kanker orofaring
TRANSCRIPT
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
Kanker orofaring
Christopher H. Rassekh
Hadi Seikaly
Kejadian dari kanker orofaring sebenarnya jarang ditemukan, yaitu sekitar
kurang dari 1% dari keseluruhan kanker baru. Data kanker nasional menunjukkan
bahwa jika ada pengabungan antara kanker yang ada di cavitas oral serta dari
kavitas orofaring, maka akan lebih mempersulit determinasi atau penentuan
tempat primer kanker orofaring sebenarnya. Diperkirakan ada lebih dari 28000
kasus kanker kavitas oral dan faringeal terdiagnosis di amerika pada tahun 2004.
Sekitar sepertiga dari kasus ini diharapkan berkembang pada bagian oro-faring.
Insidensi pucaknya ada pada dekade ke-enam dan ke-tujuh kehidupan namun
demikian, kasus pada decade empat maupun lima tidak tak jarang ditemukan.
Penyakit ini punya predominansi yang berbeda pada laki-laki namun data terkini
menunjukkan ada peningkatan insidesi diantara para wanita. Karsinoma sel
skuamosa/SCC dan variannyamenempati sekitar 90% lesi orofaringeal maligna.
Factor etiologis terpenting dari kasus ini adalah adanya paparan rokok dan
alcohol. Terapi untuk penyakit ini sangat kompleks dan tim yang terdiri dari
dokter bedah kepala-leher, bedah rekonstruksi, onkologis medis dan radiologis
serta prostodhontis dan patologis bicara-bahasa akan menyediakan kesempatan
terapi komprehensif yang lebih baik lagi.
Anatomy
Orofaring merupakan bagian tengah faring yang berhubungan dengan
nasofaring dan kavitas oral ke hipofaring, terletak dalam planum imaginer
horizontal dari palatum durum ke bagian lainnya lewat os hyoid. Di anterior,
bagian ini terbuka ke kavitas oral lewat isthmus oral dan terhubung dengan papilla
sirkumvalata, anterior tonsillar pillars dan pertemuan antara palatum durum dan
palatum molle. Secara klinis, orofaring terbagi menjadi dinding lateral atau region
tonsilaris, dinding posterior, basis lingua dan palatum molle. Dinding faring
tersusun dari banyak lapisan: lapisan mukosa, submukosa, fasia faringobasiler,
1
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
musculus konstriktor (superior and serabut bagian atas dari yang media) dan fasia
bukofaring. Anatomi superficial dari dinding lateralnya meliputi pilar tonsilar
anterior dengan fossa tonsilaris, pilar tonsilar posterior dengan sebagian kecil
dinding faring lateral. Tonsila palatine terletak di fossa tonsilaris, tampak sebagai
permukaan irregular penuh dengan kripta yang mana merupakan tubulus
epithelium yang mengalami invaginasi ke bagian dalam tonsil.
Palatum molle merupakan struktur fibromuskuler yang menghadap
posterior dan kearah bawah menuju orofaring. Bagian ini terdiri dari aponeurosis
palatini, sebagai skeletonnya; m. tensor veli palatini, m. levator veli palatine dan
m. uvular, m. palatoglossus serta m. palatopharyngeal. Basis lingua terletak di
sebelah anterior dari orofaring dan terbujur dari papilla sirkumvalata sampai plica
glossoepiglottic dan pharyngoepiglottic. Tonsilla lingualis terletak superficial dan
lateral pada kedua sisinya dan menyebabkan permukaan mukosanya menjadi
ireguler.
Hampir keseluruhan bagian faring mendapat suplai inervasi sensoris dan
motoris lewat n. glossopharyngeal (cranial nerve IX) dan n. vagus (cranial nerve
X). N. hipoglosus (cranial nerve XII) memberika suplai nervasi motoris ke basis
lingua dan n. trigeminus (V2, V3) memberikan suplai sensoris dan motoris ke
palattum molle.
Orofaring banyak mendapat suplai darah dari cabang a. Carotis interna.
Drainase limfatiknya mendapat dari levels II dan III dengan struktur sentralnya
basis lungua, palatum molle dan dinding faring posterior ke kedua sisi leher.
Dinding faring bagian posterior dan region tonsilaris mendapat drainase ke nodus
retropharyngeal yang kemudian akan mengalirkannya ke nodus di level II
Orofaring pada ketiga sisinya dikelilingi oleh spatium fascia. Spatium
retropharyngeal merupakan area dengan jaringan ikat longgar yang terletak antara
fascia buccopharyngeal dari faring lapisan alar dari fascia prevertebral. Terletak
dari basis crania ke mediastinum superior lalu berhubungan dengan spatium
parapharyngeal di bagian lateral. Spatium parapharyngeal menurut planum fascial,
terletak dari basis cranii sampai cornu besar os. Hyoid dan terletak lateral terhadap
dinding faring. Mempunyai bentuk seperti pyramid terbalik dan dibatasi oleh
cranium pada bagian superior, raphe pterygomandibular I posterior, dan faring di
2
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
medial. Batas lateralnya lebih kompleks lagi dan dibentuk oleh beberapa fascia
yang melapisi m. pterigoideus, sebagian mandibula, lobus dalam parotis dan m.
digastricus bagian posterior. Fascia ini terletak superior, terhubung dengan
ligament stylomandibular serta bersatu dengan fascia interpterygoid untuk
kemudian menempel pada basis cranii secara sejajar melewati foramen ovale dan
spinosum. Fascia ini juga memisahkan spatium parafaring dari fossa
infratermporal dan spatium masticator. Spatium parafaring untuk kemudian dapat
dibagi oleh fascia yang berjalan dari m. tensor veli palatine dan struktur yang
berhubungan menjadi 2 kompartemen. Kompartemen prestyloid tersusun dari
lemak, beberapa bagian dari lobus dalam parotis dan cabang kecil n. trigeminus
sampai tensor veli palatine. Kompartemen poststyloid terssun dari a. carotis, v.
jugularis, nervus kranialis IX –XII, serabut simpatis dan nodus limfe.
Ada beberapa aspek anatomis yang secara klinis adalah penting.
Permukaan ireguler dari basis lingua dan tonsil akan membuatnya susah untuk
mengidentifikasi tumor kecil. Nervus vagus dan glossopharyngeal mempunyai
cabang ke tympanic dan auricular (Jacobson dan Arnold nerves), yang akan
menyebabkan nyeri alihan otalgia yang berhubungan dengan tumor pada area ini.
Spatium retropharyngeal dan parapharyngeal bertindak sebagai rute potensial
penyebaran kanker. Batas pembedahan akan sulit ditetapkan pada beberapa pasien
karena ekstensi superior dari palatum molle atau dinding oropharyngeal ke
nasofaring. Tumor yang melibatkan palatum atau tonsillar pillar kemungkinan
dapat menginvasi atau mengikis tulang mandibula dan maksilla serta otot
mastikasi jika penyakit menyebar ke trigonum retromolar, palatum durum, lantai
mulut
Physiology
Orofaring sangat penting dalam fungsinya untuk berbbicara normal,
respirasi da deglutisi. Fumgsi ini membutuhkan koordinasi yang cepat
neuromuskular dari struktur-struktur faring. Memahami keadaan ini adalah krusial
sehubungan dengan rekonstruksinya dan untuk meminimalisir sequela yang
berhubungan dengan pembedahan.
