jaringan komunikasi pada kelompok wanita tani sido …repository.ub.ac.id/5424/1/rahayu,...
TRANSCRIPT
JARINGAN KOMUNIKASI PADA KELOMPOK WANITA TANI
SIDO LESTARI DALAM PROGRAM KAWASAN RUMAH PANGAN
LESTARI (KRPL) DI DUSUN GONDANG LEGI, KECAMATAN
SUTOJAYAN, KABUPATEN BLITAR
SKRIPSI
WENDY RAHAYU
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya, dengan bimbingan para pembimbing saya. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dalam naskah ini sudah jelas
ditunjukkan rujukannya dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2017
Wendy Rahayu
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 19 Juli 1994 sebagai putri ketiga
dari tiga bersaudara Bapak Pardiono dan Ibu Bibit Sumiarsih. Penulis menempuh
pendidikan dasar di SDN 3 Sutojayan pada tahun 2001 hingga 2007. Kemudian
penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP di SMPN 1 Sutojayan pada
tahun 2007 hingga 2010. Pada tahun 2010 hingga 2013 penulis melanjutkan
pendidikan pada tingkat SLTA di SMAN 1 Sutojayan. Setelah lulus dari bangku
SLTA penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan terdaftar sebagai
mahasiswi Pogram Studi Agribisnis FAkultas Pertanian Universitas Brawijaya,
Malang angakatan 2013 melalui jalur peneimaan SNMPTN. Untuk menempuh
tugas akhir perkuliahan penulis melaksanakan kegiatan magang kerja di PT.
Kampung Coklat Blitar dan melakukan penelitian skripsi pada Kelompok Wanita
Tani (KWT) Sido Lestari di Dusun Gondang Legi, Kecamatan Sutojayan,
Kabupaten Blitar.
لِ ّ (Alhamdulillah)ِالَْحَمْدلُِل
Selesainya tugas akhir ini adalah perjuangan yang saya jalankan
dengan berbagai dukungan:
Untuk kedua dosen pembimbing saya Mas Ayu Ambayoen, SP., M. Si. dan Dr. Ir. Yayuk Yuliati, MS. penghargaan setinggi-tinginya atas
bimbingan dari awal hingga akhir penyelesaian skripsi
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua (Bpk Pardiono & Ibu Bibit Sumiarsih), kakak (Bambang & Arif beserta ipar), dan keluarga besar
yang telah menemani, mendukung dan mendoakan, bahkan ketika masa sulit bagi saya
harus mengulang penelitian (akibat data hilang)
Untuk keluarga Malang Bpk Budi (Ibu Hani, Kiki, Feby Syeril)
yang telah memberikan kenyaman seperti keluarga saya sendiri
Untuk jajaran informan Disperta Kab.Blitar, BP4K Kec.Sutojayan, KWT
Sido Lestari, semoga proses ini dapat menjadi batu loncatan untuk saya bergabung kembali
suatu saat nanti seperti apa yang telah diharapkan
Rekan dan sahabat tercinta “Kelompok Magang” (Adit, Yosi, Fajar, Reni, Bibit), “Kontrakan Pondok Alam (Boim & Irham)”, “Keluarga Belinda (Bito, Baskoro, Bang Brian, Nobita, Lily)”, “Donatur Keyboard” dan terakhir saya
menyebutnya
“Keluarga Kedua”
(Nopin, Kak Alex, Kak Kul, Kak Hen, Kak Arip, Kak Raka, Kak Hadex, Kak Aris, Kak Ib)
pikniknya skripsiku hampa tanpa kalian
RINGKASAN
WENDY RAHAYU. (135040101111121). Jaringan Komunikasi pada Kelompok
Wanita Tani Sido Lestari dalam Program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) di Dusun Gondang Legi, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Di
bawah bimbingan Mas Ayu Ambayoen, SP., M.Si. dan Dr. Ir. Yayuk Yuliati,
MS.
Salah satu upaya dalam peningkatan ketahanan pangan di Indonesia adalah
pengembangan lahan pertanian dengan pemanfaatan lahan pekarangan melalui
program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Menurut data Laporan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) provinsi Jawa Timur (2015),
wilayah Jawa Timur memiliki potensi pekarangan yang cukup luas sebesar
± 626.740 hektar dengan jumlah total Kepala Keluarga (KK) sebanyak
10.385.261 KK. Pengembangan program KRPL di Jawa Timur khususnya
Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar dipelopori oleh Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari selama dua periode berturut-turut yaitu pada tahun 2015 dan
2016. Selama berjalannya program tersebut terdapat kecenderungan yaitu hanya
beberapa tokoh yang berperan aktif dalam mengakses informasi dan melakukan
komunikasi dengan pihak-pihak terakit di luar kelompok seperti PPL, penyedia
sarana dan produksi (saprodi) pertanian dan saluran pemasaran. Hal ini
mengakibatkan terjadinya pemusatan arus komunikasi hanya pada tokoh-tokoh
tertentu, sehingga berjalannya informasi kurang merata dan menjangkau
anggota KWT secara keseluruhan.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis pola jaringan komunikasi
yang terbentuk pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program
KRPL, 2) Mengidentifikasi peran tokoh dalam jaringan komunikasi Kelompok
Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL, dan 3) Mengidentifikasi
aktor yang menjadi tokoh sentral dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita
Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan memfokuskan penelitian jaringan komunikasi pada
level deskriptif. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan
pertimbangan KWT Sido Lestari merupakan pioner pelaksana program KRPL di
Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar. Informan yang digunakan dalam
penelitian ini kelompok kecil yaitu seluruh anggota kelompok terlibat sebagai
informan. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2017. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi wawancara,
observasi dan dokumentasi. Analisis yang digunakan dalam mengolah data antara
lain analisis sosiometri dan sentralitas dengan pengujian keabsahan data uji
kredibilitas, uji transferabilitas, uji dependabilitas dan uji konformabilitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pola yang terbentuk pada jaringan
komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari dalam program Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah roda (wheel) dan jaringan bebas (all
channel). Pola jaringan komunikasi roda (wheel) terbentuk dari interaksi yang
terjadi antara Ibu Rini dalam proses penyampaian informasi yang diperoleh dari
Petugas Penyuluh Lapang (PPL) kepada aktor yang menjadi node pusat pada
masing-masing klik yang terbentuk, sementara itu pola jaringan bebas (all
channel) terjadi pada kelompok-kelompok kecil atau klik yang terdapat dalam
KWT Sido Lestari. Hasil identifikasi peran tokoh dalam jaringan komunikasi
Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari dalam program Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL) menunjukkan bahwa terdapat beberapa tokoh yang
memegang peran tersebut meliputi: opinion leader (tokoh yang menjadi pemuka
pendapat) dan gate keeper (pengontrol informasi) diperankan oleh Ibu Rini,
cosmopolite (tokoh yang menghubungkan kelompok dengan lingkunganny)
dan bridge(tokoh yang menghubungkan kelompoknya dengan kelompok lain)
diperankan oleh Ibu Rini, Ibu Purwanti, Ibu Giarti, Ibu Yuli dan Ibu Haryati, dan
peran sebagai liaison (penghubung antar kelompok) dan cosmopolite (tokoh
yang memiliki kontak minimal) tidak ditemukan. Berdasarkan hasil analisis
sentralitas dengan tiga kategori yang berbeda dapat diketahui bahwa tokoh sentral
dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada
pelaksanaan program KRPL adalah Ibu Purwanti dengan nilai sentralitas
tertinggi diantara aktor yang lain yaitu dengan nilai sentralitas tingkatan
(degree centrality) outdegree sebesar 20,000, sentralitas kedekatan (closeness
centrality) outclose sebesar 56,00 dan inclose sebesar 187,00, dan sentralitas
keperantaraan (betweennes centrality) sebesar 548,00. Hasil ini menunjukkan
bahwa terdapat kecenderungan peran tokoh pada aktor-aktor tertentu.
Saran yang dapat diberikan adalah perluanya pembenahan jaringan
komunikasi pada kelompok tersebut dengan melibatkan lebih banyak aktor
sebagai penerima maupun penyalur informasi sehingga peran-peran sebagai
opinion leader, gate keeper, brigde dan liaison dapat terdistribusi lebih merata
di antara anggota KWT dalam jaringan agar penyebaran informasi dapat berjalan
lebih baik sehingga dapat mencapai tujuan pelaksanaan program KRPL dalam
kelompok tersebut.
SUMMARY
WENDY RAHAYU. (135040101111121). Communication Network of KWT
Sido Lestari in Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Program in Gondang
Legi village, Sutojayan district, Blitar Regency. Under the guidance of Mas Ayu
Ambayoen, SP., M.Si. And Dr. Ir. Yayuk Yuliati, MS.
One of the efforts in increasing food security in Indonesia is the
development of agricultural land with the utilization of yard land through the
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) program. According to Laporan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) of East Java (2015), East Java has
wide potential of ± 626,740 hectares with total head of household (KK) of
10,385,261. The development of KRPL program in East Java, especially
Sutojayan District in Blitar Regency was spearheaded by Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari for two consecutive periods in 2015 and 2016. During the
course of the program there was a tendency that only a few figures actively
participate in accessing information and communicating with outside parties such
as PPL, providers of agricultural materials and marketing channels. This resulted
in the centralization of the flow of communication only on certain characters, so
that the information runs less evenly and reach the members of the KWT as a
whole.
This study aims to: 1) Analyze the pattern of communication networks
formed in KWT Sido Lestari in the KRPL program, 2) to identify the role of
figures in the communication network of Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido
Lestari on KRPL program, and 3) to identify the actor who became the central
figure in the communication network of Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido
Lestari on KRPL program. This research uses qualitative approach by focusing
the research of communication network at descriptive level. The selection site of
research conducted deliberately with the consideration of KWT Sido Lestari is a
pioneer implementing KRPL program in Sutojayan District, Blitar regency. The
informants used in this study were small groups that all members of the group
were involved as informants. The study was conducted in March-April 2017. Data
collection techniques used in this study include interviews, observation and
documentation. The analysis used in data processing include sociometric and
centrality analysis with validity testing of credibility test data, transferability test,
dependability test and conformability test.
The result of the research shows that the pattern that is formed in the
communication network of Kelompok Wanita Tani (KWT) of Sido Lestari in the
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) is wheel (wheel) and all channel. The
wheel communication network pattern is formed from the interaction that occurs
between Mrs. Rini in the process of delivering information obtained from the PPL
to the actor who becomes the central node on each click formed, while the free
network pattern (all channel ) occurs in small groups or clicks contained in KWT
Sido Lestari. The result of identification of the role of figure in the
communication network of Kelompok Wanita Tani (KWT) of Sido Lestari in the
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) program shows that there are some
figures that hold the role include: opinion leader and gate keeper played by Mrs.
Rini, cosmopolite (the person who connects the group to the environment) and the
bridge (the person who connects the group with the other group) is played by Mrs.
Rini, Mrs. Purwanti, Mrs. Giarti, Mrs. Yuli and Mrs. Haryati, and the role of
liaison and cosmopolites (figures with minimal contact) were not found. Based on
the results of centrality analysis with three different categories it can be seen that
the central figure in the communication network of Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari on the implementation of KRPL program is Mrs. Purwanti
with the highest centrality among the other actors that is with the centrality level
degree (degree centrality) outdegree by 20,000, closeness centrality of outclose
56.00 and inclose of 187.00, and 544.00 intermediate intermediateness center.
These results indicate that there is a tendency of character roles in certain actors.
Suggestions can be given is the improvement of communication network in
the group by involving more actors as recipients and distributors of information so
that the roles as opinion leader, gate keeper, brigde and liaison can be distributed
more evenly among KWT members in the network so that the dissemination of
information can run better so as to achieve the objectives of the implementation of
the program KRPL in the group.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul pada Kelompok Wanita Tani Sido Lestari
dalam Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di Dusun Gondang Legi,
Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. Penyusunan skripsi ini didasarkan dari
hasil yang sudah didiskusikan dan memperoleh izin dari berbagai pihak terkait.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak akan berjalan lancar
tanpa bantuan berbagai pihak tersebut. Oleh karena itu penulis memberikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Mas Ayu Ambayoen, SP., M.Si. dan Dr. Ir. Yayuk Yuliati, MS. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta motivasi penyusunan
skripsi
2. Mangku Purnomo, SP., M.Si., Ph. D. selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
3. BKP3 Kecamatan Sutojayan dan Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari
yang telah memberikan izin tuk melakukan penelitian terkait topik yang telah
dicantumkan dalam skripsi.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca agar menjadikan skripsi ini lebih baik.
Malang, Agustus 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................ i
SUMMARY ............................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1.5 Kegunaan Penelitian............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu ................................................................. 9
2.2 Teori ...................................................................................................... 9
2.2.1 Tinjauan Tentang Pengertian Jaringan Komunikasi ..................... 9
2.2.2 Tinjauan Tentang Pola Jaringan Komunikasi ............................... 11
2.2.3 Tinjauan Tentang Peran-peran dalam Jaringan Komunikasi ........ 16
2.2.4 Tinjauan Tentang Analisis Jaringan Komunikas .......................... 19
2.2.5 Tinjauan Tentang Kelompok Wanita Tani .................................... 28
2.2.6 Tinjauan Tentang Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)) ...... 31
2.3 Kerangka pemikiran ............................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 38
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 38
3.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 38
3.3 Teknik Penentuan Informan .................................................................. 38
3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 39
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................. 41
3.6 Keabsahan Data ..................................................................................... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 49
4.1 Gambaran Umum .............................................................................. ….49
4.1.1 Gambaran Umum Kelompok Wanita Tani Sido Lestari .......... ….49
4.1.2 Pelaksanaan KRPL pada KWT Sido Lestari ................................. 50
4.1.3 Kharakteristik Responden ......................................................... ….53
4.2 Hasil dan Pembahasan....................................................................... ….55
4.2.1 Pola Jaringan Komunikasi pada KWT Sido Lestari dalam program
KRPL ........................................................................................ ….55
4.2.2 Peran tokoh dalam Jaringan Komunikasi pada KWT Sido Lestari
pada program KRPL ................................................................. ….62
4.2.3 Tokoh Sentral dalam Jaringan Komunikasi Kelompok Wanita Tani
(KWT) ....................................................................................... ….72
BAB V KESIMPULAN ........................................................................ … 78
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... … 78
5.2 Saran .................................................................................................. … 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 80
LAMPIRAN ............................................................................................... 83
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1 Perbedaan one mode dan two mode ........................................................ 12
2 Perbedaan directed dan undirected ......................................................... 13
3 Perbedaan simetris dan asimetris ............................................................ 13
4 Perbedaan valued dan unvalued .............................................................. 14
5 Model rantai dalam jaringan komunikasi ................................................ 15
6 Model roda dalam jaringan komunikasi ................................................. 15
7 Model lingkaran dalam jaringan komunikasi .......................................... 16
8 Model jaringan bebas dalam jaringan komunikasi.................................. 16
9 Model huruf Y dalam jaringan komunikasi ............................................ 17
10 Struktur Jaringan ..................................................................................... 17
11 Kerangka pemikiran jaringan komunikasi pada KWT Sido Lestari dalam
Program KRPL ....................................................................................... 37
12 Analisis data interaktif ............................................................................ 41
13 Alur identifikasi sosiometri ..................................................................... 42
14 Denah penyebaran tempat tinggal anggota KWT Sido Lestari ............... 48
15 Struktur organisasi KWT Sido Lestari .................................................... 49
16 Diagram distribusi anggota KWT Sido Lestari berdasarkan usia ........... 53
17 Diagram distribusi anggota KWT Sido Lestari berdasarkan tingkat
pendidikan............................................................................................... 53
18 Sosiogram jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada pelaksanaan
KRPL ...................................................................................................... 56
19 Pola jaringan roda (wheel) pada jaringan komunikasi KWT Sido
Lestari pada program KRPL ................................................................... 57
20 Pola All Channel pada salah satu klik jaringan komunikasi KWT Sido
Lestari pada program KRPL ................................................................... 58
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1 Jenis Perhitungan Pada Jaringan Utuh ................................................ 21
2 Jenis Perhitungan Pada Jaringan Ego .................................................. 26
3 Pelaku dan Peran Elemen KRPL......................................................... 35
4 Matriks data relasional ........................................................................ 43
5 Daftar anggota klik pada jaringan komunikasi KWT Sido Lestari
pada program KRPL ........................................................................... 57
6 Peran aktor dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada
program KRPL .................................................................................... 60
7 Identifikasi tokoh yang berperan sebagai bridge dalam jaringan
komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL ......................... 68
8 Hasil analisis sentralitas tokoh dalam jaringan komunikasi KWT
Sido Lestari pada program KRPL ....................................................... 71
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemantapan ketahanan pangan masih menjadi isu yang tetap diangkat pada
program-program pemerintahan baik secara lokal maupun nasional. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Menteri Pertanian yang dikutip dari Kebijakan Strategis
Pangan dan Gizi (KSPG) 2015-2019 bahwa program mengenai ketahanan pangan
harus dijalankan oleh seluruh stakeholder di provinsi dan kabupaten atau kota
sesuai dengan potensi dan kondisi wilayahnya masing-masing. UU No.18 Tahun
2012 memaparkan ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu
dan rumah tangga memiliki akses secara fisik, ekonomi dan ketersediaan pangan
yang cukup, aman serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan
seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Pengadaan pangan yang terbatas
dan tidak stabil dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat menjadi
pendorong untuk diadakannya berbagai upaya penanggulangan terhadap
ketahanan pangan.
Peningkatan alih fungsi lahan dari pertanian menjadi non pertanian
merupakan salah satu hal yang dapat mengganggu kestabilan ketahanan pangan di
Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Nur et al (2015), bahwa setiap tahun
diperkirakan 80 ribu hektar lahan pertanian atau setara 22 hektar setiap harinya
berubah fungsi ke sektor lain, namun tuntutan akan pangan dari tahun ketahun
terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini mendorong
penggunaan lahan dengan luasan yang terbatas untuk dimanfaatkan secara optimal
dalam upaya menjaga kestabilan ketahanan pangan. Menurut data Laporan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) provinsi Jawa Timur (2015),
wilayah Jawa Timur memiliki potensi pekarangan yang cukup luas sebesar
± 626.740 hektar dengan jumlah total Kepala Keluarga (KK) sebanyak 10.385.261
KK. Jumlah KK yang memanfaatkan pekarangan untuk pengembangan usaha di
bidang pertanian masih relatif kecil. Berdasarkan potensi tersebut, Menteri
Pertanian melakukan kontrak kerja sama dengan Presiden selama lima tahun yang
disebut sebagai Empat Sukses Pertanian pada tahun 2009-2015. Salah satu
2
implementasi dari kerja sama tersebut adalah melalui pengembangan program
Kawasan Rumah Pangan Lestari (Badan Ketahanan Pangan Jatim, 2012).
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) menjadi salah satu bentuk
pemberdayaan rumah tangga secara lestari dalam satu kawasan dengan tujuan
menyediakan pangan keluarga yang beragam, bergizi seimbang dan aman melalui
pemanfaatan teknologi inovatif, diantaranya pengolahan limbah (kotoran) ternak
untuk pupuk, penggunaan sampah rumah tangga menjadi Mikro Organisme Lokal
(MOL) (Departemen Pertanian, 2011). Pelaksanaan KRPL melibatkan beberapa
elemen masyarakat dan instansi, baik ditingkat pusat maupun daerah yang
masing-masing bertanggung jawab terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan.
Kelompok sasaran kegiatan optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan melalui
KRPL yaitu kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang
berdomisili berdekatan dalam satu desa (Permentan P2KP, 2016). Setidaknya
terdapat empat kelompok Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam program
KRPL yaitu petugas dari instansi terkait, baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten, petugas pendamping di lapangan, local campion dan ibu-ibu para
pelaku KRPL setempat.
Banyaknya elemen yang berperan dalam mendukung berjalannya program
KRPL membutuhkan strategi koordinasi yang tepat, mengingat sasaran pelaksana
kegiatannya adalah kelompok khususnya kelompok wanita. Hal ini tentu berkaitan
dengan proses penyampaian informasi melalui komunikasi yang terjadi di dalam
kelompok itu sendiri. Kelancaran arus informasi ini merupakan hal yang perlu
diperhatikan karena program KRPL melibatkan banyak pihak terkait serta bersifat
keberlanjutan dalam beberapa tahap kegiatan dari awal hingga program KRPL
berakhir.
Penelitian-penelitian yang dilakukan terkait program pembangunan
ketahanan pangan khususnya KRPL pada umumnya menyinggung berbagai
macam sisi namun belum banyak mengarah pada permasalahan kelancaran arus
informasi dan komunikasi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Putu et al.
(2015) dan Ratna et al. (2015) mengenai analisis program KRPL dari segi
partisipasi dan presepsi anggota Kelompok Wanita Tani dalam menunjang
keberhasilan program. Peraturan Menteri Pertanian mengenai Percepatan Program
3
Ketahanan Pangan (P2KP) (2016) menjelaskan bahwa salah satu upaya penting
yang harus dilakukan dalam menunjang keberhasilan program KRPL adalah
sosialisasi dan penyebarluasan informasi. Hal ini akan mendorong terjadinya
perubahan sikap dan perilaku untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber
gizi keluarga dalam pola hidup yang sehat, aktif dan produktif.
Salah satu penelitian yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelancaran
arus informasi dan komunikasi pada sebuaah kelompok adalah analisis jaringan
komunikasi. Studi mengenai jaringan komunikasi menggambarkan relasi antar
aktor (orang, lembaga, perusahaan dan sebagainya) satu dengan lainnya dalam
struktur sosial tertentu. Keberadaan jaringan komunikasi ini merupakan hal yang
cukup penting dalam kelompok yang menjalankan program secara bersama-sama,
hal ini dikemukakan oleh Eriyanto (2014) bahwa pentingnya jaringan dalam suatu
organisasi adalah untuk melihat keberhasilan atau kesuksesan mengenai isu dan
gerakan yang dilakukan secara bersama-sama. Namun, pada pelaksaan program
KRPL oleh sebuah Kelompok Wanita Tani (KWT) terjadi pemusatan arus
komunikasi pada tokoh-tokoh tertentu sehingga berpengaruh terhadap
keberhasilan atau kesusksesan program tersebut. Berdasarkan permasalahan
tersebut maka penting dilakukan penelitian mengenai jaringan komunikasi pada
KWT dalam pelaksanaan program KRPL.
1.2 Rumusan Masalah
Analisis jaringan komunikasi merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan dalam melihat interaksi individu di dalam kelompok serta melihat
kualitas hubungan diantara unit sosial tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh
Rogers dan Kincaid dalam Sulistyawati (2014), bahwa analisis jaringan
komunikasi merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi
struktur komunikasi dalam suatu sistem, dimana data hubungan mengenai arus
komunikasi dianalisis menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai
unit analisis. Berjalannya program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) perlu
didukung oleh banyak pihak yang saling bekerjasama. Hal ini disebabkan karena
dalam pelaksanaannya program ini memerlukan informasi yang didapatkan dari
interaksi dan relasi yang terdapat pada pelaku sehingga membentuk jaringan.
