kandang komunal sapi
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
Pemerintah melalui Program Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan
menetapkan daging sapi menjadi salah satu sasaran komoditas strategis.
Hal tersebut karena nilai impor daging dan sapi bakalan masih sangat
besar. Potensi dan peranan Propinsi Jawa Timur sebagai sentra sapi dan
pemasok daging sapi cukup besar untuk konsumsi Nasional.
Namun suplai daging maupun sapi bakalan dari Jawa Timur
volumenya cenderung menurun dari tahun ke tahun, selain karena
konsumsi masyarakat Jawa Timur sendiri terus meningkat. Penurunan
suplai tersebut juga disebabkan karena belum efisiennya pola peternakan
sapi oleh para peternak, pemeliharaan sapi masih dilakukan sebagai
“Usaha Sambilan” dan dikelola secara tradisional.
Penguatan kelembagaan, peningkatan fungsi dan kinerja Gapoktan
( Gabungan Kelompok Tani ) ke arah lembaga ekonomi perdesaan yang
dimiliki dan dikelola oleh petani / peternak sangat dibutuhkan untuk
mengembangkan usaha Agribisnis ternak sapi. Pengelolaan secara
induvidu para peternak mengalami kesulitan untuk mengembangkan
usaha ternak sapinya, karena keterbatasan Modal, Akses lahan, Sarana
produksi, inovasi teknologi dan pemasaran / pasar, disamping itu
ditambah masih lemahnya kelembagaan agribisnis di perdesaan.
Sehingga belum dapat berfungsi sebagai mitra Bank maupun pasar
( Yusdja et al., 2003 ).
Dengan berkembangnya Sistem Intregrasi Tanaman Ternak
( SITT ) di berbagai kawasan melalui pengelolaan usahatani secara
terpadu dengan komponen ternak sebagai bagian kegiatan usaha, sangat
mendukung untuk penerapan usaha pemeliharaan ternak secara
berkelompok. Model pengelolaan ternak sapi dengan sistem kandang
Komunal dapat digunakan sebagai alternatif dalam usaha ternak sapi
secara berkelompok.
Dalam pemeliharaan ternak sapi, faktor kandang dan
perlengkapannya mutlak diperlukan agar usaha ternak sapi dapat
1
berhasil secara maksimal. Bangunan kandang harus dipisahkan dari
rumah tinggal untuk menghindari pencemaran bau yang berasal dari
kotoran ternak. Dengan menyatunya pemeliharaan ternak dengan tempat
tinggal/ rumah berdampak kurang baik bagi kesehatan masyarakat
disekitarnya khususnya keluarga peternak, ternaknya dan lingkungan
perumahan. Lokasi kandang harus dipilih berdasarkan kelayakan teknis
dan sosial serta dibangun di luar rumah/pemukiman.
Kandang Komunal seyogyanya didirikan dalam satu hamparan
lahan dengan luasan tertentu, dikelola secara bersama dan dikoordinir
oleh seorang ketua/koordinator. Beberapa keuntungan menerapkan sitem
kandang komunal antara lain lebih ramah lingkungan, terjadi saling
memotivasi antar peternak, mudah dalam tukar informasi, memungkinkan
peningkatan skala usaha, mudah dalam pengumpulan limbah ternak, lebih
efisien dalam kegiatan prosesing pakan, pengobatan, reproduksi
(IB/Kawin alam) dan pemasaran ternaknya.
Disamping itu dengan sitem kandang komunal pengontrolan
terhadap biosekuriti ternak akan lebih mudah ditangani sehingga kalau
terjadi out-breek penyakit akan lebih mudah ditangani ( Ernawati et
al.,2007 ).
II. PERMASALAHAN
Usaha ternak sapi akan lebih menguntungkan bila usahanya dalam
skala komersial. Namun, beberapa permasalahan utama yang dirasakan
oleh para pelaku agribisnis dan peternak sapi adalah tidak terjaminnya
pasokan sapi bakalan dan pakan yang berkualitas (Thalib, 2001).