3
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
Deglutisi merupakan proses yang paling kompleks dari fungsinya dan
dapat dibagi dalam 4 fase: a) preparasi oral, b) oral, c) faringeal, d) esofageal.
Orofaring berperan penting dalam 3 fase pertamawati basis palatum arcus
faucium, kemudian akan mencetuskan terjadinya fase faringeal. . Palatum molle
tertarik ke depan sementara basisi lingua sedikit elevasi pada fase oral untuk
mencegah makanan terlalu cepat masuk faring. Bolus makanan pada akhir fase
oral akan terletak diantara lidah dan palatum, mele Fase ini ditandai dengan
propulsi bolus makanan ke esofagus lewat beberapa peristiwa: a) penutupan
velopharyngeal, b) elevasi dan penutupan laring, c) kontraksi musculus faring dan
retraksi basis lingua, d) pembukaan regio krikofaring. Yang menekan bolus
makanan melewati fase faringeal adalah tekanan yang dihasilkan dari basis lingua,
kontraksi faring serta peristaltik yang akan membersihkan semua bolus pada
akhirnya.
Bedah kanker orofaring akan memberikan hasil kelemahan produksi
bicara, disfagia atau aspirasi. Hasil ini biasanya terjadi karena inkompeten
velofaringeal, stenosis faring dan tidak benarnya pemfungsian basis lingua karena
reduksi volume , penurunan kontraksi faring atau terlambatnya pencetusan proses
menelan pada faring akibat penurunan sensasi. Kebanyakan sequele yang tidak
diharapkan ini bisa kita hindari dengan seleksi pasien yang benar, rekonstruksi
yang ssuai serta terapi postoperatif sesuai.
Etiology
SCC kepala leher diketahui berkembang dari adanya akumulasi perubahan
genetik multiple pada gen yang penting dalam meregulasi pertumbuhan dan
kematian sel. Perubahan ini dapat diturunkan namun lebih banyak didapat dari
paparan terhadap faktor lingkungan. Sel kemudian mengalami seleksi, sehingga
menghasilkan klon yang dapat mengatasi kontrol pertumbuhan normal den
pertahanan host sehingga menimbulan tumor. Banyak faktor lingkungan yang
berhubungan dengan SCC orofaring, yang paling pentingadalah paparan
berkepanjanganterhadap rokok dan alkohol. Efek dari agen ini berhubungan
dengan dosisnya. Virus menunjukkan sebagai faktor yang mungkin bisa menjadi
penyebab perkembangan SCC. Studi paling ekstensif tentang virus adalah human
4
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
papillomavirus (HPV). HPV ditemukan dalam subset anker tonsillar yang mana
kebanyakan tidak menunjukkan risiko penggunaan alkohol dan rokok. Faktor diet
seperti defisiensi vitamin, nutrisi rendah, sifilis, higiene oral rendah, paparan
okupasional dan iradiasi sebelumnya juga bisa berimplikasi sebagai faktor etiologi
namun efeknya akan kurang tampak jika dibandingkan penggunaan alkohol dan
rokok.
Imunosupresi karena bawaan, transplantasi atau HIV daat mempercepat
perkembangan SCC, limfoma dan tumor lain dari orofaring dengan cara
mengganggu surveillane normal mekanisme sistem imun.
Histopathology
Lesi premaligna terjadi di orofaring, namunbisa mencapai kavitas oral.
Lesi ini terlihat kebanyakan di palatum molle, anterior tonsillar pillars dan tampak
sebagai leukoplakia, erythroplakia, dan lichen planus.
SCC dan variannya menempati 90% dari lesi maligna orofaring. Varian
spindle cell secara klini dan biologis hampis sama dengan SCC sementara yang
lain berperilaku agak berbeda. Verrucous carcinoma adalah tumor yang menonjol
(fungating), berkembang lambat dengan epitelium berkeratin yang terdeferensiasi
baik disertai jarang ditemukkannya atipia seluler atau mitosis dalam penampakan
histologis. Lesi ini mengikis bagian dalam struktur dan jarang bermetastasis.
Lymphoepithelioma tumbuh dengan cepat kemudian bermetastasis. Lesi ini
biasanya tampak pada regio tonsillar pada dewasa muda yang tidak memiliki
faktor risiko. Adenoid squamous, adenosquamous, dan basaloid SCC adalah
sangat jarang ditemukan dan merupakan varian agresif dengan yang 2 terakhir itu
mempunyai kepentingan metastasi di area regional awal dan metastasis jauh.
Limfoma cincin waldeyer (tipe non-hodgkin), minor salivary gland tumors,
mucosal melanomas, and sarcoma merupakan lesi maligna lain yang ditemukan di
orofaring.
Beberapa lesi jinak seperti minor salivary gland tumors,
pseudoepitheliomatous hyperplasia, necrotizing sialometaplasias, Crohn disease,
papillomas, pyogenic granulomas, dan median rhomboid glossitis dapat secara
5
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
klinis menyerupai lesi ganas. Mereka didiagnosis dari riwayat dan pemeriksaan
fisik namun kadang butuh biopsi.
Natural History
Paparan berkepanjangan permukaan bagian atas aerodigestif pada
karsinogen akan menghasilkan perubahan molekular di sepanjang mukosa. Area
tertentu akan melakukan perubahan lebih lanjut sehingga menjadi lesi premaligna
dan maligna.
SCC biasanya dimulai dari permukaan kemudian menyebar superfisial,
dalam, lalu ke submukosa. Invasi pembuluh darah dan fascia tebal seperti fascia
prevertebral atau periosteum adaah jarang ditemukan sampai tahap lanjut, namun
invasi perineural dapat berlangsung kapanpun. Keterlibatan tulang juga jarang
ditemukan, hanya terjadi pada 17% lesi. Invasi ke spatium parapharyngeal and
retropharyngeal akan menyebabkan persebaran yang lebih mudah ke basis cranii
dan leher dengan kemungkinan pelibatan a. Carotis interna, cranial nerves IX -
XII, dan jaras simpatisnya. Invasi spatium mastiator dan infratemporal akan
menghasilkan trismus dan keterlibatan n. Trigeminus serta percabangannya.
Metastasis limfatik sering ditemukan karena orofaring kaya suplai
limfatik. Kanker orofaring punya kecenderungan bermeastasi dari bagian superior
nodus yang pertama (level II, III, dan retropharyngeal). Metastasis ini akan
terganggu oleh adanya obstruksi saluran limfe yang disebabkan inflamasi,
pembedahan sebelumnya dan iradiasi. Kanker orofaring mempunyai tendensi
untuk bermetastasis ke leher khususnya jika lesinya sentral. Angka metastasis
leher yang tersembunyi secara klinis pada leher yang negatif diestimasikan lebih
besar dari 20% pada semua lesi ebih besar dari T1.
Metatasis jauh merupakan penampakan yang jarang, terjadi pada 2-5%
pasien namun dengan kontrol penyakit diatas klavikula, insiden metastasis jauh
meningkat. Tempat tujuan metastasis jauhnya adalah paru, hepar dan tulang.
Diagnosis
Riwayat
6
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
Riwayat lenkap, termasuk review sistem organ, riwayat penyakit dahulu,
riwayat sosial dan keluarga adalah pentin dalam perencanaan terapi. Pasien kanker
orofaring punya kecenderungan ada riwayat paparan rokok lamadan alkoholisme
lalu konsekuensinya mereka menderita gangguan jantung, paru dan hati.
