kasus 2 myeloradi-makalah
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
1/32
Kasus
Constant back pain causes a 27 years old woman eith multiple myeloma to seek medical
attention. Diagnostic study reveal the presence of compression fractures that may be due to
her malignancy to osteoporosis and or to her current corticosteroid regimen. Therapeuticalternatives for analgesia include opioid agonist, NSAIDs, acetaminophen or combination
product calcitonin, corticosteroids and biphosphonat. May also have roles in this particular
patients treatment. After invitation of an individualizedregimen, the patient should be
assessed carefully for adequancy of pain relief and the presence of adverse effects. The
patien need further intervention after she develops constipation, nausea, and increased
renal function tests four weeks after starting an analgesic regimen.
Anatomi dan Fisiologi Sumsum Tulang Belakang (Medula Spinalis)
Medulla Spinalis dan batang otak
membentuk struktur kontinu yang keluar dari
hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai
penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan
otot. Panjangnya rata-rata 40-45 cm, lebar 14 mm
dan menipis pada jari-jari. Medulla spinalis ini
memanjang dari foramen magnum di dasar
tengkorak sampai bagian atas lumbar kedua tulang
belakang, yang berakhir di dalam berkas serabut
yang disebut konus medullaris. Seterusnya di bawah
ruang lumbar kedua adalah akar saraf, yang
memanjang melebihi konus, dan disebut kauda
equine, akar saraf ini menyerupai ekor kuda.
Fungsi Korda Spinalis pada dasarnya ada
dua. Pertama, bertindak sebagai pusat saraf,
mengintegrasi sinyal sensori yang datang dan
mengkatifkan keluaran motorik secara langsung,
tanpa campur tangan otak. Fungsi ini terlihat pada
kerja reflek spinal, yang penting untuk melindungi
tubuh dari bahaya dan menjaga pemeliharaan tubuh. Kedua, bertindak sebagai stasiun
(pusat perantara saraf) antara saraf tepi dan otak. Semua komando motorik volunteer
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
2/32
maupun involunter dari otak ke otot-otot tubuh, harus dikomunikasikan lebih dahulu pada
pusat motorik spinal. Demikian juga, sinyal sensorik dari reseptor perifer ke pusat otak,
harus lebih dahulu dikomunikasikan ke pusat sensorik di korda spinalis. Jadi jaras pada
korda spinalis merupakan tempat komunikasi dua arah anatar otak dan korda spinalis.
Saraf-saraf Spinal. Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen
servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 5 segmen koksigeus. Medulla spinalis
mempunyai 31 pasang saraf spinal; masing-masing segmen mempunyai satu untuk setiap
sisi tubuh. Medulla spinalis terdiri dari substansi grisea dan alba. Substansi grisea ada di
bagian tengah dan semua sisi saraf dikelilingi oleh substansia alba.
Kolumna Vertebra. Kolumnal vertebral melindungi medulla spinalis ,
memungkinkan gerakan kepala dan tungkai, dan menstabilkan struktur tulang untuk
ambulasi. Vertebra terpisah oleh potongan-potongan kecuali servikal pertama dan kedua,
sakral dan tulang belakang kogsigeus. Seterusnya lengkung saraf terbagi dua yaitu pedikel
dan lamina. Badan vertebra, arkus saraf, pedikel dan lamina semuanya berada di kanalis
vertebralis.
Struktur Medulla Spinalis.
Medulla spinalis dikelilingi oleh
meningen, dura, arakhnoid dan
piameter. Di antara dura meter dan
kanalis vertebralis terdapat ruang
epidural. Medulla spinalis
berbentuk struktur H dengan badan
sel saraf (substansia grisea/
substansi abu) dikelilingi traktus
asenden dan desenden (subtansia
alba/ substansi putih). Substansi
putih, terutama terdiri atas
sekumpulan serabut saraf bermyelin
(akson). Badan sel dari serabut ini
berada di otak atau korda spinalis. Substansi abu berisi sel saraf (neuron), prosessus, sinap
diantara sel saraf, sehingga ia dapat menganalisa, mengintegrasi dan mentransmisi
rangsang. Substansi abu dibagi atas tiga zona funsional : tanduk dorsal (posterior),
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
3/32
tanduk ventral (anterior) dan zona tengah. Bagian bawah yang berbentuk H meluas dari
bagian atas dan bersamaan menuju bagian tanduk anterior. Keadaan tanduk-tanduk ini
berupa sel-sel yang mempunyai serabut-serabut, yang membentuk ujung akar anterior
(motorik) dan berfungsi untuk aktivitas yang disadari dan aktivitas reflek dari otot-otot
yang berhubungan dengan medulla spinalis. Bagian posterior yang tipis (upper horn)
mengandung sel-sel berupa serabut-serabut yang masuk ke ujung akar posterior (sensorik)
dari kemudian bertindak sebagai relay station dalam jaras reflek/ sensorik.
Pada bagian torakal medulla spinalis
adalah projeksi dari masing-masing sisi di bagian
crossbarH substansia grisera yang disebut tanduk
lateral. Tanduk lateral mengandung sel-sel yang
memberikan reaksi serabut otonom bagian
simpatis. Serabut-serabut ini meninggalkan
medulla spinalis melalui akar anterior di dalam
segmen torakal dan segmen lumbar bagian atas.
Traktus Spinalis. Substansia alba
membentuk bagian medulla spinalis yang besar dan dapat terbagi menjadi tiga kelompok
serabut-serabut disebut traktus atau jaras. Traktus posteriormenyalurkan sensasi, persepsi
terhadap sentuhan, tekanan getaran, posisi, dan gerakan pasif bagian-bagian tubuh.
Sebelum menjangkau daerah korteks serebri, serabut-serabut ini menyilang ke daerah
beralawanan pada medulla oblongata. Traktus Spinotalamus bertugas mengirim impuls
nyeri dan temperature ke thalamus dan korteks serebri. Traktus lateral (pyramidal
kortikospinal) menyalurkan impuls motorik ke sel-sel tanduk anterior dari sisi yang
berlawanan di otak. Serabut-serabut desenden merupakan sel-sel saraf yang didapat pada
daerah sebelum pusat korteks. Bagian menyilang di medulla oblongata yang disebut
piramida.
Sistem Motorik
Saraf Motorik Atas dan Bawah. Setiap
serabut otot yang mengatur gerakan disadari
melalui dua kombinasi sel-sel saraf, salah satunya
terdapat pada korteks motorik, serbut-serabutnya
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
4/32
berada tepat pada traktus piramida atau penyilangan traktus piramida, dan serat lainnya
berada pada ujung anterior medulla spinalis, serat-seratnya berjalan menuju otot. Yang
pertama disebut sebagai neuron motorik atas (upper motor neuron [UMN]), dan yang
terakhir disebut sebagai neuron motorik bawah (lower motor neuron [LMN]). Setiap saraf
motorik yang menggerakkan setiap otot merupakan komposisi gabungan ribuan saraf-saraf
motorik bawah.
Jaras motorik
dari otak ke medulla
spinalis dan juga
dari serebrum ke
batang otak dibentuk
oleh (UMN). UMN
mulai di dalan
korteks pada sisi
yang berlawanan di
otak, menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi berlawanan di dalam batang otak,
menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir di sinaps LMN. UMN
seluruhnya berada dalam system saraf pusat (SSP). LMN menerima impuls di bagian ujung
posterior dan berjalan menuju sambungan mioneural. LMN berakhir di dalam otot. Ciri-
ciri klinik pada lesi di UMN dan LMN dibicarakan pada bagian sebelumnya yang terdapat
dalam tabel 1.
Sistem Saraf Autonomik
Kontraksi otot-otot yang tidak di
bawah control kesadaran, seperti otot
jantung, sekresi semua digestif dan
kelenjar keringat dan aktivitas organ-
organ endokrin, dikontrol oleh sebagian
besar komponen system saraf yang
dikenal sebagai system saraf otonom.
Sistem saraf otonom merupakan system
TABEL 1. Akibat lesi Neuron Motor Atas (UMN) versus
Neuron Motor Bawah (LMN)
Lesi UMN Lesi LMN
Kehilangan kontrol volunter Kehilangan control volunteer
Peningkatan tonus otot Penurunan tonus otot
Spastisitas otot Paralisis flaksio otot
Tidak ada atrofi otot Atrofi otot
Reflek hiperaktif dan abnormal Tidak ada atau penuruna refleks
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
5/32
saraf percampuran. Perluasan system saraf autonom tidak diatur oleh korteks serebri.