Selama ini banyak calon peternak, investor maupun Pemerintah
Daerah yang berminat untuk mengembangkan ternak sapi mengurungkan
niatnya ketika harus menghitung dengan penyediaan pakan hijauan.
Keraguan timbul karena harus menyediakan luasan lahan tertentu untuk
menanam tanaman hijauan makanan ternak ( HMT ) dengan segala resiko
dan permasalahannya. Bahkan di tingkat peternak kecil, masalah
2
kelangkaan hijauan sering terjadi. Para peternak terpaksa harus mencari
rumput atau jerami ke tempat yang jauh sampai ke luar desa bahkan ke
luar kecamatan. Permasalahan pakan ini terjadi karena belum
terintregrasinya pemanfaatan limbah pertanian dengan usaha ternak
dalam satu kawasan (PPSKI,2007).
Usaha perbibitan sapi jumlahnya masih sangat terbatas.
Pengadaan bakalan sapi potong maupun induk sapi perah dari dalam
negeri dalam jumlah besar menjadi tidak ekonomis, karena harus
dikumpulkan dari berbagai daerah atau tempat yang membutuhkan biaya
cukup besar, sehingga pengadaan bibit sapi dari impor menjadi lebih
ekonomis. Akses modal melalui perbankan untuk pengembangan
peternak juga masih sulit untuk diperoleh. Ditambah lagi keterbatasan
tenaga kerja dalam keluarga sebagai pencari hijauan juga membatasi
jumlah pemilikan ternak.
Permasalahan lain adalah kontinuitas pengadaan hijauan tidak
terjamin, produksi hijauan berfluktuasi sesuai dengan musim dan
terjadinya kelangkaan hijauan, terutama selama musim kemarau. Salah
satu jalan keluarnya adalah perlu adanya penumbuhan usaha pembuatan
pakan konsentrat maupun pakan lengkap (Complete Feed) dengan
memanfaatkan potensi limbah pertanian agar penggunaannya dalam
proses produksi memberikan keuntungan, sehingga para peternak terpacu
untuk meningkatkan skala usahanya ( Hardianto et al., 2007 ).
Untuk mengembangkan usaha ternak sapi dengan sistem kandang
komunal juga menghadapi permasalahan teknis dan manajemen
pengelolaan, Keuntungan dan kerugian sitem kandang komunal belum
sepenuhnya diketahui oleh para peternak, sehingga masih diperlukan
sosialisasi tentang pengelolaan kandang komunal.
Pembuatan demplot atau percontohan model kandang komunal di
sentra sentra petrnak sapi sangat dianjurkan yang disertai dengan
penerapan berbagai komponen teknologi pendukungnya, seperti
pembuatan pakan dan pengawetan hijauan, IB, prosesing kompos,
3
biogas, pemasaran dan menejemen pengelolaan kandang komunal sesuai
kondisi sosial dan ekonomi setempat.
Rakitan teknologi tentang model pengelolaan usaha perbibitan sapi
dengan kandang komunal adalah salah satu alternatif dalam mendukung
program perbibitan ternak sapi di perdesaan sebagai bahan acuan untuk
para peternak yang tergabung dalam wadah Gapoktan ( Gabungan
Kelompok Tani ) dalam satu hamparan.
III. RAKITAN TEKNOLOGI
Model pengelolaan kandang komunal perlu dilakukan secara
terintregrasi mulai dari pengadaan bibit, pakan, manajemen produksi,
prosesing limbah dan pemasaran ternak, agar para peternak dapat
menghasilkan berbagai produk primer dan sekunder dari usaha ternaknya,
seperti memproduksi pakan konsentrat, complete feed, kompos, biogas,
pupuk cair, dan lain lain, sebagai pendapatan tambahan (Romjali et al.,
2006)
Pada tahap awal perlu diintensifkan kegiatan pengembangan
kapasitas kelompok untuk meningkatkan ketrampilan dalam perencanaan
usaha, manajemen produksi dan pemasaran. Ditambah pengembangan
jaringan dengan mitra usaha untuk meningkatkan akses informasi
teknologi, modal, dan pasar.
