jamak - lppm.waskita-dharma.ac.idlppm.waskita-dharma.ac.id/wp-content/uploads/2015/... · pembaca...
TRANSCRIPT
JAMAK
JURNAL ADMINISTRASI, MANAJEMEN, DAN KEPENDIDIKAN
SUSUNAN DEWAN REDAKSI
PENANGGUNG JAWAB
Drs. Stef. Alam Sutardjo, M.Si
Dewan Redaksi
Dr. Rulam Ahmadi (Tim Ahli)
M. Agus Syukron, S.Sos., M.Si (anggota)
Dra. Pudji Astuti, M.Si (anggota)
Desain Grafis
M. Khoirul Imron, S.Sos., S.Kom
Sekretariat
Lita Juniati, S.Sos
Sunadi, S.Sos
Eka Setyowati, S.Pd
Diterbitkan oleh
Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Stisospol “Waskita Dharma” Malang
Alamat Redaksi
Kampus Stisospol “Waskita Dharma” Malang
Jl. Hamid Rusdi III/161 Malang
Telp/Fax. (0341) 323678
ISSN 2355-8466
CATATAN REDAKSI
Pembaca Jurnal Administrasi, Manajemen dan Kependidikan ( JAMAK ) yang
kami hormati, dewan redaksi telah mengevaluasi terbitan JAMAK Volume 4, Nomor 1,
Mei 2017.
Dalam edisi ini, redaksi menurunkan tujuh naskah di bidang administrasi, manajemen
dan kependidikan. Naskah pertama tulisan Deden Faturohman dengan judul Esensi
Keterbukaan Informasi Publik bagi Warga Negara di Indonesia pada Era Reformasi.
Naskah kedua tulisan Andika Hijrah Prasetyo dengan judul Strategi Public Relation
dalam Meningkatkan Pelayan pada Organisasi Publik. Naskah ketiga tulisan Joko
Isdianto dengan judul Educational Programs Through Technologies Use by Open and Distance
Learning System at Coastal Regions, Open Distance Learning Unit of Jember, East Java
Provience, Indonesia (Case Study at Open Distance Learning Unit of Jember, Indonesia). Naskah keempat tulisan Anita Tri Widiyawati dengan judul Pentingnya Kebijakan
dalam Pengembangan Koleksi pada Organisasi Perpustakaan. Naskah kelima tulisan
Novita Nurul Islami dengan judul Peningkatan Profesionalisme Kinerja Guru melalui
Supervisi Kepala Sekolah. Naskah keenam tulisan Dwi Nila Andriani dengan judul
Manajemen Pembelajaran pada Homeschooling (Studi Kasus di Homeschooling Kak
Seto Surabaya). Naskah ketujuh tulisan Widyo Pramono dengan judul Upaya
Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru melalui Pengalaman dalam Pelatihan
Redaksi mengucapkan terima kasih kepada mitra redaksi yang merelakan waktu
dan pemikirannya untuk ikut serta dalam penyempurnaan penulisan naskah dalam jurnal
ini. Redaksi juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam diterbitkannya jurnal ini.
Dengan segala keterbatasan dalam penerbitan JAMAK Volume 4, Nomor 1, Mei
2017. Kami dengan terbuka menerima saran dan kritik demi membangun kesempurnaan
pada penerbitan jurnal berikutnya.
Redaksi
JAMAK JURNAL ADMINISTRASI, MANAJEMEN, DAN KEPENDIDIKAN
STISOSPOL “WASKITA DHARMA” MALANG
Volume 4, Nomor 1, Mei 2017
Daftar Isi
Halaman
1. Esensi Keterbukaan Informasi Publik bagi Warga Negara di Indonesia
pada Era Reformasi
Deden Faturohman ................................................................................................. 1 - 10
2. Strategi Public Relation dalam Meningkatkan Pelayan pada Organisasi
Publik
Andika Hijrah Prasetyo .................................................................................... 11 - 17
3. Educational Programs Through Technologies Use by Open and Distance
Learning System at Coastal Regions, Open Distance Learning Unit of Jember,
East Java Provience, Indonesia (Case Study at Open Distance Learning Unit of
Jember, Indonesia)
Joko Isdianto ...................................................................................................... 18 - 27
4. Pentingnya Kebijakan dalam Pengembangan Koleksi pada Organisasi
Perpustakaan
Anita Tri Widiyawati ........................................................................................ 28 - 35
5. Peningkatan Profesionalisme Kinerja Guru melalui Supervisi Kepala
Sekolah
Novita Nurul Islami ........................................................................................... 36 - 43
6. Manajemen Pembelajaran pada Homeschooling (Studi Kasus di
Homeschooling Kak Seto Surabaya) Dwi Nila Andriani.............................................................................................. 44 - 52
7. Upaya Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru melalui Pengalaman
dalam Pelatihan
Widyo Pramono ................................................................................................. 53 - 59
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 1
ESENSI KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BAGI WARGA NEGARA
DI INDONESIA PADA ERA REFORMASI
Deden Faturohman
Dosen DPK STISOSPOL Waskita Dharma Malang
Abstrak
Lembaga publik sebagai pengatur, pelayan dan pemberdayaan rakyat sudah
seharusnya memberikan akses bagi terpenuhinya kepentingan rakyat. Transparansi
ini adalah keterbukaan informasi publik. Dalam koridor demokrasi Pancasila,
hanya negara/pemerintah yang senantiasa terbuka kepada rakyatnyalah yang
dipandang memiliki legitimasi dalam arti yang lebih substantif. Kebijakan tersebut
adalah Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Keterbukaan informasi publik ini lahir di era reformasi sebagai bagian dari esensi
dinamika demokrasi dan pelaksanaan HAM di Indonesia. Bangunan dasar
keterbukaan informasi publik di Indonesia di era reformasi yaitu: demokrasi,
HAM, Good Governnce, dan Pelayanan publik. Pelayanan publik bidang
keterbukaan informasi publik ini belum bisa optimal. Terbukti dari penanganan
permasalahan yang dilakukan oleh KIP belum dapat dilakasanakan dengan baik.
Kelembagaan Informasi Publik Daerah, kebijakan pemerintah daerah dan
penyelesaian permasalahan belum menyentuh keseluruhan kelembagaan publik.
Namun demikian, esensi pentingnya keterbukaan informasi publik di era refomasi
ini secara prosedural sudah nampak dengan adanya kebijakan publik dan lahirnya
kelembagaan pendukung dan juga telah terjalin koordinasi dengan kelembagaan
terkait terutama lembaga yudikatif dalam penanganan permasalahan yang timbul
dari adanya gap antara das sollen dan das sein dalam pemenuhan hak rakyat dalam
memperoleh informasi publik.
Kata kunci: keterbukaan informasi, lembaga publik, dan era reformasi
Pendahuluan
Dalam konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia/ NKRI, pemegang
keadulatan berada di tangan rakyat dan
direpresentasikan kepada wakil rakyat yang
menduduki kelembagaan negara Indonesia.
Aktor dan kelembagaan negara ini
eksistensinya ada dengan tujuan memenuhi
kepentingan pemegang kedaulatan yaitu
rakyat. Dalam kerangka demokrasi kita
mengenal negara dengan aspek dinamis
pemerintahan itu merupakan
pengejawantahan dari makna “dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat”. Sebagai
representatif rakyat, lembaga pemerintah
atau juga disebut lembaga publik bertujuan
untuk memenuhi kepentingan rakyatnya.
Tujuan lembaga publik ini pada dasarnya
terdiri dari tiga, yaitu: sebagai pengatur,
pelayan dan pemberdayaan rakyat
Indonesia.
Lembaga publik sebagai pengatur, pelayan
dan pemberdayaan rakyat sudah seharusnya
memberikan akses bagi terpenuhinya
kepentingan rakyat. Dewasa ini
kepentingan rakyat yang sangat penting
adalah terbukanya akses informasi publik
yang dapat menjadi instrumen bagi rakyat
untuk dapat memenuhi kebutuhannya.
Hubungan lembaga publik dengan
rakyatnya merupakan simbolisasi
pelaksanaan demokrasi.
Di Indonesia, hubungan lembaga
publik dan rakyatnya juga merupakan
penerapan demokrasi yang dituangkan
dalam konstitusi Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia tahun 1945 yang
didalamnya terdapat pasal-pasal tentang hak
dan kewajiban negara dan rakyat.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 2
Demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia
merupakan demokrasi Pancasila yang
menitikberatkan pada ke lima silanya.
Dalam berdemokrasi Pancasila salah satu
pilarnya adalah pentingnya transparansi
pemangku negara kepada rakyatnya.
Dengan kata lain, transparansi ini adalah
keterbukaan informasi publik. Keterbukaan
informasi publik ini merupakan penopang
yang sangat penting bagi perkembangan
demokrasi yang harus terus dikembangkan.
Bahkan, di era globalisasi, reformasi
keterbukaan informasi telah dijadikan
standar normatif untuk mengukur legitimasi
sebuah pemerintahan di mata rakyatnya.
Dalam koridor demokrasi Pancasila, hanya
negara/ pemerintah yang senantiasa terbuka
kepada rakyatnyalah yang dipandang
memiliki legitimasi dalam arti yang lebih
substantif.
Keterbukaan informasi publik ini
lahir di era reformasi sebagai bagian dari
esensi dinamika demokrasi dan pelaksanaan
HAM di Indonesia. Peluang ini muncul
sebagai desakan rakyat lebih dari satu dasa
warsa yang lalu sebagai tuntutan reformasi
atas rejim pemerintahan di era Orde Baru.
Pada tahun 2008, lahirlah kebijakan publik
yang memberikan akses kepada rakyat
sebagai warga negara Indonesia untuk
terlibat dalam dinamika hubungan negara
dan rakyatnya, Kebijakan tersebut adalah
undang-undang no 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik.
Berdasarkan deskripsi ini, penulis akan
membahas tentang esensi keterbukaan
informasi publik bagi warga negara
Indonesia. Lebih lanjut, pembahasan akan
meliputi bagaimana bangunan dasar
keterbukaan informasi publik di Indonesia
di era reformasi yaitu: demokrasi, HAM,
Good Governnce, dan Pelayanan publik
Demokrasi dan HAM Demokrasi merupakan landasan
utama bagi terlaksananya keterbukaan
infomasi publik. Bersandar pada pernyataan
Gery Stoker (1994), “Traditional forms of
representative democracy have become a
mechanism for granting legitimacy to
decision makers rather than a strong
mechanism for governmental accountability
to citizens” . Representasi demokrasi lebih
merupakan garansi kepada pemegang
pembuatan kebijakan sebagai garansi
adanya bentuk mekanisme demokrasi
tradisional daripada bentuk mekanisme
akuntabilitas pemerintah kepada warga
negaranya. Hal ini sesuai dengan apa yang
dideklarasikan di dalam konstitusi UUD
1945. Kedaulatan ada di tangan rakyat dan
direpresentasikan oleh aktor dan
kelembagaan yang diberi legitimasi oleh
rakyat.
Wujud legitimasi yang oleh Stoker
(1994) dipandang lebih dari sekedar
akuntabilitas pemerintah kepada rakyatnya
merupakan perekat demokrasi Pancasila
yang memberikan ruang bagi warga negara
Indonesia untuk menjadi bagian dari proses
demokrasi. Salah satunya yang sangat
penting adalah diberikan peluang kepada
warga negara dalam mengakses informasi
publik yang diperlukannya. Akses
informasi publik ini sebetulnya secara
sangat terbatas sudah ada pada era
pemerintahan Orde Baru, namun tidak
secara menyeluruh dilaksanakan karena
pada era itu pemerintah lebih berperan
sebagai aras yang mengetahui kepentingan
rakyatnya tanpa harus membuka
komunikasi dalam bentuk two way traffict
communications. Pada era Reformasi yang
dilahirkan pada akhir tahun 1990 an, akses
rakyat yang memberikan legitimasi kepada
pemerintah untuk menjalankan amanat
kedaulatan dalam memberikan akses bagi
rakyat unutk memperoleh pemnuhan
kebutuhan akan informasi publik. Informasi
publik ini merupakan bentuk asasi dari
regulasi, pelayanan dan pemberdayaan
pemerintah yang harus dijalankan sebagai
amanah dari rakyat.
Adanya akses informasi publik ini
secara prosedural merupakan langkah besar
dalam melaksanakan demokrasi Pancasila.
Kenapa demikian? Karena pada era
sebelumnya kran informasi ini masih
banyak tersumbat walaupun hanya
bersandar pada prosdur demokrasi semata.
Dinamika reformasi sebagai salah satu buah
karya globalisasi, memberikan angin segar
bagi perubahan bagi terbukanya akses
rakyat pada informasi publik di Indonesia.
Bentuk kegelisan rakyat yang lebih dari 32
tahun berbuah reformasi Indonesia, dan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 3
masih perlu bersabar sampai lebih satu
dasawarsa berikutnya samapi dengan
pemerintahan Era Reformasi merilis
undang-undang keterbukaan informasi
publik pada tahun 2008. Setidaknya,
regulasi sebagai mekanisme legitimasi
pemerintah dalam menterjmahkan
kepentingan rakyat Indonesia sudah lahir.
Tentunya perlu pembukitan lebih lanjut dari
sekedar regulasi ke arah pelayanan publik
dan pemberdayan publik bagi rakyat
sebagai warga negara pemegang
kedaulatan.
