jesslyn,daftar isi prakata xi kata pengantar 1 ucapan terima kasih 3 dari dalam lubuk hati saya 5...

30

Upload: others

Post on 30-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Saya sangat bersyukur Tuhan menghadirkan buku ini di dalam hidup saya di mo-

    men yang paling saya perlukan dengan mengajarkan bagaimana beroleh relasi yang

    intim dan kesatuan dengan Tuhan. Melalui devosi pribadi, Firman-Nya memampu-

    kan saya untuk bertahan dalam menghadapi pergumulan sehari-hari dan terus meng-

    ingatkan bahwa ada pengharapan yang tidak mengecewakan di dalam Kristus Yesus.

    —Jesslyn, 34 tahun, istri dari Steven, ibu dari 3 anak (8 tahun, 5 tahun, 2 tahun dan

    bayi dalam kandungan)

    Lahir di sebuah keluarga Kristen, saat teduh adalah sebuah kosakata yang sudah

    sering saya dengar. Saya dulu sering menganggap saat teduh sebagai “beban” dan

    salah satu daftar dari kegiatan yang harus saya kerjakan di dalam keseharian saya.

    Tuhan memberikan kesempatan untuk bersama-sama belajar dari buku Tempat Per-

    hentian yang Tenang. Saya sekarang memahami bahwa saat teduh bukanlah “tuntutan”

    dari Allah yang dingin dan jauh adanya, tetapi lebih merupakan sebuah panggilan

    untuk datang ke hadirat-Nya dan bersekutu secara dekat dan intim bersama-Nya.

    —Lia Wong, 41 tahun, istri dari Tomeo, ibu dari 2 anak (9 tahun dan 7 tahun)

    Sebagai seorang ibu yang ketika itu baru saja memiliki anak pertama, kehidupan

    saat teduh bukanlah hal yang saya prioritaskan di tengah kesibukan dan kelelahan

    fisik. Namun di dalam anugerah-Nya, Tuhan memakai buku Tempat Perhentian yang

    Tenang yang kami pakai di gereja kami untuk mengubah hidup saya. Saya belajar

    bahwa Tuhan menciptakan saya sebagai manusia yang kebutuhan utamanya adalah

    untuk berelasi dengan Sang Pencipta secara dekat dan intim. Melalui saat teduh

    jugalah, saya semakin mengenal Tuhan yang mengasihi saya secara pribadi, yang

    tak berhenti memberikan kekuatan serta sukacita dan yang terutama adalah telah

    memberikan Diri-Nya bagi saya. Oh sungguh Pribadi yang mulia!

    —Christine Heng, 34 tahun, istri dari Albert, ibu dari 1 anak (3 tahun dan bayi dalam

    kandungan)

    Setelah membaca buku ini, saat teduh bukan lagi menjadi suatu hal yang monoton,

    melainkan menjadi suatu sarana di mana saya bisa bertemu Tuhan secara pribadi.

    Saya belajar melalui saat teduh, bagaimana Tuhan menyatakan dosa-dosa saya dan

    memperbaharui iman saya hari demi hari. Sekarang saat teduh menjadi suatu sum-

    ber kekuatan bagi saya menghadapi kesibukan dan pergumulan setiap harinya.

    —Yurike, 41 tahun, istri dari Herry, ibu dari 2 anak (12 tahun dan 5 tahun)

    Salah satu bagian yang menarik di dalam buku ini adalah mengungkapkan hal-hal

    yang sering dijadikan alasan sehari-hari untuk tidak melakukan hubungan yang

    intim dengan Tuhan melalui kehidupan saat teduh, misalnya, seperti tidak mempu-

    nyai waktu, terlalu lelah, atau tidak ada keinginan untuk bersaat teduh. Atau sering

    kali justru terjebak dalam rutinitas bersaat teduh itu tanpa adanya kesukacitaan,

    hanya sebagai ritual saja supaya merasa sudah melakukan “tugas” sebagai orang

    Kristen serta masih banyak alasan lain yang dibahas di dalamnya.

    —Diana Adijaja, 42 tahun, istri dari Norman, ibu dari 2 anak (9 tahun dan 6 tahun)

  • Tempat Perhentian yang Tenang

  • Tempat Perhentian

    yang Tenang

    Menemukan Keintiman dengan Allah melalui Kehidupan Devosional Sehari-Hari

    Nancy Leigh DeMoss

    Penerbit Momentum

  • Tempat Perhentian yang Tenang: Menemukan Keintiman dengan Allah melalui Kehidupan Devosional Sehari-Hari Oleh: Nancy Leigh DeMoss Penerjemah: Christine Heng, Diana Adidjaja, Jesslyn, Silviane Wy Editor: Lia Wong, Soemitro Onggosandojo Pengoreksi: Yosephin Widhi A. Tata Letak: Djeffry Imam Desain Sampul: Patrick Serudjo Penyelia Akhir: Djeffry Imam

    This book was first published in the United States by Moody Publishers, 820 N. LaSalle Boulevard; Chicago, IL 60610 with the title A Place of Quiet Rest: Finding Intimacy with God Through A Daily Devotional Life copyright © 2000 by Nancy Leigh DeMoss. Translated by permission. All rights reserved.

    Hak cipta terbitan bahasa Indonesia © 2019 pada Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature) Andhika Plaza C/5–7, Jl. Simpang Dukuh 38–40, Surabaya 60275, Indonesia. Telp.: +62-31-5323444; Faks.: +62-31-5459275 e-mail: [email protected] website: www.momentum.or.id

    Perpustakaan: Katalog dalam Terbitan (KDT)

    DeMoss, Nancy Leigh, Tempat perhentian yang tenang: menemukan keintiman dengan Allah melalui kehidupan devosional sehari-hari / Nancy Leigh DeMoss; penerjemah, Christine Heng, et al.; Surabaya: Momentum, Cetakan 2020. xii + 240 hlm.; 24 cm. ISBN 978-602-393-115-6 1. Wanita Kristen—Kehidupan Religius 2. Kehidupan Rohani—Kekristenan

    2020 248.8

    Terbit pertama: Juni 2020

    Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian

    atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari

    penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi, atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah

    tidak sampai satu bab.

  • Untuk Tuhan Yesus-ku yang terkasih.

    Engkau adalah “yang tertinggi di antara sepuluh ribu”

    dan “sama sekali indah.”

    “Para sahabat mendengarkan suara-Mu:

    membuatku mendengarnya.”

  • Yesus, Engkau Sukacita hati yang penuh kasih,

    Engkau Sumber kehidupan,

    Engkau Cahaya manusia,

    Dari kebahagiaan terbaik yang bumi berikan,

    Kami berpaling kepada-Mu lagi.

