kardiomiopati peripartum
DESCRIPTION
kardiomiopatiTRANSCRIPT
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 1/12
Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah bentuk kegagalan
jantung yang terjadi pada wanita hamil terutama dalam beberapa
bulan terakhir kehamilan atau puerperium dini. Demakis dkk pada
tahun 1971, pertama kali mendefinisikan PPCM dengan tiga kriteriadiagnostik yaitu :
· Perkembangan gagal jantung terjadi dalam waktu satu bulan
terakhir kehamilan atau enam bulan pascapersalinan.
· Penyebab gagal jantung tidak dapat diidentifikasi.
· Tidak ditemukan penyakit jantung sebelum bulan terakhir
kehamilan.(1-7)
Batas waktu yang ketat digunakan dalam kriteria diagnostik
dimaksudkan untuk menyingkirkan penyebab bawaan dan didapat
dari kegagalan jantung yang biasanya muncul pada trimester ke dua.
Komite lokakarya tentang PPCM merekomendasikan
dimasukkannya gambaran echocardiographic disfungsi ventrikel kiri
untuk lebih menegaskan PPCM. Tambahan kriteria diagnostik
Echocardiographic yang menunjukkan disfungsi ventrikel kiriteria
tersebut yatiu:
· Fraksi ejeksi <45%
· Left ventricular fractional memendek <30%
· Left ventricular end-diastolic dimension > 2,7 cm/m2 luas
permukaan tubuh(1,3,4)
INSIDENS
Insiden PPCM bervariasi di seluruh dunia. Laporan pertama penyakit
gagal jantung dalam kehamilan dibuat pada tahun 1849 oleh Ritchie,
dan sering digambarkan sebagai kardiomiopati pada tahun 1930.Insidens lebih tinggi yang dilaporkan terjadi di Afrika Selatan (1:
1.000 kelahiran hidup). (1-6)
Insidens yang lebih tinggi di negara berkembang mungkin
disebabkan oleh variasi budaya lokal, faktor ekologi, pengaruh
lingkungan, kriteria diagnostik dan pola pelaporan yang digunakan.
Diagnosa hanya didasarkan pada gambaran klinis juga telah
menyebabkan tingginya angka insidens. Secara keseluruhan, laporan
terbaru dari berbagai bagian Dunia menunjukkan kejadian dari 1 di
1.485 sampai 4.000 kelahiran hidup dan cenderung untuk
meningkat. (1-3)
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko penyebab PPCM yang umum dilaporkan adalah usia
tua, multiparitas, kehamilan mutipel, ras kulit hitam, obesitas,
malnutrisi hipertensi dalam kehamilan, preeklamsia, pemeriksaan
antenatal yang kurang, penyalahgunaan alkohol, kokain dan
tembakau, dan kondisi sosial ekonomi yang rendah. PPCM telah
dilaporkan sebagian besar pada wanita lebih dari 30 tahun, tetapi
dapat terjadi pada berbagai kelompok umur. Meskipun PPCM telah
dilaporkan pada primigravida, ditemukan terjadi lebih sering dengan
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 2/12
multiparitas. Di Amerika Serikat sebagian besar penderita adalah
dari golongan Afrika Amerika, meskipun, golongan Asia (Korea,
Jepang, Cina dan India), dan hispanik juga pernah dilaporkan.
Kehamilan kembar tampaknya mempunyai risiko lebih tinggi terkenaPPCM.
(1,4-6)
Preeklamsia dan hipertensi telah dikaitkan dengan sejumlah
besar kasus PPCM. Banyak penulis bahkan melaporkan sebagai
bentuk gagal jantung hipertensi. Namun, preeklamsia sendiri jarang
menyebabkan gagal jantung pada wanita sehat. Tidak adanya
perubahan vaskular dan hilangnya hipertensi dan preeklamsia
sebelum timbulnya gagal jantung menunjukkan hanya hipertensi
yang mungkin terkait dan memperburuk PPCM, dan bukan
merupakan penyebab.(1,3,4,6)
Malnutrisi, status sosial ekonomi rendah, dan pemeriksaan
antenatal yang kurang juga disebutkan sebagai faktor risiko dalam
laporan sebelumnya, tetapi korelasi faktor-faktor ini belum
ditemukan dalam studi lebih lanjut. Ada juga laporan tentang faktor
resiko yang langka seperti penyalahgunaan kokain, alkohol dan
tembakau.(1,5-7)
ETIOLOGI
Penyebab pasti PPCM tidak diketahui. Beberapa hipotesis
penyebab PPCM seperti miokarditis, virus, faktor autoimun, sitokin
inflamasi, respon hemodinamik abnormal terhadap perubahan
fisiologis pada kehamilan, penggunaan tokolitik berkepanjangan dan
defisiensi selenium.