Pasien dengan kanker orofaring biasanya datang pada tahap yang sudah
lanjut karena lesi awalnya biasanya asimptomatik. Nyeri dan disfagia merupakan
panampakan penting gejala. Pembesaran nodus limfe leher biasanya tampak, dan
merupakan gejala primer pada 30% pasien. Gejala lain seperti otalgia, dysarthria,
hemoptysis, dan penurunan berat badan. Trismus dan numbness pada distribusi
V3 memberi penanda pada klinisi bahwa ada kemungkinan sudah melibatkan
mastikator dan mandibula.
Physical Examination
Pemeriksaan fisik lengkap pada kepala-leher harus rutin dilakukan pada
semua pasien. Visualisasi sistematik pada semua permukaan mukosa pada traktus
aerodigestif penting bagi fenomena kankerisasi. Pemeriksaan ini menggunakan
fiberoptic nasopharyngoscope, khususnya pada pasien dengan trismus. Kisaran
pergerakan mandibula dan fungsi nervus kranialis juga diperiksa dengan
defisiensinya akan mengindikasi ekstensi ke mandibula, spatium parafaring dan
mastikator.
Palpasi tumor primer untuk menentukan persebaran lesi dan persebaran
pada mukosanya selalu dilakukan. Semua level leher secara sistematik dievaluasi
dan lokasi, ukuran serta fiksasi nodus dicatat. Dentisi pasien juga diperiksa karena
restorasi maupun ekstraksi dibutuhkan sebelum inisiasi terapi.
Investigasi
Luasnya tumor, metastasis leher dan kondisi medis pasien harus diperiksa lengkap
sebelum perencanaan diimplemantasikan. Beberapa studi radiologis yang
direkomendasikan adalah:
Radiografi dada: mengevaluasi metastasis paru, tumor primer kedua, dan
perubahan kronis yang beruhbungan dengan pemakaian rokok.
7
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
CT dan MRI: modalitas ini sangat berguna. Mereka diindikasikan untuk
pemeriksaan tumor tahap lanjut atau ketika melibatkan mandibula,
spatium parafaring, fascia prevertebral, nodus leher atau retrofaring. CT-
Scan lebih cocok untuk mengevaluasi struktur bertulang dan MRI lebih
bagus untuk mengevaluasi struktur jaringan lunak seperti basis lingua,
spatium parafaring dan fascia prevertebral.
Panorex: menolong dalam deteksi pelibatan mandibula dan untuk
memeriksa dentisi pasien.
Tes khusus: Barium swallow dilakukan pada pasien dengan disfagia jika
esophagoscopy tidak direncanakan. Angiography dengan balloon test
occlusion dan evaluasi aliran darah cerebral bisa dipertimbangkan jika
tumor melibatkan karotis. Positron emission tomography (PET) scan
sekarang digunakan pada kanker traktus aerodigestif.
Pemeriksaan lab kanker pasien orofaring adalah CBC/hitung darah
lengkap, kimia darah, tes fungsi hati dan EKG. Evaluasi nutrisi bisa
diikutsertakan. Diagnosis jaringan didapat dari AJH/aspirasi jarum halus (FNAB)
dari nodus yang membesar dan atau biopsi lesi orofaring. Ini biasanya dilakukan
diklinik, namun biopsi harus dilakukan untuk hasil endoskopi pada pasien dengan
trismus, jalan nafas yang tipis dan pada lesi yang tidak mudah diakses transoral.
Staging Endoscopy
Pasien dengan tumor epitel primer sebaiknya mendapatkan pemeriksaan
dibawah anestesi sesuai dengan ukuran tumor. Visualisasi lengkap dan palpasi
tumor akan memberikan pemahaman yang bagus mengenai persebaran
submukosa dan nvasi ke jaringan sekitarnya seperti fascia prevertebra dan
mandibula, khusunya pada pasien dengan trismus. Pencarian berkelanjutan pada
tumor primer kedua, yang biasanya terjadi pada 8% pasien dlakukan lewat
pemeriksaan sistematik dari traktus aerodigestif dan esofagus. Bronkoskopi
merupakan pemeriksaan pilihan saja pada pasien dengan hasil rasdiografi dada
normal, namun kami biasanya melakukan tracheobronchoscopy karena lesi kecil
di trakea atau hilum tidak bisa dilihat dengan mudah pada radiografi rutin.
8
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
Biopsi dilakukan pada akhir endoskopi. Jika dicurigai ada limfoma,
patologis harus mengenalinya dan mengambil sample secara adekuat untuk
selanjutnya dilakukan receptor typing. Gigi dievaluasi dan diekstraksi sesuai
kebutuhan pada akhir prosedur. Kebanyakan pasien dengan kanker orofaring
datang dengan gejala prier tidak diketahui disertai metastasis cervikal.
Panendoscopy sangat pentin dilakukan pada pasien ini dan tonsillectomy
direkomendasikan jika tumor primer tidak ditemukan. Staging leher dan
pengelompokannya adalah sama pada semua tempat di kepala dan leher.
PENANGANAN
Penanganan pasien kanker orofaring merupakan suatu hal yang kompleks,
dan tim yang meliputi ahli bedah kepala dan leher, bedah rekonstruktif, ahli
radioterapi kanker, ahli kanker medis, prosthodontist, dan patologis bicara dan
bahasa menyediakan kesempatan bagi pasien untuk menjalani serangkaian
rencana penanganan yang komprehensif. Ahli bedah harus mempertimbangkan
serangkaian faktor saat menentukan regimen yang optimal untuk tiap individu
pasien, yang meliputi tipe penanganan yang dibutuhkan untuk tumor primer dan
leher, modalitas yang paling baik sesuai dengan preservasi fungsional atau
restorasi, kondisi medis umum pasien, dan yang paling penting ialah keinginan
pasien. Ketersediaan fasilitas, para ahli, dan dukungan sosial juga memainkan
peranan yang penting (Tabel 118.4). Seluruh pasien harus dikonseling dan diberi
pengertian untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol saat diagnosis
ditegakkan.
Karsinoma sel skuamosa (Squamous cell carcinoma / SCC)
Terapi bedah dan radiasi, sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi,
masing-masing masih dipakai dalam penanganan kanker orofaring sel skuamosa.
Pendekatan terkini menggunakan kemoterapi ditambah dengan radioterapi secara
bersamaan untuk kanker orofaring tahap lanjut saat ini sedang populer. Kini, data
dari studi prospektif multisenter dengan strategi preservasi organ pada karsinoma
orofaring tidak lagi menjadi suatu hal yang tervalidasi secara luas seperti halnya
pada kasus kanker laringeal. Studi meta-analisis untuk lebih dari 70 penelitian
9
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
random / acak mendemonstrasikan keuntungan signifikan yang kecil bagi
ketahanan hidup pasien saat kemoterapi ditambahkan sebagai terapi lokoregional
(17). Namun efek yang diinginkan ini terutama sekali dibutuhkan untuk
penggunaan kemoradiasi sebagai terapi yang dilakukan bersamaan atau sebagai
terapi alternatif, dengan kemoterapi adjuvan dan neoadjuvan yang ternyata tidak
memberikan keuntungan tambahan. Efek negatif nonsignifikan atas kemoterapi
bagi ketahanan hidup pasien juga ditemukan pada penelitian preservasi organ
(17). Studi subsekuen telah mendemonstrasikan bahwa kemoradiasi yang
dilakukan bersamaan menyediakan kontrol lokal dan regional yang baik, dengan
angka ketahanan hidup yang serupa dengan pembedahan dan radioterapi
postoperatif untuk karsinoma orofaring tahap lanjut (18,19,20,21,22). Suatu
penelitan random memperlihatkan peningkatan ketahanan hidup pasien yang
signifikan dengan menambahkan karboplatin secara bersamaan (concurrent) dan
5-fluorouracil ke dalam radioterapi (22). Sehingga, penggunaan yang rutin atas
kemoterapi concurrent dan radioterapi kini ditetapkan sebagai pendekatan yang
paling baik bagi protokol preservasi organ. Terdapat beberapa data yang
menyarankan bahwa kemoterapi dan radioterapi sesungguhnya lebih efektif
daripada pembedahan dan radioterapi postoperatif (21). Walaupun penelitan grup
koperatif terkini memperlihatkan keuntungan dari penambahan kemoterapi dalam
radioterapi postoperatif bagi pasien beresiko tinggi, beberapa pasien tidak dapat
mentolerir suatu penanganan yang intens (23).