    Kami merasakan Engkau, oh Roti hidup,

    Dan ingin merayakannya sampai sekarang;

    Kami minum dari-Mu, Sumber air,

    Dan kehausan jiwa kami Engkau puaskan.

    BERNARD dari CLAIRVAUX

  • Daftar Isi

    Prakata xi

    Kata Pengantar 1

    Ucapan Terima Kasih 3

    Dari dalam Lubuk Hati Saya 5

    BAGIAN PERTAMA: Prioritas dari Kehidupan Devosional 11

    1. Satu Hari di dalam Kehidupan Tuhan 13

    2. Diciptakan untuk Keintiman 25

    BAGIAN KEDUA: Tujuan Kehidupan Devosional 39 3. Kehidupan Rohani 41

    4. Perjalanan yang Kasat Mata 57

    BAGIAN KETIGA: Pola Kehidupan Devosional 77 5. Memulai Devosi 79

    BAGIAN KEEMPAT: Masalah Kehidupan Devosional 95 6. Hal yang Sulit bagi Saya Adalah … 97

    BAGIAN KELIMA: Praktik Kehidupan Devosional 121 SUBBAGIAN 1: Menerima Firman-Nya 123

    7. Keajaiban Firman Tuhan 125

    8. Menyelam ke dalam Firman: Telinga yang Mendengarkan 143

    9. Menyerap Firman Itu dalam Dirimu: Pikiran yang Belajar 161

    SUBBAGIAN 2: Menanggapi Firman-Nya 183

    10. Keharuman Puji-Pujian: Hati yang Mengasihi 185

    11. Hak Istimewa Doa: Suatu Seruan Kerinduan 205

  • T E MP AT P ER H E N T I A N Y AN G T E N A N G x

    BAGIAN KEENAM: Hasil Kehidupan Devosional 223

    12. Membudidayakan Kebun dalam Hati 225

    Apendiks 239

    Dari Lubuk Hati …

    Elisabeth Elliot 23

    Nancy Wilson 36

    Sandy Smith 55

    Mary Madeline Whittinghill 74

    Vonette Bright 93

    Barbara Rainey 118

    Tina Novriel 140

    Jennie Ellif 158

    Tex Tippit 181

    Kay Arthur 204

    Jeanne Seaborn 221

    Joni Eareckson Tada 237

  • Prakata

    Pembaca yang dikasihi Kristus,

    Tidaklah mudah mendapatkan sebuah buku yang membahas pergumulan-

    pergumulan khusus yang dialami oleh kaum wanita. Buku Tempat Per-

    hentian yang Tenang ini bertujuan menuntun setiap wanita menjalani kehi-

    dupan yang intim dengan Allah melalui kehidupan devosional setiap hari,

    membawa Anda berjalan dari kekeringan menuju kerinduan bersekutu

    dengan Allah.

    Buku-buku dari Nancy, telah dipakai selama bertahun-tahun dalam

    Pembinaan Alkitab Wanita di gereja kami. Dan selama ini, bahan-bahan

    tersebut sungguh telah dipakai Tuhan memberkati banyak wanita di gereja

    yang kami layani. Kami melihat banyak wanita yang kembali memiliki

    hubungan yang baik dengan Tuhan, mengerti panggilan Allah dalam hidup-

    nya, belajar hidup saleh serta kembali mengasihi suami dan keluarga mere-

    ka secara alkitabiah.

    Nancy DeMoss Wolgemuth, adalah penerus pelayanan radio Gateway

    to Joy dari Elisabeth Elliot—istri misionaris Jim Elliot yang mati martir bagi

    suku Auca di Ekuador. Selain itu, Nancy adalah seorang pendiri dan peng-

    ajar acara Revive Our Heart dan Seeking Him, suatu lembaga yang meng-

    khususkan diri bagi pelayanan wanita tua dan muda, yang memiliki lebih

    dari 1.000 jaringan radio dan online di dunia—seorang yang dipakai Tuhan

    untuk membangkitkan kerohanian wanita pada zaman ini. Ajarannya alki-

    tabiah, tegas, tajam dan mengajarkan kesucian serta kesalehan hidup ke-

    luarga yang berpusat pada Kristus.

    Dicetaknya buku ini ke dalam Bahasa Indonesia, adalah dengan satu

    motivasi: kami ingin saudara semua mendapatkan berkat yang telah kami

    dapatkan dari Tuhan melalui seri-seri buku ini.

    Kiranya Tuhan membangunkan wanita-wanita dan keluarga Kristen di

    Indonesia untuk hidup bersekutu semakin intim dengan Allah.

    Soli Deo Gloria!

    Pdt. Agus Marjanto, M.Th.

    GRII Sydney, 2020

  • K

    Kata Pengantar Sebelum Anda Mulai …

    ecintaan kepada Tuhan Yesus. Kita semua mendambakannya.

    Ketika datang mendekat kepada Tuhan, setiap orang Kristen ingin

    berada di bawah air terjun sukacita-Nya. Kita ingin agar jantung kita ber-

    detak seirama dengan jantung Tuhan. Jika kita sedih, kita menginginkan

    senyuman-Nya. Jika kita tersesat, kita ingin agar Dia menemukan kita. “T-

    uhan, peluklah aku dengan hasrat yang menguasai dan melebur aku men-

    jadi satu kesatuan dengan Engkau yang tidak pernah terpisahkan. Sibaklah

    surga dan turunlah,” kita memohon; “bukalah pintu hatiku dan ambil-

    alihlah.”

    Naluri kristiani kita mendambakan hal seperti ini. Namun perjalanan

    menuju ke sanalah yang selalu menjadi pergumulan.

    Bagaimanakah kita memulainya? Dengan membuka Alkitab dan

    “mempersilahkan Roh Kudus memimpin”? Mempelajari topik tertentu?

    Menghafalkan satu pasal Alkitab? Memagari diri kita dengan buku-buku

    tafsiran dan kamus Alkitab? (Kami ingin melakukan hal ini dengan benar!)

    Saat teduh yang dibangun dengan cermat bersama Tuhan itu baik, tetapi

    kehidupan saat teduh yang bertumbuh kepada Juruselamat itu lebih baik—

    jauh lebih baik—ketimbang “Lakukan A, B, atau C maka Anda akan menge-

    nal Dia dengan lebih baik.”

