jbptunikompp gdl theresiaes 14972 3 11babii

52
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan konsep pengembangan wilayah, pemahaman klaster industri, pemahaman Usaha Kecil Menengah (UKM), konsep Pengembangan Ekonomi Lokal (LED), Indikator perbedaan antara industri mikro, kecil dan menengah. 2.1 Konsep Pengembangan Wilayah Wilayah meliputi lingkungan supra urban atau di luarnya sehingga pengembangan suatu wilayah adalah proses perumusan dan pengimplementasian apa yang menjadi tujuan pembangunan dalam skala supra urban. Terdapat 4 (empat) dasar tujuan pengembangan wilayah, yaitu : 1. Pendayagunaan sumber daya alam secara optimal melalui pengembangan ekonomi lokal berdasarkan pada kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada suatu wilayah; 2. Mengurangi disparitas antarwilayah (regional inbalances); 3. Berorientasi pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development); 4. Mempertahankan serta meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Namun keempat tujuan tersebut tidak dapat dicapai dalam suatu wilayah karena keterbatasan yang dimiliki. ________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter 12

Upload: aji-uhfatun-m

Post on 27-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini berisikan konsep pengembangan wilayah, pemahaman klaster

industri, pemahaman Usaha Kecil Menengah (UKM), konsep Pengembangan

Ekonomi Lokal (LED), Indikator perbedaan antara industri mikro, kecil dan

menengah.

2.1 Konsep Pengembangan Wilayah

Wilayah meliputi lingkungan supra urban atau di luarnya sehingga

pengembangan suatu wilayah adalah proses perumusan dan pengimplementasian

apa yang menjadi tujuan pembangunan dalam skala supra urban. Terdapat 4

(empat) dasar tujuan pengembangan wilayah, yaitu :

1. Pendayagunaan sumber daya alam secara optimal melalui pengembangan

ekonomi lokal berdasarkan pada kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada

suatu wilayah;

2. Mengurangi disparitas antarwilayah (regional inbalances);

3. Berorientasi pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development);

4. Mempertahankan serta meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Namun keempat tujuan tersebut tidak dapat dicapai dalam suatu wilayah

karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu pada umumnya dilakukan

pemfokusan pada tujuan, dengan kata lain untuk menghindari tidak terjadinya

tabrakan kepentingan. Dalam pengembangan wilayah secara umum dapat

dibedakan atas tiga bagian yaitu pendekatan sentralisasi, desentralisasi teritorial,

dan integrasi fungsional (Val dalam Hanafiah, 1999 :5)

1. Pendekatan Sentralisasi;

Pembentukkan kutub pertumbuhan yang berciri pada pengembangan

perdesaan dengan mengembangkan sektor industri modern yang umumnya

padat modal. Dari pengembangan titik tertentu ini diharapkan kemajuan dapat

disebarkan ke seluruh wilayah perdesaan.

2. Desentralisasi Teritorial;

Paradigma perencanaan dari bawah (bottom-up) membentuk wilayah tertutup

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

12

Page 2: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

sehingga potensi sumber daya di pedesaan tidak mengalir ke kota yang

dianggap sebagai parasit yang menyerap potensi wilayah perdesaan. Wilayah

yang dikembangkan dengan paradigma ini diarahkan untuk tidak saling

berkaitan (loosely connected), sehingga diharapkan berkembang secara

berdikari berdasarkan kekuatan sendiri (self suffiency).

3. Integrasi Fungsional;

Pendekatan yang berupaya untuk menangani antara pemikiran sentralisasi

dengan desentralisasi dalam konsep pengembangan wilayah. Asumsi yang

diambil yakni suatu wilayah merupakan suatu sistem jaringan dari berbagai

ruang/tempat (spatial), yang saling berkaitan dan menyarankan dibentuknya

suatu sistem pusat yang berjenjang dan mempunyai keterkaitan untuk

menyebarkan kemajuan keseluruh wilayah.

Strategi di atas secara esensial merupakan pembangunan pada sektor

utama/terpilih pada lokasi tertentu, akan menyebabkan kemajuan keseluruh bagian

wilayah. Pengertian dari pernyataan di atas bahwa pendekatan ini berbeda dengan

pendekatan pembangunan berimbang (balanced growth). Pendekatan tersebut

terlalu ideal, karena bertujuan untuk mengembangkan berbagai sektor secara

serentak.

Menurut Tommy Firman (1990), teori pertumbuhan wilayah merupakan

teori pertumbuhan ekonomi nasional yang disesuaikan atau dimodifikasi pada

skala wilayah (sub nation), dengan anggapan dasar bahwa suatu wilayah (region)

adalah mini nation. Akan tetapi, menurut Jhon Glasson (1990), sampai begitu jauh

belum ada satupun teori pertumbuhan regional tersebut dapat diterima secara

umum (Seminar Ekonomi Regional se Indonesia, 1990 : 2).

Berkaitan dengan pengembangan wilayah, dan permasalahan umum yang

terjadi di negara berkembang ternyata pertumbuhan wilayah tidak dapat

diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar, seperti apa yang diungkapkan

dalam teori ekonomi Neo Klasik, karena pada kenyataannya mekanisme tersebut

tidak dapat menyelesaikan persoalan di dalam pengembangan wilayah, seperti

masalah kemiskinan dan ketimpangan antara wilayah. Anggapan bahwa hasil

pembangunan dapat menetes dengan sendirinya melalui sektor pembangunan,

yaitu melalui sektor moderen atau melalui ruang kepada sektor yang belum

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

13

Page 3: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

berkembang, lokasi geografi lainnya dan golongan miskin, ternyata tidak

sepenuhnya benar. Hasil pembangunan ternyata lebih terkonsentrasi pada

sekelompok kecil masyarakat yang terkait dengan sektor moderen yang pada

umumnya terdapat di kota-kota besar. Akibatnya, ketimpangan antara golongan,

antara wilayah, dan antara desa dan kota, menjadi semakin lebar; pengangguran

dan setengah pengangguran semakin luas, serta masalah kemiskinan tidak teratasi

sehingga semakin meningkat (Sarosa, 1989 : 2).

Berdasarkan kenyataan di atas yang menunjukan kegagalan konsep

pertumbuhan ekonomi, maka diperlukan suatu konsep pengembangan wilayah

yang lebih menekankan segi pemerataan pembangunan daripada pertumbuhan

ekonomi, berkaitan dengan masalah kemiskinan yang dihadapi. Oleh karena itu

untuk membantu masyarakat yang dianggap miskin atau daerah yang disebut tidak

menguntungkan, maka dibutuhkan kebijaksanaan (Sthor, 1981 : 41). Konsep

pengembangan wilayah yang dikemukakan oleh Sthor, merupakan konsep

pengembangan wilayah terbelakang yang didasarkan pada paradigma

pembangunan dari bawah. Menurut Sthor, hal tersebut dilakukan dengan

memobilisasi maksimum sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber

daya institusional masing-masing wilayah dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar masyarakatnya. Lebih lanjut Sthor, menyebutkan bahwa

kebijaksanaan dalam konsep ini berorientasi pada :

1. Pelayanan kebutuhan dasar yang diorganisir secara teritorial;

2. Pembangunan perdesaan;

3. Penerapan teknologi yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia

dan alam secara penuh;

4. Kelembagaan regional berdasarkan keterpaduan teritorial.

Pengembangan wilayah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat

disebut sebagai pengembangan wilayah teritorial. Penekanan pendekatan ini

adalah pemerataan dan peningkatan kualitas hidup seluruh penduduk di wilayah

sasaran (Friedman and Weaver, 1979 : 193). Dalam pendekatan teritorial, ruang

dipandang sebagai distribusi ‘kekuatan’ (territorial power) dan ‘kehendak’

(territorial will). Kebijakan tata ruang teritorial merupakan suatu ‘pengaturan’

terhadap distribusi ‘kekuatan’ dan ‘kehendak’ tersebut (Gore, 1984 : 163).

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

14

Page 4: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

Lebih lanjut Sthor, menyebutkan bahwa konsep pengembangan wilayah

tersebut bertujuan pada pengintegrasian sumber daya ekonomi, lingkungan, dan

sosial yang tersedia secara regional semaksimal mungkin. Karenanya hal ini

memerlukan asumsi yang disebut sebagai ‘penutupan selektif’, dalam kaitannya

untuk merintangi efek operasi otonomi dari pasar berskala besar yang mengurangi

potensi pembangunan wilayah yang kurang berkembang. Hal ini secara khusus

berarti memudahkan penahanan faktor-faktor produksi yang diperlukan bagi

pembangunan wilayah tersebut dan mengurangi transfer dari luar yang

melemahkan potensi pembangunan jangka menengah dan jangka panjang

wilayahnya. Integrasi secara teritorial sumber daya yang tersedia dan struktur

sosialnya akan membentuk suatu basis bagi implus pembangunan yang telah

ditentukan secara lebih internal (Sthor, 1981 : 45).