Model pengelolaan kandang komunal sangat cocok untuk
mendukung penumbuhan unit usaha ekonomi suatu Gapoktan. Sistem
kandang komunal memiliki fungsi publik daqn privat sekaligus, maka
fungsi publik perlu dijamin, demikian juga fungsi privatnya perlu
dipertahankan (Dwiyanto et al., 2002). Kandang komunal seyogyanya
diawali dari kebutuhan dan kesepakatan para peternak anggota Gapoktan
untuk mengembangkan usaha bersama. Sistem kandang komunal sangat
cocok dilakukan pada terbatasnya sumber daya tertentu (Lahan, tenaga
kerja, pakan), sehingga dengan pengelolaan kandang komunal investasi
usaha bersama akan lebih efektif dan efisien. Karakteristik ini perlu
4
dijamin agar pengembangan sistem kandang komunal dapat tepat
sasaran, lebih produktif serta dapat mengatasi perubahan kondisi
lingkungan yang bersifat dinamis.
Usaha perbibitan sapi melalui persilangan antara sapi lokal dengan
sapi luar negeri antara lain Simmental dan Limousin menunjukkan
perkembangan yang semakin meningkat di Jawa Timur. Rakitan teknologi
usaha perbibitan sapi dengan model kandang komunal ini sasarannya
adalah usaha kelompok pada kondisi usaha peternak rakyat dengan skala
usaha 50 – 100 ekor induk. Karakterisasi usaha perbibitan dengan
kandang komunal yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :
5
Usaha Pokok
Usaha
sampingan
Pemegang
Saham
Lokasi Usaha
Kebutuhan lahan
Sarana dan
Prasarana
:- Perbibitan sapi untuk produksi bakalan
- Untuk produksi daging
- Produksi konsentrat
- Produksi kompos
- Produksi jamu ternak
- Produksi biogas, dll
- Gapoktan
- Tanah bengkok atau sewa lahan
- 0,250 sampai 0,500 Ha
- Kandang kapasitas 50 – 100 ekor
- Gudang pakan, tempat prosesing
kosentrat,kompos,jamu ternak, biogas
dan pos penjaga dengan ukuran
kurang lebih 50 m2
- Mesin mixer horizontal kapasitas
1-2 ton/hari sebanyak 1 unit
- Mesin chopper kapasitas 1-2
ton/hari sebanyak 1 unit
- Pompa air atau sumur pantek 1
unit
- Peralatan kandang : Cangkul,
sekop,
A. Teknologi.
Kontruksi kandang :
o Untuk wilayah dataran tinggi dinding dibuat tertutup penuh
dengan diberi ventilasi, sehingga sirkulasi udara lancar dan tidak
lembab.
o Untuk wilayah dataran rendah dinding dibuat tidak rapat
(setengah dinding) agar ternak tidak kepanasan.
o Bahan Kandang : Kayu dan bambu, atap genting, lantai dari
semen dengan kemiringan 3 – 5 cm agar aiar kencing tidak
tergenang dan dibuatkan saluran pembungan.
o Dilengkapi tempat pakan dan tempat tandon pakan.
o Ukuran kandang : Sapi lokal (PO) 1 x 1,5 meter/ekor, untuk
sapi keturunan (Simmental atau limoussin) 1,5 x 2,5 meter/ekor.
o Jenis sapi induk terdiri dari jenis sapi lokal (PO, Bali,
Madura) atau turunan hasil persilangan sapi lokal dengan
simmental atau limoussin.
o Sistim perkawinan : IB atau kawin suntik.
o Target jarak beranak < 14 bulan
o Pedet disapih pada umur 7 bulan untuk selanjutnya
dipelihara dalam kandang pembesaran.
o Introduksi teknologi pembuatan pakan kosentrat
memanfaatkan limbah pertanian untuk efisiensi biaya pemeliharaan
dengan target skor kondisi tubuh induk 6 – 7.
o Pemberian pakan untuk sapi induk yang bunting adalah 20
kg/ekor/hari hijauan (Rumput + jerami) ditambah kosentrat 1 – 1,5
%. Dari bobot badan dengan kandungan protein kasar (PK)
minimal 10 % total digestible nutrient (TDN) minimal 58 %, Serat
Kasar (SK) maksimal 20 % dan abu maksimal 10 %.