Good Governance
Menurut Bappenas (2002) secara
umum konsep baik (good) dalam tata
kelolakepemerintahan yang baik (good
governance) mengandung dua pemahaman
dasar, yaitu pertama, memiliki arti sebagai
nilai-nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/kehendak rakyat atau warga
negara, dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat atau
warga ngara dalam pencapaian tujuan
(nasional) kemandirian, pembangunan
berkelanjutan/sustainable development dan
keadilan sosial/social justice. Makna Kedua
dari konsep good adalah berupa aspek
fungsional dari pemerintahan yang efektif
dan efesien dalam melaksanakan tugas
untuk mencapai tujuan-tujuan
pemerintahan. Sehingga dapat digambarkan
bahwa, berdasarkan pengertian ini tata
kelola pemerintahan yang baik akan
mencakup dua hal yaitu: pertama orientasi
ideal Negara yang diarahkan pada
pencapaian tujuan nasional dan yang kedua
kelembagaan pemerintahan yang berfungsi
secara ideal, yaitu secara efektif dan efesien
melakukan upaya pencapaian tujuan
nasional.
Selanjutnya seperti yang dikemukakan
dalam Prinsip-Prinsip Good Governance
(2002) Good governance memiliki 14
(empat belas) prinsip yaitu:
1. Wawasan ke Depan (visionary);
2. Keterbukaan dan Transparansi (openness
and transparency);
3. Partisipasi Masyarakat (participation);
4. Tanggung Gugat (accountability);
5. Supremasi Hukum (rul of law);
6. Demokrasi (democracy);
7. Profesionalisme dan Kompetensi
(profesionalism and competency);
8. Daya Tanggap (responsiveness);
9. Keefisienan dan Keefektifan (efficiency
and effectiveness);
10. Desentralisasi (decentralization);
11. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta
dan Masyarakat (private sector and
civil society partnership);
12. Komitmen pada Pengurangan
Kesenjangan (commitment to reduce
inequality);
13. Komitmen pada Lingkungan Hidup
(commitment to environmental protection);
14. Komitmen Pasar yang Fair
(commitment to fair market).
Berkaitan dengan pentngnya
keterbukaan informasi publik, maka prinsip
Keterbukaan dan transparansi dalam good
governance merupakan hal mendasar yang
dibutuhkan oleh rakyat/ warga negara.
Perencanaan dalam pencapaian tujuan
dalam pelaksanaan dan pengawasannya
merupakan hal yang harus disampaikan
kepada rakyat/ wraga negara. Secara
formal, keberadaan produk kebijakan
Keterbukaan Infoemasi Publik merupakan
bentuk pelaksanaan prinsip responsivenss
pemerintah pada rakyatnya. Respon
pemerintah yang melaksanakan prinsip
demokrasi dan profesionalisme dengan
memberikan akses kepada rakyat untuk
memperoleh informasi publik yang
diperlukannya.
Good Governance adalah hasil
peradaban pemerintahan yang berkembang
secara dinamis. Dinamika good governance
merupakan resultan dari pola hubungan
negara dan rakyat dari pola top down
menjadi bottom up, dari one way
communication menjadi two way
communication dari para pihak dalam tata
kelola pemerintahan yang baik. Dari pola
interaksi negara dan masyarakat menjadi
pola interaksi diantara negara, masyarakat
sipil dan privat. Salah satu prinisp good
governance adalah adanya transparansi
pemerintah kepada rakyatnya.
Pemerintahan yang baik dan transparan
mampu menempatkan masyarakat turut
serta dalam setiap penyelanggaraan
pemerintahan. Masyarakat tidak lagi
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 4
sebagai penonton, akan tetapi masyarakat
ikut andil dan wajib mengetahui, serta
mempunyai suara dalam setiap formulasi
keputusan, dengan memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara berdaya guna dan
berhasil guna.
Menurut Rajamuddin (2012) Good
governance mengarah kepada pemerintahan
terbuka, sehingga akses informasi
diselenggarakan oleh otoritas publik atau
disebut dengan hak atas informasi (rights to
information/RTI). Hak ini telah mampu
mereformasi tata pemerintahan dalam
mewujudkan pemerintahan yang baik, dan
dapat dipertanggungjawabkan kepada
rakyat, yang diakui secara universal sebagai
hak asasi manusia. Pelaksanaan good
governance menempatkan masyarakat
semakin aktif dan kritis dalam percepatan
pembentukan pemerintahan yang betul-
betul peduli dan bertanggung jawab atas
pemenuhan haknya. Tuntutan akan
pemerintahan yang transfaran dirasakan
semakin kuat, sehingga pada tahun 2008
telah disahkannya Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik. Pendapat
Rajamuddin ini memperkuat realitas bahw
pemerintah harus memberikan akses
partisipasi rakyat akan kebutuhan informasi
publik.
Penerapan prinsip Good
Governance dalam melahirkan produk
kebijakan publik Keterbukaan Informasi
Publik dalam skala pemeintahan nasional
dengan terbitnya Undang-undang no 14
tahun 2008 yang disusul dengan kebijakan
publik di tataran pemerintahan daerah baik
di pemerintahan Proppinsi, Kabupaten
maupun Kota merupakan langkah strategis
relasi demokratis diantara pemerintah denga
rakyatnya di Indonesia.
Pelayanan Publik
Menurut Robert (1996) dalam
Maryam (2016) yang dimaksud dengan
pelayanan publik adalah: “Segala bentuk
kegiatan pelayanan umum yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah
pusat, di daerah dan lingkungan badan
usaha milik negara atau daerah dalam
barang atau jasa baik dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun
dalam rangka pelaksanaan ketertiban”.
Kemudian, pengertian pelayanan publik
menurut Widodo (2001:131) pelayanan
publik adalah: “Pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan
pada organisasi tersebut sesuai dengan
aturan pokok dan tata cara yang telah
ditetapkan”. Dari ke dua pengertian tentang
pelayanan publik dapat disimpulkan bahwa
pemerintah atau organisaasi publik
mempunyai kewajiban untuk memberikan
pelayanan kepada rakyatnya sebagai
pemegang kedaulatan dari pemerintah atau
organisasi publik sebagai penerima atau
representasi rakyat. Dalam pembahasan
fungsi pemerintahan secara umum dapat
dijelaskan bahwa tiga fungsi utama yang
melekat pada pemerintahan yaitu sebagai:
1. Fungsi Regulasi atau pengaturan
2. Fungsi Services atau pelayanan
3. Fungsi Empowering atau
pemberdayaan.
Pelayanan publik merupakan salah
satu pilar dari fungsi utama pemerintahan.
Fungsi pelayanan publik Selanjutnya bila
dikaitkan dengan akses infromasi publik,
dapat diartikan bahwa pemerintah
menjalankan salah satu bentuk pelayanan
publik di bidang informasi publik, terutama
berkaitan dengan barang atau dokumen
program pemerintah dalam bentuk
informasi publik. Mengenai informasi
publik sebagai bagian dari pelayanan publik
dalam bentuk barang atau dokumen publik
dapat di jelaskan melalui unsur-unsur
pemayanan publik seperti yang
dikemukakan oleh Bharata (2004:11) yang
menyatakan bahwa terdapat enam unsur
penting dalam proses pelayanan publik,
yaitu:
a. Penyedia layanan, yaitu pihak yang
dapat memberikan suatu layanan
tertentu kepada konsumn, baik berupa
layanan dalam bentuk penyediaan dan
penyerahan barang (goods) atau jasa
b. Penerima layanan, yaitu mereka yang
disebut sebagai konsumen (customer)
yang menerima berbagai layanan dari
penyedia layanan.
c. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat
diberikan oleh penyedia layanan kepada
pihak yang membutuhkan layanan.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 5
d. Kepuasan pelanggan, dalam
memberikan layanan penyedia layanan
harus mengacu pada tujuan utama
pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan.
Hal ini sangat penting dilakukan karena
tingkat kepuasan yang diperoleh para
pelanggan itu biasanya sangat berkaitan
erat dengan standar kualitas barang dan
atau jasa yang mereka nikmati.
Jadi pemerintah berperan sebagai
penyedia barang atau domumen informasi
publik yang bisa diakses oleh penerima
layanan (konsumen), rakyat atau warga
negara. Derajat kulaitas pelayanan
informasi publik sangat ditentukan oleh
kepuasan rakyat dalam memperoleh akses
atas dokumen inforemasi publik tersebut.
Akses keterbukaan informasi publik ini
sangat tergantung dari mekanismenya, yaitu
ketika rakyat memperoleh informasi publik
yang dibutuhkan dengan cara yang
sederhana, jelas, pasti, akurat, aman, ada
kepastian hukum, dan mudah. Hal ini secara
formal dapat ditemukan didalam
KepmenpanRB no 62 tahun 2003, yang
mengatur tentang penyelenggaraan
pelayanan publik di lingkungan
pemerintahan di Indonesia.
Keterbukaan Informasi Publik.
Informasi publik merupakan media
bagi adanya partisipasi rakyat bagi
pembangunan yang dijalankan oleh
pemerintah. Informasi publik ini merupakan
kinerja pemerintah yang melaksanakan
program yang telah ditentukan dalam
pembangunan pemerintah. Artinya
pemerintah sebagai representasi kedaulatan
rakyat mempunyai kewajiban untuk
mengajak rakyat agar berpartisipasi dalam
program pemerintah yang dijalankan.
Partisipasi ini merupakan media bagi
bertemunya tujuan yang dibuat pemerintah
dengan kebutuhan atau needs dari rakyat.
Partisipasi juga merupakan media bagi
terlaksananya interaksi diantara pemerintah
dan rakyatnya dalam bingkai demokrasi.
Kata demokrsai merupakan kunci bagi
adanya partisipasi rakyat dalam
pelaksanaan tujuan pemerintah. Rakyat
yang mendapatkan akses informasi dari
pemerintah merupakan dasar dari
pelaksanaan pelayanan pubik dalam
memenuhi kebutuhan rakyatnya. Akses
Informasi publik ini menjadi sangat penting
karena melalui jalan ini kinerja pemerintah
dapat dinilaikinerjanya.
Di Indonesia, dalam pelaksanaan
pemberian akses informasi publik ini
langkah pemerintah yang pertama adalah
menyiapkan perangkat kebijakan, kemudian
melaksanakan kebijakan dan melakukan
evaluasi atas pelaksanaannya. Berkaitan
dengan akses informasi publik ini, tahapan
pembuatan kebijakan sudah dilaksanakan,
langkah selanjutnya adalah bagamana
kebijakan publik itu dilaksanakan sehingga
bisa digambarkan area das sollen dan das
sein dari akses rakyat atas informasi publik
itu. Langkah pertama telah dilaksanakan
dengan lahirnya undang-undang no 14
tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik. Sudah sembilan tahun kebijakan ini
dijalankan, tentunya kita bisa menganalisis
bagaimana kebijakan publik ini
diaksanakan di Indonesia.
Bagaimana akses informasi publik
ini dilaksanakan tentunya dapat dilihat dari
isi kebijakan publik tersebut. Kebijakan
tentang akses informasi ini dapat dikaji dari
teks undang-undang no 14 tahun 2008.
Kebijakan ini berisikan 14 bab dan 64
pasal, yang berisikan sandaran filosofi
hukum lahirnya undang-undang ini beserta
rincian apa, siapa dan bagaimana
keterbukaan infomasi publik ini
dilaksanakan dinatara pemerintah dan
rakyat di Indonesia.
Pembahasan das solen dari
keterbukaan informai publik ini didasarkan
pada kebutuhan akan informasi publik yang
terbuka, sebagai hak asasi dari rakyat, yang
dapat diperoleh dengan mudah dan
sederhana. Hal ini dapat dilihat pada pasal 2
ayat 1 sampai 4. Hal yang menarik adalah
adanya statement bahwa informasi publik
ini terbuka da[at diakses tetapi ada
pengecualian yang tidak dapat diakses yang
disebut dengan informasi dalam kategori
rahasia atau yang dikecualikan. Dan hal
yang dikecualikan inilah yang menjadikan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 6
salah satu timbulnya konflik antara rakyat
sebagai pemohon informasi dan pemerintah
dengan birokasinya sebagai penyedia
layananan informasi publik.
Pada Bab 3 pasal 4 sampai 8
dikemukakan das sollen dari hak dan
kewajiban dua belah fihak yaitu hak dan
kewajiban rakyat sebagai pengguna
informasi publik di satu sisi dan hak dan
kewajiban merupakan sinyal dari adanya
pengakuan negara atas hak asasi dari warga
negara untuk mendapatkan akses pelayanan
publik berupa barang (goods) atau dokumen
informasi publik. Hak dan kewajiban ini
akan berdampak pada dimensi hukum
positif apabila terdapat hal yang dilanggar
oleh ke dua belah fihak. Rakyat berhak atas
kbutuhan memperoleh onformasi publik
dan mempunyai kewajiban unutk mematuhi
tata cara memperoleh informasi
berdasarkan perundangan ini. Sementara
pemerintah dan lembaga publik memiliki
hak untuk memberikan informasi atau
menolak permohonan rakyat apabila
informasi itu termasuk rahasia atau yang
dikecualikan menurut perundangan
ini.Pemerintah dan lembaga publik
berkewajiban untuk memebrikan pelayanan
akan permohnan orang atau rakyat yang
memerlukan informasi publik yang
diperbolehkan menurut peundangan ini.