Pengintegrasian kegiatan diberbagai bidang pembangunan sangat

diperlukan, tetapi untuk mencapai hal tersebut adalah tidak mudah. Untuk

beberapa negara Asia Pasifik, hal tersebut dilakukan melalui pengintegrasian

pembangunan daerah. Hal ini dipandang sebagai bentuk perencanaan antara

tingkat regional dan tingkat lokal. Menurut Rahman; alasannya diberikan

pendekatan ini karena (ESCAP, 1979 : 780) :

1. Untuk pengekploitasian sumber daya lokal, dengan penggunaan modal, tenaga

dan faktor produksi lainnya dengan lebih optimal;

2. Konsep perencanaan lokal dengan melibatkan partisipasi masyarakat dapat

lebih mudah terealisasi pada tingkat lokal dari pada tingkat regional;

3. “Lokal” lebih kecil dari pada “Wilayah”, terlihat lebih homogen dari pada

wilayah, dengan demikian akan dapat mengurangi kompleksitas masalah;

4. Koordinasi implementasi antara bidang-bidang yang terkait menjadi lebih

mudah.

Lebih lanjut disebutkan bahwa terdapat 5 (lima) tingkatan dalam

perencanaan ESCAP, 1979: 71;

1. Macro Stage, merupakan perencanaan nasional dengan tujuan umum;

2. Sector Stage, merupakan perencanaan sektoral berkaitan dengan sektor basis;

3. Interregional Stage, dititikberatkan pada koordinasi antar wilayah;

4. Regional Stage, dititikberatkan pada koordinasi antara sektor pada masing-

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

15

Page 5: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

masing wilayah;

5. Micro Stage, merupakan perencanaan lokal dimana tujuan pembangunan lebih

bersifat spesifik.

Terdapat 2 (dua) mekanisme pemikiran yang memberikan pengaruh pada

teori pengembangan wilayah, yaitu :

Mekanisme pemikiran optimis (Hirchsman);

Mengenai efek polarisasi dan penetesan (polarization and trickling down effect),

dimana konsentrasi pembangunan diarahkan pada sektor utama/terpilih yang

ditentukan dengan melihat keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and

backward lingkages) sektor tersebut, dengan pengertian sektor utama akan

mendukung sektor lainnya.

Mekanisme pemikiran pesimis (Myrdal);

Memperkenalkan backwash dan spread effect yang dasarnya tidak berbeda pada

polarisasi dan penetesan. Namun dalam pengertiannya bahwa efek penyerapan

cenderung berperan lebih kuat daripada efek penyebaran sehingga sektor utama

akan menyerap produk-produk unggulan dari sektor lainnya.

Dari pengertian di atas maka sektor utama/terpilih merupakan sektor yang

mampu menarik sektor lainnya, lalu dalam perkembangannya, secara bersama

akan membentuk intensitas pada kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan

pendapatan dari suatu wilayah sehingga pada jangka panjang dapat

mengembangkan suatu wilayah industri atau kawasan industri.

Adapun kebijakan yang mengatur tentang suatu kawasan industri dapat

dilihat pada lampiran 1 yaitu pada Keputusan Presiden No.41 Tahun 1996 tentang

kawasan industri.

2.2 Pemahaman Klaster Industri

Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai pengertian pemahaman klaster,

tipe-tipe klaster dan jaringan kerja sama, model-model untuk mengkaji klaster,

model Diamond Porter serta faktor-faktor penting dan tahapan pengembangan

suatu klaster industri.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

16

Page 6: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

2.2.1 Pengertian Klaster Industri

Ada beberapa pengertian klaster yang selama ini berkembang pada

berbagai literatur. Pengertian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Schmitz (1992 dalam McCormick, 1999), mendefinisikan klaster sebagai

suatu aglomerasi perusahaan secara geografis dan secara sektoral. Pendekatan ini

berakar dari Marsall (1890) yang menggunakan istilah localized industry atau

industrial district untuk menyebut kosentrasi industri khusus pada wilayah

tertentu, demikian juga dengan Becattini (1990). Lebih lanjut Humprey dan

Schmitz (1996), mengemukakan bahwa apakah di dalam klaster berkembang

spesialisasi dan kerjasama, merupakan satu hal yang diperoleh dari penelitian

empiris, dan tidak dimasukkan ke dalam definisi. Sedangkan apabila klaster

tersebut menunjukkan ciri-ciri efisiensi kolektif maka klaster tersebut dinamakan

distrik industri/industrial district (UNCTAD, 1998). Karakteristik dari distrik

industri tersebut adalah fleksibilitas dan adanya jaringan kerjasama yang kuat

diantara industri kecil yang menghasilkan bentuk spesialisasi dan subkontrak.

Dari perdebatan internasional, muncul atribut-atribut distrik industri yaitu

(Humprey dan Schmitz, 1996) :

Kedekatan geografis.

Spesialisasi sektoral.

Adanya dominasi industri kecil dan menengah.

Kolaborasi antar perusahaan.

Kompetisi antar perusahaan yang berdasarkan pada inovasi.

Adanya identitas sosio-kultural yang menumbuhkan kepercayaan.

Adanya dukungan pemerintah regional.

2. UNIDO (2001) mendefinisikan klaster sebagai konsentrasi perusahaan secara

sektoral dan secara geografis yang memproduksi dan menjual serangkaian

produk-produk yang berhubungan, atau produk-produk yang saling melengkapi,

dan mereka menghadapi tantangan dan peluang yang sama.

3. Secara harafiah, menurut Wibrata (1998), pengertian klaster adalah

pengelompokkan suatu kegiatan yang sejenis dalam lingkup wilayah tertentu, atau

dalam pengertian yang lebih sempit diterjemahkan pula klaster sebagai sentra

industri. Sejalan dengan perubahan lingkungan global, maka pengertian konsep

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

17

Page 7: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

tersebut menjadi berkembang dan makin luas lingkupnya.

4. Porter (2001) menggunakan istilah klaster untuk menunjukan sekelompok

perusahaan yang saling terhubung berdekatan secara geografis dengan institusi-

institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus; terhubung dengan kebersamaan

dan saling melengkapi. Porter percaya bahwa hubungan di dalam klaster industri

lebih menguntungkan karena berdekatan, tetapi tidak menggunakan kedekatan

geografis sebagai karakteristik definisi klaster. Dengan definisi diatas, suatu

klaster industri dapat termasuk pemasok bahan baku dan input yang spesifik, atau

perluasan ke hilir ke pasar atau ke para exportir. Sebuah klaster menurut

pengertian Porter juga termasuk lembaga pemerintah, asosiasi bisnis, penyediaan

jasa, dan lembaga lain yang mendukung perusahaan-perusahaan klaster, di

bidang-bidang seperti pelatihan atau penelitian kejuruan lingkup geografis klaster

sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau jalan di daerah kota, sampai

mencakup sebuah kecamatan atau provinsi (Anonim, 2001).

5. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Indonesia mendefinisikan klaster

sebagai pengelompokkan industri yang saling berhubungan secara intensif yang

merupakan aglomerasi perusahaan-perusahaan yang membentuk partnership, baik

sebagai industri pendukung maupun industri terkait (Simbolon dam Anonim,

2000).

6. Kotler (1997) mendefinisikan klaster industri atau kelompok industri adalah

segmen-segmen industri yang bersama-sama memiliki kaitan vertikal dan

horizontal. Jika sebuah industri mendiversifikasi bidang-bidang yang merupakan

input ataupun output dari industri itu, maka arah diversifikasi itu bersifat vertikal.

Ada 2 macam kaitan vertikal : kaitan kedepan dan kaitan kebelakang. Kaitan

kedepan adalah kaitan antara industri utama dan industri-industri hilirnya,

sedangkan kaitan kebelakang adalah kaitan antara industri utama dan industri

hulunya. Dari sudut pandang industri utama, semua industri yang terkait disebut

industri pendukung. Sebaliknya, jika sebuah industri tidak berkembang dalam

berbagai arah lewat hubungan input, output, maka arahnya bersifat horizontal.

Kaitan-kaitan horizontal menghubungkan industri lain yang saling melengkapi

dalam teknologi dan/atau pemasaran. Semua industri seperti itu yang terlibat di

kaitan horizontal disebut industri terkait.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

18

Page 8: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

7. Tambunan (2001) mendefinisikan klaster sebagai kegiatan yang terdiri atas

industri penunjang, dan kegiatan-kegiatan ekonomi/sektor-sektor penunjang dan

terkait satu sama lain, yang dalam kegiatannya akan saling terkait.

2.2.2 Tipe-Tipe Klaster dan Jaringan Kerjasama

Ada beberapa perbedaan tipe klaster dan perbedaan sistem

pengklasifikasiannya.

A. McCormick (1999) mengidentifikasi 3 (tiga) tipe klaster yang ada di Afrika

berdasarkan hubungan klaster dengan proses industrialisasi, yaitu :

(1) Klaster yang masih terletak pada dasar untuk proses industrialisasi.

(1) Klaster industri merupakan tahap awal proses industrialisasi.