Tumor Primer
Pembedahan atau radiasi, masing-masing memiliki efektivitas yang
sebanding dalam hal penanganan kanker orofaring T1 dan T2. Dengan tidak
memperhatikan modalitas inisial apa yang digunakan, lainnya dapat digunakan
untuk penyelamatan, menghasilkan tingkat kontrol lokal yang tinggi. Lesi
infiltratif yang dalam dan mereka yang memiliki lesi yang meluas hingga pilar
tonsilar anterior atau mereka yang memiliki keterlibatan signifikan di pangkal
lidah namun tidak terkontrol baik dengan radiasi beam eksternal, kesemuanya
membutuhkan pembedahan primer atau penambahan brakiterapi atau kemoterapi
(24,25,26). Radiasi postoperatif diindikasikan jika setelah reseksi batasnya terlibat
10
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
atau tertutup atau jika tumor memperlihatkan perilaku yang agresif (27,28) (Tabel
118.5). Penentuan untuk penanganan tumor ini sangatlah sulit, bahkan untuk
menentukan apakah tumor primer orofaring kecil cukup ditangani hanya dengan
pembedahan semata. Hal ini disebabkan karena resiko tinggi metastasis nodus
limfa okkulta (tersembunyi) bahkan pada lesi yang sangat dini. Tumor stage T3
dn T4 baik sekali dikontrol dengan pembedahan dan radiasi postoperatif, namun
kemoterapi concurrent atau radioterapi hiperfraksi kini menjadi alternatif yang
beralasan bagi pasien, terutama bagi mereka yang morbiditas pasca bedahnya
dinilai terlalu tinggi atas dasar toleransi terhadap prosedur dan dalam memperoleh
kembali fungsi tubuh mereka.
Leher
Seluruh pasien dengan karsinoma sel skuamosa orofaring yang lebih luas
daripada T1 membutuhkan beberapa terapi leher, karena kemungkinannya yang
tinggi untuk melibatkan nodus secara klinis maupun untuk terjadinya metastasis
nodus okkulta. Pilihan modalitas terapi inisial (bedah atau radiasi) bagi leher dan
nodus retrofaring biasanya sama seperti halnya untuk tumor primer. Penyakit
leher stage N0 dan N1 secara efektif dikontrol oleh modalitas tunggal, namun
diseksi leher memberikan keuntungan tambahan dalam hal stage patologis.
Penggunaan diseksi leher selektif dalam memastikan tidak adanya penyebaran
yang mengikuti eksisi trans-oral atas tumor primer tidaklah reliabel untuk kanker
orofaring, tidak seperti pada kasus kanker oral. Hal ini dikarenakan jalur limfatik
yang kurang dapat diprediksi dan meningkatnya kesulitan dalam hal mengakses
nodus retrofaring. Atas alasan ini, radioterapi sering digunakan bahkan jika tumor
primer sukses diterapi dengan pembedahan. Hasil kombinasi modalitas
memperlihatkan hasil kontrol yang lebih baik pada penyakit leher stage N2 dan
N3 (23). Kedua leher harus ditangani saat terdapat penyakit klinis saat terdapat
lesi pada satu sisi leher, lesi di sentral, atau lesi yang menyilangi garis tengah.
Nodus retrofaringeal harus selalu dipertimbangkan dalam rencana penanganan
dan terapi leher.
Varian karsinoma sel skuamosa dan kanker orofaring lainnya
11
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
Varian sel spindel secara klinis dan biologis serupa dengan SCC,
sementara yang lainnya memiliki karakter yang berbeda dan perlu untuk
didiskusikan lebih lanjut. Karsinoma verukosa membutuhkan eksisi lokal yang
luas. Limfoepitelioma ditangani utamanya dengan terapi radiasi tanpa
memperhatikan stagenya, karena penyakit ini sensitif terhadap modalitas tersebut.
Pembedahan dipilih untuk salvage (penyelamatan) atau penyakit leher persisten.
Skuamosa adenoid, adenoskuamosa, dan SCC basaloid dengan baik dikontrol
dengan kombinasi pembedahan dan radiasi. Tumor primer muncul pada fossa
tonsilaris, pilar tonsilar, palatum mole (langit-langit lunak), dinding faring
posterior, dan pangkal lidah serta vallecula. Fossa tonsilaris merupakan lokasi
yang paling umum dengan jumlah seluruh lokasi lainnya hanya terhitung kurang
dari setengah kasus. Walaupun terdapat beberapa gambaran spesifik yang
membedakan lokasi primer ini, bab ini mengalamatkan keseluruhan grup kanker
orofaring ini bersama, menyorot poin bedah spesifik untuk tiap lokasi lokasi.
Terdapat suatu fenomena tumpang tindih yang signifikan antara lokasi dalam hal
perilaku dan manajemen. Faktanya, sebagian tumor melibatkan lebih dari satu
lokasi di faring. Pembaca diharapkan untuk merujuk kepada buku cetak lainnya
mengenai kanker spesifik dan juga artikel jurnal yang disitasi dalam bab ini untuk
detail dan manajemen spesifik yang lebih mendalam bagi tiap lokasi-nya.
Limfoma ditangani dengan kemoterapi dan radiasi (29). Tumor kelenjar
saliva minor malignan biasanya berperilaku seperti pasangannya di kelenjar saliva
mayor dan ditangani dengan eksisi lokal yang luas dengan atau tanpa radiasi
postoperatif. Melanoma dan sarkoma ditangani dengan eksisi lokal yang luas, dan
diseksi leher digunakan jika terdapat keterlibatan nodus atau sebagai akses
pembedahan.
