kanker orofaring

40
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D. Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins > Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118 Kanker orofaring Christopher H. Rassekh Hadi Seikaly Kejadian dari kanker orofaring sebenarnya jarang ditemukan, yaitu sekitar kurang dari 1% dari keseluruhan kanker baru. Data kanker nasional menunjukkan bahwa jika ada pengabungan antara kanker yang ada di cavitas oral serta dari kavitas orofaring, maka akan lebih mempersulit determinasi atau penentuan tempat primer kanker orofaring sebenarnya. Diperkirakan ada lebih dari 28000 kasus kanker kavitas oral dan faringeal terdiagnosis di amerika pada tahun 2004. Sekitar sepertiga dari kasus ini diharapkan berkembang pada bagian oro-faring. Insidensi pucaknya ada pada dekade ke-enam dan ke-tujuh kehidupan namun demikian, kasus pada decade empat maupun lima tidak tak jarang ditemukan. Penyakit ini punya predominansi yang berbeda pada laki-laki namun data terkini menunjukkan ada peningkatan insidesi diantara para wanita. Karsinoma sel skuamosa/SCC dan variannyamenempati sekitar 90% lesi orofaringeal maligna. Factor etiologis terpenting dari kasus ini adalah adanya paparan rokok dan alcohol. Terapi untuk penyakit ini sangat kompleks dan tim yang terdiri dari dokter bedah kepala-leher, bedah rekonstruksi, onkologis medis dan radiologis serta 1

Upload: ahmad-alqorny

Post on 28-Apr-2017

253 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

Kanker orofaring

Christopher H. Rassekh

Hadi Seikaly

Kejadian dari kanker orofaring sebenarnya jarang ditemukan, yaitu sekitar

kurang dari 1% dari keseluruhan kanker baru. Data kanker nasional menunjukkan

bahwa jika ada pengabungan antara kanker yang ada di cavitas oral serta dari

kavitas orofaring, maka akan lebih mempersulit determinasi atau penentuan

tempat primer kanker orofaring sebenarnya. Diperkirakan ada lebih dari 28000

kasus kanker kavitas oral dan faringeal terdiagnosis di amerika pada tahun 2004.

Sekitar sepertiga dari kasus ini diharapkan berkembang pada bagian oro-faring.

Insidensi pucaknya ada pada dekade ke-enam dan ke-tujuh kehidupan namun

demikian, kasus pada decade empat maupun lima tidak tak jarang ditemukan.

Penyakit ini punya predominansi yang berbeda pada laki-laki namun data terkini

menunjukkan ada peningkatan insidesi diantara para wanita. Karsinoma sel

skuamosa/SCC dan variannyamenempati sekitar 90% lesi orofaringeal maligna.

Factor etiologis terpenting dari kasus ini adalah adanya paparan rokok dan

alcohol. Terapi untuk penyakit ini sangat kompleks dan tim yang terdiri dari

dokter bedah kepala-leher, bedah rekonstruksi, onkologis medis dan radiologis

serta prostodhontis dan patologis bicara-bahasa akan menyediakan kesempatan

terapi komprehensif yang lebih baik lagi.

Anatomy

Orofaring merupakan bagian tengah faring yang berhubungan dengan

nasofaring dan kavitas oral ke hipofaring, terletak dalam planum imaginer

horizontal dari palatum durum ke bagian lainnya lewat os hyoid. Di anterior,

bagian ini terbuka ke kavitas oral lewat isthmus oral dan terhubung dengan papilla

sirkumvalata, anterior tonsillar pillars dan pertemuan antara palatum durum dan

palatum molle. Secara klinis, orofaring terbagi menjadi dinding lateral atau region

tonsilaris, dinding posterior, basis lingua dan palatum molle. Dinding faring

tersusun dari banyak lapisan: lapisan mukosa, submukosa, fasia faringobasiler,

1

Page 2: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

musculus konstriktor (superior and serabut bagian atas dari yang media) dan fasia

bukofaring. Anatomi superficial dari dinding lateralnya meliputi pilar tonsilar

anterior dengan fossa tonsilaris, pilar tonsilar posterior dengan sebagian kecil

dinding faring lateral. Tonsila palatine terletak di fossa tonsilaris, tampak sebagai

permukaan irregular penuh dengan kripta yang mana merupakan tubulus

epithelium yang mengalami invaginasi ke bagian dalam tonsil.

Palatum molle merupakan struktur fibromuskuler yang menghadap

posterior dan kearah bawah menuju orofaring. Bagian ini terdiri dari aponeurosis

palatini, sebagai skeletonnya; m. tensor veli palatini, m. levator veli palatine dan

m. uvular, m. palatoglossus serta m. palatopharyngeal. Basis lingua terletak di

sebelah anterior dari orofaring dan terbujur dari papilla sirkumvalata sampai plica

glossoepiglottic dan pharyngoepiglottic. Tonsilla lingualis terletak superficial dan

lateral pada kedua sisinya dan menyebabkan permukaan mukosanya menjadi

ireguler.

Hampir keseluruhan bagian faring mendapat suplai inervasi sensoris dan

motoris lewat n. glossopharyngeal (cranial nerve IX) dan n. vagus (cranial nerve

X). N. hipoglosus (cranial nerve XII) memberika suplai nervasi motoris ke basis

lingua dan n. trigeminus (V2, V3) memberikan suplai sensoris dan motoris ke

palattum molle.

Orofaring banyak mendapat suplai darah dari cabang a. Carotis interna.

Drainase limfatiknya mendapat dari levels II dan III dengan struktur sentralnya

basis lungua, palatum molle dan dinding faring posterior ke kedua sisi leher.

Dinding faring bagian posterior dan region tonsilaris mendapat drainase ke nodus

retropharyngeal yang kemudian akan mengalirkannya ke nodus di level II

Orofaring pada ketiga sisinya dikelilingi oleh spatium fascia. Spatium

retropharyngeal merupakan area dengan jaringan ikat longgar yang terletak antara

fascia buccopharyngeal dari faring lapisan alar dari fascia prevertebral. Terletak

dari basis crania ke mediastinum superior lalu berhubungan dengan spatium

parapharyngeal di bagian lateral. Spatium parapharyngeal menurut planum fascial,

terletak dari basis cranii sampai cornu besar os. Hyoid dan terletak lateral terhadap

dinding faring. Mempunyai bentuk seperti pyramid terbalik dan dibatasi oleh

cranium pada bagian superior, raphe pterygomandibular I posterior, dan faring di

2

Page 3: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

medial. Batas lateralnya lebih kompleks lagi dan dibentuk oleh beberapa fascia

yang melapisi m. pterigoideus, sebagian mandibula, lobus dalam parotis dan m.

digastricus bagian posterior. Fascia ini terletak superior, terhubung dengan

ligament stylomandibular serta bersatu dengan fascia interpterygoid untuk

kemudian menempel pada basis cranii secara sejajar melewati foramen ovale dan

spinosum. Fascia ini juga memisahkan spatium parafaring dari fossa

infratermporal dan spatium masticator. Spatium parafaring untuk kemudian dapat

dibagi oleh fascia yang berjalan dari m. tensor veli palatine dan struktur yang

berhubungan menjadi 2 kompartemen. Kompartemen prestyloid tersusun dari

lemak, beberapa bagian dari lobus dalam parotis dan cabang kecil n. trigeminus

sampai tensor veli palatine. Kompartemen poststyloid terssun dari a. carotis, v.

jugularis, nervus kranialis IX –XII, serabut simpatis dan nodus limfe.

Ada beberapa aspek anatomis yang secara klinis adalah penting.