4
Pelaksanaan program KRPL oleh KWT Sido Lestari telah melampaui dua tahapan
yaitu penumbuhan dan pengembangan. Selama berjalannya program tersebut
terdapat kecenderungan yaitu hanya beberapa tokoh yang berperan aktif dalam
mengakses informasi dan melakukan komunikasi dengan pihak-pihak terakit di
luar kelompok seperti PPL, penyedia sarana dan produksi (saprodi) pertanian dan
saluran pemasaran. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemusatan arus komunikasi
hanya pada tokoh-tokoh tertentu, sehingga berjalannya informasi kurang merata
dan menjangkau anggota KWT secara keseluruhan. Mengingat pentingnya
keberadaan jaringan dalam berjalnnya program serta analisis mengenai jaringan
komunikasi dalam program KRPL masih jarang dilakukan, maka penting untuk
melakukan analisis jaringan komunikasi pada Kelompok Wanita Tani (KWT)
Sido Lestari yang menjadi pioner penumbuhan program KRPL di wilayah
Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar yang tersususun ke dalam beberapa
rumusan masalah berikut:
1. Bagaimana pola jaringan komunikasi yang terbentuk pada Kelompok Wanita
Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL?
2. Bagaimana peran tokoh dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari pada program KRPL?
3. Siapakah aktor yang menjadi tokoh sentral dalam jaringan komunikasi
Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian yang dilakukan harus mengacu pada satu topik yang sudah
ditentukan oleh karena itu diperlukan batasan masalah agar hasil yang dicapai
tidak menyimpang dari tujuan yang sudah ditetapkan. Batasan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jaringan komunikasi
mengenai pola jaringan, peran tokoh dan tokoh sentral dalam level analisis
jaringan utuh (Complete Network) dan sentralitas level aktor
2. Analisis jaringan komunikasi hanya dilakukan terhadap program KRPL pada
tahap pengembangan yang dijalankan oleh Kelompok Wanita Tani Sido Lestari
di Dusun Gondang Legi Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar.
5
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan sejumlah perumusan masalah di atas, secara garis besar
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jaringan komunikasi KWT Sido
Lestari pada program KRPL. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis pola jaringan komunikasi yang terbentuk pada Kelompok
Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL
2. Mengidentifikasi peran tokoh dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita
Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL
3. Mengidentifikasi aktor yang menjadi tokoh sentral dalam jaringan komunikasi
Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL
1.5 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan secara akademis maupun praktis. Adapun
kegunaan dari penelitian ini antara lain:
1. Kegunaan Akademis
Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan awal bagi bahan kajian lebih lanjut mengenai studi jaringan komunikasi
pada program yang sama maupun objek lainnya. Bagi peneliti dapat memperkaya
pengetahuan dan pengalaman utamanya mengenai analisis jaringan komunikasi
2. Kegunaan Praktis
Bagi kalangan penentu kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat
membantu perumus kebijakan dan pelaksana program pembangunan pertanian
dengan memberikan informasi tentang pola dan struktur jaringan komunikasi
yang dapat digunakan dalam diseminasi informasi di kalangan para pelaku
program pembangunan pertanian. Bagi kalangan pelaksana program
pembangunan pertanian dalam hal ini Kelompok Wanita Tani penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan evaluasi terutama
mengenai pembentukan jaringan komunikasi dalam melaksanakan program
pembangunan pertanian lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai jaringan komunikasi dewasa ini mulai banyak
dilakukan pada berbagai objek. Pada umumnya penelitian jaringan komunikasi
dilakukan pada suatu kelompok atau organisasi tertentu mengenai suatu fenomena
atau kegiatan yang sedang berjalan. Berbeda dengan hal itu penelitian terkait
program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) lebih banyak dilakukan sejak
dimulainya program tersebut pada tahun 2012 di berbagai wilayah Indonesia.
Pada umumnya penelitian mengenai program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) ini menganalisis mengenai berjalannya program terhadap masyarakat
sebagai pelaku baik tentang presepsi maupun dampaknya.
Sulistyawati (2014) melakukan suatu penelitian dengan judul Analisis
Jaringan Komunikasi dan Evaluasi Jaringan Kepemimpinan dalam “Gabungan
Kelompok Tani (Studi Kasus di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat)” yang bertujuan untuk menganalisis peran jaringan
komunikasi dan evaluasi jaringan kepemimpinan dalam gapoktan terhadap
program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif korelasional yaitu
menyatakan suatu hubungan dengan unit analisis yang terdiri dari unit analisis
individu yang berjumlah 102 orang, serta unit analisis kelompok yang terdiri dari
empat kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan Tani Berkah Desa Laladon,
Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Metode pengolahan data dilakukan dengan
memanfaatkan perangkat UCINET VI dalam mengidentifikasi jaringan
komunikasi, serta analisis korelasi dengan menggunakan analisis korelasi Rank
Spearman melalui SPSS 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Struktur
jaringan komunikasi yang terbentuk dalam gapoktan tani berkah membentuk
struktur roda (wheel). (2) Variabel karakteristik sumberdaya individu yang
berhubungan secara nyata dengan derajat sentralitas meliputi umur, skala usaha
dan tingkat kepemilikan media massa. (3) Variabel karakteristik sumberdaya
individu yang berhubungan nyata dengan tingkat kedekatan, meliputi umur
dan tingkat kepemilikan media massa. (4) Variabel karakteristik sumberdaya
7
individu yang berhubungan nyata dengan tingkat kebersamaan antara lain,
umur, tingkat pendidikan formal dan tingkat kepemilikan media massa. Variabel
karakteristik kelompok yang memiliki korelasi yang kuat dengan variabel jaringan
komunikasi tingkat kelompok.
Rangkuti (2007) melakukan penelitian jaringan komunikasi dengan judul
“Jaringan Komunikasi Petani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian pada
Proses Adopsi Inovasi” yang bertujuan untuk melakukan analisis dan
mengeksplorasi jaringan komunikasi petani yang menggunakan traktor tangan
serta pengaruh ciri-ciri inovasi terhadap tingkat kecepatan inovasi traktor tangan.
Penelitian ini menggunakan metode analisis yang bersifat deskriptif korelasional,
dimana analisis jaringan komunikasi menggunakan pendekatan sosiometri
terhadap kelompok tani dan untuk membantu pengujian statistik menggunakan
regresi linier berganda dengan bantuan program Statistical Program for Social
Science (SPSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan komunikasi dalam
adobsi inovasi penggunaan traktor tangan cenderung terbuka membentuk bintang
atau roda. Hasil uji regresi pengaruh faktor-faktor internal terhadap jaringan
komunikasi dan tingkat adopsi inovasi traktor tangan menunjukkan ada hubungan
yang nyata antara karakteristik petani, karakteristik usahatani, dan ciri-ciri inovasi
terhadap jaringan komunikasi dan tingkat kecepatan adopsi inovasi traktor tangan.
Berbeda dengan itu Bulkis (2015) melakukan penelitian mengenai jaringan
komunikasi pada tingkat yang lebih luas namun menggunakan analisis yang
cukup sederhana dengan judul “Analisis Jaringan Komunikasi Petani Tanaman
Sayuran (Kasus Petani Sayuran di Desa Egon, Kecamatan Waigette, Kabupaten
Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur)”. Tujuan dari penelitiannya adalah
menggambarkan jaringan komunikasi diantara petani sayuran dan menjelaskan
hubungan antara karakteristik petani dengan jaringan komunikasi. Penelitian ini
menggunakan metode sensus serta menggunakan data berupa data primer dan
sekunder. Analisis sosiometri digunakan untuk melihat jaringan komunikasi yang
terjadi di antara petani sayuran. Struktur jaringan komunikasi dianalisis dengan
menggunakan UCINET VI. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
program excel dan SPSS for windows, yaitu analisis korelasi Person dan Rank
Spearman. Hasil yang diperoleh: (1) jaringan komunikasi usahatani petani sayuran
8
yang terbentuk adalah jaringan personal radial dan jaringan personal memusat (2)
terdapat hubungan antara pendidikan non formal, pengalaman bertani, tingkat
kosmopolitan, luas lahan, status kepemilikan lahan dengan jaringan komunikasi.
Penelitian mengenai program Kawasan Rumah Pangan Lestari cukup
banyak dilakukan selama kurun waktu 3 tahun terakhir. Nurjannah et al. (2015)
melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Partisipasi Anggota Kelompok
Wanita Tani dalam Program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL)
di Desa Tualang Kecamatan Tualang Kabupaten Siak” yang bertujuan
mengidentifikasi tingkat partisipasi anggota dan permasalahan yang dihadapi oleh
Kelompok Wanita Tani (KWT) dalam M-KRPL di Desa Tualang Kecamatan
Tualang Kabupaten Siak. Tingkat partisipasi dan permasalahan yang dihadapi
dalam berpartisipasi pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Hasil
penelitian menjelaskan perolehan skor tingkat partisipasi anggota KWT secara
keseluruhan 3,88 yang menunjukkan bahwa partisipasi anggota KWT dalam
program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Desa Tualang
Kecamatan Tualang Kabupaten Siak berada pada kategori penilaian partisipasi
tinggi. Selain itu didapatkan permasalahan dalam program tersebut antara lain
sarana produksi, kurangnya sumber air, ketiadaannya keterbukaan, partisipasi
anggota KWT dalam perencanaan program, dan partisipasi anggota dalam
pelaksanaan program.
Pranita (2015) melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Keberlanjutan
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di Desa Girimoyo, Kecamatan
Karangploso Malang” yang bertujuan untuk mengevaluasi keberlanjutan program
(KRPL) di Desa Girimoyo, Kecamatan Karangploso, Malang. Metode yang
dilakukan pada penelitian ini adalah metode survei yaitu dengan kuisioner, proses
wawancara, pengumpulan data dan mengikuti semua kegiatan masyarakat
setempat, serta kajian literatur. Metode analisis keberlanjutan Kawasan Rumah
Pangan Lestari di Desa Girimoyo dilakukan dengan pendekatan Multideminsional
Scalling (MDS) dengan menggunakan software RAPFISH. Berdasarkan hasil
analisis dengan MDS Kawasan Rumah Pangan Lestari Desa Girimoyo,
Karangploso, Malang berada dalam tingkat indeks keberlanjutan 63,84 %
dengan status keberlanjutan cukup berkelanjutan.
9
Penelitian-penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya
memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan antara penelitian
Sulistyawati (2014), Rangkuti (2009) dan Bulkis (2015) adalah menganalisis
jaringan komunikasi namun ketiganya memiliki objek yang berbeda. Selain itu
metode yang digunakan juga memiliki perbedaan yang terletak pada bagian
analisis data yang digunakan. Sementara itu Nurjannah et al (2015) dan Pranita
(2015) melakukan penelitian mengenai program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) dari sisi analisis yang berbeda yaitu tingkat partisispasi dan evaluasi
keberlanjutan program. Berdasarkan uraian diatas belum ditemukan kajian
mengenai analisis jaringan komunikasi dalam program KRPL, oleh karena itu
dirasa perlu untuk mengangkat topik jaringan komunikasi pada program Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL) dengan sasaran Kelompok Wanita Tani Sido
Lestari Dusun Gondang Legi Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya. Persamaannya adalah penelitian ini memiliki topik yang
sama yaitu menganalisis jaringan komunikasi dengan bantuan software UCINET.
Selain itu pada penelitian ini juga dilakukan analisis jaringan komunikasi pada
lingkup pertanian dengan menggunakan petani sebagai objek penelitian.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian jaringan komunikasi sebelumnya
adalah tidak adanya analisis korelasi maupun regresi dalam mencapai tujuan
penelitian, sehingga alat analisis yang digunakan hanya sosiometri menggunakan
software UCINET. Selain itu pada penelitian ini dilakukan analisis tambahan
berupa sentralitas untuk mengetahui tokoh sentral dalam jaringan komunikasi
program KRPL yang dilakukan oleh Kelompok Wanita Tani.
2.2 Teori
2.2.1 Tinjauan Tentang Pengertian Jaringan Komunikasi
Effendy (2013) menjelaskan komunikasi sebagai suatu proses penyampaian
pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain
(komunikan). Sementara itu, Wood (2013) berpendapat bahwa komunikasi
merupakan sebuah proses sistematis dimana orang berinteraksi dengan dan
melalui simbol untuk menciptakan dan menafsirkan makna. Jaringan komunikasi
10
dapat diartikan sebagai suatu proses dimana komunikator menyampaikan pesan
kepada komunikan yang tersusun dalam suatu sistem. Jaringan komunikasi adalah
penggambaran dari pernyataan “how say to whom” (siapa berbicara kepada siapa)
dalam suatu sistem sosial. Jaringan komunikasi menggambarkan komunikasi
interpersonal, dimana terdapat pemuka-pemuka opini dan pengikut yang saling
memiliki hubungan komunikasi pada suatu topik tertentu, yang terjadi dalam
suatu sistem sosial tertentu seperti sebuah desa, sebuah organisasi, ataupun sebuah
perusahaan Gonzales dalam Hadi (1999).
Pengertian jaringan komunikasi menurut Rogers dan Kincaid (1981) adalah
suatu jaringan yang terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan, yang
dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Knoke dan Kuklinski dalam
Hadi (1999) melihat jaringan komunikasi sebagai suatu jenis hubungan yang
secara khusus merangkai individu-individu, obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa.
Apabila dua orang atau lebih ikut serta dalam proses pengiriman atau penerimaan
pesan, maka terlibat dalam suatu jaringan (Lin dalam Zulfikar, 2013). Rogers dan
Kincaid (1981) mengemukakan bahwa dalam menjalin hubungan sosial pada
jaringan komunikasi setiap aktor membawa ciri-ciri kepribadiannya sendiri,
sehingga konfigurasi masuknya atau keluarnya seorang aktor dalam jaringan
hubungan sosial akan mempengaruhi struktur interaksi yang diciptakan. Eriyanto
(2014) menjelaskan bahwa jaringan secara sederhana bisa didefinisikan sebagai
seperangkat aktor yang mempunyai relasi dengan aktor lain dalam tipe relasi
tertentu. Studi jaringan komunikasi menggambarkan relasi aktor (bisa orang
lembaga, perusahaan, negara, dan sebagainya) satu dengan lainnya dalam struktur
sosial tertentu.
Littlejohn dan Foss (2009) mengemukakan tentang cara-cara jaringan
bekerja dalam suatu organisasi antara lain: (1) mengatur arus informasi, (2)
menyatukan orang-orang dengan minat yang sama, (3) membentuk penafsiran
yang sama, (4) meningkatkan pengaruh sosial, dan (5) memungkinkan adanya
pertukaran sumberdaya. Sehubungan dengan itu, sistem organisasi terdiri atas
banyak sekali mata rantai yang membagi orang-orang ke dalam kelompok-
kelompok dan menghubungkannya dengan organisasi. Sebuah mata rantai dapat
didefinisikan dengan maksud atau tujuannya, bagaimana tujuan atau maksud
11
tersebut dibagi, dan fungsi mata rantai tersebut dalam organisasi. Serrat dalam
Schmitt (2012) memaparkan bahwa jaringan tersusun atas sejumlah aktor atau
node dan hubungan sosial atau ikatan (ties) yang menghubungkan individu yang
satu dengan yang lainnya. Hubungan sosial ini dapat diidentifikasi sebagai
hubungan pertemanan, keluarga dan hubungan kerja.
Berdasarkan sejumlah definisi jaringan yang dikemukakan oleh para ahli di
atas, secara ringkas jaringan dapat diartikan sebagai gabungan atau kumpulan
individu yang membentuk struktur yang terpola. Adapun komunikasi berarti
proses pertukaran informasi dari para pelaku komunikasi untuk mencapai tujuan
bersama. Apabila dikaitkan antara kedua konsep tersebut, maka jaringan
komunikasi dapat diartikan sebagai kumpulan individu yang saling berinteraksi,
berbagi pesan dan informasi untuk mencapai tujuan bersama melalui arus
komunikasi yang terpola. Selanjutnya, di dalam jaringan ini dapat diidentifikasi
karakteristik struktural serta peran atau posisi individu yang menjadi anggota di
suatu jaringan.
2.2.2 Tinjauan Tentang Pola Jaringan Komunikasi
Sebelum membahas mengenai pola-pola dalam jaringan komunikasi
Kadhusin dalam Eriyanto (2014) menjelaskan bahwa ada dua bagian penting dari
analisis jaringan. Jaringan (network) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai
seperangkat hubungan/relationship di antara aktor-aktor sosial. Dari definisi ini
ada dua bagian penting dari analisis jaringan, yakni aktor dan hubungan di antara
aktor. Aktor (node) tidak selalu individu (orang). Aktor juga bisa organisasi,
negara, institusi, perusahaan, dan sebagainya (Scott et al dalam Eriyanto, 2014).
Sementara relasi (link) adalah relasi diantara aktor yang dilambangkan dalam satu
garis yang menghubungkan antara aktor yang satu dan aktor lain. Adanya garis di
antara aktor menunjukkan adanya relasi, sebaliknya jika antara aktor tidak ada
garis bisa dibaca tidak ada relasi (Eriyanto, 2014).
12
Menurut Eriyanto (2014) tipe-tipe relasi ini dikelompokkan menjadi
beberapa kategori sebagai berikut:
a. One Mode dan Two Mode
Gambar 1. Perbedaan one mode dan two mode (Eriyanto, 2014)
Berdasarkan kategori aktor yang melakukan relasi dalam jaringan dapat
dibedakan menjadi satu tipe (one mode) dan dua tipe (two mode). Jaringan satu
tipe adalah jaringan dimana aktor (node) punya tipe yang sama. Misalnya antar
orang, antar elemen, dan antar perusahaan. sementara jaringan dua tipe (two
mode) adalah jaringan dimana aktor (node) mempunyai tipe yang berbeda Pryke
dalam Eriyanto (2014). Misalnya ada yang berupa orang, lembaga dan
perusahaan.
b. Directed dan Undirected
c.
d.
Gambar 2. Perbedaan Directed dan Undirected (Eriyanto, 2014)
Relasi antar aktor bisa mempunyai arah (directed) dan tidak mempunyai
arah (undirected). Pada relasi yang mempunyai arah (directed) ada pengirim dan
penerima, ada subjek dan objek dan ditandai dengan adanya garis anak panah.
13
Sementara dalam relasi yang tidak mempunyai arah (undirected) tidak ada
pengirim dan penerima, kedua aktor sama-sama mempunyai peran yang sama
yang ditandai dengan garis tanpa anak panah (D’andria et al. dalam Eriyanto,
2014)
e. Simetris dan Asimateris
Gambar 3. Perbedaan Simetris dan Asimateris (Eriyanto, 2014)
Relasi dapat dibedakan berdasarkan hubungan satu arah dan dua arah.
Relasi dua arah (simetris) yakni relasi dimana dua aktor saling bersama-sama
terlibat relasi tersebut. Aktor-aktor mempunyai kontribusi atau peran yang sama,
jika aktopr yang satu dihilangkan maka tidak akan terjadi relasi (Kadusin, 2012).
Sementara relasi satu arah (asimatris) adalah relasi dimana ada satu pihak yang
mempunyai peran dan pihak lain tidak mempunyai peran, pihak satu dominan dan
pihak lain tidak dominan, pihak lain member pihak lain menerima dan seterusnya.
f. Valued dan Unvalued
Gambar 4. Perbedaan Valued dan Unvalued (Eriyanto, 2014)
Relasi antar aktor juga bisa dibedakan berdasarkan intensitas relasinya.
Peneliti bisa menyajikan relasi dengan mennyertakan nilai intensitas (valued) dan
14
tidak (unvalued). Sebagai contoh mengenai jaringan peminjaman buku di antara
mahasiswa. Relasi ini dapat ditampilkan bentuk nilai yaitu intensitas peminjaman
buku antara mahasiswa satu kepada mahasiwa lainnya.
Keefektifan sebuah kelompok dapat dianalisis melalui faktor situasionalnya.
Salah satu faktor situasional yang mempengaruhi adalah karakteristik kelompok
adalah mengenai jaringan komunikasi. Ruslan dalam Zulfikar (2013)
mengemukakan bahwa terdapat lima model jaringan komunikasi kelompok, yaitu:
a. Model Rantai (Chain)
Dalam struktur rantai dikenal komunikasi sistem arus ke atas (upward) dan
ke bawah (downward), yang artinya menganut hubungan komunikasi garis
langsung (komando) baik ke atas atau ke bawah tanpa terjadinya suatu
penyimpangan. Sistem komunikasi dalam struktur rantai sama dengan struktur
lingkaran kecuali bahwa para anggota yang paling ujung hanya dapat
berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terjadi disini.
Orang yang berada di tengah lebih berperan sebagai pemimpin dari pada mereka
yang berada di posisi lain. Dalam struktur ini, sejumlah saluran terbuka dibatasi,
orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja.
Satu anggota hanya dapat berkomunikasi dengan satu anggota lain lalu
anggota lain tersebut dapat menyampaikan pesan tersebut pada anggota
lainnya lagi begitu seterusnya.
Gambar 5. Model rantai dalam jaringan komunikasi (Zulfikar, 2013)
b. Model Roda (Wheel)
Dalam model roda, sebuah organisasi memiliki pemimpin yang jelas, yaitu
posisinya di pusat. Struktur ini memasukkan satu orang yang berkomunikasi
dengan masing-masing orang dari sejumlah orang lainnya, satu orang tersebut
adalah pemimpin. Pemimpin ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim
dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seorang anggota
ini berkomunikasi dengan anggota lain maka pesannya harus disampaikan
melalui pemimpinnya. Pemimpin mempunyai wewenang dan kekuasaan penuh
untuk mempengaruhi anggotanya. Sistem jaringan komunikasi di sini menjadikan
semua laporan, instruksi, perintah kerja dan kepengawasan terpusat satu orang
15
yang memimpin dengan empat bawahan atau lebih dan tidak terjadi interaksi
(komunikasi) antara satu bawahan dengan bawahan yang lain. Pada jaringan
komunikasi roda, ada seorang pemimpin yang menjadi fokus perhatian. Ia
dapat berhubungan dengan seluruh anggota kelompok, tetapi setiap anggota
kelompok hanya dapat berhubungan dengan pemimpinnya.
Gambar 6. Model roda dalam jaringan komunikasi (Zulfikar, 2013)
c. Model Lingkaran (Circle)
Dalam struktur lingkaran, sebuah organisasi tidak memiliki pemimpin,
semua anggota posisiya sama, mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang
sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap orang hanya dapat
berkomunikasi dengan dua orang disamping kiri dan kanannya. Model
jaringan komunikasi lingkaran ini, pada semua anggota atau staf bisa terjadi
interaksi pada setiap tiga tingkatan hirarki tetapi tanpa ada kelanjutannya pada
tingkatan yang lebih tinggi, dan hanya terbatas pada setiap level. Misalnya,
komunikasi terjadi secara interaksi antar sesama bawahan dengan atasannya
langsung (komunikasi berjenjang).