a. Miokarditis
Miokarditis didefinisikan sebagai infiltrasi inflamasi perivaskular limfosit dan makrofag yang menyebabkan nekrosis miosit dengan
atau tanpa fibrosis. EMB dipandu Magnetic Resonance Imaging
(MRI) pada daerah kontras yang lebih tinggi dapat meningkatkan
bukti terjadinya miokarditis akut pada tahap awal penyakit. Eosinofil
dikenal memiliki sifat kollagenolitik dan kardiotoksik ditemukan
dalam jumlah yang signifikan pada penderita PPCM. Hal tersebut
menyiratkan peran eosinofil dalam perkembangan miokarditis di
PPCM.(1-5,7)
b. Sitokin inflamasi
Silwa dkk, dalam sebuah studi yang besar, menemukan konsentrasi
tinggi sitokin inflamasi seperti faktor nekrosis tumor (TNF α),
protein C-reaktif (CRP), Interleukin-6 (IL-6) dan Fas/Apo-1 (sebuah
penanda apoptosis) pada pasien PPCM. Kadar CRP berkorelasi
terbalik dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) dalam studi
mereka. Konsentrasi TNF α yang tinggi dapat menyebabkan
remodeling ventrikel lebih lanjut melalui reseptor jantung spesifik,
yang menyebabkan disfungsi ventrikel. Ditemukan kadar sinyal
transduser dan aktivator transkripsi-3 yang lebih tinggi terhadap
miokardium pada tikus hamil mati yang menunjukkan terjadinya
gagal jantung dan apoptosis. Temuan dari studi lain menunjukkan
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 3/12
bahwa apoptosis miokard mungkin merupakan penyebab terjadinya
PPCM. Penelitian yang lebih besar menargetkan sitokin ini perlu
dikembangkan untuk mengetahui peran mereka terhadap terjadinya
PPCM.
(1-3,7)
c. Infeksi Virus
Infeksi virus juga terlibat sebagai penyebab miokarditis. Penurunan
kekebalan selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi virus.
Bultmann dkk, menemukan materi genomik virus dalam spesimen
biopsi pasien PPCM. Polymerase chain reaction (PCR) dan ekstraksi
bahan genom dari EMB dipandu kontras MRI sangat membantu
dalam mendeteksi genom virus. Pada saat yang sama, ada beberapa
laporan tidak menunjukkan adanya prevalensi infeksi virus pada
pasien PPCM, dan berpendapat bahwa kardiomiopati virus tidak
perlu dimasukkan dalam kriteria penyebab PPCM. Pentingnya
dilakukan penelitian lanjut yang lebih spesifik untuk membangun
hubungan miokarditis virus dan PPCM.(1,2,4,5,7)
d. Faktor autoimun
Telah dihipotesiskan bahwa sel-sel janin dari haplotype ayah masuk
ke dalam sirkulasi ibu berkaitan dengan penurunan kekebalan akibat
kehamilan, dan mungkin tetap beredar untuk waktu yang lama tanpa
penolakan. Sel-sel tersebut dianggap sebagai antigen asing setelah
normalisasi kekebalan ibu pasca persalinan dan dapat memicu respon
imun. Autoantibodi dapat dibentuk terhadap plasenta, rahim atau
janin pada ibu hamil. Autoantibodi ini mungkin silang bereaksi
dengan miokardium dan dapat menyebabkan kardiomiopati.(1-5)
e. Respon hemodinamik abnormal terhadap perubahan fisiologis
pada kehamilan Volume darah dan cardiac output (CO) meningkat, sedangkan
resistensi pembuluh darah sistemik (SVR) menurun selama
kehamilan. Dilatasi ventrikel kiri dapat terjadi sebagai respons
terhadap peningkatan beban. Pengurangan fungsi ventrikel kiri pada
kehamilan lanjut dan awal masa nifas secara khas terlihat. Di duga
bahwa PPCM mungkin merupakan eksaserbasi fenomena yang
normal tersebut.(1-5)
f. Defisiensi Selenium
Cenac dkk, menemukan konsentrasi selenium yang rendah pada
pasien PPCM, yang mungkin hanya suatu kebetulan daripada
menjadi penyebab. Levander menyatakan bahwa defisiensi selenium
menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus, yang
pada gilirannya menyebabkan kardiomiopati.(1,2)
g. Faktor lain
Beberapa faktor yang kurang penting yang dapat berkontribusi bagi
pengembangan PPCM adalah :
· Terapi tokoliti k berkepanjangan
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 4/12
Namun, pengobatan ini mungkin memperberat penyakit jantung
yang sudah ada daripada memainkan peran etiologi.(1-5)
· Hormon
Relaksin, hormon utama ovarium, dapat menyebabkan dilatasi jantung yang berlebihan menyebabkan kardiomiopati. Meskipun
sebelumnya terlibat, namun pada laporan berikutnya estrogen,
progesteron atau prolaktin tidak mendukung peran apapun dalam
etiologi PPCM.(1,2)
GAMBARAN KLINIS
Gejala
Dispnea saat aktivitas, ortopnea, batuk, dan dispnea
paroksismal nokturnal biasanya terlihat pada pasien dengan PPCM
dan sering mirip dengan gejala kegagalan ventrikel kiri (LVF).
