jurnal pengaruh pernikahan beda agama

16
JURNAL POLA ASUH ANAK PADA PERNIKAHAN BEDA AGAMA NINE IS PRATIWI 10500279 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana pola asuh anak pada pasangan beda agama. Pola asuh adalah suatu proses interaksi total orangtua dan anak, meliputi kegiatan seperti memelihara, memberi makan, melindungi dan mengarahkan tingkah laku anak selama masa perkembangan anak serta bagaimana cara orangtua mengkomunikasikan afeksi (perasaan) dan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan. Pernikahan beda agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaannya itu sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampel dalam penelitian ini adalah seorang suami yang menikah secara beda agama dengan istri yang menganut agama Katholik. Usia pernikahan subjek lima tahun. Menurut Poerwandari (1998) mengatakan bahwa dengan fokus penelitian kualitatif pada kedalaman dan proses , maka penelitian kulitatif cenderung dilakukan dengan jumlah sedikit. Berdasarkan pendapat diatas, maka dalam penelitian ini subjek berjumlah satu orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara menurut Poerwandari (1998) wawancara adalah suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) salah satu hal penting tetapi sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dari hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa subjek dan pasangannya mengasuh anaknya dengan menggunakan pola asuh authoritatif yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan keluarganya yang harmonis dan cukup bahagia serta tidak ada masalah yang terlalu rumit. Hal tersebut karena didukung dengan faktor yang mendorong subjek menikah untuk membina keluarga bahagia, rukun, harmonis karena memang mereka saling mencintai satu sama lain. Kata kunci : Pola Asuh Anak, Pernikahan Beda Agama

Upload: winda-listya-ningrum

Post on 30-Jun-2015

1.606 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

JURNAL

POLA ASUH ANAK PADA PERNIKAHAN BEDA AGAMA

NINE IS PRATIWI 10500279

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana pola asuh anak pada pasangan beda agama. Pola asuh adalah suatu proses interaksi total orangtua dan anak, meliputi kegiatan seperti memelihara, memberi makan, melindungi dan mengarahkan tingkah laku anak selama masa perkembangan anak serta bagaimana cara orangtua mengkomunikasikan afeksi (perasaan) dan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan. Pernikahan beda agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaannya itu sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sampel dalam penelitian ini adalah seorang suami yang menikah secara beda agama dengan istri yang menganut agama Katholik. Usia pernikahan subjek lima tahun. Menurut Poerwandari (1998) mengatakan bahwa dengan fokus penelitian kualitatif pada kedalaman dan proses , maka penelitian kulitatif cenderung dilakukan dengan jumlah sedikit. Berdasarkan pendapat diatas, maka dalam penelitian ini subjek berjumlah satu orang.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara menurut Poerwandari (1998) wawancara adalah suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) salah satu hal penting tetapi sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi.

Dari hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa subjek dan pasangannya mengasuh anaknya dengan menggunakan pola asuh authoritatif yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan keluarganya yang harmonis dan cukup bahagia serta tidak ada masalah yang terlalu rumit. Hal tersebut karena didukung dengan faktor yang mendorong subjek menikah untuk membina keluarga bahagia, rukun, harmonis karena memang mereka saling mencintai satu sama lain.

Kata kunci : Pola Asuh Anak, Pernikahan Beda Agama

Page 2: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya manusia sebagai

makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari

hubungannya dengan orang lain. Hubungan

tersebut ada yang bersifat formal, yang

hanya sekedar basa-basi sehingga tidak

mendalam dan ada pula hubungan yang

mendalam, seperti mencurahkan isi hati,

berkeluh kesah, dan meminta tolong dalam

kesulitan. Hal ini juga akan dialami oleh

mereka (pria dan wanita) yang telah

meningkat dewasa. Di mana dituntut untuk

dapat berhubungan secara mendalam sampai

dapat memiliki arti tersendiri di dalam

hidupnya. Hubungan demikian akan terus

meningkat sampai jenjang pernikahan.

Umumnya pernikahan dianggap sebagai

salah satu tugas perkembangan bagi orang

yang telah meningkat dewasa. Diharapkan

setiap orang dapat menjalani tugas

perkembangannya dengan baik.

Ada berbagai macam alasan

mengapa pernikahan beda agama semakin

meningkat jumlahnya di Indonesia.

Pernikahan campur adalah hasil dari adanya

heterogenitas dalam satu populasi penduduk

(Bossard & Boll, 1957). Disamping

pernikahan campur, ada pula hal-hal yang

mendorong pernikahan antar agama adalah

meningkatnya toleransi dan penerimaan

antar pemeluk agama yang berbeda, dan

meningkatnya mobilitas penduduk yang

memungkinkan mereka untuk berinteraksi

dengan orang yang berlatarbelakang

berbeda. Penyebaran penduduk yang

semakin meluas, menyebabkan interaksi

dengan kelompok yang berlatarbelakang

berbeda, dan memperbesar kemungkinan

untuk menikah dengan orang dari kelompok

yang berbeda (Duvall & Miller, 1985).