System ini menyerupai system ektraparamidal yang berpusat pada serebelum dan basal
ganglia. Basal ganglia adalah massa pada substansia grisea di bagian otak tengah di bawah
hemisfer serebri, berbatasan atau terproyeksi kearah ventrikel lateral dan letaknya dekat
kapsul interna. Basal ganglia berfungsi untuk mengontrol kegiatan yang biasa dilakukan
atau aktivitas yang automatis dan mempertahankan bentuk dasar untuk melakukan gerakan
yang disadari. Ganglia berhubungan dengan organ melalui penghubung khusus,dengan
tugas mempertahankan kontraktilitas tegangan setiap otot pada batang tubuh dan keadaan
konstan dari ektremitas dalam penyesuaian diri, sehingga seseorang dapat
mempertahankan keseimbangan postur tubuhnya, baik dalam keadaan gelap atau terang.
Selanjutnya, karena basal ganglia maka seseorang dapat bereaksi cepat, tepat dan berespon
cepat secara automatis untuk beberapa penciuman, penglihatan dan pendengaran.
System ini sangat unik. Pertama, system saraf autonom mempengaruhi pengaturan
dimana sel-selnya tidak bersifat individual, tetapi meluas pada sebagian besar jaringan dan
seluruh organ. Kedua, respon yang muncul tidak cepat tetapi hanya setelah periode yang
lambat. Respon ini bersifat terus menerus dengan jangka waktu yang panjang, yang tidak
dimiliki oleh respon neurogenik lainnya.
Tabel F ungsi Saraf Otonom
Sistem saraf
otonom terdiri
atas dua bagian
yaitu system saraf
simpatis dan
saraf
parasimpatis. Sebagian besar jaringan dan organ-organ di bawah control otonom yang
mencakup kedua system ini. Sebagai mediator pada stimulus simpatis adalah norepinefrin
dan mediator impuls parasimpatis adalah asetilkolin. Kedua zat kimia ini mempunyai
pengaruh yang berlawanan.
System Saraf Otonom Simpatis. Divisi simpatetik berisi neuron praganglionik
yang berada di antara segmen T1 dan L2 daeri saraf spinal dan neuron-neuron ganglionik
yang berada di ganglia dekat kolumna vertebra. Neuron ganglionik berada pada sisi lateraltanduk abu-abu dan akson-akson masuk melalui akar ventral dari setiap segmen.
http://1.bp.blogspot.com/_o20ly7wbDAw/S90RiRZ4uKI/AAAAAAAAAAs/jIlQce0oZqU/s1600/tabel.bm -
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
6/32
Secara anatomis neuron simpatis terletak di ruas tulang torakal dan lumbal yaitu
pada susunan saraf medulla spinalis; akson-aksonnya disebut serabut praganglion,
muncul melalui jalan pada semua akar
saraf anterior dari ruas tulang leher
(servikal) kedelapan atau tulang
torakal pertama menuju ruas tulang
lumbal kedua dan ketiga. Jarak dari
medulla ke serabut-serabut saraf ini
mempunyai perbedaan karena adanya
perbedaan hubungan tiap rantai.
Komposisi serabut-serabut ini terdiri
atas 22 mata rantai ganglia, yang
meluas ke seluruh lajur sepanjang
spinal dan kedua sisi tubuh tulang
belakang.
Fungsi unik system saraf
otonom simpatis adalah system ini siap
siaga untuk membantu dalam proseskedaruratan. Di bawah keadaan stress
baik yang disebabkan oleh fifik
maupun emosional dapat
menyebabkan peningkatan yang cepat pada impuls simpatis. Tubuh mempersiapkan untuk
respon fight or flight jika ada ancaman. Sebagai akibatnya, bronkiolus berdilatasi untuk
memudahkan pertukaran gas, kontraksi jantung yang kuat dan cepat, dilatasi arteri menuju
jantung dan otot-otot volunter yang membawa lebih banyak darah ke jantung; kontriksi
pembuluh darah perifer yang membuat kulit pada kaki dingin tetapi memirau (shunting)
darah ke organ esensial yang aktif ; dilatasi pupil; hati mengeluarkan glukosa untuk energy
cepat; peristaltic simpatis yang meningkat cepat sama seperti tubuh diberikan suntikan
adrenalin, sehingga stasiun system persarafan adrenergik kadang-kadang digunakan jika
menunjukkan kondisi seperti pada system persarafan simpatis.
Sistem Saraf Otonom Parasimpatis. Fungsi system parasimpatis adalah sebagai
pengontrol dominan untuk kebanyakan efektor viseral dalam waktu lama. Selama keadaandiam, kondisi tanpa stress, impuls dari serabut-serabut parasimpatis (kolinergik) menonjol.
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
7/32
Serabut-serabut system parasimpatis terletak di dua area, satu pada batang otak dan yang
lainnya pada segmen spinal di bawah L2. Oleh karena lokasi serabut-serabut tersebut, saraf
parasimpastis menghubungkan area kraniosakral, sedangkan saraf simpatis
menghubungkan area torakolumbal dari system autonom. Parasimpatis cranial muncul dari
otak tengah dan medulla oblongata. Serabut dari sel-sel pada otak tengah berjalan dengan
saraf okulomotorius ketiga menuju ganglia siliaris, yang memiliki serabut postganglion
yang berhubungan dengan simpatis lain yang mengontrol bagian posisi yang berlawanan
dengan mempertahankan keseimbangan antara keduanya pada satu waktu.
Konsep Refleks
Refleks merupakan
kejadian involunter dan tidak
dapat dikendalikan oleh
kemauan. Tindakan dari sebuah
(reflex action) merupakan
gerakan motorik involunter atau
respon sekretorik yang
diperlihatkan jaringan terhadap
stimulus sensorik, seperti refleks
menarik diri, bersin, batuk, dan mengedip (Sue Hinchliff, 1999).
Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan bahwa suatu respon refleks terjadi
bila suatu otot rangka dengan persarafan utuh diregangkan, otot ini akan berkontraksi.
Respon seperti ini disebut refleks regang. Rangsang yang membangkitkan refleks regang
adalah regangan pada otot, dan responnya adalah kontraksi otot yang diregangkan itu.
Reseptornya adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang tercetus oleh kumparan
otot dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik penghantar cepat. Impuls kemudian
diteruskan ke neuron-neuron motorik yang mempersarafi otot yang teregang itu.
Neurotransmiter di sinaps pusat adalah glutamate. Tahanan otot terhadap regangan kerap
disebut tonus. Bila neuron (saraf) motorik di suatu otot dipotong, otot itu memberikan
tahanan yang lemah dan disebut flaksid. Otot yang hipertonik (spastic) adalah otot yang
mempunyai tahanan yang tinggi terhadap regangan karena adanya refleks regang yang
hiperaktif. Di anatara keadaan flaksid dan spastic terdapat area yang salah diartikan
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
8/32
sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik bila pelepasana impuls eferennya
rendah dan hipertonik bila tinggi.
Suplai Darah Medula Spinalis
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu:
1) arteri Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis
2) arteri Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga merupakan
anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena di dalam
otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang
terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat
di dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang
terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.
1.DefinisiMielopati adalah penyakit saraf terkait HIV .
Mielopati adalah kompresi medula spinalis.
Mielopati adalah setiap gangguan fungsional dan/atau perubahan patologi dalam
medula spinalis. (Kamus Saku KEDOKTERAN DORLAND, 1998)
Radikulopati merupakan keadaan terjadinya gangguan pada radiks/serabut saraf, yang
sesuai dengan distribusi serabut sarafnya dan menyebabkan nyeri radikuler, dapat
disertai dengan paresthesia dan rasa raba yang berkurang, gangguan motorik (cram,
atropi twiching dan refleks fisiologi yang menurun) serta nyeri pada vertebra.
Radikulopati adalah penyakit radiks saraf spinalis.