Gambar 7. Model lingkaran dalam jaringan komunikasi (Zulfikar, 2013)
d. Model Jaringan Bebas (All-channel)
Model jaringan komunikasi sistem ini merupakan pengembangan model
lingkaran (Circle). Di dalam model ini semua tingkatan dalam jaringan tersebut
dapat melakukan interaksi timbal balik tanpa melihat siapa yang menjadi tokoh
sentralnya sehingga setiap anggota dapat berkomunikasi dan melakukan timbal
balik dengan semua anggota kelompok yang lain. Semua jaringan komunikasi
antar tingkatan jenjang hirarkinya tidak dibatasi dan setiap staf atau bawahan
16
bebas melakukan interaksi dengan berbagai pihak termasuk pimpinan atau
sebaliknya.
Gambar 8. Model jaringan bebas dalam jaringan komunikasi (Zulfikar, 2013)
e. Model Huruf (Y)
Struktur Y relatif kurang tersentralisasi dibanding karakteristik individu dan
perilaku komunikasi dalam struktur roda. Akan tetapi, lebih tersentralisasi
dibanding dengan pola lainnya. Jaringan Y memasukkan dua orang sentral yang
menyampaikan informasi kepada yang lainnya pada batas luar suatu
pengelompokan. Pada jaringan ini, seperti pada jaringan rantai, sejumlah saluran
terbuka dibatasi dan komunikasi bersifat disentralisasi atau dipusatkan. Orang
hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja. Dalam
struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas, tetapi semua anggota lain berperan
sebagai pemimpin kedua. Anggota ini dapat mengirim dan menerima pesan dari
dua orang lainnya, sedangkan ketiga anggota lainnya terbatas hanya dengan satu
orang saja.
Gambar 9. Model huruf Y dalam jaringan komunikasi (Zulfikar, 2013)
2.2.3 Tinjauan Tentang Peran-peran dalam Jaringan Komunikasi
Terdapat beberapa istilah peran yang digunakan dalam jaringan komunikasi,
yaitu:
a. Opinion leader merupakan individu yang dapat mempengaruhi pendapat,
kepercayaan, motivasi dan perilaku orang lain. Mereka adalah seorang
pemuka pendapat dan agen pembaharu yang relatif sering dapat mempengaruhi
sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak dalam cara tertentu. (Rogers
dan Kincaid, 1981)
b. Gate keepers adalah individu yang mengontrol arus informasi di antara anggota
organisasi. Mereka berada di tengah suatu jaringan dan menyampaikan satu
17
pesan dari satu orang kepada orang lain atau tidak memberikan informasi. Cara
ini dapat menolong anggota penting dalam organisasi untuk menghindari
informasi yang terlampau banyak dengan jalan hanya memberikan informasi
yang penting terhadap mereka. (Muhammad, 2004).
c. Cosmopolite adalah individu yang menghubungkan organisasi dengan
lingkungannya. Mereka mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang
ada dalam lingkungan dan memberi informasi mengenai organisasi kepada
kelompok dalam suatu lingkungan (Muhammad, 2004).
d. Bridge adalah anggota kelompok atau klik dalam satu organisasi yang
menghubungkan kelompoknya dengan anggota dari kelompok lain (Rogers
dan Kincaid, 1981). Menurut Muhammad (2004) individu ini membantu saling
memberi informasi di antara kelompok-kelompok dan mengkoordinasi
kelompok.
e. Liaison adalah sama perannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri
bukanlah anggota dari satu kelompok tapi penghubung di antara satu
kelompok dengan kelompok yang lainnya. Individu ini juga membantu dalam
membagi informasi yang relevan di antara kelompok-kelompok organisasi
(Muhammad, 2004).
f. Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan
orang lain dalam suatu organisasi. Orang-orang ini menyembunyikan diri dari
lingkungannya (Muhammad, 2004).
Eriyanto (2014) menegaskan bahwa seebuah jaringan, selain terdiri atas
aktor-aktor (node) dan link juga mempunyai beberapa elemen sebagai berikut:
Gambar 10. Struktur Jaringan (Eriyanto, 2014)
18
a. Komponen
Komponen adalah pengelompokan aktor (node) yang sekurangnya
mempunyai satu link dalam jaringan. Ketika aktor mempunyai link, meskipun
hanya satu, dilihat sebagai bagian dari komponen. Pada gambar ilustrasi ini,
terdapat tiga komponen dalam gambar jaringan tersebut. Komponen pertama,
kumpulan dari aktor A hingga P. Komponen kedua, adalah kumpulan aktor Q
hingga S dan komponen ketiga T meskipun aktor P hanya mempunyai satu link
yakni dengan O, ia dianggap sebagian dari komponen pertama.
b. Klik
Klik merupakan pengelompokan aktor yang lebih ketat dibandingkan
dengan komponen. Klik ditandai oleh adanya relasi antar aktor secara lengkap
dan maksimal. Disebut lengkap jika anggota dari aktor saling memiliki relasi
(link) satu sama lain. Pada ilustrasi ini terdapat tiga klik. Klik pertama (B-C-
D), klik kedua (D-E-F), dan klik ketiga (G-L-M-K). Aktor G-H-K tidak bisa
disebut klik karena ketiga aktor tidak saling memiliki link, dalam hal ini tidak
ada link antara G dan H.
c. Bridges
Jembatan (bridge) adalah link yang menghubungkan dua kelompok terpisah
dalam suatu jaringan. Ciri bridge yaitu tanpa link ini maka kedua kelompok
akan terpisah menjadi komponen tersendiri. Pada ilustrasi ini, link antara F dan
H disebut sebagai bridge karena menghubungkan sekumpulan aktor disebelah
kiri (A hingga E) dan aktor sebelah kanan (I hingga P), tanpa jembatan (bridge)
tersebut, maka sekumpulan aktor tersebut tidak tersambung menjadi suatu
jaringan.
d. Hubs
Hubs merujuk kepada aktor (node) yang mempunyai koneksi paling banyak
dalam jaringan (Golbeck dalam Eriyanto, 2014). Ilustrasi ini menunjukkan
bahwa aktor (node) K adalah sebuah hubs. Aktor ini mempunyai lima link (J,
G, L, M dan H). Aktor D di bawah K, hanya memiliki empat link.
e. Cutpoints
Cutpoints adalah aktor (node) yang menjadi perekat dari jaringan, dimana
tanpa kehadiran aktor tersebut maka jaringan akan terpecah (Borgatti and
19
DeJody dalam Eriyanto, 2014) cutpoint mirip dengan bridge yang
menghubungkan aktor-aktor, bedanya bridge merupakan link dari dua aktor
sementara cutpoint merujuk kepada aktor (node). Ilustrasi ini menunjukkan
bahwa aktor D adalah cutpoint. Aktor ini merupakan perekat bagi A, B, C, E
dan F. Jika D tidak ada, maka jaringan yang menghubungkan antara A dengan
F akan terpisah.
f. Pemencil
Pemencil (isolate) adalah aktor (node) yang tidak mempunyai satupun link
dengan aktor lain dalam jaringan. Pada ilustrasi ini, aktor T adalah pemencil.
Aktor ini terpisah dengan jaringan, karena tidak satupun mempunyai link
dengan aktor lain. Aktor P dan Q, A dan S tidak bisa disebut sebagai pemencil,
meskipun hanya mempunyai satu link dengan aktor lain dalam jaringan.
1.2.4 Tinjauan Tentang Analisis Jaringan Komunikasi
A. Jenis Penelitian
Menurut Babbie dalam Eriyanto (2014), penelitian sosial secara umum bisa
dibagi ke dalam tiga tipe atau jenis. Tipe ini juga berlaku pada penelitian jaringan
komunikasi karena dalam metode analisisnya menggambarkan relasi antar aktor
satu dengan lainnya dalam struktur sosial tertentu. Jenis-jenis penelitian dalam
analisis jaringan komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Eksploratif
Eriyanto (2014) menjelaskan penelitian jaringan komunikasi dengan tipe
eksploratif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk melakukan penjajakan atas
suatu topik atau fenomena yang sebelumnya tidak pernah diteliti. Karena bersifat
eksploratif, studi ini umumnya tidak dalam. Arti penting dari studi eksploratif
diukur dari kebaruan topik yang sebelumnya belum pernah diteliti atau bisa
menjawab pertanyaan, asumsi, atau dugaan yang berkembang dalam masyarakat.
Studi jaringan dengan tipe penelitian eksploratif mengeksplorasi pola jaringan
tertentu yang belum pernah diteliti.
2. Deskriptif
Penelitian jaringan komunikasi dengan tipe deskriptif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk menggambarkan secara detail struktur dan aktor-aktor dalam
jaringan. Berbeda dengan penelitian eksploratif yang hanya melakukan
20
penjajakan, penelitian deskriptif memilih suatu topik dan mendeskripsikan topik
tersebut. Penelitian tipe ini menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) (Eriyanto,
2014).
3. Eksplanatif
Penelitian tipe eksplanatif dalam studi jaringan menjawab pertanyaan
“mengapa” (why). Peneliti tidak lagi melakukan penjajakan (eksploratif),
menggambarkan secara detail struktur jaringan dari suatu objek (deskriptif), tetapi
lebih jauh bisa menjelaskan penyebab munculnya suatu struktur jaringan tertentu,
atau akibat dari struktur jaringan tertentu, atau apa akibat dari struktur tertentu
terhadap komunitas atau masyarakat. Penelitian deskriptif hanya menggambarkan
secara detail struktur jaringan, tetapi tidak bisa menjawab pertanyaan, mengapa
struktur jaringan itu yang terbentuk.
B. Level Analisis
Menurut Eriyanto (2014) jaringan komunikasi menghasilkan berbagai jenis
data mengenai karakteristik dan struktur dari suatu jaringan. Dari berbagai jenis
analisis data mengenai jaringan komunikasi komunikasi bisa dibedakan menjadi
dua katagori. Pertama, perbedaan berdasarkan studi yaitu melihat struktur jaringan
komunikasi secara utuh (complete network) atau memusatkan perhatian pada aktor
atau ego (node). Kedua, level analisis yaitu mengenai studi jaringan komunikasi
yang berfokus pada aktor (individu), kelompok (group) atau jaringan secara
keseluruhan.
21
1. Berdasarkan Studi
A. Jaringan Utuh
Tabel 1. Jenis Perhitungan Pada Jaringan Utuh
Level analisis Desain studi
Aktor 1. Sentralitas tingkatan (degree centrality)
2. Sentralitas kedekatan (closeness centrality)
3. Sentralitas keperantaraan (betweennes centrality)
Kelompok
(group)
1. Komponen
2. K-Core
3. Klik
4. N-Clique
5. K-Plexes
Sistem 1. Ukuran (size)
2. Kepadatan (density)
3. Resiprositas (reciprocity)
4. Diameter dan jarak (distance)
5. Sentralisasi (centralization)
Sumber : Eriyanto, 2014
a. Level Aktor
1) Sentralitas tingkatan (degree centrality)
Tingkatan (degree) memperlihatkan popularitas aktor dalam jaringan sosial.
Tingkatan (degree) adalah jumlah link dari dan ke aktor. Dalam jaringan yang
directed (mempunyai arah), degree ini bisa berupa indegree (jumlah link yang
mengarah ke aktor) dan outdegree (jumlah link yang keluar dari aktor). Secara
teoritis, jumlah maksimal sentralitas tingkatan (degree) bagi aktor yakni N-1. Jika
di dalam populasi terdapat 100 orang maka maksimal link bagi aktor adalah 99,
ini artinya aktor tersebut menghubungi (outdegree) dan dihubungi (indegree)
semua aktor dalam jaringan.
Perhitungan sentralitas tingkatan biasanya dilambangkan dengan angka 0
dan 1, dimana 0 berarti tidak ada link atau tidak ada satupun yang menghubungi
dan 1 ada link. Baik dihubungi atau menghubungi. Berapapun jumlah populasi
angka sentralitas tingkatan berada pada kisaran 0 hingga 1. Jika dilambangkan
dengan rumus, sebagai berikut (Valente dan Prell dalam Eriyanto, 2014 ):
22
Dimana adalah sentralitas tingkatan, d adalah jumlah link dari dan ke
aktor dan N adalah jumlah anggota populasi jaringan.
2) Sentralitas kedekatan (degree centrality)
Sentralitas kedekatan menggambarkan seberapa dekat aktor (node dengan
semua aktor lain di dalam jaringan. Kedekatan disini diukur dari berapa langkah
seorang aktor bisa menghubungi atau dihubungi oleh aktor lain dalam jaringan.
Sentralitas kedekatan diperoleh dengan membagi jumlah jalur terpendek aktor
satu dengan aktor lain dalam suatu jaringan. Rumus menghitung sentralitas
kedekatan adalah sebagai berikut (Valente dan Prell dalam Eriyanto, 2014):
Dimana Cc adalah sentralitas kedekatan (cloceness centrality), d adalah
jalur terpendek ke aktor lain, dan N adalah jumlah anggota populasi.
3) Sentralitas keperantaraan (betweennes centrality)
Sentralitas keperantaraan memperlihatkan posisi seorang aktor sebagai
perantara (betweenness) dari hubungan aktor satu dengan aktor lain dalam suatu
jaringan. Apakah aktor (node) untuk menghubungi aktor lain bisa secara langsung
ataukah harus melewati aktor tertentu. Sentralitas keperantaraan penting karena
berkaitan dengan kontrol dan manipulasi informasi. Aktor yang mempunyai
posisis sebgai perantara aktor lain bisa menentukan keanggotaan aktor dalam
jaringan. Menghitung sentralitas keperantaraan dilakukan dengan beberapa
langkah. Pertama, membuat pasangan aktor-aktor dalam jaringan. Kedua,
menentukan apakah jalur terpendek antara aktor satu dengan lainnya melewati
aktor tertentu atau tidak. Jka tidak nilainya 0 jika iya nilainya, jika ada
kemungkinan dua jalur nilainya 0,5. Rumus sentralitas keperantaraan normal
sebagai berikut (Valente dan Prell dalam Eriyanto, 2014):
Dimana Cb adalah keperantaraan (betweenness centrality), giPk adalah
jumlah tahap terpendek dari aktor, dan gi adalah jumlah jalur dalam jaringan.
Sementara n2-3n+2 nilai maksimum. Nilai sentralitas keperantaraan normal adalah
0-1, dimana yang mendekati 1 semakin bagus.
23
b. Level Kelompok
1) Komponen
Dasar dari komponen adalah aktor yang mempunyai link dengan jaringan,
bisa dikategorikan sebagai kelompok karena aktor tersebut bisa dijangkau oleh
aktor lain meski dengan tahapan yang panjang. Lawan dari komponen adalah
isolate, yakni aktor yang tidak terhubung atau tidak mempunyai link dengan
jaringan. Komponen bisa dibagi ke dalam dua jenis (Prell dalam Eriyanto, 2014).
Pertama, komponen kuat (strong component) yang ditandai oleh adanya hubungan
langsung antara aktor. Kedua, komponen lemah (weak component) yang ditandai
oleh hubungan tidak langsung diantara aktor dengan kata lain harus melewati
aktor lain ketika hendak menghubungi sasaran.
2) K-Core
K-core adalah suatu pendekatan dimana peneliti menetapkan batas tertentu
jumlah link dari satu aktor untuk bisa disebut sebagai bagian anggota komponen
(Hanneman and Riddle dalm Eriyanto, 2014 ). Jika dipakai 2-core, maka satu
aktor baru bisa disebut bagian dari anggota komponen jika mempunyai jumlah
link sekurangnya 2, tanpa melihat kepada aktor mana link tersebut. Jika dipakai 3-
core, jumlah link yang harus dipenuhi oleh aktor untuk bisa masuk dalam
komponen yaitu 3 link, dan begitu seterusnya.
3) Klik
Klik adalah pengelompokan aktor (node) di dalam suatu jaringan dimana
memasukkan maksimal semua bentuk hubungan dari aktor, dan aktor-aktor
tersebut saling berinteraksi satu sama lain dengan semua anggota. Dengan
demikian ada dua ciri dari klik (Hannamen and Riddle, dalam Eriyanto, 2014).
Pertama, saling keterbukaan di antara sesame aktor. Kedua, memasukkan semua
hubungan atau interaksi maksimal.
4) N-Clique
N-clique adalah perpanjangan dari konsep klik dalam N-clique peneliti
memperluas definisi klik itu sendiri menjadi beberapa tingkatan. Tingkatan
pertama adalah “teman”. Tingkatan kedua (2-clique) adalah “temannya teman”,
jika diperluas lagi akan menjadi (3-clique) yaitu “temannya teman teman”.
Sejumlah ahli menyarankan agar N-clique dipakai, maksimal 2-clique. Artinya
ada dua tahapan dalam penentuan anggota kelompok.
24
5) K-Plexes
K-Pelxes adalah suatu pengelompokan dalam jaringan dimana kator saling
berinteraksi dengan sesame aktor lain kecuali aktor K dalam K-Plexes peneliti
bisa memasukkan aktor-aktor dalam suatu klik, meskipun aktor tersebut tidak
berinteraksi. Untuk menentukan K-Plexes peneliti harus menentukan terlebih
dahulu “K” dan jumlah (m) ukuran kelompok. Minimal “K” yang harus dipilih
adalah 2, jadi peneliti bisa memilih 2K, 3K, 4K dan seterusnya. Jumlah aktor yang
saling berinteraksi di dalam kelompok adalah n dikurangi K (Carolan dalam
Eriyanto, 2014 ).
c. Level sistem
1) Ukuran (Size)
Ukuran berkaitan dengan jumlah anggota dari jaringan. Jaringan dengan
ukuran kecil, antar aktor lebih kohesif dibandingkan dengan jaringan dengan
ukuran besar. Struktur relasi di antara aktor juga berbeda anatara jaringan dengan
ukuran kecil dan besar (Carolan dalam Eriyanto, 2014). Intensitas komunikasi dari
jaringan dengan ukuran kecil pasti lebih sering dengan jaringan dengan ukuran
besar.
2) Kepadatan (Density)
Kepadatan (densitas) adalah perbandingan jumlah link yang ada dalam
jaringan denganjumlah link yang mungkin muncul. Kepadatan memperlihatkan
intensitas antar anggota jaringan dalam berkomunikasi. Jaringan dengan
kepadatan tinggi adalah jaringan dimana anggotanya saling berinteraksi satu sama
lain begitu juga sebaliknya. Rumus menentukan kepadatan adalah sebagai berikut
(Carolan dalam Eriyanto, 2014)
Dimana D adalah kepadatan, l adalah jumlah link aktual dalam jaringan
komunikasi, N adalah ukuran jaringan (jumlah aktor dalam jaringan). Angka
kepadatan adalah 0 sampai 1 dimana makin besar nilai menunjukkan tingginya
kepadatan.
3) Resiprositas
Resiprositas atau mutualitas adalah rasio dari link dua arah dengan total
jumlah link dalam jaringan. Ukuran ini menggambarkan apakah relasi anggota
25
jaringan berlangsung dua arah atau satu arah. Apakah aktor saling berinteraksi
secara aktif ataukah hanya searah (Monge and Contractor dalam Eriyanto, 2014).
Resiprositas juga memperlihatkan ketimpangan yang ada dalam jaringan, ketika
ada aktor yang disukai dan yang tidak disukai. Ada aktor yang dipilih tetapi tidak
memiliki balik aktor yang memilih, sebaliknya ia memilih aktor lain dalam
jaringan. Rumus menentukan resiprositas adalah sebagai berikut (Carolan dalam
Eriyanto, 2014):
Dimana R adalah Resiprositas, Ai adalah link dari aktor satu ke aktor lain.
Angka Resiprositas dari 0 hingga 1 dimana 1 memperlihatkan resiprositas
sempurna dimana masing-masing aktor saling memilih atau saling beinteraksi.
4) Diameter dan jarak
Diameter adalah jarak terjauh di antara dua aktor dalam suatu jaringan
(Carolan dalam Eriyanto, 2013). Dua buah jaringan bisa jadi mempunyai ukuran
dan kepadatan yang sama, tetapi berbeda dalam diameter. Sementara yang
dimaksud dengan jarak berapa rata-rata langkah yang dibutuhkan oleh semua
aktor untuk saling berinetraksi.
5) Sentralisasi
Sentralisasi merujuk kepada seberapa memusat suatu jaringan pada
beberapa aktor (node). Apakah relasi di dalam suatu jaringan menyebar ke banyak
orang ataukah memusat ke beberapa aktor. Apakah relasi di dalam suatu jaringan
menyebar ke banyak orang ataukah memusat ke beberapa orang saja. Suatu
jaringan disebut tersentralisasi jika alur hanya menyertakan beberapa orang,
sebaliknya suatu jaringan disebut terdesentralisasi jika link mengarah kepada
banyak orang. Rumus untuk menentukan sentralisasi suatu jaringan. Sebagai
berikut:
Dimana CD adalah sentralisasi, ∑max CDi adalah skor sentralitas tingkatan
maksimal dari aktor, CDi adalah skor sentralitas tingkatan dari masing-masing
aktor dan n adalah ukuran jaringan.
26
B. Jaringan Berpusat pada Ego (Ego networks)
Tabel 2. Jenis perhitungan pada jaringan ego
Level analisis Desain studi
Aktor tunggal 1. Ketertutupan jaringan (network closure)
2. Celah Struktur (structural holes)
3. Kekuatan ikatan (tie strenght)
Kelompok
(group)
1. Broker (brokerage)
2. Analisis Homofili (homopily)
3. Kesetaraan posisi ( structural equivalent)
Sistem 1. Ukuran (size)
2. Kepadatan (density)
3. Diameter dan jarak (distance)
Sumber : Eriyanto, 2014
a) Level Aktor
1) Ketertutupan jaringan (network closure)
Ukuran ini berkaitan dengan posisi ego dan alter, dan relasi di antara alter-
alter lain. Aktor ego bisa berada dalam suatu jaringan tertutup atau terbuka.
Jaringan tertutup ditandai oleh kohesivitas di antara aktor dalam jaringan ego.
Dalam jaringan ini tidak hanya ditandai oleh adanya relasi alter ego tetapi juga
relasi di antara alter-alter jaringan undirect.
2) Celah Struktur (structural holes)
Celah struktur juga berkaitan dengan posisi aktor dengan alter seperti hal-
hal ketertutupan jaringan. Celah struktur bisa didefinisikan sebagai ruang kososng
di antara struktur sosial (Burt dalam Eriyanto, 2014). Ruang tatau celah kosong ini
lahir ketika aktor tidak mempunyai ikatan dengan aktor lain. Celah ini
memberikan kesempatan kepada aktor yang berada di tengah di antara celah
kosong tersebut. Celah terjadi ketika kontak ego dengan alter tidak berulang
(nonredundant contacs)
3) Kekuatan ikatan (tie strenght)
Kekuatan ikatan ini terbagi ke dalam dua jenis yaitu ikatan kuat dan ikatan
lemah. Ikatan kuat ditandai oleh intensitas komunikasi yang tinggi dengan alter.