Masalah-masalah dalam pernikahan

kerap kali terjadi, dan banyak konflik atau

masalah yang ada mengakibatkan rusaknya

komunikasi, kehilangan tujuan bersama

dalam pernikahan sampai kepada masalah

seksual. Hal ini tentunya mengarah pada

penurunan kualitas hubungan dalam

pernikahan itu sendiri. Masalah-masalah

lain yang mungkin timbul adalah masalah

keuangan, anak-anak, sampai kepada

masalah dengan keluarga pasangan

(Atwater, 1985).

Masalah-masalah yang disebutkan

di atas adalah masalah yang umumnnya

timbul dalam suatu pernikahan, tetapi

pernikahan beda agama memiliki masalah

dan konflik yang lebih khusus sehubungan

dengan adanya perbedaan agama dalam

pernikahan mereka. Menurut Lubis (dalam

Koran Tempo, 2001), pasangan beda agama

memiliki kemungkinan besar untuk

tersandung masalah dengan pasangannya.

Karena itu pasangan beda agama

membutuhkan kesiapan psikologis yang

lebih besar. Memang, tak berarti pasangan

berbeda agama akan cenderung gagal atau

berhasil. Semuanya tergantung kesiapan

psikologis masing-masing. Soalnya bisa saja

Page 3: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

saat pacaran semuanya tampak baik-baik

saja, tetapi ketika pernikahan berlangsung

beberapa tahun, masalah akibat berbagai

perbedaan muncul (Lubis dalam Koran

Tempo, 2001).

Dalam penelitian ini, maka peneliti

juga berfokus pada masalah internal yang

dialami individu karena ingin menggali

penghayatan individu atas masalah yang

dialaminya. Untuk itu, penelitian dilakukan

pada individu yang menikah beda agama,

bukan pada pasangan beda agama.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang

telah diuraikan di atas, maka pertanyaan

penelitian yang ingin ditanyakan adalah:

1. Mengapa subjek melakukan pernikahan

beda agama ?

2. Masalah

masalah apa yang muncul

dalam keluarga subjek berkaitan dengan

pernikahan beda agama ?

3. Bagaimana gambaran pola asuh anak

pada pernikahan beda agama?

4. Mengapa keluarga subjek menerapkan

pola asuh yang seperti itu?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk

mendapatkan pemahaman tentang gambaran

pernikahan beda agama, masalah - masalah

yang muncul yang berkaitan dengan

pernikahan beda agama, dan pola asuh anak

pada pernikahan beda agama serta faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhi pola

asuh pada pernikahan beda agama.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan

mempunyai dua manfaat, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan ilmiah secara

teoritis (pengetahuan) bagi

perkembangan disiplin ilmu psikologi

khususnya Psikologi Pernikahan,

Psikologi Keluarga, Psikologi

Konseling, dan Psikologi

Perkembangan serta dapat

membangkitkan minat para peneliti lain

untuk melakukan penelitian lebih

lanjut, khususnya tentang permasalahan

seputar pernikahan beda agama.

2. Manfaat Praktis

Di lain pihak, memberi sumbangan

pengetahuan kepada para konselor

pernikahan yang menghadapi

permasalahan serupa dengan penelitian

ini dan bagi para pasangan yang

berbeda agama, baik yang sudah

menikah maupun akan menikah,

diharapkan dapat dijadikan rujukan atau

referensi dan bahan masukan yang

berguna dalam membina keluarga di

dalam rumah tangganya.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori-teori yang akan digunakan sebagai

landasan dalam penelitian ini adalah teori

mengenai pola asuh, dimensi pola asuh,

jenis-jenis pola asuh, faktor-faktor pola

asuh, pernikahan, serta pernikahan beda

agama, termasuk di sini akan dijelaskan

Page 4: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

gambaran pola asuh anak pada pernikahan

beda agama.

A. Pola Asuh

1. Definisi Pola Asuh

Pola asuh orangtua merupakan pola

interaksi antara anak dengan orang tua yang

meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan

fisik (makan, minum, pakaian, dan lain

sebagainya) dan kebutuhan psikologis

(afeksi atau perasaan) tetapi juga norma-

norma yang berlaku di masyarakat agar anak

dapat hidup selaras dengan lingkungan

(Gunarsa, 2002).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa pola asuh adalah suatu

proses interaksi total orangtua dan anak,

yang meliputi kegiatan seperti memelihara,

memberi makan, melindungi, dan

mengarahkan tingkah laku anak selama

masa perkembangan anak serta bagaimana

cara orangtua mengkomunikasikan afeksi

(perasaan) dan norma-norma yang berlaku

di masyarakat agar anak dapat hidup selaras

dengan lingkungan.

2. Dimensi Pola Asuh

Menurut Adiana (1988), ada empat

dimensi dalam pengasuhan anak, yaitu:

dimensi kontrol, tuntutan, kejelasan

komunikasi antara orangtua dan anak, dan

pemeliharaan terhadap anak.