Manajemen Non-Bedah
Manajemen non-bedah terdiri atas radioterapi dengan atau tanpa
kemoterapi concurrent. Sebagian besar regimen kemoterapi didasarkan atas agen
platinum. Terapi radiasi biasanya terdiri atas pemberian dosis 60 hingga 70 Gy
melalui suatu lapangan penyusutan sinar eksternal kepada lesi primer dan leher
selama periode waktu 6 hingga 7 minggu. Strategi lainnya seperti brakiterapi,
12
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
hiperfraksionasi, dan semburan elektron ke leher, digunakan pada beberapa pusat
pelayanan untuk menambah efektivitas terapi radiasi pada lesi dengan tingkat
keparahan yang lebih lanjut. Metode alternatif dalam menghantarkan terapi
radiasi, seperti konformal dan IMRT (Intensity-modulated radiation therapy -
terapi radiasi yang intensitasnya dimodulasi), telah diperkenalkan saat ini. Teknik
ini membutuhkan perkembangan dan studi yang lebih lanjut namun ia memiliki
potensi dalam meningkatkan target radiasi terhadap tumor dan area resiko tinggi
lainnya dengan yang berbatas jaringan normal relatif seperti kelenjar saliva
(30,31). Preservasi organ berikut ini, pasien dengan penyakit N2 dan N3 harus
menjalani diseksi leher (32), namun jika respon klinis komplit telah didapat,
terdapat data pendukung dalam melakukan pendekatan menunggu dan memonitor
secara seksama karena hal ini biasanya memprediksikan respon histologis yang
komplit (33).
Pembedahan
Tumor Primer
Sebagian besar tumor orofaring cocok terhadap eksisi bedah namun secara
relatif tidak dapat direseksi apabila telah meluas ke kompartemen parafaringeal
post-styloid, fasia prevertebral, atau keterlibatan arteri karotis. Ekstripasi yang
sukses atas kanker orofaring tergantung pada paparan yang baik dan marjin
reseksi yang luas (1 hingga 2 cm), karena tumor ini memiliki propensitas terhadap
penyebaran submukosal. Pembersihan dengan frozen-section dilakukan pada
seluruh marjin, termasuk ke kedalaman reseksi. Pasien yang saat intraoperasi atau
postoperasi ditemukan marjin positif secara mikroskopik, setelah dilakukan
pemotongan permanen harus menjalani reseksi 1 cm atas marjin yang terlibat
apabila memungkinkan dan terapi radioteapi tambahan. Tumor ekstensif juga
mungkin membutuhkan manajemen laring untuk keperluan onkologis dan
aspirasi.
Kanker orofaring dapat direseksi melalui tiga pendekatan bedah berikut:
transoral, transfaringeal, dan transmandibular. Pendekatan optimal tergantung
pada ukuran dan lokasi tumornya.
13
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
Pendekatan transoral
Oral
Pendekatan oral untuk kasus orofaring meliputi reseksi tumor dengan
membukan mulut pasien tanpa dilakukan insisi eksternal. Perhatian khusus harus
diberikan sebelum merekomendasikan pendekatan ini karena ia memiliki
keterbatasan lapang pandang. Pendekatan ini diindikasikan bagi kanker orofaring
atas atau anterior yang kecil (T1), superfisial, atau eksofitik, semisal lesi pada
palatum mole, pada pilar tonsilar anterior, dan pada dinding posterior. Ahli bedah
harus memastikan visualisasi yang baik tidak hanya pada keseluruhan massa
tumor namun juga pada perimeter reseksi yang berjarak 1-2 cm mengelilingi
massa di seluruh sisi, termasuk juga batas dalamnya. Trismus, tinggi mandibula,
dan adanya gigi mungkin dapat mengganggu visualisasi, membuat reseksi yang
adekuat makin tidak mungkin dilakukan. Reseksi melalui pendekatan ini
berlangsung cepat dan memiliki tingkat morbiditas yang minimal, namun
visualisasi batas reseksi posterior dan batas dalamnya sangat buruk. Walaupun
tumor palatum mole dan tonsil dapat diangkat dengan kauter, penggunaan laser
lebih dipilih. Untuk tumor dinding faringeal posterior dan pangkal lidah posterior
dan vallecula, yang merupakan lesi yang tidak dapat diakses dapat direseksi
secara transoral dengan menggunakan laser dan mikroskop. Kini, telah dilaporkan
adanya sejumlah besar pasien yang sukses ditangani dengan reseksi laser untuk
kasus karsinoma pangkal lidah (34). Pada seri ini, kontrol lokal ialah 100% untuk
lesi T1 dan T2. Kegagalan lokal terjadi pada 20% pasien dengan lesi primer tahap
lanjut, namun angka ketahanan hidup bebas penyakit selama 5 tahun memiliki
persentase sejumlah 37%, dan fungsi tubuh dilaporkan masih aktif dan bekerja
pada sebagian besar pasien. Hal ini menunjukkan alternatif yang menguntungkan
atas bedah mulut mayor dan kemoradiasi untuk kanker tahap lanjut dan sebagai
tambahan terhadap metode bagi tumor dini.
Perlepasan mandibular-lingular
Pendekatan perlepasan mandibular-lingular ke orofaring diindikasikan
untuk lesi yang terutama berada di pangkal lidah. Teknik yang dilakukan meliputi
flap apron standar yang dielevasikan pada plana (bidang) subplatysmal menuju
14
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
batas bawah mandibula. Diseksi leher dilakukan jika diperlukan saja. Insisi dibuat
melalui mukoperiosteum lingual dan periosteum di ujung bawah mandibula
(Gambar 118.2A). Otot mandibula anterior dilepaskan dari periosteum dari rangka
mandibula dalam, mengeluarkan lidah dan dasar mulut ke leher. Lesi kemudian
dapat direseksi engan visualisasi direk (Gambar 118.2B). Pendekatan ini tidak
membutuhkan mandibulotomi atau pemisahan bibir bawah, namun ia menawarkan
akses yang kurang ke area faring lateral dan ruang parafaring dibandingkan
dengan pendekatan transmandibular. Arteri lingualis, nervus lingualis, dan nervus
hipoglosus merupakan bagian-bagian yang beresiko terjadi kerusakan akibat
prosedur ini.
Pendekatan Transfaringeal
Faringotomi suprahyoid
Pendekatan suprahyoid berguna untuk tumor kecil yang berada di pangkal
lidah dan dinding faring. Faring dimasukkan melalui vallecula, dan reseksi
dilakukan dari leher dengan preservasi arteri lingual dan nervus hipoglossus
(Gambar 118.3). Faringotomi juga dapat diperluas ke arah lateral dan inferior di
sepanjang ala tiroid untuk memperlebar area operasi. Nervus hipoglossus dan
laringeus superior didiseksi dan diretraksi ke arah superior dan inferior. Saat
faring telah masuk, laring diretraksi ke sisi yang berlawanan, memberikan area
pandang yang baik atas satu kesatuan dinding faring posterior, dinding lateral
lawan, dan pangkal lidah (Gambar 118.4A). Area pandang superior dapat
diperoleh melalui perluasan faringotomi melintasi vallecula atau dengan
mengkombinasi pendekatan ini dengan mandibulotomi lateral (Gambar 118.4B).
Kelemahan pendekatan ini yaitu keterbatasan visualisasi superior dan resiko
kerusakan nervus hipoglossus dan laringeus superior. Mandibulotomi lateral juga
dapat menyebabkan transeksi nervus alveolaris inferior.
Transmandibular
Glossotomi labiomandibular pada garis tengah
Glossotomi labiomandibular yang dilakukan pada garis tengah jarang
digunakan dan hanya berguna untuk kanker faringeal posterior kecil yang berada
15
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
di garis tengah yang terlalu rendah untuk dapat dicapai melalui prosedur transoral,
atau untuk lesi di pangkal lidah. Pendekatan ini meliputi splitting (pembelahan)
bibir (35), ginggiva, mandibula, dan lidah anterior di garis tengah. Insisi dapat
dilakukan melalui pangkal lidah turun ke arah tulang hyoid jika area pandang
yang luas atas dinding posterior dibutuhkan (Gambar 118.5). Perdarahan dan
defisit neurologis minimal untuk terjadi karena nervus hipoglossus dan arteri
lingualis biasanya tidak terganggu. Namun, pendekatan ini tidak menyediakan
akses ke ruang parafaring atau bagian orofaring lateral.