Sebaliknya ikatan lemah ditandai oleh intensitas komunikasi yang minim. Ada
empat indikator yang umumnya dipakai untuk mengukur kekuatan suatu ikatan
(Granovotter dalam Eriyanto, 2014) yaitu waktu, intensitas emosional, keakraban,
dan layanan personal.
27
b) Level Kelompok
1) Broker (brokerage)
Analisis broker terutama menggambarkan posisi unik apa dari aktor ego
ketika berhadapan dengan aktor lain. Sementara analisis broker menitikberatkan
pada posisi ego di antara aktor lain dalam kelompok, apakah aktor lain tersebut
berada pada kelompok yang sama dengan ego ataukah berbeda. Menurut
Fernandez and Gould dalam Eriyanto (2014) terdapat lima kemungkinan ego
sebagai broker yaitu broker koodinator, broker konsultan, broker perwakilan,
broker penjaga gerbang, dan broker penghubung.
2) Analisis homofili (homopily)
Analisis homofili berusaha untuk mengidentifikasi tingkat kesamaan antara
ego dengan alter. Apakah ego mempunyai kesamaan atribut dengan alter ataukah
berbeda. Analisis homofili penting karena bisa menjelaskan apakah jaringan ego
terdiri atas aktor dengan karakteristik yang sama ataukah tidak.
3) Kesetaraan posisi (structural equivalent)
Ukuran kesetaraan posisi mirip dengan analisis homofili. Pengukuran ini
untuk mengidentifikasi persamaan antara aktor ego dengan alter. Yang
membedakan dalam homofili yang dilihat adalah persamaan atribut seperti jenis
kelamin, suku, agama, etnis, atau karakter lain yang relevan. Sementara
kesetaraan posisi melihat kesamaan posisi dalam jaringan komunikasi (Scott
dalam Eriyanto, 2014).
c) Level Sistem
1) Ukuran (size)
Ukuran jaringan ego adalah jumlah alter di sekitar ego. Semakin banyak
maka semakin besar pula ukuran jaringan ego. Ukuran bisa dihitung dengan
mudah dengan jalan menghitung berapa banyak link antara ego dan alter (Carolan
dalam Eriyanto, 2014).
2) Kepadatan (density)
Jika ukuran hanya menghitung jumlah link antara aktor maka kepadatan
menghitung semua link di antara semua alter mengukur kepadatan dalam jaringan
ego sama dengan jaringan utuh.
28
3) Jarak dan diameter.
Prinsip dari menghitung jarak dan diameter pada jaringan ego sama dengan
jaringan utuh. Jarak adalah berapa rata-rata semua aktor baik ego dan alter bisa
saling mengontak satu sama lain. Pada jaringan dengan kepadatan sempurna
(density=100%) maka jaraknya adalah 1. Sedangkan diameter adalah jarak terjauh
aktor bisa mengontak aktor lain.
1.2.5 Tinjauan Tentang Kelompok Wanita Tani
A. Kelompok dan Komunikasi Kelompok
Menurut Wonodiharjo (2014) kelompok adalah sekelompok orang yang
anggota–angotanya merasa terikat dengan kelompok (sense of belonging) yang
tidak dimiliki oleh anggota yang bukan kelompok, serta mereka merasa saling
bergantung sehingga hasil setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil
yang lain. Dari persepsi psikologi dan juga sosiologi, menurut Riswandi (2009)
kelompok dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu kelompok primer
dan sekunder, ingroup dan outgroup, kelompok keanggotaan dan kelompok
rujukan, serta kelompok deskriptif dan preskriptif.
Sebuah kelompok memiliki karakteristik yang meliputi adanya: (1)
komunikasi, secara teratur, kesempatan berkomunikasi yang sama, (2) tujuan,
anggota mempunyai tujuan atau minat berkelompok yang sama, (3) ukuran,
jumlah anggota kelompok: relatif sedikit, memungkinkan dan memudahkan
komunikasi antar anggota terjadi secara tatap muka karenanya proses komunikasi
dalam kelompok selalu bersifat dinamis, dipengaruhi antara lain: oleh faktor
seperti kepribadian anggota, jumlah anggota, kepemimpinan, keterampilan
berkomunikasi, maksud dan tujuan kelompok (Hubeis, 2014).
Menurut Huraerah & Purwanto (2006) komunikasi kelompok adalah
komunikasi tatap muka dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk
mencapai tujuan bersama. Menurut Saleh (2014) komunikasi kelompok adalah
komunikasi antar seorang dengan orang-orang lain dalam kelompok, berhadapaan
satu sama lain sehingga memungkinkan terdapatnya kesempatan bagi setiap orang
dalam kelompok untuk memberikan tanggapan secara verbal. Menurut
Roudhonah (2007) komunikasi kelompok biasanya dilakukan dalam
kelompok atau antar kelompok. Karakteristik komunikasi kelompok, yaitu:
29
1. Komunikasi kelompok bersifat formal, artinya pelaksanaannya direncanakan
terlebih dahulu sesuai dengan komponen-komponennya.
2. Komunikasi kelompok terorganisir, yaitu orang-orang yang tergabung dalam
kelompok mempunyai peranan dan tanggung jawab masing-masing dalam
pencapaian tujuan.
3. Komunikasi kelompok terlembaga dalam arti ada aturan mainnya.
4. Komunikator dalam kelompok ini haruslah:
a. Mencoba mengisolir beberapa proses yang sederhana dan mudah dimengerti
dari sekian banyak proses-proses yang timbul secara stimultan.
b. Menggunakan beberapa istilah yang memudahkan untuk mengorganisir
pengamatan.
B. Kelompok Wanita Tani
Pusat Penyuluhan Pertanian dalam Manoppo (2009) berpendapat bahwa
wanita tani adalah kaum wanita dalam keluarga petani dan masyarakat pertanian
yang dibagi kedalam dua bagian, yakni wanita tani menurut statusnya dalam
keluarga dan wanita tani menurut fungsinya dalam usahatani. Apabila dilihat dari
statusnya dalam keluarga, wanita tani terdiri dari :
a. Kepala keluarga, yaitu wanita tani pada kondisi: wanita janda (ditinggal suami
karena bercerai atau meninggal) atau wanita tidak menikah yang hidup
mandiri, tidak menjadi tanggungan orang lain, bahkan sering juga mempunyai
tanggungan.
b. Istri petani, yaitu wanita yang menjadi isteri petani, hidup satu rumah sebagai
suami istri yang sah.
c. Wanita dewasa anggota keluarga, yaitu wanita yang berumur diatas 30 tahun
atau yang sudah pernah menikah dan tinggal bersama seorang petani (ibu,
mertua, saudara, ipar, anak, kemenakan, dan lain-lain).
d. Pemuda tani wanita, yaitu wanita berumur 16-30 tahun dan belum pernah
menikah, yang tinggal bersama satu keluarga petani (anak, kemenakan, dan
lainnya).
e. Taruna tani wanita, yaitu wanita remaja berumur dibawah 16 tahun dan belum
pernah menikah yang tinggal dan menjadi tanggungan seorang petani.
30
Sementara itu, apabila dilihat dari fungsinya dalam usahatani, wanita tani
terdiri dari :
1. Petani wanita, yaitu wanita pengusaha tani yang mengelola usahataninya
secara mandiri. Petani wanita dapat berstatus sebagai :
c. Kepala keluarga yang hidup atau mencukupi nafkah keluarganya dari
usahatani.
d. Isteri petani, seorang suami tidak berfungsi sebagai pencari nafkah utama
atau bekerja di luar usahatani keluarga.
e. Wanita dewasa anggota keluarga atau pemuda tani wanita yang bertindak
sebagai pengelola usahatani secara mandiri.
2. Mitra atau pembantu usaha petani, yaitu wanita tani yang membantu
pengusaha tani dalam keluarganya, tanpa pemberian upah atau pembagian
hasil secara ekonomi. Mitra usaha petani tersebut berstatus sebagai :
a. Istri petani
b. Wanita dewasa anggota keluarga
c. Pemuda atau taruna tani wanita
Menurut Jokopusphito (2006), ciri-ciri kelompok wanita tani yaitu (1)
seluruh anggotanya adalah wanita, (2) memiliki tujuan atau kepentingan yang
sama, (3) adanya dorongan (motif) yang sama, (4) mempunyai reaksi-reaksi dan
kecakapan yang berbeda, (5) mempunyai struktur organisasi yang jelas, (6)
mempunyai norma-norma pedoman tingkah laku yang jelas, (7) adanya interaksi
diantara sesama anggota, dan (8) adanya kegiatan kelompok yang nyata.
Sementara itu, kelompok wanita tani juga memiliki peran terhadap para
anggotanya sebagai: (1) kelas belajar, setiap anggota dapat berinteraksi satu
sama lain guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam
meningkatkan kemmapuannya untuk menjadi pribadi yang lebih produktif, (2)
wahana kerjasama, tempat untuk memperkuat antar anggota dalam kelompok
wanita tani atau kerjasama dengan kelompok wanita tani lain dalam rangka
pertukaran informasi, dan (3) unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit
produksi, unit pengolahan dan pemasaran serta unit jasa penunjang.
31
1.2.6 Tinjauan Tentang Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
A. Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
Sejak tahun 2010 Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan
telah melaksanakan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP) yang juga merupakan perwujudan dari Peraturan Presiden Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Berbasis Sumber Daya Lokal. Program-program yang merupakan bentuk
keberlanjutan Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
Berbasis Sumber Daya Lokal diimplementasikan melalui kegiatan: (1)
Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL), (2) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta
(3) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Secara umum tujuan kegiatan P2KP adalah
untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan
masyarakat yang B2SA yang diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola
Pangan Harapan (PPH). (Permentan P2KP, 2016)
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) adalah konsep
penumbuhan dan pemanfaatan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan
dan gizi keluarga secara diversifikasi yang berbasis sumber daya lokal, ramah
lingkungan, dan berkelanjutan dalam satu kawasan (BPTP Jatim, 2012). Seperti
yang dicantumkan dalam Permentan (P2KP) (2016), Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan perumahan penduduk yang
secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya secara intensif untuk
dimanfaatkan menjadi sumber pangan secara berkelanjutan dengan
mempertimbangkan aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga setempat.
Konsep dan batasan yang tercakup dalam Program KRPL adalah (Badan Litbang
Pertanian, 2011): (1) Rumah pangan lestari, (2) Penataan pekarangan, (3)
Pengelompokan lahan pekarangan terdiri atas lahan pekarangan perkotaan dan
perdesaan, (4) Pemilihan komoditas, (5) Diversifikasi pangan berbasis
sumberdaya lokal, dan (6) Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL).
Selanjutnya dikemukakan bahwa Rumah Pangan Lestari didefinisikan sebagai
rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan
sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan
32
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan
keanekaragamannya.
Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) Badan
Litbang Pertanian (2011), menjelaskan bahwa tujuan pengembangan KRPL,
antara lain: (1) Memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat
melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari; (2) Meningkatkan
kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di
perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran
dan Tanaman Obat Keluarga (TOGA), pemeliharaan ternak dan ikan,
pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos; (3)
Mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfatan
pekarangan dan melakukan pelestarian tanaman pangan lokal untuk masa depan;
dan (4) Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang
bersih dan sehat secara mandiri.
B. Tahapan Pelaksanaan Program KRPL
Perencanaan dan Pelaksanaan Model KRPL untuk merencanakan dan
melaksanakan pengembangan Model KRPL, dibutuhkan 9 (sembilan) tahapan
kegiatan seperti telah dituangkan dalam Pedoman Umum Model KRLPL
(Kementerian Pertanian, 2011), yaitu:
a. Persiapan: (1) pengumpulan informasi awal tentang potensi sumberdaya dan
kelompok sasaran, (2) pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari
kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3)
koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Dinas terkait lainnya di
Kabupaten/Kota, (4) memilih pendamping yang menguasai teknik
pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
b. Pembentukan Kelompok: Kelompok sasaran adalah rumahtangga atau
kelompok rumahtangga dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu
dusun. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan
kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa.
c. Sosialisasi: Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat
kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan
33
sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta
petugas pelaksana instansi terkait.
d. Penguatan Kelembagaan Kelompok: hal ini dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan kelompok: (1) mampu mengambil keputusan bersama melalui
musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama;
(3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi; (4) mampu untuk
bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong-royongan); dan (5) mampu untuk
bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompokkelompok masyarakat
lainnya.
e. Perencanaan Kegiatan: Melakukan rancang bangun pemanfaatan lahan
pekarangan dengan menanam berbagai tanaman pangan, sayuran dan obat
keluarga, ikan dan ternak, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal,
pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, kebun bibit desa, serta
pengelolaan limbah rumah tangga.
f. Pelatihan: Pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan di lapang. Jenis pelatihan
yang dilakukan diantaranya: teknik budidaya tanaman pangan, buah dan
sayuran, TOGA, teknik budidaya ikan dan ternak, perbenihan dan pembibitan,
pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan limbah rumah
tangga.
g. Pelaksanaan: pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh kelompok dengan
pengawalan teknologi oleh peneliti dan pendampingan antara lain oleh
Penyuluh dan Petani Andalan.
h. Pembiayaan: bersumber dari kelompok, masyarakat, partisipasi pemerintah
daerah dan pusat, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta
dan dana lain yang tidak mengikat.
i. Monitoring dan Evaluasi, dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan
pelaksanaan kegiatan, dan menilai kesesuaian kegiatan yang telah dilaksanakan
dengan perencanaan. Evaluator dapat dibentuk oleh kelompok. Evaluator dapat
juga berfungsi sebagai motivator bagi pengurus, anggota kelompok.
Kegiatan optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan dengan konsep
KRPL dilaksanakan dalam 2 (dua) tahapan yaitu:
34
A. Tahap Penumbuhan
Pada tahap I (penumbuhan) optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
dengan konsep KRPL minimal beranggotakan 15 rumah tangga dengan
kegiatannya meliputi:
1. Sosialisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui pendampingan dan pelatihan
2. Pembuatan demplot kelompok sebagai laboratorium lapangan
3. Pembuatan kebun bibit
4. Pengembangan pekarangan anggota
5. Pendampingan dan Penyuluhan pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan
Aman (B2SA)
B. Tahap Pengembangan
Pada tahap II (pengembangan) optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
dengan konsep KRPL jumlah anggota telah bertambah atau lebih dari 15
rumah tangga yang kegiatannya meliputi:
1. Pengembangan demplot kelompok
2. Pengembangan kebun bibit
3. Pengembangan pekarangan anggota
4. Praktek/demonstrasi penyediaan menu Beragam, Bergizi Seimbang, dan
Aman (B2SA)
5. Pengolahan hasil KRPL
Pelaksanaan evaluasi merupakan salah satu upaya untuk menentukan
keberlanjutan suatu kelompok penerima kegiatan untuk masuk ke tahap
selanjutnya. Penentuan kelanjutan tersebutberdasarkan pada beberapa kriteria
baik secara teknis maupun non teknis. Kriteria evaluasi secara teknis untuk
kelompok dapat melanjutkan kegiatan KRPL ke tahap selanjutnya yaitu:
1. Sudah membangun kebun bibit;
2. Sudah membuat demplot;
3. Sudah mengembangkan lahan pekarangan minimal di 15 rumah tangga;
4. Terjadi penambahan jumlah anggota kelompok.
Untuk kriteria non teknis, satu kelompok tidak dapat melanjutkan kegiatan
KPRL ke tahap selanjutnya jika pada akhir tahun berjalan anggaran yang
dialokasikan masih terdapat sisa di rekening kelompok. Dana bantuan pemerintah
35
tersebut harus dikembalikan ke kas negara pada akhir tahun anggaran tersebut.
Oleh karena itu pelaku program KRPL harus mengelola anggaran dengan baik
sesuai dengan kebutuhan selama kegiatan.
Pada tahun 2016 kegiatan optimalisasi lahan pekarangan dikembangkan
melalui pemberdayaan masyarakat, khususnya wanita, dengan teknik yang tepat
dalam pelaksanaannya. Mekanisme pengembangan optimalisasi lahan pekarangan
dilakukan melalui beberapa tahapan berikut: (1) pembentukan kelompok
pelaksana kegiatan, (2) identifikasi kebutuhan, (3) penyusunan rencana kegiatan,
(4) pendampingan dan pelatihan, (5) pembuatan dan pengelolaan kebun bibit, (6)
pengembangan demplot kelompok dan (7) penataan kawasan.
C. Pelaku dan Peran Elemen KRPL
Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat
dan instansi terkait pusat dan daerah, yang masing-masing bertanggungjawab
terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan. Secara rinci, peran setiap elemen
tersebut dapat disimak pada tabel berikut:
Tabel 3. Pelaku dan peran Elemen KRPL
No. Pelaksana Tugas/peran dalam kegiatan
1. Masyarakat
- Kelompok sasaran
- Pamong Desa (RT, RW, Kadus)
dan Tokoh masyaraka
- Pelaku utama
- Pendamping
- Monitoring dan Evaluasi
2. Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura,
Dinas Perikanan, Kantor Kecamatan,
Kantor Kelurahan dan lembaga
terkait lainnya)
- Pembinaan dan pendampingan
kegiatanoleh petugas lapang
- Penanggung jawab
keberlanjutan kegiatan
- Replikasi kegiatan ke lokasi
lainnya
3. - Pokja 3, PKK
- Kantor Ketahanan Pangan
Koordinator lapangan
4. Ditjen Komoditas/Badan lingkup
Kementerian Pertanian
Pengembangan model sesuai
tupoksi instansi
5. Badan Litbang Pertanian - Membangun model KRPL
- Narasumber dan pengawalan
inovasi teknologi dan
kelembagaan
6. PerguruanTinggi/Swasta/LS Dukungan dan pengawalan
7. Pengembang perumahan Fasilitasi pemanfaatan lahan
kosong di kawasan perumahan
Sumber: Pedoman Umum Model KRPL, Kementerian Pertanian, 2011
36
1.3 Kerangka Pemikiran
Berjalannya program KRPL pada Kelompok Wanita Tani Sido Lestari
sudah melewati tahap kedua yaitu pengembangan. Pada tahap pengembangan
terdapat beberapa hal yang harus dicapai pada pelaksanaan program KRPL
meliputi: 1) Pengembangan demplot kelompok, 2) Pengembangan kebun bibit, 3)
Pengembangan pekarangan anggota, 4) Praktek atau demonstrasi penyediaan
menu beragam, bergizi seimbang, dan Aman (B2SA), 5) Pengolahan hasil KRPL.
Berdasarkan banyaknya kegiatan yang harus dilakukan selama tahap
pengembangan ini maka KWT Sido Lestari melakukan koordinasi antar anggota
mengenai berbagai informasi yang dibutuhkan berkaititan dengan program KRPL,
yang perlu dianalisis melalui jaringan komunikasi.
Analisis jaringan komunikasi pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido
Lestari dalam program KRPL terdiri dari tiga macam analisis sesui dengan tujuan
penelitian yaitu mengetahui pola jaringan komunikasi, peran aktor dalam jaringan
serta tokoh sentral dalam pelaku program. Analisis jaringan komunikasi yang
pertama adalah mengetahui pola jaringan komunikasi yang terbentuk. Hal ini
dapat dilihat dari hasil analisis sosiometri yang terbentuk dari data jaringan
komunikasi yang tersedia. Hal ini juga berkaitan dengan tujuan analisis jaringan
komunikasi yang kedua yang dapat dianalisis menggunakan sosiometri yaitu
mengetahui peran aktor yang terdapat pada KWT Sido Lestari pada program
KRPL yang terdiri dari beberapa macam peran antara lain Opinion Leader, Gate
Keeper, Cosmopolite, Liaison, Bridge dan Isolate. Analisis jaringan komunikasi
yang ketiga adalah mengetahui tokoh sentral pada KWT Sido Lestari dalam
pelaksanaan program KRPL. Hal ini dapat dilihat dari tiga macam analisis
sentralitas yaitu Sentralitas tingkatan (degree centrality), Sentralitas kedekatan
(closeness centrality), dan sentralitas keperantaraan (betwenness centrality . Hasil
dari seluruh analisis jaringan komunikasi pada Kelompok Wanita Tani (KWT)
Sido Lestari ini diharapkan dapat menunjang tercapainya keluaran dari program
KRPL yaitu terwujudnya konsumsi pangan masyarakat yang Beragam, Bergizi,
Seimbang dan Aman (B2SA).
37
Berikut merupakan kerangka pemikiran penelitian jaringan komunikasi pada
Kelompok Wanita Tani sido Lestari dalam program KRPL:
Keterangan:
Alur pemikiran
Alat analisis
Gambar 11. Kerangka pemikiran jaringan komunikasi pada KWT Sido Lestari
dalam program KRPL
1. Sentralitas
tingkatan
2. Sentralitas
kedekatan 3. Sentralitas
keperantaraan
Analisis sosiometri
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
Pelaksanaan program:
Tahap Pengembangan
1. Pengembangan demplot
kelompok
2. Pengembangan kebun bibit
3. Pengembangan pekarangan
anggota
4. Praktek/demonstrasi
penyediaan menu Beragam,
Bergizi Seimbang, dan
Aman (B2SA)
5. Pengolahan hasil KRPL
Peran aktor dalam
jaringan
Pola jaringan komunikasi
Tokoh Sentral pelaku
program KRPL
Jaringan
komunikasi
Terwujudnya konsumsi pangan masyarakat yang B2SA
1. Opinion leader
2. Gate keeper
3. Cosmopolite 4. Liaison 5. Bridge 6. Isolate
Analisis sentralitas
38
III. METODE PENELITIAN
1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif.
Catherine dalam Sarwono (2006) memaparkan bahwa penelitian kualitatif
merupakan suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Pengertian ini
sejalan dengan objek yang diambil dalam penelitian ini yaitu mengenai jaringan
komunikasi yang berisi interaksi antar aktor dalam suatu kelompok. Selain itu
penentuan jenis penelitian pada jaringan komunikasi didudung oleh proses
analisis data yang dieksplorasi dengan menggunakan data hasil wawancara
mendalam dan observasi kualitatif terhadap para partisipan (Sulistyawati, 2014).