Berkaitan dengan informasi yang
dikcualikan dalam perundangan ini dimuat
dalam bab V pasal 17 sebagai berikut:
Setiap Badan Publik wajib membuka akses
bagi setiap Pemohon Informasi Publik
untuk mendapatkan Informasi Publik,
kecuali:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka
dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat menghambat
proses penegakan hukum, yaitu
informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan
dan penyidikan suatu tindak
pidana;
2. mengungkapkan identitas
informan, pelapor, saksi, dan/atau
korban yang mengetahui adanya
tindak pidana;
3. mengungkapkan data intelijen
kriminal dan rencanarencana yang
berhubungan dengan pencegahan
dan penanganan segala bentuk
kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan
kehidupan penegak hukum
dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan
peralatan, sarana, dan/atau
prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka
dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat mengganggu
kepentingan perlindungan hak atas
kekayaan intelektual dan perlindungan
dari persaingan usaha tidak sehat;
c. Informasi Publik yang apabila dibuka
dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat membahayakan
pertahanan dan keamanan negara,
yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen,
operasi, taktik dan teknik yang
berkaitan dengan penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan
negara, meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pengakhiran atau
evaluasi dalam kaitan dengan
ancaman dari dalam dan luar
negeri;
2. dokumen yang memuat tentang
strategi, intelijen, operasi, teknik
dan taktik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan sistem pertahanan
dan keamanan negara yang meliputi
tahap perencanaan, pelaksanaan
dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau
dislokasi kekuatan dan kemampuan
dalam penyelenggaraan sistem
pertahanan dan keamanan negara
serta rencana pengembangannya;
4. gambar dan data tentang situasi dan
keadaan pangkalan dan/atau
instalasi militer;
5. data perkiraan kemampuan militer
dan pertahanan negara lain terbatas
pada segala tindakan dan/atau
indikasi negara tersebut yang dapat
membahayakan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
dan/atau data terkait kerjasama
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 7
militer dengan negara lain yang
disepakati dalam perjanjian tersebut
sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka
dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat
mengungkapkan kekayaan alam
Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka
dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik, dapat merugikan
ketahanan ekonomi nasional:
1. rencana awal pembelian dan
penjualan mata uang nasional atau
asing, saham dan aset vital milik
negara;
2. rencana awal perubahan nilai tukar,
suku bunga, dan model operasi
institusi keuangan;
3. rencana awal perubahan suku
bunga bank, pinjaman pemerintah,
perubahan pajak, tarif, atau
pendapatan negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau
pembelian tanah atau properti;
5. rencana awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan
perbankan, asuransi, atau lembaga
keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan
proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka
dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik, dapat merugikan
kepentingan hubungan luar negeri :
1. posisi, daya tawar dan strategi
yang akan dan telah diambil oleh
negara dalam hubungannya
dengan negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik
antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian
yang dipergunakan dalam
menjalankan hubungan
internasional; dan/atau
4. perlindungan dan pengamanan
infrastruktur strategis Indonesia di
luar negeri.
g. Informasi Publik yang apabila dibuka
dapat mengungkapkan isi akta otentik
yang bersifat pribadi dan kemauan
terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi Publik yang apabila dibuka
dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat mengungkap
rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota
keluarga;
2. riwayat, kondisi dan perawatan,
pengobatan kesehatan fisik, dan
psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan,
dan rekening bank seseorang;
4. hasilhasil evaluasi sehubungan
dengan kapabilitas, intelektualitas,
dan rekomendasi kemampuan
seseorang; dan/atau
5. catatan yang menyangkut pribadi
seseorang yang berkaitan dengan
kegiatan satuan pendidikan formal
dan satuan pendidikan nonformal.
i. memorandum atau suratsurat antar
Badan Publik atau intra Badan Publik,
yang menurut sifatnya dirahasiakan
kecuali atas putusan Komisi Informasi
atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh
diungkapkan berdasarkan Undang-
Undang.
Pemerintah atau lembaga publik
berhak untuk menolak permohonan dari
pemohon informasi apabila berkaitan
dengan proses peradilan/ penegakkan
hukum, termasuk ke dalam hak kekayaan
intelekual dan hak cipta, stabilitas dan
keamanan negara, kepentingan luar negeri,
menyangkut ketahanan ekonomi dan
potensi penting kekayaan alam
Indonesia.dan infoemasi yang dikecualikan
karena terkait tentang rahasi personal. Hal-
hal tersebut dilindungi oleh perundangan ini
untuk dikecualikan dari informasi publik
yang tidak dapat dibeikan kepada pemohon.
Jadi pada dasarnya pelayanan publik
berkaitan dengan akses terhadap informasi
publik itu merupakan hak asasi yang
melekat kepada rakyat sebagai pemohon
dan kewajiban pemerintah atau lembaga
publik untuk memberikan ruang akses yang
terbuka. Namun demikian atas dasar
kepentingan negara dan hal terkait dengan
infrmasi personal terentu maka akses
informasi tidak dapat diberikan.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 8
Mekanisme pelaksanaan
keterbukaan inforamsi publik ini
dilaksanakan oleh kelembagaan independen
di luar kelembagaan pemerintah atau
lembaga publik, yang dalam kerangka
birokrasi dimasukkan ke dalam kelompok
kelmbagaan hibrid dalam bentuk institusi
Komisi dan aktornya disebut Komisioner.
Seperti institusi lain yang berlabel Komisi
ini dilahirkan sebagai lembaga independen
yang menjebatani kepentingan pemerintah
dengan raakyat. Comtoh lain adalah Komisi
Pemilihan Umum, Komisi Hak Asasi
Manusia,Komisi Yudisial, Komisi
Pelayanan Publik (Ombudsmen) dan masih
banyak lembaga hibrid lain yang ada dan
eksis dalam ketatanegaran di Indonesia.
Dalam hal keterbukaan informasi publik
maka menurut perundangan ini, dibentuklah
Komisi Informasi Pusat yang berkedudukan
di hirakhi nasional. Sementara menurut
perundangan ini_ undang-undang no 14
tahun 2008 tentang Keterbukan Informasi
Publik juag dibentuk untuk level atau
hirarkhi pemerintahan Propinsi, Kabupaten
dan Kota. Selain komisi independen ini
juga di bentuk lembaga yang melekat pada
birokrasi pemerintah atau lembaga publik
dengan mengangkat Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi (PPID). Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi
adalah pejabat yang bertanggung jawab di
bidang penyimpanan, pendokumentasian,
penyediaan, dan/atau pelayanan informasi
di badan publik. PPID ini diangkat oleh
organ pemerintah nasional maupun daerah
sebagai peanggung jawab dalam peayanan
publik dalam pelaksanaan keterbukaan
informasi publiksesuai amanat
perundangan. Misalnya dalam setiap
birokrasi kementrian oleh kepemimpinan
kementrian tersebut akan mengangkat PPID
sebagai pejabat yang berwenang dalam
pengelolaan data dan informasi dalam
birokrasinya sebagai koordinator yang
bertanggung jawab dalam pengarsipan,
pendokumentasian, penyediaan dan
pelayanan informasi bagi pemohon
(rakyat).
KIP berwenang memberikan
kebijakan teknis tentang mekanisme
pelayanan informasi publik yang harus
dilaksanakan oleh lemabaga pemerintah
atau lembaga publik di bawah koordinasi
PPID. KIP juga yang berwenang untuk
melakukan mekanisme penyelesaian
konflik antara pemohon dengan pemerintah
melalui PPID baik secara Mediasi maupun
Ajudikasi adalah proses penyelesaian
sengketa informasi publik antara para pihak
yang diputus oleh komisi informasi (KIP).
Perundangan yang lahir setelah
adanya reformasi administarsi negara,
Penata kelolaan infoasmi publik ini
sudahramah terhadap pelaksanaan prinsip
good governance. Misalnya: Keberadaan
KIP dengan PPID ini merupakan
pengejawantahan dari pelayanan publik
dalam bentuk informasi publik, yang
apabila ada kesenjangan antara das sollen
dan das sein menurut perundangan maka
KIP akan melakukan fungsinya memediasi
dan meng ajudikasi permasalahan
perselisihan antara pemohin dengan PPID.
Artinya sudah ada mekanisme penyelesaian
apabila terdapat permasalahan dalam akses
terhadap informasi publik ini.
Apabila terdapat unsur pelanggaran
dari fihak pemohon atau PPID yang
menyangkut ranah adminsitrasi atau pidana
maka ada mekanisme penyelesaian
peradilan PTUN dan Perdilan Pidana,
melalui Pengadilan Negeri dan seterusnya
sampai pada upaya hukum terakhir. Prinsip
good governance dalam hal rule of law
sudah ditegakkan dalam kebijakan tentang
keterbukaan informaai publik di Indonesia
Unsur perselisihan antara pemohon
dan penyedia informasi publik apabil
berkaitan dengan naskah dokumen
informasi maka penyelesaiannya dilakukan
melalui KIP, sedangkan apabila
perselosihannya berkaitan dengan
kelembagaan pemerintah maka
penyelesaian sengketa kelembagaan di baa
ke ranah PTUN, begitu pula dengan
sengketa dengan kelembagaan di luar
pemerintahan seperti instusu denga naungan
yayasan misalnya, maka penyelesaian
perselisihan dilakukan di Pengadilan
Umum sepeti PN dan hirarkhi di atasnya
sampai pada upaya kasasi.
Menurut Dyah Aryani P dan Yhannu
Setyawan komisioner KIP ( 2015) dalam
buku laporan peanganan sengketa informasi
publik tahun 2013- 2015, Komisi Informasi
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 9
Pusat telah bekerja dalam menyelesaikan
perselisihan atas pemohon dn penyedia
informasi publik sebagai berikut:
Diawal masa tugas keanggotaan Komisi
Informasi Pusat Periode 2013- 2017,
jumlah sengketa informasi yang telah
diputus oleh Komisi Informasi Pusat
sepanjang Agustus – Desember 2013
sebanyak 40 register sengketa, yang terdiri
2 register tahun 2013 dan 38 register
sengketa tahun 2012.
Selama kurun waktu tahun 2014
Komisi Informasi Pusat berhasil
menyelesaikan sebanyak 119 register
sengketa yang terdiri atas 36 register
sengketa tahun 2014, 77 register sengketa
tahun 2013 dan 6 register sengketa tahun
2012. Komisiner KIP juga menytakan
bahwa: Penyelesaian sengketa informasi di
Komisi Informasi telah diyakini menjadi
salah satu alternatif bagi publik untuk
memperoleh dan mempertahankan hak-hak
dan kepentingannya yang telah dirampas
atau dilanggar oleh pihak lain. Putusan
Komisi Informasi menjadi salah satu alat
bukti untuk melakukan upaya hukum lain
(pada badan-badan peradilan lainnya) guna
mempertahankan hak dan kepentingannya
tersebut.
Pentutup
Pelayanan Publik di Indonesia pada
era pasca reformasi periode akhir tahun
1990an, telah melaksanakan agenda
demokrasi dengan memenuhi tuntutan
reformasi tata kelola pemerintahan yang
baik atau good governance. Pemenuhan
pelayanan yang sangat esensial dalam
kaitannya dengan perlibatan rakyat dalam
aktivitas pemerintahan atau badan publik
telah dimulai satu dasa warsa pasca lahirnya
reformasi dengan lahirnya produk kebijakan
publik undang-undang nomor 14 tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik. Telah terjadi lompatan besar secara
yuridis formal tantang pengakuan hak asasi
warga negara akan perlunya pemenuhan
hak untuk memperoleh informasi publik.
Namun demikian implementasi
perundangan ini berjalan cukup lambat
dimana pemenuhan unsur kelembagaan
penyelenggara keterbukaan informasi
publik baik secara kelembagaan maupun
kebijkan teknisnya baru berjalan setelah
kebijakan ini diundangkan. Secara hirakhi
administrasi negara keberadaan
kelembagaan KIP di tingkat nasional juga
sampai sekarang ini belum ditindaklanjuti
sampai ke seluruh hirarkhi administasi
negara daerah. Sehingga pelayanan publik
bidang keterbukaan informasi publik ini
belum bisa optimal. Terbukti dari
penanganan permasalahan yang dilakukan
oleh KIP belum dapat dilakasanakan
dengan baik. Kelembagaan Informasi
Publik Daerah, kebijakan pemerintah
daerah dan penyelesaian permasalahan
belum menyentuh keseluruhan
kelembagaan publik. Namun demikian,
esensi pentingnya keterbukaan informasi
publik di era refomasi ini secara prosedural
sudah nampak dengan adanya kebijakan
publik dan lahirnya kelembagaan
pendukung dan juga telah terjalin
koordinasi dengan kelembagaan terkait
terutama lembaga yudikatif dalam
penanganan permasalahan yang timbul dari
adanya gap antara das sollen dan das sein
dalam pemenuhan hak rakyat dalam
memperoleh informasi publik.
Pada era reformasi ini, Esensi pemenuhan
informasi publik di Indonesia sudah
melangkah pada pengakuan akan demokrasi
dan hak asasi manusia dari rakyatnya,
pemenuhan akan pentingannya good
governance, pelayanan publik bagi rakyat
sebagai media partisipasi mereka dalam
kegiatan atau aktivitas pemeintah atau
lembaga publik.
