehancuran sebuah imperium, negara adi daya bernama Amerika Serikat? Krisis Terburuk Pernyataan bangkrutnya Lehman Brothers hari Senin kemarin, langsung mengguncang bursa saham di seluruh dunia. Dalam pembukaan perdagangan hari Selasa (16/9), bursa saham di kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong, China, Asutralia, Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan antara 2 sampai 7 persen. Termasuk bursa saham di kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tak terkecuali di AS sendiri, para investor di Bursa Wall Street mengalami kerugian besar, bahkan surat

Upload: ramdhan-ardyansyah

Post on 29-Dec-2015

416 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

Bangkrutnya Lehman Brothers dan Nasib Perekonomian AS

Bangkrutnya Lehman Brothers, perusahaan sekuritas berusia 158 tahun milik

Yahudi ini menjadi pukulan berat bagi perekonomian AS yang sejak beberapa

tahun terakhir mulai goyah. Para analis menilai, bencana pasar keuangan akibat

rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar di Negeri Paman Sam

satu per satu, tinggal menunggu waktu saja. Inikah tanda-tanda kehancuran

sebuah imperium, negara adi daya bernama Amerika Serikat?

Krisis Terburuk

Pernyataan bangkrutnya Lehman Brothers hari Senin kemarin, langsung

mengguncang bursa saham di seluruh dunia. Dalam pembukaan perdagangan

hari Selasa (16/9), bursa saham di kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong,

China, Asutralia, Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami

penurunan antara 2 sampai 7 persen. Termasuk bursa saham di kawasan Timur

Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tak terkecuali di AS

sendiri, para investor di Bursa Wall Street mengalami kerugian besar, bahkan

surat kabar New York Times menyebutnya sebagai kerugian paling buruk sejak

peristiwa serangan 11 September 2001.

Mantan Kepala Federal Reserve Alan Greenspan mengatakan, krisis keuangan

yang terjadi di AS merupakan krisis keuangan terburuk yang pernah ia saksikan

dan masih berlangsung dalam jangka waktu lama. Ia meyakini krisis ini akan

Page 2: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

makin mendalam yang bisa mengakibatkan resesi ekonomi di AS. "Kemungkinan

AS bisa lolos dari resesi ekonomi sangat kecil, di bawah 50 persen, " kata

Greenspan dalam wawancara dengan ABC News hari Minggu kemarin.

Pernyataan Greenspan bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan

Presiden AS George W. Bush dan jajaran pejabat perekonomiannya. Bush

mengatakan, apa yang terjadi saat ini cuma penyesuaian kecil dan ia akan

bekerja keras untuk meminimalkan dampaknya guna mencegah terjadinya

kekacauan ekonomi.

"Saya percaya perekonomian negeri ini akan bergairah kembali. Dalam jangka

pendek, penyesuaian di pasar finansial akan terasa sangat menyakitkan. Tapi

dalam jangka panjang, saya percaya pasar modal kita sangat fleksibel dan

mampu menyesuaikan diri dengan penyesuaian ini, " kata Bush yakin.

Sementara Menteri Keuangan AS Henry Paulson mengatakan, dirinya akan

bekerjasama dengan dewan legislatif AS dan otoritas keuangan di berbagai

negara untuk memulihkan "stabilitas dan ketertiban" di pasar modal AS setelah

krisis yang menimpa.

Namun para analis bersikap skeptis dengan optimisme Bush dan para pejabat

perekonomiannya. "Orang-orang di pemerintahan tidak paham apa yang dialami

rata-rata rakyat Amerika. "Mereka saat ini dalam kondisi sangat tertekan. Rumah-

rumah mereka sudah tidak ada harganya lagi, mereka terlilih hutang kartu kredit,

" kata Israel Adelman, seorang trader dari perusahaan Fordham Financials di

Wall Street.

