jurnal ilmiah tindak pidana pencabulan anak di ......pidana yang sering menjadi sorotan publik yaitu...
TRANSCRIPT
JURNAL ILMIAH
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PERBARENGANTINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK DI BAWAH UMUR
(STUDI PUTUSAN NO;326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr)
Oleh :
BAIQ JULI NIRTALINA
D1A013059
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2017
Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PERBARENGANTINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK DI BAWAH UMUR
(STUDI PUTUSAN NO;326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr)
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
BAIQ JULI NIRTALINA
D1A013059
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
Dr.H.Muhammad Natsir, SH., M.HumNIP. 19590126 198703 1 001
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PERBARENGANTINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK DIBAWAH UMUR
(STUDI PUTUSAN NO; 326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr)BAIQ JULI NIRTALINA
D1A013059FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAMABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan sanksi pidanadan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidanaterhadap pelaku perbarengan tindak pidana pencabulan. Penelitian inimenggunakan jenis penelitian Normatif dengan judul Penerapan Sanksi PidanaTerhadap Pelaku Perbarengan Tindak Pidana Pencabulan Anak di bawah Umur(Studi Putusan No; 326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr), dari hasil penelitian dapatdiketahui bahwa dalam penerapan sanksi pidana sistem pemidanaan yangditerapkan adalah sistem Absorpsi yang dipertajam dan hakim telah benar dalammenjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku perbarengan tindak pidanapencabulan anak di bawah umur namun tidak memberikan pertimbangan yangmenyeluruh baik yuridis maupun sosiologisnya.
Kata kunci : Penerapan Sanksi Pidana, Perbarengan Tindak Pidana, PertimbanganHakim.
APPLYING CRIMINAL SANCTION AGAINST SUSPECTED PERSON OFJOINTLY RAPE CRIME OF UNDERAGE CHILDREN
(STUDY CASE NO:326/PID.SUS/2016/N.Mtr)
ABSTRACT
This research has intent to find out how the punishment of law andalso to find out the judgment of judge about jointly rape crime. This research isapproaching to the normative research using “Applying Criminal SanctionAgainst Suspected Person Of Jointly Rape Crime Of Underage Children (StudyCase No:326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr)”. according the result, known that theimplementation of law sanction has 4 (four) condemnation system that can beapplying by judge to the suspected person, and the judge has took a correctjudgment of the suspected person of rape crime against underage children. But thejudge did not give a through judgment between judicial or sociology.
Keyword: applying criminal sanction, jointly crime, judge consideration.
I. PENDAHULUAN
Kejahatan merupakan suatu fenomena yang sering terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat. Kejahatan mempunyai hubungan yang erat dengan
manusia karena dimana ada manusia disitulah ada kejahatan, mengingat
kepentingan manusia sangat kompleks, sehingga seringkali menimbulkan
pertentangan antara manusia yang satu dengan yang lainnya dan cenderung
membuat mereka saling mementingkan kepentingan sendiri, dimana hal
tersebut dapat memicu terjadinya kejahatan, maka diperlukan suatu
norma atau aturan untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat,
karena dimana ada masyarakat maka disitulah ada hukum. Tujuan dari norma
adalah untuk menertibkan sehingga perlu ditaati, dan untuk menaati norma
tersebut diperlukan suatu sanksi.
Penerapan sanksi sebagaimana diatur dalam KUHP semestinya dapat
mencegah atau menekan tingkat kejahatan tersebut, namun sejauh ini kejahatan
tetap saja terjadi, disinilah aparat hukum selaku penegak keadilan memegang
peranan penting, mengingat pidana menempati posisi sentral di
dalam penyelenggaraan sistem hukum pidana, dimana setiap putusan dalam
pemidanaan akan mempunyai konsekuensi yang luas.