    Hubungan pribadi tidak bekerja seperti itu, dan sudah pasti tidak

    demikian jika menyangkut hubungan dengan Allah. Jika kita ingin menge-

    nal lebih dekat dengan seseorang—Allah atau sesama manusia—ini berarti

    menyatukan hati bersama. Belajar cara berkomunikasi. Menemukan suka-

    cita satu sama lain. Memahami isi hati satu sama lain. Hubungan yang kuat

    adalah hubungan yang dibentuk oleh jalinan pengalaman hidup yang

    dihadapi bersama, beberapa di antaranya adalah kebetulan dan spontan,

    dan yang lain terstruktur dan terencana dengan cermat. Hal-hal seperti itu

    menghasilkan keintiman. Mendisiplin diri sendiri untuk menghabiskan

    waktu secara teratur dengan seseorang, bahkan dengan Allah, dapat diatur,

    tetapi itu bukanlah keintiman itu sendiri.

    Tempat Perhentian yang Tenang adalah panduan untuk memperoleh

    keintiman tersebut. Alih-alih sekadar buku panduan yang mengajarkan

  • T E MP AT P ER H E N T I A N Y AN G T E N A N G 2

    cara dan langkah-langkahnya, Nancy Leigh DeMoss memberikan suatu peta

    penunjuk jalan yang sangat baik: panduan penggunaan Alkitab dan nyanyi-

    an pujian, kesaksian, puisi, nasihat, dan hikmat untuk membantu Anda me-

    ngenal dan dikenal oleh Allah. Tempat Perhentian yang Tenang sama sekali

    bukan pendekatan secara mekanis untuk memelihara kehidupan devosio-

    nal dengan Tuhan Yesus; buku ini adalah satu dorongan yang lemah

    lembut namun jelas di setiap halamannya, suatu petunjuk ke arah yang

    benar di setiap bab. Ini adalah buku yang akan membantu Anda untuk ber-

    temu dengan Allah ketika Anda mendorong diri maju ke tempat di mana

    Anda dapat memeluk Juruselamat secara wajar—bukan, secara adikodrati.

    Dan apa yang akan terjadi sewaktu Anda, pada gilirannya, nanti

    memeluk Tuhan dengan hasrat yang menguasai dan meleburkan Anda

    menjadi satu kesatuan yang manis dengan Dia? Bagaimana Anda akan ter-

    pengaruh ketika Anda mengikuti panduan di dalam buku Tempat Perhenti-

    an yang Tenang? Seperti seorang kudus di jaman dahulu pernah berkata,

    sukacitamu akan berapi-api tetapi tidak menyakitkan. Anda akan bersema-

    ngat tetapi tidak mudah meluap-luap. Anda akan cepat di dalam melaku-

    kan sesuatu, tetapi tidak terburu-buru. Bijak, tetapi tidak egois. Tegas dan

    tidak kenal takut, tetapi tidak gegabah. Anda akan memiliki sukacita tanpa

    banyak pamer dan riuh rendah. Jiwa Anda akan tenang, tetapi orang-orang

    di sekitar Anda akan merasakan wibawa dari Allah.

    Seperti itulah tampaknya kecintaan Anda kepada Tuhan Yesus.

    Apakah Anda menginginkannya? Sebaliknya, apakah Anda mengingin-

    kan Dia? Di tangan Anda ada buku panduan yang sangat bagus.

    JONI EARECKSON TADA

  • Ucapan Terima Kasih

    eman-teman saya akan memberi tahu Anda bahwa ketika saya sedang

    berada di tengah-tengah proyek penulisan, terkadang saya terdengar

    seperti mengerang, “Saya sedang melahirkan!”

    Meskipun saya tidak pernah melahirkan bayi jasmaniah, namun saya

    telah diberkati pada dua kesempatan untuk tampil dan memberi semangat

    kepada teman yang melalui proses persalinan yang sulit namun membawa

    berkah.

    Saya tidak tahu seberapa besar saya dapat membantu teman saya.

    Tetapi saya tahu bahwa proses panjang “melahirkan” buku ini telah sangat

    berkurang dengan adanya dorongan dan bantuan dari banyak teman dan

    rekan kerja yang telah mendampingi saya.

    Jim Bell dan tim editorial di Moody Press—Tak lama setelah Tuhan

    menyentuh hati saya untuk mulai menulis (yang enggan saya lakukan),

    kalian datang dan mendesak saya untuk melakukannya. Saya bersyukur

    atas hati kalian untuk menyampaikan pesan ini.

    Carolyn Nystrom—Anda adalah pelatih yang hebat. Saya telah banyak

    belajar dari Anda. Terima kasih atas masukan Anda yang tulus yang

    menjadikan buku ini lebih baik, dan atas semangat baik Anda yang

    membuatnya jadi menyenangkan untuk bekerja bersama.

    Mike, Becca, Monica, Sandra, Gayle, dan Stephen—kalian benar-benar

    tim staf yang luar biasa! Kalian meringankan beban saya dalam banyak

    hal; kalian telah berdoa, melayani, dan memberi tanpa lelah sehingga saya

    dapat berfokus pada tugas ini dengan hanya sedikit gangguan.

    Tim kepemimpinan Life Action Ministries—kalian membebaskan saya

    untuk menulis buku dan mengambil alih banyak tanggung jawab saya di

    pundak kalian sendiri untuk memungkinkan saya menulis. Selama lebih

    dari dua puluh tahun kita telah bekerja bersama di kebun anggur-Nya.

    Kehidupan kalian telah membentuk hidup saya lebih dari yang kalian

    sadari. Saya suka melayani Dia bersama kalian!

    Sahabat-sahabat doa saya yang terkasih—Betapa diberkatinya saya

    memiliki kalian. Saya selalu kagum dengan cara kalian berdiri di samping

    saya dan mengangkat tangan saya di tengah-tengah pergumulan. Saya

    T

  • T E MP AT P ER H E N T I A N Y AN G T E N A N G 4

    tidak bisa membayangkan bagaimana saya bisa bertahan tanpa naungan

    dan perlindungan doa-doa kalian.

    Kepada Anda masing-masing, saya menyatakan rasa berhutang dan

    rasa terima kasih saya yang mendalam. Terima kasih telah hadir di sana

    melalui “persalinan dan kelahiran.” Kita telah melahirkan buku ini ber-

    sama-sama.

    Sekarang kami mengembalikannya kepada-Mu, Tuhan Yesus, dengan

    doa agar Engkau menggunakannya untuk memberkati umat-Mu dan mem-

    buat mereka berbuah.

  • BAB SATU

    Satu Hari di dalam Kehidupan Tuhan

    eberapa waktu yang lalu, saya meminta kepada para wanita yang

    menghadiri konferensi akhir pekan yang di mana saya berbicara

    agar mereka menuliskan di satu kartu ukuran 7 x 12 cm mengapa mereka

    datang dan apa yang mereka harapkan agar dilakukan oleh Allah dalam

    hidup mereka sepanjang minggu ini. Saya bertanya, “Di manakah Allah

    menemukan Anda ketika kita memulai minggu ini?”