Terjadi pembentukan trombus jantung dan mungkin muncul gejala
emboli seperti nyeri dada, hemoptisis dan hemiplegia. Meskipun
sangat jarang, emboli koroner tunggal atau multiple (dan infark
miokard) sering terjadi pada pasien dengan PPCM. Gejala
nonspesifik seperti palpitasi, kelelahan, malaise, dan nyeri abdomen
ditemukan pada 50% kasus.(1-3,5-7)
Kebanyakan pasien PPCM berada pada kelas NYHA III atau
IV, tetapi penggunaan klasifikasi NYHA mungkin tidak secara
akurat mencerminkan beratnya penyakit karena gambaran normal
ditemukan pada kehamilan lanjut.(1,2)
Tanda
Tekanan darah mungkin normal, tinggi atau rendah.
Takikardia, irama Gallop, vena leher membesar dan edema pedis
biasanya ditemukan. Secara klinis, jantung bisa normal atau mungkinada regurgitasi mitral dan atau trikuspid dengan krepitasi paru dan
hepatomegali. Pasien bahkan mungkin datang dengan kejang yang
berhubungan dengan edema serebri dan herniasi serebelum.(1,2)
PEMERIKSAAN
Setiap pasien harus memiliki elektrokardiogram (EKG), foto thorax
(CXR), dan Doppler echocardiografi untuk diagnosis.(1-5)
1. EKG
EKG biasanya menunjukkan takikardia sinus, meskipun mungkin
ada fitur flutter / fibrilasi atrium, hipertrofi atrium dan ventrikel kiri
(LVH), deviasi aksis kiri, kelainan ST-T non-spesifik, low voltage
complex, aritmia, gelombang Q pada lead anteroseptal dan
abnormalitas konduksi sepert perpanjangan interval PR, QRS dan
bundle branch blocks. Dilaporkan juga terjadinya supraventricular /
ventrikel takikardia, denyut prematur dan gambaran infark miokard.
Dalam banyak kasus, EKG bahkan mungkin normal.
2. Foto thoraks
Mungkin ada bukti kardiomegali, LVH, edema paru, kongesti vena
paru dan efusi pleura bilateral pada foto thoraks, atau mungkin
normal.
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 5/12
3. Ekokardiografi Doppler
Ekokardiografi Doppler adalah alat diagnostik yang paling penting
untuk menilai keparahan dan prognosis pasien PPCM. Gambaran
umum ekokardiografi meliputi peningkatan left ventricular end diastolic diameter (LVEDD), penurunan left ventricular fractional
(LVFS) dan LVEF. Dilatasi dari semua ruang jantung, regurgitasi
mitral, trikuspid, paru dan aorta, pergerakan abnormal difus dinding
dan efusi perikardium ringan juga dilaporkan. Murmur regurgitasi
mungkin merupakan konsekuensi dari dilatasi jantung. Pasien
dengan miokarditis memiliki disfungsi sistolik yang lebih berat dari
mereka yang tidak miokarditis. Peningkatan tekanan arteri paru
(PAP) dan hipertensi arteri paru (PAH) juga terlihat di sebagian
besar kasus. Kadang-kadang, disfungsi ventrikel kanan dan
pembesaran atrium kiri mungkin juga ditemukan. MRI adalah alat
yang lebih sensitif dari ekokardiografi untuk mendiagnosa trombus.
Pemeriksaan ekokardiografi telah digunakan untuk menentukan
prognosis PPCM, tapi dobutamin stress echocardiography, memiliki
kemampuan untuk menunjukkan cadangan kontraktil, mungkin alat
yang lebih baik.