Kepala ekonom di The Saudi British Bank (SBB), John Sfakianakis mengatakan,

krisis perbankan yang terjadi di AS menunjukkan bahwa tak ada satu pun

institusi finansial yang sempurna dan AS perlu segera memperbaiki regulasinya.

Ia juga mengatakan bahwa sentimen negatif akibat krisis itu akan berlanjut dan

tantangan bagi insitusi keuangan adalah bagaimana mereka menjaga kesehatan

finansial perusahaannya."Waktu akan menunjukkan apakah sebuah institusi

keuangan bisa keluar dari krisis ini, " kata Sfakianakis.

"Mereka yang pesimis meyakini situasi pasar modal akan lesu sampai tahun

2009 nanti dan baru akan bangkit kembali pada tahun 2010. Harus diakui,

menyeimbangkan antara kepanikan dengan kepercayaan pasar bukan hal yang

mudah. Sikap pemerintah AS yang menolak memberikan kucuran dana buat

Page 3: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

Lehman menunjukkan bahwa otoritas AS tidak mau menolong perusahaan-

perusahaan yang bermasalah, " sambungnya.

Krisis keuangan yang terjadi saat ini juga memicu tanda tanya soal moralitas

para bankir dan pemegang saham. Ketika kondisi sedang bagus, mereka jor-

joran memberikan modal pada masyarakat kelas atas, menerima gaji, bonus dan

keuntungan yang sangat besar. Tapi ketika kondisi keuangan sedang dilanda

krisis, para bankir dan pemegang saham seolah lepas tangan dan

membebankan tanggung jawabnya pada pembayar pajak.

Dampak paling nyata dari bangkrutnya Lehman Brothers adalah meningkatnya

jumlah pengangguran di AS, bahkan di berbagai belahan dunia. Di seluruh dunia,

jumlah pegawai jaringan perusahaan Lehman Brothers mencapai 25.000 orang.

Pada bulan Agustus 2008, Lehman sudah mengumumkan akan memecat 5

persen dari jumlah pegawainya atau sekitar 1.500 orang.

Sebelum Lehman, sejumah perusahaan di AS sudah melakukan pemangkasan

karyawan. Misalnya perusahaan penerbitan koran Gannett Co. Inc. menyatakan

akan merumahkan 600 karyawannya dan Ford Motor Co. akan megurangi 300

orang karyawannya. Para analis mempekirakan tingkat pengangguran AS

sampai pertengahan tahun 2009 akan meningkat dari 5, 7 persen menjadi 6, 5

persen. Bertambahnya pengangguran berarti bertambahnya beban

perekonomian pemerintah.

AS Diambang Kehancuran?

Setelah Lehman Brothers, kebangkrutan masih menghantui perusahaan-

perusahaan di Wall Street. Apalagi sejumlah perusahaan finansial yang selama

ini dipercaya kuat juga mengalami kesulitan keuangan. Perusahaan pesaing

Lehman, Merrill Lynch misalnya, sudah diambil oleh pemerintah AS. Perusahaan

raksasa lainnya, American International Group (AIG)-salah satu perusahaan

asuransi terbesar di dunia-saat ini juga sedang mencari pinjaman sebesar 40

milyar dollar.

Sejumlah analis berpendapat, inilah detik-detik kehancuran ekonomi negara

adidaya AS. Negara yang menganut sistem ekonomi neo-liberal dan

menancapkan ekonomi imperialisnya ke berbagai belahan negara, akhirnya

ambruk juga.

”Esensinya, riwayat Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi global sudah

tamat, ” kata Max Keiser, seorang analis pasar di Paris.

Page 4: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

”Sejarah dollar AS sebagai mata uang cadangan dunia sudah selesai dan kita

akan melihat negara lain yang akan muncul sebagai kekuatan baru, yang paling

memiliki peluang besar adalah negara China, ” papar Keiser.

Menurutnya, krisis keuangan yang menghantam AS sebenarnya sudah

diprediksi. AS yang menganut sistem keuangan neo-liberal secara bebas

memberikan kredit. Tiba-tiba, ketika kredit tak tersedia sejak musim panas

kemarin, bank-bank mulai kelimpungan.