Ada berbagai macam tindak pidana yang sering terjadi, bahkan
pada tempat yang sama dan oleh pelaku yang sama seperti salah satu tindak
pidana yang sering menjadi sorotan publik yaitu tindak pidana pencabulan yang
umumnya terjadi pada anak di bawah umur. Pencabulan anak di bawah umur
merupakan tindak pidana biasa namun berdampak serius karena sangat
mempengaruhi masa depan dan mental anak selaku korban, ini perlu
ditanggulangi bersama, oleh masyarakat dan pemerintah. Mengingat bahwa anak
adalah bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumberdaya manusia yang
merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki
peranan strategis, mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan
perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangannya baik
fisik, mental, dan sosialnya
secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.1 Banyak sekali bentuk-bentuk kepe
ntingan anak yang harus dilindungi.
Kaitannya dengan tindak pidana pencabulan anak terdapat Putusan
Nomor 326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr, dalam perkara tersebut terjadi perbuatan
pencabulan yang dilakukan oleh Ram Jafar alias Muksin alias Tebok yang
membujuk korbannya yaitu beberapa anak perempuan bernama Adinda
Zahratussia, Nova Citra Istiani, dan Khalimatus Shalihah, dengan memberi dan
mengiming-imingi mereka uang dan telur lilit, oleh karenanya perbuatan
terdakwa terbukti memenuhi dakwaan Pasal 81 ayat (1), (3), dan Pasal 82 ayat
(1), (2) Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
1.Indonesia,Undang-undang tentang Pengadilan Anak, Nomor 3 Tahun 1997 tentangPengadilan Anak
undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Hal tersebut
mendorong penyusun untuk meneliti Putusan Nomor 326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr
apakah sudah sesuai atau belum dalam skripsi yang berjudul “PENERAPAN
SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PERBARENGAN TINDAK
PIDANA PENCABULAN ANAK DI BAWAH
UMUR (Analisis Putusan Nomor 326/Pid.SUS/2016/PN.Mataram)
Adapun rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah
tentang bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku
perbarengan tindak pidana pencabulan anak di bawah umur dan pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku perbarengan tindak
pidana pencabulan anak di bawah umur dalam putusan hakim
NO.326/Pid.SUS/2016/PN.Mtr.
Tujuannya untuk mengetahui penerapan sanksi pidana terhadap pelaku
perbarengan tindak pidana pencabulan anak dibawah umur dan pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku perbarengan
tindak pidana pencabulan anak dibawah umur tersebut dalam putusan
hakim NO.326/Pid.SUS/2016/PN.Mtr. Manfaatnya yaitu, bagi
akademis untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat Strata Satu
(S1) Program studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram.
Bagi teoritis yaitu dapat memberi sumbangan atau kontribusi dalam
pengembangan ilmu hukum khususnya dalam hukum pidana, dan dari segi
praktisnya dapat memberi sumbangan pemikiran kepada aparat penegak
hukum dalam menerapkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
perbarengan tindak pidana.
Adapun metode penelitiannya yakni dengan menggunakan jenis
penelitian hukum normatif, teknik pendekatan perundang-undangan (ststue
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan
kasus (case approach), sumber dan jenis bahan hukum dengan mengggunakan
bahan hukum primer, sekunder dan tersier dengan teknik pengumpulan bahan
studi dokumen kepustakaan (Library research). Kemudian diolah dan
dianalisis dengan analisis kualitatif dengan cara berfikir deduktif.