4. Biopsi Endomiokardial (EMB)
Peran EMB pada pasien PPCM masih kontroversial. Sensitivitas
diagnostik EMB dilaporkan sekitar 50%, sedangkan spesifisitas
sangat tinggi (99%). EMB memiliki hasil negatif palsu yang tinggi
dan dapat bervariasi dengan waktu dilakukan biopsi. EMB yang
dilakukan pada awal dari proses penyakit memberikan hasil positif
yang lebih baik. EMB dipandu kontras MRI dapat memberikan hasil
yang lebih positif. EMB mempunyai beberapa risiko prosedural, dan
oleh karena itu hanya dipertimbangkan jika pasien tidak membaik setelah dua minggu manajemen konvensional atau ada kecurigaan
klinis kuat adanya miokarditis.
5. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung digunakan untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri,
melakukan EMB dan angiografi koroner. Kateterisai akan
menunjukkan peningkatan tekanan pengisian jantung dan penurunan
CO dan PAH, tetapi indikasinya terbatas pada gagal jantung berat,
perburukan gejala penyakit jantung dan penyakit jantung iskemik
(IHD). Angiografi koroner harus selalu dipertimbangkan pada pasien
dengan gambaran klinis dan EKG dari IHD, sindrom koroner akut,
hiperlipidemia, riwayat merokok dan diabetes mellitus.
6. Investigasi lain yang lebih sering digunakan
- Polymerase chain reaction (PCR)
Digunakan untuk deteksi patologi virus pada pasien PPCM yang
tidak membaik dengan pengobatan konvensional.
- Compliment fi xation tests
Untuk mendeteksi infeksi oleh mikroorganisme. Kultur darah untuk
menyingkirkan penyebab infeksi.
- Radionukli da ventri kul ografi
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 6/12
Metode ini telah digunakan untuk menilai fungsi jantung, namun
memiliki kelemahan karena paparan radiasi dan digantikan dengan
ekokardiografi. Radionuklida ventrikulografi mungkin lebih unggul
dalam mendeteksi kelainan gerakan dinding regional pada pasienIHD.
- Immunofl uoresensi dan pewarnaan imunohistokimia
Pewarnaan spesimen EMB digunakan untuk mendeteksi autoantibodi
terhadap miokardium.
- Estimasi enzim jantung
Enzim jantung dan angiografi koroner ditemukan dalam batas
normal pada PPCM.
- Hematologi ru tin , biokimia dan tes serologi
Untuk menyingkirkan penyakit jantung umum lainnya. Peningkatan
CRP dan sitokin menunjukkan kardiomiopati inflamasi. Namun,
efektivitas tes tersebut harus dinilai kasus per kasus.
DIAGNOSIS
Diagnosis PPCM didasarkan pada pengecualian penyebab
umum kegagalan jantung seperti infeksi, toksin dan metabolik,
penyakit jantung iskemik atau katup. Diagnosis dini PPCM mungkin
sulit karena banyak kesamaan gejala klinis dengan kehamilan lanjut.
Harus diingat bahwa komplikasi kehamilan tua (seperti anemia,
toksemia dan emboli cairan ketuban) memiliki manifestasi yang
sama. Presentasi paling umum PPCM adalah dalam periode
postpartum ketika sebagian dari gejala ini menghilang.
Ekokardiografi dan evaluasi laboratorium lain akan memperkuat
diagnosis klinis. Diagnosis diferensial PPCM termasuk accelerated
hypentension, preeklamsia, IDCM, emboli paru, anemia dantirotoksikosis.
(1-7)
KOMPLIKASI(1,5)
1. Tromboemboli
Thrombus sering kali terbentuk pada pasien dengan LVEF <35% dan
telah dilaporkan tingkat kematian akibat tromboemboli 30 - 50%.
Emboli sistemik yang mengarah kepada Transient Ischemic Attack
(TIA), hemiplegia, emboli paru, infark miokard akut (AMI), oklusi
arteri mesenterika yang memberikan gejala akut abdomen, infark
ginjal yang mengakibatkan pielonefritis dan infark limpa.
Tromboemboli perifer menyebabkan iskemia tungkai dan gangren.
2. Aritmia
Aritmia seperti sinus takikardia, takikardi atrium dan ventrikel,
fibrilasi dan flutter atrium, denyut ventrikel prematur, atrium dan
ventrikel ekstra sistol dan Wolfe-Parkinson-White Syndrome dapat
terjadi pada PPCM. Dapat pula terjadi takikardia ventrikel yang
menyebabkan henti jantung. Meningkatnya penggunaan implan
cardioverter defibrillator otomatis (AICD) pada pasien PPCM
menurunkan risiko tinggi aritmia yang mengancam jiwa.