Tapi, kata Keiser, skenario ”kiamat” ini tidak akan terjadi di negara-negara

berkembang yang memiliki sumber minyak seperti di Timur Tengah atau negara-

negara yang masyarakatnya memiliki dana simpanan yang besar, seperti di

China.

”Skenario kiamat ini hanya akan terjadi di AS dan Inggris, di mana

masyarakatnya hidup dari uang pinjaman dari generasi ke generasi, ” tukas

Keiser.

Hal serupa diungkapkan Andrew Critchlow, redaktur pelaksana Dow Jones Timur

Tengah yang berbasis di Dubai. ”Saya pikir ini adalah saat-saat yang

menentukan bagi perekonomian dunia, bagi AS, bagi kita semua, yang akan

selalu diingat sepanjang hidup kita, ” kata Andrew.

Ia menyamakan krisis keuangan di AS saat ini dengan kondisi era tahun 1920-

an, ketika masyarakat dunia mengalami apa yang disebut Great Depression.

Secara teknis, bisnis perbankan dan keuangan sudah tidak berjalan.

”Yang paling mengkhawatirkan jika kondisi ini benar-benar menghantam

perekonomian riil, menghantam orang-orang di jalan. Mereka tidak punya uang

lagi, tidak punya pekerjaan dan berpotensi akan kehilangan rumah-rumah

mereka juga, ” sambung Andrew.

Allister Heath, editor surat kabar finansial London’s City A.M menambahkan,

ketika bank-bank besar seperti Lehman mengalami kebangkrutan, yang terkena

dampaknya juga masyarakat kecil, termasuk para pensiunan yang

mempercayakan uang pensiunnya diinvestasikan di bursa-bursa saham yang

kebanyakan ditanamkan di sektor perbankan. Selain itu, kata Heath, ribuan

orang juga akan menjadi pengangguran.

Pada akhirnya, situasi ini akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada

lembaga keuangan termasuk pada pemerintah dengan sistem perekonomian

Page 5: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

neo-liberalnya yang ternyata rapuh. Sebuah gambaran yang tragis bagi sebuah

imperium bernama AS, yang selalu sesumbar dengan sistem perekonomian

kapitalis yang disebarkannya ke seluruh dunia, ternyata tak mampu menolong

perekonomian di negerinya sendiri ketika terancam kebangkrutan. Bagaimana,

masih silau dengan gemerlapnya Amerika Serikat?(ln/berbagai sumber)

Page 6: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

Borok Lehman Brothers Terungkap: Repo ‘105′

Bangkrutnya suatu perusahaan besar ataupun institusi keuangan seringkali mengungkap banyak hal yang mengejutkan dan menyisakan polemik panjang.

Hal yang sama terjadi dengan kasus ambruknya Lehman Brothers di Amerika Serikat (AS) tanggal 15 September 2008 lalu. Sekedar kilas balik, Lehman Brothers merupakan salah satu investment bank terbesar di AS yang sudah berusia lebih dari 150 tahun. Kebangkrutan bank ini merupakan yang terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah perbankan di AS. Bangkrutnya Lehman Brothers juga merupakan titik awal serangan badai krisis terdahsyat pasca Perang Dunia II yang melanda tahun 2007/08 lalu.

Seperti halnya terjadi pada setiap krisis, krisis kali ini juga mengubah secara mendasar berbagai aspek tatanan sosial, ekonomi dan politik. Bahkan, krisis kali ini mempengaruhi konstelasi geopolitik dan merombak tatanan pasar finansial secara global. Hampir semua negara terkena imbasnya meski dalam skala yang berbeda.