Penelitian jaringan komunikasi ini difokuskan pada tipe deskriptif yaitu
mendeskripsikan pola jaringan komunikasi, peran-peran aktor dalam jaringan,
serta aktor-aktor yang menjadi tokoh sentral dalam jaringan pada KWT Sido
Lestari dalam program KRPL
3.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari yang
anggotanya berdomisili di Dusun Gondang Lagi dan tersebar dalam 3 Rukun
Tetangga (RT) pada RW 6 yaitu RT (01, 02, 04) serta satu RT pada RW 07
(RT/01), Kelurahan Sutojayan Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar Jawa
Timur. Penentuan lokasi ini dilakukan secara purposive dengan pertimbangan
yaitu KWT Sido Lestari menjadi pioner pelaksana program Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL) di Kecamatan Sutojayan dan telah menjalankan program
tersebut selama dua periode berturut-turut dari tahap penumbuhan hingga
pengembangan, namun masih terjadi pemusatan arus komunikasi pada tokoh-
tokoh tertentu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2017.
1.3 Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan dalam penelitan menggunakan jenis kelompok
kecil yaitu mengambil seluruh anggota sebuah kelompok sebagai informan dalam
39
penelitian jaringan komunikasi. Langkah yang dilakukan pada teknik ini adalah
mengambil satu kelompok yaitu Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari
dengan jumlah anggota sebesar 34 orang dan mengambil semua anggota dari
kelompok tersebut sebagai informan dalam penelitian. Selain itu terdapat
informan lain di luar anggota KWT yaitu PP, dan saluran pemasaran hasil panen
dari program KRPL (Bapak Yudi, Ibu Reni dan Ibu Karti). Hal ini disebabkan
karena seluruh anggota KWT dan pihak-pihak yang berhubungan dengan
kelompok tersebut dapat menggambarkan secara lengkap relasi-relasi dari seluruh
aktor yang terhubung dalam analisis sosiometri untuk menghasilkan sosiogram.
Menurut Eriyanto (2014) penarikan sampel atau partisipan yang banyak dipakai
dalam studi jaringan yakni kelompok kecil yang menjadi alternatif terbaik dalam
penarikan sampel untuk metode jaringan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data kualitatif mengenai jaringan komunikasi yang
digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa macam cara yaitu:
1. Wawancara
a. Terstruktur
Wawancara secara terstruktur dilakukan dengan menggunakan bantuan
kuisioner. Menurut Eriyanto (2014) wawancara terstruktur dilakukan dengan cara
mengidentifikasi aktor yang terlibat kemudian menanyakan kepada masing-
masing aktor dan relasinya dengan aktor lain menggunakan kuisioner. Kelebihan
dari data jaringan yang diperoleh lewat yaitu wawancara yang menggunakan
kuisioner yaitu kemungkinan didapat informasi yang lengkap dan relevan dengan
tujuan penelitian. Data mengenai jaringan (aktor dan relasi antar aktor) dapat
diperoleh dengan cara menanyakan langsung kepada aktor. Wawancara ini
dilakukan terhadap seluruh anggota KWT Sido Lestari sebagai aktor jaringan
komunikasi pada program KRPL secara terstruktur dengan menggunakan
kuisioner.
b. Tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur memiliki proses yang sama dengan wawancara
terstruktur namun, yang membedakan dalam wawancara tidak terstruktur tidak
40
menggunakan bantuan kuisioner. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan
terbuka kemudian dilakukan identifikasi relasi dari hasil wawancara di antara
masing-masing aktor. Eriyanto (2014) menjelaskan bahwa pada teknik ini bisa
menjamin hasil yang lebih dalam dibandingkan dengan wawancara menggunakan
kuisioner. Kelemahan dari teknik wawancara teknik ini yaitu kemungkinan proses
yang lama dan kesulitan memindahkan hasil wawancara ke dalam relasi antar
aktor. Penggunaan teknik wawancara tidak terstruktur ini dilakukan untuk
mengetahui informasi yang lebih dalam dan subjektif misalnya mengenai alasan
memilih relasi dengan aktor tertentu.
Wawancara tidak terstruktur ini dilakukan kepada beberapa anggota KWT
Sido Lestari dengan pertimbangan tertentu misalnya pada anggota yang cukup
berperan aktif dan kurang aktif dalam kegiatan KRPL. Selain itu wawancara tidak
terstruktur perlu dilakukan pada anggota yang memiliki pendapat atau jawaban
yang berbeda atau menyimpang dari responden lainnya. Wawancara tidak
terstruktur pada penelitian ini dilakukan kepada tokoh-tokoh tertentu dalam
anggota KWT Sido Lestari seperti pengurus dan tokoh yang berperan sebagai
perantara pesan pada tiap kelompok kecil dalam KWT, Petugas Penyuluh Lapang
(PPL), dan pedagang yang menjadi saluran pemasaran dari hasil produksi program
KRPL.
2. Observasi
Data mengenai jaringan bisa diperoleh dengan jalan pengamatan. hal ini
dilakukan dengan cara mengamati aktor-aktor yang terlibat dan relasi di antara
aktor-aktor tersebut. Kelebihan dari data observasi yaitu kemungkinan data relasi
yang lebih menggambarkan situasi sesungguhnya. Menurut Eriyanto (2014),
kelemahan teknik wawancara seperti responden yang menutupi jawaban yang
sebenarnya bisa dihindari melalui observasi. Tetapi kelemahan dari pengumpulan
data melalui observasi yaitu menghabiskan banyak waktu dan biaya yang lebih
besar. Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi pada kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh aktor-aktor KWT Sido Lestari dalam program KRPL seperti
kegiatan pertemuan rutin serta pembinaan oleh penyuluh.
41
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dapat menggunakan arsip atau dokumen dalam penelitian
jaringan komunikasi, asalkan dalam arsip tersebut terdapat informasi aktor dan
relasi di antara aktor. Ada banyak arsip yang bisa dimanfaatkan dalam studi
jaringan, di antaranya kliping berita media, risalah rapat, putusan pengadilan,
database perusahaan, biografi, dan sebagainya. Peneliti menggunakan bahan yang
terdokumentasikan (tertulis atau dalam bentuk gambar) dan di dalam dokumen
tersebut terdapat data mengenai aktor (node) dan relasi di antara aktor. Kelebihan
data dokumen adalah dapat menggambarkan kembali pola jaringan untuk
peristiwa yang terjadi di masa lampau (Eriyanto, 2014). Pada penelitian ini
peneliti melakukan kegiatan pengambilan dokumentasi secara langsung pada
lokasi penelitian serta dokumkentasi yang sudah tersimpan mengenai rangkaian
kegiatan yang sudah dijalankan oleh KWT Sido lestari pada program KRPL KWT
Sido Lestari.
1.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model interaktif Miles, Huberman, dan Saldana (2014) sebagai berikut:
Gambar 12. Analisis data interaktif
(Sumber: Miles, Huberman dan saldana, 2014)
1. Pengumpulan data (Data Collection)
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada seluruh anggota KWT
Sido Lestari sebagai informan. Selain itu untuk mendukung hasil penelitan
Data
Collection
Data
Condentation
Data
Display
Conclusions:
drawing/verifying
42
wawancara juga dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan jaringan
komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL diantaranya pedagang sayur
sebagai saluran pemasaran dan PPL. Pengambilan data juga didukung dengan
kegiatan observasi selama penelitian dan studi dokumentasi seperti laporan
pertanggungjawaban program KRPL dan agenda rapat anggota KWT Sido
Lestari.
2. Kondensasi data (Data Condentation)
Kondensasi data mengacu pada proses memilih, menyederhanakan, dan
mentransfer data yang didapatkan dari lapang secara tertulis, baik transkrip
wawancara, dan dokumen-dokumen lainnya. Setelah memproses data, selanjutnya
yang dilakukan dalam kondensasi data adalah menulis ringkasan, melakukan
koding, mengembangkan tema, mengembangkan kategori, dan menulis memo
analitik. Kegiatan kondensasi data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
mentransfer hasil wawancara ke dalam tabel matriks relasional dan melakukan
analisis data tersebut menggunakan software UCINET VI untuk menghasilkan
gambar sosiogram jaringan komunikasi KWT Sido Lestari dalam program KRPL.
3. Penyajian data (Data Display)
Penyajian data merupakan proses mengorganisir dan menyatukan data-data
yang telah dipilih sehingga dapat dimengerti dan memudahkan dalam penarikan
kesimpulan. Pada penyajian data dapat membantu dalam memahami kejadian
yang terjadi, termasuk analisis yang lebih mendalam atau mengambil aksi
berdasarkan pemahaman. Tahap penyajian data pada penelitian ini dilakukan
dengan menampilkan hasil analisis sosiometri yaitu sosiogram yang memuat pola
serta struktur peran dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada program
KRPL. Selain itu hasil analisis sentralitas juga ditampilkan pada masing-masing
aktor untuk melihat tokoh sentral pada jaringan komunikasi tersebut.
4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (Drawing and Verifying Conclusion)
Tahapan penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan penarikan
kesimpulan dari data yang telah dianalisis dan diuji kebenarannya. Kesimpulan
yang telah diverifikasi merupakan sebuah hasil analisis dan kesimpulan final tidak
muncul hingga pengumpulan data berakhir. Penarikan kesimpulan yang dilakukan
pada penelitian ini adalah dengan menentukan pola serta tokoh-tokoh yang
43
berperan dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL.
Selain itu dengan hasil perhitungan analisis sentralitas juga dapat ditentukan tokoh
sentral dalam jaringan tersebut.
Teknis analisis data jaringan komunikasi pada penelitian ini dilakukan
dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Analisis Sosiometri
Analisis sosiometri pada jaringan komunikasi dilakukan secara kualitatif.
Teknik ini digunakan dalam analisis mengenai pola yang terbentuk dari hasil
sosiometri mengenai jaringan komunikasi pada KWT Sido Lestari dalam program
KRPL. Analisis sosiometri dilakukan secara bertahap melalui beberapa langkah
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi name generator, name interpreter dan name interrelaters
Gambar 13. Alur identifikasi analisis sosiometri
(Sumber: Eriyanto, 2014)
name generator : mengidentifikasi nama-nama aktor dalam jaringan
name interpreter : mencatat relasi (siapa berhubungan dengan siapa)
name interrelaters: mengidentifikasi relasi di setiap aktor (ada atau tidak)
b. Membuat data relasional dalam bentuk matriks
Melakukan input data relasional ke dalam bentuk matriks dalam tabel
sebagai berikut:
(0) = tidak terdapat relasi
(1) = terdapat relasi (melakukan interaksi 1-2 kali dalam seminggu)
(2) = terdapat relasi (melakukan interaksi 3-4 kali dalam seminggu)
(3) = terdapat relasi (melakukan interaksi 5-6 kali dalam seminggu)
(4) = terdapat relasi (melakukan interaksi 7 kali dalam seminggu)
Name generator Name interpreter Name interrelaters
44
Tabel 4. Matriks data relasional
Sumber: Eriyanto, 2014
c. Gambar Sosiometri
Data relasional yang sudah diubah dalam bentuk matriks akan diproses
menjadi gambar sosiometri dengan bantuan software UCINET versi 6.0. Data
yang didapatkan dari responden akan diolah dalam sosiometri akan membentuk
garis-garis relasi sehingga membentuk pola tertentu. Pola-pola ini merupakan
objek pengamatan secara kualitatif sehingga dapat dianalisis pola jaringan
komunikasi yang dominan.
Sosiogram adalah diagram yang menunjukkan hubungan atau interaksi
individual dengan sebuah kelompok atau lingkungan. Dari data sosiometri yang
telah disusun secara matriks dapat dibuat menjadi sosiogram. Anthy (2002)
menjelaskan bahwa sosiogram digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan
peran-peran komunikasi individual spesifik (seperti opinion leader, bridge,
liaison, dan isolate). Tahapan dalam melakukan analisis sosiogram adalah sebagai
berikut:
1) Mengidentifikasi gambar yang dihasilkan dari analisis sosiometri mengenai
aktor-aktor yang menjadi pilihan terbanyak
2) Memberikan tanda berupa bentuk-bentuk (shape) tersendiri bagi kelompok-
kelompok kecil yang memiliki aktor dengan dengan pilihan terbanyak.
3) Menentukan aktor-aktor yang berperan dalam jaringan komunikasi sesuai
dengan pembagian peran yang terdapat pada jaringan komunikasi. Peran-peran
ini terbagi menjadi beberapa macam yaitu Opinion Leader, Gate Keeper,
Bridge, Liaison, Cosmopolite dan Isolate.
Pembagian peran tokoh dalam jaringan komunikasi ini dapat dianalisis
secara kualitatif dengan cara mengamati berbagai interaksi yang terbentuk antar
anggota, sehingga dapat diidentifikasi masing-masing peran yang terbentuk.
nama
responden A B C D E dst
A 0
B 0
C 0
D 0
E 0
dst 0
45
Kegiatan identifikasi ini dapat dilakukan melalui proses observasi dengan jalan
terlibat secara langsung pada peristiwa tertentu dan ditunjang oleh kegiatan
wawancara secara mendalam terhadapa anggota. Hal ini sesuai dengan pemaparan
(Sarwono, 2006) bahwa jika dilakukan pendekatan kualitatif dalam penelitian,
maka yang bersangkutan akan menggunakan teknik observasi terlibat langsung
atau riset partisipatori. Selain itu penenetuan peran-peran tokoh dalam jaringan
juga dapat dianalisis secara kualitatif dari hasil wawancara tidak trstruktur
mengenai peran masing-masing tokoh.
2. Analisis Sentralitas
Analisis data secara kuantitatif digunakan dalam menentukan tokoh sentral
dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL. Analisis
mengenai tokoh sentral ini dilakukan menggunkan perhitungan sentralitas tokoh
pada level analisis jaringan utuh (complete network) dengan unit analisis aktor
(tunggal). Menurut Eriyanto (2014) analsisis sentralitas pada level aktor (tunggal)
terbagi ke dalam empat macam sentralitas sebagai berikut:
a. Sentralitas tingkatan (degree centrality)
Tingkatan (degree) memperlihatkan popularitas aktor dalam jaringan sosial.
Tingkatan (degree) adalah jumlah link dari dan ke aktor. Dalam jaringan yang
directed (mempunyai arah), degree ini bisa berupa indegree (jumlah link yang
mengarah ke aktor) dan outdegree (jumlah link yang keluar dari aktor). Secara
teoritis, jumlah maksimal sentralitas tingkatan (degree) bagi aktor yakni N-1. Jika
di dalam populasi terdapat 100 orang maka maksimal link bagi aktor adalah 99,
ini artinya aktor tersebut menghubungi (outdegree) dan dihubungi (indegree)
semua aktor dalam jaringan.
Perhitungan sentralitas tingkatan biasanya dilambangkan dengan angka 0
hingga 1, dimana 0 berarti tidak ada link atau tidak ada satupun yang
menghubungi dan 1-4 terdapat link sesuai intensitas baik dihubungi atau
menghubungi. Berapapun jumlah populasi angka sentralitas tingkatan berada pada
kisaran 0 hingga 1. Jika dilambangkan dngan rumus, sebagai berikut (Valente dan
Prell dalam Eriyanto, 2014):
46
Dimana adalah sentralitas tingkatan, d adalah jumlah link dari dan ke aktor
dan N adalah jumlah anggota populasi jaringan.
b. Sentralitas kedekatan (degree centrality)
Sentralitas kedekatan menggambarkan seberapa dekat aktor (node dengan
semua aktor lain di dalam jaringan. Kedekatan disini diukur dari berapa langkah
seorang aktor bisa menghubungi atau dihubungi oleh aktor lain dalam jaringan.
Sentralitas kedekatan diperoleh dengan membagi jumlah jalur terpendek aktor
satu dengan aktor lain dalam suatu jaringan. Rumus menghitung sentralitas
kedekatan adalah sebagai berikut (Valente dan Prell dalam Eriyanto, 2014):
Dimana Cc adalah sentralitas kedekatan (cloceness centrality), d adalah jalur
terpendek ke aktor lain, dan N adalah jumlah anggota populasi.
c. Sentralitas keperantaraan (betweennes centrality)
Sentralitas keperantaraan memperlihatkan posisi seorang aktor sebgai
perantara (betweenness) dari hubungan aktor satu dengan aktor lain dalam suatu
jaringan. Apakah aktor (node) untuk menghubungi aktor lain bisa secara langsung
ataukah harus melewati aktor tertentu. Sentralitas keperantaraan penting karena
berkaitan dengan kontrol dan manipulasi informasi. Aktor yang mempunyai posisi
sebagai perantara aktor lain bisa menentukan kenaggotaan aktor dalam jaringan.
Menghitung sentralitas keperantaraan dilakukan dengan beberapa langkah.
Pertama, membuat pasangan aktor-aktor dalam jaringan. Kedua, menentukan
apakah jalur terpendek antara aktor satu dengan lainnya melewati aktor tertentu
atau tidak. Jka tidak nilainya 0 jika iya nilainya, jika ada kemungkinan dua jalur
nilainya 0,5. Rumus sentralitas keperantaraan normal sebagai berikut (Valente dan
Prell dalam Eriyanto, 2014):
Dimana Cb adalah keperantaraan (betweenness centrality), giPk adalah
jumlah tahap terpendek dari aktor, dan gi adalah jumlah jalur dalam jaringan.
Sementara nilai maksimum. Nilai sentralitas keperantaraan normal
adalah 0-1, dimana yeng medekati 1 semakin bagus.
47
Analisis sentralitas dari masing-masing tokoh akan menghasilkan nilai yang
berbeda-beda. Untuk melihat siapa tokoh sentral yang berperan dalam jaringan
komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL maka dapat dilihat dari hasil
nilai sentralitas itu sendiri. Tokoh yang memiliki nilai sentralitas tertinggi dan
mendominasi dari hasil perhitungan ketiga sentralitas diatas merupakan aktor
yang menjadi tokoh sentral.
1.6 Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif perlu dilakukan untuk mencapai
hasil yang akurat dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Uji keabsahan
data pada penelitian kualitatif terdiri dari uji kredibilitas, uji transferabilitas, uji
depenabilitas dan uji konformabilitas.
1. Uji Kredibilitas
Menurut Sugiyono (2015), pengujian kredibilitas data atau kepercayaan
terhadap data hasil penelitian kulaitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan
pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
teman sejawat, analisis kasus negatif dan membercheck. Salah satu uji kredibiltas
yang dilakukan pada penelitian ini adalah triangulasi sumber data yaitu dengan
melakukan perbandingan data yang diperoleh dari beberapa informan antara lain
pengurus dan anggota KWT Sido Lestari serta penyuluh yang berasal dari BP4K
Kecamatan Sutojayan sebagai pendamping program KRPL. Selain itu triangulasi
juga dilakukan pada teknik pengumpulan data yaitu membandingkan pernyataan
yang didapatkan dari hasil wawancara informan dengan observasi dan
dokumentasi mengenai program KRPL di lokasi penelitian.
2. Uji Transferabilitas
Uji transferabilitas menurut Sugiyono (2015), merupakan validitas eksternal
yang menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke
populasi dimana sampel tersebut diambil. Oleh karena itu hasil penelitian harus
disusun secara jelas, rinci dan sistematis sehingga pembaca dapat memutuskan
dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut. Jika pembaca
dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian maka hasil
tersebut telah memenuhi standar transferabilitas. Uji transferabilitas yang
48
dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menyusun hasil penelitian secara
rinci dan sistematis serta mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing.
3. Uji Depenabilitas
Sugiyono (2015) menjelaskan, uji depenabilitas dilakukan dengan
melakukan dan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Uji dependabilitas
disebut reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Uji tersebut dilakukan dalam
mengaudit beberapa rangkaian kegiatan yang dimulai dari perumusan masalah,
penentuan tujuan, analisis data hasil penelitian, penyajian data hasil penelitian
hingga penarikan kesimpulan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di
lapang.
4. Uji konfrrmabillitas
Konfirmabilitas disebut juga sebagai uji obyektifitas penelitian. Proses ini
merujuk pada menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan,
dalam arti bahwa bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian
yang dilakukan maka penelitian telah memenuhi standar konformabilitas
(Sugiyono, 2015). Pengujian konfirmabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan
cara melihat kesesuaian antara hasil penelitian dengan tujuan penelitian melalalui
metode analisis data yang tepat.
49
48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Gambaran Umum Kelompok Wanita Tani Sido Lestari
Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari telah dibentuk pada 23 Juli
2013 terletak di wilayah Dusun Gondang Legi Kelurahan Sutojayan Kecamatan
Sutojayan Kabupaten Blitar. Pembentukan KWT Sido Lestari ini kemudian
dilanjutkan dengan pengukuhan secara resmi oleh Badan Pelaksana Penyuluhan
Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Blitar pada 24 Pebruari
2014. Total luas lahan pekarangan yang dimiliki oleh KWT Sido Lestari sebesar
4 hektar. Luasan ini merupakan akumulasi dari lahan pekarangan yang dimiliki
oleh seluruh anggota. Saat ini jumlah anggota KWT Sido Lestari adalah 41 orang
yang seluruhnya terdiri dari ibu rumah tangga. Anggota Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari berdomisili pada empat Rukun Tetangga dan dua Rukun
Warga dengan persebaran sebagai berikut: RT 01/RW 06 (5 orang), RT 02/RW 06
(16 orang), RT 04/RW 06 (8 orang), RT 01/RW 07 (5 orang)
Gambar 14. Denah penyebaran anggota KWT Sido Lestari
Kepengurusan dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari dibentuk
secara mandiri oleh anggota ketika awal pembentukan kelompok. Peran sebagai
ketua dijabat oleh Ibu Rini yang memiliki tugas memimpin dan mengoordinir
anggota dalam melakukan kegiatan. Kedudukan sebagai sekretaris dimiliki oleh
Ibu Ita Purwati yang bertugas membantu pengurusan administrasi dalam kegiatan
atau program dalam KWT Sido Lestari. Jabatan sebagai bendahara dipegang oleh
Ibu Purwanti yang bertugas melakukan pendataan terhadap keuangan kelompok
49
baik terkait simpanan wajib, arisan, anggaran kegiatan maupun simpan
pinjam anggota. Kepengurusan Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari
digambarkan dalam bagan berikut:
Gambar 15. Struktur Organisasi KWT Sido Lestari
KWT Sido Lestari memiliki agenda pertemuan rutin yaitu hari Rabu pada
minggu terakhir setiap bulannya. Sesuai dengan kesepakatan seluruh anggota
kelompok, pada KWT Sido Lestari diadakan kegiatan simpan pinjam dengan
iuran wajib sebesar Rp 40.000,00 pada awal pembentukan kelompok serta iuran
rutin sebesar Rp 1.000,00 pada setiap minggu. Dana yang telah terkumpul dapat
digunakan sebagai simpan pinjam anggota kelompok. Anggota KWT yang
meminjam dari simpan pinjam ini akan dibebankan bunga sebesar 2% pada setiap
bulan. Selain itu KWT Sido Lestari juga mengadakan kegiatan arisan sebesar Rp
10.000,00 setiap bulan. Selain dapat membantu kebutuhan anggota, kegiatan
tersebut dapat mendorong keaktifan anggota dalam mengikuti pertemuan dan
kegiatan yang diadakan oleh kelompok.