3. Kegagalan organ
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 7/12
Gagal hati akut dan koma hepatik yang timbul akibat gagal jantung
kongesti pada pasien PPCM. Dapat pula terjadi bakteremia dan
kegagalan multiorgan termasuk hati, jantung dan ginjal.
4. Komplikasi obstetrik & perinatal Pada PPCM,, insidens aborsi meningkat (4 - 25%), partus prematur
(11 - 50%), bayi kecil untuk masa kehamilan dan bayi berat lahir
rendah, pertumbuhan janin terlambat dan kematian janin intrauterin.
Dalam beberapa kasus didapatkan anomali kongenital janin (4 - 6%).
Gagal jantung kongestif dihubungkan dengan tingkat kematian bayi
yang lebih tinggi (10%).
PENATALAKSANAAN(1-7)
Penanganan medis PPCM mirip penanganan pada penyakit gagal
jantung. Pengobatan utama adalah pembatasan cairan dan garam,
digoksin, diuretik, vasodilator dan antikoagulan. Kehamilan dan
menyusui harus selalu menjadi pertimbangan sebelum memilih obat.
A. TINDAKAN NON-FARMAKOLOGIS
Bed rest total selama 6 - 12 bulan, seperti yang telah dianjurkan
sebelumnya, terkait dengan kejadian rendah kardiomegali, tetapi
hasil yang sama dapat dicapai tanpa istirahat di tempat tidur
berkepanjangan. Bed rest total mungkin merupakan predisposisi
terjadinya trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) dan
selanjutnya meningkatkan risiko emboli paru. Setelah gejala klinis
membaik dengan manajemen medis, olahraga sederhana sebenarnya
dapat meningkatkan perbaikan otot serta tonus arteri. Asupan cairan
dan garam dan cairan harus dibatasi masing-masing 2 - 4 gram / hari
dan 2 L / hari, dan juga penting dalam perbaikan gejala.
B. MANAJEMEN FARMAKOLOGI· Digoksin
Digoksin bermanfaat sebagai ionotropik, dan mengurangi gejala
simptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama kehamilan
dan menyusui (dosis tinggi akan meningkatkan sitokin inflamasi)
dan kadar digoksin serum harus dimonitor, terutama bila
dikombinasi dengan diuretik. Pengobatan digoksin selama 6 - 12
bulan dapat mengurangi risiko kekambuhan dari PPCM.
· Diuretik
Diuretik aman pada kehamilan dan menyusui. Diuretik diindikasikan
untuk mengurangi preload dan mengurangi gejala. Namun, harus
hati-hati terhadap dehidrasi iatrogenik yang menyebabkan
hipoperfusi rahim dan mengakibatkan gawat janin. Loop diuretik
biasa digunakan di rumah sakit, tapi thiazides dapat digunakan pada
kasus-kasus ringan. Dapat terjadi alkalosis metabolik akibat
dehidrasi yang dipicu oleh diuretik. Penambahan acetazolamide akan
mengurangi alkalosis dengan menghilangkan bikarbonat.
Spironolactone, karena sifat antagonisme aldosteronnya, telah
terbukti dapat mengurangi gejala, frekuensi perawatan di rumah sakit
dan kematian pada pasien gagal jantung berat bila dikombinasi
dengan manajemen standar. Namun, spironolactone mungkin tidak
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 8/12
aman pada kehamilan dan sebaiknya dihindari pada periode
antepartum.
· Vasodilator
Vasodilator sangat penting dalam penanganan gagal jantung karenaefek menurunkan preload dan afterload. Vasodilator meningkatkan
CO dan keberhasilan pengobatan gagal jantung. Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin Reseptor
Blocker II (ARB) sekarang dianggap sebagai manajemen utama dan
telah terbukti menurunkan angka kematian pasien gagal jantung
secara signifikan. ACE-I dan ARB dikontraindikasikan pada
kehamilan karena teratogenisitas, tapi harus dipertimbangkan setelah
melahirkan, dan bahkan dapat diberikan pada kehamilan lanjut ketika
obat lainnya tidak efektif. ACE-I diekskresikan melalui ASI
sehingga ASI harus dihentikan pada pasien yang membutuhkan
ACE-I. Infus nitrogliserin dan natrium nitroprusside (SNP) mungkin
diperlukan dalam kondisi yang parah. Karena toksisitas sianida yang
tinggi, SNP mungkin bukan pilihan yang baik pada periode
antepartum.