(1) Klaster industri yang kompleks (complex industrial cluster).

B. Altenburg dan Meyer-Stamer (1999) mengidentifikasi 3 (tiga tipe klaster di

Amerika Latin, yaitu :

(1) Klaster industri kecil dan mikro yang survival, yaitu yang masih

mengalami kesulitan untuk bertahan hidup. Klaster ini memproduksi

barang-barang konsumsi yang berkualitas rendah dan hanya untuk pasar

lokal, dan umumnya merupakan aktivitas halangan masuknya rendah.

(2) Klaster yang terdiri dari produsen yang lebih maju dan berproduksi secara

masal dan terdeferensial. Kelompok ini sebagian besar berhasil pada

periode substitusi impor dan berproduksi untuk pasar lokal.

(3) Klaster korporasi trans-nasional. Aktivitas pada klaster ini secara

teknologi lebih kompleks.

C. Neven dan Droge mengutip Noeworthy dalam Adeboye (1996), meletakkan

klaster industri dari negara-negara yang sedang berkembang ke dalam

kelompok tersendiri, dengan alasan tidak ada dinamika, interaksi, dan

karakteristik belajar. Menurut Neven dan Droge (2001), pengelompokkan

diatas bukan berdasarkan pada hal yang mendasar, tetapi lebih

menggambarkan tahap-tahap perubahannya yang lebih rendah atau lebih

tinggi.

Sedangkan menurut UNCTAD (1998), ada beberapa klaster dan jaringan

kerjasama yang masing-masing tipe mempunyai alasan perkembangan berbeda.

Kriteria-kriteria yang digunakan untuk membedakan klaster tersebut adalah :

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

19

Page 9: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

1. Tingkatan teknologi perusahaan-perusahaan yang ada dalam klaster.

2. Keluasan perubahan dalam klaster sepanjang waktu.

3. Tingkat koordinasi dan kerjasama diantara perusahaan-perusahaan dalam

klaster.

Dengan menggunakan kriteria-kriteria diatas, maka klaster dapat

diklasifikasikan menjadi 5 (lima), yaitu :

1. Klaster informal, merupakan bentuk utama klaster di negara-negara yang

sedang berkembang, dan biasanya terdiri dari industri kecil dan mikro yang

mempunyai tingkat teknologi yang relatif rendah, keahlian tenaga kerja juga

rendah, tidak ada continuous learning untuk memperbaiki keahliannya.

2. Klaster Terorganisasi, dicirikan dengan adanya struktur kolektif, terutama

infrastruktur dan pelayanan untuk menghadapi permasalahan secara bersama.

Meskipun kebanyakan perusahaan dalam klaster berskala kecil, akan tetapi ada

yang suda tumbuh dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 200 orang, dan tingkat

keahliannya cenderung meningkat melalui pelatihan dan magang. Yang

membedakan dengan klaster informal adalah adanya kerjasama dan jaringan

kerjasama yang muncul diantara anggota klaster.

3. Klaster yang Berinovasi, biasanya ditemukan di negara-negara maju, (kecuali

klaster teknologi informasi di Bangalore India, dan klaster ubin keramik di Santa

Catarina, Brazil). Perusahaan-perusahaan pada klaster ini cenderung berpusat

pada aktifitas-aktifitas dengan knowledge-intensive, dan mempunyai kapasitas

adaptasi teknologi, merancang produk dan proses yang baru, dan cepat membawa

ke pasar. Mereka juga mempunyai kemampuan bersaing dengan cara berinovasi

secara terus-menerus pada keseluruhan fungsi-fungsi bisnisnya. Technology

Parks, (dan juga EPZs) merupakan klaster lokal yang dihasilkan dari kebijakan-

kebijakan teknologi dan ekspor. Techopoles ditujukan untuk pendirian perusahaan

dan organisasi berteknologi tinggi secara spasial, seperti pusat-pusat penelitian,

small regional science parks, dan pusat-pusat inkubator.

4. Export Processing Zones (EPZs), ditujukan untuk menarik perusahaan-

perusahaan luar negeri. Klaster ini kurang memperlihatkan potensi untuk

pengembangan hubungan positif dengan pelaku ekonomi lokal. EPZs dicirikan

dengan tingkat koordinasi dan jaringan kerjasama yang rendah diantara

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

20

Page 10: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

perusahaan-perusahaan yang ada didalam klaster, hubungan subkontrak yang

sempurna, dan tidak ada keterkaitan kedepan dan kebelakang dengan sistem

produksi lokal.

2.2.3 Model-Model Untuk Mengkaji Klaster

Lebih dari satu dekade terakhir, dikembangkan beberapa model untuk

mengkaji klaster, antara lain Kerangka Spesialisasi Fleksibel (The Flexible

Specialization Framework), Model Efisiensi Kolektif, dan Model Diamond Neven

dan Droge (2001). Adapun tabel perbandingan dari ketiga model tersebut dapat

dilihat pada Tabel II.1

Tabel II.1 Perbandingan Model-Model Untuk Mengkaji Klaster

Model Diamond Efisiensi Kolektif Spesialisasi FleksibelDefinisi Klaster Sekelompok perusahaan dan

institusi yag saling berhubungan pada suatu bidang tertentu, yang ada pada suatu lokasi tertentu (Porter, 1998)

Suatu kelompok produsen yang membuat benda yang sama pada suatu lokasi yang saling berdekatan (Schmitz, 1995)

Klaster adalah suatu distrik industri, yaitu kelompok industri kecil yang kurang lebih sama, berada pada suatu kompleks dengan jaringan kerjasama dan persaingan

Gagasan Kunci (Key Construct)

Industri intiKondisi faktorKondisi permintaanIndustri pendukung dan terkait

Eksternalitas Tindakan bersama

FleksibilitasEconomies of scopeInovasiDiferensiasi produk

Sasaran/Fokus

Penciptaan NilaiHolistikDinamis

Efisiensi biaya/resikoTerbatasStatis

Penciptaan NilaiTerbatasDinamis

Key Studies Porter (1998) Schmitz (1995) Piore dan Sabel (1984)Sumber : Neven dan Droge,, 2001

1. The Flexible Specialization Framework

Kerangka flexible specialization dikemukakan oleh Piore dan Sabol (1984)

pada studinya yang menjelaskan pengalaman industri kecil dan menengah Itali.

Kerangka ini lebih sering digunakan untuk mengkaji klaster di negara sedang

berkembang. Paradigma ini dicirikan oleh karakteristik produk (kecuali harga),

segmentasi pasar, adanya economic of scope melalui mesin-mesin adaptif,

partisipasi yang lebih luas dari para pekerja (seperti pada pendekatan TQM),

inovasi produk.

2. Model Efisiensi Kolektif

Schmitz (1990) memperkenalkan konsep efisiensi kolektif (collective

efficiency) untuk menyebut keuntungan yang diperoleh dari klastering. Efesiensi

kolektif diartikan sebagai keunggulan bersaing yang diperoleh dari ekonomi

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

21

Page 11: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

eksternal lokal (local external economies) dan tindakan bersama (joint action).

Definisi diatas menekankan 2 dimensi dari efisiensi kolektif, yaitu rencana dan

tidak efisiensi kolektif pasif diperoleh dari keuntungan ekonomi eksternal,

sedangkan efisiensi kolektif aktif melibatkan kolaborasi antar 2 perusahaan atau

lebih di dalam klaster.

3. Model Diamond

Model ini memberikan 4 (empat) hal yang saling berhubungan, yang

menggambarkan determinan keunggulan regional, seperti tercantum pada Gambar

II.1 di bawah. Keempat deteminan itu adalah : (1) industr inti, (2) kondisi

permintaan, (3) kondisi faktor, dan (4) industri pendukung dan industri terkait.

Sedangkan peluang pemerintah merupakan 2 (dua) faktor yang mempengaruhi

keempat determinan, tetapi bukan determinan itu sendiri. Keenam faktor tersebut

membentuk suatu sistem yang membedakan suatu industri/perusahaan bisa

berhasil di lokasi tertentu. Model Diamond Porter ini akan diuraikan lebih lengkap

pada subbab berikut.

2.2.4 Model Diamond Porter

Model Diamond Porter, seperti tercantum pada Gambar II.1,

menggambarkan bahwa suatu keunggulan wilayah atau industri akan sangat

dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor pokok, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan,

industri-industri terkait dan industri-industri pendukung, serta strategi dan

persaingan perusahaan dari industri inti.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

22

Page 12: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

Sumber : Neven dan Droge, 2001

Gambar II.1 Model Diamond Porter

1. Kondisi Faktor

Kondisi faktor merupakan kedudukan/posisi faktor-faktor produksi suatu

bangsa/wilayah yang sangat penting bagi suatu industri untuk bisa bersaing.

(1) Kondisi faktor/factor endowment

Dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori :

Sumber daya manusia, dengan berbagai indikator seperti kuantitas,

keahlian, gaji personal, perhitungan standar jam kerja, dan etika kerja.