6
- gembor, gentong plastik, embr,
slang plastik, sapu, karung goni, dll.
o Pemberian pakan untuk sapi induk tidak bunting adalah 15
kg hijauan (Rumput + jerami) ditambah kosentrat 1 – 2 kg/ekor/hari.
o Sapi yang bunting setelah umur kebuntingan 8 bulan
dipisahkan dari kelom[pok kandang beranak sampai dengan anak
umur 40 hari, setelah pedet umur 49 hari induk beserta anak
dikumpulkan kembali kedalam kandang menyusui.
o Pengawasan intensif dilakukan terhadap induk bunting tua
menjelang kelahiran yang menunjukkan tanda tanda ambing
membesar, tegang, dan punting mengeras.
o Segera menyusukan anak yang baru lahir selambat
lambatnya 1 jam setelah kelahiran.
o Sanitasi kandang : Pembersihan kandang dilakukan setiap
hari untuk mengurangi bau dan lantai kandang diberi alas jerami
kering, sekam atau serbuk gergaji.
B. Manajemen.
Tim Pengelola :
Ketua / koordinator : 1 orang
Sekretaris dan Bendaraha : 1 orang
Keamanan umum : 1 orang
Petugas inseminator dan : 1 orang
kesehatan hewan
Operator pakan : 1 orang
Hak dan kewajiban pengelola :
Hak : Menerima gaji bulanan dan intensif dari
setiap transaksi/penjualan ternak sesuai dengan kesepakatan
Kewajiban : Mengelola administrasi usaha dan
keuangan kelompok,pengadaan hibit, konsentrat, obat obatan/jamu
ternak, melaksanakan inseminasi, mamasarkan ternak, menjaga
keamanan ternak, untuk menjaga keamanan ternak, dapat
7
diterapkan jadwal jaga secara bergilir sesuai kesepakatan sesama
anggota kelompok.
Hak dan kewajiban peternak :
Hak : Memperoleh sisa hasil usaha,
pupuk kandang/kompos, pelatihan dan pembinaan tentang
teknologi produksi.
Kewajiban : Memelihara ternak
(memberi pakan, membersihkan kandang) dan menyediakan
hijauan untuk masing masing ternaknya, mengamati induk yang
birahi dan kesehatan ternak, membantu kelahiran, memelihara
anak sampai lepas sapih.
Hak dan kewajiban Gapoktan :
Hak : Memperoleh sisa hasil usaha, mengawasi dan memonitor
perkembangan usaha, mengangkat dan memberhentikan tim
pengelola, merekrut calon peternak pengaduh.
Kewajiban : Menyediakan investasi usaha ( Lahan,bibit sapi,
kandang, mesin dan peralatan ), ansuransi ternak, membina dan
mengembangkan usaha, memberikan pelatihan dan penyuluhan
kepada peternak dalam teknologi produksi, menjalin kemitraan
dengan berbagai pihak ( Dinas pertanian, peternakan
KUD/Koperasi, perusahaan Fedlofter, kelompok peternak,
perbakan, pasar dan lain sebagainya ).
Pembagian keuntungan :
Sisa hasil usaha (SHU) atau keuntungan bersih, yaitu
pendapatan kotor setelah dikurangi biaya operasional ( gaji dan
intensif tim pengelola, kosentrat, insemenasi, obat obatan/jamu ternak,
nilai penyusutan kandang, mesin dan peralatan, sewa lahan,
pelatihan, biaya pemasaran,dll). Dibagi sama yaitu 50 % untuk
gapoktan dan 50 % untuk peternak pemelihara.