Radikulopati adalah penyakit pada akar saraf (Kamus Saku KEDOKTERAN
DORLAND, 1998).
MYELORADICULOPATHY
Myeloradiculopathy merupakan penyakit medula spinalis dan radiks nervus spinalis
(Kamus Saku KEDOKTERAN DORLAND, 1998).
Myeloradiculopathy merupakan kerusakan atau sindroma klinik karena kerusakan pada
medula spinalis ataupun pada akar persyarafan. (Lecture Pa Urip Rahayu)
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
9/32
Myeloradiculopathy merupakan gangguan pada medula spinalis dan gangguan pada
akar medula spinalis. (Lecture Pa Cecep)
Jadi, myeloradiculopathy adalah kerusakan atau penyakit karena kerusakan atau
gangguan pada medula spinalis dan gangguan pada akar medula spinalis.
2.Patofisiologia. Etiologi
Merokok ama Malas berolahraga Terlalu sering menyetir Sering mengangkat barang berat Trauma karena terjatuh, terbentur Usia lanjut Tumor/ keganasan (myeloma multipleks) Osteoporosis Fraktur patologis
b. Faktor Risiko Postur tubuh yang tidak benar Gaya hidup yang tidak sehat Sering menyetir Kurang mengkonsumsi kalsium dan vitamin D Konsumsi obat-obatan kortikosteroid
c. Proses Penyakit (Lampiran)d. Manifestasi Klinis
Nyeri punggung akut dan kronik Ataxia, ketidakmampuan untuk mengkoordinasikan gerakan otot yang
mengakibatkan kesulitan dalam berjalan, bicara dan melakukan tugas perawatan
diri
Nyeri abdomen
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
10/32
Nyeri ekstremitas bagian bawah atau kaki Tidak mampu berdiri dari posisi duduk Kelemahan yang mengganggu
Paralysis atau kelemahan otot Paralysis kaki dan lengan Kehilangan sensori di bagian bawah Tidak mampu berjalan dan berdiri Penurunan kemampuan gerak Kelelahan akut yang ekstrim
Lokasi Radiks
saraf
yang
terkena
Nyeri Kelemahan
otot
Parestesia Atrofi Refleks
L4 ke
L5
L5 Di atas sendi
sakroiliaka,
panggul,
aspek lateral
paha dan
betis, aspek
medial kaki(nyeri yang
menyebar ke
bawah
panggul dan
tungkai
disebut
skiatika)
Dapat
menyebabkan
kaki lunglai,
kesulitan
dorsifleksi
kaki
dan/jempolkaki, kesulitan
berjalan
dengan tumit
Tungkai
lateral,
bagian distal
kaki.
diantara jari
kaki
pertama dankedua
Tidak
bermakna
Biasanya
tidak
bermakna,
refleks lutut
dan
pergelangan
kakimungkin
berkurang
L5 ke
S1
S1 Diatas sendi
sakroiliaka,bagian
posterior
seluruh
tungkai
sampai ke
tumit, aspek
lateral kaki
Dapat
menyebabkanmelemahnya
fleksi plantar,
abduksi jari
kaki dan otot
hamstring,
kesulitan
berjalan jinjit
Pertengahan
betis danaspek lateral
kaki,
termasuk
jari kaki
keempat dan
kelima
Gastrokne
rnius
Refleks
pergelangankaki
mungkin
berkurang
atau hilang
C5 ke
C6
C6 Nyeri leher
yang
Biseps Aspek radial
lengan atas,
Tidak
bermakna
Refleks
biseps
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
11/32
menyebar ke
bahu, lengan,
dan lengan
atas
jempol, dan
telunjuk.
hilang atau
berkurang
e. KlasifikasiBerdasarkan letak tulang belakang yang terkena :
1) Radiculopathy servikalisPenyebab: proses infeksi, perubahan degeneratif, trauma, tumor dan kelainan
sistemik.
Ciri khas radikulopati servikal adalah rasa nyeri radikuler pada leher dan bahu
yang menyebar ke lengan, yang akan bertambah pada perubahan posisi leher dan
dapat diikuti terbatasnya gerakan leher dan rasa sakit pada penekanan tulang dan
kadang-kadang disertai parestesi pada lengan. Namun seringkali pula gejala
nyeri radikuler tersebut tidak terlokalisasi baik sesuai dermatomal. Hal ini
dikarenakan adanya tumpang tindih daerah persarafan. Degenerasi diskus
servikal dapat mengakibatkan lesi yang dapat menyebabkan kerusakan medula
spinalis dan radiks saraf. Penonjolan diskus servikal biasanya terjadi pada antar
ruang C5-C6, C6-C7. Nyeri dan kekakuan terjadi pada leher bagian atas pundakdan daerah skapula, nyeri dapat juga terjadi pada ekstremitas atas dan kepala
yang disertai parastesia dan kebas pada ekstremitas atas. Nyeri dimulai
mendadak dan menjalar ke leher , dan menurun ke lengan, atau subakut dengan
nyeri leher menahun dan nyeri lengan yang dimulai diam-diam. Nyeri
diperburuk oleh gerakan leher seperti batuk, mengejan, atau bersin yang
meningkatkan tekanan intra toraks dengan akibat peningkatan tekanan vena
epiduralis dan kompresi radiks saraf yang terlibat.
Penatalaksanaan medis biasanya meliputi pembatasan akivitas, analgesik, agen
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan immobilisasi leher. Atau dengan traksi
halter 5-10 pon. Penting agar pasien selalu dipantau secara ketat perkembangan
kelemahan motorik atau tanda mielopati yang merupakan indikasi untuk
intervensi operasi.
Ada 2 jenis umum operasi, pendekatan anterior dan pendekatan posterior :
1. Pendekatan operasi anterior meliputi pemaparan korpus vertebralis melalui
leher anterior dengan reseksi diskus yang terlibat.
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
12/32
2. Pendekatan posterior terdiri dari dekompresi lamina dan fasies di posterior,
yang memaparkan radiks saraf dibawahnya pada foramen.
2) Radiculopathy lumbalisSeperti pada vertebra servikalis, kompresi radiks saraf lumbalis bisa atas dasar
diskus yang ruptur atau gangguan tulang pada foramen lateralis. Secara,
patologi, diskus lunak terjadi akibat perkembangan progresif cacat di
posterolateral di dalam anulus fibrosus. Secara klinis, didapatkan riwayat nyeri
punggung bawah progresif dengan nyeri alih berikutnya ke dalam bokong atau
tungkai proksimal didapatkan, kemudian berlanjut melibatkan keseluruhan
dalam cara radikular. Dianggap bahwa ini terjadi berdasarkan penonjolan
progresif nukleus pulposus melalui anulus dengan ruptur melalui ligamentum
longitudinalis posterius yang menyebabkan kompresi radiks saraf. Secara klinis
lebih dari 90% herniasi diskus lumbalis timbul pada tingkat L5-S1 atau L4-L5.
Radikulopati lumbalis bisa juga berdasarkan penyakit tulang, dengan degenerasi
progresif dalam vertebra lumbalis, maka ada pembentukan osteofit posterior dan
posterolateral, penyempitan resesus lateralis dan foramen serta hipertrofi unsur
posterior. Hasil keseluruhan sama dengan radikulopathy servikalis disertai
penyempitan kanalis spinalis, namun presentasi klinisnya lebih radikular akibat
gangguan radiks lateral terhadap radiks saraf dibandingkan kompresi garis
tengah, yang menyebabkan mielopati. Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan
radikulo aktif biasanya mempunyai bukti iritasi radiks saraf. Ini mencakup tanda
mekanik, seperti spasme muskulus paravertebralis, penurunan rentang gerakan
punggung bawah, skoliosis lumbalis, nyeri radikular.
Penatalaksanaan medis terdiri dari pembatasan aktivitas, analgesik, NSAID dan
relaksan otot, panduan gerak badan untuk meningkatkan tonus otot abdomen
sangat direkomendasikan. Setelah periode akut nyeri radikular atau nyeri
punggung bawah harus dihindari untuk membungkuk dan mengangkat beban
berat. Untuk ruptura diskus lumbalis, terapi bedah standar adalah
hemilaminektomi sebagian dengan eksplorasi dan dekompresi radiks saraf yang
terlibat. Ini terdiri dari insisi lumbalis garis tengah dengan diseksi anatomi untuk
memaparkan lamina dan fasies pada tingkat yang terlibat. Pembuangan sebagian
lamina, fasies medial, dan ligamentum flavum dilakukan, yang memaparkan
kantong dura dan radiks saraf. Semua materi diskus yang ruptura harusdisingkirkan. Dekompresi gangguan tulang lateral dilakukan bila diperlukan.