Permukaan ireguler dari basis lingua dan tonsil akan membuatnya susah untuk

mengidentifikasi tumor kecil. Nervus vagus dan glossopharyngeal mempunyai

cabang ke tympanic dan auricular (Jacobson dan Arnold nerves), yang akan

menyebabkan nyeri alihan otalgia yang berhubungan dengan tumor pada area ini.

Spatium retropharyngeal dan parapharyngeal bertindak sebagai rute potensial

penyebaran kanker. Batas pembedahan akan sulit ditetapkan pada beberapa pasien

karena ekstensi superior dari palatum molle atau dinding oropharyngeal ke

nasofaring. Tumor yang melibatkan palatum atau tonsillar pillar kemungkinan

dapat menginvasi atau mengikis tulang mandibula dan maksilla serta otot

mastikasi jika penyakit menyebar ke trigonum retromolar, palatum durum, lantai

mulut

Physiology

Orofaring sangat penting dalam fungsinya untuk berbbicara normal,

respirasi da deglutisi. Fumgsi ini membutuhkan koordinasi yang cepat

neuromuskular dari struktur-struktur faring. Memahami keadaan ini adalah krusial

sehubungan dengan rekonstruksinya dan untuk meminimalisir sequela yang

berhubungan dengan pembedahan.

3

Page 4: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

Deglutisi merupakan proses yang paling kompleks dari fungsinya dan

dapat dibagi dalam 4 fase: a) preparasi oral, b) oral, c) faringeal, d) esofageal.

Orofaring berperan penting dalam 3 fase pertamawati basis palatum arcus

faucium, kemudian akan mencetuskan terjadinya fase faringeal. . Palatum molle

tertarik ke depan sementara basisi lingua sedikit elevasi pada fase oral untuk

mencegah makanan terlalu cepat masuk faring. Bolus makanan pada akhir fase

oral akan terletak diantara lidah dan palatum, mele Fase ini ditandai dengan

propulsi bolus makanan ke esofagus lewat beberapa peristiwa: a) penutupan

velopharyngeal, b) elevasi dan penutupan laring, c) kontraksi musculus faring dan

retraksi basis lingua, d) pembukaan regio krikofaring. Yang menekan bolus

makanan melewati fase faringeal adalah tekanan yang dihasilkan dari basis lingua,

kontraksi faring serta peristaltik yang akan membersihkan semua bolus pada

akhirnya.

Bedah kanker orofaring akan memberikan hasil kelemahan produksi

bicara, disfagia atau aspirasi. Hasil ini biasanya terjadi karena inkompeten

velofaringeal, stenosis faring dan tidak benarnya pemfungsian basis lingua karena

reduksi volume , penurunan kontraksi faring atau terlambatnya pencetusan proses

menelan pada faring akibat penurunan sensasi. Kebanyakan sequele yang tidak

diharapkan ini bisa kita hindari dengan seleksi pasien yang benar, rekonstruksi

yang ssuai serta terapi postoperatif sesuai.

Etiology

SCC kepala leher diketahui berkembang dari adanya akumulasi perubahan

genetik multiple pada gen yang penting dalam meregulasi pertumbuhan dan

kematian sel. Perubahan ini dapat diturunkan namun lebih banyak didapat dari

paparan terhadap faktor lingkungan. Sel kemudian mengalami seleksi, sehingga

menghasilkan klon yang dapat mengatasi kontrol pertumbuhan normal den

pertahanan host sehingga menimbulan tumor. Banyak faktor lingkungan yang

berhubungan dengan SCC orofaring, yang paling pentingadalah paparan

berkepanjanganterhadap rokok dan alkohol. Efek dari agen ini berhubungan

dengan dosisnya. Virus menunjukkan sebagai faktor yang mungkin bisa menjadi

penyebab perkembangan SCC. Studi paling ekstensif tentang virus adalah human

4

Page 5: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

papillomavirus (HPV). HPV ditemukan dalam subset anker tonsillar yang mana

kebanyakan tidak menunjukkan risiko penggunaan alkohol dan rokok. Faktor diet

seperti defisiensi vitamin, nutrisi rendah, sifilis, higiene oral rendah, paparan

okupasional dan iradiasi sebelumnya juga bisa berimplikasi sebagai faktor etiologi

namun efeknya akan kurang tampak jika dibandingkan penggunaan alkohol dan

rokok.

Imunosupresi karena bawaan, transplantasi atau HIV daat mempercepat

perkembangan SCC, limfoma dan tumor lain dari orofaring dengan cara

mengganggu surveillane normal mekanisme sistem imun.

Histopathology

Lesi premaligna terjadi di orofaring, namunbisa mencapai kavitas oral.

Lesi ini terlihat kebanyakan di palatum molle, anterior tonsillar pillars dan tampak

sebagai leukoplakia, erythroplakia, dan lichen planus.

SCC dan variannya menempati 90% dari lesi maligna orofaring. Varian

spindle cell secara klini dan biologis hampis sama dengan SCC sementara yang

lain berperilaku agak berbeda. Verrucous carcinoma adalah tumor yang menonjol

(fungating), berkembang lambat dengan epitelium berkeratin yang terdeferensiasi

baik disertai jarang ditemukkannya atipia seluler atau mitosis dalam penampakan

histologis. Lesi ini mengikis bagian dalam struktur dan jarang bermetastasis.

Lymphoepithelioma tumbuh dengan cepat kemudian bermetastasis. Lesi ini

biasanya tampak pada regio tonsillar pada dewasa muda yang tidak memiliki

faktor risiko. Adenoid squamous, adenosquamous, dan basaloid SCC adalah

sangat jarang ditemukan dan merupakan varian agresif dengan yang 2 terakhir itu

mempunyai kepentingan metastasi di area regional awal dan metastasis jauh.

Limfoma cincin waldeyer (tipe non-hodgkin), minor salivary gland tumors,

mucosal melanomas, and sarcoma merupakan lesi maligna lain yang ditemukan di

orofaring.

Beberapa lesi jinak seperti minor salivary gland tumors,

pseudoepitheliomatous hyperplasia, necrotizing sialometaplasias, Crohn disease,

papillomas, pyogenic granulomas, dan median rhomboid glossitis dapat secara

5

Page 6: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

klinis menyerupai lesi ganas. Mereka didiagnosis dari riwayat dan pemeriksaan

fisik namun kadang butuh biopsi.

Natural History

Paparan berkepanjangan permukaan bagian atas aerodigestif pada

karsinogen akan menghasilkan perubahan molekular di sepanjang mukosa. Area

tertentu akan melakukan perubahan lebih lanjut sehingga menjadi lesi premaligna

dan maligna.

SCC biasanya dimulai dari permukaan kemudian menyebar superfisial,

dalam, lalu ke submukosa. Invasi pembuluh darah dan fascia tebal seperti fascia

prevertebral atau periosteum adaah jarang ditemukan sampai tahap lanjut, namun

invasi perineural dapat berlangsung kapanpun. Keterlibatan tulang juga jarang

ditemukan, hanya terjadi pada 17% lesi. Invasi ke spatium parapharyngeal and

retropharyngeal akan menyebabkan persebaran yang lebih mudah ke basis cranii

dan leher dengan kemungkinan pelibatan a. Carotis interna, cranial nerves IX -

XII, dan jaras simpatisnya. Invasi spatium mastiator dan infratemporal akan

menghasilkan trismus dan keterlibatan n. Trigeminus serta percabangannya.