    Kemudian, ketika saya membaca respons mereka terhadap pertanyaan

    saya, saya sangat terkejut karena banyaknya jawaban mereka yang mirip.

    Berikut adalah contoh respons dari wanita-wanita tersebut:

    “Saya sulit mengendalikan diri di tengah banyaknya tekanan.”

    “Saya menghadapi begitu banyak ketegangan dan tanggung jawab.”

    “Saya membutuhkan Allah untuk memberi tahu saya bagaimana

    menghadapi ketegangan saat ini.”

    “Saya merasa terpecah-pecah ke berbagai arah. Saya ingin Allah me-

    nunjukkan kepada saya bagaimana mengatur ‘peran’ saya yang berbeda

    sebagai guru, ibu, dan anak perempuan dengan berhasil dan masih punya

    waktu untuk pelayanan di gereja dan untuk ‘diri saya sendiri.’”

    “Saya perlu untuk berhenti mengkhawatirkan mengenai berbagai hal.

    Saya mencoba untuk tidak khawatir dan saya tahu seharusnya saya tidak

    khawatir, tetapi kekhawatiran yang timbul dalam pikiran saya sampai

    mengganggu tidur dan mimpi saya.”

    “Saya telah menyerahkan diri saya untuk melayani selama 24 bulan,

    dan saya rasa perlu untuk menenangkan diri dan memperbarui diri saya,

    tetapi hidup ini menjadi begitu kacau.”

    “Dengan lahirnya bayi, saya perlu mendapatkan kedamaian dari

    Tuhan serta istirahat secara jasmani dan emosi.”

    B

  • T E MP AT P ER H E N T I A N Y AN G T E N A N G 14

    “Saya sering terjebak di tengah kesibukan yang berlebihan dan men-

    dapati bahwa hari saya berlalu dengan begitu cepat tanpa dapat melaku-

    kan apa yang ingin saya lakukan.”

    “Saya hidup sendiri setelah bercerai, dan saya sangat lelah.”

    “Saya meninggalkan ‘angin ribut’ di rumah, dan saya membutuhkan

    semangat yang diperbarui untuk menghadapi semua hal yang akan datang

    dalam minggu-minggu mendatang.”

    “Saya ingin menenangkan diri. Saya merasa terjebak dalam pekerjaan

    yang membosankan, dan jika saya mencoba melompat turun, tentu saya

    akan jatuh.”

    “Saya butuh pertolongan di tengah kelelahan, keletihan dan hiruk-

    pikuk ini.”

    “Kesibukan saya telah merampas sukacita saya.”

    Apakah Anda merasakan perasaan-perasaan seperti di atas? Saya

    mendapati bahwa respons-respons ini sangatlah umum di antara wanita-

    wanita yang saya jumpai. Mengapa kita hidup dengan begitu penat dan

    sulit? Inikah yang Allah maksudkan bagi kita? Dan dapatkah kita melepas-

    kan diri dari pekerjaan yang membosankan tanpa melukai diri kita sendiri

    (dan orang lain)?

    Hari-Hari yang Sibuk

    Pasal pertama Injil Markus memberi kita gambaran sekilas tentang suatu

    hari dalam kehidupan Tuhan Yesus. Dalam beberapa segi, mungkin keada-

    annya mirip dengan hari-hari yang sering Anda dan saya alami.

    Kita dapat menemukan hal ini pada ayat 21:

    “Mereka tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke

    dalam rumah ibadat dan mengajar. Mereka takjub mendengar pengajaran-

    Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti

    ahli-ahli Taurat” (Markus 1:21-22).

    Jika Anda pernah mengajar di kelas Sekolah Minggu, memimpin ke-

    lompok kecil, atau mengajar pendalaman Alkitab, Anda mengetahui bahwa

    terdapat banyak hal di balik kalimat-kalimat ini dibandingkan dengan apa

    yang tampak di permukaan.

    Anda mengetahui bahwa Anda tidak serta-merta bangun dan langsung

    mengajarkan Firman Allah dengan penuh kuasa dan efektif terlepas dari

    banyaknya waktu yang Anda pakai untuk persiapan—tidak hanya persiap-

    an dari catatan-catatan dan bahan pelajaran, tetapi juga persiapan hati dan

    hidup Anda.

  • Satu Hari di dalam Kehidupan Tuhan 15

    Saya suka mengajarkan Kitab Suci; bagi saya tidak ada hal yang bisa

    dibandingkan dengan melihat bagaimana Firman Allah menembus dan

    mengubah hidup seseorang. Tetapi proses persiapan di dalam penyampai-

    annya sangatlah intens bagi saya.

    Saya berusaha keras untuk menemukan apa yang Tuhan ingin saya

    ajarkan; saya bergumul dengan ayat-ayat yang berkaitan, mencoba mema-

    hami apa yang dimaksudkan oleh Alkitab; saya berusaha mengumpulkan

    bahan-bahan yang dapat dimengerti dan berarti bagi para pendengar.

    Sepanjang proses itu, saya memohon agar Roh Kudus menyelidiki hati

    saya, memancarkan terang Firman-Nya ke dalam setiap sudut dan celah

    hidup saya, serta menunjukkan kepada saya di mana saya tidak berpadan-

    an dengan kebenaran yang akan saya sampaikan itu. Sebelum membuka

    mulut saya untuk berbicara, saya mengambil waktu untuk berdoa, memo-

    hon kepada Allah agar mencurahkan Roh Kudus untuk mengurapi hidup

    dan bibir saya, dan bersyafaat bagi mereka yang akan mendengarkan

    berita ini. Saya merasa seperti pelari yang akan berlari di pertandingan

    yang penting—setiap otot menjadi tegang, terkonsentrasi sepenuhnya pada

    pertandingan di depan.

    Lalu, sementara saya mengajar, lebih banyak lagi energi yang saya

    keluarkan—secara fisik, mental, emosional, dan spiritual. Saya memfokus-

    kan diri, tidak melupakan tujuan saya—saya ingin kebenaran itu menem-

    bus ke dalam setiap hati; saya ingin setiap individu berkata ya kepada Allah

    terhadap setiap konteks hidup yang Dia berikan di dalam kehidupannya.