Sumber daya manusia dapat dibagi dalam beberapa kategori, seperti

toolmakers, sarjana, doktor, programer, dan sebagainya.

Sumberdaya fisik, dengan indikator-indikator kuantitas, kualitas,

aksesibilitas perolehan, harga tanah, air, mineral, sumber daya listrik, serta

iklim, lokasi, dan ukuran geografis.

Sumberdaya pengetahuan, diindikasikan dengan jumlah ilmuwan,

teknokrat, dan pengetahuan pasar terhadap produk dan jasa. Sumberdaya

pengetahuan ini berada di perguruan tinggi, lembaga riset pemerintah,

lembaga riset swasta, badan statistik pemerintah, literatur bisnis dan

pengetahuan, laporan riset pasar dan database, asosiasi perdagangan, dan

berbagai sumber lainnya.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

23

Peran Perubahan

Industri Inti

Kondisi faktor

Kondisi permintaan

Industri terkait dan industri pendukung Pemerintah

Page 13: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

Sumberdaya kapital, berupa jumlah investasi yang digunakan untuk

mendukung produk-produk unggulan.

Infrastruktur, dengan indikator seperti kualitas, tipe. Biaya penggunaan

infrastruktur, meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan

telekomunikasi, dan sistem pembayaran atau transfer dana.

(2) Hirarki faktor-faktor produksi

Untuk memahami peranan faktor-faktor produksi di atas dalam

menciptakan keunggulan daya saing suatu wilayah, maka faktor-faktor tersebut

perlu dipilih menjadi basic factors dan advanced factors. Faktor yang pertama

meliputi sumber daya alam, iklim, lokasi, tenaga kerja tidak terdidik dan semi

terdidik, serta hutang kapital. Sedangkan faktor kedua lebih merupakan faktor

yang sengaja diciptakan meliputi jaringan infrastruktur, data komunikasi digital

modern. SDM berpendidikan tinggi, serta lembaga riset perguruan tinggi yang

terpercaya.

(3) Kreasi faktor

Kreasi faktor merupakan hasil yang diciptakan melalui investasi, bukan

diwariskan. Mekanisme kreasi faktor meliputi lembaga pendidikan umum dan

dewasa, program-program pendidikan dan latihan, serta lembaga penelitian

pemerintah dan swasta. Untuk menciptakan keunggulan daya saing wilayah,

mekanisme kreasi faktor lebih penting dibandingkan faktor-faktor yang

diwariskan (basic factors)

2. Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan merupakan sifat permitaan dalam negeri terhadap

produk barang/jasa yang dihasilkan oleh suatu industri. Ada 3 (tiga) karakteristik

kondisi permintaan yang penting dalam menciptakan keunggulan daya saing,

yaitu: komposisi permintaan dalam negeri, ukuran dan pola pertumbuhan

permintaan, dan internasionalisasi permintaan domestik. Dua karakteristik yang

terakhir sangat tergantung pada karakteristik yang pertama. Kualitas permintaan

dalam negeri adalah lebih penting dalam menentukan daya saing, jika

dibandingkan dengan kualitas permintaan luar negeri.

(1) Komposisi permintaan dalam negeri

Ada 3 (tiga) karakteristik komposisi dalam negeri yaitu :

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

24

Page 14: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

Struktur segmen permintaan atau distribusi permintaan untuk jenis

tertentu.

Pada kebanyakan industri, permintaan biasanya tersegmentasi. Ukuran

segmen berperan sangat penting terhadap keunggulan daya saing wilayah, dimana

ada skala ekonomi yang signifikan.

Pembeli menuntut kepuasan yang tinggi

Suatu wilayah akan memperoleh keunggulan daya saing jika pembeli

domestik menuntut kepuasan yang tinggi. Pembeli-pembeli tersebut akan

menekan perusahaan-perusahaan lokal untuk menciptakan standar produk dan jasa

yang tinggi.

Antisipasi kebutuhan pembeli

Perusahaan akan mendapatkan keunggulan jika dapat mengantisipasi dan

memenuhi kebutuhan pembeli dari wilayah sendiri. Jika antisipasi tersebut relatif

lamban, maka perusahaan-perusahaan diwilayah tersebut bisa dikatakan merugi.

(2) Ukuran dan pola pertumbuhan permintaan

Ukuran permintaan domestik

Ukuran pasar domestik menjadi penting bagi keunggulan daya saing suatu

wilayah, melalui industri yang memiliki riset dan pengembangan, skala ekonomi

yang cukup subtansial dalam produksinya, lompatan teknologi yang luas, atau

tigkat ketidak pastian yang tinggi dalam beberapa industri, permintaan domestik

yang besar cukup menarik bagi penanaman infestasi. Namun permintaan domestik

bukan merupakan keunggulan, kecuali untuk segmen-segmen yang dibutuhkan di

wilayah lain.

Jumlah pembeli bebas

Jumlah pembeli bebas dalam suatu wilayah menciptakan lingkungan yang

lebih baik untuk inovasi dibandingkan hanya ada satu-dua pembeli yang

mendominasi pasar domestik untuk barang atau jasa tertentu. Sebaliknya melayani

satu-dua pembeli dominan mungkin menghasilkan efisiensi yang statis, namun

jarang menciptakan tingkat dinamis yang sama.

Laju pertumbuhan permintaan domestik

Laju investasi merupakan fungsi dari cepatnya pertumbuhan pasar

domestik, dimana perusahaan-perusahaan mampu lebih cepat mengadopsi

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

25

Page 15: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

teknologi baru, sebaliknya wilayah dengan laju pertumbuhan permintaan yang

relatif sedang, perusahaan-perusahaan cenderung mengekspansi secara

inkremental dan lebih menahan diri untuk memakai teknologi baru.

Permintaan domestik awal

Permintaan awal domestik untuk suatu produk atau jasa sangat membantu

perusahaan lokal untuk bergerak lebih awal dibandingkan persaingan yang berasal

dari wilayah lain. Namun komposisi permintaan dalam negeri lebih penting

dibandingkan dengan ukurannya.

Titik jenuh awal

Penetrasi pasar awal membantu memantapkan perusahaan lokal. Titik

jenuh awal mendorong perusahaan-perusahaan tersebut melanjutkan inovasi dan

perbaikan. Pasar domestik yang jenuh menciptakan tekanan untuk mendorong

turunnya harga, memperkenalkan produk baru, memperbaiki penampilan produk,

dan menghasilkan intensif lainnya bagi pembeli untuk mengganti produk lama

dengan versi baru. Kejenuhan mengangkat persaingan domestik, memperkuat

pemotongan biaya, dan menyingkirkan perusahaan yang paling lemah.

(3) Internasionalisasi permintaan domestik

Komposisi permintaan domestik merupakan akar keunggulan wilayah,

sementara ukuran dan pola pertumbuhan permintaan dapat memperkuat dengan

cara mempengaruhi perilaku investasi, waktu dan motivasi, atau melalui

mekanisme internasionalisasi permintaan domestik serta mendorong produk dan

jasa nasional ke luar negeri.

Pembeli lokal yang bersifat mobile atau multinasional

Jika pembeli produk dan jasa disuatu wilayah merupakan pembeli mobile

atau perusahaan-perusahaan transregional, maka tercipta keunggulan bagi

perusahaan di wilayah tersebut, karena pembeli domestiknya juga sekaligus

pembeli luar negeri. Konsumen yang mobile, yang melakukan perjalanan secara

ekstensif ke luar negeri, menghasilkan basis pembeli di pasar luar negeri.

Pegaruh kebutuhan asing

Kondisi permintaan dalam negeri dapat mendorong penjual ke luar negeri

dengan cara lain, yaitu bila kebutuhan dan keinginan domestik ditransmisikan ke

pembeli di luar negeri, misalnya saat orang asing datang ke wilayah tersebut untuk

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

26

Page 16: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

suatu pelatihan. Cara lain yaitu melalui ekspor yang mendiskriminasikan

kebudayaan, seperti program televisi dan film, bisa juga melalui imigrasi.

3. Industri Pendukung dan Industri Terkait

Keunggulan daya saing dalam industri-industri pemasok dan industri

terkait memberikan keunggulan yang potensial bagi industri-industri dalam suatu

wilayah, karena industri-industri seperti itu memproduksi input yang digunakan

secara luas dan penting.

a. Keunggulan daya saing industri pemasok

Kehadiran industri yang bersaing secara global dalam suatu wilayah pada

bidang/sektor yang berkaitan dengan industri lain, dapat memberi keunggulan

daya saing bagi industri tersebut. Secara internasional, industri pemasok

menyediakan input bagi industri hilir, yang akan bersaing dalam harga dan mutu

secara internasional juga. Industri hilir akan lebih mudah dalam mengakses input

beserta teknologi untuk prosesnya, juga mengakses struktur manajerial dan

organisasi yang membuatnya menjadi bersaing.

b. Keunggulan daya saing industri terkait

Keunggulan daya saing akan tercipta jika disuatu wilayah terdapat industri

yang saling terkait dan bersaing secara internasional. Kondisi ini merupakan

kesempatan terbuka untuk koordinasi berbagai kegiatan dalam rantai nilai.