Metastasis limfatik sering ditemukan karena orofaring kaya suplai

limfatik. Kanker orofaring punya kecenderungan bermeastasi dari bagian superior

nodus yang pertama (level II, III, dan retropharyngeal). Metastasis ini akan

terganggu oleh adanya obstruksi saluran limfe yang disebabkan inflamasi,

pembedahan sebelumnya dan iradiasi. Kanker orofaring mempunyai tendensi

untuk bermetastasis ke leher khususnya jika lesinya sentral. Angka metastasis

leher yang tersembunyi secara klinis pada leher yang negatif diestimasikan lebih

besar dari 20% pada semua lesi ebih besar dari T1.

Metatasis jauh merupakan penampakan yang jarang, terjadi pada 2-5%

pasien namun dengan kontrol penyakit diatas klavikula, insiden metastasis jauh

meningkat. Tempat tujuan metastasis jauhnya adalah paru, hepar dan tulang.

Diagnosis

Riwayat

6

Page 7: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

Riwayat lenkap, termasuk review sistem organ, riwayat penyakit dahulu,

riwayat sosial dan keluarga adalah pentin dalam perencanaan terapi. Pasien kanker

orofaring punya kecenderungan ada riwayat paparan rokok lamadan alkoholisme

lalu konsekuensinya mereka menderita gangguan jantung, paru dan hati.

Pasien dengan kanker orofaring biasanya datang pada tahap yang sudah

lanjut karena lesi awalnya biasanya asimptomatik. Nyeri dan disfagia merupakan

panampakan penting gejala. Pembesaran nodus limfe leher biasanya tampak, dan

merupakan gejala primer pada 30% pasien. Gejala lain seperti otalgia, dysarthria,

hemoptysis, dan penurunan berat badan. Trismus dan numbness pada distribusi

V3 memberi penanda pada klinisi bahwa ada kemungkinan sudah melibatkan

mastikator dan mandibula.

Physical Examination

Pemeriksaan fisik lengkap pada kepala-leher harus rutin dilakukan pada

semua pasien. Visualisasi sistematik pada semua permukaan mukosa pada traktus

aerodigestif penting bagi fenomena kankerisasi. Pemeriksaan ini menggunakan

fiberoptic nasopharyngoscope, khususnya pada pasien dengan trismus. Kisaran

pergerakan mandibula dan fungsi nervus kranialis juga diperiksa dengan

defisiensinya akan mengindikasi ekstensi ke mandibula, spatium parafaring dan

mastikator.

Palpasi tumor primer untuk menentukan persebaran lesi dan persebaran

pada mukosanya selalu dilakukan. Semua level leher secara sistematik dievaluasi

dan lokasi, ukuran serta fiksasi nodus dicatat. Dentisi pasien juga diperiksa karena

restorasi maupun ekstraksi dibutuhkan sebelum inisiasi terapi.

Investigasi

Luasnya tumor, metastasis leher dan kondisi medis pasien harus diperiksa lengkap

sebelum perencanaan diimplemantasikan. Beberapa studi radiologis yang

direkomendasikan adalah:

Radiografi dada: mengevaluasi metastasis paru, tumor primer kedua, dan

perubahan kronis yang beruhbungan dengan pemakaian rokok.

7

Page 8: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

CT dan MRI: modalitas ini sangat berguna. Mereka diindikasikan untuk

pemeriksaan tumor tahap lanjut atau ketika melibatkan mandibula,

spatium parafaring, fascia prevertebral, nodus leher atau retrofaring. CT-

Scan lebih cocok untuk mengevaluasi struktur bertulang dan MRI lebih

bagus untuk mengevaluasi struktur jaringan lunak seperti basis lingua,

spatium parafaring dan fascia prevertebral.

Panorex: menolong dalam deteksi pelibatan mandibula dan untuk

memeriksa dentisi pasien.

Tes khusus: Barium swallow dilakukan pada pasien dengan disfagia jika

esophagoscopy tidak direncanakan. Angiography dengan balloon test

occlusion dan evaluasi aliran darah cerebral bisa dipertimbangkan jika

tumor melibatkan karotis. Positron emission tomography (PET) scan

sekarang digunakan pada kanker traktus aerodigestif.

Pemeriksaan lab kanker pasien orofaring adalah CBC/hitung darah

lengkap, kimia darah, tes fungsi hati dan EKG. Evaluasi nutrisi bisa

diikutsertakan. Diagnosis jaringan didapat dari AJH/aspirasi jarum halus (FNAB)

dari nodus yang membesar dan atau biopsi lesi orofaring. Ini biasanya dilakukan

diklinik, namun biopsi harus dilakukan untuk hasil endoskopi pada pasien dengan

trismus, jalan nafas yang tipis dan pada lesi yang tidak mudah diakses transoral.

Staging Endoscopy

Pasien dengan tumor epitel primer sebaiknya mendapatkan pemeriksaan

dibawah anestesi sesuai dengan ukuran tumor. Visualisasi lengkap dan palpasi

tumor akan memberikan pemahaman yang bagus mengenai persebaran

submukosa dan nvasi ke jaringan sekitarnya seperti fascia prevertebra dan

mandibula, khusunya pada pasien dengan trismus. Pencarian berkelanjutan pada

tumor primer kedua, yang biasanya terjadi pada 8% pasien dlakukan lewat

pemeriksaan sistematik dari traktus aerodigestif dan esofagus. Bronkoskopi

merupakan pemeriksaan pilihan saja pada pasien dengan hasil rasdiografi dada

normal, namun kami biasanya melakukan tracheobronchoscopy karena lesi kecil

di trakea atau hilum tidak bisa dilihat dengan mudah pada radiografi rutin.

8

Page 9: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

Biopsi dilakukan pada akhir endoskopi. Jika dicurigai ada limfoma,

patologis harus mengenalinya dan mengambil sample secara adekuat untuk

selanjutnya dilakukan receptor typing. Gigi dievaluasi dan diekstraksi sesuai

kebutuhan pada akhir prosedur. Kebanyakan pasien dengan kanker orofaring

datang dengan gejala prier tidak diketahui disertai metastasis cervikal.

Panendoscopy sangat pentin dilakukan pada pasien ini dan tonsillectomy

direkomendasikan jika tumor primer tidak ditemukan. Staging leher dan

pengelompokannya adalah sama pada semua tempat di kepala dan leher.

PENANGANAN

Penanganan pasien kanker orofaring merupakan suatu hal yang kompleks,

dan tim yang meliputi ahli bedah kepala dan leher, bedah rekonstruktif, ahli

radioterapi kanker, ahli kanker medis, prosthodontist, dan patologis bicara dan

bahasa menyediakan kesempatan bagi pasien untuk menjalani serangkaian

rencana penanganan yang komprehensif. Ahli bedah harus mempertimbangkan

serangkaian faktor saat menentukan regimen yang optimal untuk tiap individu

pasien, yang meliputi tipe penanganan yang dibutuhkan untuk tumor primer dan

leher, modalitas yang paling baik sesuai dengan preservasi fungsional atau

restorasi, kondisi medis umum pasien, dan yang paling penting ialah keinginan

pasien. Ketersediaan fasilitas, para ahli, dan dukungan sosial juga memainkan

peranan yang penting (Tabel 118.4). Seluruh pasien harus dikonseling dan diberi

pengertian untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol saat diagnosis

ditegakkan.

Karsinoma sel skuamosa (Squamous cell carcinoma / SCC)

Terapi bedah dan radiasi, sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi,

masing-masing masih dipakai dalam penanganan kanker orofaring sel skuamosa.