    Ketika saya telah selesai berbicara, peperangannya masih belum sele-

    sai—inilah saat ketika musuh sering kali mencari kesempatan untuk me-

    matahkan semangat saya dengan perasaan-perasaan bahwa saya tidak cu-

    kup bagus atau mencobai saya dengan mencari pujian dari manusia untuk

    pelayanan saya. Pada saat semuanya telah selesai, biasanya tenaga saya

    habis terkuras dan perlu pemulihan.

    Jadi ketika saya membaca bahwa Yesus memulai hari yang khusus itu

    dengan mengajar di rumah ibadat, saya menyadari bahwa ini bukanlah

    sekadar usaha biasa daripada-Nya. Orang banyak mendengarkan Dia de-

    ngan penuh perhatian karena mereka dapat merasakan bahwa ini bukan

    sekadar khotbah biasa di hari Sabat. Tidak seperti para pengkhotbah yang

    biasa mereka dengarkan, Yesus berbicara dengan penuh otoritas dan

    kuasa. Kita tahu bahwa agar hal ini menjadi mungkin, Dia telah mengguna-

    kan waktu yang difokuskan bersama Bapa-Nya yang di surga di dalam per-

    siapan-Nya. Di dalam pelayanan-Nya, Dia mengorbankan diri demi kepen-

    tingan orang banyak.

    Rasul Paulus berkata, “Karena itu aku suka mengorbankan milikku,

    bahkan mengorbankan diriku untuk kamu” (2 Korintus 12:15). Ini adalah

  • BAB LIma

    Memulai Devosi

    ke, Anda berkata, saya telah melihat pentingnya meluangkan waktu

    untuk menyendiri dengan Allah. Saya sungguh ingin menjadikan

    devosi bersama Allah sebagai prioritas nomor satu dalam hidup saya. Saya

    ingin membina hubungan dengan Allah dan berjalan dalam hubungan dan

    kesatuan yang intim dengan Dia. Saya ingin diubahkan menjadi seperti

    gambar dan rupa Kristus. Tetapi ... bagaimana memulainya?

    Dalam bab ini, kita akan membahas tentang tiga prinsip umum dalam

    kaitannya dengan membangun kehidupan devosional pribadi. Setiap prin-

    sip itu telah diajarkan dalam Kitab Suci dan digambarkan di dalam kehi-

    dupan Tuhan Yesus. Kemudian dalam bab selanjutnya, kita akan mem-

    bahas tentang beberapa bumbu spesifik yang merupakan bagian yang sa-

    ngat penting dari waktu kita untuk menyendiri dengan Allah.

    Kebiasaan yang Konsisten

    Yesus mengundurkan diri ke tempat-tempat sunyi dan berdoa.

    Lukas 5:16

    Prinsip umum yang pertama sudah kita bahas di dalam bab yang terdahulu

    dalam buku ini. Yesus menjadikan waktu bersaat teduh dengan Bapa-Nya

    sebagai satu kegiatan yang konsisten dalam jadwal keseharian-Nya—kita

    juga harus demikian. Lebih dari itu, devosi harian ini bukan hanya menjadi

    keharusan bagi kita, tetapi juga satu hak istimewa—Allah, Pencipta alam

    semesta, ingin berjumpa dengan kita.

    Di dalam bukunya yang tajam yang berjudul “Spiritual Disciplines for

    the Christian Life” (Disiplin Rohani Bagi Kehidupan Orang Kristen), Donald

    Whitney mengeluarkan suatu undangan yang menarik:

    Pikirkanlah hal ini: Tuhan Yesus Kristus ingin berjumpa dengan Anda secara

    pribadi selama Anda mau, dan Dia ingin—bahkan dengan bersemangat—

    berjumpa dengan Anda setiap hari! Seandainya Anda adalah salah satu dari

    O

  • T E MP AT P ER H E N T I A N Y AN G T E N A N G 80

    ribuan orang yang mengikuti Yesus kemanapun Dia pergi selama 3 tahun

    terakhir dari hidup pelayanan-Nya di dunia ini. Dapatkah Anda memba-

    yangkan betapa gembiranya Anda jika salah satu murid-Nya berkata kepada

    Anda, “Tuhan menyuruh kami menyampaikan pesan kepada Anda bahwa

    Dia bersedia untuk menghabiskan waktu sendirian bersama Anda kapan

    saja selama Anda mau sepanjang waktu yang Anda inginkan dan Dia berha-

    rap untuk menjumpai Anda setiap hari?” Betapa istimewanya hak tersebut!

    Siapakah yang akan mengeluh mengenai panggilan Tuhan itu? Ketahuilah

    bahwa hak istimewa dan pengharapan yang mengagumkan ini adalah milik

    Anda senantiasa.1

    Saya telah mengalami suatu kebahagiaan dalam berjalan bersama

    Allah sejak usia dini. Saya telah diberkati untuk tumbuh dalam keluarga

    yang takut akan Tuhan, mendapatkan pendidikan Kristen selama empat

    belas tahun, hidup dalam satu lingkungan yang dipenuhi oleh banyak

    sekali orang-orang yang hidup saleh, dan menerima pengajaran di bawah

    beberapa guru Alkitab terbaik dalam generasi kami.

    Akan tetapi saya menyadari betapa mustahilnya bagi saya untuk mem-

    bangun satu hubungan yang intim dengan Allah ataupun untuk menjadi

    seorang wanita yang Dia inginkan, terlepas dari menghabiskan waktu se-

    hari-hari sendirian dengan Dia. Saya tidak bisa hanya meluangkan waktu

    sesekali bersama Allah, atau menyisipkan waktu bersama Dia dalam jad-

    wal saya dan berharap untuk menikmati persahabatan yang intim dan ber-

    kembang bersama Dia. Hal ini tidak akan mungkin terjadi di dalam

    hubungan antar manusia, dan terlebih lagi tidak akan mungkin terjadi di

    dalam hubungan kita dengan Allah.

    Persediaan Setiap Hari

    Perjanjian Lama memberi kita sejumlah ilustrasi tentang perlunya berjum-

    pa dengan Allah setiap hari.

    Selama empat puluh tahun ketika bangsa Israel menjelajahi padang

    gurun, dalam perjalanan dari Mesir ke Tanah Perjanjian, Allah menyedia-

    kan semua keperluan mereka—terkadang dengan cara-cara yang luar

    biasa. Allah mencukupi keperluan jasmani mereka, yaitu makanan dengan

    mengirimkan manna—“tampaklah pada permukaan padang gurun sesuatu

    yang halus, sesuatu yang seperti sisik, halus seperti embun beku di bumi”

    (Keluaran 16:14). Seberapa sering Allah mengirimkan manna? Setiap hari

    (kecuali hari Sabat). Dan seberapa sering orang Israel harus mengumpul-

    kan manna tersebut? Setiap hari. Enam hari seminggu, lima puluh dua

    minggu setahun, selama empat puluh tahun. Perhatikan bahwa setiap

    orang harus mengumpulkan jatahnya sendiri (ayat 16). Tidak ada seorang-

    pun yang dapat mengumpulkan manna untuk orang lain. Allah memberi-

  • Memulai Devosi 81

    kan persis seberapa banyak yang diperlukan untuk setiap orang untuk

    keperluannya dalam sehari itu.