4. Industri Inti/Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Pada determinan keempat merupakan konteks dimana perusahaan dibuat,

diorganisasi, dan dikelola, juga sifat persaingan domestik.

(1) Strategi dan struktur perusahaan domestik

Berbagai aspek yang mempengaruhi cara berorganisasi dan mengelola

perusahaan diantaranya adalah perilaku kewenangan, kemampuan bahasa, nilai

interaksi antar personil, norma sosial (kelompok dan perseorangan), serta standar

profesional. Semua itu tumbuh dari sistem pendidikan, sejarah sosial dan agama,

struktur keluarga, dan berbagai kondisi unik lainnya.

(2) Tujuan perusahaan dan indvidu

Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan, motifasi

pemilik dan pemegang saham, karakteristik pemerintah, serta proses intensif yang

membentuk motivasi manajer. Suatu wilayah akan sukses dalam sektor

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

27

Page 17: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

industrinya bila stuktur kepemilikan dan motivasi manajer selaras dengan

kebutuhan industri.

(3) Persaingan domestik

Pengaruh yang paling kuat terhadap keunggulan daya saing justru berasal

dari persaingan domestik di dalam suatu wilayah persaingan domestik membuat

wilayah tersebut tetap dinamis dan terus menerus memberi tekanan pada

perbaikan dan inovasi. Persaingan domestik memaksa suatu wilayah

mengembangkan produk-produk unggulan baru, memperbaiki produk yang sudah

ada, menurunkan biaya dan harga, mengembangkan teknologi baru serta

memperbaiki kualitas pelayanan.

5. Peran Perubahan

Faktor-faktor yang menunjukkan keunggulan daya saing suatu wilayah

akan membentuk suatu sistem ligkungan tertentu. Lingkungan atau sistem yang

telah terbentuk dapat terganggu oleh apa yang disebut Chance yang terjadi begitu

saja, seperti :

Tindakan Penemuan.

Perubahan besar dalam penemuan teknologi (seperti bioteknologi,

mikroelektronik).

Perubahan dalam biaya input.

Pertambahan permintaan dunia maupun regional yang cukup besar.

Perubahan kebijakan politik negara lain.

Perang, bencana alam, dan lan-lain.

6. Peranan Pemerintah

Pada dasarnya pemerintah tidak berperan sebagai faktor penentu bagi

keunggulan daya saing suatu wilayah. Peran pemerintah hanya sebatas

mempengaruhi kondisi faktor, kondisi permintaan (melalui kebijakan moneter dan

keuangan), serta mengatur perdagangan. Dengan kata lain, pemerintah tidak dapat

menciptakan keunggulan daya saing. Peran pemerintah hanya sebatas

memperbaiki atau menurunkan keunggulan daya saing tersebut. Pengaruh yang

dapat diberikan pemerintah terhadap keempat faktor penentu keunggulan daya

saing adalah sebagai berikut :

(1) Kondisi faktor dipengaruhi melalui subsidi, kebijakan pasar modal, kebijakan

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

28

Page 18: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

pendidikan, dsb.

(2) Kondisi permintaan dipengaruhi melalui permitaan standar produk unggulan

lokal yang mempengaruhi kebutuhan pembeli, termasuk pemerintah yang juga

merupakan pembeli beberapa produk domestik.

(3) Industri pendukung dan industri terkait di dalam satu wilayah dapat

dipengaruhi oleh pemerintah dengan cara megontrol media periklanan atau

regulasi.

(4) Industri inti/strategi perusahaan, struktur, dan persaingannya dipengaruhi oleh

pemerintah melalui berbagai perangkat seperti regulasi pasar modal, kebijakan

pajak, dan antitrust.

2.2.5 Faktor-Faktor Penting dan Tahapan Pengembangan Suatu

Klaster Industri

Adapun faktor-faktor penting dan tahapan pengembangan suatu klaster

industri, diantaranya sebagai berikut.

A. Prakarsa Pembentukan Klaster

Prakarsa dalam pengembangan klaster industri adalah proses dimana

industri yang berperan secara bersama-sama mengidentifikasi tantangan dan

peluang yang mengarah pada semakin efektifnya bekerjasama dibandingkan

dengan bekerja secara sendiri-sendiri. Suatu klaster tidak tumbuh secara otomatis

karena akan memerlukan pihak pemrakarsa. Prakarsa akan terjadi apa bila para

pelaku/perusahaan telah merasakan suatu tantangan dan peluang yang hanya dapat

diatasi dan dimanfaatkan untuk mendorong rencana strategis pada tingkat

perusahaan. Secara spesifik prakarsa pembentukan klaster akan membawa para

pelaku secara bersama-sama ke arah :

(1) Berpikir secara kontruksi atau dasar fakta untuk melihat potensi mereka dalam

arena persaingan baik sekarang maupun yang akan datang.

(2) Mengidentifikasikan hambatan dalam rangka meningkatkan daya saing dan

peluang dalam pengembangan bisnisnya.

(3) Mengembangkan dan melaksanakan rencana aksi pada tingkat klaster dalam

rangka menghilangkan hambatan dan memanfaatkan peluang.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

29

Page 19: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

B. Manfaat Klaster Industri

Apabilah perusahaan bergabung dalam suatu klaster industri, maka ada

beberapa manfaat yang dapat diperoleh seperti :

(1) Terjadinya saling pengertian dengan kebutuhan konsumen serta timbulnya

peluang dalam pasar domestik maupun pasar luar negeri.

(2) Memperbaiki hubungan antara pedagang dan pemasok serta terjaminnya

kebutuhan pelanggan.

(3) Tersedianya tenaga-tenaga ahli, informasi dan infrastruktur yang memadai

yang akan memperkuat platform daya saing (keunggulan kompetitif).

(4) Diperolehnya layanan untuk menuju mutu kelas dunia.

(5) Menurunnya biaya transaksi perusahaan dengan cara menghilangkan

hambatan ekonomi dan biaya ekonomi tinggi.

(6) Terdapatnya peluang kerjasama dalam bidang pengadaan, promosi ekspor, dan

distribusi barang.

(7) Terdapatnya peluang untuk bermitra dengan pemerintah serta mengadakan

diskusi dalam bidang-bidang seperti : perjanjian perdagangan, misi dagang,

pengadaan infrastruktur, serta menggali peluang untuk investasi perdagangan.

(8) Dapat memperoleh informasi yang lengkap serta aksesibilitas terhadap data

yang dimiliki pemerintah sesuai dengan ketentuan.

(9) Dapat memanfaatkan dalam menyelesaikan konflik dan isolasi antar

perusahaan industri dan masyarakat agar dapat tercapai sinergi dan

keuntungan bersama.

Usaha kecil yang tergabung dalam suatu klaster dapat memetik manfaat,

seperti :

a. Memiliki akses data dengan biaya minimal, seperti data pasar, perhitungan

biaya produksi, serta dapat memposisikan diri, perannya dilihat dari

keseluruhan struktur industri.Meningkatkan keunggulan komparatif melalui

riset dan interaksi antar anggota.

b. Mampu untuk mengidentifikasi fasilitas layanan yang tersedia serta dapat

memanfaatkan secara nyata.

a. Peluang untuk berperan dalam diskusi dan kegiatan lainnya dalam rangka

memecahkan masalah dalam klaster, seperti : lembaga litbang, organisasi dan

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

30

Page 20: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

fasilitas pelatihan, kebutuhan sarana, serta keahlian-keahlian spesifik.

a. Terdapat peluang untuk menyumbangkan gagasan dalam perumusan kebijakan

pemerintah melalui forum yang ada.

b. Memiliki peluang untuk melaksanakan aliansi strategis dengan usaha yang

berskala besar dengan sasaran untuk meningkatkan kemampuan dan terlibat

C. Faktor Keberhasilan Pembentuk Klaster

Pembentukkan suatu klaster sangat dipengaruhi oleh kondisi yang

mempengaruhinya, namun secara umum akan melibatkan beberapa elemen

kegiatan yang dapat terjadi secara berurutan atau secara simultan, seperti :

a) Mengidentifikasikan pemeran utama serta mitra terkait (stake holder) di dalam

klaster.

b) Perlunya suatu proses agar terjaminnya seluruh pihak yang terlibat mampu

melaksanakan dialog yang konstruktif.

c) Mengembangkan dan meneruskan visi dari klaster.

d) Pengumpulan dan analisis data untuk memperoleh pengertian bersama

terhadap lingkungan persaingan yang sedang dan akan dihadapi.

e) Menentukan prioritas dari berbagai masalah sebagai kunci dalam memperkuat

daya saing dari klaster.

f) Membentuk kelompok kerja untuk memecahkan berbagai masalah serta

memanfaatkan peluang yang telah diidentifikasikan.

g) Melaksanakan tahap-tahap kegiatan secara berkelanjutan dan terfokus pada

program aksi jangka pendek dan jangka panjang dalam rangka meningkatkan

daya saing klaster.