Daftar Pustaka:
A Rajamuddin. 2012. Kebebasan
Mendapatkan Informasi Persfektif
Hak Asasi Manusia, Jurnal Al
Risalah, vol.12 no.2 tahun 2012,
hlm. 200. Lebih jelasnya baca
Putut Gunawan, Demokrasi
Deliberatif yang
menyejahterakan: Revitalisasi
Demokrasi Lokal, Kaukus 17++,
Jakarta, 2008, hlm. 100.
Bappenas. 2015. Penerapan Tata Kelola
yang Baik,
http://www.bappenas.go.id/
files/4913/5078/6556/15.pdf
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 10
Bappenas. 2002. Prinsip-Prinsip Good
Governance.
Http://bappenas.go.id
Bharata, Atep. 2004. Dasar-Dasar
Pelayanan Prima. Jakarta: Elex
Media.
Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 62 Tahun
2003 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Publik
KIP. 2015. Laporan Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik di Komisi
Informasi Pusat Dari Tahun
Agustus 2013-Juni 2015
Maryam, Neneng Siti. 2016, Mewujudkan
Good Governance Melalui
Pelayanan Publik, Jurnal Ilmu
Politik dan Komunikasi Volume
VI No.1 / Juni 2016, pp 1-17
Stoker, Gerry. 1994. “The Role and
Purpose of Local Government”,
CLD Research Report, No. 4,
Commision for Local Democracy.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi
Publik
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik
Widodo, Joko. 2001. Etika Birokrasi dalam
Pelayanan Publik. Malang: CV
Citra.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 11
STRATEGI PUBLIK RELATION DALAM MENINGKATKAN PELAYANAN PADA
ORGANISASI PUBLIK
Andika Hijrah Prasetyo
Dosen tetap STISOSPOL ‘Waskita Dharma’ Malang
Abstrak
Public relations merupakan salah satu elemen yang menentukan kelangsungan
suatu organisasi secara positif. Public relations sebagai perantara antara pimpinan
organisasi dengan publiknya, Baik dalam upaya membina hubungan masyarakat
internal maupun eksternal. Organisai publik merupakan lembaga yang mewadahi
seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup negara dan mempunyai
kewenangan yang absolut (mutlak) secara legalitas dalam bidang politik,
administrasi pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai
kewajiban memelihara dan melayani keperluan warga negaranya. Dalam
perkembangan organisasi publik untuk memberikan pelayanan, kepercayaan dan
kesejahteraan kepada masyarakat perlu adanya kegiatan komunikasi antara
organisasi dan publiknya supaya tercipta perubahan baik pada publik maupun pada
organisasi. Ahmad S. Adnanputra dalam muslimin, memberikan batasan tentang
pengertian strategi publik relation yaitu: “Alternatif optimal yang dipilih untuk
ditempuh guna mencapai tujuan Public relations dalam kerangka suatu rencana
Public relations.” Terbentuknya image dan citra dari publik akan memberikan
dampak terhadap kinerja pelayanan organisasi publik. Tulisan ini akan
menguraikan tentang bagaimana strategi PR pada organisasi publik dalam
memberikan pelayanannya.
Kata kunci: strategi publik relation, organisasi publik
PENDAHULUAN
Organisasi publik sebagai suatu
wadah yang memberikan pelayanan
terhadap segala kebutuhan masyarakat
secara administrasi, tanpa membedakan
status dan kedudukannya organisasi publik
sering dilihat pada organisasi pemerintah
yang dikenal sebagai birokrasi pemerintah.
Organisai publik merupakan lembaga yang
mewadahi seluruh lapisan masyarakat
dengan ruang lingkup negara dan
mempunyai kewenangan yang absolut
(mutlak) secara legalitas dalam bidang
politik, administrasi pemerintahan, dan
hukum secara terlembaga sehingga
mempunyai kewajiban memelihara dan
melayani keperluan warga negaranya.
Selain itu juga, organisasi publik berhak
untuk melakukan pungutan pajak untuk
pendanaan dan memberikan sanksi
hukuman untuk menegakkan peraturan
yang sudah ditetapkan dalam undang-
undang. Perkembangan organisasi publik
dalam konteks administrasi negara telah
demikian pesat, baik pada level teoritis
maupun dalam konteks empiris. Dalam
konteks teoritis, organisasi dapat diartikan
sebagai suatu proses birokrasi. Sedangkan
dalam konteks empiris, organisasi
merupakan suatu wadah sebagai alat atau
sarana masyarkat untuk menyampaikan
aspirasi dan bersikap dalam konteks negara
yang disebut pemerintah.
Organisasi yang didirikan pada
dasarnya untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang telah disepakati bersama
secara efektif dan efisien melalui tindakan
yang dilakukan dengan penuh rasa
tanggung jawab. Bentuk organisasi publik
kalau dilihat dari sudut pandang
administrasi negara terdiri dari beberapa
hal, diantaranya: 1. Organisasi sebagai
wadah; 2. Organisasi sebagai suatu proses
pembagian kerja; 3. Organisasi sebagai
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 12
suatu alat dalam mencapai tujuan.
Organisasi publik berbeda dengan
organisasi privat yang memiliki dua bentuk
yaitu organisasi laba dan organisasi nirlaba.
Organisasi publik orientasi dan tujuannya
untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat demi kesejahteraan sesuai
dengan yang sudah diamanatkan dalam
konstitusi sebagai pijakan operasionalnya,
yang tentu saja berbeda dengan organisasi
privat yang orientasinya untuk
mendapatkan profit/laba/keuntungan.
Dimasa yang akan datang
organisasi publik akan memiliki sifat-sifat
yang unik dan bervariatif. Penambahan dan
perubahan akan dialami oleh struktur
organisasi formal, sehingga banyak
dijumpai organisasi baru tanpa
menganalisis struktur formal yang ada.
Oleh karena itu, untuk kelancaran jalannya
pelayanan organisasi publik diperlukan
pemilihan bentuk dan sistem manajemen
organisasi yang sesuai dengan kapasitas dan
tujuan organisasi publik. Organisasi publik
disini merupakan suatu bentuk lembaga-
lembaga publik yang ada dalam sistem
pemerintahan republik indonesia,
diantaranya: sistem pemerintahan mulai
dari tingkat RT sampai pusat, lembaga
negara (MPR, DPR, DPA, BPK, dan MA),
lembaga penegakan hukum (pengadilan,
kejaksaan, dan KPK), lembaga pendidikan,
lembaga keuangan (Dinas keuangan dan
Pajak) dan lain sebagainya.
Dalam perkembangan organisasi
publik untuk memberikan pelayanan,
kepercayaan dan kesejahteraan kepada
masyarakat perlu adanya kegiatan
komunikasi antara organisasi dan publiknya
supaya tercipta perubahan baik pada publik
maupun pada organisasi. organisasi
diasumsikan beroperasi lantaran diberi hak
oleh publik dan bahwa hak itu tidak bisa
dihindari, manajemen setiap organisasi
memiliki kewajiban memberikan layanan
kepada publik dengan sebaik-baiknya. Pada
titik inilah profesi PR diperlukan. PR lahir
untuk sebuah fungsi strategik: menjadi
reperesentasi organisasi dalam membangun
dan memelihara hubungan dengan publik.
PEMBAHASAN
Konsep Dasar Publik Relation
Publik relation sudah banyak
dipraktekkan diberbagai organisasi, mulai
dari yang formal-informal, organisasi
publik dan privat, maupun agensi pelayanan
masyarakat. Sifat dasar pekerjaan ini dan
adaptasinya yang konstan dengan
kebutuhan masyarakat telah membuatnya
menjadi target pendefinisian. Bebrapa
definisi yang dikemukakan oleh para ahli
diantaranya:
Menurut latimore,dkk tentang
pengertian publik relation adalah “ sebuah
fungsi kepemimpinan dan manajemen yang
membantu pencapaian tujuan sebuah
organisasi, membantu mendefinisikan
filosofi, serta memfasilitasi perubahan
organisasi, mengembangkan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program
organisasi yang mempromosikan
pertukaran pengaruh serta pemahaman
antara konstituen organisasi dan
masyarakat”.
Sedangkan Harlow berpendapat PR
merupakan komunikasi dua arah antara
organisasi dengan publik secara timbal
balik dalam rangka mendukung fungsi dari
tujuan manajemen dengan meningkatkan
pembinaan kerjasama serta pemenuhan
kepentingan bersama (Ruslan, 1999:102).
Ada juga menurut Glenn dan
Denny Griswold dalam bukunya Your
Publik Relation yaitu: “ public relations is
the manajement function which evaluates
public attitudes, identifies the politices and
procedures of an individual organization
with the public interest, and executes a
program of actionto earn public
understanding and acceptance.”(Muslimin,
2004)
Berdasarkan definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa dalam suatu publik
relation itu terdapat kegiatan untuk
menanamkan dan memperoleh pengertian,
good will, kepercayaan, penghargaan dari
publik atau khususnya dari suatu badan dan
masyarakat pada umumnya. Kegiatan
komunikasi yang dilakukan suatu
organisasi dengan berbagai publiknya
dalam bentuk komunikasi dua arah melalui
pencarian dan penyebaran informasi agar
tercipanya suatu bentuk pelayanan yang
prima.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 13
Peran Dan Fungsi Publik Relation
Pada saat ini keberadaan Publik
Relation sudah mulai dikenal di lingkungan
organisasi/lembaga publik dan Peranan
Publik Relation sudah sangat berpengaruh
dalam proses pengambilan keputusan
menejemen. Hal ini terjadi karena publik
relation adalah interpreter (penerjemah)
manajemen, sehingga Publik Relation harus
mengetahui apa yang dipikirkan manajemen
untuk nantinya bisa menyelaraskan dengan
isu yang ada di masyarakat.
Ahmad S. Adnanputra, M.A, M.S.,
seorang ahli publik relation menjabarkan
beberapa pengertian tentang strategi publik
relation, diantaranya: strategi adalah bagian
terpadu dari suatu rencana (Plan),
sedangkan rencana merupakan produk dari
suatu perencanaan (planning), yang pada
akhirnya perencanaan adalah salah satu
fungsi dasar dari proses manajemen
(Muslimin, 2004). Sesuai dengan yang
sudah dipahami bahwa perencanaan
merupakan bagian dari fungsi-fungsi
manajemen pada suatu organisasi. Fungsi
manajemen publik relation yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), strukturisasi, kepegawaiian
(staffing), pengarahan (directing), dan
pengendalian (controling).
Fungsi mendasar dari publik
relation dalam pemerintahan/organisasi
publik adalah membantu menjabarkan dan
mencapai tujuan program organisasi publik,
meningkatkan sikap responsif, serta
memberi publik informasi yang cukup
untuk dapat mekakukan pengaturan diri
sendiri. Tujuan PRO adalan untuk
meningkatkan kerjasama dan kepercayaan
antara warga negara dengan organisasi
publik/pemerintah. Hal ini kemudian
memerlukan aksesibilitas, akuntabilitas,
konsistensi, dan integritas.
Berdasarkan penjelasan diatas
bahwa Publik Relation Officer (PRO)
memiliki peran dan fungsi dalam
mempengaruhi dan mendukung kinerja
pelayanan pada organisasi publik baik
secara internal maupun secara eksternal.
Publik relation bertujuan untuk
mewujudkan dan mengembangkan “citra
yang positif” bagi organisasi. Publik
Relation mempunyai wewenang untuk
memasukkan unsur tanggungjawab sosial,
pemahaman publik dan komunikasi dua
arah dalam seluruh kegiatan organisasi. Hal
ini sesuai dengan peranan Publik relation
dalam organisasi publik yang bertujuan
untuk menciptakan Good Corporate
Governance, yaitu: Accountability,
Predictability, Transparency, dan
Participation. Untuk dapat terwujudnya
prinsip Good Corporate Governance perlu
adanya hubungan yang baik antara
organisasi publik, masyarakat dan publik
relation sebagai penghubungnya.
Strategi Publik Relation
Dalam menyusun suatu strategi
untuk meningkatkan layanan pada suatu
organisasi publik adalah merupakan bagian
tersulit dari proses pelaksanaannya. Strategi
adalah proses penyusunan program yang
akan menggerakkan anda dari titik anda
sekarang menuju ke titik yang anda
inginkan. Strategi publik relation adalah
keseluruhan perencanaan dari suatu
program yang sudah dibentuk, menjadi
landasan dasar program dari pemikiran
taktis dan menjadi penuntun utama untuk
ide yang sudah direncanakan. Dari
pengertian diatas Ahmad S. Adnanputra
dalam muslimin, memberikan batasan
tentang pengertian strategi publik relation
yaitu: “Alternatif optimal yang dipilih
untuk ditempuh guna mencapai tujuan
Public relations dalam kerangka suatu
rencana Public relations.” Unsur-unsur
yang membentuk suatu strategi berkaitan
dengan lingkungan, visi atau arah, tujuan
dan sasaran dari suatu pola yang menjadi
dasar budaya organisasi bersangkutan baik
secara mikro maupun secara makro.