· Calcium channel blocker
Awalnya, penggunaan calcium channel blockers (CCB) pada gagal
jantung tidak dapat diterima karena efek kontraktil negatif dan
potensi risiko hipoperfusi rahim. Amlodipine sekarang telah terbukti
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada pasien kardiomiopati
non-iskemik. Pada pengujian Prospective Randomized Amlodipine
Survival Evaluation (PRAISE), amlodipine dapat menurunkan kadar
IL-6 dan menunjukkan peran potensial dalam pengelolaan PPCM.
Levosimendan, sebuah sensitizer kalsium memiliki efek vasodilatasi
dan meningkatkan kontraktilitas jantung pada pasien gagal jantung.Akhir-akhir ini, Levosimendan telah digunakan pada pasien PPCM
dan berhasil menurunkan peningkatan Pulmonary Capillary Wedge
Pressure (PCWP) dan selanjutnya meningkatkan CO. Karena
kurangnya laporan tentang keamanannya, levosimendan sebaiknya
dihindari pada pasien menyusui.
· Beta blocker
Beta bloker tidak dikontraindikasikan pada kehamilan, tetapi
penggunaannya dikaitkan dengan berat badan lahir rendah. Beta
blockers dengan sifat tambahan blok alpha (seperti carvedilol) juga
mengurangi afterload. Carvedilol telah digunakan dengan aman pada
kehamilan dan PPCM. Beta blockers dan ACE-I mungkin
mempunyai peran tambahan dalam penekanan respon imun, dan juga
mencegah remodeling ventrikel dan mengurangi ukuran ventrikel.
Obat dapat dikurangi secara bertahap selam 6 - 12 bulan bila secara
klinis fungsi ventrikel dan ekokardiografi kembali normal. Jika ada
bukti disfungsi jantung terus-menerus yang terkait dengan hipertensi
atau diabetes, obat harus dilanjutkan untuk waktu yang lama.
· Agen antiaritmia
Agen antiaritmia kadang mungkin diperlukan untuk mengobati
keluhan simptomatik. Tidak ada agen antiaritmia yang benar-benar
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 9/12
aman pada kehamilan. Quinidine dan Procainamide merupakan
pengobatan lini pertama karena profil keamanan yang lebih tinggi
dan pengobatan harus dilakukan di rumah sakit. Digoksin dapat
dipertimbangkan untuk aritmia atrium, dan adenosin juga dapatdigunakan dalam keadaan darurat. Amiodarone dapat menyebabkan
hipotiroidisme, retardasi pertumbuhan dan kematian perinatal,
sehingga harus dihindari pada trimester pertama dan diberikan hanya
pada aritmia berat yang mengancam kehidupan.
· Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan diberikan pada pasien dengan LVEF <35% dan
pasien terbaring di tempat tidur dengan atrial fibrilasi, trombus,
obesitas dan riwayat tromboemboli. Keadaan hiperkoagulasi yang
biasa terjadi pada kehamilan dan stasis darah karena disfungsi
ventrikel membuat pasien PPCM lebih rentan terhadap pembentukan
trombus dan komplikasinya. Situasi ini dapat bertahan selama enam
minggu masa nifas, sehingga diperlukan penggunaan heparin dalam
antepartum dan heparin atau warfarin dalam periode postpartum.
Warfarin merupakan kontraindikasi pada kehamilan karena efek
teratogenik, tetapi baik heparin maupun warfarin aman digunakan
selama menyusui.
· Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dengan azathioprine dan prednisolon telah
diteliti pada pasien PPCM dengan miocarditis-positif. Melvin dkk,
pertama mencatat perbaikan dramatis dalam tiga pasien dengan
terapi imunosupresif. Dalam studi lain, 9 dari 10 pasien
menunjukkan perbaikan PCWP dan Left Ventricular Stroke Work
Index (LVSWI) dengan terapi prednisolon. Namun, Pengujian
Pengobatan Miokarditis gagal untuk menunjukkan keuntungan dariterapi imunosupresif pada pasien PPCM. Saat ini, tampaknya tidak
ada indikasi rutin terapi imunosupresif, tetapi dapat dipertimbangkan
bila hasil biopsi terbukti tidak berespon setelah 2 minggu pengobatan
tandar.
· Terapi imunoglobulin
Imunoglobulin intravena (IVIG) telah terbukti meningkatkan
perbaikan disfungsi ventrikel akibat PPCM. Mengingat bukti-bukti
meningkatnya autoimunitas pada PPCM, mungkin bijaksana untuk
mempertimbangkan IVIG pada pasien PPCM yang tidak berespon
terhadap pengobatan konvensional.
· Interferon
Interferon telah digunakan bila hasil biopsi membuktikan miokarditis
virus. Interferon hanya memperbaiki parameter echocardiografi,
namun tidak menghasilkan banyak manfaat terhadap gejala
simtomatik pasien PPCM.