II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perbarengan tindak pidana
pencabulan anak di bawah umur dalam putusan pidana
No.326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr
1. Posisi Kasus
Bahwa terdakwa Ram Jafar alias Muksin alias Tebok pada hari dan
bulan yang sudah tidak dapat diingat lagi sekitar bulan Agustus 2015 atau
setidak-tidaknya pada waktu tertentu di tahun 2015 bertempat di rumah
orang tua terdakwa di dusun Cengol Desa Sesela Kecamatan Gunung Sari
Kabupaten Lombok Barat atau setidak-tidaknya pada tempat tertentu yang
masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Mataram,
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan
persetubuhan dengannya, dan melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian
kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pada waktu dan tempat sebagaimana yang terurai di atas berawal
ketika saksi Adinda Zahratussita sehabis sekolah diajak terdakwa untuk
bermain di rumah orang tua terdakwa dengan mengiming-imingi uang
sebesar Rp.2.000 (dua ribu rupiah), setelah dikamar terdakwa menyuruh
Adinda Zahratussita dengan cara terdakwa menarik tangan saksi Adinda
Zahratussita dan disuruh tidur terlentang di atas kasur lalu terdakwa
memegang-megang Vagina saksi Adinda Zahratussita yang mana pada
saat itu saksi Adinda Zahratussita masih menggunakan celana dalam, tidak
lama kemudian terdakwa memeloroti celana dalam saksi, pada saat saksi
Adinda Zahratussita berteriak dan menangis terdakwa mencubit pipi
kanan dan mengancam agar diam dan tidak berteriak kemudian setelah
alat kelamin terdakwa menegang lalu terdakwa memasukkan alat kelamin
milik terdakwa ke Vagina saksi Adinda Zahratussita sebanyak kurang
lebih 2 (dua) sampai 3 (tiga) kali hingga terdakwa mengeluarkan sperma;
Selanjutnya pada waktu dan tempat sebagai terurai di atas
terdakwa juga melakukan hal yang sama terhadap saksi korban Nova Citra
Istiani dengan mengiming-imingi uang sebesar Rp.5.000,- (lima ribu
rupiah), namun terdakwa tidak mengeluarkan sperma.
Kemudian pada waktu dan tempat sebagaimana terurai di atas pula
terdakwa melakukan hal yang serupa seperti dua saksi korban tersebut di
atas, tetapi untuk saksi korban atas nama Khalimatun Sholihah ini
terdakwa tidak sampai memasukkan alat kelaminnya, melainkan sebatas
memasukkan jari tengah kanannya kedadam vagina Khalimatun Shalihah
sebanyak 3 (tiga) kali.
Dakwaan Penuntut Umum
Dalam perkara ini terdakwa didakwa dengan Pasal 81 ayat (1) dan
(2) No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang RI No.23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak jo. Pasal 64 KUHP dan Pasal 82
ayat (1) dan (2) No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang
RI No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang semua unsur dari
masing-masing Pasal telah terpenuhi. Sehingga Penuntut umum menuntut
terdakwa dengan menjatuhkan pidana terhadap Ram Jafar alias Muksin
alias Tebo dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dengan
dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan denda
Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), subsidair 3 (tiga) bulan
kurungan.
Analisa Penyusun
Mengenai perbuatan terdakwa dalam perkara ini, seperti yang
telah terurai pada kasus posisi bahwa menurut penyusun benar terdakwa
telah melakukan perbuatan pencabulan, dan mengenai perbarengan tindak
pidananya penuntut umum sudah benar dengan menggunakan Pasal 64
sebagai perbuatan berlanjut dalam dakwaan kesatu, namun dalam
dakwaannya penuntut umum tidak menerangkan hubungan antara
perbuatan terdakwa dalam perkara sekarang dengan perbuatan terdakwa
dalam 2 (dua) perkara terdahulu, dimana antara perbuatan terdakwa dalam
perkara sekarang dengan perbuatan terdakwa dalam 2 (dua) perkara
terdahulu merupakan perbarengan tindak pidana yang berdiri sendiri
sehingga penuntut umum juga seharusnya menjongctokan Pasal 82 ayat
(1) Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dalam
dakwaan kedua itu dengan Pasal 65 KUHP sebagai perbarengan tindak
pidana atau Concursus Realis,dimana perkara sekarang dengan perkara
terdahulu merupakan perbuatan sejenis yang dilakukan oleh terdakwa
dalam waktu yang tidak jauh berbeda, yakni antara bulan April 2015
dengan bulan Agustus 2015. Dalam menggali atau menyelidiki perbuatan
terdakwa dalam perkara yang terdahulu dengan perbuatan terdakwa dalam
perkara yang sekarang penuntut umum tidak jeli sehingga penuntut umum
dalam perkara terdahulu hanya mengungkap perbuatan terdakwa dalam 2
(dua) perkara saja, tidak menemukan indikasi adanya hubungan antara
perbuatan terdakwa dalam 2 (dua) perkara terdahulu dengan perbuatan
terdakwa dalam perkara yang sekarang sehingga penuntut umum hanya
mendakwa terdakwa dengan 2 (dua) perkara yang penuntut umum
temukan waktu itu saja.