C. Operasional Usaha.
8
Usaha perbibitan sapi potong dilakukan secara terpadu dengan
didukung oleh usaha pembuatan pakan kosentrat dan memfaatkan limbah
pertanian, prosesing kotoran ternak menjadi kompos / bhokasi, buatan
jamu ternak dan pengawetan hijauan pakan ternak dalam bentuk silase
untuk cadangan pakan pada musim kemarau. Usaha perbibitan ini
merupakan kegiatan awal pengembangan usaha yang nantinya Gapoktan
dapat melakukan diversifikasi usaha secara bertahap dengan
mengembangkan usaha pengemukan disesuaikan dengan ketersediaan
dana dan kapasitas kandang.
Pemilihan Bibit
Pemilihan bibit sapi disesuaikan dengan kesepakatan dan
prefensi peternak melalui seleksi dari jenis jenis sapi lokal ( Sapi PO,
Bali, Madura ) yang memiliki Adabtability tinggi terhadap lingkungan
ataupun menggunakan sapi hasil persilangan antara sapi lokal dengan
sapi luar negeri antara Simmental atau Limousin.
Sapi lokal walaupun tidak mempunyai laju pertumbuhan sebesar
sapi silangan, namun pada berbagai kondisi keterbatasan pakan
masih mampu menunjukkan produltivitas dan efisiensi ekonomis yang
optimal. Sapi lokal memiliki beberapa keunggulan antara lain :
o Lebuh efisien dalam penggunaan pakan.
o Beradaptasi baik terhadap stress lingkungan ( Panas,
Lembab, pkan mutu rendah dan caplak )
o Bobot potong lebih sesuai untuk kebutuhan pasar lokal.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka sapi lokal lebih cocok dan
ekonomis dikembangkan pada kondisi peternakan rakyat.
Seleksi bibit dilakukan untuk mendapatkan bibit yang mempunyai
mutu/produktivitas tinggi. Sebagai bahan pertimbangan dalam
pemilihan bibit didasarkan kepada :
o Keserasian karakteristik bangsa yaitu, Warna, bentuk
tubuh meliputi keserasian antara kepala, leher, dan tubuh.
9
o Tidak cacat.
o Seleksi berdasarkan tinggi badan, kondisi kesehatan,
bebas penyakit menular dan alat reproduksi normal.
Dalam pengadaan bibit ini dapat bekerjasama dengan para
petani disekitar lokasi usaha.
Alokasi Modal Usaha
Untuk efektifitas dan efisiensi usaha, maka modal yang tersedia
perlu dikelola dengan melakukan pengalokasian sebagai berikut : Dari
jumlah modal awal sebanyak 100 %, maka untuk investasi
dialokasikan sebanyak kurang lebuh 25 persen dan sisanya 75 persen
untuk modal kerja. Investasi terutama untuk pembuatan kandang,
bangunan, pengadaan mesin dan peralatan kandang.
Sedangkan modal kerja digunakan untuk sewa lahan, pembelian
sapi induk, pengadaan bahan baku kosentrat dan bahan penolong, gaji
pengelola dan untuk omzet penjualan dan piutang oleh pihak ke- 3
(Konsumen). Dari nilai omzet dan piutang, nilai laba kotor biasanya
berkisar antara 30 – 40 % yang terbagi menjadi biaya Overhead
sebanyak 50 % dan laba bersih 50 %.
Secara skematis strategi pengalokasian modal dalam usaha
perbibitan sapi dicantumkan sebagai berikut :
10
11
MODAL( 100 % )
MODAL KERJA( 75 % )
INVESTASI ( 25 % ) KANDANG DAN BANGUNAN MESIN DAN PERALATAN
BIAYA TETAP( 80 % )
Sewa Lahan
Pembelian sapi induk
gaji
BIAYA OPERASIONAL
( 10 % )
Bahan kosentrat, Jamu Ternak, Obat – obatan, BBM dan Karung
OMZET PENJUALANBakalan & Piutang
( 10 % )
Pemasaran Piutang
LABA KOTOR( 40 % )
BIAYAOVERHEAD
( 50 % )
LABA BERSIH( 50 % )
Skematis strategi pengalokasian modal usaha perbibitan sapi
D. Investasi Usaha
Gambaran kebutuhan investasi untuk satu unit usaha perbibitan
sapi dengan modal pengelolaan kandang komunal untuk Skala kelompok
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Perkiraan kutuhan investasi dan Biaya operasional satu unit usaha
perbibitan Sapi dengan kandang komunal skala 50 ekor sapi
UraianJumlah
Kebutuhan
Harga Satuan
( RP )
Jumlah
( Rp )
Sewa Lahan
Pembuatan kandang
Bangunan,gudang
pakan,tempat prosesing
pakan,kompos,penjaga,dll.