    Roti jasmani ini adalah gambaran dari Roti Kehidupan, yaitu Firman

    Allah. Allah menciptakan tubuh dan jiwa kita yang memerlukan makanan

    setiap hari. Allah mengingatkan umat-Nya bahwa “manusia hidup bukan

    dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN”

    (Ulangan 8:3). Makanan jamani saja tidak akan cukup—mereka juga mem-

    butuhkan makanan rohani. Sebagaimana halnya mereka perlu harus me-

    ngumpulkan dan makan makanan jasmani setiap hari, begitu juga mereka

    perlu untuk mengumpulkan dan mengambil bagian dari Roti Kehidupan

    untuk menyediakan makanan bagi jiwa mereka setiap hari.

    Ketika Tuhan Yesus mengajar kita untuk berdoa “Berikanlah kami

    pada hari ini makanan kami yang secukupnya,” Dia bukan saja mengajar

    kita untuk memercayai Allah guna memenuhi kebutuhan fisik kita sehari-

    hari, tetapi juga mengingatkan kepada kita akan pentingnya mencari Dia

    untuk mendapatkan makanan rohani yang diperlukan oleh jiwa kita setiap

    hari.

    D. L. Moody berkata, “Seseorang tidak akan sanggup untuk mengambil

    pasokan anugerah melebihi apa yang bisa dia makan untuk enam bulan ke

    depan, atau menghirup udara yang cukup banyak dalam paru-parunya

    sekali saja untuk bertahan selama seminggu. Kita harus menarik anugerah

    Allah yang tak terbatas sehari demi sehari sesuai dengan apa yang kita bu-

    tuhkan.”2 Persediaan anugerah itu disediakan bagi kita sehari demi sehari,

    dan manna di padang gurun mengingatkan kita akan keperluan kita untuk

    mengumpulkannya sehari demi sehari.

    Rutinitas Sehari-Hari

    Dalam kemah suci, kita kembali diingatkan akan perlunya untuk membina

    hubungan dan persekutuan dengan Allah setiap hari. Pada pintu masuk

    menuju ke ruang Mahakudus terdapat mezbah ukupan. Allah berfirman

    kepada Musa:

    Di atasnya haruslah Harun membakar ukupan dari wangi-wangian; tiap-tiap

    pagi, apabila ia membersihkan lampu-lampu, haruslah ia membakarnya. Juga

    apabila Harun memasang lampu-lampu itu pada waktu senja, haruslah ia

    membakarnya sebagai ukupan yang tetap di hadapan TUHAN di antara kamu

    turun-temurun. (Keluaran 30:7-8)

    Ukupan yang dipersembahkan di mezbah tersebut berbicara tentang

    doa dan puji-pujian dari orang yang sudah ditebus yang naik ke hadirat

    Allah. Ukupan tersebut haruslah dipersembahkan setiap hari, bukan sese-

    kali saja, ataupun ketika imam ingat akan hal itu, melainkan setiap hari—

  • BAB delapan

    Menyelam ke dalam Firman: Telinga yang Mendengarkan

    ita semua telah mendengar banyak orang berkata bahwa mereka

    tidak dapat mengerti Alkitab atau tidak mendapatkan apa-apa dari

    Alkitab. Dalam pengalaman saya, alasan terbesar mengapa Alkitab hanya

    menjadi sebuah misteri adalah karena mereka tidak membacanya. Dengan

    bergurau seorang penulis pernah berkata, “Jika semua Alkitab yang diabai-

    kan itu digiling menjadi debu pada saat yang sama, maka kita akan menyak-

    sikan badai debu dan matahari akan tertutup oleh gerhana debu selama

    seminggu penuh!”

    Allah menjanjikan berkat bagi mereka yang membaca Firman-Nya

    (Wahyu 1:3). Pada awal pemerintahan mereka, raja-raja Israel diperintah-

    kan untuk menulis dengan tangan salinan hukum-hukum Allah, dan mere-

    ka harus membacanya setiap hari sepanjang hidup mereka, supaya mereka

    bisa belajar untuk takut akan Tuhan dan menjalankan hukum-hukum-Nya

    (Ulangan 17:18-20). Melalui nabi Yesaya, Allah memerintahkan bangsa

    Israel, “Carilah di dalam kitab TUHAN dan bacalah” (Yesaya 34:16). Bebe-

    rapa kali di dalam Perjanjian Lama, terjadi kebangunan rohani ketika umat

    Allah mulai membaca Firman-Nya yang telah diabaikan (Nehemia 8:10, 2

    Tawarikh 34:14-33).

    Kitab Injil mencatat beberapa contoh ketika Yesus berpaling kepada

    orang-orang yang mengkritik-Nya dan berkata, “Tidakkah kamu baca da-

    lam kitab Taurat ...?” “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci ...?”

    (Matius 12:5; 21:42; bdk. 12:3; 19:4; 21:16). Dengan kata lain, Dia menuntut

    mereka untuk membaca Alkitab dan melaksanakannya, dan ketika mereka

    perlu dikoreksi, Dia mengembalikan mereka kepada Firman Allah.

    Ketika sida-sida Etiopia membaca gulungan kitab Yesaya, barulah ma-

    tanya terbuka dan Allah menganugerahkan kepadanya hati yang bertobat,

    beriman, dan juga anugerah keselamatan (Kisah 8:27-39).

    K

  • T E MP AT P ER H E N T I A N Y AN G T E N A N G 144

    Ketika Rasul Paulus mengirimkan suratnya ke gereja Kolose, dia ingin

    agar orang-orang percaya di sana tidak hanya membaca surat itu saja,

    melainkan juga surat-surat yang dia kirimkan kepada jemaat di Laodikia

    (Kolose 4:16). Seperti yang dia katakan kepada jemaat di Tesalonika, “Demi

    nama Tuhan aku minta dengan sangat kepadamu, supaya surat ini dibaca-

    kan kepada semua saudara” (1 Tesalonika 5:27). Paulus menasihati Timo-

    tius, penginjil muda itu, agar pembacaan Kitab Suci di depan publik dijadi-

    kan prioritas (1 Timotius 4:13).