Di Indonesia, imbas yang paling besar justru pada aspek politik. Hal ini terlihat dari ‘keributan’ pelaksanaan hak angket DPR dalam penyelidikan kebijakan pencegahan dampak krisis melalui Pansus Century. Keributan yang konon justru menjadikanIndonesia dikategorikan sebagai negara terkorup di kawasan Asia Pasifik dalam survey yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC) bulan Maret 2010 lalu.

Page 7: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

Bangkrutnya Lehman Brothers inipun akhirnya mencuatkan pula praktik ‘manipulasi’ standar akuntansi (window dressing). Meski hal ini sesungguhnya merupakan kejahatan, namun biasanya sulit untuk membuktikannya di pengadilan,karena menyangkut interpretasi atau judgment.

Hambatan utama biasanya karena akuntansi terkait erat dengan sistem hukum yang berlaku. Pada hakekatnya setiap transaksi merupakan kontrak legal. Kontrak legal inilah yang menjadi dasar pemaknaan substansi ekonomi dari setiap transaksi. Praktik manipulasi akuntansi ini mungkin tak terbayang oleh Luca Pacioli, ahli matematika yang hidup di jaman Renaissance yang dikenal sebagai bapak akuntansi (lihat juga: ‘Akuntansi memperparah krisis?’).

Terkait dengan bangkrutnya Lehman Brothers ini, kejahatan window dressingtersebut juga kembali menjadi bahan perdebatan seru. Kali ini, yang menjadi sorotan adalah seputar transaksi ‘repo’.

Perdebatan ini mencuat setelah keluarnya laporan audit investigasi penyebab bangkrutnya Lehman Brothers tanggal 11 Maret 2010 lalu. Audit dilakukan oleh Anton R. Valukas, yang ditunjuk oleh pengadilan kepailitan Southern District(Manhattan). Proses penyeledikan itu sendiri memakan waktu sekitar setahun dan menghabiskan biaya 42 juta US Dollar!

Laporan Valukas tersebut setebal 2.200 halaman dan terdiri atas 9 volume. Khusus menyangkut transaksi repo, dilaporkan pada volume 3 bagian III.A.4 halaman 732-1053. Bagian inilah yang menjadi perdebatan seru dan akan memiliki implikasi yang panjang.

Agak sedikit mengherankan sebenarnya karena transaksi repo sudah merupakan ‘makanan sehari-hari’ bagi industri keuangan, khususnya di AS dan Eropa. Juga hal yang seharusnya ‘terang-benderang’ bagi auditor (akuntan publik) maupun otoritas pengawas di US maupun di Eropa.

Lantas, apa yang ‘istimewa’ dari transaksi repo ini? mengapa akan menjadi debat panjang?

Sebelum mengulas seperti apa praktik repo yang dilakukan Lehman Brothers, menarik untuk melihat ‘sangkaan’ dari temuan yang ada di dalam laporan hasil penyelidikan bangkrutnya Lehman Brothers. Laporan Valukas tersebut menyimpulkan adanya ‘materially misleading accounting gimmick’ atau singkatnya praktik window dressing (upaya ‘mempercantik’ kondisi keuangan secara artificial agar kondisi perusahaan terlihat lebih kuat).

Praktik yang disebut window dressing tadi bahkan sudah diakui sendiri oleh salah satu pejabat eksekutif Lehman Brothers dalam percakapan melalui email internal.

Selain itu, kekhawatiran terhadap praktik akuntansi tidak sehat menyangkut transaksi repo Lehman Brothers ini sebenarnya sudah disampaikan oleh salah satu senior vice president Lehman Brothers, Matthew Lee, sekitar bulan Mei/Juni 2008. Hal itu disampaikan baik kepada pejabat senior di bank maupun kepada auditor Ernst & Young (E&Y), namun tidak memperoleh tanggapan.