3. Jenis-Jenis Pola Asuh

Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua

pada anak terdiri dari tiga jenis, yaitu pola

asuh otoriter (authoritarian pattern), pola

asuh otoritatif (authoritative pattern), dan

pola asuh permisif (permissive pattern).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pola Asuh

Menurut Triwardani (2001), terdapat

faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh,

yaitu: sosial ekonomi, pendidikan,

kepribadian, nilai-nilai yang dianut

orangtua, dan jumlah anak.

B. Pernikahan

1. Definisi Pernikahan

Pernikahan adalah puncak dari

hubungan intim antar jenis di mana kedua

belah pihak saling membagi pengalaman

dan perasaan serta pikiran, sehingga

akhirnya pasangan-pasangan yang sudah

menikah cukup lama mempunyai kemiripan

dalam sikap, nilai-nilai, minat, dan sifat-sifat

(Pearson & Lee dalam Sarwono, 1996).

2. Motivasi Pernikahan

Turner & Helms (1995)

mengemukakan beberapa alasan-

alasan yang melatarbelakangi suatu

pasangan untuk melangkah ke jenjang

pernikahan. Alasan-alasan tersebut

antara lain: cinta dan komitmen,

kebersamaan, konformitas, legitimasi

hubungan intim, legitimasi anak, dan

perasaan siap.

3. Definisi Pernikahan Beda Agama

Pernikahan antara dua individu yang

memeluk agama berbeda disebut interfaith

marriage, mixed marriage, mixed faith

Page 5: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

marriage, atau interreligious marriage

(Robinson, 2005). Dalam bahasa Indonesia,

peneliti akan menggunakan istilah

pernikahan beda agama.

Menurut Mandra & Artadi (dalam Eoh,

1996), pernikahan beda agama adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dan seorang

wanita, yang masing-masing berbeda

agamanya dan mempertahankan

perbedaannya itu sebagai suami istri dengan

tujuan untuk membentuk rumah tangga yang

bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan

Yang Maha Esa.

4. Masalah-Masalah yang Muncul pada Pernikahan Beda Agama

Menurut beberapa ahli, masalah-

masalah yang muncul akibat dari

perbedaan agama dengan pasangan

dalam pernikahan beda agama antara

lain, yaitu (dalam Paramitha, 2002):

Latar belakang agama, hubungan dengan

keluarga, pelaksanaan ibadah,

seksualitas, kehidupan sehari-hari,

menghadapi masalah sulit, anak.

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif yang berbentuk studi

kasus. Menurut Punch (dalam Poerwandari,

1998), studi kasus adalah fenomena khusus

yang hadir dalam suatu konteks yang

terbatas, meski batas-batas antara fenomena

dan konteks tidak sepenuhnya jelas.

B. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini ditentukan

sejumlah karakteristik bagi subyek dalam

penelitian, antara lain:

1. Identitas Subyek

Pasangan suami istri yang beda

agama, memiliki anak yang berusia

minimal 6 tahun dan lama pernikahan

minimal 2 tahun.

2. Jumlah Subyek

Menurut Patton (dalam

Poerwandari, 1998) tidak ada aturan

pasti dalam sampel yang harus diambil

dalam penelitian kualitatif. Jumlah

sampel sangat tergantung pada apa yang

akan diketahui peneliti, tujuan

penelitian, konteks

saat itu, apa yang dianggap bermanfaat,

dan dapat dilakukan dengan waktu dan

sumber daya yang tersedia. Poerwandari

(1998) juga mengatakan bahwa dengan

fokus penelitian kualitatif pada

kedalaman dan proses, maka penelitian

kualitatif cenderung dilakukan dengan

jumlah kasus sedikit.

Dalam penelitian ini dan

berdasarkan pendapat di atas, maka

jumlah subyek berjumlah dua orang

yang merupakan pasangan suami istri.

C. Tahap-Tahap dalam Penelitian

Adapun tahap persiapan dan

pelaksanaan yang dilakukan dalam

penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu:

Page 6: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

Tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap

penyelesaian.

D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif

yang terbuka dan luwes, metode dan tipe

pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif sangat beragam, disesuaikan

dengan masalah, tujuan penelitian, dan sifat

objek yang diteliti. Teknik dan tipe

pengumpulan data tersebut antara lain

wawancara, observasi, diskusi kelompok

terfokus, analisis terhadap karya, analisis

dokumen, analisis catatan pribadi, studi

kasus, dan studi riwayat hidup

(Poerwandari, 1998).

Dalam penelitian ini, maka digunakan

metode pengumpulan data, yaitu wawancara

dan observasi. Berikut adalah penjabaran

lengkap mengenai dua metode yang

digunakan dalam penelitian, yaitu:

wawancara dan observasi.