Promosi merupakan suatu kegiatan
dalam aktivitas publik relation yang tidak
dapat dipisahkan pada suatu organisasi
publik. Promosi dilakukan guna
memberikan pengaruh dan merubah sudut
pandang masyarakat tentang bentuk dan
kualitas pelayanan dari masing-masing
organisasi publik, yang pada akhirnya
masyarakat secara umum memiliki opini
yang positif, sehingga memberikan dampak
yang baik akan layanan yang diberikan oleh
pihak penyelenggara pelayanan kepada
publiknya. Hal ini berkaitan dengan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 14
bagaimana publik relation membuat dan
melaksanakan strategi komunikasinya yang
berkenaan dengan three ways strategy yaitu
pull strategy (membujuk), push startegy
(merangsang) dan pass strategy
(mempengaruhi).
three ways strategy yang dilakukan
oleh suatu organisasi publik dalam rangka
menarik minat dan mempertahankan
kepercayaan masyarakat dan meningkatkan
kunjungan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan. Pull strategy yaitu upaya
publikasi dan pelayanan prima dalam
kegiatan administratif yang bertujuan
mendapatkan opni positif dari masyarakat.
Media massa dan media in house yang
dibuat berbentuk kata-kata tercetak, seperti
yang dilakukan dirjen pajak dalam program
tax amnesti dengan memasang spanduk,
baliho dan iklan surat kabar; Push strategy
yaitu upaya yang dapat merangsang
khalayak secara eksternal maupun internal.
Strategi ini dilakukan melalui upaya
peningkatan produk dan jasa pelayanan,
seperti yang dilakukan dirjen pajak yang
memberikan potongan dan keringanan bagi
wajib pajak tertunggak; Pass strategy yaitu
upaya mempengaruhi, membujuk,
merangsang, dan menciptakan opni publik
yang sifatnya menguntungkan masyarakat,
seperti yang dilakukan dirjen pajak yang
memberikan kemudahan dalam
pembayaran tanpa harus datang kekantor
pajak.
Permasalahan yang selama ini ada
dalam organisasi publik, seperti: situasi
birokrasi internal yang menghalangi kerja
profesional, lemahnya standar kerja,tekanan
pilitik, dan sedikitnya kesempatan
mengembangkan karier. Terjadinya
peningkatan kompleksitas kebijakan,
aturan, dan praktek pemerintahan; lebarnya
jurang antara warga negara dan pemerintah;
serta eskalasi tuntutan yang dibuat warga
negara tanpa pemahaman masalah politik,
hukum, dan finansial. Untuk menghadapi
masalah ini, dalam bukunya lattimore dkk,
menyampaikan beberapa strategi
diantaranya: pertama, kemampuan generalis
dalam bahasa dan dalam bidang kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan,dan pertahanan;
kedua, pemeliharaan preventif
denganmemberikan bimbingan terhadap
kebijakan sebelum program disahkan;
ketiga, merespon publik dengan
mengembangkan sebuah orientasi layanan;
keempat, berkonsentrasi pada input dan
output untuk mengatur program, pesan, dan
media; kelima, keterbukaan yang efektif
dalam penyebaran informasi antara warga
negara dan pemerintah/organisasi publik.
Adapun pendapat lain tentang
strategi publik relation untuk menciptakan
iklim yang kondusif dalam
mengembangkan tanggung jawab dan
partisipasi untuk mewujudkan tujuan
bersama antara PRO, organisai publik, dan
masyarakat. Aspek pendekatan yang
digunakan yaitu:
1. Strategi operasional, media massa
sebagai alat utama untuk membentuk
opini publikmelalui nilai-nilai
kemasyarakatan dan sosial kultural.
2. Pendekatan persuasif atau edukatif,
komunikasi duaarah dari organisasi
kepada publiknya, baik bersifat
mendidik dan memberikan penerangan
agar tercipta saling pengertian,
menghargai, pemahaman, dan
toleransi.
3. Pendekatan tanggungjawab sosial,
menumbuhkan sikap bahwa tujuan dan
sasaran yang hendak dicapai
merupakan tanggungjawab bersama
antara organisasi publik dan
masyarakat.
4. Pendekatan kerja sama, menbina
hubungan yang harmonis antara
organisasi dengan berbagai kalangan.
5. Pendekatan koordinatif dan
integratif, berpartisipasi dalam
menunjang program pembangunan
nasional dan mewujudkan ketahanan
nasional dibidang: politik, ekonomi,
sosial budaya, dan hankamnas.
Berdasarkan penjelasan yang telah
diuraikan tersebut di atas, dapat
dikemukakan bahwa public relations
merupakan alat untuk mencapai tujuan
organisasi publik, salah satu tujuan tersebut
adalah membentuk citra yang positif. Oleh
karena itu diperlukan suatu strategi yang
efektif bagi public relations agar
pembentukan citra yang positif organisasi
publik dapat tercapai. Beberapa strategi
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 15
publik relation yang sudah dijabarkan
diatas, diharapkan dapat meningkatkan
pelayanan organisasi publik yang selaras
dengan pemerataan dan pembangunan.
Konsep Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang menjadi
fokus dalam studi ilmu administrasi publik
diIndonesia merupakan isu utama yang
selalu menarik untuk dibahas. Karena
persoalan ini masih perlu memperoleh
perhatian dan penyelesaian yang
komprehensif dan kontinyu. Meskipun
dalam perkembangannya, pelayanan publik
yang dirasakan sekarang sudah mengalami
perbaikan, baik dari sisi paradigma maupun
format pelayanannya. Hal ini dapat dilihat
dalam kajian-kajian ilmu administrasi yang
berkembang sampai saat ini, seperti: E-
goverment, good-goverment, smart-
goverment dan penggunaan teknologi
informasi. Manusia pada dasarnya selalu
membutuhkan pelayanan, dimulai sejak
manusia tersebut dilahirkan hingga lanjut
usia. Sejalan dengan yang dikatakan
Budiman Rusli bahwa:
“pelayanan sesuai dengan life cycle
theory of leadership, pada awal kehidupan
manusia (bayi) pelayanan secara fisik
sangat tinggi, tetapi seiring dengan usia
manusia pelayanan yang dibutuhkan akan
semakin menurun.”
Masyarakat setiap waktu selalu
menuntut untuk mendapatkan pelayanan
publik yang berkualitas dari pemerintah
sebagai pengelola negara, meskipun pada
kenyataannya tuntutan tersebut masih
belum sesuai dengan kenyataannya yang
bercirikan: berbelit-belit, lambat, mahal,
dan melelahkan. Oleh karena itu, butuh
strategi publik relation untuk bisa merubah
dan membentuk pola pikir pihak-pihak
yang ada dalam organisasi publik dengan
masyarakat, Bahwa masyarakatlah yang
harus “dilayani” bukannya masyarakat yang
“melayani” pemerintah. Untuk memahami
tentang pelayanan publik, perlu diketahui
pengertian pelayanan publik secara
konseptual.
Pelayanan publik diartikan
pemberian layanan (melayani) keperluan
orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan. (kurniawan, 2005).
Selanjutnya menurut kepmenpan No.
63/KEP/M.PAN/7/2003, publik adalah
segala kegiatan pelayanan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian pelayanan publik adalah
pemenuhan keinginan dan kebutuhan
masyarakat oleh penyelenggara negara.
Kualitas Layanan Organisasi Publik
Pelayanan publik pada saat ini
merupakan isu utama yang sering
diperbincangkan dilingkungan institusi
pendidikan maupun dilingkungan
masyarakat bawah dalam proses
pembangunan di Indonesia. Kalau melihat
dari kenyataan dilapangan tentang
pelayanan pada masyarakat yang dilakukan
oleh organisasi publik, bisa dikatakan
masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini
dapat dilihat pada saat pengurusan surat-
surat yang dilakukan di instansi
pemerintahan, masih panjangnya alur
pelayanan dan aturan birokrasi membuat
masyarakat susah dan malas untuk
menjalankannya. Kalau sudah seperti ini,
biasanya dimanfaatkan sama oknum-oknum
tertentu untuk melaksanakan sistem
percaloan yang dapat menjerumus pada
tindak perkara korupsi. Perlu adanya
strategi khusus dan kesadaran dari
organisasi publik untuk mau berbenah dan
berubah dalam memperbaiki pelayanannya
pada masyarakat. Apalagi pada saat ini
pelayanan yang baik tidak hanya dilihat dari
good governance saja tapi sudah pada
bagaimana menjadi smart governance.
Pelayanan publik yang berkualitas
atau prima (smart) bukan hanya merupakan
kebutuhan, melainkan sudah menjadi
tuntutan yang tidak bisa diabaikan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Lovelock
(2004:76) bahwa ada 8 suplemen pelayanan
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Information yaitu proses suatu
pelayanan yang berkualitas dimulai dari
produk dan jasa yang diperlukan oleh
pelanggan. Penyediaan saluran
informasi yang langsung memberikan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 16
kemudahan dalam rangka menjawab
keinginan pelanggan tersebut, adalah
penting.
2) Consultation, setelah memperoleh
informasi yang diinginkan, pelanggan
memerlukan konsultasi baik
menyangkut masalah teknis,
administrasi, biaya. Untuk itu, suatu
organisasi harus menyiapkan sarananya
menyangkut materi konsultasi, tempat
konsultasi, karyawan/petugas yang
melayani, dan waktu untuk konsultasi
secara cuma-cuma.
3) Ordertaking, penilaian pelanggan pada
tiik ini adalah ditekankan pada kualitas
pelayanan yang mengacu pada
kemudahan pengisian aplikasi maupun
administrasi yang tidak berbelit-belit,
fleksibel, biaya murah, dan syarat-
syarat yang ringan.
4) Hospitality, pelanggan yang berurusan
secara langsung akan memberikan
penilaian kepada sikap ramah dan
sopan dari karyawan, ruang tunggu
yang nyaman dan fasilitas lain yang
memadai.
5) Caretaking, variasi latar belakang
pelanggan yang berbeda-beda akan
menuntut pelayanan yang berbeda-beda
pula.
6) Exception, beberapa pelanggan kadang-
kadang menginginkan pengecualian
kualitas pelayanan.
7) Billing, titik rawan berada pada
administrasi pembayaran. Artinya,
pelayanan harus memperhatikan hal-hal
yang berkaitan dengan administrasi
pembayaran, baik menyangkut daftar
isian formulir transaksi, mekanisme
pembayaran hingga keakuratan
perhitungan tagihan.
8) Payment, pada ujung pelayanan harus
disediakan fasilitas pembayaran
berdasarkan pada keinginan pelanggan,
seperti transfer bank, credit card, debet
langsung pada rekening pelanggan.
Berdasarkan pendapat Lovelock di
atas bahwa komponen informasi
menduduki poin pertama di mana publik
dapat mengakses dengan mudah terhadap
informasi pelayanan baik mengenai barang
atau jasa. Hal seperti ini, dapat dilihat pada
lembaga pajak, lembaga kesehatan,
lembaga pendidikan dan lembaga hukum
yang lingkup wilayahnya nasional atau
seluruh indonesia. Biasanya proses
penyampaian informasi dan komunikasi
antara organisasi publik dengan masyarakat
memanfaatkan media massa cetak maupun
media massa elektronik baik itu ditingkat
daerah dan nasional. Wujud penyampaian
informasi dan komunikasi yang dilakukan
oleh organisasi publik melalui iklan layanan
masyarakat yang dikemas semenarik
mungkin untuk mempengaruhi opini
masyarakat. Oleh sebab itu, Proses
perubahan dan pembaruan yang dilakukan
melalui strategi publik relation bertujuan
untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi organisasi dalam pelayanan
administrasi publik. Dalam pelayanan
publik, efektifitas dan efisiensi saja tidak
dapat dijadikan patokan untuk melihat
baik/buruknya suatu pelayanan. Diperlukan
ukuran lain yaitu keadilan, sebab tanpa
ukuran ini ketimpangan pelayanan tidak
dapat dihindarkan. Karena tanpa adanya
keadilan akan suatu pelayanan, dapat
menimbulkan kecemburuan sosial yang
mempengaruhi pandangan masyarakat
terhadap suatu organisasi publik. Sementara
itu secara umum diketahui bahwa the big
trade off dalam bidang pelayanan
merupakan efektifitas dan efisiensi. Kedua
hal tersebut jika dikelola dengan baik dapat
membawa kebaikan dan kemudahan dalam
pelayanan, namun jika kedua hal tersebut
tidak bisa dikelola dengan baik maka akan
berpihak pada golongan yang mapan. Hal
ini dapat dilihat pada lembaga publik
ditingkat pemerintahan daerah, seperti:
pada saat pengurusan KTP, warga yang
memiliki pengaruh atau status sosialnya
yang tinggi dilingkungannya memiliki
akses kemudahan dalam menerima
pelayanan daripada warga yang status
sosialnya rendah.
Kesimpulan
Pelayanan publik yang menjadi
fokus dalam studi ilmu administrasi publik
diIndonesia merupakan isu utama yang
selalu menarik untuk dibahas. Karena
persoalan ini masih perlu memperoleh
perhatian dan penyelesaian yang
komprehensif dan kontinyu. Organisasi
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 17
yang didirikan pada dasarnya untuk
mencapai tujuan dan sasaran yang telah
disepakati bersama secara efektif dan
efisien melalui tindakan yang dilakukan
dengan penuh rasa tanggung jawab. Proses
perubahan dan pembaruan yang dilakukan
melalui strategi publik relation bertujuan
untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi organisasi dalam administrasi
publik.