Pendekatan terkini menggunakan kemoterapi ditambah dengan radioterapi secara

bersamaan untuk kanker orofaring tahap lanjut saat ini sedang populer. Kini, data

dari studi prospektif multisenter dengan strategi preservasi organ pada karsinoma

orofaring tidak lagi menjadi suatu hal yang tervalidasi secara luas seperti halnya

pada kasus kanker laringeal. Studi meta-analisis untuk lebih dari 70 penelitian

9

Page 10: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

random / acak mendemonstrasikan keuntungan signifikan yang kecil bagi

ketahanan hidup pasien saat kemoterapi ditambahkan sebagai terapi lokoregional

(17). Namun efek yang diinginkan ini terutama sekali dibutuhkan untuk

penggunaan kemoradiasi sebagai terapi yang dilakukan bersamaan atau sebagai

terapi alternatif, dengan kemoterapi adjuvan dan neoadjuvan yang ternyata tidak

memberikan keuntungan tambahan. Efek negatif nonsignifikan atas kemoterapi

bagi ketahanan hidup pasien juga ditemukan pada penelitian preservasi organ

(17). Studi subsekuen telah mendemonstrasikan bahwa kemoradiasi yang

dilakukan bersamaan menyediakan kontrol lokal dan regional yang baik, dengan

angka ketahanan hidup yang serupa dengan pembedahan dan radioterapi

postoperatif untuk karsinoma orofaring tahap lanjut (18,19,20,21,22). Suatu

penelitan random memperlihatkan peningkatan ketahanan hidup pasien yang

signifikan dengan menambahkan karboplatin secara bersamaan (concurrent) dan

5-fluorouracil ke dalam radioterapi (22). Sehingga, penggunaan yang rutin atas

kemoterapi concurrent dan radioterapi kini ditetapkan sebagai pendekatan yang

paling baik bagi protokol preservasi organ. Terdapat beberapa data yang

menyarankan bahwa kemoterapi dan radioterapi sesungguhnya lebih efektif

daripada pembedahan dan radioterapi postoperatif (21). Walaupun penelitan grup

koperatif terkini memperlihatkan keuntungan dari penambahan kemoterapi dalam

radioterapi postoperatif bagi pasien beresiko tinggi, beberapa pasien tidak dapat

mentolerir suatu penanganan yang intens (23).

Tumor Primer

Pembedahan atau radiasi, masing-masing memiliki efektivitas yang

sebanding dalam hal penanganan kanker orofaring T1 dan T2. Dengan tidak

memperhatikan modalitas inisial apa yang digunakan, lainnya dapat digunakan

untuk penyelamatan, menghasilkan tingkat kontrol lokal yang tinggi. Lesi

infiltratif yang dalam dan mereka yang memiliki lesi yang meluas hingga pilar

tonsilar anterior atau mereka yang memiliki keterlibatan signifikan di pangkal

lidah namun tidak terkontrol baik dengan radiasi beam eksternal, kesemuanya

membutuhkan pembedahan primer atau penambahan brakiterapi atau kemoterapi

(24,25,26). Radiasi postoperatif diindikasikan jika setelah reseksi batasnya terlibat

10

Page 11: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

atau tertutup atau jika tumor memperlihatkan perilaku yang agresif (27,28) (Tabel

118.5). Penentuan untuk penanganan tumor ini sangatlah sulit, bahkan untuk

menentukan apakah tumor primer orofaring kecil cukup ditangani hanya dengan

pembedahan semata. Hal ini disebabkan karena resiko tinggi metastasis nodus

limfa okkulta (tersembunyi) bahkan pada lesi yang sangat dini. Tumor stage T3

dn T4 baik sekali dikontrol dengan pembedahan dan radiasi postoperatif, namun

kemoterapi concurrent atau radioterapi hiperfraksi kini menjadi alternatif yang

beralasan bagi pasien, terutama bagi mereka yang morbiditas pasca bedahnya

dinilai terlalu tinggi atas dasar toleransi terhadap prosedur dan dalam memperoleh

kembali fungsi tubuh mereka.

Leher

Seluruh pasien dengan karsinoma sel skuamosa orofaring yang lebih luas

daripada T1 membutuhkan beberapa terapi leher, karena kemungkinannya yang

tinggi untuk melibatkan nodus secara klinis maupun untuk terjadinya metastasis

nodus okkulta. Pilihan modalitas terapi inisial (bedah atau radiasi) bagi leher dan

nodus retrofaring biasanya sama seperti halnya untuk tumor primer. Penyakit

leher stage N0 dan N1 secara efektif dikontrol oleh modalitas tunggal, namun

diseksi leher memberikan keuntungan tambahan dalam hal stage patologis.

Penggunaan diseksi leher selektif dalam memastikan tidak adanya penyebaran

yang mengikuti eksisi trans-oral atas tumor primer tidaklah reliabel untuk kanker

orofaring, tidak seperti pada kasus kanker oral. Hal ini dikarenakan jalur limfatik

yang kurang dapat diprediksi dan meningkatnya kesulitan dalam hal mengakses

nodus retrofaring. Atas alasan ini, radioterapi sering digunakan bahkan jika tumor

primer sukses diterapi dengan pembedahan. Hasil kombinasi modalitas

memperlihatkan hasil kontrol yang lebih baik pada penyakit leher stage N2 dan

N3 (23). Kedua leher harus ditangani saat terdapat penyakit klinis saat terdapat

lesi pada satu sisi leher, lesi di sentral, atau lesi yang menyilangi garis tengah.

Nodus retrofaringeal harus selalu dipertimbangkan dalam rencana penanganan

dan terapi leher.

Varian karsinoma sel skuamosa dan kanker orofaring lainnya

11

Page 12: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

Varian sel spindel secara klinis dan biologis serupa dengan SCC,

sementara yang lainnya memiliki karakter yang berbeda dan perlu untuk

didiskusikan lebih lanjut. Karsinoma verukosa membutuhkan eksisi lokal yang

luas. Limfoepitelioma ditangani utamanya dengan terapi radiasi tanpa

memperhatikan stagenya, karena penyakit ini sensitif terhadap modalitas tersebut.

Pembedahan dipilih untuk salvage (penyelamatan) atau penyakit leher persisten.

Skuamosa adenoid, adenoskuamosa, dan SCC basaloid dengan baik dikontrol

dengan kombinasi pembedahan dan radiasi. Tumor primer muncul pada fossa

tonsilaris, pilar tonsilar, palatum mole (langit-langit lunak), dinding faring

posterior, dan pangkal lidah serta vallecula. Fossa tonsilaris merupakan lokasi

yang paling umum dengan jumlah seluruh lokasi lainnya hanya terhitung kurang

dari setengah kasus. Walaupun terdapat beberapa gambaran spesifik yang

membedakan lokasi primer ini, bab ini mengalamatkan keseluruhan grup kanker

orofaring ini bersama, menyorot poin bedah spesifik untuk tiap lokasi lokasi.

Terdapat suatu fenomena tumpang tindih yang signifikan antara lokasi dalam hal

perilaku dan manajemen. Faktanya, sebagian tumor melibatkan lebih dari satu

lokasi di faring. Pembaca diharapkan untuk merujuk kepada buku cetak lainnya

mengenai kanker spesifik dan juga artikel jurnal yang disitasi dalam bab ini untuk

detail dan manajemen spesifik yang lebih mendalam bagi tiap lokasi-nya.

Limfoma ditangani dengan kemoterapi dan radiasi (29). Tumor kelenjar

saliva minor malignan biasanya berperilaku seperti pasangannya di kelenjar saliva

mayor dan ditangani dengan eksisi lokal yang luas dengan atau tanpa radiasi

postoperatif. Melanoma dan sarkoma ditangani dengan eksisi lokal yang luas, dan

diseksi leher digunakan jika terdapat keterlibatan nodus atau sebagai akses

pembedahan.