E. Alat Bantu Pengumpulan Data

Penelitian

Menurut Poerwandari (1998),

peneliti sangat berperan dalam seluruh

proses penelitian, mulai dari memilih topik,

mendekati topik, mengumpulkan data,

hingga menganalisis, mengintepretasikan,

dan menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam pengambilan dan

mengumpulkan data, maka peneliti

membutuhkan alat bantu penelitian. Dalam

penelitian ini, maka peneliti menggunakan

tiga alat bantu, yaitu:

Pedoman wawancara, pedoman observasi,

alat perekam.

F. Keabsahan (Credibility) dan Keajegan

(Dependability)Penelitian

Keabsahan data merupakan konsep

penting yang dibaharui dari konsep

kesahihan (validitas) dan keandalan

(reliabilitas). Yin (2003) mengajukan empat

kriteria keabsahan dalam suatu penelitian,

empat hal tersebut adalah: keabsahan

konstruk (construk validity), keabsahan

internal (internal validity), keabsahan

eksternal (external validity), dan keajegan

(dependability).

G. Teknik Analisis Data Penelitian

Adapun proses analisis data yang

dilakukan dalam penelitian ini akan

dianalisa dengan teknik analisa data

kualitatif yang diajukan oleh Marshall dan

Rossman (1995). Dalam menganalisa

penelitian kualitatif terhadap beberapa

tahapan yang perlu dilakukan. Tahap-tahap

tersebut adalah: Mengorganisasikan data,

pengelompokan berdasarkan kategori, tema,

dan pola jawaban. Menguji asumsi atau

permasalahan yang ada terhadap data,

Mencari alternatif penjelasan bagi data,

Menulis Hasil Penelitian.

HASIL DAN ANALISIS 1.Mengapa Subjek Melakukan Pernikahan Beda Agama ?

Dilihat dari motivasi pernikahan

beda agama yang dilakukan subjek dapat

dilihat dari beberapa hal, diantaranya

cinta dan komitmen dimana subjek yang

Page 7: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

menjadi dasar pernikahannya yang beda

agama adalah cinta. Karena menurut

subjek pernikahan tanpa cinta tidak bisa

berjalan dengan mulus dan jika

berdasarkan dengan cinta semua masalah

bisa diatasi.Dilihat dari kebersamaan

dimana, pernikahan adalah hubungan

yang sudah direncanakan dan bertujuan

untuk hidup bersama dengan pilihan

sendiri. Dilihat dari konformitas, dimana

subjek tidak ada dorongan / tekanan dari

pihak luar ketika untuk memilih menikah

beda agama. Dilihat berdasarkan

legitimasi hubungan intim, dimana

subjek bertujuan untuk mendapatkan

pengesahan sosial, komitmen dan rasa

aman terhadap hubungan seksual ketika

menikah dengan istrinya yang beda

agama. Dilihat berdasarkan legitimasi

anak, dimana subjek dengan adanya

pernikahan memberikan status yang jelas

terhadap anak. Dilihat dari perasaan siap

bagi subjek merasa telah siap untuk

menikah beda agama walaupun belum

mendapatkan pendidikan dan karir dalam

hidupnya. Dilihat dari kedekatan subjek

merasakan kedekatan kasih sayang

setelah menikah. Dan terakhir dilihat dari

kebahagiaan, menurut subjek pernikahan

adalah bertujuan untuk mencapai

kebahagiaan.

Turner & Helms (1995)

mengemukakan hal senada dengan

beberapa alasan-alasan yang

melatarbelakangi suatu pasangan untuk

melangkah ke jenjang pernikahan.

Alasan-alasan tersebut antara lain, cinta

dan komitmen, kebersamaan,

konformitas, legitimasi hubungan intim,

legitimasi anak, dan perasaan siap.

Selain itu juga, Stinnet dkk (dalam

Wardhani, 2003) mengemukakan dua hal

yang berbeda, yaitu kelekatan dan

kebahagiaan.

Faktor-faktor yang mendorong

subjek untuk melakukan pernikahan beda

agama dapat dilihat dari beberapa hal

diantaranya: kecocokan pada hal lain,

dimana mempunyai kecocokan pada sifat

yang akhirnya timbul menjadi cinta dan

dilihat dari pemberontakan walaupun

hubungan subjek dengan keluarganya

tidak harmonis yang dikarenakan subjek

berpindah agama dari Kristen Katolik

menjadi islam. Pencapaian tujuan

pribadi, motivasi subjek untuk menikah

beda agama adalah cinta dan setelah

menikah menurut subjek keadaan status

sosialnya biasa-biasa aja. Dilihat dari

keterpaksaan untuk menikah, subjek

tidak terpaksa untuk menikah beda

agama karena hamil diluar nikah atau

merasa hanya kali ini kesempatan untuk

menikah. Berdasarkan persamaan pada

hal mendasar, menurut subjek hal yang

paling mendasar dalam pernikahannya

adalah cinta, menurut subjek, ia dan

istrinya sama-sama jatuh cinta, saling

Page 8: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

memiliki, saling memenuhi kebutuhan

dan sama-sama menginginkan

perkawinan. Jika dilihat dari keengganan

dan ketidaksabaran untuk mencari subjek

merasa tidak kurang bersabar dalam

mencari dan menunggu pasangan lain

yang mungkin satu agama, walaupun

subjek juga pernah berpikiran seperti itu

bagi subjek ia sudah cinta mati dan

merasa istrinya adalah jodohnya. Dan

berdasar karakteristik yang berbeda ia

dan istrinya memiliki karakter yang agak

bertolak belakang , dimana subjek

merasa keras kepala sedangkan istrinya

orang yang pengertian dan penyabar oleh

karenanya mereka merasa cocok.