Masyarakat setiap waktu selalu
menuntut untuk mendapatkan pelayanan
publik yang berkualitas dari pemerintah
sebagai pengelola negara, meskipun pada
kenyataannya tuntutan tersebut masih
belum sesuai dengan kenyataannya yang
bercirikan: berbelit-belit, lambat, mahal,
dan melelahkan. Oleh karena itu, butuh
strategi publik relation untuk bisa merubah
dan membentuk pola pikir pihak-pihak
yang ada dalam organisasi publik dengan
masyarakat, Bahwa masyarakatlah yang
harus “dilayani” bukannya masyarakat yang
“melayani” pemerintah. Untuk memahami
tentang pelayanan publik, perlu diketahui
pengertian pelayanan publik secara
konseptual.
Daftar pustaka
Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi
Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Pembaharuan
Lovelock, Christoper. 1994. Product Plus,
How Product and Service
Competitive Advantage, New York:
Graw Hill, Inc.
Ruslan, Rosady. 1999. Manajemen Humas
dan Manajemen Komunikasi. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Muslimin. 2004. Hubungan Masyarakat
dan Konsep Kepribadian. Malang:
UMM press
Lattimore, Dan. Baskin, Otis. Heiman,
Suzetta T. Toth, Elizabeth L. 2010.
Publik Relations: Profesi dan
Praktek. Jakarta: Salemba Humanika.
Sinambela, Lijan Poltak. Dkk. 2006.
Reformasi Pelayanan Publik: teori,
kebijakan, dan implementasi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Rusli, Budiman. 2004. Pelayanan Publik di
Era Reformasi, www.pikiran-
rakyat.com edisi 7 juni
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 18
EDUCATIONAL PROGRAMS THROUGH TECHNOLOGIES USE
BY OPEN AND DISTANCE LEARNING SYSTEM AT COASTAL REGIONS,
OPEN DISTANCE LEARNING UNIT OF JEMBER, EAST JAVA PROVIENCE,
INDONESIA
(CASE STUDY AT OPEN DISTANCE LEARNING UNIT OF JEMBER, INDONESIA)
Joko Isdianto
Open Distance Learning Unit of Jember
Abstract
Recently, day by day The Technology always helps so many people in the world
whatever their fields and wherever they want to do. One of the mainly benefits of
the technology are increasing the teaching and learning capacities of the Open and
Distance Learning System at The Coastal Region, such as Open and Distance
Educational Program at Jember regency. Technologies here are the main support
for the educational development in the most coastal regions in Indonesia. Many
people use the advanced technologies, such as internet, as the main wares of the
educational development. They promote the using of internet in many schools in
Indonesia, specially in coastal regions, such as coastal regions in Java Island, such
as Jember, Banyuwangi, Situbondo and Probolinggo Regency. Today, most of the
students in such coastal regions always have fun in their study with internet as the
advanced technology. Technologies have enchaned teaching and learning distance
method in Indonesia, Specially in coastal region. Many Students in this coastal area
have used advanced technologies, such as computer in the classroom, new website,
interactive key board, Blog and wikis, in this case, Web 2.0 that implemented in
the class, so many students can have much more dialogues, digest dialogues, ideas
and brainstorming. Beside, such as a wireless michrophone, a mobile and digital
game, also to be the other alternatives maintenance of the advanced technologies in
enchanced teaching and learning system. Distance educational system by using
advanced technologies make the goal of international education system become
more achievable and more accessible to all students at Coastal Region. Here,
Technologies have more contributions to the enchanced teaching and learning
system, like what display in this site:
http://www.slideshare.net/NASuprawoto/penggunaan-internet-dalam-
pembelajaran-matematika-di-sd.. We can analyze ODL use at other coastal area
beside Jember, such as Probolinggo, Situbondo and Banyuwangi, from the datas
that has been collected at Open Distance Learning Unit office of Jember. Because
Probolinggo, Situbondo and Banyuwangi are conquered by ODL Unit office of
Jember, East Java, Indonesia. So, the centre of ODL System at east coastal area of
east Java are stated at Jember Regency.So, the centre of ODL System at east
coastal area of east Java are stated at Jember Regency. The method we use for this
research is a Triangulasi Method with population and sample are taken at listed
students of Jember ODL Unit Office, are covering Situbondo, Probolinggo, and
Banyuwangi. Here, Online tutorials are the most favourable mechanisms for
providing education through Open and Distance Learning System all over the
world. Online tutorial always give the students so many things and choices for
learning, beginning from the materials of studies, the choices of books shopping,
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 19
various literatures at online library, various kind of friends for communicating
between one student to another. So, Technologies and Online Learning Strategies
can provide education through Open and Distance Learning System at Remote
Regions in Indonesia.
Keywords: educational programs, technologies use, open and distance learning
system.
Introduction
Recently, day by day The
Technologies always helps so many people
in the world whatever their fields and
wherever they want to do. One of the
mainly benefits of the technology are
increasing the teaching and learning
capacities of the Open and Distance
Learning System at The Coastal Region,
such as open distance educational
programme at Jember regency. Here,
Technologies are the main support for the
educational development in the most
coastal regions in Indonesia. Many people
use the advanced technologies, such as
internet, as the main wares of the
educational development. They promote the
using of internet in many schools in
Indonesia, specially in coastal regions, such
as coastal regions in Java Island, such as
open and distance educational program at
Jember, Banyuwangi, Situbondo and
Probolinggo Regency. Today, most of the
students in such coastal regions always
have fun in their study with internet as the
advanced technology. Technologies have
enchaned teaching and learning distance
method in Indonesia, Specially in coastal
region.
They promote the using of internet
in many schools in Indonesia, specially in
coastal regions, such as coastal regions in
Jember, Banyuwangi, Situbondo and
Probolinggo. I Observed at Jember regency,
Banyuwangi, Situbondo and Probolinggo
regency, East Java, Indonesia, they are
located at East of capital city of Jakarta
Provience, Indonesia, about 2 hours
travelling by aircraft / plane to the east
coastal area of east Java Provience. We can
analyze ODL use at other coastal area
beside Jember, such as Probolinggo,
Situbondo and Banyuwangi, from the datas
that has been collected at Open Distance
Learning Unit office of Jember. Because
Probolinggo, Situbondo and Banyuwangi
are conquered by ODL Unit office of
Jember, East Java, Indonesia. So, the centre
of ODL System at east coastal area of east
Java are stated at Jember Regency.
Discussion
Today, Specially at East Java, Most
of the Open University’s Students always
uses the internet materials facilities. The
Most Students of Post Graduate at Jember
ODL Unit uses the online tutorial as their
studies materials. Here, the Datas about the
Graduation Numbers of Post Graduate
Students at Jember ODL Unit since 2015-
2016 that using online tutorial materials:
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 20
Sources: Jember ODL Unit Office
From datas above, at Jember ODL Unit
Office (on study scale 2015-2016), we can
know that The large numbers of Post
Graduate Students at Jember ODL unit
could finish their study “on time” (in 2
years) increasing to be 82 Students from
30 students at the beginning for 2 years.
Eventhough, they study with ODL System
by Indonesia Open Distance Leaning
University Website use. 24,29% students
number of Post Graduate comes from
Probolinggo town (coastal area) and 22,
27% comes from Situbondo Town (coastal
area). All of the students of Post Graduate
at Jember ODL Unit Office always give
good responses for their interactive
activities at online material, such as
discussion forum, assigments, face to face
class between tutor and students, dialogue,
seminar, public face to face video
conference’s meeting. The Next, we can
know about datas of Online Tutorial use at
Jember ODL Unit Office, here we are:
Sources: Jember ODL Office 2015-2016
5, 6%
14, 17%
13, 16%
22, 27%
24, 29%
4, 5%
NUMBER OF POST GRADUATE (S-2) STUDENT
AT JEMBER OPEN DISTANCE AND LEARNING
Bondowoso
Banyuwangi
Jember
Situbondo
Probolinggo
Lumajang
Magister Pendidikan
Matematika; 33; 46%
Magister Manajemen Keuangan; 2;
3%
Magister Pendidikan Dasar; 25;
35%
Magister Ilmu Kelautan; 4;
6%
Magister Administrasi Publik; 3; 4%
Magister Perikanan; 4;
6%
NUMBERS OF POST GRADUATE ACCORDING THE FIELDS OF POST GRADUATE
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 21
Datas of Online Tutorial Using at Jember ODL UNIT OFFICE
POST GRADUATE PROGRAMS 2015-2016
Sources: Jember ODL Office 2015-2016
No Location of Study
Number of
Students
Percentage of Using
ODL ( % )
Final
Result
of
ODL
Jember 13 100 Thesis
Banyuwangi 14 100 Thesis
Situbondo 22 100 Thesis
Probolinggo 24
100
Thesis
Lumajang 4 100 Thesis
Bondowoso 5 100 Thesis
Final Total 82
Sources: Jember ODL Office 2015-2016
From the datas above we can know that all
Post Graduate Programme Students always
use the online tutorial facilities and
Indonesia open university website (100%).
Even, They all can finish their thesis till the
end. Eventhough, they learned with ODL.
They are all from Coastal Areas at East
Java, Indonesia. Coastal Area at the east of
east Java are conquered by ODL Unit office
of Jember regency or Jember regency are
the centre of the east coastal area at the east
Java, Indonesia. The method we use for this
research is a Triangulasi Method with
population and sample are taken at listed
students of Jember ODL Unit Office, are
covering Situbondo, Probolinggo, and
Banyuwangi.
Today, most of the students are in
such coastal areas always have fun in their
study with internet as the advanced
5
14 13
22 24
4 0
5
10
15
20
25
30
Bondowoso Banyuwangi Jember Situbondo Probolinggo Lumajang
NUMBER OF POST GRADUATE (S-2) STUDENTS ACCORDING SEATTLE AREA AT JEMBER OPEN DISTANCE
AND LEARNING (In Students)
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 22
technology. Technologies have enchaned
teaching and learning system in Indonesia,
Specially in coastal region. Many Students
has used advanced technology, such as
computer in the classroom, new website,
interactive key board, Blog and wikis, in
this case, Web 2.0 that implemented in
the class, so the students can have much
more dialogues, digest dialogues, ideas
and brainstorming. Beside that kinds, a
wireless michrophone, mobile and digital
game, also to be the other alternatives of the
advanced technologies in an enchanced
teaching and learning system. Distance
educational system by using advanced
technologies make the goal of international
education system become much more
achievable and more accessible to all
students. Here, Technology has more
contributions to the enchanced teaching and
learning system, like what display in this
site:http://www.slideshare.net/NASuprawot
o/penggunaan-internet-dalam-
pembelajaran-matematika-di-sd
Datas at Jember Regency ODL Unit Office about Online materials shows:
Datas of Online Tutorial Materials using at Jember ODL UNIT East Java, Indonesia
POST GRADUATE PROGRAMS 2015-2016
No Location of Study
Number
of
Students
Online Materials
Final
Result
ODL
1 Jember 13
Modul (Printed Learning Materials),
Compact Disk, Internet Facilities,
Indonesia open university website Thesis
2 Banyuwangi 14
Modul (Printed Learning Materials),
Compact Disk, Internet Facilities,
Indonesia open university website Thesis
3 Situbondo 22
Modul (Printed Learning Materials),
Compact Disk, Internet Facilities
Facilities Indonesia open university
website Thesis
4 Probolinggo 24
Modul (Printed Learning Materials),
Compact Disk, Internet Facilities,
Indonesia open university website
Modul , Compact Disk,
Internet Facilities
Thesis
5 Lumajang 4
Modul (Printed Learning Materials),
Compact Disk, Internet Facilities
Facilities, Indonesia open university
website
On
Process
Thesis
6 Bondowoso 5
Modul (Printed Learning Materials),
Compact Disk, Internet Facilities
Indonesia open university website Thesis
Final Total 82
Sources: Jember ODL Unit Office 2016
From Datas above, we can know about the
online software and online materials that
always be used by Post Graduate
Programme Students at Jember ODL Unit,
Indonesia, easier and simplier for use. So,
The Students like to use the website of
Indonesia Open University, eventhough
they are all seattled at Coastal area at East
Java, Indonesia, such as Jember and
Banyuwangi, (Those towns are far away
from Surabaya, 1 hour fly by Aircraft), and
Situbondo are Eastest area at East Java,
Indonesia
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 23
Here, we always give the samples, such as
an ODL Materials for Hubungan Pusat-
Daerah Materials (Centre-Region
Government relationship Lecture). We give
the samples of materials
:UT-Online
HOME
MY COURSES
MY PROFILE
SHORTCUTS
Sisw a
Hidupkan Mode Ubah
HUBUNGAN PUSAT DAERAH | BAGAN MINGGUAN
Forum Berita
RAT dan SATWord document
PENTING bagi mahasiswa yang mengambil MK ISIP4215
Pengantar Statistik SosialWord document
This
week 10 JULI - 16 JULI
Inisiasi 1Bacaan
Diskusi 1Forum
"KLIK" REFERENSI DIGITAL HUBUNGAN PUSAT-
DAERAHForum
17 JULI - 23 JULI
Inisiasi 2Bacaan
Diskusi 2Forum
REFERENSI DIGITAL HUBUNGAN PUSAT-
DAERAHForum
24 JULI - 30 JULI
Inisiasi 4Bacaan
Diskusi 3Forum
REFERENSI DIGITAL HUBUNGAN PUSAT-
DAERAHForum
31 JULI - 6 AGUSTUS
Inisiasi 3Bacaan
Tugas 1
REFERENSI DIGITAL HUBUNGAN PUSAT-
DAERAHForum
7 AGUSTUS - 13 AGUSTUS
Inisiasi 5Bacaan
Skip Upcoming
Events
UPCOMING
EVENTS
There are no
upcoming events
Go to calendar...