Selanjutnya mengenai pertanggung jawaban dan kesalahan
terdakwa, sebagaimana pertimbangan-pertimbangan hakim dalam perkara
ini bahwa terdakwa telah memenuhi unsur dari setiap orang dalam Pasal-
pasal yang dikenakan, dimana terdakwa adalah subjek hukum yang cakap
secara hukum dalam mengemban hak dan kewajiban, dan majelis hakim
juga tidak menemukan alasan pembenar dan atau pemaaf dalam fakta
yang terungkap di depan persidangan sehingga penyusun berpendapat
bahwa pertimbangan majelis hakim sudah tepat dalam hal ini dan
terdakwa telah terbukti memilki kesalahan yang terdakwa telah akui
sendiri dan tidak bisa dipungkiri karena semua bukti jelas telah mengarah
pada kesalahan terdakwa.
Kemudian mengenai hukuman yang dikenakan terdahap
terdakwa dalam putusan majelis hakim sebagaimana yang telah diatur dan
ditentukan dalam masing-masing Pasal yang dilanggar oleh terdakwa
yakni Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 82 ayat (2) Undang-undang No.35
Tahun 2014 yang mana Pasal 81 nya dijungctokan dengan Pasal 64 KUHP
dalam perkara ini juga sudah sesuai. Karena semua uraian dari perbuatan
yang dilakukan oleh terdakwa sesuai dengan unsur-unsur dari masing-
masing Pasal tersebut.
Dimana hukuman yang harus dikenakan terhadap terdakwa
sesuai dengan perbuatannya dalam perkara ini adalah hukuman penjara
minimal 1 hari dan maksimal 15 tahun penjara dan hukuman denda
maksimal Rp.5.000.000.000 (lima milyar rupiah) untuk ukuran hukuman
penjara dalam waktu tertentu ditambah dengan sepertiga sebagai
pemberatan dan kurungan pengganti denda selama-lamanya adalah 5
(lima) bulan kurungan dan 8 (delapan) bulan untuk kurungan pengganti
paling lama apabila perbuatanya termasuk dalam perbarengan,
pengulangan atau karena ditentukan lain dalam Pasal 52 KUHP.
Dalam tuntutan penuntut umum terdakwa telah dituntut dengan
hukuman penjara selama 15 (lima belas) tahun dan subsidair selama 3
(tiga) bulan, maka menurut penyusun tuntutan penuntut umum tidak
sesuai dengan aturan Pasal yang telah dilanggar oleh terdakwa, dimana
seharusnya karena perbuatan terdakwa masuk dalam perbarengan tindak
pidana maka sesuai dengan aturan yang boleh dikenakan terhadap
terdakwa adalah dengan hukuman penjara maksimal 15 (lima belas) tahun
ditambah sepertiga menjadi 20 (dua puluh) tahun dan denda sebesar
Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah) ditambah Rp.4.000.000.000 (empat
milyar rupiah) sehingga memenuhi denda maksimal dan subsidair 5 (lima)
bulan kurungan ditambah 3 (tiga) bulan sebagai pemberat menjadi 8
bulan, mengingat perbuatan terdakwa sudah meresahkan masyarakat,
merugikan orang lain, membuat masa depan anak menjadi suram dan
menimbulkan banyak korban, sehingga penyusun berpendapat seharusnya
demikian hukuman yang pantas dikenakan terhadap terdakwa dalam
tuntutan penuntut umum.