Faktor-faktor tersebut sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Duval

(1964) hal-hal yang mendorong

seseorang melakukan pernikahan beda

agama antara lain, yaitu kecocokan pada

hal-hal lain, pemberontakan, pencapaian

tujuan pribadi, dan menikah terpaksa.

Lain halnya menurut Blood (1978)

ada beberapa faktor untuk menikah

dengan pasangan yang berbeda agama

adalah menikah karena terpaksa,

pemberontakan, pencapaian tujuan

pribadi, dan persamaan pada hal-hal

mendasar.

Selain itu, menurut Duvall &

Miller (1985) terdapat dua faktor yang

mendorong seseorang melakukan

pernikahan beda agama antara lain,

keengganan dan ketidaksabaran untuk

mencari, dan karakteristik yang berbeda.

2. Masalah- Masalah apa yang muncul

dalam keluarga subjek berkaitan

dengan pernikahan beda agama ?

Masalah-masalah yang muncul

dalam keluarga subjek berkaitan dengan

pernikahan beda agama dapat dilihat dari

beberapa hal diantaranya latar belakang

agama, dimana subjek setuju mengenai

bahwa agama dapat membentuk cara

pandang dan nilai seseorang, hal ini

sesuai dengan yang dirasakan oleh subjek

dimana saat ini terkadang cara

pandangnya masih seperti pada saat dia

masih beragama Katholik, perbedaan

tersebut dapat menyebabkan perbedaan

pandangan menyangkut berbagai isu

dalam kehidupan pernikahan (Yoeb,

1998). Hubungan subjek dengan

keluarga, dimana subjek mengaku telah

melakukan pelanggaran terhadap tradisi

keluarga dan telah memperlakukan

mereka.Namun karena istri subjek juga

berasal dari keturunan Cina dan

Katholik, keluarga subjek agak mulai

menerima. Menurut (Bosard, 1957)

rusaknya hubungan dengan keluarga

mewarnai kehidupan banyak pasangan

pernikahan beda agama dan sedikit

banyak mempengaruhi kehidupan suami

istri tersebut.

Dilihat dari pelaksanaan ibadah,

subjek menyadari dalam kehidupan

Page 9: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

sehari-hari mereka membutuhkan

toleransi yang sangat besar. Dimana

menjalani ibadah berdasarkan

kepercayaan masing-masing. Hal ini

dapat dilihat dimana terkadang istri

subjek sering mengingatkan subjek untuk

sholat. Menurut (Bossard, 1957) tak

jarang perbedaan ini menimbulkan

permasalahan diantara pasangan. Jika

dilihat dari seksualitas, subjek dan istri

memiliki pandangan yang sama

mengenai seksualitas dan tujuan

hubungan seksualitas bagi subjek adalah

untuk mempunyai keturunan. Menurut

(Rosenbaum & Rosenbaum, 1999)

masalah dapat muncul apabila pasangan

akibat perbedaan agama mempunyai

pandangan yang berbeda akan tujuan

hubungan seksual. Dari kehidupan

sehari-hari, dimana subjek dan istrinya

tidak mempergunakan kata-kata yang

kasar dalam pemilihan kata dan humor.

Subjek memberitahukan kepada istrinya

mengenai makanan-makanan yang tidak

boleh dimakannya sesuai dengan

pernyataan dari (Rosenbaum &

Rosenbaum, 1999). Hal seperti ini

membutuhkan toleransi diantara

pasangan sehingga diantara mereka

terdapat aling pengertian. Dan ketika

menghadapi masa sulit, terkadang subjek

ada keinginan untuk mengajak istrinya

sholat ketika doa bersama dalam

menghadapi masa sulit. Dan dilihat dari

anak, subjek melakukan upacara ritual

kehadiran anak sesuai dengan ajaran

islam walaupun tidak semeriah orang

lain. Hal ini disebabkan tidak adanya

keluarga yang beragama islam. Subjek

memberikan pendidikan islam kepada

anaknya walaupun ia bersekolah di

sekolah umum. Hal ini bisa dilihat

dimana subjek sudah mengajarkan

anaknya untuk sholat.

Hal tersebut serupa dengan yang

dikemukakan oleh (Landis, 1970)

pernikahan beda agama selain membawa

masalah bagi pasangan juga dapat

mendatangkan masalah bagi anak itu

sendiri dari pernikahan beda agama

tersebut.

3. Bagaimana gambaran pola asuh anak

pada pernikahan beda agama ?