Manajemen Non-Bedah

Manajemen non-bedah terdiri atas radioterapi dengan atau tanpa

kemoterapi concurrent. Sebagian besar regimen kemoterapi didasarkan atas agen

platinum. Terapi radiasi biasanya terdiri atas pemberian dosis 60 hingga 70 Gy

melalui suatu lapangan penyusutan sinar eksternal kepada lesi primer dan leher

selama periode waktu 6 hingga 7 minggu. Strategi lainnya seperti brakiterapi,

12

Page 13: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

hiperfraksionasi, dan semburan elektron ke leher, digunakan pada beberapa pusat

pelayanan untuk menambah efektivitas terapi radiasi pada lesi dengan tingkat

keparahan yang lebih lanjut. Metode alternatif dalam menghantarkan terapi

radiasi, seperti konformal dan IMRT (Intensity-modulated radiation therapy -

terapi radiasi yang intensitasnya dimodulasi), telah diperkenalkan saat ini. Teknik

ini membutuhkan perkembangan dan studi yang lebih lanjut namun ia memiliki

potensi dalam meningkatkan target radiasi terhadap tumor dan area resiko tinggi

lainnya dengan yang berbatas jaringan normal relatif seperti kelenjar saliva

(30,31). Preservasi organ berikut ini, pasien dengan penyakit N2 dan N3 harus

menjalani diseksi leher (32), namun jika respon klinis komplit telah didapat,

terdapat data pendukung dalam melakukan pendekatan menunggu dan memonitor

secara seksama karena hal ini biasanya memprediksikan respon histologis yang

komplit (33).

Pembedahan

Tumor Primer

Sebagian besar tumor orofaring cocok terhadap eksisi bedah namun secara

relatif tidak dapat direseksi apabila telah meluas ke kompartemen parafaringeal

post-styloid, fasia prevertebral, atau keterlibatan arteri karotis. Ekstripasi yang

sukses atas kanker orofaring tergantung pada paparan yang baik dan marjin

reseksi yang luas (1 hingga 2 cm), karena tumor ini memiliki propensitas terhadap

penyebaran submukosal. Pembersihan dengan frozen-section dilakukan pada

seluruh marjin, termasuk ke kedalaman reseksi. Pasien yang saat intraoperasi atau

postoperasi ditemukan marjin positif secara mikroskopik, setelah dilakukan

pemotongan permanen harus menjalani reseksi 1 cm atas marjin yang terlibat

apabila memungkinkan dan terapi radioteapi tambahan. Tumor ekstensif juga

mungkin membutuhkan manajemen laring untuk keperluan onkologis dan

aspirasi.

Kanker orofaring dapat direseksi melalui tiga pendekatan bedah berikut:

transoral, transfaringeal, dan transmandibular. Pendekatan optimal tergantung

pada ukuran dan lokasi tumornya.

13

Page 14: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

Pendekatan transoral

Oral

Pendekatan oral untuk kasus orofaring meliputi reseksi tumor dengan

membukan mulut pasien tanpa dilakukan insisi eksternal. Perhatian khusus harus

diberikan sebelum merekomendasikan pendekatan ini karena ia memiliki

keterbatasan lapang pandang. Pendekatan ini diindikasikan bagi kanker orofaring

atas atau anterior yang kecil (T1), superfisial, atau eksofitik, semisal lesi pada

palatum mole, pada pilar tonsilar anterior, dan pada dinding posterior. Ahli bedah

harus memastikan visualisasi yang baik tidak hanya pada keseluruhan massa

tumor namun juga pada perimeter reseksi yang berjarak 1-2 cm mengelilingi

massa di seluruh sisi, termasuk juga batas dalamnya. Trismus, tinggi mandibula,

dan adanya gigi mungkin dapat mengganggu visualisasi, membuat reseksi yang

adekuat makin tidak mungkin dilakukan. Reseksi melalui pendekatan ini

berlangsung cepat dan memiliki tingkat morbiditas yang minimal, namun

visualisasi batas reseksi posterior dan batas dalamnya sangat buruk. Walaupun

tumor palatum mole dan tonsil dapat diangkat dengan kauter, penggunaan laser

lebih dipilih. Untuk tumor dinding faringeal posterior dan pangkal lidah posterior

dan vallecula, yang merupakan lesi yang tidak dapat diakses dapat direseksi

secara transoral dengan menggunakan laser dan mikroskop. Kini, telah dilaporkan

adanya sejumlah besar pasien yang sukses ditangani dengan reseksi laser untuk

kasus karsinoma pangkal lidah (34). Pada seri ini, kontrol lokal ialah 100% untuk

lesi T1 dan T2. Kegagalan lokal terjadi pada 20% pasien dengan lesi primer tahap

lanjut, namun angka ketahanan hidup bebas penyakit selama 5 tahun memiliki

persentase sejumlah 37%, dan fungsi tubuh dilaporkan masih aktif dan bekerja

pada sebagian besar pasien. Hal ini menunjukkan alternatif yang menguntungkan

atas bedah mulut mayor dan kemoradiasi untuk kanker tahap lanjut dan sebagai

tambahan terhadap metode bagi tumor dini.

Perlepasan mandibular-lingular

Pendekatan perlepasan mandibular-lingular ke orofaring diindikasikan

untuk lesi yang terutama berada di pangkal lidah. Teknik yang dilakukan meliputi

flap apron standar yang dielevasikan pada plana (bidang) subplatysmal menuju

14

Page 15: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

batas bawah mandibula. Diseksi leher dilakukan jika diperlukan saja. Insisi dibuat

melalui mukoperiosteum lingual dan periosteum di ujung bawah mandibula

(Gambar 118.2A). Otot mandibula anterior dilepaskan dari periosteum dari rangka

mandibula dalam, mengeluarkan lidah dan dasar mulut ke leher. Lesi kemudian

dapat direseksi engan visualisasi direk (Gambar 118.2B). Pendekatan ini tidak

membutuhkan mandibulotomi atau pemisahan bibir bawah, namun ia menawarkan

akses yang kurang ke area faring lateral dan ruang parafaring dibandingkan

dengan pendekatan transmandibular. Arteri lingualis, nervus lingualis, dan nervus

hipoglosus merupakan bagian-bagian yang beresiko terjadi kerusakan akibat

prosedur ini.

Pendekatan Transfaringeal

Faringotomi suprahyoid

Pendekatan suprahyoid berguna untuk tumor kecil yang berada di pangkal

lidah dan dinding faring. Faring dimasukkan melalui vallecula, dan reseksi

dilakukan dari leher dengan preservasi arteri lingual dan nervus hipoglossus

(Gambar 118.3). Faringotomi juga dapat diperluas ke arah lateral dan inferior di

sepanjang ala tiroid untuk memperlebar area operasi. Nervus hipoglossus dan

laringeus superior didiseksi dan diretraksi ke arah superior dan inferior. Saat

faring telah masuk, laring diretraksi ke sisi yang berlawanan, memberikan area

pandang yang baik atas satu kesatuan dinding faring posterior, dinding lateral

lawan, dan pangkal lidah (Gambar 118.4A). Area pandang superior dapat

diperoleh melalui perluasan faringotomi melintasi vallecula atau dengan

mengkombinasi pendekatan ini dengan mandibulotomi lateral (Gambar 118.4B).

Kelemahan pendekatan ini yaitu keterbatasan visualisasi superior dan resiko

kerusakan nervus hipoglossus dan laringeus superior. Mandibulotomi lateral juga

dapat menyebabkan transeksi nervus alveolaris inferior.