Beberapa hal yang dapat mendorong keberhasilan pembentukkan suatu

klaster antara lain :

a. Keterlibatan aktif dari aparat pemerintah yang senior, pelaku bisnis, serikat

kerja, dan tokoh masyarakat yang memiliki peran dalam pengambilan

keputusan serta memiliki komitmen waktu pada seluruh proses

pembentukkan klaster.

b. Memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara terfokus

terhadap hal-hal yang spesifik.

c. Pengumpulan dan analisis data yang relevan akan menimbulkan dialog

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

31

Page 21: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

yang konstruktif dari seluruh partisipan.

d. Beritikad untuk memberikan data kepada anggota klaster dengan catatan

beberapa informasi yang sensisitif dapat dirundingkan dengan pihak

fasilitator yang netral.

e. Memiliki niat untuk belajar, terbuka terhadap gagasan baru dan mampu

untuk berbeda pendapat.

f. Memiliki kemampuan dan kemauan untuk menerjemahkan prakarsa-

prakarsa strategis ke dalam kegiatan-kegiatan yang praktis.

g. Tercapainya sudut netral yang bertindak sebagai fasilitator dan

koordinator.

2.3 Pemahaman UKM

Pada sub bab ini akan membahas definisi UKM/IKM, permasalahan usaha

kecil menengah serta kebijaksanaan dalam RUTR Kota Bandung menyangkut

aspek ekonomi.

2.3.1 Definisi UKM/IKM

Terdapat beberapa pengertian usaha kecil menengah (UKM) yang

diberikan oleh beberapa lembaga, antara lain:

A. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.

30/4/KEP/DIR tanggal 4 April 1997

Usaha kecil menengah sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia No. 30/4/KEP/DIR tanggal 4 April 1997 tentang Pemberian Kredit

Usaha Kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta

(tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau usaha yang memiliki

hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar, dimiliki WNI dan berdiri

sendiri. (Baseline Economic Survey – BLS, Propinsi Jawa Barat)

B. Berdasarkan Kementrian Koperasi dan UKM

Kementrian Koperasi dan UKM mengelompokkan UKM menjadi tiga

kelompok berdasarkan total aset, total penjualan tahunan dan status usaha dengan

kriteria sebagai berikut : Manurung, Adler Haymans, 2005.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

32

Page 22: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

(1) Usaha mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat

tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat dan belum

berbadan hukum. Hasil penjualan bisnis tersebut paling banyak Rp. 100 juta.

(2) Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai

berikut:

a. Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

b. Usaha yang memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar

c. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak

langsung dengan usaha menengah atau skala besar

d. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidak

berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk

koperasi.

(3) Usaha menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria

sebagai berikut:

a. Usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih besar Rp. 200 juta sampai

dengan paling banyak Rp. 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan

usaha

b. Usaha yang berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun

tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar

c. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidak

berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk

koperasi

C. Berdasarkan Bank Indonesia (BI)

Bank Indonesia mengelompokkan UKM menjadi empat kelompok

berdasarkan kekayaan bersih, total penjualan tahunan (omzet), tenaga kerja dan

bersarnya kredit yang diberikan dari bank kepada pelaku UKM dengan kriteria

sebagai berikut:

1. Usaha Mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai

berikut:

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

33

Page 23: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

i. Usaha yang memiliki kekayaan bersih kurang dari atau sama dengan Rp.

50.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

ii. Usaha yang memiliki penjualan tahunan (omzet) kurang dari Rp.

200.000.000/tahun

iii. Usaha yang memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang

iv. Usaha yang memiliki pinjaman kredit dari bank kurang dari atau sama

dengan Rp. 50.000.000

2. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai

berikut:

i. Usaha yang memiliki kekayaan bersih kurang dari atau sama dengan Rp.

200.000.000/tahun, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

ii. Usaha yang memiliki penjualan tahunan (omzet) lebih dari Rp.

200.000.000 /tahun

iii. Usaha yang memiliki tenaga kerja 6 – 19 orang

iv. Usaha yang memiliki pinjaman kredit dari bank antara Rp. 500.000.000 –

Rp. 5.000.000.000

3. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria

sebagai berikut: :

i. Usaha yang memiliki kekayaan bersih kurang dari atau sama dengan Rp.

1.000.000.000/tahun, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

ii. Usaha yang memiliki penjualan tahunan (omzet) lebih dari atau sama

dengan Rp. 10.000.000.000/tahun

iii. Usaha yang memiliki tenaga kerja lebih dari atau sama dengan 20 orang

iv. Usaha yang memiliki pinjaman kredit dari bank lebih dari Rp.

5.000.000.000

D. Berdasarkan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Dalam Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah (RIP-IKM

Tahun 2002 – 2004) didefinisikan sebagai berikut:

Industri Kecil tergolong dalam batasan Usaha Kecil menurut Undang-undang No.

9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, maka batasan Industri Kecil didefinisikan

sebagai berikut :

“Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

34

Page 24: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

rumah-tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang

ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan

bersih paling banyak Rp.200 juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun

sebesar Rp.1 milyar atau kurang”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Lampiran 2.

E. Berdasarkan BPS

Industri kerajinan rumah tangga yaitu perusahaan/usaha industri

pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang, sedangkan industri kecil

mempekerjakan 5 -19 orang.

F. Departemen Keuangan:

Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan WNI

yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp100.000.000 per tahun,

sedangkan usaha kecil memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1 milyar per

tahun.( SK Menteri Keuangan RI No.40/KMK.06/2003)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dalam studi ini, pengertian

Usaha Kecil Menengah yang digunakan adalah sebagai berikut:

“Kegiatan ekonomi rakyat yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang

tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum yang

mempekerjakan antara kurang dari 5 pekerja sampai 20 pekerja, termasuk

pemilik usaha dan anggota keluarga, memiliki hasil penjualan antara kurang dari

Rp. 200 juta per tahun sampai paling banyak Rp. 10 milyar per tahun, dan

mempunyai aset di luar tanah dan bangunan antara kurang dari atau sama

dengan Rp. 50 juta sampai paling banyak dengan Rp. 10 milyar”.

Beberapa alasan yang melatarbelakangi penggunaan definisi tersebut yaitu:

Mengacu pada Kementrian Koperasi dan UKM yang menyebutkan bahwa

Usaha mikro dan usaha kecil adalah suatu badan usaha milik WNI baik

perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak

termasuk tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp. 200 juta dan atau

mempunyai omzet/nilai output atau hasil penjualan rata-rata per tahun

sebanyak-banyaknya Rp. 1 milyar dan usaha tersebut berdiri sendiri.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

35

Page 25: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

Mengacu pada Bank Indonesia (BI) yang menyebutkan bahwa UKM memiliki

hasil penjualan antara kurang dari Rp. 200 juta per tahun sampai dengan lebih

dari atau sama dengan Rp. 10 milyar per tahun;

Mengacu pada definisi internasional tentang usaha mikro yang umumnya

menyatakan bahwa pekerjanya maksimal 10 orang dan diperkuat dengan

pengamatan lapangan

2.3.2 Permasalahan Usaha Kecil Menengah

Usaha mikro tergolong jenis usaha marginal, ditandai dengan penggunaan

teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal dan akses terhadap kredit yang

rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Namun demikian sejumlah

kajian dibeberapa negara menunjukkan bahwa usaha mikro berperanan cukup

besar bagi pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga kerja melalui penciptaan

lapangan pekerjaan, menyediakan barang dan jasa dengan harga murah, serta

mengatasi masalah kemiskinan. Disamping itu, usaha mikro juga merupakan salah

satu komponen utama pengembangan ekonomi lokal, dan berpotensi

meningkatkan posisi tawar (bargaining position) perempuan dalam keluarga.

Di Indonesia, usaha mikro dan usaha kecil telah memberikan kontribusi

yang signifikan kepada perekonomian nasional. Sebagai gambaran, pada tahun

2000 jumlah UKM di Indonesia sebanyak 38,72 juta unit dan meningkat menjadi

42,4 juta unit pada tahun 2004. Angka tersebut mengambarkan bahwa selama tiga

tahun terakhir bahwa pertumbuhan UKM sebanyak 3,68 juta unit atau

pertumbuhan 3,07 % per tahunnya.