Gambaran pola asuh anak pada

pernikahan beda agama dapat dilihat dari

dimensi-dimensi pola asuh dan jenis-

jenis pola asuh. Dimensi pola asuh

memiliki dimensi-dimensi, diantaranya

dimensi kontrol dimana Dalam hal ini

subjek tidak berusaha untuk

mempengaruhi aktivitas anak karena bagi

subyek selama aktivitas itu tidak

berbahaya maka ia akan

membebaskannya. Dan subyek juga

memanjakan anaknya. Dimensi tuntutan

dalam hal ini subyek tidak menuntut

untuk bersikap lebih dewasa dalam hal

bertingkah laku.Dimensi kejelasan

Page 10: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

komunikasi antara orang tua dan anak

dalam hal ini subyek tidak membuat

peraturan semuanya berjalan dengan

biasa saja. Dimensi pemeliharaan

terhadap anak dalam hal pemeliharaan

terhadap anak tidak menggunakan baby

sitter karena semua diurus oleh keluarga.

Gambaran pola asuh anak tersebut

sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Adiana (1998), ada empat dimensi dalam

pengasuhan anak, yaitu dimensi kontrol,

tuntutan, kejelasan komunikasi antara

orangtua dan anak dan pemeliharaan

terhadap anak.

4. Mengapa keluarga subyek menerapkan

pola asuh yang seperti itu ?

Faktor-fakto ryang mempengaruhi

pola asuh yang dilakukan subjek

terhadap anaknya dalam pernikahan beda

agama diantaranya, faktor sosial ekonomi

dimana subyek dan istri berasal dari

kelas ekonomi menengah yang pada

umumnya cenderung memiliki sifat yang

lebih hangat, kontrol terhadap

perkembangan anak serta lebih peka

terhadap anak, orangtua dari golongan ini

lebih bersikap terbuka pada hal-hal baru

(Adiana, 1988). Faktor pendidikan

dimana subyek yang memiliki

pendidikan yang tinggi dalam mengasuh

anak lebih luas wawasan yang dimiliki

terhadap perkembangan anak. Faktor

kepribadian dimana subyek memiliki

sifat yang ekstrovert atau terbuka

sehingga berpengaruh terhadap pola asuh

yang lebih permisif atau fleksibel. Hal

tersebut sesuai dengan teori dari Hurlock

(1990) yang menyebutkan bahwa

kepribadian orangtua dapat

mempengaruhi penggunaan pola asuh.

Faktor-faktor nilai yang dianut orangtua

dimana subyek sebagai orang timur

memiliki nilai-nilai yang beranggapan

bahwa anak harus patuh terhadap

orangtua menurut teori yang serupa

diungkapkan bahwa di negara timur

orangtua masih lebih cenderung

menghargai kepatuhan anak (Triwardani,

2001). Jumlah anak dimana saat ini

subyek baru memiliki seorang anak

sehingga cenderung menerapkan pola

asuh yang demokratis.Orangtua yang

memiliki anak hanya dua sampai tiga

cenderung mempergunakan pola asuh

demokratis, dengan digunakannya pola

pengasuhan ini orangtua menganggap

dapat tercipta ketertiban didalam rumah

sesuai dengan yang dikemukakan oleh

(Triwardani, 2001).

PENUTUP A Simpulan

Dari uraian diatas penulis ingin

mencoba meneliti pola asuh anak pada

pernikahan bada agama, berdasarkan hasil

analisis yang diperoleh dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut

1. Dilihat dari motivasi pernikahan beda

agama yang dilakukan subjek dapat

dilihat dari beberapa hal, diantaranya

Page 11: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

cinta dan komitmen dimana subjek

yang menjadi dasar pernikahannya

yang beda agama adalah cinta. Karena

menurut subjek pernikahan tanpa cinta

tidak bisa berjalan dengan mulus dan

jika berdasarkan dengan cinta semua

masalah bisa diatasi.Dilihat dari

kebersamaan dimana, pernikahan

adalah hubungan yang sudah

direncanakan dan bertujuan untuk

hidup bersama dengan pilihan sendiri.

Dilihat dari konformitas, dimana

subjek tidak ada dorongan / tekanan

dari pihak luar ketika untuk memilih

menikah beda agama. Dilihat

berdasarkan legitimasi hubungan

intim, dimana subjek bertujuan untuk

mendapatkan pengesahan sosial,

komitmen dan rasa aman terhadap

hubungan seksual ketika menikah

dengan istrinya yang beda agama.

Dilihat berdasarkan legitimasi anak,

dimana subjek dengan adanya

pernikahan memberikan status yang

jelas terhadap anak. Dilihat dari

perasaan siap bagi subjek merasa telah

siap untuk menikah beda agama

walaupun belum mendapatkan

pendidikan dan karir dalam hidupnya.

Dilihat dari kedekatan subjek

merasakan kedekatan kasih sayang

setelah menikah. Dan terakhir dilihat

dari kebahagiaan, menurut subjek

pernikahan adalah bertujuan untuk

mencapai kebahagiaan.