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
13/32
Penting agar radiks saraf dieksplorasi sejauh mana yang diperlukan ke lateral
untuk memastikan dekompresi yang memuaskan.
Kimopapain adalah enzim proteolitik yang menimbulkan hidrolisis cepat
polipeptida nonkolagen atau protein yang membentuk kondromukoprotein dari
nukleus pulposus. Bila digunakan secrara bijaksana, kimopapain merupakan
alternatif layak bagi operasi untuk pasien ruptura diskus.
3) Radiculopathy torasikaInsiden diskus torasika cukup rendah hampir semuanya timbul dibawah vertebra
torasika kelima. Secara klinis, distribusi nyeri terletak pada dinding dada atau
abdomen, sehingga bisa mudah dikelirukan untuk penyakit toraks atau abdomen.
Perubahan degeneratif dapat juga terlihat sebagai mielopati yang tak nyeri.
Gejala klinis umumnya terbatas pada paraparesis spastik serta penurunan rasa
tusukan jarum dan raba halus dalam ekstremitas bawah.
f. Komplikasi1) Paraplegia
Adalah kelumpuhan pada kedua belah bagian bawah tubuh, termasuk dua belah
kaki. Maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
2) ParaperesisAdalah gangguan menurun yang menyebabkan kelemahan bertahap dengan
kejang otot (kelemahan kejang) pada kaki. Refleks menjadi berlebihan, dan
kram kaki, gugup, dan terjadi kejang, membuat gerakan kaki menjadi kaku dan
menyentak (disebut kejang gaya berjalan). Berjalan secara bertahap menjadi
lebih sulit. Orang bisa tersandung atau tergelincir karena mereka cenderung
untuk berjalan berjingkat dengan kaki memutar ke dalam. Sepatu seringkali
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
14/32
dikenakan turun ke daerah lebih dari jempol kaki. Kelelahan sering terjadi.
Pada beberapa orang, otot pada lengan menjadi lemah dan kaku.
3) Disfungsi atau lesi medula spinalis.Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas
neurologis akibat trauma. Pada kasus-kasus mielopati, pemeriksaan status
neurologi lokal merupakan hal yang sangat penting. Terapi cedera medula
spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi
sensoris dan motorik.
3. Asuhan Keperawatana. Pengkajian
1) BiodataNama : Ny. X
Usia : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
2) AnamnesaKeluhan utama : klien mengeluh sakit punggung yang dirasakan terus menerus
Riwayat kesehatan sekarang
P:Apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi multiple
myeoloma pada bagian punggungnya. Dapat dikaji dari jenis pekerjaan klien
dimana klien memiliki pekerjaan yang mengharuskannya mengangkat beban-
beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama. Ataupun karena proses
degeneratif (usia 30-60 tahun).
Q:
Menanyakan kepada klien seperti apa nyeri punggung yang dirasakan dan
apakah adanya nyeri apabila di tekan ?
Pada kasus di atas rasa nyeri yang di rasakan terasa amat sakit di sebabkan
terjadinya ruptur /kerusakan tulang belakang dan kelemahan elastisitas
diskusvertebralis dan anulus fibrosus sehingga dapat menyebabkan keluarnya
nukleus pulposus yang ada di dalam anulus fibrosus ke diskus vertebralis.
Kondisi ini dapat menimbulkan kerusakan sendi faset dan gangguan suplai
darah kejaringan akibat dari terjepitnya serabut syaraf spinal. Terjepitnya
serabut saraf dan penekanan inilah yang menimbulkan keluhan dan dapat
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
15/32
menjalar ke daerah bokong dan ekstremitas bawah dan apabila penekanan ke
syaraf tersebut berlebihan dapat menimbulkan kematian syaraf yang
mengakibatkan kelumpuhan ekstremitas bawah.
R
Klien merasakan sakit pada daerah punggung
S
Kaji seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan jika di nilai dari skala 1-10. Pada
kasus ini biasanya nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan akan
semakin bertambah apabila terjadi penekanan disaat batuk, mengedan, bersin,
membungkuk, mengangkat beban berat, berdiri secar tiba-tiba dari posis duduk.
T
Kaji sejak kapan klien merasa nyeri tersebut dan kaji juga pada saat kapan klien
mengalami rasa nyeri
3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan (mieloma
multipleks), metabolik (osteoporosis)
Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan nyeripunggung bawah
4) Riwayat Penggunaan obatKlien melakukan terapi alternatif untuk analgasia termasuk opioid aganist,
NSAID, asetaminofen, atau kombinasi produk. kalsitonin, carticosteroids dan
bifosfonat.
5) Riwayat psikologisMenanyakan faktor-faktor yang membuat klien stres dan pendekatan untuk
membangun rasa percaya diri.
6) Pola-pola Fungsi Kesehatan Pola aktivitas/istirahat :
Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi
dalam waktu lama, membutuhkan papan / matras yang keras saat tidur,
penurunan rentang gerak dari ekstermitas pada salah satu bagian tubuh,
tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Eliminasi :
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
16/32
Konstipasi, mengalami kesulitan dalam difekasi adanya inkontinesia /
retensi urine.
Integritas Ego :Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial
keluarga.
Nyeri / kenyamanan :Nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya
batuk, bersin, membengkokan badan, mengangkat kkaki atau fleksi pada
leher, nyeri yang tidak hentinya atau adnya episode nyeri yang lebih berat
secara intermiten, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong (lumbal) atu bahu /
lengan, kaku pada leher (servikal), terdengar adanya suara krek saat nyeri
baru timbul / saat trauma atau merasa punggung patah, keterbatasan untuk
mobilisasi / membungkuk ke depan.
Neurologi :Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada tangan dan kaki.
Kebutuhan istirahat dan tidur :Klien mungkin akan mengalami gangguan tidur karena merasa tidak
nyaman seperti berkeringat, ansietas, berdebar-debar, dan mengeluhkan
sakit punggung yang amat sakit.
Pengkajian spiritual :- Apakah klien secara teratur melakukan ibadah sesuai keyakinannnya.- Apakah klien secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan
7) Pemeriksaan Umum Sistem Respirasi : kaji adanya peningkatan RR, biasanya nyeri kan
diikuti dengan RR yang cepat.
Sistem Kardiovaskular : kaji adanya peningkatan denyut jantung yangditandai dengan HR meningkat.
Sistem Integumen : kaji adanya kerusakan integritas kulit abibatimmobilisasi.
Sistem Persepsi Sensori : adanya penrunan sensasi raba, nyeri, panas, ataugatal.
Sistem Reproduksi : penurunan fungsi seksual.
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
17/32
Sistem Muskuloskeletal : paralisis yang mengganggu ADL. Sistem Neurologi : Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada tangan dan
kaki.
8) Pemeriksaan Fisik Inspeksio Punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan gerakan untuk
evaluasi neurogenik
o Perhatikan adanya kurfatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,pelvis yang miring atau adanya postur tingkai yang abnormal
o Perhatikan apakah ada hambatan pada pergerakan punggung, pelvis dantungkai selama bergerak,
o Perhatikan apakah klien dapat mengenakan pakaian secara wajar atautidak
o Perhatikan kemungkinan adanya atrofi, pembengkakan dan perubahanwarna kulit
Palpasi dan perkusio Harus dilakukan secara hati-hati dan halus supya tidak mengganggu
kenyamanan klien
o Palpasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke daerah yang palingterasa nyerinya
o Ketika meraba kolumna vertebralis dicari kemungkinan adanya deviasike lateral atau entero-posterior
o Palpasi dan perkusi perut, distensi perut, kandung kemih penuh, dll.7. Pemeriksaan neurologik
Pemeriksaan motoriko Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu
jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien unutk melakukan gerak
fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.
o Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkankanan-kiri.
o Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otottertentu.
Pemeriksan sensorik
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
18/32
Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar
(vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga
dapat ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.