Tabel II.2Profil UKM di Indonesia

Indikator 2000 2004Jumlah Usaha (Juta Unit) 38,72 42,40Tenaga Kerja (Juta Orang) 70,40 79,03Nilai Ekspor (Rp. Triliun) 75,45 75,86Porsi Terhadap Ekspor Non Migas (%) 19,35 19,90Porsi terhadap PDB (%) 54,50 56,70Porsi terhadap Total Kredit (%) 44,61 44,78

Sumber: BPS, 2004

Jumlah tenaga kerja yang diserap juga cukup besar dari 70,4 juta orang

pada tahun 2000 meningkat menjadi 79,03 juta orang pada tahun 2004. Selama

periode tersebut terjadi pertumbuhan tenaga kerja yang diserap sebesar 3,93

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

36

Page 26: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

persen per tahunnya. Pertumbuhan ini sangat diharapkan dikarenakan masih

banyaknya masyarakat yang menganggur. Sumbangan UKM terhadap ekspor

nonmigas juga cukup besar sekitar 19,35 persen pada tahun 2000 dan terjadi

kenaikan menjadi 19,9 persen pada tahun 2003. UKM ini mempunyai porsi

terhadap Total Kredit sebanyak 44,61 persen pada tahun 2000 menjadi 44,78

persen pada tahun 2004, Tetapi, sumbangannya terhadap PDB Indonesia juga

besar melebih separuh dari PDB Indonesia. Tahun 2000 sumbangan UKM

terhadap PDB sebesar 54,5 persen dan meningkat menjadi 56,7 persen pada tahun

2004. Peningkatan ini juga menggambarkan bahwa UKM sangat besar kon-

tribusinya, sehingga Pemerintah harus memperhatikan dan membuat kebijakan

yang tepat agar UKM ini dapat bertumbuh di Indonesia.

Usaha mikro bersama usaha kecil juga mampu bertahan menghadapi

goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.

Indikatornya antara lain, serapan tenaga kerja antara kurun waktu sebelum krisis

dan ketika krisis berlangsung tidak banyak berubah, dan pengaruh negatif krisis

terhadap pertumbuhan jumlah usaha mikro dan kecil lebih rendah dibanding

pengaruhnya pada usaha menengah dan besar. Lebih jauh lagi, usaha mikro dan

usaha kecil telah berperan sebagai penyangga (buffer) dan katup pengaman (safety

valve) dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menyediakan

alternatif lapangan pekerjaan bagi para pekerja sektor formal yang terkena

dampak krisis.

Permasalahan utama yang banyak dikemukakan usaha mikro adalah

kurangnya modal untuk mengembangkan usaha. Hal ini cukup ironis mengingat

cukup banyak upaya penguatan dalam bentuk bantuan modal yang disediakan

untuk usaha mikro. Sifat dan cara mengelola usaha mikro itu sendiri tampaknya

turut mendukung kurangnya modal. Hasil usaha mikro biasanya digunakan untuk

menutup kebutuhan sehari-hari sehingga tujuan menambah modal sulit terpenuhi.

Bahkan tidak jarang usaha mikro dikorbankan ketika ada kebutuhan keluarga

yang mendesak. Di samping itu, umumnya pengusaha mikro tidak memisahkan

“pembukuan” usaha dengan pengeluaran keluarga sehingga modal usaha sering

terpakai untuk keperluan sehari-hari.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

37

Page 27: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

Masalah kedua terbesar yang dihadapi usaha mikro adalah pemasaran.

Untuk memasarkan produk usaha mikro ke pasar yang lebih luas, diperlukan

persyaratan- persyaratan yang umumnya belum dipahami oleh usaha mikro.

Misalnya di Kabupaten Sukabumi, untuk memasukkan kue ke toko-toko besar

usaha mikro harus terlebih dulu memiliki izin dari Departemen Kesehatan, di

samping harus memenuhi beberapa kualifikasi dari segi mutu. Karena sulitnya

pemasaran, banyak usaha mikro yang tergantung kepada para tengkulak

(pengepul) yang biasanya menekan harga jual mereka.

Masalah lainnya adalah ketergantungan usaha mikro yang cukup tinggi

terhadap musim dan permintaan pasar, menyebabkan usaha ini menjadi fluktuatif

dan sulit berkembang. Misalnya saat musim penghujan penjual es tidak dapat

menjual dagangannya sama sekali, atau pada saat libur sekolah, pedagang yang

biasa berjualan di sekolah terpaksa kehilangan pasar. Selain itu masalah legal

formal usaha juga menjadi masalah, terutama untuk usaha mikro di daerah

perkotaan seperti pedagang kaki lima.

Usaha kecil dan menengah (UKM) idealnya memang membutuhkan

peran pemerintah dalam peningkatan kemampuan bersaing. Namun yang perlu

diperhatikan adalah bahwa kemampuan di sini bukan dalam arti kemampuan

untuk bersaing dengan usaha (industri) besar, lebih pada kemampuan untuk

memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan untuk mengantisipasi kondisi

lingkungan tersebut.

Peran pemerintah ini juga bukan pada pemberian modal, tetapi lebih pada

membina kemampuan industri kecil dan membuat suatu kondisi yang mendorong

kemampuan industri kecil dalam mengakses modal (Pardede, 2000). Atau

dengan kata lain, pemerintah harus membina kemampuan industri kecil dalam

menghitung modal optimum yang diperlukan, kemampuan menyusun suatu

proposal pendanaan ke lembaga-lembaga pemberi modal, serta mengeluarkan

kebijakan atau peraturan yang lebih memihak industri kecil dalam pemberian

kredit.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

38

Page 28: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

Menurut Haeruman (2000), tantangan bagi dunia usaha, terutama

pengembangan UKM, mencakup aspek yang luas, antara lain :

(1) Peningkatan kualitas SDM dalam hal kemampuan manajemen, organisasi dan

teknologi,

(2) Kompetensi kewirausahaan,

(3) Akses yang lebih luas terhadap permodalan,

(4) Informasi pasar yang transparan,

(5) Faktor input produksi lainnya, dan

(6) Iklim usaha yang sehat yang mendukung inovasi, kewirausahaan dan praktek

bisnis serta persaingan yang sehat.

  Namun permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam upaya

pengembangan wirausaha (pengusaha UKM) yang tangguh adalah pemilihan dan

penetapan strategi (program) untuk dua kondisi yang berbeda. Kondisi yang

dimaksud adalah : (1) mengembangkan pengusaha yang sudah ada supaya

menjadi tangguh, atau (2) mengembangkan wirausaha baru yang tangguh.

Strategi (program) pengembangan untuk kedua kondisi tersebut haruslah

spesifik. Bahkan strategi pengembangan untuk pengusaha yang sudah ada pun

tidak dapat dilakukan dengan “penyeragaman”. Apa yang disebutkan oleh

Haeruman di atas adalah kondisi yang di-generalisasi. Tiap jenis usaha, bahkan

tiap pengusaha pada jenis yang sama akan mempunyai permasalahan yang

berbeda. Diperlukan suatu studi yang matang dan mendalam (diagnosis) untuk

mengetahui apa sebenarnya permasalahan yang dihadapi oleh UKM yang akan

dibina. Tanpa studi dan perencanaan yang matang, maka usaha program

pengembangan (meski dengan niat yang baik) akan menemui banyak kendala,

misalnya : (1) salah sasaran, (2) sia-sia (mubazir), (3) banyak manipulasi dalam

implementasinya.

Kasus munculnya koperasi (UKM) “dadakan” ketika diluncurkan

kebijakan kredit tanpa bunga (kredit dengan bunga yang rendah), dapat dijadikan

salah satu contoh kegagalan usaha pengembangan UKM yang dilakukan

pemerintah.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

39

Page 29: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

2.3.3 Kebijaksanaan Dalam RUTR Kota Bandung Menyangkut Aspek

Ekonomi

Berdasarkan Evaluasi Rencanan Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kota

Bandung tahun 2000, RUTR Kota Bandung tidak secara eksplisit mencantumkan

kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam sektor ekonomi, melainkan hanya

mencantumkan hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian kota.

Hal pokok yang merupakan landasan bagi penyusunan strategi pengembangan

kota, khususnya sektor ekonomi :

1 Perkembangan penduduk Kota Bandung yang mencapai rata-rata 1,86% per

tahun pada periode 1980 - 1990. jumlah penduduk pada tahun. 1990 tercatat

sebesar 2.056.915 jiwa dan akan mencapai 2.388.175 jiwa pada tahun 2000 din

2.509.448 jiwa pada tahun 2005.

2 Peningkatan berbagai kegiatan usaha kota dan peningkatan mobilitas penduduk

yang dicirikan dengan kuatnya kecenderungan perkembangan kawasan

perluasan terutama pada kawasan pinggiran dan kantong-kantong bagian

wilayah selatan dan timur kota sebagai kawasan tempat tinggal dan

penemparan berbagai kegiatan fungsional perkotaan. Walaupun demikian,

dominasi kegiatan masih terlihat pada kawasan kota lama terutama pada

kawasan pusat kota. Secara struktural terlihat adanya poros kegiatan antara

Timur-Barat.

3 Pada wilayah terbangun yang ada, tampak adanya gejala penetrasi kegiatan

komersil pada jaringan jalan utama dan pada kawasan tempat tinggal. Pola

perkembangan. yang terakhir ini menyebabkan terjadinya pola penggunaan

lahan campuran pada beberapa bagian wilayah kota.

Potensi dasar serta pembatas yang dipertimbangkan dalam penyusunan

tujuan dan strategi pengembangan Kota Bandung jangka panjang:

- Potensi ekonomi dalam kerangka pengembangan berbagai sektor kegiatan di

banding memegang peranan penting. Sektor kegiatan pertokoan dan

perbankan mengalami perkembangan pesat.