Para pejabat tinggi Lehman Brothers juga disebut melakukan ‘actionable balance sheet manipulation’. Valukas juga menyebut E&Y – yang merupakan the biggest five public accountant, auditor Lehman Brothers waktu itu sebagai ‘tidak memenuhi standar profesional’ sebagai auditor dan melakukan ‘malpraktek’ (halaman 990/91). Opini audit E&Y terakhir menyatakan semuanya masih ‘ok’ atau ‘fairly

Page 8: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

presented in accordance with general accepted accounting principles’ (GAAP). E&Y masih bertahan dengan pendapatnya tadi setelah keluarnya Laporan Pemeriksaan Valukas tadi, meski berdalih bahwa auditnya yang terakhir belum selesai karena Lehman Brothers keburu bangkrut.

Kemungkinan komplikasi lain adalah fakta bahwa sebelum Lehman Brothers bangkrut, pihak otoritas, baik SEC maupun FED New York sudah menempatkan pengawasnya di Lehman Brothers. Para pengawas tersebut benar-benar ‘menongkrongi’ kantor Lehman Brothers dan memiliki akses ke semua pembukuan dan dokumen internal, termasuk komunikasi diantara pejabat bank. Hal ini lazim dikenal dengan on-site supervisory presence (OSP).

OSP ini oleh SEC dan FED NY dilakukan segera sesudah ‘bail-out’ terhadap Bear Stearn dan dilakukan terhadap semua investment bank besar di AS, seperti Goldman Sach, Morgan Stanley dan Merrill Lynch. Fakta inilah yang membuat Tim Geithner mantan Presiden FED NY, sekarang the US Secretary of the Treasury di kabinet Obama, dan Christopher Cox, ketua SEC kembali menjadi sorotan.

Temuan-temuan dalam Laporan Valukas tersebut juga sangat menarik perhatian Phil Angelide, ketua Financial Crisis Inquiry Commision (FCIC) semacam ‘Pansus’ penyelidikan kejatuhan pasar finansial di AS. Angelide akan menjadikan temuan Valukas ini sebagai bahan dalam penyelidikannya lebih lanjut untuk melihat implikasinya.Tim yang dipimpin Angelide ini dalam beberapa kali proses ‘hearing’ sudah memanggil pimpinan Hedge Fund terbesar di AS, termasuk George Soros, pimpinan investment bank di US, pejabat SEC, pejabat the FED dan pejabat FBI dalam proses penyelidikannya. Proses penyedikan yang juga diwarnai dengan dialog yang ‘tajam’ terhadap para pihak yang didengar pendapatnya.

Hal lain yang akan membuat ‘komplikasi’ adalah bahwa praktik yang dinilai sebagaiwindow dressing ini memanfaatkan ‘regulatory arbitrage’, yaitu perbedaan sistem hukum dan standar akuntansi yang berlaku di Inggris dan AS. Praktik yang dilakukan Lehman Brothers ini melibatkan perusahaan afiliasi Lehman Brothers yang berdomisili di Inggris.

Faktor-faktor di atas yang membuat Valukas sendiri, meski yakin memiliki bukti yang kuat, namun terkesan agak pesimis dengan tindak lanjut hasil temuannya di pengadilan, khususnya menyangkut tuduhan ke auditor. Hal ini terlihat di bagian akhir laporan volume 3, yaitu bagian ‘possible defense’ halaman 1053. Intinya, keputusan akan sangat tergantung dari kesaksian para ‘ahli’, yang disebutkan terutama dari pandangan profesor di bidang akuntansi dan audit.

Apa itu Repo dan Repo ‘105’?

Repo pada dasarnya adalah pinjaman yang dijamin dengan agunan, biasanya berupa surat-surat berharga (securities). Dengan demikian, makna ekonomi transaksi repo adalah ‘collateralized borrowing’. Lazim pula disebut dengan ‘gadai’, misalnya gadai surat-surat berharga atau gadai saham. Sekedar kilas balik, transaksi repo ini juga mencuat dalam kasus FPJP bank Century karena FPJP hakekatnya juga merupakan transaksi repo.