2. Masalah-masalah yang muncul dalam

keluarga yang menikah beda agama

subjek berkaitan dengan pernikahan

beda agama dapat dilihat dari

beberapa hal diantaranya latar

belakang agama, dimana subjek setuju

mengenai bahwa agama dapat

membentuk cara pandang dan nilai

seseorang, hal ini sesuai dengan yang

dirasakan oleh subjek dimana saat ini

terkadang cara pandangnya masih

seperti pada saat dia masih beragama

Katholik. Hubungan subjek dengan

keluarga, dimana

Subjek mengaku telah melakukan

pelanggaran terhadap tradisi keluarga

dan telah memperlakukan mereka.

Namun karena istri subjek berasal dari

kturunan Cina dan Katholik, keluarga

subjek agak mulai menerima. Dilihat

dari pelaksanaan ibadah, subjek

menyadari dalam kehidupan sehari-

hari mereka membutuhkan toleransi

yang sangat besar. Dimana

menjalankan ibadah berdasarkan

kepercayaan masing-masing. Hal ini

dapat dilihat dimana terkadang istri

subjek sering mengingatkan subjek

untuk sholat. Jika dilihat dari

seksualitas, subjek dan istri memiliki

pandangan yang sama tentang

seksualitas dan tujuan hubungan

Page 12: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

seksualitas bagi subjek adalah untuk

memiliki keturunan. Dari kehidupan

sehari-hari dimana subjek dan istrinya

tidak mempergunakan kata-kata yang

kasar dalam pemilihan kata dan

humor. Subjek memberitahukan

kepada istrinya mengenai makanan-

makanan yang tidak boleh

dimakannya. Dan ketika menghadapi

masa sulit, terkadang subjek ada

keinginan untuk mengajak istrinya

sholat ketika doa bersama dalam

menghadapi masa sulit. Dan dilihat

dari anak, subjek melakukan upacara

ritual kehadiran anak sesuai dengan

ajaran Islam walaupun tidak semeriah

orang lain. Hal ini disebabkan tidak

adanya keluarga yang beragama

Islam. Subjek memberikan pendidikan

Islam kepada anaknya walaupun ia

bersekolah di sekolah umum. Hal ini

bisa dilihat dimana subjek sudah

mengajarkan anaknya untuk sholat.

3. Gambaran pola asuh anak pada

pernikahan beda agama subjek dapat

dilihat dari dimensi-dimensi pola asuh

dan jenis-jenis pola asuh. Dimensi

pola asuh memiliki dimensi-dimensi,

diantaranya dimensi kontrol dimana

dalam hal ini subjek tidak berusaha

untuk mempengaruhi aktifitas anak

karena bagi subjek selama aktifitas itu

tidak berbahaya maka ia akan

membebaskannya. Dan subjek juga

memanjakan anaknya. Dimensi

tuntutan dalam hal ini subjek tidak

menuntut untuk bersikap lebih dewasa

dalam hal bertingkah laku. Dimensi

kejelasan komunikasi antara orangtua

dan anak dalam hal ini subjek tidak

membuat peraturan semuanya berjalan

dengan biasa saja. Dimensi

pemeliharaan terhadap anak dalam hal

pemeliharaan terhadap anak tidak

menggunakan baby sitter karena

semua diurus oleh keluarga.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pola asuh yang dilakukan subjek

terhadap anaknya dalam pernikahan

beda agama diantaranya, faktor sosial

ekonomi dimana subjek dan istri

berasal dari kelas ekonomi menengah

yang pada umumnya cenderung

memiliki sifat yang hangat, kontrol

terhadap perkembangan anak serta

lebih peka terhadap anak. Faktor

pendidikan dimana subjek yang

memiliki pendidikan yang tinggi

dalam mengasuh anak lebih luas

wawasan yang dimiliki terhadap

perkembangan anak. Faktor

kepribadian dimana subjek memiliki

sifat yang ekstrovert atau terbuka

sehingga berpengaruh terhadap pola

asuh yang lebih permisif atau

fleksibel. Faktor-faktor nilai yang

dianut orangtua dimana subjek

sebagai orang timur memiliki nilai-

Page 13: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

nilai yang beranggapan bahwa anak

harus patuh terhadap orangtua. Jumlah

anak dimana saat ini subjek baru

memiliki seorang anak sehingga

cenderung menerapkan pola asuh

yang demokratis.

B. Saran

Terdapat beberapa saran yang

diajukan penulis berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan terhadap pasangan yang

menikah berbeda agama yaitu :

1. Bagi Subjek

Sebaiknya sebelum menikah pasangan

membuat suatu komitmen-komitmen

yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Agar tidak menimbulkan suatu

hambatan ditengah-tengah jalannya

kehidupan pernikahan

mereka.Pasangan juga sebaiknya tidak

membuat suatu perbedaan diantara

mereka menjadi suatu permasalahan

yang dapat terus memicu suatu

pertengkaran.