- Perkembangan ini tidak terlepas dari peran Bandung sebagai pusat untuk

pengembangan wilayah sekitarnya. Bandung merupakan pasar yang akan

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

40

Page 30: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

berkembang terus, merupakan pusat ekspor beberapa komoditi (terutama

tekstil dan elektronik).

- Tersebarnya lokasi perguruan-perguruan tinggi yang terkenal di Indonesia di

Kota Bandung

Tujuan pembangunan Kota Bandung jangka panjang :

a. Menyelesaikan permasalahan serta mengembangkan kota secara bertahap

sesuai dengan potensi sumberdaya alam, SDM dan modal yang dimiliki

secara efisien, efektif dan produktif.

b. Usaha ini harus diintegrasikan dalam lingkungan pembangunan yang lebih

luas yang menunjang peningkatan pendapatan nasional dan wilayah serta

kelancaran distnibusi produksi wilayah

c. Meningkatkan kualitas dan taraf hidup penduduk, serta menunjang usaha

pengembangan wilayah untuk keseimbangan dan pemerataan pembangunan

bagi wilayah belakangnya.

Strategi jangka panjang yang menyangkut aspek ekonomi:

1. Pengembangan dan pembangunan Kota Bandung harus diarahkan kepada

kedudukannya sebagai kota utama dalam lingkup Bandung Raya.

Pengembangan Kota Bandung harus dilandaskan kepada fungsinya sebagai

tempat kedudukan pusat pemerintahan Propinsi Jawa Barat, pusat industri,

pusat pendidikan tinggi dan sebagai pusat wilayah inti dan wilayah pengaruh

pengembangan Bandung Raya

2. Secara ekonomis pengembangan Kota Bandung harus diarahkan kepada

perannya sebagai pusat jasa distribusi produksi dari wilayah sekitamya,

khususnya pertanian dan perkebunan serta sebagai pusat budaya dan

pariwisata.

Kebijaksanaan terkait dengan pengembangan ekonomi Kota Bandung:

1) Kebijaksanaan Propinsi Jawa Barat :

Kota Bandung termasuk dalam WP Bandung Raya dengan fungsi:

a. pengembangan daerah industri,

b. pendidikan tinggi,

c. konservasi,

d. pengembangan pertanian,

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

41

Page 31: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

e. pengembangan energi dan

f. pusat pemerintahan

2) Kebijaksanaan Kota Bandung

Arah pembangunan diprioritaskan pada pembangunan ekonomi dengan titik

berat pada:

a. Sektor industri melalui peningkatan mutu SDM

b. Perluasan kesempatan kerja

c. Pengembangan aktivitas ekonomi

d. Pendayagunaan aparatur pemerintah

e. Menjaga kelestanian dan keseimbangan SDA dan lingkungan hidup

Usaha/industri kecil dan menengah merupakan salah satu kekuatan

pendorong terdepan dan pembangunan ekonomi. Gerak sektor UKM amat vital

untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel

dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan

pasar. Mereka juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan

sektor usaha lainnya, dan mereka juga cukup terdiversifikasi dan memberikan

kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Karena itu UKM/IKM

merupakan aspek penting dalam pembangunan ekonomi yang kompetitif.

Di Indonesia, sumber penghidupan amat bergantung pada sektor

UKM/IKM. Kebanyakan usaha/industri kecil ini terkonsentrasi pada sektor

perdagangan, pangan, olahan pangan, tekstil dan garmen, kayu dan produk kayu,

serta produksi mineral non-logam. Mereka bergerak dalam kondisi yang amat

kompetitif dan ketidakpastian; juga amat dipengaruhi oleh situasi ekonomi makro.

Lingkungan usaha yang buruk lebih banyak merugikan UKM/IKM daripada

usaha besar.

Secara keseluruhan, sektor UKM/IKM diperkirakan menyumbang sekitar

lebih dari 50% PDB (kebanyakan berada di sektor perdagangan dan pertanian)

dan sekitar 10 % dari ekspor. Meski tidak tersedia data yang terpercaya, ada

indikasi bahwa pekerja industri skala menengah telah menurun secara relatif dari

sebesar 10 % dari keseluruhan pekerja pada pertengahan tahun 1980an menjadi

sekitar 5 % di akhir tahun 1990an. Dibandingkan dengan negara maju, Indonesia

kehilangan kelompok industri menengah dalam struktur industrinya. Akibatnya

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

42

Page 32: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

disatu sisi terdapat sejumlah kecil perusahaan besar dan di sisi lain melimpahnya

usaha kecil yang berorientasi pasar domestik.

2.4 Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal (LED)

Konsep Local Economic Development (LED) telah memperoleh

pengakuan luas selama dekade terakhir ini dan kemunginan akan segera

menggantikan Konsep Spatial Economic. LED yaitu, proses dimana pemerintah

lokal dan atau kelompok didasarkan komunitas mengelola sumberdaya yang ada

dan masuk ke dalam susunan kerjasama (kemitraan) dengan sektor swasta atau

dengan diantara mereka untuk:

1. Menciptakan pekerjaan baru

2. Merangsang kegiatan ekonomi

Sifat pengembangan ekonomi diorientasikan secara lokal, penekanan pada

kebijaksanaan pengembangan endogen (Endogenous Development) dengan

menggunakan potensi:

Manusia

Lembaga

Sumberdaya Fisik

Lokal fokus pada pengembangan prakarsa lokal dalam proses

pembangunan, pemerintah lokal dan atau kelompok masyarakat harus mengambil

peran sebagai pemrakarsa, pemerintah lokal, dengan partisipasi masyarakat dan

menggunakan sumberdaya lembaga berbasis masyarakat yang ada diperlukan

untuk, memperkirakan potensi, menyusun keperluan sumberdaya.

Dalam merencanakan dan mengembangkan perekonomian lokal, konsep

LED akan membawa pemerintah lokal dan organisasi masyarakat untuk

mengambil perspektif baru dan berbeda terhadap prakarsa pengembangan yang

terencana dan terorganisir, dan komunitas besar atau kecil perlu memahami

semiskin atau sekaya apapun pemerintah lokal, masyarakat dan sektor swasta

adalah mitra kerja yang penting dalam proses pengembangan ekonomi.

Suatu Pendekatan endogen menekankan faktor unik lingkungan pergaulan

ruang dimana kegiatan terjadi, dalam waktu yang sama mengetahui melekat dalam

struktur yang lebih besar, pembangunan tunduk pada faktor eksternal yang

menguntungkan, tetapi tidak perlu merupakan hasil dari faktor eksternal.

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

43

Page 33: Jbptunikompp Gdl Theresiaes 14972 3 11babii

1. Ada saling bermain yang diperlukan dengan kekuatan-kekuatan global dan

sifat terbuka yang semakin meningkat dari ekonomi lokal.

2. Memandang pengembangan lokal secara terpisah dari kontek wilayahnya akan

menghasilkan kegagalan dalam memahami aliran modal, tenaga kerja dan

suberdaya yang akan menciptakan ketimpangan wilayah dan akan

menghambat perkembangan lokal.

Di pihak lain edogenous development harus memasukkan nilai-nilai non

ekonomi, harus melibatkan evaluasi nilai-nilai manusia, perubahan perilaku dan

psikologi sosial dari homo economicus ke homo soieties.

2.5 Indikator Perbedaan Antara Pengusaha mikro, Kecil dan

Menengah

Indikator-indikator perbedaan antara pengusaha mikro, kecil dan

menengah di kawasan industri tahu meliputi, indikator tenaga kerja, teknologi

yang digunakan dalam memproduksi tahu, produksi, bahan baku, orientasi

pasar/pemasaran, dan permodalan. Perbandingan antar indikator tersebut dapat

dilihat pada Tabel II.3.

Tabel II.3Indikator Perbedaan Antara Pengusaha

Skala mikro, kecil dan Menengah.

Tahapan PerkembanganMikro Kecil Menengah

Jml. Tenaga kerja 2-4 orang 5-10 orang 10-25 orang

Fasilitas yang diperoleh tenaga kerja

Tidak ada Tidak adaTempat tinggal yang biasanya di dalam pabrik, kendaraan untuk menjual tahu

Jenis teknologiTradisional dan modern

Tradisional dan modern Tradisional dan modern

Cara memperoleh bahan baku

Import Import import

Jml. Penggunaan bhn baku

30 kg 50 kg 1 kuintal

Orientasi pasar LokalLokal dan luar Kota Bandung

Lokal dan luar Kota Bandung

Cara pemasaranLangsung ke pasar

Langsung ke pasar Langsung ke pasar

Permodalan Pinjam Pinjam dan modal sendiri Pinjam dan modal sendiri

Tempat produksi Sewa Sewa dan milik sendiri Milik sendiriSumber : Hasil survei, 2007

________________________________Kajian Klaster Industri Tahu Di Kawasan Cibuntu Dengan Model Diamond Porter

44