Pada umumnya repo dibedakan menajdi dua jenis, yaitu ‘classic repo’ dan ‘sell and buy back’ repo. Meskipun ada pula yang menggunakan jenis repo berupa ‘total return swap’.

Page 9: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

Untuk ‘classic repo’ maka tak lain adalah benar-benar berupa pinjaman dana (cash) yang dijamin dengan agunan. Pihak yang meminjam dana (buyer atau borrower) akan mencatat pinjaman di sisi Hutang (liabilities) sebagai lawan ‘cash’ yang diterima. Agunan yang diserahkan masih tercatat sebagai aset di neraca bank peminjam tersebut. Dengan demikian, total neraca bank akan bertambah sebesar transaksi repo yang dilakukan.

Sementara untuk ‘sell and buy back’ repo, maka agunan (surat-surat berharga) seolah-olah ikut berpindah tangan. Dengan demikian, penerimaan cash dari bank pemberi pinjaman, akan diikuti dengan penyerahan aset (surat-surat berharga). Namun demikian, perlu diingat bahwa bank peminjam tersebut harus tetap menginformasikan bahwa memiliki kewajiban untuk ‘membeli’ kembali surat berharga yang diserahkan (sebagai agunan) atas pinjaman yang diterima sesuai dengan harga yang sudah disepakati di awal. Pencatatan yang sama, dari sisi sebaliknya juga dilakukan oleh lawan transaksi (counterpart). Hal ini mengingat transaksi repo ini pada prinsipnya mencakup 2 perjanjian transaksi yang tidak terpisah, yaitu ‘menjual’ sementara surat berharga untuk kemudian ‘dibeli’ kembali.

Nah, pada saat transaksi repo dilakukan oleh Lehman Brothers, kewajiban untuk membeli kembali surat berharga tersebut tidak diungkapkan sebagaimana seharusnya menurut standar akuntansi yang berlaku. Metode pencatatan akuntansi ini saat itu terdapat pada Statemen of Financial Accounting Standard (SFAS) 140, semacam PSAK di Indonesia. Standar akuntansi yang mulai diperkenalkan di AS tahun 2001.

Transaksi repo Lehman Brothers ini dilakukan dengan pihak terkait di Inggris yang, konon memiliki sistem hukum dan standar akuntansi yang berbeda. Pihak terkait inilah yang awalnya melakukan pembelian secara repo surat berharga, yang kemudian direpokan kembali ke Lehman Brothers di US. Hal yang sebaliknya juga dilakukan dengan mekanisme yang sama pada saat Lehman Brothers melakukan penjualan secara repo.

Menurut argumen Lehman Brothers, transaksi repo semacam ini di Inggris bisa diperlakukan sebagai ‘true sales’ atau penjualan ‘outright’. Seolah benar-benar dijual tanpa kewajiban untuk dibeli kembali.

Dengan dalih seperti itu, maka Lehman Brothers dapat ‘memperbaiki’ tampilan neracanya, menjadi lebih ‘sehat’. Penjualan surat berharga secara repo, yang oleh Lehman Brothers diperlakukan sebagai ‘true sale’ tadi dan kemudian ‘cash’ yang diterima digunakan untuk melunasi ‘hutang’ membuat total aset (neraca) Lehman Brothers akan mengecil. Demikian pula tingkat ‘leverage ratio’ (rasio hutang terhadap modal) menjadi lebih baik. Lehman Brothers terlihat lebih ‘liquid’ kondisinya pada saat dimana isu likuiditas bank-bank di AS menjadi sorotan.

Praktik yang dilakukan Lehman Brothers tersebut bahkan sempat membuat salah satu pesaingnya, yaitu Merrill Lynch curiga dan ‘melaporkannya’ ke the Fed. Sesuatu yang konon tidak lazim dilakukan perbankan di AS meskipun dalam kondisi persaingan perbankan yang ketat.