Pemeriksaan reflekso Refleks lutut/patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan tungkai
menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
o Refleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring , luutu posisifleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki
ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles
dipukul. Pada aHNP lateral 4-5 refleks ini negatif.
Pemeriksaan ROMPemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan
derajat nyeri, functio laesa, atau untuk memeriksa ada/tidaknya penyebaran
nyeri.
b. Data Penunjang (Pemeriksaan Diagnostik) Foto rontgen
Foto rontgen dari depan, samping, dan serong untuk mengidentifikasi ruang
antar vertebra menyempit. Foto rontgen spinal : Memperlihatkan adanya
degeneratiF pada tulang belakang / ruang interverbralis atau mengetahui
patologi lain (tumor, ostaomilitis). Adapun pemeriksaan mielografi adalah
pemeriksaan dengan bahan kontras melalui tindakan fungsi lumbal dan
pemotretan dengan sinar tembus. Memperlihatkan penyempitan dari ruang
diskus, menentukan lokasi dan ukuran herniasi secara spesifik.
Elektroneumiografi (ENMG)Untuk mengetahui radiks mana yang terkena atau adanya polineuropati.
MRI (Magnetic Ressonance Imaging)Untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit
spinal lumbal. MRI : Pemeriksaan noninvasif yang dapat menunjukkan adanya
perubahan
tulang dan jaringan lunak serta dapat memperkuat bukti adanya herniasi secara
spesifik
c. Analisis Datad. Diagnosis Keperawatan
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
19/32
1) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan nausea akibatpeningkatan asam lambung ditandai dengan
2) Gangguan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen akibatpengerasan feses yang ditandai pasien mengalami konstipasi akibat perkembangan
penyakitnya
3)e. Intervensi Keperawatan
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Implementasi
Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan
pemenuhankebutuhan nutrisi
b.d nausea akibatpeningkatan asamlambung
Kebutuhan nutrisi
terpenuhi sesuaidengan berat badan
ideal. Dengankriteria hasil: klientidak mengalaminausea.
Mandiri
1. Berikan diet dengankadar serat tinggi dalam
bentuk tepung sereal,roti, buah-buahan segar
2. Kurangi atau batasimakanan seperti produksusu
3. Dorong peningkatanpemasukan cairan
4. Berikan makanansedikit tapi sering
5. Buat pilihan menu yangada dan diizinkan untukmengontrol pilihansebanyak mungkin
Kolaborasi
1. Berikan anti emetik
1. Meningkatkan konsistensifeses, meningkatkan
pengeluaran feses
2. Makanan ini diketahuisebagai pencetuskonstipasi
3. Tingkat konsistensi fesenormal
4. Untuk mengurangi rasamual dan meningkatkanpemasukan yang adekuat
5. Klien yang meningkatkankepercayaan dirinya danmerasa mengontrollingkungan lebih sukamenyediakan makananuntuk makan.
1. Mencegah danmengurangi rasa mualdan muntah
2
.
Gangguan
eliminasi :konstipasi b.ddistensi abdomenakibat pengerasanfeses yang ditandaipasien mengalamikonstipasi akibatperkembanganpenyakitnya
Pasien tidak
menunjukkanadanya gangguaneliminasi /konstipasi
Kriteria hasil :pasien bisa BABsecara teratur sehari1 kali
Mandiri
1. Auskultasi bising usus,catat lokasi dankarakteristiknya
2. Observasi adanyadistensi perut
3. Catat adanya keluhan
mual dan ingin muntah
1. Bising usus mungkintidak ada selama syokspinal
2. Penumpukan feses akanmenyebabkan distensiabdomen
3. Mual dan muntahdisebabkan oleh distensiabdomen akibat
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
20/32
4. Berikan diet seimbangTKTP : tinggi serat
Kolaborasi
1.Berikan obat pencaharsesuai dosis
2.Foto abdomen
3.Pemberian tindakanEnema
penumpukan feses
4. Meningkatkan konsistensifeces
1. Merangsang kerja usus2. Mengetahi letak
penumpukan feses agardapat dilakukan enema
3. Membantu melunakanfeses agar feses dapattereliminasi
3 Kerusakan
mobilitas fisik
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama3x 24 jam, kliendapatmempertahankandan meningkatkanmobilitas fisik,
dengan kriteriahasil:
a. Meningkatkankekuatan ototdan fungsi sendi.
b. Mampumelakukanaktivitas sesuaidengan instruksiperawat
c. Klienmendemonstrasikan perilakuyangmemungkinkanklien melakukankembali aktivitas
d.
Klienmenunjukkanposisi fungsional
e. Klienmenunjukkanpartisipasi dalamaktivitas
Mandiri
1.Anjurkan dan ajarkanklien melakukan latihanROM pada semuaekstremitas dan sendi.Bantu klien bilamengalami keterbatasandalam latihan ROM
2. Anjurkan dan ajarkanlatihan isometri padatulang belakang untukmengembalikan ke
bentuk normal dan
mempertahankan bentukspinalis dalam bentuknormal, dengan cara:
Latihan ekstensibatang tubuh(bersandar padatembok) maupun
posisi telentang diatasmatras atau bed-broad(tempat tidur denganalas kayu atau kasur
busa keras yang tidakmenimbulkan lekukanpada saat klien tidur)dengan caramengangkatekstremitas bawahsecara bersamaan
3.Buat rencana dan jadwalaktivitas untuk kliensehingga klien dapatberistirahat tanpa
terganggu. dorong klienuntuk berpartisipasi
1. Meningkatkan sirkulasi,tonus otot, dan mobilitassendi, mencegahkontraktur dan perubahanbentuk
2. Gerakan ini dilakukanuntuk menegakkan posturtubuh dalam bentuk normaldan menguatkan otot-otot
paraspinal dan untuk
mempertahan tulangbelakang tetap rata dalamkeadaan normal
3. Mencegah kelelahan,meningkatkan harga diriklien, meningkatkan rasakontrol terhadap aktivitas
atau mobilitas danmenciptakan kemandirian
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
21/32
dalam aktivitas sesuaikemampuan klien.
4.Pantau tanda-tanda vitalklien sebelum dansesudah melakukanaktivitas
5. Anjurkan klien untukmenggunakan teknikrelaksasi, sepertimassase
6.Tanamkan persepsipositif pada klienterhadap mobilitas yang
klien lakukan yaitu
untuk mempercepatproses penyembuhanklien
7.Berikan penghargaankepada klien atasaktivitas yang kliencapai, contohnya denganmengucapkan kata-katapujian bahwa apa yangklien lakukan sangatbaik dan proses
penyembuhan klien akancepat
Kolaborasi
1.Kolaborasi dengan ahlifisioterapi untuk melatihfisik klien
klien
4. Untuk mencegah klienstress fisik dan kelelahanyang berlebihan
5. Mengurangi keteganganotot akibat kelelahansetelah melakukan aktivitas
6. Meningkatkan kemauanklien untuk melakukanmobilitas semaksimal
mungkin
7. Pujian akan meningkatkanrasa percaya diri dan hargadiri klien, sehingga klienakan memiliki semangatyang lebih untuk lebih baiklagi.
1. Kemampuan mobilisasiekstremitas dapatditingkatkan denganlatihan fisik dari fisioterapi
Penatalaksanaan Nyeri
Tujuan pengobatan nyeri adalah mengurungi nyeri sebesar-besarnya dengan kemungkinan
efek samping paling kecil. Terdapat dua metode umum untuk terapi nyeri : Farmakologik
dan nonfamakologik.
1. Pendekatan FarmalogikObat adalah bentuk pengendalian nyeri yang paling sering digunakan. Terdapat tiga
kelompok obat nyeri :
a. Analgesic Nonopioid : Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAIDs)
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
22/32
Langkah pertama untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai sedang,
menggunakan analgesic nonopioid, terutama asetaminofen (Tylenol) dan NSAIDs.
Tersedia bermacam-macam NSAIDs dengan efek antipiretik, analgesic dan
antiinflamasi (kecuali asetaminofen). Asam asetilsalisilat (aspirin) dan ibuprofen
(motrin, advil) merupakan NSAIDs yang paling sering digunakan. NSAIDs efektif
untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan, penyakit meradang yang kronik seperti
arthritis, dan nyeri akibat kanker yang ringan.