Pembelian sapi induk
Mesin Chopper
Mesin Mixer
horizontal
Pompa air & sumur
Peralatan kandang
Timbangan Duduk
Bahan baku pakan
ksentrat, jamu trnak, obat
obatan, BBM dan karung
Gaji Pengelola
0,500 Ha
180 m 2
50 m 2
50 ekor
1 Unit
1 Unit
1 Unit
1 Paket
1 Unit
3 Bulan
3 Bulan
2.000.000/Ha/Th
200.000
200.000
5.000.000
15.000.000
20.000.000
7.500.000
1.500.000
1.500.000
3.500.000
4.000.000
1.000.000
36.000.000
10.000.000
250.000.000
15.000.000
20.000.000
7.500.000
1.500.000
1.500.000
3.500.000
4.000.000
Jumlah : 350.000.000
12
IV. STRATEGI PENGEMBANGAN
ANALISA TOWS
1. KEKUATAN :
Gapoktan umumnya
mempunyai komitmen kuat untuk mengembangkan agribisnis
ternak secara komersial dan mempunyai kelompok usaha ternak
yang bisa dikembangkan.
Pengelolaan melibatkan para
peternak sejak persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.
Komoditi sapi memiliki peluang
pasar yang cukup baik.
Gapoktan memiliki kemampuan
SDM yang memadai ( Pengetahuan dan
ketrampilan ) dalam memelihara ternak sapi.
Teknologi perbibitan umumnya
tidak membutuhkan input yang tinggi dari luar.
Dengan kandang komunal,
akan terjadi sinergism antar peternak dan bila pengelolaannya
dilakukan dengan baik, maka kelompok dapat mengembangkan
sakala usaha.
2. KELEMAHAN :
Komitmen kurang kuat karena pembentukan kelompok usaha
dilakukan berdasarkan proyek/program yang bersifat top down.
13
Belum seluruh gapoktan berpengalaman dalam menerapkan
sistem kandang komunal, termasuk pengalaman praktis dan sikap
yang tepat dalam usah bersama secara berkelompok.
3. PELUANG :
Pemerintah c/q Dpartemen Pertanian terus mendorong upaya
pengembangan usaha agribisnis perdesaan oleh gapoktan melalui
berbagai program sektoral maupun sub sektor.
Adanya dukungan kebijaksanaan pemerintah untuk
meluncurkan berbagai skim kredit untuk pembiayaan usaha kecil
dan menengah ( UKM ) di perdesaan.
4. ANCAMAN :
Pengembangan usaha perbibitan sapi rakyat dengan sistem
kandang komunal akan sulit berkembang apabila kebijakan impor
sapi bakalan tidak dikendalikan, karena tidak akan mampu
bersaing dalam aspek harga dan pemasaran ternaknya.
Masih terjadi fluktuasi harga sapi bakalan di pasar lokal maupun
regional.
Strategi Pengembangan
Berdasarkan analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
tersebut diatas, maka untuk mengembangkan usaha perbibitan dengan
sistem kandang komunal perlu memperhatikan, hal- hal sebagai berikut :
Dalam pengembangannya perlu memanfaatkan
potensi lokal semaksimal mungkin dan membatasi input dari luar.
Memperkuat kemampuan Gapoktan dalam hal
perencanaan dan pengelolaan usaha skala komersial dan jaringan
pemasaran.