4.1.2 Pelaksanaan KRPL pada KWT Sido Lestari
Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari telah menerima dan
melaksanakan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dari Badan
Ketahanan Pangan Kabupaten Blitar selama dua periode. KWT Sido Lestari
merupakan pioner pelaksanaan program KRPL di Kecamatan Sutojayan.
Pemilihan ini merupakan usulan yang disarankan oleh Badan Pelaksana
Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kecamatan Sutojayan
kepada Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Blitar. Program ini telah dijalankan
secara berurutan yaitu tahap Penumbuhan pada tahun 2015 dan tahap
Pengembangan pada tahun 2016.
50
Setiap tahap program KRPL memiliki rangkaian kegiatan yang dijalankan
secara runtut diantaranya sebagai berikut:
1. Tahap Penumbuhan:
a. Sosialisasi pemanfaatan pekarangan melalui pendampingan dan pelatihan
Kegiatan sosialisasi ini dilakukan untuk menyampaikan maksud dan tujuan
kegiatan dalam program KRPL dan membuat kesepakatan awal untuk rencana
tindak lanjut yang akan dilakukan dalam kelompok. Sosialisasi ini dilakukan oleh
Badan Ketahanan Pangan beserta BP4K Kecamatan Sutojayan kepada KWT Sido
lestari.
b. Pembuatan demplot kelompok sebagai laboratorium lapangan
Pembuatan demo plot (demplot) pada program KRPL yang dilakukan oleh
KWT Sido Lestari dilakukan di pekarangan milik salah satu anggota yaitu Ibu
Purwanti. Pemilihan lokasi ini dilakukan berdasarkan pertimbangan luasnya lahan
pekarangan sehingga dapat menjadi demplot kelompok. Pelaksanaan pembuatan
demplot ini dilakukan oleh anggota KWT Sido Lestari yang didampingi oleh
penyuluh dari BP4K Kecamatan Sutojayan.
c. Pembuatan kebun bibit
Lokasi pembuatan kebun bibit kelompok dilakukan di pekarangan milik
salah satu anggota KWT Sido Lestari yaitu Ibu Giarti. Pemilihan lokasi ini
berdasarkan pertimbangan dekatnya dengan sumber air. Selain itu lokasi berada
pada titik tengah dari tempat tinggal anggota sehingga memudahkan dalam
pendistribusian bibit.
d. Pengembangan pekarangan anggota
Kegiatan pengembangan pekarangan anggota dilakukan setelah pembuatan
demplot dan pembuatan kebun bibit kelompok. Masing-masing anggota
menyiapkan pekarangannya untuk menanam bibit tanaman yang sudah disemai
pada kebun bibit kelompok. Kegiatan perawatan selanjutnya akan dilakukan
secara mandiri olah masing-masing anggota KWT Sido Lestari.
e. Pendampingan dan penyuluhan pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman
(B2SA)
Pendampingan dan penyuluhan mengenai menu B2SA ini dilakukan pada
saat mendekati masa panen komoditas yang ditanam oleh kelompok. Biasanya
51
kegiatan dilakukan di rumah ketua kelompok yaitu Ibu Rini. Kegiatan ini
dilakukan untuk mempersiapkan pengetahuan dan kemampuan anggota KWT
Sido Lestari dalam mengolah hasil panen program KRPL pada tahap selanjutnya.
2. Tahap Pengembangan
a. Pengembangan demplot kelompok
Pengembangan demplot kelompok pada tahap pengembangan dilakukan
salah satunya dengan cara menambah varian komoditas tanaman. Selain itu
pengembangan juga dapat dilakukan dengan perubahan pola tanam seperti
vertikultur dan pemanfaatan barang-barang bekas sebagai pengganti polibag.
Pendampingan pada kegiatan ini memiliki intensitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan tahap sebelumnya.
b. Pengembangan kebun bibit
Kegiatan pengembangan kebun bibit dilakukan dengan menambah varian
komoditas sesuai dengan kesepakatan kelompok. Selain itu kegiatan juga
dilakukan dengan memperbaiki bagian kebun bibit yang rusak agar kondisinya
tetap mendukung dalam proses pembibitan. Kegiatan ini dilakukan oleh anggota
kelompok secara mandiri secara gotong-royong.
c. Pengembangan pekarangan anggota
Pengembangan pekarangan anggota pada program KRPL tajap
pengembangan hampir sama dengan tahap penumbuhan. Hanya saja ketrampilan
anggota pada tahap ini dapat dikatakan lebih mumpuni bila dibandingkan dengan
tahap penumbuhan. Kegiatan perawatan tanaman dilakukan secara mandiri oleh
anggota KWT pada pekarangannya masing-masing.
d. Praktek atau demonstrasi penyediaan menu Beragam, Bergizi Seimbang, dan
Aman (B2SA)
Kegiatan praktek penyediaan menu B2SA dilakukan bersama dengan
penyuluh sebagai pendamping. Penyuluh bersama dengan anggota KWT Sido
Lestari menyediakan olahan makanan yang berasal dari hasil panen program
KRPL. Kegiatan penyediaan menu B2SA ini diharapkan dapat diterapkan pada
rumah tangga masing-masing anggota KWT Sido Lestari.
52
e. Pengolahan hasil KRPL.
Pengolahan hasil KRPL dilakukan di rumah Ibu Rini sebagai ketua
kelompok. Kegiatan ini diisi dengan mengolah hasil panen program KRPL
menjadi produk usus pepaya dan tepung mokav. Hasil dari kegiatan pengolahan
ini tidak dipasarkan melainkan untuk konsumsi anggota KWT Sido Lestari
sendiri.
Pelaksanaan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) oleh
Kelompok Wanita Tani Sido Lestari melibatkan beberapa pihak di luar anggota
kelompok itu sendiri. Keterlibatan ini dibutuhkan untuk mendukung berjalannya
program KRPL dari tahap sosialisasi hingga pengolahan pascapanen dan
pemasaran hasil produksi. Pihak-pihak tersebut antara lain Petugas Penyuluh
Lapang (PPL) yang tergabung dalam Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian
Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Blitar, toko sarana dan produksi
(saprodi) pertanian serta pedagang pengepul sayur sebagai saluran pemasaran
hasil produksi program KRPL. Seluruh elemen tersebut saling bekerja sama untuk
membantu berjalannya program KRPL sesuai dengan tahapan kegiatan yang telah
tersusun sebelumnya.
4.1.3 Karakteristik Responden
Menurut hasil penelitian keseluruhan anggota yang tergabung dalam
Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari saat ini berjumlah 34 orang yang
berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Seluruh anggota tersebut bergabung ke
dalam KWT Sido Lestari selama kurang lebih empat tahun dihitung dari awal
pembentukan kelompok pada tahun 2013. Distribusi anggota KWT Sido Lestari
menurut golongan usia disajikan dalam gambar diagram berikut :
Gambar 16. Diagram distribusi anggota KWT Sido Lestari berdasarkan usia
53
Berdasarkan gambar diagram di atas dapat diketahui bahwa setengah dari
jumlah anggota Kelompok Wanita Tani Sido Lestari berusia diantara 30-40 tahun.
Jumlah tersebut kemudian disusul oleh anggota yang berusia diantara 51-60 tahun
sebesar 26,47%. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan anggota KWT Sido
Lestari yang berusia antara 41-50 tahun yaitu 14,70%. Golongan usia dengan
jumlah paling sedikit pada anggota KWT Sido Lestari adalah usia diantara 61-70
tahun yaitu sebesar 8,83%, dengan kata lain jumlah anggota yang berusia lanjut
sangat kecil sisanya didominasi oleh usia di bawah 50 tahun.
Gambar 17. Diagram distribusi anggota KWT Sido Lestari berdasarkan tingkat
pendidikan
Berdasarkan gambar diagram diatas dapat dilihat bahwa tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh anggota Kelompok Wamita Tani (KWT) Sido
Lestari didominasi oleh tamatan SD dan SMP dengan jumlah yang sama yaitu
masing-masing 41,17%. Jumlah ini jauh lebih besar dari anggota yang memiliki
tingkat pendidikan lulusan SMA sederajat yaitu sebesar 14,70%. Sementara itu,
diantara anggota KWT Sido Lestari terdapat satu anggota yang memiliki tingkat
pendidikan lebih tinggi yaitu Diploma 3 (D3) dengan presentase 2,96%. Jumlah
ini sangat kecil dibandingkan dengan ketiga tingkat pendidikan anggota lainnya.
Karakteristik golongan usia dan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
anggota KWT Sido Lestari sebagai responden memiliki keterkaitan dengan tujuan
analisis jaringan komunikasi khususnya peran aktor dalam jaringan. Keterkaitan
ini dapat dilihat dari hasil distribusi peran-peran dalam jaringan komunikasi yang
memusat pada golongan-golongan tertentu misalnya sesuai tingkat pendidikan
anggota KWT Sido Lestari. Selain itu karakteristik yang dimiliki oleh masing-
masing anggota juga dapat dikaitkan dengan dipilihnya salah satu anggota KWT
54
Sido Lestari dari golongan tertentu sebagai tokoh sentral dalam menjalankan
program KRPL.
1.2 Hasil dan Pembahasan
4.2.1 Pola Jaringan Komunikasi pada KWT Sido Lestari dalam Program
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
Analisis pola jaringan komunikasi pada penelitian ini dilakukan pada
Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari dengan jumlah anggota 34 orang
serta pihak lain yang terkait dalam pelaksanaan program KRPL. Anggota-anggota
dalam jaringan ini berperan sebagai aktor (node) yang akan saling terhubung
membentuk relasi (link). Kumpulan dari relasi antar aktor tersebut kemudian
berkembang menjadi sebuah jaringan yang menunjukkan terjadinya interaksi dan
komunikasi. Analisis pola jaringan komunikasi yang terbentuk pada Kelompok
Wanita Tani (KWT) Sido Lestari dapat dilihat melalui analisis sosiometri.
Sebelum melakukan analisis sosiometri, dilakukan identifikasi terhadap seluruh
aktor dalam jaringan secara terperinci untuk mengurangi risiko adanya aktor yang
tidak tergabung dalam jaringan komunikasi.
Hasil identifikasi aktor-aktor pada jaringan komunikasi Kelompok Wanita
Tani Sido Lestari dalam program KRPL kemudian dimasukkan ke dalam tabel
matriks yang akan disesuaikan dengan intensitas interaksi masing-masing seperti
yang tersedia pada Lampiran 5. Tahap selanjutnya adalah melakukana analisis
sosiometri terhadap data aktor (node) dan relasi (link) yang terbentuk di dalam
jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program
KRPL dengan bantuan software UCINET VI, dengan hasil gambar sosiogram
sebagai berikut:
55
Gambar 18. Sosiogram jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL
(Sumber: Analisis data primer, 2017)
55
48
Sosiogram pada Gambar 18. menggambarkan pola interaksi yang terjadi
diantara aktor-aktor yang tergabung dalam jaringan komunikasi Kelompok
Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL. Berdasarkan gambar
sosiogram tersebut, terlihat bahwa pola jaringan komunikasi yang terbentuk
bersifat memusat, karena terdapat aktor-aktor yang berada di pusat jaringan.
Adapun struktur jaringan yang memusat ini disebut DeVito dalam Sulistyawati
(2011) sebagai struktur roda (wheel) seperti gambar berikut:
Gambar 19. Pola jaringan roda (wheel) pada jaringan komunikasi KWT Sido
Lestari pada program KRPL
Pola jaringan komunikasi roda ini dapat dilihat dari interaksi yeng terjadi
antara Ibu Rini sebagai ketua kelompok dalam proses penyampaian informasi
yang diperoleh dari Petugas Penyuluh Lapang (PPL) sebagai sumber informasi
dan kepada aktor yang menjadi node pusat pada masing-masing klik yang
terbentuk. Struktur ini memasukkan satu orang yang berkomunikasi dengan
masing-masing orang dari sejumlah orang lainnya, satu orang tersebut adalah
pemimpin (Zulfikar, 2013). Pola roda (wheel) dalam jaringan ini menjelaskan
bahwa Ibu Rini sebagai ketua kelompok merupakan aktor yang menjadi satu-
satunya pusat informasi dan menyampaikan pesan kepada aktor-aktor yang
dipilihnya dalam memimpin masing-masing klik. Hal ini juga menunjukkan
bahwa setiap aktor yang menjadi node pusat dalam memimpin masing-masing
klik juga dapat menyampaikn informasi kepada Ibu Rini.
Selain pola jaringan komunikasi roda (wheel) pada Kelompok Wanita Tani
juga terdapat pola jaringan bebas (All Channel). Pola ini dapat dilihat pada
jaringan komunikasi di dalam kelompok kecil (klik) yang terbentuk. Seluruh
anggota di dalam klik bebas melakukan komunikasi kepada anggota lainnya tanpa
Rini
Yuli
Haryati
Purwanti
Giarti
49
batasan tertentu. Sebuah klik tidak dibatasi oleh jabatan atau kekuasaan tertentu
mengenai pelaksanaan program KRPL. Dikutip dari Zulfikar (2013), di dalam
model ini semua tingkatan dalam jaringan tersebut dapat melakukan interaksi
timbal balik tanpa melihat siapa yang menjadi tokoh sentralnya, sehingga setiap
anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain. Setelah
Ibu Rini sebagai pusat informasi menyampaikan pesan kepada masing-masing
node pusat yang mewakili klik-klik tersebut maka, interaksi yang terjadi di dalam
masing-masing klik yang terbentuk pada jaringan komunikasi KWT Sido Lestari
dilakukan secara bebas (All Channel) oleh seluruh anggota kepada anggota
lainnya mengenai informasi yang terkait dengan program KRPL salah satu klik
berikut berikut:
Gambar 20. Pola All Channel pada salah satu klik jaringan komunikasi KWT Sido
Lestari pada program KRPL
Terdapat empat macam warna dan simbol pada hasil sosiogram jaringan
komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program KRPL,
meliputi:
1. Simbol bulatan berwarna kuning, memiliki arti aktor atau tokoh yang menjadi
node pusat pada kelompok-kelompok tertentu di dalam jaringan. Simbol
berwarna kuning dengan ukuran besar menggambarkan tokoh utama yang
menjadi pusat dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari secara
keseluruhan yaitu ketua kelompok. Simbol berwarna kuning dengan ukuran
kecil menggambarkan node pusat atau tokoh utama pada masing-masing klik
yang terbentuk dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari.
2. Simbol bulatan berwarna biru menunjukkan anggota dari kelompok-kelompok
kecil (klik) yang dipimpin oleh node berwarna kuning.
50
3. Simbol bulatan berwarna merah menunjukkan pihak-pihak yang terkait dengan
jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL namun berada di
luar anggota KWT itu sendiri.
4. Simbol garis berwarna hitam, menunjukkan adanya relasi atau link yang
menghubungkan satu aktor dengan aktor lain di dalam jaringan komunikasi
KWT Sido Lestari pada program KRPL. Ukuran panjang pendeknya garis ini
menunjukkan intensitas interaksi yang terjadi antar tokoh. Semakin panjang
garis maka semakin kecil intensitas interaksi begitu juga sebaliknya.
Jaringan komunikasi pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari
merupakan jaringan memusat yang dapat dilihat dari adanya dengan node pusat
berwarna kuning. Titik-titik ini disebut dengan klik dalam analisis jaringan
komunikasi pada level kelompok. Seperti yang dijelaskan oleh Eriyanto (2014),
klik adalah pengelompokan aktor (node) di dalam suatu jaringan dimana
memasukkan maksimal semua bentuk hubungan dari aktor, dan aktor-aktor
tersebut saling berinteraksi satu sama lain dengan semua anggota.
Jaringan komunikasi pada Kelompok Wanita Tani Sido Lestari dalam
program KRPL tersusun dari lima klik. Terbentuknya klik ini disesuaikan dengan
pengelompokan kedekatan jarak lokasi tempat tinggal anggota KWT Sido Lestari
yang satu dengan lainnya. Masing-masing klik memiliki node pusat yang menjadi
titik disampaikannya informasi pertama kali untuk disebarkan kepada anggota
lainnya. Node pusat ini dipilih oleh Ibu Rini untuk menyampaikan pesan kepada
anggota pada kliknya masing-masing. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan
beberapa alasan antara lain kemudahan dalam menghubungi dan memiliki
mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota yang lain sehingga
memudahkan untuk proses penyampaian informasi. Selain itu node pusat dalam
klik sering kali menjadi wakil dalam penyaluran pesan dari anggota di dalam klik
kepada ketua kelompok mengenai usulan pendapat atau saran yang terkait
program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Anggota-anggota yang
tergabung pada masing-masing klik jaringan komunikasi KWT Sido Lestari
dalam program KRPL disajikan dalam tabel berikut:
51
Tabel 5. Daftar anggota klik pada jaringan komunikasi KWT Sido Lestari dalam
program KRPL
No. Klik Jumlah
aktor
Node Pusat Nama anggota
1. Klik I 7 Ibu Rini Paniem, Jamilatun, Nyariwati,
Tarmiati, Wiwik, Jaitun, Sunarsih.
2. Klik II 11 Ibu Purwanti Rodiyah, Sunarti A, Sunarti B,
Marseh, Sujarseh, Jeminah,
Maesaroh, Tatik, Ita Purwati,
Wahyu, Sulis
3. Klik III 4 Ibu Giarti Tikah, Kamsini, Mujiati,
Murtiningsih.
4. Klik IV 4 Ibu Yuli Tuminem, Amin, Dwin, Sri Utami
5. Klik V 3 Ibu Haryati Nitri, Titik, Suci
Sumber: Analisis data primer, 2017
Gambaran mengenai masing-masing klik yang terdapat dalam jaringan
komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Klik pertama memiliki node pusat bernama Ibu Rini yang memegang
kedudukan sebagai ketua dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari.
Selain itu Ibu Rini juga merupakan aktor utama yang dihubungi oleh PPL
mengenai informasi yang terkait dengan program KRPL. Setelah menerima
informasi tersebut, Ibu Rini menghubungi keempat aktor sebagai node pusat
pada klik-klik yang terbentuk antara lain Ibu Purwanti, Ibu Giarti, Ibu Yuli dan
Ibu Haryati. Selain itu Ibu Rini sendiri juga menjadi node pusat bagi anggota di
wilayah kelompok tempat tinggalnya. Klik pertama memiliki anggota
berjumlah tujuh orang yang tinggal di wilayah yang berdekatan yaitu di
RT 04/RW 06 berderet ke arah selatan. Anggota tersebut meliputi Ibu Paniem,
Ibu Jamilatun, Ibu Nyariwati, Ibu Tarmiati, Ibu Wiwik, Ibu Jaitun dan Ibu
Sunarsih. Anggota-anggota tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain
mengenai informasi yang terkait dengan program KRPL
2. Klik kedua memiliki node pusat bernama Ibu Purwanti yang memiliki
kedudukan sebagai bendahara dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido
Lestari. Klik kedua memiliki anggota paling banyak dengan jumlah 11 orang
pada wilayah RT 02/RW 6 dan RT 04/RW 6 kearah timur. Anggota tersebut
antara lain Ibu Rodiyah, Ibu Sunarti A, Ibu Sunarti B, Ibu Marseh, Ibu
52
Sujarseh, Ibu Jeminah, Ibu Maesaroh, Ibu Tatik, Ibu Ita Purwati, Ibu Wahyu
dan Ibu Sulis. Ibu Purwanti memiliki pekarangan paling luas diantara anggota
Kelompok Wanita Tani yang lain, oleh sebab itu tempat tinggalnya digunakan
sebagai area demo plot (demplot) kelompok dalam program Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL). Berkaitan dengan kedudukannya sebagai bendahara,
anggota KWT Sido Lestari melakukan interaksi dan komunikasi dengan Ibu
Purwanti mengenai simpan pinjam dan arisan setiap bulan. Seringkali mereka
juga membahas informasi yang berkaitan dengan budidaya tanaman sesuai
dengan demplot yang disosialisasikan oleh PPL dengan mengunjungi langsung
lokasi demplot yang berada pada pekarangan tempat tinggal Ibu Purwanti.
3. Klik ketiga memiliki node pusat bernama Ibu Giarti dengan empat anggota
yang berdomisili di RT 01/RW 06. Anggota-anggota tersebut antara lain Ibu
Tikah, Ibu Kamsini, Ibu Mujiati dan Ibu Murtiningsih. Selain menjadi node
pusat Ibu Giarti sebagai pemilik pekarangan yang digunakan sebagai kebun
bibit KWT Sido Lestari untuk program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL). Oleh sebab itu pada klik ini informasi yang banyak dibahas adalah
mengenai kebun bibit seperti kegiatan perawatan. Komunikasi ini biasanya
dilakukan ketika mereka berkumpul untuk melakukan perawatan bibit dan
kegiatan keseharian sehari-hari.
4. Klik ke empat memiliki node pusat bernama Ibu Yuli dengan empat anggota
yang berdomisili di RT 02/RW 06 bagian timur. Anggota-anggota tersebut
antara lain adalah Ibu Tuminem, Ibu Amin, Ibu Dwin dan Ibu Sri Utami.
Keempat anggota tersebut seringkali menanyakan informasi mengenai
kegiatan-kegiatan dalam program KRPL kepada Ibu Yuli. Jika terjadi kurang
jelasnya informasi maka Ibu Yuli akan menanyakannya kepada Ibu Rini
sebagai node pusat utama pada jaringan komunikasi untuk disampaikan
kembali kepada anggotanya. Mereka tinggal dalam satu deret tempat tinggal
dalam gang yang sama. Namun, seringkali Ibu Yuli juga menyampaikan
informasi kepada Ibu Wiwik yang menjadi anggota pada jaringan pusat Ibu
Rini. Hal ini disebabkan karena tempat tinggal Ibu Yuli berada di belakang
tempat tinggal Ibu Wiwik. Selain itu dalam keseharian mereka melakukan
53
interaksi dengan intensitas yang cukup tinggi, terlebih lagi Ibu Wiwik sering
menitipkan cucunya pada Ibu Yuli.
5. Klik kelima memiliki node pusat bernama Ibu Haryati dengan jumlah anggota
paling sedikit yaitu tiga orang. Anggota tersebut adalah Ibu Nitri, Ibu Titik dan
Ibu Suci. Kelompok ini merupakan kelompok yang memiliki tempat tinggal
dengan jarak paling jauh dari Sekretariat KWT Sido Lestari dan anggota
lainnya, yaitu di RT 01/RW 07. Hal ini menimbulkan tingginya intensitas
komunikasi antar anggota kelompok pada node pusat Ibu Haryati.