New Event...
Skip Berita terbaru
BERITA
TERBARU
Tambah topik
baru...
(Belum ada berita
yang dikirim)
Skip Aktifitas lalu
AKTIFITAS LALU
Aktivitas sejak
Jumat, 12 Juli 2013,
13:38
laporan lengkap
aktifitas terbaru...
Tidak ada yang baru
sejak Anda terakhir
login
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 24
TUGAS 2
REFERENSI DIGITAL HUBUNGAN PUSAT-
DAERAHForum
14 AGUSTUS - 20 AGUSTUS
inisiasi 6Bacaan
Diskusi 4Forum
REFERENSI DIGITAL HUBUNGAN PUSAT-
DAERAHForum
21 AGUSTUS - 27 AGUSTUS
Inisiasi 7Bacaan
Tugas 3
BERITA PENTING...!!!Forum
REFERENSI DIGITAL HUBUNGAN PUSAT-
DAERAHForum
28 AGUSTUS - 3 SEPTEMBER
Inisiasi 8Bacaan
Diskusi 5Forum
BERITA PENTING...!!!Forum
REFRENSI DIGITAL HUBUNGAN PUSAT-
DAERAHForum
UT-Online/ IPEM4425.01
HUBUNGAN PUSAT DAERAH
Notes
Tuton Yang Saya
Ikuti
IPEM4425.01
Tidak aktif selama lebih
dari
Pilih periode
Daftar
pengguna
Current role
Sisw a
Semua peserta: 283
(Keanggotaan tidak dipergunakan selama lebih dari 180 hari akan secara otomatis dikeluarkan
dari Tuton)
Nama Depan : Semua A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
Nama akhir : Semua A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
Halaman: (Sebelumnya) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 (Selanjutnya)
GAMBAR
PENGGUN
A
NAMA DEPANURUTAN
BERDASARKAN NAMA
DEPAN URUT
KOTAURU
TAN
BERDASAR
NEGAR
AURUT
AN
TERAKHIR
AKSESURUT
AN
PILIH
URUT
AN
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 25
NAIK / NAMA
AKHIRURUTAN
BERDASARKAN NAMA
AKHIR URUT NAIK
KAN KOTA
URUT
NAIK
BERDAS
ARKAN
NEGAR
A URUT
NAIK
BERDASAR
KAN
TERAKHIR
AKSES
URUT
TURUN
BERD
ASAR
KAN
PILIH
URUT
NAIK
MARTINA HESTIS
014367572
.
66 hari 21 jam
KUSMA 015895191 .
66 hari 22 jam
priyanto - Jakarta Indonesia 67 hari 1 jam
M A S R I 015209284 .
67 hari 3 jam
TEGUH MULYONO
017986724
Tambak
Banyumas Indonesia 68 hari 19 jam
ULY SUPRAYOGI
018479369
Jakarta Indonesia 68 hari 21 jam
SRI ANDANI
FITRIANISYAH
014710925
.
68 hari 22 jam
MUHAMMAD RIDWAN
017231629
Sambas Indonesia 69 hari
WINI NOVITA 016014571 .
69 hari 1 jam
ISILATINA 017082079 .
69 hari 2 jam
ADI PUTRA NOVRIONO
016282568
. Indonesia 69 hari 2 jam
HERU NURFAHMI
018075915
Tegal Indonesia 69 hari 2 jam
ENNY NASIRWAN
015553632
.
69 hari 2 jam
YATTI D OEMANU
014079176
.Kupang Indonesia 69 hari 3 jam
ADY TRI YANDHONO
016148309
. Indonesia 69 hari 5 jam
SIMON BATU PATIONA
018783301
.Lewoleba -
Lembata Indonesia 69 hari 11 jam
ASEP PRAMIADI
016153966
.
69 hari 15 jam
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 26
ELAH NURLAELAH
016736962
Batam Indonesia 69 hari 21 jam
RIAN SAPUTRA
016087724
muntok
bangka barat Indonesia 69 hari 21 jam
RIAN DWI SURYA
016133093
tegal Indonesia 69 hari 23 jam
Halaman: (Sebelumnya) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 (Selanjutnya)
Dengan pengguna yang dipilih...
Tampilkan semua 283
Anda login sebagai Joko Isdianto, S.Sos, M.Si Pontianak. (Keluar)
Here, Online tutorial always be the most
favourable mechanism for providing
education through Open and Distance
Learning System all over the world, even at
coastal Areas, like Jember regency. Online
tutorial performance always give the
students so many things and choices for
learning, beginning from the materials of
studies, the choices of books shopping,
various literatures at online library, various
kind of friends for communicating between
one student to another.
https://universitasterbukaindonesia.acad
emia.edu/JokoIsdianto/Analytics?start=2
016-05-14T09:29:56+07:00&finish=2016-
0713T09:29:56+07:00#/activity/countries
?_k=iemb8f.
Conclusion and Suggestion
The problem solving for
overcoming the signal trouble condition at
coastal areas for connecting to the ODL
Website at Coastal Areas are using
advanced mobile technologies such as
modem, Blue Tooth, or Wi fi.So,
Technologies and Online Learning
Strategies can provide education through
Open and Distance Learning System at
Coastal Regions in Indonesia. All The ways
to grow the mechanism up till the system
running as well as we wish are by
controlling every month, such as
monitoring activities as the tool of system
controller. Beside, asking for reports of the
activities every month from every field in
the office. The continuing monitoring
system as the tool of control will be
effective when the sustainable action after
monitoring are held. Integrated System with
online system make easy use for up grade
the mechanism for ODL system using.
Communication, learning system, and
integrated informations system can be
integrated to be as one website on the up
graded website of Open Distance Learning
System at all over Indonesia area.
All of the facilities of ODL
Learning use are making the mindset of
Students growing up. All of The
mechanisms can support the students
activities. Students have much more
attention for their study in each field. They
like online when broaden their mind as
students of ODL Unit.
The main focus of the ODL system
are based on students’s skill and
orientations of technologies occupy mindset
as to be one and integrated. Integrated
System are built by the main focus of the
Technologies and Skill system with all
rebuilt mindset of students. Here, All we
could get the materials from website of
ODL Unit and Centre, without exception,
nothing is run out and accessible easy to
click on the web. Each student on the web
always be on their tasks and summary of
discussions, in the field what they have
been occupy, such as government
department, teaching program department,
etc. Nobody could know each other while
they take online acitivities on ODL Website
cause they get in special “room” of online
discussion except they get in touch each
other on the discussion forum of online.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 27
The others have complete schedule on their
web for each semester while others prepare
the activities of tutorial, registration and
Final Examinations as the nicely work and
learn together with much more spirit and
advanced orientation.
Number of student in a online
tutorial class are restricted only 40-60
persons per class because for giving much
more attention from lecturer to students in
one class. Focus for the research is about
how to serve so many students, even
million number students with all facilities
in it. To serve them with all facilities, even
computer and technology facilities are the
main choice for up grading model of
serving at Open Distance University. There
are so many facilities they can choose to
use, namely: website ODL, Online Tutorial,
Registration Online system and all facilities
that using computerized tools.
All programs that ODL provide are about
how to use online system as the main
direction of serving and study.
References:
Hamalik Oemar. 1993. Sistem
Pembelajaran Jarak Jauh Dan
Pembinaan Ketenagaan, Bandung:
Trigenda karya
Kearsley Greg. 2000. Online Education;
Learning and Teaching in
Cyberspace. Wadsworth Thomson
Learning
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
No.107/U/2001 (2 Juli 2001)
tentang
”Penyelenggaraan Program Pendidikan
Tinggi Jarak Jauh”
http://jember.ut.ac.id/
Jurnal Online Teknologi Pendidikan,
Sustaining Open Education
Resources, November 24, 2008
http://www.teknologipendidikan.net/2010/0
6/05/e-learning-dalam-pendidikan-
jarak-jauh/
http://www.slideshare.net/NASuprawoto/pe
nggunaan-internet-dalam-
pembelajaran-matematika-di-sd.
http://www.ut.ac.id/mahasiswa-dan-
alumni/strategi-belajar.html
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 28
PENTINGNYA KEBIJAKAN
DALAM PENGEMBANGAN KOLEKSI PADA ORGANISASI PERPUSTAKAAN
Anita Tri Widiyawati
Dosen Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya Malang
Abstrak
Kebijakan pengembangan koleksi adalah tahapan pertama yang ada pada
pengembangan koleksi. Kebijakan pengembangan koleksi sangat penting sebagai
pedoman untuk menentukan arah dari pengembangan koleksi. Hal yang sangat
bertentangan di lapangan, banyak kasus pada organisasi perpustakaan yang hanya
mempunyai kebijakan pengembangan koleksi secara lisan dan tidak jelas bahkan
terdapat perpustakaan yang tidak mempunyai kebijakan pengembangan koleksi
baik secara tertulis maupun lisan. Tanpa adanya kebijakan pengembangan
koleksi, maka perpustakaan tidak akan dapat memberikan layanan yang maksimal
kepada pemustaka. Dalam kebijakan pengembangan koleksi dituntut untuk
memformulasikan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka. Dalam
proses pengembangan koleksi, pengelola perpustakaan harus memperhatikan
kemampuan dari organisasi perpustakaan dan kebutuhan pemustaka sebagai
masyarakat yang menerima sasaran layanan dari organisasi perpustakaan,
termasuk dalam membuat kebijakan pengembangan koleksi. Dalam hal ini
pengelola perpustakaan dapat menggunakan analisis SWOT. Di dalam membuat
kebijakan pengambangan koleksi terdapat beberapa model yang bisa digunakan,
yakni: narrative model, classed model, combined narrative and classed models,
dan supplemental policies.
Kata kunci: pengembangan koleksi, kebijakan, organisasi perpustakaan.
Pendahuluan
Koleksi merupakan hal yang sangat
penting dalam organisasi perpustakaan.
Tidak ada bedangan dengan udara bagi
manusia. Tanpa udara manusia tidak dapat
bernafas. Eksistensi manusia yang pertama
ditentukan oleh udara, baru setelah itu
ditentukan oleh kualitas hidup dari manusia
itu sendiri. Kualitas hidup di sini berkaitan
dengan kesehatan, keuangan, kemampuan,
dan segala hal yang mendukung kualitas
hidup tersebut. Begitu juga organisasi
perpustakaan. Tanpa koleksi organisasi
perpustakaan tidak akan dapat hidup.
Eksistensi dari organisasi perpustakaan
yang pertama ditentukan oleh kualitas dari
koleksi itu sendiri. Kualitas koleksi ini
berkaitan antara kesesuaian koleksi dengan
kebutuhan pemustaka serta kegiatan-
kegiatan yang harus dilakukan dalam
menjaga kualitas dari koleksi.
Terdapat tahapan-tahapan kegiatan
yang dapat dilakukan oleh organisasi
perpustakaan dalam menjaga kualitas
koleksi yang dimiliki. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Evans dalam Yulia dan
Sujana (2009:1.9) bahwa “pengembangan
koleksi terdiri dari enam komponen
kegiatan yang terdiri atas: (1) analisis
masyarakat, dalam hal ini masyarakat
pengguna; (2) kebijakan seleksi; (3) seleksi;
(4) pengadaan; (5) penyiangan; dan (6)
evaluasi. Berdasarkan pendapat tersebut
menunjukkan bahwa kebijakan seleksi
harus berdasar pada hasil analisis
masyarakat pengguna/pemustaka.
Penentuan kebijakan seleksi yang tepat
berdampak pada kesesuaian koleksi yang
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 29
diinginkan oleh pemustaka. Hal ini juga
berimbas pada kepuasan pemustaka
terhadap layanan yang diberikan oleh
organisasi perpustakaan melalui koleksi
yang tersedia. Kepuasan pemustaka
menunjukkan eksistensi dari organisasi
perpustakaan itu sendiri.
Johnson (2009:72) menyebutkan
bahwa “libraries without collection
development policies are like businesses
without business plan.” (Perpustakaan tanpa
kebijakan pengembangan koleksi seperti
bisnis tanpa perencanaan bisnis).
Berdasarkan pernyataan dari Johnson
tersebut menunjukkan bahwa kebijakan
pengembangan koleksi sangat penting
untuk memberikan arah bagi organisasi
perpustakaan layaknya perencanaan bisnis
dalam kegiatan bisnis. Setelah ide untuk
memulai usaha muncul, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah membuat
perencanaan usaha (Suryana, 2014:192).
Begitu pula pada organisasi perpustakaan,
setelah ide untuk mendirikan perpustakaan
muncul, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah membuat kebijakan
pengembangan koleksi.
Peggy Lambing (dalam Suryana,
2014:192) menyatakan bahwa:
Perencanaan usaha adalah suatu cetak
biru tertulis (blue-print) yang berisikan
tentang misi usaha, usulan usaha,
perincian finansial, strategi usaha,
peluang pasar yang mungkin diperoleh,
dan kemampuan serta keterampilan
pengelolanya. Perencanaan usaha
sebagai persiapan awal memiliki dua
fungsi penting, yaitu: (a) sebagai
pedoman untuk mencapai keberhasilan
manajemen usaha, (b) sebagai alat untuk
mengajukan kebutuhan permodalan
yang bersumber dari luar.