kembali mengigat pertimbangan dari majelis hakim dimana
dalam persidangan telah diperoleh fakta hukum bahwa terdakwa sebelum
diajukan ke persidangan dalam perkara ini ternyata telah juga diajukan ke
persidangan Pengadilan Negeri Mataram sebanyak dua kali karena tindak
pidana lain yang sama dengan tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa dalam perkara ini dan telah dinyatakan terbukti bersalah masing-
masing dalam perkara pidana Nomor 551/Pid.Sus/2015/PN.Mtr dengan
hukuman penjara 9 (sembilan) tahun dan denda sebesar
Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan
kurungan, dan perkara pidana Nomor 223/Pid.Sus/2016/PN.Mtr dengan
hukuman penjara selama 11 (sebelas) tahun dan denda sebesar
Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan
kurungan. dimana dalam perkara terdahulu terdakwa telah dijatuhi
hukuman penjara maksimal ditambah sepertiga menjadi 20 (dua puluh)
tahun dan denda sebesar Rp.160.000.000.000.000 subsidair 5 (lima) bulan
kurungan, sehingga dalam perkara ini majelis hakim menerapkan
hukuman penjara nihil terdahap terdakwa, denda sebesar
Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan kurungan pengganti selama 3
(tiga) bulan, karena tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dalam
dua perkara terdahulu tersebut adalah tindak pidana yang sama dengan
tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa dalam perkara ini yang
diancam dengan hukuman pokok yang sejenis dan dilakukan oleh
terdakwa berbarengan dengan tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa dalam perkara ini karena dilakukan dalam waktu yang hampir
bersamaan. Sehingga menurut penyusun hakim telah tepat menjatuhkan
hukuman dalam putusannya.
B. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku
Perbarengan Tindak Pidana Pencabulan Anak di bawah Umur Dalam
Putusan Pidana NO; 326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr
1. Pertimbangan hakim dalam putusan No;326/Pid.Sus/2016/PN Mtr.
a. Pertimbangan Yuridis
Fakta-fakta yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam
perkara ini sebagaimana yang telah diajukan, diantaranya yakni barang
bukti berupa baju dan celana, keterangan saksi-saksi yang telah
disumpah menurut agama dan kepercayaanya masing-masing yang pada
pokoknya menerangkan bahwa benar terdakwa telah melakukan
persetubuhan dan pencabulan terhadap Adinda Zahratussita, Nova Citra
Istiani dan Khalimatusshalihah. Kemudian keterangan terdakwa yang
pada pokoknya membenarkan dan tidak membantah keterangan yang
diberikan oleh para saksi, mengakui terus terang perbuatannya, dan
pernah melakukan perbuatan yang sama pada 2 (dua) orang anak
sebelumnya, dimana salah satunya merupakan anak kandung terdakwa.
Menimbang bahwa terdakwa diajukan oleh penuntut umum
dengan surat dakwaan komulatif, Pasal 76 D jo Pasal 81 Undang-
undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak jo Pasal 64
ayat (1) KUHP dan Pasal 76 E Jo Pasal 81 Undang-undang nomor 35
tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang semua unsur-unsurnya
telah terbukti.
Selanjutnya, selain membuktikan unsur-unsur dalam dakwaan
penuntut umun majelis hakim juga perlu mempertimbangkan hal-hal
sebagaimana yang telah dinyatakan terdakwa bahwa sebelumnya ia juga
pernah melakukan perbuatan yang sama terhadap dua orang korban
sebagai alasan pemberat, dimana masing-masing dalam perkara pidana
Nomor 551/Pid.Sus/2015/PN.Mtr dan Nomor 223/Pid.Sus/2016/PN.Mtr.