Berdasarkan analisa dari kelima klik yang terbentuk pada jaringan
komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL dapat dikatakan bahwa klik
yang memiliki jaringan interpersonal tertinggi adalah klik keempat. Scoot dalam
Sulistyawati (2014) menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi indikator utama
dalam mengukur jaringan interpersonal di dalam klik adalah intensitas
komunikasi. Anggota-anggota yang tergabung dalam klik dengan jumlah lima
orang yaitu Ibu Yuli, Ibu Tuminem, Ibu Dwin, dan Ibu Sri Utami memiliki
intensitas komunikasi tertinggi diantara anggota di dalam klik lainnya yaitu
sebanyak 7 kali dalam seminggu dengan nilai skor 4 pada matriks relasional. Hal
ini menunjukkan bahwa intensitas komunikasi yang terjadi pada klik keempat
memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan klik yang lain sehingga mendorong
terbentuknya informasi yang lebih banyak mengenai program KRPL yang
dijalankan oleh KWT Sido Lestari.
4.2.2 Peran tokoh dalam Jaringan Komunikasi pada KWT Sido Lestari pada
program KRPL
Prell dalam Sulistyawati (2014) memaparkan bahwa memahami peranan
individu dalam jaringan menjadi bagian penting dalam analisis jaringan sosial
karena dapat membantu mengidentifikasi individu-individu yang dianggap
paling penting di dalam jaringan. Rogers dan Kincaid dalam Sulistyawati (2014)
mengidentifikasi peranan khusus individu dalam jaringan misalnya sebagai
opinion leader, liaisons, bridges, atau isolated. Merujuk pada pendapat-pendapat
tersebut dapat ditelaah lebih lanjut bahwa salah satu fungsi dari analisis jaringan
komunikasi antara lain dapat mengidentifikasi individu-individu yang memiliki
54
peranan khusus di dalam jaringan. Sehubungan dengan itu, analisis peran aktor
dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL dapat
dijelaskan pada tabel beikut:
Masing-masing peran aktor yang terdapat dalam jaringan komunikasi KWT
Sido Lestari pada program KRPL dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 6. Peran aktor dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada program
KRPL
Sumber: Analisis data primer, 2017
1. Opinion Leader
Berdasarkan analisis sosiometri pada Gambar 18, dapat diidentifikasi bahwa
tokoh yang memiliki peran sebagai opinion leader atau pemuka pendapat adalah
Ibu Rini. Sebagaimana dikemukakan Rogers dan Kincaid (1981) merupakan
individu yang dapat mempengaruhi pendapat, kepercayaan, motivasi dan perilaku
orang lain. Mereka adalah seorang pemuka pendapat dan agen pembaharu yang
relatif sering dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk
bertindak dalam cara tertentu.
Ibu Rini sebagai opinion leader merupakan pimpinan dalam KWT Sido
Lestari dan memiliki pengaruh penting dalam menentukan sikap anggotanya.
Peran sebagai opinion leader yang dimiliki oleh Ibu Rini didukung oleh
kebiasaannya yang sering kali dihubungi oleh anggota Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari lainnya untuk menanyakan pendapat atau saran untuk
menentukan tindakan yang akan dilakukan. Hal ini biasanya terjadi ketika anggota
No. Peran Tokoh Jabatan dalam KWT
1. Opinion leader Ibu Rini Ketua
2. Gate keeper Ibu Rini Ketua
3. Cosmopolite Ibu Rini
Ibu Purwanti
Ibu Giarti
Ibu Yuli
Ibu Haryati
Ketua
Bendahara
Anggota
Anggota
Anggota
4. Bridge Ibu Rini Ketua
Ibu Purwanti Bendahara
Ibu Giarti Anggota
Ibu Yuli Anggota
Ibu Haryati Anggota
5. Liaison tidakditemukan -
6. Isolate tidak ditemukan -
55
KWT memiliki usulan atau pendapat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan dalam program KRPL, misalnya usulan pola tanam, pengendalian Hama
dan Penyakit Tanaman (HPT), saluran pemasaran baru, perubahan jadwal
pertemuan, dll. Penyampaian usulan atau pendapat ini biasanya disampaiakan
secara langsung ketika pertemuan rutin. Selain itu biasanya anggota KWT
menyampaikannya kepada masing-masing node pusat dalam kliknya untuk
dilanjutkan kepada Ibu Rini. Hal ini juga didukung berdasarkan pernyataan salah
satu anggota KWT Sido Lestari yaitu Ibu Giarti sebagai berikut:
“Biasane lek enek opo-opo sing dituju pertama pasti Bu Rini mbak, misal
enek usulan anggota, arep ngenekne acara ngenekne kunjungan nang
Kelompok Wanita Tani liane usule mae Bu Rini. Dadine lek enek keluh
kesahe anggota disampekne nang Bu Rini disik baru dilanjutne nang
penyuluh utowo dinas”
“(Biasanya kalau ada apa-apa yang dituju pertama pasti Bu Rini mbak,
misalnya ada usulan dari anggota, mau mengadakan acara mengadakan
kunjungan ke Kelompok Wanita Tani yang lain, usulnya ke Bu Rini. Jadi,
kalau ada keluh kesah anggota disampaikan ke Bu rini dahulu baru
dilanjutkan ke penyuluh atau dinas)”
Valente (2010) mengemukakan mengenai karakteristik yang biasa dimiliki
oleh seorang opinion leader antara lain tingkat pendidikan yang tinggi
dibandingkan dengan anggotanya, tingkat kepemilikan lahan yang luas serta akses
yang tinggi terhadap media massa, namun karakteristik tersebut tidak sepenuhnya
ditemukan padapenelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, Ibu Rini yang
memegang peran sebagai opinion leader dalam jaringan komunikasi KWT Sido
Lestari dalam program KRPL bukan merupakan anggota yang memiliki
pendidikan paling tinggi dan lahan paling luas serta akses yang lebih tinggi
terhadap media masa. Hal lain yang mendukung penempatan Ibu Rini sebagai
opinion leader dalam jaringan tersebut yaitu keikutsertaannya di dalam
kepengurusan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani Kecamatan
Sutojayan. Selain sebagai ketua KWT Sido Lestari, Ibu Rini juga menjabat
sebagai sekretaris Gapoktan Rukun Tani. Hal ini memberikan kesempatan kepada
Ibu Rini untuk memiliki pengalaman tentang pertanian dan keorganisasian yang
lebih tinggi dibandingkan dengan anggota KWT lainnya. Selain itu kedudukan ini
juga memberikan akses yang lebih banyak untuk berinteraksi dengan Petugas
56
Penyuluh Lapang (PPL) ketika terjadi pertemuan dengan pengurus Gapoktan
Rukun Tani maupun KWT Sido Lestari.
2. Gate keeper
Berdasarakan analisis sosiometri pada gambar 18, dapat diketahui bahwa
aktor yang berperan sebagai gate keeper adalah Ibu Rini. Muhammad (2004)
menjelaskan bahwa gate keeper adalah individu yang mengontrol arus informasi
di antara anggota organisasi. Menurut Sulistyawati (2014) anggota ini berperan
sebagai penerima dan penyalur informasi dalam jaringan komunikasi. Selain
sebagai opinion leader Ibu Rini memegang peran lain sebagai gate keeper dalam
jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido lestari kaitannya
dengan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Hal ini ditunjukkan
oleh kedudukannya sebagai penerima informasi pertama dari sumber informasi
yaitu Petugas Penyuluh Lapang (PPL) terkait program KRPL. Informasi yang
diterima oleh Ibu Rini kemudian disampaikan kepada anggotanya dengan kalimat
yang lebih sederhana dan mudah dipahami tanpa mengubah konteks dari pesan
tersebut.
Selain itu sebagai ketua KWT Ibu Rini juga memilah pesan-pesan yang
akan disampaikan kepada pengurus, anggota, maupun keduanya. Hal ini
disebabkan karena tidak semua informasi disampaikan dengan isi yang sama
untuk seluruh anggota KWT. Beberapa informasi yang disampaikan oleh PPL
kepada Ibu Rini selaku ketua KWT Sido Lestari harus diolah dan dipilah-pilah
terlebih dahulu sebelum disampaikan kepada anggotanya, misalnya informasi
mengenai adanya kunjungan dari Dinas Pertanian Kabupaten Blitar di wilayah
pengembangan program KRPL, maka informasi mengenai persiapan administrasi
disampaikan hanya kepada pengurus seperti sekretaris dan bendahara, sedangkan
persiapan pekarangan disampaikan kepada seluruh anggota melalui node pusat
pada masing-masing klik. Peran Ibu Rini sebagai gate keeper didikung oleh
pernyataannya pada wawancara sebagai berikut:
“Misal ada informasi terbaru dari Dinas Pertanian atau dari penyuluh
biasanya saya tampung dulu, nanti saya sampaikan kepada anggota lain
dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, soalnya biasanya banyak
yang bingung dan kurang paham apalagi anggota yang usianya sudah
lanjut”
57
Selain itu peran gate keeper ini juga didukung oleh pernyataan koordinator
penyuluh dari BP4K Kecamatan Sutojayan Bapak Nawirin berikut:
“Biasanya kami menyampaikan informasi tentang program KRPL baik
rencana kegiatan ataupun berita-berita terbaru terkait program kepada
Ibu Rini sebagai ketua kelompok. Kalau pas ada waktu biasanya kami
bertemu atau bisa lewat telepon kalau tidak ada waktu.”
Keberadaan gate keeper dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari pada program KRPL cukup penting. Gate keeper dapat
menolong anggota untuk menghindari terjadinya multitafsir yang diakibatkan oleh
banyaknya informasi yang diterima. Seorang gate keeper berada di tengah suatu
jaringan dan menyampaikan satu pesan dari satu orang kepada orang lain. Cara ini
dapat menolong anggota organisasi dalam menghadapi informasi yang terlampau
banyak dengan jalan hanya memberikan informasi yang penting kepada mereka
(Muhammad, 2014). Adanya Ibu Rini dalam menerima dan menyalurkan pesan
yang disampaikan oleh Petugas Penyuluh Lapang (PPL) kepada anggotanya
memberikan dampak positif yaitu mengurangi terjadinya keberagaman
pemahaman atau multitafsir. Pesan yang telah diolah dan dipilah menjadi kalimat
yang lebih sederhana akan lebih mudah dipahami ketika disampaikan sehingga
mengoptimalkan keseragaman pemahaman oleh anggota. Peran gate keeper ini
tidak berlaku jika terjadi penyampaian pesan secara langsung oleh PPL kepada
seluruh anggota ketika pertemuan berlangsung. Hal ini disebabkan karena ketika
seluruh anggota KWT Sido Lestari dan Petugas Penyuluh Lapang (PPL) bertemu
secara langsung, maka pesan yang diterima oleh semua anggota adalah sama, dan
jika terjadi kurang pemahaman pada anggota akan ditanyakan langsung kepada
PPL sebagai sumber informasi.
3. Cosmopolite
Peran sebagai cosmopolite dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita
Tani (KWT) Sido Lestari pada program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
dimiliki oleh beberapa tokoh. Cosmopolite adalah individu yang menghubungkan
organisasi dengan lingkungannya. Mereka mengumpulkan informasi dari sumber-
sumber yang ada dalam lingkungan dan memberi informasi mengenai organisasi
kepada kelompok dalam suatu lingkungan (Muhammad, 2004). Beberapa tokoh
yang memegang peran sebagai cosmopolite dalam jaringan komunikasi KWT
58
Sido Lestari pada program KRPL dibagi berdasarkan pihak-pihak terkait yang
berada di luar kelompok. Terdapat tiga pihak yang terkait dengan jaringan
komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL yang ditunjukkan dengan
simbol bulatan berwarna merah antara lain Petugas Penyuluh Lapang (PPL), toko
sarana dan produksi (saprodi) pertanian “Cahaya Tani” dan saluran pemasaran
hasil panen yaitu Bapak Yudi (Pengepul sayur), Ibu Reni (Penjual Mie Ayam) dan
Karti (Pedagang sayur keliling).
Pihak pertama di luar jaringan yang berhubugan dengan Kelompok Wanita
Tani (KWT) Sido Lestari dalam program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) adalah Petugas Penyuluh Lapang (PPL). Selama program KRPL
berlangsung terdapat dua tokoh di dalam KWT Sido Lestari yang paling banyak
berhubungan dengan PPL yaitu Ibu Rini sebagai ketua. Petugas Penyuluh Lapang
(PPL) akan menghubungi Ibu Rini pertama kali ketika terdapat informasi terkait
program KRPL. Proses penyampaian informasi ini biasanya dilakukan melalui
media telepon genggam. Jika terjadi gangguan dalam menghubungi Ibu Rini maka
PPL akan beralih kepada Ibu Purwanti yang menjabat sebagai bendahara dalam
KWT Sido Lestari, untuk kemudian disampaikan kepada Ibu Rini. Hal ini juga
berlaku sebaliknya yaitu ketika terdapat informasi di dalam kelompok maka akan
disampaikan oleh Ibu Rini dan Ibu Purwanti kepada PPL, kecuali ketika terdapat
pertemuan secara langsung antara anggota KWT dengan PPL.
Pihak kedua di luar jaringan yang berhubungan dengan dengan Kelompok
Wanita Tani (KWT) Sido Lestari dalam program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) adalah toko sarana dan produksi (saprodi) pertanian “Cahaya Tani”. Toko
ini merupakan satu-satunya tempat pembelian saprodi untuk memenuhi kebutuhan
program KRPL dalam KWT Sido Lestari. Biasanya saprodi yang dibeli dari toko
Cahaya Tani antara lain benih sayuran, cangkul, pupuk, polybag, dan sekop.
Terdapat tiga angggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari yang
berhubungan dengan toko Cahaya Tani yaitu Ibu Rini, Ibu Purwanti dan Ibu
Giarti. Ibu Rini sebagai ketua KWT biasanya mengoordinir keperluan saprodi
yang dibutuhkan oleh kelompok selama program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) berlangsung. Selain itu anggota KWT lain yang membantu untuk
membeli saprodi pertanian dari toko tersebut adalah Ibu Purwanti dan Ibu Giarti.
59
Hal ini berkaitan dengan letak pos demplot kelompok dan kebun bibit program
KRPL pada pekarangan mereka. Ibu Purwanti merupakan anggota yang
pekarannya digunakan sebagai lokasi demo plot (demplot) KWT Sido Lestari
pada program KRPL. Biasanya Ibu Purwanti akan melihat bagian-bagian yang
kurang dalam demplot tersebut seperti penggantian atau penyulaman tanaman,
penambahan pupuk, penambahan jenis tanaman, dll. Hal-hal yang berkaitan
dengan penyulaman dan penambahan jenis tanaman biasanya Ibu Purwanti
berkoordinasi dengan Ibu Giarti sebagai pemilik lahan pekarangan yang
digunakan sebagai kebun bibit dalam program KRPL. Mereka akan berkoordinasi
untuk membeli benih sesuai dengan kebutuhan di toko Cahaya Tani. Ketiga tokoh
tersebut juga sering kali menjadi koordinator yang menampung segala kebutuhan
saprodi untuk anggota KWT Sido Lestari lainnya untuk dibelikan secara kolektif
atau berkelompok.
Pihak ketiga di luar Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari yang
berhubungan dalam menjalankan program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) adalah saluran pemasaran hasil panen. Terdapat tiga pedagang yang
menjadi saluran pemasaran hasil panen program KRPL yang dilaksanakan oleh
KWT Sido Lestari. Saluran pemasaran pertama adalah Bapak Yudi yang memiliki
profesi sebagai pengepul sayuran untuk dijual kembali di pasar tradisional. Bapak
Yudi bersedia untuk menampung segala jenis hasil panen dari program KRPL
seperti sayuran buah, daun, batang maupun umbi-umbian. Biasanya anggota KWT
menyetorkan hasil panen setiap hari secara bergantian dengan harga yang telah
ditetapkan dipasaran. Saluran pemasaran kedua adalah Ibu Karti yang berprofesi
sebagai pedagang sayur keliling. Ibu Karti hanya menerima hasil panen sayuran
dengan jumlah yang sedikit yaitu maksimal 2 kg, hal ini disebabkan karena
kapasitas dagangannya sebagai penjual sayur keliling hanya terbatas dan tidak
memiliki sasaran konsumen yang luas. Biasanya anggota KWT Sido Lestari
menjual hasil panen kepada Ibu Karti khusus untuk sayuran daun seperti bayam,
kenikir, dan daun singkong. Saluran pemasaran ketiga yang berhubungan dengan
jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari adalah Ibu Reni
yang berprofesi sebagai pedagang mie ayam. Hasil panen yang dijual kepada Ibu
Reni hanya dua macam yaitu sawi dan daun bawang. Hal ini disebabkan karena
60
hanya dua macam sayuran tersebut yang dibutuhkan untuk diolah sebagai
campuran pada makanan yang dijualnya.
Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari biasanya menjual
hasil panen kepada saluran pemasaran secara kolektif. Umumnya anggota-anggota
KWT Sido Lestari mengumpulkan hasil panennya pada leader dari kliknya
masing-masing yaitu Ibu Rini, Ibu Yuli, Ibu Haryati dan Ibu Purwanti kecuali Ibu
Giarti. Biasanya anggota yang tergabung dalam klik yang dipimpin oleh Ibu Giarti
menjual hasil panennya melalui Ibu Rini. Hal ini disebabkan karena Ibu Rini
mampu menampung hasil panen dengan jumlah yang lebih banyak dan jarak
rumahnya berdekatan dengan pengepul sayur.
4. Bridge
Peran sebagai bridge dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari pada program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
dimiliki oleh beberapa tokoh. Bridge adalah aktor yang menghubungkan
kelompoknya dengan kelompok lain dalam suatu jaringan. Muhammad (2004)
menjelaskan bahwa brigde adalah anggota kelompok dalam suatu organisasi yang
menghubungkan kelompok itu dengan kelompok lain. Individu ini membantu
untuk saling member informasi di antara kelompok-kelompok dan mengoordinasi
kelompok. Peran ini berkaitan dengan terbentuknya kelompok-kelompok di dalam
jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL yang disebut dengan
klik. Masing-masing tokoh yang menjadi leader dalam klik tersebut berperan
sebagai bridge dalam menghubungkan satu kelompok dengan kelompok lainnya
dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari yaitu Ibu Rini, Ibu Purwanti, Ibu
Yuli, Ibu Giarti dan Ibu Haryati. Hal ini didukung oleh pernyataan Ibu Rini
sebagai berikut:
“Untuk mempermudah koordinasi kelompok, saya biasanya menghubungi
beberapa anggota saja untuk menyebarkan informasi. Ada Mbak Yuli,
Mbak Giarti, Mbak Purwanti, dan Mbak Haryati. Baru mareka
menyampaikan informasinya kepada masing-masing anggota yang berada
di sekitar wilayahnya masing-masing.”
Tokoh-tokoh yang menjadi bridge dalam jaringan komunikasi Kelompok
Wanita Tani (KWT) Sido Lestari memiliki peran tersendiri dalam membantu
penyebaran informasi terkait program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
61
Peran ini sangat membantu dalam proses penyampaian pesan atau informasi yang
diperoleh dari Petugas Penyuluh Lapang (PPL) sebagai sumber informasi yang
terkait dengan program KRPL. Informasi ini disampaikan oleh PPL kepada Ibu
Rini selaku ketua atau Ibu Purwanti yang memegang kedudukan sebagai
bendahara KWT Sido Lestari. Informasi ini kemudian disampaikan melalui bridge
dari masing-masing klik sehingga dapat menghubungkan seluruh anggota untuk
menerima informasi. Selain itu peran brigde ini juga menjadikan kelompok lebih
mudah untuk berkoordinasi karena terdapat penghubung diantara anggota KWT
Sido Lestari. Identifikasi tokoh yang berperan sebagai bridge dalam jaringan
komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 7. Identifikasi tokoh yang berperan sebagai bridge dalam jaringan
komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL
No. Tokoh yang
berperan
Jumlah
Anggota
Kelompok Nama anggota
1. Ibu Rini 7 Klik I Paniem, Jamilatun,
Nyariwati, Tarmiati, Wiwik,
Jaitun, Sunarsih.
2. Ibu Purwanti 11 Klik II Rodiyah, Sunarti A, Sunarti
B, Marseh, Sujarseh,
Jeminah, Maesaroh, Tatik,
Ita Purwati, Wahyu, Sulis
3. Ibu Giarti 4 Klik III Tikah, Kamsini, Mujiati,
Murtiningsih.
4. Ibu Yuli 4 Klik IV Tuminem, Amin, Dwin, Sri
Utami
5. Ibu Haryati 3 Klik V Nitri, Titik, Suci
Sumber: Analisis data primer, 2017
Masing-masing brigde memegang memiliki jumlah anggota yang berbeda
dalam menghubungkan kelompoknya dengan kelompok lain. Ibu Rini menjadi
bridge pada kelompok klik pertama dengan jumlah anggota tujuh orang yaitu Ibu
Paniem, Ibu Jamilatun, Ibu Nyariwati, Ibu Tarmiati, Ibu Wiwik, Ibu Jaitun, dan
Ibu Sunarsih. Peran brigde pada kelompok klik kedua diduduki olah Ibu Purwanti
dengan jumlah anggota 11 orang yaitu Ibu Rodiyah, Ibu Sunarti A, Ibu Sunarti B,
Ibu Marseh, Ibu Sujarseh, Ibu Jeminah, Ibu Maesaroh, Ibu Tatik, Ibu Ita Purwati,
Ibu Wahyu, dan Ibu Sulis. Kelompok klik ketiga dihubungkan oleh Ibu Giarti
dengan jumlah anggota empat orang yaitu Ibu Tikah, Ibu Kamsini, Ibu Mujiati,
62
dan Ibu Murtiningsih. Bridge pada kelompok klik keempat adalah Ibu Yuli
dengan jumlah anggota empat orang yaitu Ibu Tuminem, Ibu Amin, Ibu Dwin,
dan Ibu Sri Utami. Tokoh terakhir yang memegang peran sebagai bridge dalam
jaringan komunikasi KWT Sido Lestari adalah Ibu Haryati dengan jumlah
anggota kelompok paling sedikit yaitu tiga orang yaitu Ibu Suci, Ibu Nitri dan Ibu
Titik. Seluruh tokoh yang berperan menjadi bridge dalam jaringan ini saling
berkomunikasi untuk menghubungkan kelompoknya dengan kelompok lain
selama program KRPL berlangsung agar informasi dapat tersampaikan secara
menyeluruh kepada semua naggota dengan langkah yang lebih sederhana yaitu
melalui penghubung antar kelompok.
5. Liaison
Berdasarkan hasil penelitian peran sebagai liaison tidak ditemukan dalam
jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program
KRPL. Peran sebagai liaison hampir sama dengan bridge, yang membedakan
adalah seorang bridge merupakan penghubung antar kelompok dalam jaringan
sementara ia sendiri masuk ke dalam kelompok tersebut, sedangkan liaison tidak
masuk ke dalam kelompok manapun. Muhammad (2004) menjelaskan bahwa
liaison merupakan penghubung antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Peran ini tidak terdapat dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada
program KRPL karena keseluruhan tokoh yang menjadi penghubung antar
kelompok tergabung ke dalam kelompok itu sendiri, dengan kata lain mereka
berperan sebagai bridge.