Transmandibular

Glossotomi labiomandibular pada garis tengah

Glossotomi labiomandibular yang dilakukan pada garis tengah jarang

digunakan dan hanya berguna untuk kanker faringeal posterior kecil yang berada

15

Page 16: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

di garis tengah yang terlalu rendah untuk dapat dicapai melalui prosedur transoral,

atau untuk lesi di pangkal lidah. Pendekatan ini meliputi splitting (pembelahan)

bibir (35), ginggiva, mandibula, dan lidah anterior di garis tengah. Insisi dapat

dilakukan melalui pangkal lidah turun ke arah tulang hyoid jika area pandang

yang luas atas dinding posterior dibutuhkan (Gambar 118.5). Perdarahan dan

defisit neurologis minimal untuk terjadi karena nervus hipoglossus dan arteri

lingualis biasanya tidak terganggu. Namun, pendekatan ini tidak menyediakan

akses ke ruang parafaring atau bagian orofaring lateral.

Pendekatan Swing (Ayunan) Mandibular

Pendekatan swing mandibular memberikan kita area operasi yang luas atas

keseluruhan orofaring dan memberikan kemudahan dalam melakukan reseksi bloc

pada kanker dan nodus drainase. Ia dapat digunakan untuk mereseksi variasi

kanker orofaring yang tidak melibatkan mandibula, terutama kanker yang tidak

melibatkan area multiple dan ruang parafaring. Teknik yang dilakukan meliputi

flap apron standar yang dielevasi pada plana subplatysmal ke batas bawah

mandibula. Diseksi leher dilakukan jika diperlukan, dan dilakukan dengan

mengidentifikasi struktur pembungkus karotis serta nervus lingualis dan

hipoglossus pada prosesnya. Bibir kemudian di-split. Flap visor untuk menjaga

kontinuitas bibir tidak boleh dilakukan karena prosedur tersebut membutuhkan

pemisahan kedua nervus mentalis dan menyebabkan terbukanya area posterior

yang suboptimal. Osteotomi dilakukan dari anterior ke nervus mentalis pada sisi

ipsilateral melalui bagian gigi yang tanggal atau terekstrasi. Osteotomi lateral di

posterior foramen mentalis tidak direkomendasikan karena dapat mnyebabkan

divisi dari nervus alveolaris inferior dan memberikan kita area operasi yang

terbatas. Potongan jaringan lunak dengan ketebalan penuh dibuat melalui lantai

mulut dan dilanjutkan ke secara posterior ke arah marjin anterior dari reseksi,

transeksi nervus lingualis dapat dilakukan jika diperlukan (Gambar 118.6).

Penutupan defek jaringan lunak biasanya membutuhkan flap, dan mandibula

didekatkan kembali menggunakan piringan kompresi. Kelemahan utama atas

prosedur ini yaitu potensi pengorbanan atas keseluruhan mandibula jika

ditemukan keterlibatan mandibula yang sebelumnya tidak dicurigai yang tidak

16

Page 17: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

sesuai terhadap reseksi marjinal setelah prosedur mandibulotomi. Masalah ini

dapat dihindari pada sebagian kasus dengan evaluasi seksama melalui endoskopi

dan meninjau ulang modalitas pencitraan.

Mandibulektomi

Reseksi komposit orofaringeal dengan mandibulektomi dilakukan pada

kanker tahap lanjut invasi tulang yang jelas atau pada situasi dimana invasi

mandibula tidak dapat disingkirkan kemungkinannya. Biasanya, reseksi diperoleh

dengan diseksi leher, meninggalkan specimen tetap melekat di batas inferior

angulus mandibula. Bibir dibagi dan flap pipi dilakukan dengan insisi dengan

ketebalan penuh melalui sulkus buccogingival. Periosteum mandibula terluar yang

tidak terlibat dapat tertinggal pada flap pipi. Potongan mandibular anterior

dilakukan dengan baik yang bebas dari tumor (1 hingga 2 cm), memberikan area

badan mandibula seluas mungkin, dan melakukan frozen –section nervus

alveolaris inferior. Namun, kanalis mentalis harus direseksi semua, meletakkan

badan mandibular hasil osteotomi ke anterior foramen mentalis, jika terdapat

invasi kanal mandibula yang jelas atau hipestesia pada distribusi saraf alveolaris

inferior, atau jika saraf memperlihatkan hasil positif pada frozen-section, karena

tidak terdapat metode yang sesuai untuk menilai perluasan tumor tulang secara

intraoperatif. Potongan mandibular cranial diletakkan di sepanjang ramus, namun

reseksi prosessus koronoid dan kondilus mungkin dibutuhkan pada tumor dengan

perluasan. Mandibula kemudian diretraksi ke lateral, dan pemotongan tumor

sisanya dilakukan (Gambar 118.7). Kelemahan utama dari prosedur ini yaitu

masalah fungsional yang muncul dan defisit kosmetik, terutama jika defek

tertutup secara primer. Pendekatan mandibulektomi dan mandibulotomi dapat

dibandingkan (36).

REKONSTRUKSI

Rekonstruksi atas defek akibat kanker orofaring telah direvolusionisasi

dalam dua decade terakhir oleh adanya perkembangan flap miokutaneus regional

berpedikel dan transfer jaringan bebas. Tujuan rekonstruksi modern yaitu untuk

mengembalikan integritas orofaring dan fungsi esensialnya, yaitu fungsi deglutisi,

17

Page 18: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

respirasi, dan produksi suara.

Rekonstruksi yang sukses mensyaratkan ahli bedah untuk memiliki ilmu

pengetahuan mendetail mengenai bermacam teknik rekonstruksi dan pemahaman

akan keterbatasan masing-masing teknik. Variasi teknik telah ditemukan sejak

beberapa tahun terakhir (Tabel 118.6), namun tidak satupun yang mendapat

predikat sebagai teknik rekonstruksi ideal dalam mengambalikan struktur yang

hilang atau lepas dengan jaringan yang menyerupai jaringan awal dalam hal

bentuk maupun fungsinya. Kemampuan rekonstruksi yang ada saat ini masih

terbatas dalam hal pengembalian integritas, kepadatan, dan sensasi, namun fungsi

motor kompleks orofaring tidak dapat diduplikasi.

Penggunaan flap local mengalami penurunan signifikan dalam dua decade

terakhir sebagai akibat keterbatasan jaringan yang tersedia dan fungsi inferior

mereka jika dibandingkan dengan flap regional dan transfer jaringan bebas. Flap

regional secara reliabel menyediakan jaringan tervaskularisasi baik yang banyak

yang dapat digunakan sebagai rekonstruksi stage tunggal, gampang berkembang,

dan tidak membutuhkan keahlian mikrovaskular khusus. Kelemahan mereka

meliputi keterbatasan untuk mencapai bagian superior, kepadatan dan angka

signifikan dalam nekrosis marjinal kulit distal, terutama dengan flap mayor

pektoralis. Prosedur ini jarang bisa dijahit untuk merekonstruksi defek yang

melibatkan area multiple. Flap mikrovaskular bebas dapat mengatasi sebagian

besar kelemahan flap regional dan memiliki kelebihan tambahan atas adanya

reinnervasi sensori atau motor. Penggunaan transfer jaringan bebas sejalan dengan

prosedur konservatif terhadap mandibula secara signifikan menurunkan

morbiditas dan durasi hospitalisasi dan menghasilkan fungsi yang meningkat pada

perbandingan biaya dengan flap miokutan regional (37,38,39). Kelemahan utama

dari flap mikrovaskular bebas yang menyebabkannya dihindari oleh para ahli

bedah kepala dan leher adalah lamanya waktu operasi dan dibutuhkan keahlian

yang khusus. Graft kulit bebas juga sering menjadi metode yang bisa dilakukan

(39).