Selanjutnya untuk dua perkara tersebut terdakwa oleh majelis hakim
telah dijatuhi pidana penjara masing-masing dalam perkara Nomor
551/Pid.Sus/2015/PN.Mtr dengan pidana penjara selama 9 (sembilan)
tahun dan denda sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dapat dibayar diganti dengan
pidana kurungan selama 3 tiga bulan, dan dalam perkara Nomor
223/Pid.Sus/2016/PN.Mtr dengan pidana penjara selama 11 (sebelas)
tahun dan denda sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah)
dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dapat dibayar diganti
dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
Menimbang bahwa oleh karena ternyata baik dua perkara
terdahulu maupun dalam perkara ini perbuatan terdakwa diancam
dengan hukum pokok yang sama yakni pidana penjara minimal 5 (lima)
tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun dan denda maksimal
Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan perbuatan-perbuatan
tersebut dilakukan dalam waktu yang hampir bersamaan
Menimbang bahwa oleh karena perkara-perkara terdahulu
terdakwa telah dijatuhi pidana kurungan pengganti denda selama 5
(lima) bulan, maka sesuai ketentuan Pasal 30 ayat (5) dan ayat (6),
lamanya pidana kurungan pengganti denda maksimal yang dapat
dijatuhkan kepada terdakwa dalam perkara ini adalah delapan bulan
dikurangi lima bulan menjadi tiga bulan.
Menimbang, bahwa oleh karena kepada terdakwa telah dijatuhi
pidana maksimum ditambah sepertiga sebagai alasan pemberat, dan
dalam perkara ini tidak dapat dijatuhi pidana penjara lagi, maka majelis
hakim merasa tidak perlu lagi mempertimbangkan alasan-alasan yang
memberatkan dan meringankan hukuman bagi terdakwa.
4. Analisa Penyusun
Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan harus
mencerminkan rasa keadilan baik bagi korban maupun bagi terdakwa.
Hakim harus benar-benar mempertimbangkan dari segi yuridis dan non
yuridis atau sosialnya. Untuk menentukan bahwa terdakwa terbukti
bersalah atau tidak dalam menjatuhkan putusan, Hakim harus
berpedoman pada ketentuan Pasal 183 KUHAP yang berbunyi;2
‘’Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorangkecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah iamemperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadidan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya’’
Sebagaimana yang telah dibahas dalam pembahasan, bahwa
pertimbangan yuridis seorang hakim harus berdasarkan pada fakta-fakta
2.Indonesia Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Pasal 183 LNNo.76 Tahun 1981
yang terungkap dalam persidangan, antaranya melalui bukti-bukti yang
diajukan di persidangan, keterangan-keterangan saksi, pengakuan
terdakwa, dakwaan penuntut umum dan Pasal-pasal dalam peraturan
hukum pidana yang bersangkutan dengan perkara yang diajukan.
Alat Bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 ayat
(1) KUHAP terdiri dari;3
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
Dalam perkara ini alat bukti yang sah untuk dijadikan sebagai
bahan pertimbangan bagi Hakim, yakni keterangan saksi, keterangan ahli,
dan keterangan terdakwa. Selain itu juga dihubungkan dengan barang
bukti yang diajukan dalam persidangan. Kesesuaian antara masing-masing
alat bukti serta barang bukti, maka akan diperoleh fakta hukum yang
menjadi dasar bagi Hakim untuk memperoleh keyakinan. Berdasarkan
ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, penyusun menganggap bahwa
keseluruhan alat bukti yang diajukan kepersidangan berupa keterangan
saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa menunjukkan kesesuaian
satu sama lain. Sehingga semua dakwaan dari penuntut umum telah
3 . Indonesia Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
terbukti, kesesuaian antara barang bukti, keterangan saksi, keterangan ahli,
keterangan terdakwa dengan dakwaan penuntut umum membuktikan
bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dihadapan
persidangan.