2. Bagi Masyarakat

Sebaiknya dapat memberikan

masukkan yang positif kepada

keluarga subjek agar mereka bisa

melaksanakan kehidupan didalam

rumahtangga dengan lebih baik.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti dapat mengambil

subjek lebih dari satu orang salah

satunya adalah pola asuh anak pada

pernikahan seagama. Ini bisa

bermanfaat untuk membandingkan

pola asuh anak pada pernikahan beda

agama dan pola asuh anak pada

pernikahan seagama.

DAFTAR PUSTAKA

Adiana. (1988). Perkembangan anak. Jakarta : Erlangga

Asmin. (2001). Pernikahan. Jakarta : Koran Tempo

Atwater, E.(1985). Psychology of adjustment. New Jersey. NY: Engle Wood Glifts.

Blood, R & Blood, M. (1978). Marriage, (3rd ed). The Free Press

Bossard, J. & Boll, E.(1957). One marriage two faith. New York : the Ronald Press.

Brehm,S. (1992). Intimate relationship. 2nd

editon. New York : Mc Graw- Hill Co.

Christina, A.(2001). Strategi coping pada wanita etnis tionghoa yang menikah dengan pribumi. Skripsi. Depok Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Cowan, P & Bronstein. (1988). Mixed blessing : Overcoming the stumbling blocks in an interfaith marriage : New York, NY : Penguin Books Inc.

Duvall, E & Miller, B. (1985). Marriage and family development. New York,Ny : Harper And Crow Publisher.

Duval, S. (1964). Before you marry. London : W Foulsham & Co.Ltd.

Dwidevi. (2000). Pola asuh anak otoriter. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Page 14: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

Eoh, O. (1996). Perkawinan antar agama.

Dalam teori dan praktek. Jakarta : Srigunting.

Gunarsa, S.D & Gunarsa, Y. S.(1991). Psikologi praktis : Anak remaja & keluarga. Jakarta : PT.Gunung Mulia.

Gunarsa. (2002). Psikologi perkembangan anak & remaja. Jakarta : PT. Gunung Mulia

Hurlock, E.B.(1990). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Gelora Aksara Pratama Erlangga.

Hurlock. (1996). Perkembangan anak. Jilid 1. Jakarta : Erlangga

Ihromi, T.O.(1999). Sosiologi keluarga. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Koentjaraningrat. (2002). Kemajemukan agama di indonesia. Jakarta : PT. Gramedia.

Landis,P. (1970). Your marriage and family living. New York : Mc Graw Hill.

Laswell,M & Laswell,T. (1987). Marriage and the family. Los Angeles : Woodworth Publishing Co.

Levinson, D.(1995). Encylopedia of marriage and the family (vol 1-2). New York: Simon, Schuster & Prentice Hall. Intl.

Lubis. (2001). Masalah pernikahan beda agama. Jakarta : Koran Tempo.

Marshall,C.& Rossman,G..(1995). Designing qualitative research. California : Publication, Inc.

Miranti, V. (2004). Gambaran pernikahan beda agama (Studi kualitatif untuk

memahami konflik, burnout & coping pada istri). Tugas Akhir Pasca Sarjana. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Moleong, L.J.(1998). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Narbuko & Achmadi. (2003). Metode penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia.

Paramita, D.A.(2002). Gambaran masalah dan penyesuaian perkawinan pada pasangan yang menikah beda agama. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Papalia, D. E & Olds, S.W.(2001).Human development. 3rd Ed. New York.

Poerwandari,E .K.(1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian Psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.

Prasetya. (2003). Pola asuh otoriter pada anak. Depok : Fakultas psikologi Universitas Gunadarma.

Robinson . (2005). Pernikahan beda agama. Www.Religious Tolerance.Com

Rosenbaum,M. & Rosenbaum,S. (1999). Cellebrating our differences. Living two faith in one marriage. Philadelphia, PA : Beidel Printing House Inc.

Rozakis, L. (2001). Interfaith relationship. Indiana Polis : Macmilan USA Inc.

Rusli & Tama. (1986). Perkawinan antar agama dan masalahnya. Bandung : Pionir Jaya.

Page 15: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

Santrock, W.J.(1999). Life span

development. International Edition Eight Edition Child Development. North America.

Sarwono,S.W.(1996). Psikologi sosial : Individu dan teori-teori psikologi sosial. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Sukardi,I. S.(1983). Pengantar metode penelitian sosial. Jakarta : Universitas Indonesia.

Triwardani, D. (2001). Hubungan antara persepsi siswa terhadap pola asuh orangtua dengan goal orientation siswa. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Turner, J. & Helms, D. (1995). Life span development. Fortworth : Hartcourt Brace College Publish.

Wardhani,A. R.(2003). Gambaran burnout pada wanita bekerja yang menikah dan memiliki anak (Menggunakan Pine s Couple Burnout Questionaire & Measurement). Tugas akhir Pasca Sarjana. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Yin, R. (2003). Case study research design and method. London : Sage Publication.

Yoeb, J. (1998). Keys to interfaith parenting. New York : Barons Educational Series, Inc.

Page 16: Jurnal Pengaruh Pernikahan Beda Agama

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.