14
Dukungan teknologi untuk peningkatan
produktivitas, mutu dan kontinuitas produksi secara berkelanjutan,
sehingga dapat bersaing dengan produksi dari daerah lain.
Penguatan kelembagaan kelompok tani / Gabungan
kelompok tani ( Gapoktan ) terutama dari segi manajemen
produksi, pemasaran dan organisasi.
Memperluas jaringan kemitraan usaha antara
Gaopoktan dengan pihak swasta ( Mitra Usaha ) maupun pemerintah
dalam rangka memperkuat koordinasi kerja sama antar pelaku
agribisnis perternakan.
V. P E N U T U P.
Terbatasnya akses lahan, modal, tenaga kerja dan pasar dalam
usaha terna sapi secara individual dan tradisional, memerlukan rekayasa
baru dalam penataan kelembagaan produksi, teknologi dan kebijakan.
Pemberdayaan Gapoktan dalam agribisnis ternak sapi dengan
Rakitan teknologi model pengelolaan usaha ternak dengan sistem
kandang komunal. Merupakan salah satu solusi dan alternatif dalam
pengembangan agribisnis ternak skala komersial di perdesaan.
Permasalahan yang menghambat perkembangan sistem kandang
komunal terletak pada kurangnya sosialisasi, keterbatasan fungsi
kelembagaan peternak yang berkaitan dengan aspek teknis, pemasaran
dan kebijakan.
15
DAFTAR PUSTAKA.
1. Badan Litbang pertanian. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Sapi. Badan Litbang Pertanian.
Departemen Pertanian.
2. Diwyanto, K., B.R. Prawira dwiputra dan D. Lubis. 2002.
Integrasi tanaman Ternak Dalam Pengembangan
Agroekosistem yang Berda saing, Berkelanjutan dan
Berkerakyatan. Wartazoa. Vol. 12. No. 1
3. Ernawati, Ulin Nuschati, Subiharta, dan Seno Basuki. 2007.
Teknologi Rekayasa Kandang komunal Penggemukan
Sapi Potong. BPTP Jawa Tengah, Badan Litbang
Pertanian.
4. Hardiyanto Ruly, Dwita Indra Rosa dan Sudarmadi
Puenomo. 2007. Pengolahan Lmbah Pertanian Untuk
Pembuatan Pakan Sapi Potong Pada Skala Kelompok
Tani Di Jawa Timur. Makalah dalam seminar Nasional
Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman Ternak ( SITT ).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan
Litbang Pertanian.
16
5. Hartati, Mariyono dan D>B. Wijono.2006. Nilai Ekonomis
Pembibitan Sapi PO ( Peranakan Ongole ) Pada Kondisi
Pakan Low External Input. In-Press. Lolit Sapi
Potong,Grati-Pasuruan.
6. PPSKI ( Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau
Indonesia ). 2007. Kesiapan Peternak dan Industri
Peternakan dalam Pelaksanaan Program Kecukupan
Daging 2010. Paper disampaikan dalam Pertemuan
“Sumbangan ISPI pada PKD 2010”, Januari 2007”.
Ditjenak, Jakarta.
7. Romjati Endang, Mariyono, Didi B.W dan Hartati. 2006.
Rakitan Teknologi Pembibitan Sapi Potong. Buletin
Teknologi-BPTP Jawa Timur, Malang.
8. Suryana, A. 2000. Harapan dan tantangan bagi sub sektor
peternakan dalam meningkatkan ketahanan pangan
nasional. Pros.Sem.Nas. Peternakan dan
Veteriner.Puslitbangnak.Bogor.
9. Thalib, C. 2001. Pengembangan Sistem Perbibitan Sapi
Potong Nasional. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan
Indonesia. Puslitbang Peternakan Bogor.Vol. 11 Nomor 1.
Tahun 2001.
10. Yusdja, Y, N. Ilham, W,K. Sejati, 2003. Profil dan
Permasalahan Peternak Dalam : Forum Penelitihan Agro
Ekonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian Bogor. Vol. 21 No.1. Juli P 44-56.
17
18