Selanjutnya mengenai pertimbangan sosiologis atau non yuridis
hakim tentang hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Sebagaimana hal-hal yang memberatkan dan meringankan yang
dibenarkan oleh undang-undang bagi hakim dalam menjatuhkan putusan
antaranya :
Hal-hal yang memberatkan dalam perkara ini;
a. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan merugikan orang lain;
b. Perbuatan terdakwa telah membuat masa depan anak selaku generasi
penerus bangsa menjadi suram;
c. Perbuatan terdakwa telah mengakibatkan banyak korban;
d. Terdakwa sudah pernah di hukum;
Hal-hal yang meringankan;
a. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya;
b. Terdakwa berlaku sopan selama persidangan;
Mengenai pertimbangan sosiologis atau non yuridis dalam perkara
ini hakim tidak terlalu begitu memperhatikannya, seperti keadaan
terdakwa dalam melakukan tindak pidana dalam perkara ini, bagaimana
pandangan masyarakat terhadap perbuatan terdakwa, bagaimana sosial
budaya yang ada di lingkungan terdakwa, dan sebagainya.
Sebagaimana putusan dalam perkara ini mengenai hal-hal yang
memberatkan mejelis hakim hanya menggunakan pertimbangan bahwa
terdakwa sudah pernah dihukum, mengingat bahwa terdakwa sudah
dijatuhi hukuman terberat ditambah sepertiga sehingga alasan-alasan
pemberat lainnya tidak diperhatikan, padahal perbuatan terdakwa telah
meresahkan masyarakat dan merugikan orang lain, membuat masa depan
anak selaku generasi penerus bangsa menjadi suram, dan perbuatan
terdakwa telah mengakibatkan banyak korban.
Selanjutnya pertimbangan hakim mengenai hal-hal yang
meringankan hukuman bagi terdakwa, dalam peraktek apabila ditemukan
hal-hal yang meringankan bagi terdakwa maka biasanya majelis hakim
tidak akan memutus pidana maksimal terhadap terdakwa. Hal tersebut
dapat dibenarkan karena hakim memiliki kekuasaan yang absolut dalam
memutus suatu perkara. Namun dalam perkara ini hakim tidak
menggunakan hal-hal yang meringankan hukuman bagi terdakwa karena
dirasa tidak perlu, mengingat terdakwa sudah dijatuhi hukuman terberat
ditambah sepertiga pada perkara terdahulu. Menurut penyusun seharusnya
hakim harus tetap mempertimbangkan alasan-alasan yang meringankan
bagi terdakwa, sebagai bentuk sikap adil seorang hakim dalam
memperhatikan kepentingan terdakwa, karena sesalah-salahnya seseorang,
ia tetap memiliki hak untuk mendapatkan rasa keadilan dan perlindungan.
Kemudian penjatuhan hukuman dalam putusan hakim pada
perkara ini menurut penyusun hakim menggunakan tujuan pemidanaan
yakni untuk memberikan balasan terhadap kesalahan terdakwa, bukanlah
sebagai salah satu alat untuk memperbaiki diri terdakwa. Putusan hakim
hanya mengacu pada teori pemidanaan absolut, tidak mengacu
berdasarkan pada teori pemidanaan relatif yang melihat bahwa
pemidanaan bukanlah sebagai alat untuk membalas perbuatan terdakwa
melainkan untuk memperbaiki diri terdakwa agar tidak melakukan tindak
pidana lagi, maka untuk itu hakim tidak melihat alasan-alasan yang
meringankan hukuman bagi terdakwa.