Komponen esensial lainnya dalam mensukseskan rekonstruksi yaitu

pemahaman yang mendalam mengenai fungsi jaringan yang diablasi dan kapasitas

kosmetik. Pangkal lidah merupakan struktur yang paling penting untuk

18

Page 19: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

menjalankan fungsi orofaring, karena ia bertanggung jawab dalam penutupan

faring selama fase oral dan merupakan tenaga pendorong utama terhadap bolus

makanan saat fase faringeal (3). Pengembalian fungsi yang optimal membutuhkan

paling tidak adanya nervus hipoglossus dan arteri lingualis yang intak untuk

fungsi mobilitas dan ketahanan/keselamatan sisa lidah. Rekonstruksi harus dapat

mengembalikan beberapa kepadatan, lipatan glossofaringeal, dan memastikan

kesinambungan mobilitas atas organ tersebut (40,41). Dinding faring membantu

menyebarkan dan meratakan tekanan yang dibutuhkan untuk gerakan yang tepat

atas bolus makanan dan membersihkan material sisa di faring setelah proses

menelan. Sisa faring dan lidah dapat dengan mudah mengkompensasi fungsi ini

setelah reseksi parsial (42); sehingga, rekonstruksi yang menjaga integritas faring

dan fungsi pangkal lidah dibutuhkan. Palatum mole merupakan komponen yang

paling penting atas mekanisme velofaringeal, yang juga meliputi dinding faring

lateral dan posterior. Pengembalian struktur fibromuskular dinamis kompleks

palatum mole tidak mungkin dilakukan, namun fungsi velofaringeal yang baik

diperoleh jika rekonstruksi menyebabkan terjadinya penutupan nasofaring dengan

proses menelan dan pembukaan yang tidak lebih dari 20 mm2 selama berbicara

(43). Defek yang melibatkan area multiple memberikan suatu tantangan yang

harus dipertimbangkan, dan teknik elaborasi sering dibutuhkan untuk memperoleh

tujuan rekonstruksi karena adanya perbedaan kebutuhan tiap area. Pasien dengan

defek luas yang melibatkan sebagian besar dinding orofaring atau pangkal lidah

mungkin membutuhkan manipulasi laring untuk mencegah aspirasi kronik, dan

fungsi mereka biasanya suboptimal, bahkan setelah rekonstruksi adekuat.

Rekonstruksi jaringan lunak

Pemilihan rekonstruksi yang tepat membutuhkan rencana penanganan

individual yang didasarkan atas pertimbangan yang seksama atas seluruh faktor

terkait tumor, defek, dan pasien. Secara umum, metode dengan kompleksitasnya

paling rendah yang dapat mengembalikan fungsi dan bentuk struktur organ lebih

dipilih. Reinnervasi sensori atas flap lebih dipilih saat bisa dilakukan, karena

fungsi faring dapat diuntungkan dengan rekonstruksi seperti itu. Defek kecil pada

dinding faring hingga ukuran 3 cm dan defek yang kurang dari sepertiga volume

19

Page 20: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

pangkal lidah dapat ditutup terutama dengan graft kulit dengan kedalaman seperti

split, atau dibiarkan untuk berkembang menjadi granulasi jika tidak terbuka ke

dalam leher dengan defisit fungsional yang menimal. Lesi yang lebih besar

membutuhkan beberapa bentuk rekonstruksi, karena penutupan primer

menghasilkan fungsi yang buruk akibat tambatan lidah atau stenosis faring. Flap

fasciokutan bebas cocok untuk rekonstruksi ini, terutama jika defek yang terjadi

melibatkan area multipel, seperti dinding faring, palatum mole, dan pangkal lidah.

Flap yang tipis dan lunak ideal untuk rekonstruksi dinding faring, dan kepadatan

massa untuk pangkal lidah dapat diperoleh dengan deepitelialisasi dan

‘penguburan’ bagian flap (41). (Gambar 118.8). Rekonstruksi adekuat dengan flap

regional miokutan diperoleh saat defek sebagian besar berada di pangkal lidah,

namun flap ini cenderung terlalu padat/bermassa untuk rekonstruksi dinding

faring atau palatum mole, terutama saat kontinuitas mandibular tetap dijaga. Pada

situasi ini, flap miokutan regional lebih baik dipilih karena penurunan massa.

Defek kecil palatum mole yang dapat diangkat dengan reseksi ketebalan

parsial dan preservasi mukosa posterior dapat berkembang menjadi jaringan

granulasi dengan hasil fungsional yang memuaskan. Defek ketabalan-penuh

paling baik direkonstruksi dengan flap fasciokutan yang melipat dengan

sendirinya dan dijahit ke sisa bagian nasal dan oral dari palatum mole (Gambar

118.8). Adesi bedah dapat terjadi antara neopalatum dan dinding faring posterior

dan menyempitkan segmen rekonstruksi adinamis atas kompleks velofaringeal

saat defek melibatkan lebih dari setengah palatum mole. Sebagai alternative,

kombinasi flap fasciokutan dan flap faringeal juga dapat digunakan (44,45).

Rekonstruksi ini mengembalikan fungsi dengan sangat baik dalam waktu yang

cepat pada sebagian besar kasus dan dapat dikumpulkan dengan prosthesis jika

dibutuhkan setelah mukositis akibat radiasi membaik. Penggunaan prostesis hanya

merupakan suatu pilihan, dengan hasil baik yang dapat diperoleh jika defek

melibatkan palatum total, jika masih terdapat gerakan kompleks velofaringeal

residual, dan jika pasien memiliki jaringan penyokong yang baik untuk

menyangga peralatan palatal dengan baik (40). Kelemahan utama dari

penggunaan prostesis yaitu lambatnya pengembalian fungsi karena obturasi

definitive tidak dapat dilakukan hingga penyembuhan postoperative komplit dan

20

Page 21: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

perubahan radiasi akut membaik.

Rekonstruksi mandibular

Kanker orofaring jarang menginvasi mandibula, dan dengan penggunaan

teknik preservasi, reseksi segmental jarang dilakukan. Pilihan untuk rekonstruksi

mandibular primer dapat dilihat pada tabel 118.6 dan telah didiskusikan lebih

mendetail di bab 162. defek mandibular lateral dapat direkonstruksi dengan flap

bebas yang mengandung tulang, namun piringan rekonstruksi generasi terbaru

dengan menggunakan jaringan lunak saat ini telah menjadi alternative bagi

beberapa pasien.

Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang terkait dengan manajemen pasien kanker

orofaringeal sama saja dengan pasien kanker kepala dan leher seperti pada daftar

tabel 118.7. Komplikasi-komplikasi bedah lebih mungkin pada pasien yang

sebelumnya diterapi dengan radioterapi. Komplikasi-komplikasi radioterapi dapat

dikurangi dengan IMRT, namun perhatian harus ditekankan karena pola-pola

rekurensi lokal telah dilaporkan pada pasien yang diterapi dengan IMRT (47).