Pendekatan Swing (Ayunan) Mandibular
Pendekatan swing mandibular memberikan kita area operasi yang luas atas
keseluruhan orofaring dan memberikan kemudahan dalam melakukan reseksi bloc
pada kanker dan nodus drainase. Ia dapat digunakan untuk mereseksi variasi
kanker orofaring yang tidak melibatkan mandibula, terutama kanker yang tidak
melibatkan area multiple dan ruang parafaring. Teknik yang dilakukan meliputi
flap apron standar yang dielevasi pada plana subplatysmal ke batas bawah
mandibula. Diseksi leher dilakukan jika diperlukan, dan dilakukan dengan
mengidentifikasi struktur pembungkus karotis serta nervus lingualis dan
hipoglossus pada prosesnya. Bibir kemudian di-split. Flap visor untuk menjaga
kontinuitas bibir tidak boleh dilakukan karena prosedur tersebut membutuhkan
pemisahan kedua nervus mentalis dan menyebabkan terbukanya area posterior
yang suboptimal. Osteotomi dilakukan dari anterior ke nervus mentalis pada sisi
ipsilateral melalui bagian gigi yang tanggal atau terekstrasi. Osteotomi lateral di
posterior foramen mentalis tidak direkomendasikan karena dapat mnyebabkan
divisi dari nervus alveolaris inferior dan memberikan kita area operasi yang
terbatas. Potongan jaringan lunak dengan ketebalan penuh dibuat melalui lantai
mulut dan dilanjutkan ke secara posterior ke arah marjin anterior dari reseksi,
transeksi nervus lingualis dapat dilakukan jika diperlukan (Gambar 118.6).
Penutupan defek jaringan lunak biasanya membutuhkan flap, dan mandibula
didekatkan kembali menggunakan piringan kompresi. Kelemahan utama atas
prosedur ini yaitu potensi pengorbanan atas keseluruhan mandibula jika
ditemukan keterlibatan mandibula yang sebelumnya tidak dicurigai yang tidak
16
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
sesuai terhadap reseksi marjinal setelah prosedur mandibulotomi. Masalah ini
dapat dihindari pada sebagian kasus dengan evaluasi seksama melalui endoskopi
dan meninjau ulang modalitas pencitraan.
Mandibulektomi
Reseksi komposit orofaringeal dengan mandibulektomi dilakukan pada
kanker tahap lanjut invasi tulang yang jelas atau pada situasi dimana invasi
mandibula tidak dapat disingkirkan kemungkinannya. Biasanya, reseksi diperoleh
dengan diseksi leher, meninggalkan specimen tetap melekat di batas inferior
angulus mandibula. Bibir dibagi dan flap pipi dilakukan dengan insisi dengan
ketebalan penuh melalui sulkus buccogingival. Periosteum mandibula terluar yang
tidak terlibat dapat tertinggal pada flap pipi. Potongan mandibular anterior
dilakukan dengan baik yang bebas dari tumor (1 hingga 2 cm), memberikan area
badan mandibula seluas mungkin, dan melakukan frozen –section nervus
alveolaris inferior. Namun, kanalis mentalis harus direseksi semua, meletakkan
badan mandibular hasil osteotomi ke anterior foramen mentalis, jika terdapat
invasi kanal mandibula yang jelas atau hipestesia pada distribusi saraf alveolaris
inferior, atau jika saraf memperlihatkan hasil positif pada frozen-section, karena
tidak terdapat metode yang sesuai untuk menilai perluasan tumor tulang secara
intraoperatif. Potongan mandibular cranial diletakkan di sepanjang ramus, namun
reseksi prosessus koronoid dan kondilus mungkin dibutuhkan pada tumor dengan
perluasan. Mandibula kemudian diretraksi ke lateral, dan pemotongan tumor
sisanya dilakukan (Gambar 118.7). Kelemahan utama dari prosedur ini yaitu
masalah fungsional yang muncul dan defisit kosmetik, terutama jika defek
tertutup secara primer. Pendekatan mandibulektomi dan mandibulotomi dapat
dibandingkan (36).
REKONSTRUKSI
Rekonstruksi atas defek akibat kanker orofaring telah direvolusionisasi
dalam dua decade terakhir oleh adanya perkembangan flap miokutaneus regional
berpedikel dan transfer jaringan bebas. Tujuan rekonstruksi modern yaitu untuk
mengembalikan integritas orofaring dan fungsi esensialnya, yaitu fungsi deglutisi,
17
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
respirasi, dan produksi suara.
Rekonstruksi yang sukses mensyaratkan ahli bedah untuk memiliki ilmu
pengetahuan mendetail mengenai bermacam teknik rekonstruksi dan pemahaman
akan keterbatasan masing-masing teknik. Variasi teknik telah ditemukan sejak
beberapa tahun terakhir (Tabel 118.6), namun tidak satupun yang mendapat
predikat sebagai teknik rekonstruksi ideal dalam mengambalikan struktur yang
hilang atau lepas dengan jaringan yang menyerupai jaringan awal dalam hal
bentuk maupun fungsinya. Kemampuan rekonstruksi yang ada saat ini masih
terbatas dalam hal pengembalian integritas, kepadatan, dan sensasi, namun fungsi
motor kompleks orofaring tidak dapat diduplikasi.
Penggunaan flap local mengalami penurunan signifikan dalam dua decade
terakhir sebagai akibat keterbatasan jaringan yang tersedia dan fungsi inferior
mereka jika dibandingkan dengan flap regional dan transfer jaringan bebas. Flap
regional secara reliabel menyediakan jaringan tervaskularisasi baik yang banyak
yang dapat digunakan sebagai rekonstruksi stage tunggal, gampang berkembang,
dan tidak membutuhkan keahlian mikrovaskular khusus. Kelemahan mereka
meliputi keterbatasan untuk mencapai bagian superior, kepadatan dan angka
signifikan dalam nekrosis marjinal kulit distal, terutama dengan flap mayor
pektoralis. Prosedur ini jarang bisa dijahit untuk merekonstruksi defek yang
melibatkan area multiple. Flap mikrovaskular bebas dapat mengatasi sebagian
besar kelemahan flap regional dan memiliki kelebihan tambahan atas adanya
reinnervasi sensori atau motor. Penggunaan transfer jaringan bebas sejalan dengan
prosedur konservatif terhadap mandibula secara signifikan menurunkan
morbiditas dan durasi hospitalisasi dan menghasilkan fungsi yang meningkat pada
perbandingan biaya dengan flap miokutan regional (37,38,39). Kelemahan utama
dari flap mikrovaskular bebas yang menyebabkannya dihindari oleh para ahli
bedah kepala dan leher adalah lamanya waktu operasi dan dibutuhkan keahlian
yang khusus. Graft kulit bebas juga sering menjadi metode yang bisa dilakukan
(39).