Berdasarkan uraian pertimbangan-pertimbangan majelis hakim
dalam menjatuhkan hukuman pada perkara ini, penyusun berpendapat
bahwa majelis hakim telah menggunakan dan menerapkan Pasal yang
berkenaan dengan perkara ini dengan tepat. Namun mengenai
pertimbangan-pertimbangan dalam hal-hal yang memberatkan,
meringankan dan pertimbangan sosiologisnya majelis hakim tidak
menggunakan pertimbangan secara menyeluruh dari segala sisi agar
pertimbangan hakim benar-benar memiliki dasar yang kuat, dapat
dipegang dan dirasa adil bagi terdakwa, majelis hakim terlalu
menyepelekan pertimbangan-pertimbangan lainnya dengan lebih berfokus
pada hal-hal yang memberatkan kemudian perpendapat bahwa alasan-
alasan pemberat itu dengan sendirinya telah menggugurkan alasan-alasan
yang meringankan bagi terdakwa, sehingga majelis hakim terkesan seperti
tidak memperhatikan rasa keadilan bagi terdakwa namun lebih berfokus
pada rasa keadilan bagi para korban, sehingga sebagai seorang hakim
dalam persidangan ini majelis hakim seerti hanya berfungsi sebagai hakim
untuk para korban, bukan berfungsi sebagai hakim yang bertugas
memberikan keadilan untuk kedua belah pihak, baik korban maupun
terdakwa.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perbarengan tindak pidana
pencabulan anak di bawah umur dalam perkara pidana
no;326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr sudah tepat, dengan menerapkan
hukuman penjara nihil terhadap terdakwa, karena terdakwa sudah
dijatuhi pidana penjara maksimal dengan ditambah sepertiga dalam
perkara terdahulu. Namun dalam dakwaannya, Jaksa atau Penuntut
umum keliru menerapkan Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagai tindakan
berlanjut, dimana tindakan terdakwa tersebut tidak masuk dalam
tindak pidana berlanjut, melainkan merupakan tindak pidana yang
berdiri sendiri atau Concursus Realis, sehingga Penuntut Umum
seharusnya menggunakan Pasal 65 KUHP dalam dakwaannya.
2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap putusan
No: 326/Pid.Sus/2016/PN.Mtr kurang tepat, karena dalam
menjatuhkan putusan, hakim tidak memberikan pertimbangan yang
bersifat menyeluruh, baik dari segi sosiologis maupun pertimbangan-
pertimbangan lain yang dapat menjadi alasan pemberat maupun
meringankan bagi terdakwa. Sedangkan mengenai penjatuhan
hukuman hakim sudah menjatuhkan putusan yang tepat terhadap
terdakwa dengan turut menghitung dan mempertimbangkan perbuatan
terdakwa dalam perkara No.551/Pid.Sus/2015/PN.Mtr dan perkara No
223/Pid.Sus/2016/ PN.Mtr.
B. Saran
1. Penuntut umum diharapkan agar lebih teliti, jeli dan cermat dalam
menyusun surat dakwaan yang menjadi dasar pertimbangan hakim
dalam sidang pengadilan. Salah satu hal yang harus diperhatilan oleh
penuntut umum dalam merumuskan surat dakwaan adalah
penggolongan tindak pidana yang ditangani dengan menelaah segala
hal yang berhubungan dengan kasus, sehingga perkara-perkara yang
dimuatkan dalam dakwaannya tidak rancu agar jelas peradilannya.
2. Hakim dalam pertimbangannya diharapkan agar lebih bijaksana
menggunakan kompetensi dan kapasitasnya memberikan
pertimbangan-pertimbangan sehingga tercapainya rasa keadilan bagi
para pihak, baik bagi korban maupun bagi terdakwa.
DAFTAR PUSTAKA
.M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP,Jakarta,Sinar Grafika.
Santoso Topo, dan Zulfa Eva Achjani,2001,Kriminologi,PT Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Indonesia, Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara PidanaPasal 183 LN No.76 Tahun 1981
.Indonesia,Undang-undang tentang Pengadilan Anak, Nomor 3 Tahun 1997tentang Pengadilan Anak