NSAIDs menghasilkan analgesia yang bekerja ditempat cedera melalui
inhibisi sintesis prostaglandin dari precursor asam arakidonat. Prostaglandin
(terutama PGE1, PGE2, dan PGE3) mensensitisasi nosiseptor dan bekerja secara
sinergitis dengan produk inflamatorik lain ditempat cedera, misalnya bradikinin,
histamine, untuk menimbulkan hiperanalgesia. Dengan demikian, NSAIDs
menganggu mekanisme transduksi di nosiseptor aferen primer dengan menghambat
sintesis prostaglandin.
Berbeda dengan opioid, NSAIDs tidak menimbulkan ketergantungan atau
toleransi fisik. Semua memiliki ceiling effect; yaitu peningakatan dosis melebihi
kadar tertentu tidak menambah efek analgesic. Namun, dosis puncak tertentu
tersebut (ceiling dose) mungkin lebih tinggi daripada dosis awal anjuran, dengan
demikian penambahan dosis dapat diterima. Penyulit tersering yang berkaitan
dengan pemberian NSAIDs adalah gangguan pencernaan, meningkatnya waktu
perdarahan (aspirin), penglihatan kabur, perubahan minor fungsi hati, dan
berkurangnya fungsi ginjal.
Asetaminofen (Tylenol) hamper sama efektinya dengan aspirin dalam sifat
analgesic-antipiretik. Namun, asetaminofen kurang memiliki efek antiinflamasi,
karena obat ini merupakan inhibitor kelas siklooksigenase yang lemah apabila
terdapat peroksida dalam konsentsi tinggi seperti dijumpai di jaringan perifer yang
meradang. Sebaliknya, asetaminofen memiliki kemampuan menghambat
siklooksigenase di otak, tempat konsentrasi peroksida rendah-sehingga obat ini
memiliki efek antipiretik. Keunggulan asetaminofen dibandingkan aspirin sebagai
obat antipiretik dan analgesic adalah bahwa obat ini tidak menimbulkan efek pada
system kardiovaskular atau pernafasan, dan tidak menimbulkan gangguan
keseimbangan asam dan basa, fungsi trombosit, atau aktivitas siklooksigenase kelas
satu di lambung dan ginjal. Apabila asetaminofen atau aspirin tidak efektif untukmenghilangkan nyeri maka keduany dapat dikombinasikan dengan suatu narkotik
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
23/32
lemah seperti oksikodon atau kodein agar lebih efektif meredakan obat.
Kekurangan utama asetaminofen adalah bahwa obat ini dapat menyebabkan
kerusakan hati fatal dalam dosis yang berlebihan.
b. Analgesic OpioidOpioid saat ini adalah analgesic paling kuat yang tersedia dan digunakan
dalam penatalaksanaan nyeri sedang-berat sampai berat. Obat ini merupakan
patokan dalam pengobatan nyeri pascaoperasi dan nyeri terkait kanker. Morfin
adalah salah satu obat yang paling luas digunakan untuk nyeri berat dan masih
menjadi standar pembanding untuk menilai obat analgesic lain.
Berbeda dengan NSAIDs, yang bekerja di perifer, morfin menimbulkan
efek analgesiknya di sentral. Mekanisme pasti kerja opioid telah semakin jelas
sejak penemuan reseptor-reseptor opioid endogen di system limbic, thalamus, PAG,
substansia gelatinosa kornu dorsalis, opioid eksogen seperti morfin menimbulkan
efek dengan mengikat reseptor opioid dengan cara serupa dengan opioid endogen
(endorphin-enkefalin); yaitu morfin memiliki efek agonis (meningkatkan kerja
reseptor). Dengan mengikat reseptor opioid di nucleus modulasi-nyeri di batang
otak, morfin menimbulkan efek pada system-sistem desenden yang mengahmbat
nyeri. Di tingkat kornu dorsalis medulla spinalis, morfin juga menghambat
transmisi impuls nosiseptor yang datang dengan mengikat reseptor opioid di
substansi gelatinosa.
Efek opioid dapat bergantung pada tipe reseptor yang diikat. Telah cukup
banyak yang diketahui tentang tiga tipe reseptor opioid : reseptor mu-, kappa- dan
delta-. Tipe reseptor yang paling penting untuk analgetik klinis disebut reseptor
mu karena afinitasnya terhadap morfin. Banyak obat dari golongan morfin
agonis-mu, walaupun potensinya berbeda-beda (Baumann, 1997). Pengetahuan
tentang dosis ekuianalgesik obat opioid bermanfaat saat kita mengganti obat atu
cara pemberian. Perlu dicatat bahwa pemberian meperidin (Demerol) tidak di
anjurkan untuk digunakan dalam penatalaksanaan nyeri karena toksisitasnya yang
nyata, terutama kejang (American Society of Anesthesiologist [ASA], 1996;
Waitman,McCaffery, 2001).
Obat-obat golongan opioid memiliki pola efek samping yang sangat mirip,
termasuk depresi pernafasan, mual dan muntah, sedasi, dan konstipasi. Selain itu,
semua opioid berpotensi menimbulkan tolerans, ketergantungan dan ketagihan
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
24/32
(adiksi). Toleransi terhadap opioid tertentu terbentuk apabila opioid tersebut
diberikan dalam jangka panjang, misalnya pada terapi kanker.
Ketergantungan fisik adalah juga suatu proses fisiologi yang ditandai
dengan timbulnya gejala-gejala putus obat setelah penghentian mendadak suatu
obat opioid atau setelah pemberian antagonis. Sindrom putus obat ini diperkirakan
disebabkan oleh aktivitas cerminan noradrenergic di SSP yang tertekan selama
pemberian opioid jangka panjang. Adiksi atau ketergantungan psikologik, mengacu
kepada sindrom perilaku berupa hilangnya kekhawatiran berkaitan dengan
penggunaan dan akuisisi obat, yang menyebabkan perilaku menimbun obat dan
peningkatan dosis tanpa pengawasan.
c. Antagonis dan Agonis-Antagonis OpioidAntagonis opioid adalah obat yang melawan efek obat opioid dengan mengikat
reseptor opioid dan menghambat pengaktifannya. Nalokson, suatu antagonis opioid
murni, menghilangkan analgesia dan efek samping opioid. Nalokson digunakan
untuk melawan efek kelebihan dosis narkotik, yaitu yang paling serius adalah
depresi pernafasan dan sedasi. Obat opioid lain adalah kombinasi agonis dan
antagonis seperti pentazonin (Talwin) dan butorfanol (Stadol). Apabila diberiakn
kepada pasien yang bergantung pada narkotik, maka obat-obat ini dapat memicu
gejala putus obat. Agonis-antagonis opioid adalah analgetik efektif apabila
diberikan tersendiri dan lebih kecil kemungkinannya menimbulkan efek samping
yang tidak di inginkan (misalnya, depresi pernafasan) dibandingkan dengan agonis
opioid murni.
d. Obat OsteoporosisPengobatan osteoporosis dan penyakit tulang lainnya terdiri dari berbagai macam
obat (biposponat / bisphosphonates, terapihormon estrogen, selective estrogen
receptor modulators or SERMs), seperti calcium an vitamin D.Bisphosphonate oral
untuk osteoporosis pada wanita post menopause khususnya, harus diminum satu
kali seminggu tau satu kali sebulan pertama kali di agi hari dengan kondisi perut
kosong untuk mencegah interaksi dengan makanan. Obat untuk osteoporosis harus
menunjukkan kemampuan melindungi dan meningkatkan massa tulang juga
menjaga kualitas tulang supaya mengurangi resiko tulang patah. Beberapa obat
meningkatkan ketebalan tulang atau memperlambat kecepatan penghilangan tulang.
Bisphosphonates dapat mencegah kerusakan tulang, menjaga massa tulang, dan
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
25/32
meningkatkan kepadatan tulang di punggung dan panggul.,mengurangi resiko patah
tulang.