Komponen esensial lainnya dalam mensukseskan rekonstruksi yaitu
pemahaman yang mendalam mengenai fungsi jaringan yang diablasi dan kapasitas
kosmetik. Pangkal lidah merupakan struktur yang paling penting untuk
18
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
menjalankan fungsi orofaring, karena ia bertanggung jawab dalam penutupan
faring selama fase oral dan merupakan tenaga pendorong utama terhadap bolus
makanan saat fase faringeal (3). Pengembalian fungsi yang optimal membutuhkan
paling tidak adanya nervus hipoglossus dan arteri lingualis yang intak untuk
fungsi mobilitas dan ketahanan/keselamatan sisa lidah. Rekonstruksi harus dapat
mengembalikan beberapa kepadatan, lipatan glossofaringeal, dan memastikan
kesinambungan mobilitas atas organ tersebut (40,41). Dinding faring membantu
menyebarkan dan meratakan tekanan yang dibutuhkan untuk gerakan yang tepat
atas bolus makanan dan membersihkan material sisa di faring setelah proses
menelan. Sisa faring dan lidah dapat dengan mudah mengkompensasi fungsi ini
setelah reseksi parsial (42); sehingga, rekonstruksi yang menjaga integritas faring
dan fungsi pangkal lidah dibutuhkan. Palatum mole merupakan komponen yang
paling penting atas mekanisme velofaringeal, yang juga meliputi dinding faring
lateral dan posterior. Pengembalian struktur fibromuskular dinamis kompleks
palatum mole tidak mungkin dilakukan, namun fungsi velofaringeal yang baik
diperoleh jika rekonstruksi menyebabkan terjadinya penutupan nasofaring dengan
proses menelan dan pembukaan yang tidak lebih dari 20 mm2 selama berbicara
(43). Defek yang melibatkan area multiple memberikan suatu tantangan yang
harus dipertimbangkan, dan teknik elaborasi sering dibutuhkan untuk memperoleh
tujuan rekonstruksi karena adanya perbedaan kebutuhan tiap area. Pasien dengan
defek luas yang melibatkan sebagian besar dinding orofaring atau pangkal lidah
mungkin membutuhkan manipulasi laring untuk mencegah aspirasi kronik, dan
fungsi mereka biasanya suboptimal, bahkan setelah rekonstruksi adekuat.
Rekonstruksi jaringan lunak
Pemilihan rekonstruksi yang tepat membutuhkan rencana penanganan
individual yang didasarkan atas pertimbangan yang seksama atas seluruh faktor
terkait tumor, defek, dan pasien. Secara umum, metode dengan kompleksitasnya
paling rendah yang dapat mengembalikan fungsi dan bentuk struktur organ lebih
dipilih. Reinnervasi sensori atas flap lebih dipilih saat bisa dilakukan, karena
fungsi faring dapat diuntungkan dengan rekonstruksi seperti itu. Defek kecil pada
dinding faring hingga ukuran 3 cm dan defek yang kurang dari sepertiga volume
19
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
pangkal lidah dapat ditutup terutama dengan graft kulit dengan kedalaman seperti
split, atau dibiarkan untuk berkembang menjadi granulasi jika tidak terbuka ke
dalam leher dengan defisit fungsional yang menimal. Lesi yang lebih besar
membutuhkan beberapa bentuk rekonstruksi, karena penutupan primer
menghasilkan fungsi yang buruk akibat tambatan lidah atau stenosis faring. Flap
fasciokutan bebas cocok untuk rekonstruksi ini, terutama jika defek yang terjadi
melibatkan area multipel, seperti dinding faring, palatum mole, dan pangkal lidah.
Flap yang tipis dan lunak ideal untuk rekonstruksi dinding faring, dan kepadatan
massa untuk pangkal lidah dapat diperoleh dengan deepitelialisasi dan
‘penguburan’ bagian flap (41). (Gambar 118.8). Rekonstruksi adekuat dengan flap
regional miokutan diperoleh saat defek sebagian besar berada di pangkal lidah,
namun flap ini cenderung terlalu padat/bermassa untuk rekonstruksi dinding
faring atau palatum mole, terutama saat kontinuitas mandibular tetap dijaga. Pada
situasi ini, flap miokutan regional lebih baik dipilih karena penurunan massa.
Defek kecil palatum mole yang dapat diangkat dengan reseksi ketebalan
parsial dan preservasi mukosa posterior dapat berkembang menjadi jaringan
granulasi dengan hasil fungsional yang memuaskan. Defek ketabalan-penuh
paling baik direkonstruksi dengan flap fasciokutan yang melipat dengan
sendirinya dan dijahit ke sisa bagian nasal dan oral dari palatum mole (Gambar
118.8). Adesi bedah dapat terjadi antara neopalatum dan dinding faring posterior
dan menyempitkan segmen rekonstruksi adinamis atas kompleks velofaringeal
saat defek melibatkan lebih dari setengah palatum mole. Sebagai alternative,
kombinasi flap fasciokutan dan flap faringeal juga dapat digunakan (44,45).
Rekonstruksi ini mengembalikan fungsi dengan sangat baik dalam waktu yang
cepat pada sebagian besar kasus dan dapat dikumpulkan dengan prosthesis jika
dibutuhkan setelah mukositis akibat radiasi membaik. Penggunaan prostesis hanya
merupakan suatu pilihan, dengan hasil baik yang dapat diperoleh jika defek
melibatkan palatum total, jika masih terdapat gerakan kompleks velofaringeal
residual, dan jika pasien memiliki jaringan penyokong yang baik untuk
menyangga peralatan palatal dengan baik (40). Kelemahan utama dari
penggunaan prostesis yaitu lambatnya pengembalian fungsi karena obturasi
definitive tidak dapat dilakukan hingga penyembuhan postoperative komplit dan
20
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
perubahan radiasi akut membaik.
Rekonstruksi mandibular
Kanker orofaring jarang menginvasi mandibula, dan dengan penggunaan
teknik preservasi, reseksi segmental jarang dilakukan. Pilihan untuk rekonstruksi
mandibular primer dapat dilihat pada tabel 118.6 dan telah didiskusikan lebih
mendetail di bab 162. defek mandibular lateral dapat direkonstruksi dengan flap
bebas yang mengandung tulang, namun piringan rekonstruksi generasi terbaru
dengan menggunakan jaringan lunak saat ini telah menjadi alternative bagi
beberapa pasien.
Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang terkait dengan manajemen pasien kanker
orofaringeal sama saja dengan pasien kanker kepala dan leher seperti pada daftar
tabel 118.7. Komplikasi-komplikasi bedah lebih mungkin pada pasien yang
sebelumnya diterapi dengan radioterapi. Komplikasi-komplikasi radioterapi dapat
dikurangi dengan IMRT, namun perhatian harus ditekankan karena pola-pola
rekurensi lokal telah dilaporkan pada pasien yang diterapi dengan IMRT (47).
Kegawatdaruratan
Permasalahan paling urgen yang muncul pada pasien kanker orofaringeal
adalah obstruksi jalan nafas, perdarahan, dan pengaruh buruk ke vaskuler setelah
rekonstruksi (tabel 118.8). Obstruksi jalan nafas biasanya dikarenakan tumor
eksofitik yang besar atau dari edema yang dikarenakan terapi. Obstruksi harus
ditangani segera dengan tracheotomy di ruang operasi dengan seorang ahli
anestesi yang terlatih dengan intubasi serat optik(fiberoptik). Perdarahan dari
tumor biasanya dikontrol dengan kauteri selektif atau dengan embolisasi, namun
pembedahan dengan ligasi arteri karotis atau cabang-cabangnya bisa jadi
diperlukan pada situasi-situasi yang ekstrim. Ketika transfer jaringan bebas
dipergunakan untuk rekonstruksi defek pembedahan, adanya tanda-tanda
pengaruh buruk ke arteri atau vena memerlukan eksplorasi yang cepat dan tepat
21
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
terhadap vasa-vasa dalam rangka untuk menyelamatkan flap failing (kelemahan
flap).