Hal yang menjadi pusat ‘keanehan’ dan memperkuat dugaan praktik ‘window dressing’ adalah bahwa transaksi repo tersebut dilakukan pada setiap akhir kuartal, menjelang publikasi laporan keuangan kuartalan. Jumlah transaksi repo-nya pun terus meningkat, yaitu sekitar 38,6 milyar US Dollar (2007), 49,1 milyar US Dollar di kuartal I 2008 dan 50,38 milyar US Dollar di kuartal II 2008. Transaksi ini dilakukan

Page 10: Kasus Auditing (Lehman Brothers)

Lehman Brothers dengan jangka waktu yang sangat pendek (rata-rata di bawah 7 hari, bahkan ada yang hanya semalam). Artinya, begitu laporan keuangan kuartalan keluar, maka kondisi neraca Lehman Brothers kembali seperti sediakala (tidak sebagus pada saat laporan dikeluarkan ke publik).

Apa itu Repo ‘105’?

Di dalam Laporan Valukas, penggunaan terminologi repo 105 ini sebenarnya merujuk pada repo 105 dan repo 108. Angka 5 dan 8 tersebut sebenarnya menunjukkan hair-cut (potongan yang dikenakan terhadap penilaian agunan) yang dikenakan pada transaksi repo surat berharga tersebut. Hair-cut 5% (105) maksudnya adalah bahwa pinjaman dana sebesar 100 US Dollar akan dijamin dengan agunan senilai 105 US Dollar. Beberapa pihak menyebut sebagai ‘top-up’ atau ‘cover-up’ agunan.

Apakah hal tersebut aneh?

Yang membuat para pihak merasa ‘aneh’ adalah karena ‘hair-cut’ tersebut ‘diberikan’ oleh Lehman Brothers termasuk untuk agunan ‘surat berharga’ berupa US Treasury. Jelas merupakan hal yang tidak wajar pada saat dimana permintaan akan US Treasury Bills meningkat tajam sejalan dengan fenomena ‘flight to quality’ saat itu. Lazimnya, hair-cut untuk repo US Treasury Bills hanya dalam kisaran 1%.

Sayangnya, laporan Valukas dan perdebatan menyangkut transaksi repo 105-nya Lehman Brothers ini, yang merupakan salah satu bentuk transaksi ‘over-the-counter’ (OTC) tidak menyinggung masalah perjanjian transaksi repo yang digunakan. Misalnya, apakah repo tersebut tunduk pada General Master Repo Agreement(GMRA) yang lazimnya mendasari transaksi repo. Namun bisa jadi tidak karena transaksi repo 105 tersebut dilakukan dengan melibatkan pihak terkait di Inggris, meskipun pihak terkait di Inggris selanjutnya melakukan transaksi repo dengan counterpart di Inggris.

Namun demikian, fakta tersebut saat ini juga menajdi perhatian pihak otoritas di Inggris, yaitu The UK Financial Reporting and Council (The FRC). FRC merupakan badan yang mengatur masalah akuntansi dan audit di Inggris.

Kini, proses penyeldikan terhadap para mantan pejabat Lehman Brothers sedang mulai bergulir. Besar kemungkinan, Richard S. Fuld Jr., CEO terakhir yang akan mendapat giliran dicecar pertama kali. Kita lihat apakah pengadilan di AS dapat mengambil keputusan yang sepadan. Yang pasti, prosesnya akan sangat panjang …

Mudah-mudahan pihak otoritas terkait di Indonesia mampu mengambil hikmah dari pelajaran yang sangat mahal dan menyakitkan ini. Bila tidak, alangkah malangnya nasib bangsa ini bila hal serupa meledak di sini karena bukan tak mungkin praktik sejenis juga banyak dilakukan di sini …

Referensi tulisan (berbagai artikel dan kolom di The Wall Street Journal, The New York Time, The Financial Time, Bloomberg, Reuters). Laporan Hasil Penyelidikan Anton R. Valukas, Examiner of the US Bankruptcy Court Southern District of New York, khususnya volume 3 bisa diunduh di sini.