1) Golongan BiposponatGolongan biposponat adalah Risedronate, Alendronate, Pamidronate,
Clodronate, Zoledronate (Zoledronic acid). Selain untuk osteoporosis
golongan bipsoponat juga digunakan untuk terapi lainnya misalnya untuk
hiperkalsemia. Contohnya Zoledronisc acid yang digunakan untuk
mengobati kadar kalsium yang tinggi pada darah yang mungkin disebabkan
oleh jenis kanker tertentu. Zoledronic acid juga digunakan bersama
kemoterapi kanker untuk mengoabti tulang yang rusak yang disebabkan
multiple myeloma atau kanker lainnya yang menyebar ke tulang. Zoledronic
acid bukan obat kanker dan tidak akan memperlambat atu menghentikan
penyebaran kanker. Tetapi dapat digunakan untuk mengobati penyakit
tulang yang disebabkan kanker. Zoledronic acid bekerja dengan cara
memperlambat keruaskan tulang dan menurunkan pelepasan kalsium dari
tulang ke dalam darah.
2) Selective Estrogen Receptor ModulatorSementara terapi sulih hormon menggunakan estrogen pada wanita pasca
menopause, efektif mengurangi turnover tulang dan memperlambat
hilangnya massa tulang. Tapi pemberian estrogen jangka panjang berkaitan
dengan peningkatan resiko keganasan pada rahim dan payudara. Sehingga
sekarang sebagai alternatif pengganti estrogen adalah golongan obat yang
disebut SERM (Selective Estrogen Receptor Modulator). Obat ini
berkhasiat meningkatkan massa tulang tetapi tidak memiliki efek negatif
dari estrogen, obat golongan SERMs adalah Raloxifene.
3) Metabolit vitamin DSekarang ini sudah diproduksi metabolit dari vitamin D yaitu calcitriol dan
alpha calcidol. Metabolit ini mampu mengurangi resiko patah tulang akibat
osteoporosis.
4) CalcitoninSalmon calcitonin diberikan lisensinya untuk pengobatan osteoporosis.
Sekarang ini juga ada yang sintetiknya. Sediaan yang ada dalam bentuk
injeksi.. Dosis rekomendasinya adalah 100 IU sehari, dicampur dengan h600mg calcium dan 400 IU vitamin D.
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
26/32
Calcitonin menekan aksi osteoclast dan menghambat pengeluarannya.
Merupakan hormone polipeptida yang berefek hipokalsemik dan
hipofosfatemik. Kalsitonin disekresi oleh kelenjar tiroid. Proses sekresi dan
biosintesis dipengaruhi oleh kadar ion Ca2+ plasma. Jika ion ini meningkat
maka kadar hormone juga akan meningkat. Kalsitonin memiliki masa
paruhnya 10 menit. Efek hipokalsemik dan hipofosfatemik kalsitonin
terutama terjadi akibat efek penghambatan langsung kalsitonin terhadap
resorpsi tulang oleh sel-sel osteoklast dan sel-sel osteosit. Kalsitonin juga
memabnatu merangsang pembentukan tulang oleh osteoblast. Selain itu juga
mengurangi efek osteolisis hormone paratoroid. Kerja kalsitonin tidak
dihambat oleh inhibitor sintesis RNA maupun protein. Kalsitonin
meningkatkan ekskresi Ca 2+, fosfat dan Na+ sehingga tidak mempengaruhi
absorpsi Ca2+ di saluran cerna. Pemberian kalsitonin diberikan secara
parenteral. Jika diberikan secara oral akan cepat dirusak oleh cairan
lambung. Pemberian untuk pasien dengan osteoporosis post-menopause
diberikan 50 IU 3 kali seminggu. Untuk penderita usia lanjut, penderita
dengan gejala fraktur vertebra. Efek samping pemberian kalsitonin ruam
kulit, mual, muntah, diare, flushing di daerah muka dan malese. Pada awal
terapi akan terjadi peningkatan eksresi Na + dan air. Na+ berhubungan
dengan efek langsung pada ginjal dan untuk memperbaiki dinamik sirkulasi
(hemodinamik). Juga Smungkin terjadi inflamasi pada tempat suntikan.
Indikasi.
efek hipokalsemik dan hipofosfatemik hormone dimanfaatkan untuk
keadaan hiperkalsemia idiopatik dan keracunan vitamin D.efektif untuk
dekalsifikasi yang dapat terjadi pada berbagai kelainan pada osteoporosis,
resorpsi tulang yang bertambah pada imobilisasi penderita, dan Pagets
disease.
e. Adjuvant atau KoanalgesikObat adjuvant atau koanalgesik adalah obat yang semula di kembangkan
untuk tujuan selain menghilangkan nyeri tetapi kemudian memiliki sifat analgeti
atau efek komplementer dalam penatalaksanakan nyeri. Sebagian dari obat ini
sangat efektif dalam mengendalikan nyeri neuropatik yang mungkin tidak berespon
terhadap opioid.
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
27/32
Antidepresan trisiklik, seperti amitriptilinn (elavil) atau imipramin
(tofranil), adalah analgetik yang sangat efektif untuk nyeri neuropatik, serta
berbagai penyakit lain yang menimbulkan nyeri. Antidepresan trisiklik
menghilangkan nyeri dengan menghambat penyerapan ulang amina-amina biogenic
di SSP. Antidepresan trisiklik diperkirakan meningkatkan efek inhibitorik serotonin
dan norepinefrin pada neuron-neuron untuk transmisi nyeri spinal.
Obat adjuvant lain yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri adalah
hidroksizin (Vistaril) yang memiliki efek analgetik pada beberapa penyakit dan
efek adiktif apabila diberikan bersama morfin; pelemas otot misalnya Diazepam
(Valium), yang digunakan untuk mengobati kejang otot yang berkaitan dengan
nyeri; dan steroid misalnya deksametazol (dekadron), yang telah di gunakan untuk
mengendalikan gejala yang berkaitan dengan kompresi medulla spinalis atau
metastasis tulang pada pasien kanker.
2. Pendekatan Nonfarmakologika. Terapi dan Modalitas Fisik
Terapi fisik utnuk meredakan nyeri mencakup berbagai bentuk stimulasi
kulit (pijat, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupungtur, aplikasi panas atau
dingin, olahraga). Dasar dari stimulasi kulit adalah teori pengendalian gerbang dari
transmisi nyeri. Stimulasi kulit akan merangsang serat-seratnon-nosiseptif yang
berdiameter besar untuk menutup gerbang bagi serat-serat berdiameter kecil yang
menghantarkan nyeri sehingga nyeri dapat dikurangi. Stimulasi kulit juga dapat
menyebabkan tubuh mengeluarkan endorphin dan neurotransmitter lain yang
menghambat nyeri.
Salah satu strategi stimulasi kulit tertua dan paling sering digunakan adalah
pemijatan atau penggosokkan. Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan
stimulasi yang bervariasi terhadap berbagai titik-titik pemicu miofasial diseluruh
tubuh. Utnuk mengurangi gesekan digunakan minyak atau lotion. Pijat akan
melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi local. Pijat punggung
memiliki efek relaksasi yang kuat.
Stimulasi saraf dengan listrik melalui kulit (TENS atau TNS) terdiri dari
suatu alat yang digerakkan oleh batere yang mengirim impuls listrik lemah melalui
elektroda yang diletakkan di tubuh. Elektroda umumnya di letakkan di atas ataudekat dengan bagian yang nyeri. TENS digunakan untuk penatalaksanaan nyeri
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
28/32
akut dan kronik : nyebri pascaoperasi, nyeri punggung bawah, phantom limb pain,
neuralgia perifer, dan arthritis rheumatoid.
Akupungtur adalah teknik kuno dari Cina berupa insersi jarum halus ke
dalam berbagai titik akupungtur (pemicu) di seluruh tubuh untuk meredakan nyeri.
Metode noninvasive lain untuk merangsang titik-titik pemicu adalah pemberian
tekanan dengan ibu jari, suatu teknik yang disebut akupresur. Efektivitas metode ini
mungkin dapat dijelaskan dengan teori control gerbang dan teori bahwa akupungtur
merangsang pelepasan opioid endogen.
Range of Motion (ROM) exercise (pasif, dibantu, atau aktif) dapat
digunakan untuk melemaskan otot, memperbaiki sirkulasi, dan mencegah nyeri
yang berkaitan dengan kekakuan dan imobilitas.