Follow up
Para pasien kanker orofaring memerlukan observasi mendalam yang
pertama-tama untuk mendeteksi rekurensi, dan kemudian follow up jangka
panjang setelah identifikasi lesi primer kedua. Jadwal follow-up general setelah
diselesaikannya terapi disajikan pada Tabel 118.9 (19). Radiografi dada, kadar
enzim-enzim liver dan hormon stimulasi tiroid (TSH) dilakukan jika
diindikasikan. Chemoprevention (prevensi dengan kemo) dengan retinoid
bermanfaat pada populasi pasien ini, namun penggunaannya belum luas
dikarenakan angka toksisitas yang cukup tinggi (48).
Prognosis
Tabel 118.10 menunjukkan ketahanan hidup 5 tahun yang diperkirakan
pada pasien dengan kanker orofaring (49). Seperti yang sebelumnya telah
disebutkan, hasil-hasil yang lebih baik telah dilaporkan. Para pasien dengan
kanker stadium awal meninggal dunia dikarenakan penyakit yang tidak terkait
atau tumor primer kedua, dikarenakan mereka biasanya sudah sembuh indeks
tumornya, sementara para pasien dengan penyakit yang telah parah seringkali
meninggal dunia dikarenakan rekurensi lokoregional atau metastasis jauh. Para
pasien dengan penyakit yang lebih parah yang diterapi dengan pembedahan dan
radioterapi postoperasi dapat diperkirakan memiliki ketahanan hidup 3 tahun
sebesar 50% dan angka kontrol lebih dari 70% (50). Hasil-hasilnya hampir sama
dengan kemoradiasi (21).
Terapi baru dan terapi yang sedang dikembangkan
Penemuan agen-agen kemoterapetik yang lebih aktif dan pembaharuan
teknik diagnostik dan rekonstruktif menyediakan harapan baru bagi peningkatan
angka penyembuhan dan fungsi pascaoperasi dari para pasien kanker orofaringeal.
Penemuan yang menarik yaitu protokol radiasi preservasi salivaria (IMRT)
22
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
(30,31) dan penggunaan transfer glandula submandibular secara bedah memiliki
potensi untuk menghilangkan xerostomia dan dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien secara bermakna setelah terapi (51). PET scan juga telah memungkinkan
deteksi penyakit metastatik dan penyakit persisten setelah terapi non-pembedahan
dan dapat membantu di masa depan untuk memandu besarnya pembedahan dan
peran dari terapi adjuvan (52). Limfoskintigrafi dan pemetaan nodus sentinel dan
biopsi kanker oral sekarang ini sedang dipelajari pada percobaan kooperatif
multisenter di Amerika Serikat. Pengalaman sebelumnya juga menunjukkan
bahwa mungkin hal tersebut dapat dilakukan pada karsinoma orofaringeal (53).
Studi-studi kualitas hidup yang dilakukan dengan benar dengan jumlah pasien
yang besar akan membantu untuk memprediksi luaran fungsional untuk terapi-
terapi yang yang berbeda dan membantu menentukan pasien mana yang akan
lebih baik diterapi dengan pendekatan non-pembedahan (40,45,54). Akhirnya,
terapi-terapi ter-target, beberapa yang sedang di-investigasi, juga diharapkan
memperbaiki seleksi pasien untuk modalitas terapi yang berbeda. Sebagai contoh,
untuk penyakit yang telah parah, kemungkinan nantinya ada petanda molekular
yang tersedia yang akan mengindikasikan pasien mana yang akan lebih baik
diterapi dengan bedah dan mana yang akan memiliki respon yang baik untuk
terapi non-bedah. (55,56,57,58).
Hal-hal penting
- Kanker orofaring relatif jarang, dan terutama mengenai perokok berat dan
peminum alkohol; subtipe HPV berperan, terutama pada non-perokok.
- Karsinoma sel skuamous dan variannya menyusun 90% dari lesi orofaring
maligna primer, sementara limfoma, tumor glandula salivaria minor, melanoma,
dan sarkoma menyusun sisanya.
- Konsep “kankerisasi lapangan” atau “nasib mucosa” dapat diaplikasikan
pada semua kanker kepala leher dan menjadi alasan tingginya lesi primer
sekunder pada para pasien kanker orofaringeal.
- Visualisasi komplit dan palpasi tumor dengan anestesi general dapat
memfasilitasi penilaian penyebaran submukosal, invasi struktur di sekitarnya
seperti fascia prevertebral dan mandibula, dan identifikasi tumor primer kedua.
23
Editors: Bailey, Byron J.; Johnson, Jonas T.; Newlands, Shawn D.Title: Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition; Copyright ©2006 Lippincott Williams & Wilkins> Table of Contents > Volume Two > VIII - Head and Neck Surgery > 118 - Oropharyngeal Cancer 118
- Pembedahan atau radiasi saja sama-sama efektif untuk kanker orofaringeal
T1 dan T2, namun pembedahan primer atau ditambahkannya brakiterapi atau
kemoterapi dipilih untuk lesi infiltratif yang dalam dan lesi yang meluas melebihi
arcus faucial anterior atau yang melibatkan basis lidah. Lesi T3 dan T4 paling
baik dikontrol dengan modalitas kombinasi.
- Sebagian besar pasien dengan kanker sel skuamous orofaringeal
memerlukan beberapa terapi leher dikarenakan angka nodus positif yang tinggi
dan metastasis nodal yang tidak terlihat (tersembunyi) pada waktu datang.
- Lesi N0 da N1 biasanya cukup diterapi dengan modalitas tunggal,
sementara modalitas kombinasi menghasilkan kontrol regional yang lebih baik
pada penyakit leher N2 dan N3. Terapi seringkali meliputi nodus leher dan
retrofaringeal. Pemetaan nodus sentinel masih bersifat investigasional.
- Ekstripasi yang berhasil dari kanker orofaringeal tergantung pada paparan
yang bagus dan marjin reseksi yang lebar dikarenakan tumor-tumor memiliki
propensitas penyebaran submukosal. Prosedur yang mempertahankan mandibular
digunakan ketika memungkinkan.
- Rekonstruksi yang tepat membutuhkan rencana terapi terindividualisasi
berdasar pada pertimbangkan yang berhati-hati pada semua faktor terakait tumor,
defek, dan pasien. Secara umum, metode yang paling tidak kompleks yang
merestorasi fungsi dan bentuk telah dipilih. Jika fungsi yang baik tidak dapat
dipertahankan dengan pembedahan, pendekatan non-bedah harus
dipertimbangkan.
- Para pasien kanker orofaringeal membutuhkan observasi yang mendalam
pertama-tama untuk mendeteksi rekurensi, dan follow-up sepanjang hidup
setelahnya untuk mengidentifikasi tumor primer kedua. Para pasien dengan
kanker stadium awal meninggal dikarenakan penyakit yang tidak terkait atau
tumor primer kedua, sementara mereka yang memiliki penyakit yang parah
meninggal karena rekurensi lokoregional atau metastasis jauh.
24