6. Isolate
Hasil penelitian pada jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT)
Sido Lestari dalam program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) tidak
ditemukan adanya peran sebagai isolate. Muhammad (2004) menjelaskan bahwa
isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan orang
lain dalam suatu organisasi. Peran sebagai isolate dalam jaringan komunikasi
disebut juga sebagai pemencil. Pemencil adalah aktor (node) yang tidak
mempunyai satupun link dengan aktor lain dalam jaringan. Berdasarkan hasil
analisis sosiometri jaringan komunikasi KWT Sido Lestari dalam program KRPL
seluruh aktor yang terdapat di dalamnya memiliki ikatan (link) dengan aktor lain.
63
Ikatan ini menandakan bahwa seluruh anggota dalam jaringan melakukan
interaksi dengan aktor baik di dalam maupun di luar Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari.
Tidak adanya isolate atau pemencil dalam jaringan komunikasi Kelompok
Wanita Tani (KWT) Sido Lestari memberikan dampak positif bagi berjalannya
program KRPL. Hal ini disebabkan karena dengan tidak adanya isolate dalam
jaringan maka seluruh anggota dapat melakukan interaksi dan komunikasi dengan
aktor lain sehingga proses penyampaian informasi dapat berjalan dengan lancar
dan tersebar secara menyaluruh. Tersebarnya informasi secara menyeluruh ini
akan memberikan tingkat penerimaan informasi yang lebih merata pada anggota
Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari dari disampaikannya informasi
tersebut dari Petugas Penyuluh Lapang (PPL). Keadaan ini akan berdampak pada
kelancaran berjalannya program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
mengingat di dalamnya terdapat beberapa rangkaian kegiatan dari perencanaan
hingga pasca panen dan pemasaran.
4.2.3 Tokoh Sentral dalam Jaringan Komunikasi Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari pada program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL)
Dilihat dari banyaknya interaksi antar tokoh yang terjadi pada jaringan
komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari dalam melaksanakan
program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) terdapat beberapa aktor yang
menjadi tokoh sentral dengan keriteria tertentu. Tokoh sentral tersebut dapat
ditentukan melalui tiga macam kategori yang termasuk ke dalam analisis
sentralitas yaitu sentralitas tingkatan (degree centrality), sentralitas kedekatan
(closeness centrality), dan sentralitas keperantaraan (betweennes centrality). Hasil
analilis sentralitas jaringan komunikasi KWT Sido Lestari dalam program KRPL
secara keseluruhan terdapat dilihat pada lampiran 5 sementara tokoh terpilih
dengan peringkat tertinggi disajikan pada tabel berikut:
64
Tabel 8. Hasil analisis sentralitas tokoh dengan nilai tertinggi dalam jaringan
komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL
Sentralitas tingkatan
(degree centrality)
Sentralitas kedekatan
(closeness centrality) Sentralitas keperantaraan
(betweennes centrality) Outdegree Indegree Outclose Inclose
Ibu Purwanti
(20,000)
Ibu Rini
(13,00)
Purwanti
(56,00)
Purwanti
(187,00)
Ibu Purwanti
(548,00)
Sumber: Analisis data primer, 2017
Berdasarkan hasil analisis sentralitas dengan tiga kategori yang berbeda
meliputi sentralitas tingkatan (degree centrality), sentralitas kedekatan (closeness
centrality), dan sentralitas keperantaraan (betweennes centrality) dapat diketahui
bahwa tokoh sentral dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT)
Sido Lestari pada pelaksanaan program KRPL adalah Ibu Purwanti. Terdapat nilai
yang berbeda pada masing-masing analisis sentralitas namun, Ibu Purwanti
memiliki nilai yang dominan pada seluruh analisis. Seperti pada analisis tingkatan
(degree centrality) terdapat dua kategori nilai yang dihasilkan yaitu outdegree
dengan tokoh Ibu Purwanti dan indegree dengan tokoh Ibu Rini. Berbeda dengan
hasil tersebut kedua analisis lainnya yaitu sentralitas kedekatan (closeness
sentrality) dan sentralitas keperantaraan (betweenness centrality) menghasilkan
nilai tertinggi dengan tokoh yang sama yaitu Ibu Purwanti. Ulasan mengenai hasil
analisis sentralitas secara terperinci akan dijelaskan sebabagai berikut:
1. Sentralitas Tingkatan (degree centrality)
Dapat dilihat pada tabel 12 bahwa analisis sentralitas tingkatan (degree
centrality) menghasilkan dua nilai dari kategori yang berbeda yaitu pada
outdegree dan indegree. Analisis sentralitas tingkatan dilakukan untuk
mengetahui tingkat popularitas seorang aktor dalam jaringan komunikasi.
Eriyanto (2014) memaparkan dalam jaringan komunikasi yang memiliki arah
(directed) terdapat dua macam kategori yaitu outdegree yakni jumlah link yang
keluar dari aktor dan indegree yakni link yang mengarah masuk ke aktor. Analisis
outdegree menunjukkan nilai tertinggi sebesar 20,000 yang dimiliki oleh Ibu
Purwanti. Angka ini menunjukkan bahwa Ibu Purwanti adalah aktor atau tokoh
paling populer dalam jaringan dengan makna ia adalah aktor yang paling sering
menjalin kontak dengan aktor lain dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari
pada program KRPL. Berdasarkan jumlah aktor sebesar 39 yang terdapat pada
jaringan komunikasi KWT Sido Lestari pada program KRPL, jumlah maksimal
65
aktor yang dapat dihubungi oleh seorang aktor adalah 38 orang. Jumlah ini
dipenuhi oleh Ibu Purwanti dengan melakukan kontak dengan aktor lain sebesar
20 orang. Angka ini merupakan angka tertinggi diantara aktor jaringan
komunikasi yang lain.
Tingginya jumlah aktor yang dihubungi oleh Ibu Purwanti disebabkan
karena ia menjalin interaksi dengan lebih dari setengah jumlah aktor dalam
jaringan komunikasi baik di dalam maupun di luar KWT Sido Lestari. Ibu
Purwanti memiliki hubungan dalam klik yang ia pimpin dengan jumlah anggota
11 orang. Selain itu sebagai leader dari sebuah klik Ibu Purwanti juga aktif
berkomunikasi dengan sesame leader klik yang lainnya. Ibu Purwanti juga
menjalin hubungan secara langsung dengan ketiga pedagang yang menjadi saluran
pemasaran hasil panen dari program KRPL yang dijalankan oleh KWT Sido
Lestari. Dilihat dari aktivitas sehari-hari Ibu Purwanti sebagai bendahara banyak
melakukan interaksi dengan anggota KWT lainnya terutama dalam hal
pembayaran arisan atau iuran simpanan. Selain itu tempat tinggal Ibu Purwanti
berada pada area strategis yang berdekatan dengan sebagian besar tempat tinggal
anggota KWT lainnya sehingga memungkinkan untuk berinteraksi dengan
intensitas yang lebih banyak. Terlebih lagi tempat pekarangan milik Ibu Purwanti
dijadikan sebagai wilayah demo plot (demplot) kelompok dalam pelaksanaan
program KRPL sehingga banyak informasi yang disampaikan dengan anggota
KWT lainnya mengenai perawatan tanaman.
Selain memegang peran sebagai bendahara dalam kepengurusan Kelompok
Wanita tani (KWT) Sido Lestari Ibu Purwanti juga seringkali menjadi wakil dari
Ibu Rini yang menjabat sebagai ketua kelompok. Jabatan sebagai sekretaris
Gapoktan Rukun Tani membuat Ibu Rini memiliki tingkat mobilitas dan
kesibukan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena tuntutan kewajiban Ibu
Rini sebagai ketua KWT Sido Lestari terbagi dengan kepengurusannya dalam
Gapoktan Rukun Tani. Oleh karena itu seringkali kegiatan-kegiatan yang tidak
bisa ia laksanakan dalam KWT dilimpahkan kepada Ibu Purwanti. Pelimpahan
kewajiban ini memiliki pertimbangan yaitu Ibu Purwanti sering diikutsertakan
dalam kegiatan-kegiatan di luar kelompok seperti pelatihan dan studi banding
bersama leader klik yang lain sehingga memiliki pengalaman dan pengetahuan
66
yang lebih tinggi mengenai keorganisasian khususnya dalam bidang pertanian.
Selain itu Ibu Purwanti memiliki usia yang cukup muda dibandingkan dengan
leader klik yang lain dan dirasa mampu berkomunikasi dengan baik oleh ketua
KWT dalam mewakili kegiatannya sewaktu-waktu saat dibutuhkan.
Analisis indegree menunjukkan nilai tertinggi sebesar 13,000 dimiliki oleh
Ibu Rini. Angka ini menunjukkan bahwa Ibu Rini memiliki menghubungi aktor
lain sebesar 13 orang baik di dalam jaringan. Jumlah ini dapat dilihat dari
interaksinya dalam menghubungi aktor-aktor dalam kelompoknya yang terdiri
dari anggota dalam kliknya, leader klik, saluran pemasaran, toko saprodi dan
Petugas Penyuluh Lapang (PPL). Meskipun menjabat sebagai ketua Kelompok
Wanita Tani (KWT) Sido Lestari Ibu Rini tidak menyampaikan informasi atau
pesan secara langsung kepada anggotanya secara langsung keculai ketika
pertemuan kelompok berlangsung. Hal ini disebabkan karena Ibu Rini memilih
untuk menyampaikan pesannya melalui para bridge yang diperankan oleh masing-
masing leader klik untuk disalurkan kepada anggota KWT Sido Lestari secara
menyeluruh. Penyampaian ini dirasa akan lebih cepat dan sederhana mengingat
anggota KWT Sido Lestari tersebar dalam beberapa RT dan RW sehingga sulit
untuk menjangkau seluruhnya.
2. Sentralitas Kedekatan (Closeness Centrality)
Berdasarkan hasil analisis sentralitas kedekatan (closeness centrality) dalam
jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari pada program
KRPL dapat diketahui bahwa aktor yang memiliki sentralitas tertinggi adalah Ibu
Purwanti dengan nilai outclose sebesar 56,00 dan inclose sebesar 187,00. Eriyanto
(2014) menjelaskan bahwa sentralitas kedekatan menggambarkan seberapa dekat
seorang aktor terhadap aktor lainnya. Hasil analisis inclose menunjukkan seberapa
dekat seorang aktor dapat dihubungi oleh aktor lain, sedangkan outclose
menunjukkan kedekatan aktor tersebut dapat menghubungi aktor lain. Tingkat
kedekatan ini ditunjukkan dengan jumlah berbagai macam langkah atau tahap
yang digunakan seorang aktor dalam menghubungi atau dihubungi oleh aktor
lainnya. Semakin rendah nilai yang dihasilkan dari analisis sentralitas kedekatan
akan semakin baik karena memperlihatkan jarak yang dekat dari seorang aktor
untuk berhubungan dengan aktor lain.
67
Sebagai tokoh yang memiliki nilai sentralitas kedekatan terendah
menandakan bahwa Ibu Purwanti merupakan aktor yang paling dekat dengan
anggota lainnya dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido
Lestari pada pelaksanaan program KRPL. Nilai inclose sebesar 187,00
menunjukkan nilai kedekatan aktor lain untuk menghubungi Ibu Purwanti.
langkah untuk menghubunginya, sebaliknya nilai outclose sebesar 56,00
menunjukkan kedekatan Ibu Purwanti untuk menghubungi aktor lain dalam
jaringan. Tingginya tingkat kedekatan Ibu Purwanti dengan anggota lainnya
dalam jaringan komunikasi KWT Sido Lestari akan berdampak pada terjalinnya
hubungan yang lebih erat sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang lebih
besar. Selain itu tingginya sentralitas kedekatan menjadikan Ibu Purwanti sebagai
tokoh yang paling sering dihubungi atau menghubungi anggota KWT Sido Lestari
lainnya dalam melaksanakan rangkaian kegiatan program KRPL.
3. Sentralitas keperantaraan (betweennes centrality)
Berdasarkan hasil analisis sentralitas keperantaraan, aktor yang menjadi
tokoh sentral dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido
Lestari pada program KRPL adalah Ibu Purwanti. Data keperantaraan
(betweenness) memperlihatkan derajat seorang aktor berperan sebagai perantara
dari relasi atau hubungan antar aktor. Semakin tinggi nilai keperantaraan, maka
semakin penting posisi seorang aktor karena menunjukkan aktor satu harus
melewati aktor tersebut agar bisa berhubungan dengan aktor lain (Eriyanto, 2014).
Ibu Purwanti memiliki nilai sentralitas keperantaraan tertinggi dalam
jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani Sido Lestari pada pelaksanaan
program KRPL yaitu sebesar 546,750. Angka ini menunjukkan tingginya
kedudukan Ibu Purwanti sebagai penghubung satu tokoh dengan tokoh yang lain
dalam jaringan. Hal ini dapat terlihat dari kedudukannya sebagai bridge yang
menghubungkan anggota-anggota dalam kliknya dengan anggota KWT lainnya.
Selain itu Ibu Purwanti juga menjadi perantara para anggota KWT untuk
berhubungan dengan PPL, toko saprodi dan saluran pemasaran. Kedudukan
sebagai perantara ini dapat memuat berbagai pesan atau informasi yang berkaitan
dengan program KRPL seperti usulan anggota terhadap pelaksanaan program
kepada ketua KWT, penyampaian informasi terbaru dari PPL kepada anggota,
68
penyaluran hasil produksi pertanian kepada saluran pemasaran dll. Akibat
seringnya Ibu Purwanti dijadikan sebagai perantara ini menimbulkan tingkat
interaksi yang lebih tinggi antara ia dengan aktor lain dalam jaringan komunikasi
lainnya sehingga kedudukannya menjadi pusat atau sentral dalam pelaksanaan
program KRPL.
77
V. KESIMPULAN
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari di Dusun Gondanglegi, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten
Blitar mengenai jaringan komunikasi dalam pelaksanaan program Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL) dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pola yang terbentuk pada jaringan komunikasi Kelompok Wanita Tani
(KWT) Sido Lestari dalam program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
adalah roda (wheel) dan jaringan bebas (all channel). Pola jaringan
komunikasi roda (wheel) terbentuk dari interaksi yang terjadi antara Ibu Rini
dalam proses penyampaian informasi yang diperoleh dari Petugas Penyuluh
Lapang (PPL) kepada aktor yang menjadi node pusat pada masing-masing
klik yang terbentuk, sementara itu pola jaringan bebas (all channel) terjadi
pada kelompok-kelompok kecil atau klik yang terdapat dalam KWT Sido
Lestari.
2. Hasil identifikasi peran tokoh dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita
Tani (KWT) Sido Lestari dalam program Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) menunjukkan bahwa terdapat beberapa tokoh yang memegang peran
tersebut meliputi: opinion leader (tokoh yang menjadi pemuka pendapat) dan
gate keeper (pengontrol informasi) diperankan oleh Ibu Rini, cosmopolite
(tokoh yang menghubungkan kelompok dengan lingkunganny) dan bridge
(tokoh yang menghubungkan kelompoknya dengan kelompok lain)
diperankan oleh Ibu Rini, Ibu Purwanti, Ibu Giarti, Ibu Yuli dan Ibu Haryati,
dan peran sebagai liaison (penghubung antar kelompok) dan cosmopolite
(tokoh yang memiliki kontak minimal) tidak ditemukan.
3. Berdasarkan hasil analisis sentralitas dengan tiga kategori yang berbeda dapat
diketahui bahwa tokoh sentral dalam jaringan komunikasi Kelompok Wanita
Tani (KWT) Sido Lestari pada pelaksanaan program KRPL adalah Ibu
Purwanti dengan nilai sentralitas tertinggi diantara aktor yang lain yaitu
dengan nilai sentralitas tingkatan (degree centrality) outdegree sebesar
78
20,000, sentralitas kedekatan (closeness centrality) outclose sebesar 56,00
dan inclose sebesar 187,00, dan sentralitas keperantaraan (betweennes
centrality) sebesar 548,00.
1.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang diringkas dalam kesimpulan penelitian
yang dilakukan pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Sido Lestari di Dusun
Gondanglegi, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar mengenai jaringan
komunikasi dalam pelaksanaan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
dapat disarankan perluanya pembenahan jaringan komunikasi pada kelompok
tersebut dengan melibatkan lebih banyak aktor sebagai penerima maupun
penyalur informasi sehingga peran-peran sebagai opinion leader, gate keeper,
brigde dan liaison dapat terdistribusi lebih merata di antara anggota KWT dalam
jaringan agar penyebaran informasi dapat berjalan lebih baik sehingga dapat
mencapai tujuan pelaksanaan program KRPL dalam kelompok tersebut. Penelitian
selanjutnya diharapkan dapat memperluas jangkauan level analisis jaringan
komunikasi pada level kelompok atau sistem sehingga dapat menjadi referensi
yang lebih beragam untuk peneliti-peneliti jaringan komunikasi selanjutnya.
79
DAFTAR PUSTAKA
Anthy, K. 2002. Hubungan antara Jaringan Komunikasi dengan Sikap Petani
terhadap SUTPA/Sistem Usaha Tani Berbasis Padi Berorientasi Agribisnis
(Kasus 2 Kelompok Tani pada Sebuah Desa di Kecamatan Ciranjang,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Aziz, Abdul. 2002. Analisis Jaringan Komunikasi dalam Masyarakat Tradisional
Kampung Naga. (Kasus dalam Usahatani Padi). Tesis. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan
Lestari. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
BKP. 2012. Pembangunan Lumbung Pangan dan Lantai Jemur. Badan Ketahanan
Pangan Kabupaten Banyu Asin. Banyu Asin.
Bulkis. 2015. Analisis Jaringan Komunikasi Petani Tanaman Sayuran (Kasus
Petani Sayuran di Desa Egon, Kecamatan Waigette, Kabupaten Sikka,
Provinsi Nusa Tenggara Timur). Jurnal Matematika. Vol 16 (2) hal. 28-29
Departemen Pertanian (Deptan). 2011. Kawasan Rumah Pangan lestari
Memperkuat Ketahanan Pangan dan Penyediaan Nutrisi Masyarakat
Berkelanjutan. Jakarta: Deptan
Effendy, Onong U. 2013. Ilmu Komunikasi dan Teori Praktek.. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Eriyanto, 2014. Analisis Jaringan Komunikasi: Strategi Baru dalam Penelitian
Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenamedia Group.
Hadi, Agus Purbathin. 1999. Analisis Jaringan Komunikasi pada Kelompok
Wanita Tani Mekarsari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Program
Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP). Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Hubeis, A.V. 2014. Sejarah Komunikasi dan Dasar-dasar Komunikasi.
Bogor:Sains KPM IPB Press
Huraerah, A dan Purwanto. 2006. Dinamika Kelompok : Konsep dan Aplikasi.
PT. Refika Aditama. Bandung.
Jokopusphito S. 2006. Hubungan Antara Perilaku Komunikasi dengan Tingkat
Adopsi Teknologi Diversifikasi Pangan dan Gizi pada Kelompok Wanita Tani
(Studi Kasus pada Kelompok Wanita Tani di Kecamatan Pundong Kabupaten
Bantul Daerah Istimewa Yogjakarta. Tesis. Bogor:Institut Pertanian Bogor.
80
Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG) 2015-2019. 2015. Dewan
Ketahanan Pangan. Republik Indonesia.
Kementrian Pertanian. 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan
Lestari. Jakarta.
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Provinsi Jatim. 2015.
Pemantapan Ketersediaan Pangan Ditingkat Rumah Tangga dengan
program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
Littlejohn, S.W dan Foss. 2009. Teori Komunikasi (theories of human
communication). Jakarta:Salemba Humanika.
Manoppo C.N. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Wanita
Tani dala Usahatani Kakao (Kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten
Donggala Provinsi Sulawesi Tengah). Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Miles, M. B, Huberman, A. M. dan Saldana, J. 2014. Qualitative Data Analysis, A
Methodes Sourcebook Edition 3. USA: Sage Publication.
Muhammad, Arni. 2004. Komunikasi Organisasi. Jakarta:Bumi Aksara
Nurjannah et al. 2015. Persepsi Anggota Kelompok Wanita Tani Terhadap
Program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Kabupaten
Siak. Jurusan Angribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau. Vol 2 No 1
hal.2
Permentan Petunjuk Teknis Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (P2KP). 2016. Keputusan Menteri Pertanian. Republik Indonesia.
Pranita, Nilam. 2015. Evaluasi Keberlanjutan Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL) Di Desa Girimoyo, Kecamatan Karangploso, Malang. Jurnal Produksi
Tanaman. Vol.3 (4) 1
Putu, et al. 2015. Partisipasi Anggota Kelompok Wanita Tani Pangan Sari pada
Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (Studi kasus di Dusun Cengkilung,
Desa Peguyangan Kangin, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar).
Fakultas Pertanian. Universitas Udayana. Bali. Vol. 4 (5) Hal.1
Rangkuti, P. A. 2007. Jaringan Komunikasi Petani dalam Adopsi Inovasi
Teknologi Pertanian (Kasus Adopsi Inovasi Traktor Tangan di Desa Neglasari,
Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat). Tesis.
Institut Pertanian Bogor.
81
Ratna et al. 2015. Partisipasi Masyarakat dalam Program Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL) di Desa Sebani, Kecamatan Tarik, Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur. Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISH, UNESA.
Surabaya.
Riswandi. 2009. Ilmu komunikasi. Jakarta:Graha Ilmu
Rogers EM, Kincaid DL. 1981. Communication networks: toward a new
paradigm for research: Free Pr.
Roudhonah. 2007. Ilmu Komunikasi. Jakarta:UIN Jakarta Press
Saleh. 2014. Komunikasi Kelompok. Hubeis AV, editor. Bogor: Sains KPM IPB
Press.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Jogjakarta: Graha Ilmu.
Schmitt E. 2012. The Importance of Social Network to Inform and Support
Farmers About Adaptation Strategies Regarding Climate Change in Cote
d‟Ivoire. [Master Thesis]. Zurich (CH): Swiss Federal Instutute of
Technology Zurich.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sulistyawati, Asri. 2014. Analisis Jaringan Komunikasi dan Evaluasi Jaringan
Kepemimpinan dalam Gabungan Kelompok Tani. Tesis. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.
UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pengertian Ketahanan Pangan.
Wonodiharjo. F. 2014. Komunikasi Kelompok yang Memhubungani Konsep Diri
dalam Komunitas Cosplay “COSURA” Surabaya. Jurnal E-Komunikasi, vol.2
(3) hal.1-3. (online). http://studentjornal.petra.ac.id/ diakses 20 januari 2017
Wood, Julia T. 2013. Komunikasi Teori dan Praktik. (Komunikasi dalam
Kehidupan Kita). Jakarta: Salemba Humanika
Zulfikar, 2013. Pola Jaringan Komunikasi Kelompok dalam Menumbuhkan
Solidaritas Aksi Unjuk Rasa Mahasiswa di Kota Makasar. Program
pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makasar.