· Immunomodulasi
Pentoxifylline, agen imunomodulasi dikenal untuk mengurangi
produksi TNFa, CRP dan Fas/Apo-1, telah terbukti dalam penelitian
dapat memperbaiki kelas NYHA, LVEF dan hasil akhir pengobatan
pada pasien PPCM bila dikombinasikan dengan pengobatan
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 10/12
konvensional. Namun, dibutuhkan lebih banyak bukti sebelum
pentoxifylline dapat direkomendasikan.
C. MANAJEMEN OPERASI
Transplantasi jantung hanya diperuntukkan bagi merekayang resisten terhadap semua manajemen medis, tetapi tingkat
penolakan lebih besar karena tingginya titer antibodi yang beredar.
Pasien dengan usia muda, kerusakan end-organ minimal dan PPCM
onset dini memiliki hasil yang lebih menguntungkan.
D. MANAJEMEN OBSTETRIK
PPCM selama periode antepartum memerlukan pemantauan
janin dan ibu yang intensif. Suatu pendekatan multidisiplin yang
melibatkan dokter kebidanan, ahli jantung, anestesi dan
perinatologist mungkin diperlukan untuk memberikan perawatan
yang optimal kepada pasien PPCM. Analgesia regional akan
mengurangi stres jantung akibat nyeri persalinan, sedangkan aplikasi
forsep outlet atau alat vakum dapat meminimalkan stres jantung pada
kala 2 persalinan. Operasi caesar meningkatkan risiko kehilangan
darah, endometriosis dan emboli paru, dan paling baik dilakukan
untuk indikasi obstetri serta dalam kondisi dekompensasi berat.
Setelah persalinan, pasien perlu pemantauan di Unit Perawatan
Intensif (ICU) untuk deteksi dini dan pengelolaan autotransfusi
uterus yang menginduksi edema paru.
Dokter kebidanan harus memberikan konseling tentang
menyusui dan kehamilan berikutnya sebelum pasien dipulangkan.
Tidak ada kontrasepsi yang benar-benar ideal untuk wanita dengan
penyakit jantung, karena resiko terjadinya komplikasi seperti
thrombosis dan infeksi. Jenis-jenis kontrasepsi :
· Barier/ kondomKurang ideal karena angka kegagalan cukup tinggi ± 12 %
· Pil oral ontrasepsi
Angka keberhasilan sangat tinggi tetapi karena ada resiko
tromboemboli maka pemakaiannya harus dihindari pada kelainan
jantung seperti mitral stenosis, riwayat tromboemboli, atrial fibrilasi,
katup jantung prostetik, kardiomiopati, dan sindroma Eisenmenger
· Kontrasepsi bebas estrogen
Walaupun efektifitasnya lebih rendah tapi terbukti aman untuk
wanita dengan penyakit jantung
· IUD
Pemakaian harus hati-hati karena adanya resiko infeksi dan reflex
vagal yang dapat menimbulkan bradikardia pada saat pemasangan.
Selain itu pada pasien yang memakai antikoagulan ada resiko
perdarahan menstruasi yang banyak
· Tubektomi atau vasektomi
Dianjurkan pada pasien yang sudah tidak mengingkan anak (8)
PROGNOSIS
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 11/12
Prognosis dilaporkan PPCM bervariasi, tetapi dengan manajemen
yang canggih seperti sekarang ini maka prognosisnya
menggembirakan.
Pemulihan dari PPCM Pemulihan klinis terdiri dari perbaikan gejala dan
penghentian pengobatan gagal jantung. Pemulihan disfungsi
ventrikel telah didefinisikan sebagai :
1. LVEF ≥ 50% atau perbaikan > 20%
2. LVFS ≥ 30%
Meskipun sebagian besar pemulihan terjadi dalam 2 bulan
pertama, tapi dapat pula sampai 6 - 12 bulan. Tingkat kelangsungan
hidup 5 tahun 94% pada pasien dengan pemulihan komplit fungsi
ventrikel.(1,9,10)
Kriteria Prognosis Buruk
Umumnya pasien dengan usia dan paritas yang lebih tinggi,
kehamilan kembar, ras kulit hitam, onset lambat gejala (> 2 minggu
pasca persailnan), trombus intrakardiak, defek konduksi jantung,
disfungsi ventrikel persisten enam bulan setelah melahirkan,
penyakit medis sebelumnya dan keterlambatan dalam penangan
medis awal memiliki prognosis buruk. LVEF (<45%) pada dua bulan
setelah diagnosis juga memiliki prognosis buruk. Akhir-akhir ini,
kadar antibodi anti-klamidia, TNF dan IgG kelas 3 yang tinggi
telah dikaitkan dengan prognosis buruk. Dibandingkan dengan
postpartum, terjadinya PPCM antepartum dikaitkan dengan
prognosis buruk.(1)
Mortalitas
Angka kematian hingga sekitar ˃ 50% dan sekitar setengahnya meninggal dalam bulan pertama sejak munculnya gejala
dan mayoritas dalam tiga bulan pertama dari periode postpartum.