Kegawatdaruratan

Permasalahan paling urgen yang muncul pada pasien kanker orofaringeal

adalah obstruksi jalan nafas, perdarahan, dan pengaruh buruk ke vaskuler setelah

rekonstruksi (tabel 118.8). Obstruksi jalan nafas biasanya dikarenakan tumor

eksofitik yang besar atau dari edema yang dikarenakan terapi. Obstruksi harus

ditangani segera dengan tracheotomy di ruang operasi dengan seorang ahli

anestesi yang terlatih dengan intubasi serat optik(fiberoptik). Perdarahan dari

tumor biasanya dikontrol dengan kauteri selektif atau dengan embolisasi, namun

pembedahan dengan ligasi arteri karotis atau cabang-cabangnya bisa jadi

diperlukan pada situasi-situasi yang ekstrim. Ketika transfer jaringan bebas

dipergunakan untuk rekonstruksi defek pembedahan, adanya tanda-tanda

pengaruh buruk ke arteri atau vena memerlukan eksplorasi yang cepat dan tepat

21

Page 22: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

terhadap vasa-vasa dalam rangka untuk menyelamatkan flap failing (kelemahan

flap).

Follow up

Para pasien kanker orofaring memerlukan observasi mendalam yang

pertama-tama untuk mendeteksi rekurensi, dan kemudian follow up jangka

panjang setelah identifikasi lesi primer kedua. Jadwal follow-up general setelah

diselesaikannya terapi disajikan pada Tabel 118.9 (19). Radiografi dada, kadar

enzim-enzim liver dan hormon stimulasi tiroid (TSH) dilakukan jika

diindikasikan. Chemoprevention (prevensi dengan kemo) dengan retinoid

bermanfaat pada populasi pasien ini, namun penggunaannya belum luas

dikarenakan angka toksisitas yang cukup tinggi (48).

Prognosis

Tabel 118.10 menunjukkan ketahanan hidup 5 tahun yang diperkirakan

pada pasien dengan kanker orofaring (49). Seperti yang sebelumnya telah

disebutkan, hasil-hasil yang lebih baik telah dilaporkan. Para pasien dengan

kanker stadium awal meninggal dunia dikarenakan penyakit yang tidak terkait

atau tumor primer kedua, dikarenakan mereka biasanya sudah sembuh indeks

tumornya, sementara para pasien dengan penyakit yang telah parah seringkali

meninggal dunia dikarenakan rekurensi lokoregional atau metastasis jauh. Para

pasien dengan penyakit yang lebih parah yang diterapi dengan pembedahan dan

radioterapi postoperasi dapat diperkirakan memiliki ketahanan hidup 3 tahun

sebesar 50% dan angka kontrol lebih dari 70% (50). Hasil-hasilnya hampir sama

dengan kemoradiasi (21).

Terapi baru dan terapi yang sedang dikembangkan

Penemuan agen-agen kemoterapetik yang lebih aktif dan pembaharuan

teknik diagnostik dan rekonstruktif menyediakan harapan baru bagi peningkatan

angka penyembuhan dan fungsi pascaoperasi dari para pasien kanker orofaringeal.

Penemuan yang menarik yaitu protokol radiasi preservasi salivaria (IMRT)

22

Page 23: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

(30,31) dan penggunaan transfer glandula submandibular secara bedah memiliki

potensi untuk menghilangkan xerostomia dan dapat meningkatkan kualitas hidup

pasien secara bermakna setelah terapi (51). PET scan juga telah memungkinkan

deteksi penyakit metastatik dan penyakit persisten setelah terapi non-pembedahan

dan dapat membantu di masa depan untuk memandu besarnya pembedahan dan

peran dari terapi adjuvan (52). Limfoskintigrafi dan pemetaan nodus sentinel dan

biopsi kanker oral sekarang ini sedang dipelajari pada percobaan kooperatif

multisenter di Amerika Serikat. Pengalaman sebelumnya juga menunjukkan

bahwa mungkin hal tersebut dapat dilakukan pada karsinoma orofaringeal (53).

Studi-studi kualitas hidup yang dilakukan dengan benar dengan jumlah pasien

yang besar akan membantu untuk memprediksi luaran fungsional untuk terapi-

terapi yang yang berbeda dan membantu menentukan pasien mana yang akan

lebih baik diterapi dengan pendekatan non-pembedahan (40,45,54). Akhirnya,

terapi-terapi ter-target, beberapa yang sedang di-investigasi, juga diharapkan

memperbaiki seleksi pasien untuk modalitas terapi yang berbeda. Sebagai contoh,

untuk penyakit yang telah parah, kemungkinan nantinya ada petanda molekular

yang tersedia yang akan mengindikasikan pasien mana yang akan lebih baik

diterapi dengan bedah dan mana yang akan memiliki respon yang baik untuk

terapi non-bedah. (55,56,57,58).

Hal-hal penting

- Kanker orofaring relatif jarang, dan terutama mengenai perokok berat dan

peminum alkohol; subtipe HPV berperan, terutama pada non-perokok.

- Karsinoma sel skuamous dan variannya menyusun 90% dari lesi orofaring

maligna primer, sementara limfoma, tumor glandula salivaria minor, melanoma,

dan sarkoma menyusun sisanya.

- Konsep “kankerisasi lapangan” atau “nasib mucosa” dapat diaplikasikan

pada semua kanker kepala leher dan menjadi alasan tingginya lesi primer

sekunder pada para pasien kanker orofaringeal.

- Visualisasi komplit dan palpasi tumor dengan anestesi general dapat

memfasilitasi penilaian penyebaran submukosal, invasi struktur di sekitarnya

seperti fascia prevertebral dan mandibula, dan identifikasi tumor primer kedua.

23

Page 24: kanker orofaring

Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118

- Pembedahan atau radiasi saja sama-sama efektif untuk kanker orofaringeal

T1 dan T2, namun pembedahan primer atau ditambahkannya brakiterapi atau

kemoterapi dipilih untuk lesi infiltratif yang dalam dan lesi yang meluas melebihi

arcus faucial anterior atau yang melibatkan basis lidah. Lesi T3 dan T4 paling

baik dikontrol dengan modalitas kombinasi.

- Sebagian besar pasien dengan kanker sel skuamous orofaringeal

memerlukan beberapa terapi leher dikarenakan angka nodus positif yang tinggi

dan metastasis nodal yang tidak terlihat (tersembunyi) pada waktu datang.

- Lesi N0 da N1 biasanya cukup diterapi dengan modalitas tunggal,

sementara modalitas kombinasi menghasilkan kontrol regional yang lebih baik

pada penyakit leher N2 dan N3. Terapi seringkali meliputi nodus leher dan

retrofaringeal. Pemetaan nodus sentinel masih bersifat investigasional.

- Ekstripasi yang berhasil dari kanker orofaringeal tergantung pada paparan

yang bagus dan marjin reseksi yang lebar dikarenakan tumor-tumor memiliki

propensitas penyebaran submukosal. Prosedur yang mempertahankan mandibular

digunakan ketika memungkinkan.

- Rekonstruksi yang tepat membutuhkan rencana terapi terindividualisasi

berdasar pada pertimbangkan yang berhati-hati pada semua faktor terakait tumor,

defek, dan pasien. Secara umum, metode yang paling tidak kompleks yang

merestorasi fungsi dan bentuk telah dipilih. Jika fungsi yang baik tidak dapat

dipertahankan dengan pembedahan, pendekatan non-bedah harus

dipertimbangkan.

- Para pasien kanker orofaringeal membutuhkan observasi yang mendalam

pertama-tama untuk mendeteksi rekurensi, dan follow-up sepanjang hidup

setelahnya untuk mengidentifikasi tumor primer kedua. Para pasien dengan

kanker stadium awal meninggal dikarenakan penyakit yang tidak terkait atau

tumor primer kedua, sementara mereka yang memiliki penyakit yang parah

meninggal karena rekurensi lokoregional atau metastasis jauh.

24