    Oswald Chambers menekankan pentingnya membaca Kitab Suci:

    Pembacaan Firman Allah sendiri memiliki kuasa untuk mengkomunikasikan

    kehidupan Allah kepada kita, baik secara mental, moral maupun spiritual.

    Allah membuat kata-kata dalam Alkitab sebagai suatu sakramen, yaitu sara-

    na di mana kita untuk mengambil bagian dalam kehidupan-Nya; itu adalah

    salah satu pintu rahasia untuk mengomunikasikan hidup-Nya kepada kita.

    Membaca dengan Doa

    Ketika Anda membaca, mintalah agar Allah memberikan pengertian ke-

    pada Anda. Mintalah kepada-Nya untuk membukakan bagian-bagian yang

    sulit dipahami. Mintalah agar bagian-bagian yang sudah kita kenal menjadi

    segar kembali dan hidup dalam hati Anda. Mintalah agar Allah mengung-

    kapkan diri-Nya, hati-Nya dan jalan-Nya kepada Anda.

    William Gurnall adalah seorang pendeta di Inggris pada abad ke-17.

    Dia menuliskan perlunya membaca Kitab Suci dengan penuh doa:

    Datanglah kepada Allah dengan memohon kunci untuk membuka misteri

    firman-Nya. Bukan dengan jiwa yang berlama-lama merenungkan firman-

    Nya melainkan dengan jiwa yang berdoa, yang akan mendapatkan harta

    pengetahuan Kitab Suci. Allah sering memberikan kebenaran kepada orang

    Kristen sebagai balasan atas doanya yang telah lama dicarinya dengan de-

    ngan banyak bekerja dan belajar. “Tetapi di sorga ada Allah yang menying-

    kapkan rahasia-rahasia” (Daniel 2:28); dan di manakah Dia menyatakan

    rahasia-rahasia firman-Nya jika bukan dalam takhta kemurahan-Nya?1

    Sebuah praktek yang memberikan perubahan yang sangat besar dalam

    kehidupan devosional saya adalah setiap kali saya memulai devosi dengan

    sungguh-sungguh berdoa dengan menggunakan kalimat-kalimat Kitab Suci

    kepada Tuhan:

    Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang

    keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu.…

    Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu;

    aku hendak memeliharanya dengan segenap hati.

  • Menyelam ke dalam Firman: Telinga yang Mendengarkan 145

    Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN,

    tunjukkanlah itu kepadaku.

    Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku,

    sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku,

    Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari.

    Apa yang tidak kumengerti, ajarkanlah kepadaku; jikalau aku telah berbuat

    curang, maka aku tidak akan berbuat lagi.

    —Mazmur 119:18, 34; 25:4-5; Ayub 34:32

    Allah sudah bermurah hati dan membuat firman-Nya hidup untuk

    saya ketika saya meluangkan waktu untuk berdoa dengan menggunakan

    doa-doa seperti ini setiap pagi. Saat saya mendoakan ayat-ayat tersebut

    saya menyatakan dua hal kepada Tuhan.

    Pertama, saya menyadari bahwa Alkitab bukanlah buku biasa yang

    akan saya baca, melainkan buku adikodrati, dan oleh karenanya, saya mem-

    butuhkan bantuan penulisnya. A. W. Tozer mengingatkan, “Alkitab adalah

    buku adikodrati, dan hanya dapat dimengerti dengan bantuan adikodrati.”

    Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa Dia akan mengutus

    Roh Kudus-Nya sebagai pembimbing untuk mengajar dan membimbing

    mereka kepada kebenaran (Yohanes 14:26). 1 Korintus 2:14 mengatakan

    bahwa secara natural manusia tidak dapat mengerti hal-hal yang dari

    Allah. Hanya Roh Allah saja yang dapat mengungkapkannya bagi kita.

    Yakobus berkata, “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan

    hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah,—yang memberikan

    kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-

    bangkit—, maka hal itu akan diberikan kepadanya” (Yakobus 1:5).

    Coleridge mengatakan, “Bahkan Alkitab tanpa Roh Kudus sama seperti

    jam matahari di bawah sinar bulan.” Kita perlu Roh Kudus yang menginspi-

    rasi buku ini, untuk memberi kita hikmat dan pengertian, menjadi guru

    kita dan menyorotkan cahaya ilahi pada Firman Tuhan.

    Kedua—dan ini sangat penting—saya berkomitmen kepada Allah,

    bahwa apa yang Dia katakan kepada saya melalui Firman-Nya akan saya

    taati. “Aku bersegera dan tidak berlambat-lambat untuk berpegang pada

    perintah-perintah-Mu,” ungkap pemazmur (Mazmur 119:60). “Buatlah aku

    mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memelihara-

    nya dengan segenap hati” (Mazmur 119:34). Saya berkata kepada Tuhan,

    “Berbicaralah kepadaku, apa pun yang Engkau katakan, baik yang aku su-

    kai atau tidak, baik yang sesuai dengan pemikiranku atau tidak, dengan

    kuasa dan kemurahan-Mu yang memampukanku, aku akan menaatinya.”

    Frances Ridley Havergal, seorang penulis himne abad 19, menyatakan

    komitmennya untuk menaati apa pun yang Allah katakan melalui Firman-

    Nya;

  • BAB sebelas

    Hak Istimewa Doa: Suatu Seruan Kerinduan

    anji saya yang paling penting untuk hari ini ialah janji untuk bertemu

    dengan Tuhan Yesus di dalam doa.”

    Setiap pagi ketika saya duduk di kursi saat teduh saya untuk bertemu

    dengan Tuhan, saya melihat kata-kata yang tertulis di satu papan pem-

    berian seorang teman doa saya. Saya memerlukan pengingat yang penting

    itu karena pikiran saya sangat mudah menyeleweng memikirkan “janji-

    janji penting” lainnya dan tugas-tugas yang menanti untuk dikerjakan.

    Kenyataannya ialah sering kali saya mendapati diri sendiri tergesa-

    gesa melaksanakan devosi saya, agar saya dapat beralih kepada tugas-tugas

    lain dan urusan bisnis pada hari itu. Tetapi ketika saya melihat papan itu,

    saya dipaksa untuk berhenti dan menelitinya lagi dan memikirkan kembali

    dari sudut pandang Allah tentang apa yang benar-benar penting. Sama

    seperti apa yang Tuhan Yesus katakan kepada ibu rumah tangga abad

    pertama yang merasa terganggu dan bergegas untuk menyelesaikan semua

    yang ada dalam ‘daftar tugas,’

    “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,

    tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik,

    yang tidak akan diambil dari padanya.” (Lukas 10:41-42, penekanan ditam-

    bahkan)

    Tidak perlu diragukan lagi bahwa bab ini menjadi bagian yang paling

    sulit bagi saya untuk menuliskan dalam buku ini. Mungkin, saya perlu

    memulainya dengan mengakui bahwa sepanjang perjalanan kerohaniaan

    saya, doa menjadi suatu pergumulan bagi saya. Saya selalu suka membaca,

    belajar, menghafal, dan merenungkan firman-Nya. Tetapi berdoa merupa-

    kan suatu hal yang tidak mudah bagi saya.