Penyebab tertinggi kematian adalah tromboemboli, serta gagal
jantung kongestif berat dan aritmia. Pengetahuan yang lebih baik
tentang patofisiologi, pendekatan multimodal dan strategi
manajemen invasif dan intensif dapat menurunkan tingkat
mortalitas.(1,10)
RISIKO KEKAMBUHAN DALAM KEHAMILAN
BERIKUTNYA
Kebanyakan laporan menggambarkan kekambuhan PPCM
pada kehamilan berikutnya. Belum jelas apakah ini disebabkan
eksaserbasi dari kegagalan jantung subklinis sebelumnya atau
reaktivasi dari proses penyakit yang sama. Resiko tertinggi
kekambuhan tetap pada pasien dengan disfungsi jantung persisten
dan risiko terendah pada mereka yang fungsi jantung telah normal,
sebagaimana dibuktikan dengan dobutamin stress test .(1)
Multiparitas meningkatkan risiko kerusakan jantung yang
ireversibel pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan gagal jantung
berkisar antara 21-80% pada kehamilan berikutnya. Kekambuhan
7/14/2019 Kardiomiopati peripartum
http://slidepdf.com/reader/full/kardiomiopati-peripartum-56327c475f5e4 12/12
PPCM juga dapat terjadi pada pasien yang ukuran dan fungsi
ventrikel yang telah kembali normal. Oleh karena itu, kriteria yang
digunakan untuk mendeteksi pemulihan fungsi ventrikel berdasarkan
ekokardiografi istirahat pada pasien PPCM harus direvisi, dandobutamin stress test mungkin memainkan peran penting.
(1,10,11)
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhakta P, Biswas BK and Banerjee B. Peripartum Cardiomyopathy
: Review of the Literature. Yonsei Med J. Vol 48, No. 4. 2007; 731-
747.
2. Colombo BM and Ferrero S. Peripartum Cardiomyopathy.
Orphanet encyclopedia. 2004. Available at :
www.orpha.net/data/patho/GB/uk-Peripartum-cardiomyopathy.pdf
3. Pearson GD et all. Peripartum Cardiomyopathy : National Heart,
Lung, and Blood Institute and Office of Rare Diseases (National
Institutes of Health) Workshop Recommendations and Review.
JAMA, March 1, 2000 — Vol 283, No. 9. Available at :
www.jama.ama-assn.org
4. Lok SI et all. Peripartum cardiomyopathy: the need for a national
database. Neth Heart J (2011) 19:126 – 133. Available at :
www.springerlink.com
5. Ramaraj R and Sorrel VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes,
diagnosis, and treatment. Cleveland clinic journal of medicine
volume 76, number 5 may 2009; 289-296.
6. Wells GL and Twomley KM. Peripartum Cardiomyopathy: A
Current Review. Journal of Pregnancy. Volume 2010, Article ID
149127, 5 pages.
7. Cunningham C, Rivera J and Spence D. Severe Preeclampsia,Pulmonary Edema, and Peripartum Cardiomyopathy in a
Primigravida Patient. AANA Journal. Vol 79, No.3. California,
2011. Available at : www.aana.com/aanajournalonline.aspx
8. Soewarto S. Tata Laksana Kehamilan pada Penyakit Jantung.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. Jakarta. 2007; 21-23.
9. Fett JD, Christine LG, Carrway RD and Murphy JG. Five-Year
Prospective Study of the Incidence and Prognosis of Peripartum
Cardiomyopathy at a Single Institution. Mayo Clinis Proc . December
2005;80(12):1602-1606. Available at :
www.mayoclinicproceedings.com
10. Elkayam U et all. Maternal and fetal outcomes of subsequent
pregnancies in women with peripartum cardiomyopathy. N Engl J
Med, Vol. 344, No. 21. 2001; 1567-1571. Available at :
www.nejm.org
11. Elkayam U et all. Pregnancy-Associated Cardiomyopathy : Clinical
Characteristics and a Comparison Between Early and Late
Presentation. Circulation. 2005;111:2050-2055. Available at :
http://www.circulationaha.org