junal awal formalin
TRANSCRIPT
PENENTUAN KADAR FORMALIN
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE
I. TUJUAN
Menetapkan kadar formalin dengan metode spektrofotometri visibel
II. DASAR TEORI
Spektrofotometri UV-VIS termasuk salah satu metode analisis instrumental
yang frekuensi penggunaannya paling banyak dalam laboratorium analisis.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif ( Widjaja dkk, 2008).
Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV
dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV
dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah
menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu
photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Untuk sistem
spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer digunakan.
Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna juga
untuk sampel tak berwarna (Riyadi, 2009).
Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum
Lambert-Beer, yaitu:
A = - log T = - log It / Io = ε . b . C
Dimana :
A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur
T = Transmitansi
I0 = Intensitas sinar masuk
It = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Koefisien ekstingsi
b = Tebal kuvet yang digunakan
C = Konsentrasi dari sampel (Gandjar dan Rohman, 2010).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan
spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna
yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visible karena senyawa tersebut
harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna (Gandjar dan
Rohman, 2010). Beberapa tahapan yang harus diperhatikan meliputi:
1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis
Hal ini diperlukan bila senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada
daerah tersebut. Senyawa harus diubah atau direaksikan dengan pereaksi tertentu
dengan syarat reaksinya selektif dan sensitive, reaksinya cepat, kuantitatif, dan
reprodusibel, serta hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama. Keselektifan
dapat dinaikkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent, atau
penggunaan teknik ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2010).
2. Waktu operasional
Cara ini biasanya digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau
pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang
stabil (Gandjar dan Rohman, 2010).
3. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Alasan digunakannya
panjang gelombang maksimal adalah pada panjang gelombang ini kepekaannya
maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum
Lambert-Beer akan terpenuhi, serta juka dilakukan pengukuran ulang maka
kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan
sangat kecil (Gandjar dan Rohman, 2010).
4. Pembuatan kurva baku
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y)
dengan konsentrasi (x). Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi, maka kurva baku
berupa garis lurus (Gandjar dan Rohman, 2010).
5. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau
0,5% (kesalahan fotometrik) (Gandjar dan Rohman, 2010).
Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis
menggunakan spektrofotometer adalah:
a) Serapan oleh pelarut
Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi
matrik selain komponen yang akan dianalisis.
b) Serapan oleh kuvet
Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa.
Dibandingkan dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan kualitas
yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet
ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk
tempat blangko dan sampel. (Tahir, 2008)
c) Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi
sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan
konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui
pengenceran atau pemekatan). Sama seperti pHmeter, untuk mengatasi kesalahan
pada pemakaian spektrofotometer UV-Vis maka perlu dilakukan kalibrasi.
Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan menggunakan
blangko:
Setting nilai absorbansi = 0
Setting nilai transmitansi = 100 %
Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis ini maka
akan membantu pemakai untuk memperoleh hasil yang akurat dan presisi.
Penentuan kalibrasi dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang
digunakan dalam sampel) dengan kuvet yang sama.
b. Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses
kalibrasi.
c. Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu
macam panjang gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit
(Tahir, 2008).
Menurut Dolaria, dkk (2007), formalin merupakan larutan yang terdiri atas
37% formaldehide dalam air. Kesalahan yang sering terjadi adalah menyebutkan
formalin sebagai formaldehide. Formaldehide ini merupakan senyawa dalam
bentuk gas, oleh karena itu, formalin (bentuk cair) bukan merupakan formaldehid.
Formalin merupakan bentuk hidratasi hampir sempurna dari formaldehide,
sehingga terjadi reaksi kesetimbangan bolak-balik antara formaldehide dan
metanadiol (hidratasi formaldehide) Formalin dapat bereaksi membentuk warna
dengan pereaksi Nash pada metode analisis formalin. Oleh karenanya, analisis
spektrofotometer visible dapat dijadikan sebagai metode standar untuk pengujian
formalin.