Aplikasai panas adalah tindakan sederhana yng telah lama diketahui sebagai
metode yang efektif untuk mengurangi nyeri dan juga kejang otot. Panas dapat
salurkan melalui konduksi (botol air panas, bantalan pemanas listrik, lampu,
kompres basah panas), konveksi (whirpool, sitz bath, berendam air panas), atau
konversi (ultrasonografi, diatermi). Nyeri akibat memar, spasme otot, dan arthritis
berespon baik terhadap panas. Karena melebarkan pembuluh darah dan
meningkatkan aliran darah local, panas jangan digunakan setelah cedera traumatic
saat masih ada edema dan peradangan. Karena meningkatkan aliran darah, panas
mungkin meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti
bradikinin, histamine, dan prostaglandin yang menimbulkan nyeri local. Panas juga
mungkin merangsang serat saraf yang menutup gerbang sehingga transmisi impuls
nyeri ke medulla spinalis dan otak dapat di hambat.
Berbeda dengan terapi panas, yang efektif untuk nyeri kronik, aplikasi
dingin lebih efektif untuk nyeri akut (misalnya trama akibat luka bakar, tersayat,
terkilir). Aplikasi dingin mengurangi aliran darah kesuatu bagian dan mengurangi
perdarahan serta edema. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan
memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak
lebih sedikit.
b. Strategi Kognitif-PerilakuStrategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien
terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien perasaan yang lebih
mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi-strategi ini mencakup relaksasi,penciptaan khayalan (imagery), hypnosis, dan biofeedback.
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
29/32
Pada metode-metode yang menekankan relaksasi otot, fasilitator memimta
passion untuk memfokuskan diri ke kelompok otot yang berbeda dan secara
voluntary mengontraksikan dan melemaskan otot-otot tersebut secara berurutan.
Cara lain untuk menginduksi relaksasi adalah olahraga bernafas dalam, meditasi,
dan mendengarkan musik-musik yang menenangkan. Teknik-teknik relaksasi akan
mengurangi rasa cemas, tegangan otot, dan stress emosi sehingga memutuskan
siklus-nyeri, saat nyeri dan stress saling memperkuat.
Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan memfokuskan
perhatian pasien kepada stimulasi lain dan menjauhi nyeri. Menonton televise,
membaca buku, mendengarkan music, dan melakukan percakapan adalah contoh-
contoh umum pengalihan, penciptaan khayalan dengan tuntunan adalah suatu
bentuk pengalihan fasilitator yang mendorong pasien untuk memvisualisaikan atau
memikirkan pemandangan atau sensasi yang menyenangkan untuk mengalihkan
perhatian metode ini juga bergantung pada menjauhi nyeri. Teknik ini sering
dikombinasikan dengan relaksasi.
Hypnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada bagaimana
memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri; metode ini bergantung pada
kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien kfisiologik tere bayangan-
bayangan yang paling konstruktif. Intervensi pengalihan yang paling efektif apabila
digunakan untuk nyeri akut. Tetapi dapat juga efektif pada nyeri kronik.
Kemempuan intervensi pengalihan untuk meredakan nyeri didasarkan pada teori
bahwa apabila dua rangsangan yang berpisah, focus pada salah satu akan
menghilangkan focus pada yang lain. Namun, semakin besar rasa nyeri, semakin
kompleks rangsangan pengalih yang harus diberikan.
Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung pada kemampuan
untuk memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter ukuran-ukuran tertentu
terhadap pasien. Sehingga pasien dapat belajar mengendalikan parameter tersebut
termasuk suhu kulit, ketegangan otot, kecepatan denyut jantung, tekanan darah dan
gelombang otak. Alat umpan balik hayati mengubah parameter-parameter
fisiologik menjadi sinyal visual dan dilihat oleh pasien. Pasien mula-mula
dikenalkan kepada respon yang berkaitan dengan stress seperti meningkatnya
ketegangan otot, denyut jantung, atau tekanan darah dan kemudian diajar
bagaimana mengendalikan respon-respon ini melalui citra visual, bernafas dalam,atau olahraga relaksasi. Biasanya diperlukan beberapa sesi sebelum pasien belajar
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
30/32
mengendalikan respon mereka. Walaupun umpan balik hayati sudah dilakukan
untuk mengatasi berbagai masalah nyeri kronik, namun pemakaian metode ini
untuk mengobati nyeri kepala. Factor-faktor yang mungkin berperan member efek
menguntungkan adalah relaksasi otot, berkurang rasa cemas, pengalihan, dan
adanya perasaan peningkatan kemampuan mengendalikan gejala.
4. KesimpulanMyeloradiculopathy merupakan penyakit karena kerusakan atau gangguan pada medula
spinalis dan gangguan pada akar medula spinalis. Myeloradiculopathy dapat terjadi di
servikal, torakal atau lumbal pada spinal dan merupakan penyakit vertebra degeneratif.
Penyebab myeloradiculopathy antara lain: merokok, batuk yang terlalu lama, cara
duduk yang salah, malas berolahraga, terlalu sering menyetir, sering mengangkat beban
berat, trauma karena terjatuh, terbentur, usia lanjut, tumor/keganasan (myeloma
multiple), osteoporosis, dan fraktur patologis.
Intervensi keperawatan tidak hanya mengacu pada pemberian obat untuk merdakan
nyeri klien tetapi pendidikan kesehatan perlu diberikan agar klien mengerti tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit sehingga komplikasi tidak akan
timbul.
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
31/32
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Mardiati, Ratna. 1996. Buku Kuliah Susunan Saraf Otak Manusia. Jakarta: CV.Sagung
Seto.
Muttaqin, Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Doengoes, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
-
7/30/2019 kasus 2 myeloradi-makalah
32/32
Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. 1998. Jakarta:EGC
http://books.google.co.id/books?id=-
8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=
X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulo
pati&f=false
http://books.google.co.id/books?id=tK2fFEK2QfoC&pg=PA2113&dq=mielopati&hl=id&
ei=xrHDTMetO43fcaHXqcwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD8
Q6AEwBg#v=onepage&q=mielopati&f=false
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_revi
ew&id=7150&task=view20 oktober 2010 jam 5.15
http://spiritia.or.id/cst/dok/mielopati1.pdf
http://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=tK2fFEK2QfoC&pg=PA2113&dq=mielopati&hl=id&ei=xrHDTMetO43fcaHXqcwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD8Q6AEwBg#v=onepage&q=mielopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=tK2fFEK2QfoC&pg=PA2113&dq=mielopati&hl=id&ei=xrHDTMetO43fcaHXqcwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD8Q6AEwBg#v=onepage&q=mielopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=tK2fFEK2QfoC&pg=PA2113&dq=mielopati&hl=id&ei=xrHDTMetO43fcaHXqcwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD8Q6AEwBg#v=onepage&q=mielopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=tK2fFEK2QfoC&pg=PA2113&dq=mielopati&hl=id&ei=xrHDTMetO43fcaHXqcwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD8Q6AEwBg#v=onepage&q=mielopati&f=falsehttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_review&id=7150&task=viewhttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_review&id=7150&task=viewhttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_review&id=7150&task=viewhttp://spiritia.or.id/cst/dok/mielopati1.pdfhttp://spiritia.or.id/cst/dok/mielopati1.pdfhttp://spiritia.or.id/cst/dok/mielopati1.pdfhttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_review&id=7150&task=viewhttp://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_review&id=7150&task=viewhttp://books.google.co.id/books?id=tK2fFEK2QfoC&pg=PA2113&dq=mielopati&hl=id&ei=xrHDTMetO43fcaHXqcwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD8Q6AEwBg#v=onepage&q=mielopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=tK2fFEK2QfoC&pg=PA2113&dq=mielopati&hl=id&ei=xrHDTMetO43fcaHXqcwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD8Q6AEwBg#v=onepage&q=mielopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=tK2fFEK2QfoC&pg=PA2113&dq=mielopati&hl=id&ei=xrHDTMetO43fcaHXqcwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD8Q6AEwBg#v=onepage&q=mielopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulopati&f=falsehttp://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA137&dq=radikulopati&hl=id&ei=ILLDTMvIGoa8cLzCicwN&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDsQ6AEwBQ#v=onepage&q=radikulopati&f=false