    Sebagai orang yang suka membaca biografi, saya sungguh sadar bah-

    wa para pria dan wanita yang dipakai oleh Allah adalah orang-orang yang

    “j

  • T E MP AT P ER H E N T I A N Y AN G T E N A N G 206

    berdoa. Saya terinspirasi oleh kehidupan doa mereka, tetapi juga merasa

    diri saya sendiri seperti bayi ketika saya membandingkan kehidupan doa

    saya dengan mereka.

    Sementara saya menulis, saya ditarik oleh dua keinginan yang berten-

    tangan. Di satu sisi, saya tidak ingin memberi kesan tentang kehidupan doa

    saya yang melebihi kenyataannya, atau mencoba mengajari orang lain

    melebihi apa yang sudah saya dapatkan sendiri. Pada saat yang sama, saya

    ingin meyakinkan Anda tentang apa saya ketahui di dalam hati saya yang

    adalah suatu kebenaran, yaitu bahwa suatu kesatuan yang sepenuhnya

    dengan Allah di dalam doa bisa menjadi kenyataan hidup kita sehari-hari

    dan praktik dalam kehidupan kita masing-masing.

    Kehidupan Tanpa Doa

    Beberapa tahun yang lalu, Tuhan kembali berbicara kepada saya tentang

    kehidupan saya yang tanpa doa. Bukan karena saya tidak pernah berdoa—

    saya mencoba untuk hidup setiap hari dengan semangat doa, mencoba

    untuk mengetahui hati dan pikiran Allah yang berkenaan dengan seluruh

    kegiatan dan hubungan saya dan berusaha untuk mengetahui apa yang

    akan menyukakan Dia dalam setiap keputusan dan situasi. Tetapi, dengan

    beberapa pengecualian selama bertahun-tahun, saya tidak pernah berusa-

    ha untuk memiliki waktu yang teratur untuk berdoa secara pribadi. Mung-

    kin orang lain mengganggap bahwa saya adalah seorang wanita pendoa,

    tetapi Allah mengetahui dan saya juga mengetahui bahwa hal itu tidaklah

    benar.

    Saya ingin mengatakan bahwa apa yang terjadi selanjutnya merupa-

    kan suatu terobosan besar yang membuat saya menjadi seorang prajurit

    doa sesuai dengan yang saya inginkan. Dalam kasus saya, sebenarnya tidak

    ada suatu terobosan baru. Akan tetapi, apa yang Allah mulai di dalam hati

    saya pada musim panas yang lalu telah menjadi suatu proses yang

    berkesinambungan yang mencakup baik pertumbuhan saya secara rohani

    maupun juga saat-saat saya mengalami kekalahan dan kemunduran

    rohani. Seperti yang dikatakan oleh Charles Swindoll, ini diibaratkan se-

    perti, “maju tiga langkah dan mundur dua langkah.” Saya sadar bahwa di

    lubuk hati saya yang paling dalam ada satu panggilan dan komitmen untuk

    maju, untuk memegang hati dan tangan Allah melalui doa.

    Ketika Allah membuka mata saya terhadap kehidupan saya yang tanpa

    doa, saya meminta Dia agar mengizinkan saya untuk melihat hal ini dari

    sudut pandang-Nya. Ini yang saya tulis di dalam catatan jurnal saya pada

    hari ketika Allah untuk pertama kalinya mulai menegur hati saya:

  • Hak Istimewa Doa: Suatu Seruan Kerinduan 207

    Saya yakin bahwa kehidupan yang tanpa doa itu:

    Adalah satu dosa kepada Allah (1 Samuel 12:23). Adalah satu ketidaktaatan secara langsung terhadap perintah

    Kristus (“berjaga-jagalah dan berdoalah,” Matius 26:41).

    Adalah suatu ketidaktaatan terhadap Firman Allah (“teruslah berdoa,” 1 Tesalonika 5:17, AYT).

    Membuat saya menjadi rentan terhadap pencobaan (“berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pen-

    cobaan,” Matius 26:41).

    Menyatakan kemandirian—tidak memerlukan Allah. Memberikan peluang bagi Musuh untuk membuat kita rentan

    terhadap skemanya (Efesus 6:10-20, Daniel 10).

    Menghasilkan ketidakberdayaan. Membatasi (dan menentukan) hubungan saya dengan Allah. Menghalangi saya untuk mengetahui kehendak-Nya, prioritas-

    Nya, pimpinan-Nya.

    Memaksa saya untuk berfungsi di dalam alam normal (apa yang dapat saya lakukan) dibandingkan dengan adikodrati (apa yang

    dapat Allah lakukan).

    Membuat saya menjadi lemah, dan mudah untuk terganggu. Berakar dari kesombongan, kepercayaan pada diri sendiri, kema-

    lasan, dan kurangnya disiplin diri.

    Menunjukkan kurangnya beban dan belas kasihan yang nyata terhadap orang lain.

    Mengapakah Kita Tidak Berdoa

    Sejak saat itu, saya merenungkan pertanyaan berikut: Mengapa kita tidak

    lebih sering lagi berdoa? Mengapa saya tidak berdoa lebih banyak lagi?

    Inilah yang saya percaya menjadi alasan yang paling utama terhadap

    kehidupan saya yang tanpa doa:

    Kita tidak berdoa karena kita tidak benar-benar merasa putus asa. Kita

    tidak benar-benar sadar atas kebutuhan kita akan Allah. Seorang Pendeta

    Puritan, William Gurnall menuliskan hal ini sebagai berikut:

    Mungkin kematian hati Anda dalam doa muncul karena Anda tidak punya

    rasa kekurangan yang mendalam, dan belas kasihan yang Anda butuhkan....

    Seorang yang kelaparan tidak membutuhkan bantuan untuk belajar bagai-

    mana cara mengemis.1

  • 200 Endorsment201 Sampul Depan202 Cover Depan_Copyright203 Kepada204 Daftar Isi205 Prakata206 Kata Pengantar207 Ucapan Terima Kasih208 Dari Lubuk Hati210 Bab 1216 Bab 5222 Bab 8226 Bab 11