Layaknya perencanaan usaha yang
dikemukakan oleh Peggy Lambing,
kebijakan pengembangan koleksi
merupakan suatu cetak biru tertulis (blue-
print) yang berisikan tentang misi
perpustakaan, usulan koleksi, operasional
pengembangan koleksi, perincian finansial,
strategi pengembangan koleksi, peluang
pasar (pemustaka atau masyarakat pemakai)
yang mungkin diperoleh, serta kemampuan
dan keterampilan pengelolanya
(pustakawan).
Kenyataan di lapangan banyak
organisasi perpustakaan yang mengabaikan
kebijakan pengembangan koleksi.
Seringkali dalam pelaksanaan
pengembangan koleksi, kebijakan
pengembangan koleksi diberlakukan secara
lisan tidak secara tertulis, hanya dilengkapi
dengan SOP (Standar Operasional
Prosedur), bahkan tidak sedikit pula
organisasi perpustakaan yang tidak
mempunyai kebijakan pengembangan
koleksi baik tertulis maupun lisan.
Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian
dan observasi mencerminkan bahwa
kebijakan pengembangan koleksi masih
belum dianggap penting oleh pengelola
perpustakaan, bahkan ada pula yang belum
memahami adanya kebijakan
pengembangan koleksi. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh: (1) Anita Tri Widiyawati
(2016) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengembangan Koleksi di Perpustakaan
IKIP Budi Utomo Malang”, (2) Noor
Fahimah (2016) dalam penelitiannya yang
berjudul “Pengembangan Koleksi Umum
dan Koleksi Referensi pada Perpustakaan
Perguruan Tinggi Dalam Rangka
Memenuhi Kebutuhan Informasi Pengguna
(Studi pada Perpustakaan Politeknik Negeri
Malang)”, Erene Dwi Permatasari (2017)
dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengembangan Koleksi Elektronik dan
Tercetak (Studi pada Perpustakaan
Universitas Islam Negeri Malang), (4) pra
riset yang dilakukan oleh Amirul Dwi
Septina (2017) dalam penelitiannya yang
berjudul “Pengembangan Koleksi Local
Content dalam Menunjang Layanan
Perpustakaan (Studi pada Perpustakaan
STIE Malangkuçècwara)”, serta hasil
observasi yang dilakukan oleh penulis
sendiri (2017), yakni pengembangan
koleksi yang ada di Perpustakaan SDN
Cakru II Kecamatan Kencong, Kabupaten
Jember, dan pengembangan koleksi pada
Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (STISOSPOL) Waskita
Dharma Malang.
Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Anita Tri Widiyawati (2016) yaitu
tidak ada kebijakan pengembangan koleksi
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 30
baik secara tertulis maupun lisan. Hasil
penelitian yang diungkapkan oleh Noor
Fahimah (2016) yaitu terdapat kebijakan
pengembangan koleksi secara lisan. Hasil
penelitian yang dinyatakan oleh Erene Dwi
Permatasari (2017) yaitu terdapat kebijakan
pengembangan koleksi secara lisan. Hasil
pra riset yang dilakukan oleh Amirul Dwi
Septina (2017) yaitu terdapat kebijakan
pengembangan koleksi secara lisan. Hasil
observasi (2017) yang dilakukan oleh
penulis di Perpustakaan SDN Cakru II
Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember,
dan di Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (STISOSPOL)
Waskita Dharma Malang yaitu tidak
terdapat kebijakan pengembangan koleksi
baik secara tertulis maupun lisan. Tidak
adanya kebijakan pengembangan koleksi
berdampak pada kegiatan pengembangan
koleksi yang tidak maksimal, sehingga
berdampak pula terhadap layanan yang
kurang maksimal pada pemustaka.
Kebijakan pengembangan koleksi secara
lisan juga masih berakibat pada kegiatan
pengembangan yang kurang maksimal. Hal
ini dikarenakan, kebijakan pengembangan
koleksi secara lisan menyebabkan
perbedaan-perbedaan persepsi
antarpengelola perpustakaan. Perbedaan
persepsi tersebut menyebabkan
kebingungan pada lini di bawahnya dalam
kegiatan pengembangan koleksi. Pada
dasarnya kebijakan pengembangan koleksi
seharusnya secara tertulis, sehingga
menjadi pedoman dan arah yang jelas
dalam kegiatan pengembangan koleksi. Hal
inilah yang melatarbelakangi penulis
tertarik untuk membahas tentang
“Pentingnya Kebijakan dalam
Pengembangan Koleksi Perpustakaan”.
Pembahasan
Koleksi merupakan hal yang utama
pada organisasi perpustakaan. Tanpa
koleksi, organisasi perpustakaan akan
kehilangan ruh untuk hidup. Jiwa dari
perpustakaan adalah koleksi. Semakin baik
koleksi yang dimiliki perpustakaan maka
semakin cerahlah masa depan dari
organisasi perpustakaan itu. Semakin buruk
koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan,
maka semakin terpuruklah organisasi
perpustakaan itu. Standarisasi mengenai
baik dan buruknya koleksi perpustakaan
ditentukan oleh kepuasan dari pemustaka.
Semakin terpenuhinya kebutuhan koleksi
yang diinginkan pemustaka maka dapat
dikatakan organisasi perpustakaan akan
menjadi eksis. Sebaliknya semakin tidak
terpenuhinya kebutuhan koleksi yang
diinginkan pemustaka, dapat dipastikan
pemustaka akan meninggalkan
perpustakaan. Sehingga untuk menghindari
citra buruk dari organisasi perpustakaan
yang disebabkan oleh koleksi yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan pemustaka,
maka organisasi perpustakaan harus
melakukan pengembangan koleksi
perpustakaan.
Qalyubi (2007:77) menyatakan
bahwa “pengembangan koleksi merupakan
proses memastikan bahwa kebutuhan
informasi dari para pemakai akan terpenuhi
secara tepat waktu dan tepat guna dengan
memanfaatkan sumber-sumber informasi
yang dihimpun oleh perpustakaan. Sumber-
sumber informasi tersebut harus
dikembangkan sebaik-baiknya sesuai
dengan kondisi perpustakaan dan
masyarakat yang dilayani”. Berdasarkan
pendapat yang diungkapkan oleh Qalyubi
tersebut menunjukkan bahwa organisasi
perpustakaan berkewajiban untuk
melakukan pengembangan koleksi. Dalam
melakukan pengembangan koleksi yang
harus diperhatikan oleh pengelola
perpustakaan adalah memastikan bahwa
kebutuhan informasi melalui koleksi
perpustakaan yang telah dikembangkan
dapat terpenuhi secara tepat waktu dan tepat
guna. Dalam proses pengembangan koleksi,
pengelola perpustakaan harus
memperhatikan kemampuan dari organisasi
perpustakaan dan kebutuhan pemustaka
sebagai masyarakat yang menerima sasaran
layanan dari organisasi perpustakaan.
Untuk melihat kemampuan organisasi
perpustakaan dengan tetap memperhatikan
pemenuhan terhadap kebutuhan pemustaka,
maka pengelola perpustakaan dapat
membuat analisis SWOT (Strength
‘kekuatan’, Weakness ‘kelemahan’,
Opportunities ‘peluang’, dan Threat
‘ancaman’. Menurut Rangkuti (2008:18),
“analisis SWOT adalah identifikasi
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 31
berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan”.
Sehingga analisis SWOT pada organisasi
perpustakaan berguna untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi
perpustakaan. Dengan melakukan analisis
kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman yang dimiliki organisasi
perpustakaan maka hal ini akan menunjang
pengetahuan pengelola perpustakaan untuk
mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
oleh organisasi perpustakaan.
Magrill dan Corbin (dalam
Qalyubi, 2007:77) menyatakan bahwa:
“pengembangan koleksi merupakan
serangkaian proses atau kegiatan yang
bertujuan mempertemukan pemakai dengan
rekaman informasi dalam lingkungan
perpustakaan atau unit informasi. Kegiatan
pengembangan koleksi mencakup, antara
lain: penyusunan kebijakan pengembangan
koleksi, pemilihan, pengadaan, penyiangan,
serta evaluasi pendayagunaan koleksi”.
Berdasarkan pendapat tersebut, penyusunan
kebijakan pengembangan koleksi pada
tahapan/proses dalam pengembangan
koleks teletak di awal atau pada
tahapan/proses yang pertama. Hal ini
menunjukkan bahwa penyusunan kebijakan
pengembangan koleksi sebagai pedoman
dalam pelaksanaan pengembangan koleksi
secara keseluruhan melalui tahapan-tahapan
yang harus dilakukan dalam pengembangan
koleksi. Berikut uraian mengenai
pentingnya kebijakan pengembangan
koleksi pada organisasi perpustakaan.
A. Kebijakan Pengembangan Koleksi
Kebijakan pengembangan koleksi
(collection development policies) juga
disebut sebagai kebijakan seleksi (selection
policies), pernyataan koleksi (collection
statements), atau perencanaan
pengembangan koleksi (collection
development plans) (Johnson, 2009:72).
Berdasarkan pendapat yang dikemukan oleh
Johnson tersebut menunjukkan bahwa
kebijakan pengembangan koleksi
merupakan pedoman yang menentukan arah
dari pengembangan dan pemeliharaan
koleksi. Sehingga setiap organisasi
perpustakaan sangat penting untuk
menyusun kebijakan pengembangan koleksi
agar organisasi perpustakaan mempunyai
arah yang jelas dalam mengembangkan
koleksinya. Tanpa kebijakan
pengembangan koleksi dapat dipastikan
organisasi perpustakaan tidak akan bisa
mengembangkan koleksi yang dapat
memenuhi kebutuhan pemustaka.
Menurut Yulia, dkk (dalam Saleh
dan Komalasari, 2010:3.3) fungsi dari
kebijakan pengembangan koleksi adalah.
1) Pedoman bagi para selektor
Dengan adanya kebijakan, para selektor
bekerja lebih terarah karena sasarn jelas,
dan dana yang terbatas dimanfaatkan
dengan lebih bijaksana.
2) Sarana komunikasi
Kebijakan akan memberitahukan pada
para pemakai, administrator, dewan
pembina, dan pihak lain apa cakupan,
serta ciri-ciri koleksi yang telah ada dan
rencana untuk pengembangan
selanjutnya.
3) Sarana perencanaan
Kebijakan memberi informasi yang akan
membantu dalam proses alokasi dana.
Hal ini selaras dengan yang diungkapkan
oleh Sánchez dan Guerrero (dalam Vignau
dan Meneses, 2005: 35-43), “formulation
and/or revision of the policies. It is the first
aspect of extreme importance to collection
development since it is the intellectual
activity that involves planning.”
(Perumusan dan/atau revisi kebijakan. Ini
adalah aspek pertama yang sangat penting
bagi pengembangan koleksi karena ini
adalah aktivitas intelektual yang melibatkan
perencanaan.
B. Pengajuan Kebijakan Pengembangan
Koleksi
Terdapat dua fungsi layanan dalam
pengajuan kebijakan pengembangan
koleksi, yaitu: untuk menginformasikan dan
untuk memproteksi (Johnson, 2009:73).
Sebagai sasaran dari dua fungsi layanan
tersebut adalah peserta yang terlibat dalam
pembuatan kebijakan pengembangan
koleksi. Peserta yang dimaksud di sini
adalah semua personel yang ada pada
organisasi perpustakaan, pemustaka, dan
stakeholder (pemangku kepentingan) yang
lain. Hal ini bergantung pada jenis
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 32
perpustakaannya. Misalnya di perpustakaan
sekolah dapat melibatkan siswa, guru,
orang tua murid, bahkan komite sekolah.
Kebijakan pengembangan koleksi pada
perpustakaan sekolah dan perpustakaan
umum berkaitan dengan kebijakan dewan
pemerintahan resmi. Sehingga dalam
penyusunan kebijakan pengembangan
koleksi juga harus memperhatikan
kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan organisasi perpustakaan. Berikut
penjelasan mengenai fungsi layanan
pengajuan kebijakan pengembangan
koleksi.
1) Untuk menginformasikan (to inform)
Kebijakan pengembangan koleksi
merupakan hal yang pertama dalam
menunjukkan misi perpustakaan dan
menggambarkan kekuatan serta kelemahan
koleksi mutakhir/kini yang dimiliki oleh
perpustakaan. Selain itu, kebijakan
pengembangan koleksi juga dapat
menginformasikan alur tujuan dari
perpustakaan di masa yang akan datang
(Johnson, 2009:74). Dengan
mengidentifikasi misi perpustakaan,
kekuatan dan kelemahan koleksi terbaru
yang dimiliki oleh perpustakaan, serta alur
perencanaan perpustakaan di masa depan,
baik untuk dapat membantu
menginformasikan anggaran baik
mempersiapkan dan mengalokasikan dana
internal dari organisasi perpustakaan
maupun dana eksternal dari organisasi
perpustakaan.
2) Untuk memproteksi (to protection)
Kebijakan pengembangan koleksi
dapat memproteksi tekanan dari lingkungan
eksternal (Johnson, 2009:75). Pernyataan
yang diputuskan dalam kebijakan
pengembangan koleksi dapat melindungi
kebebasan intelektual dan manjaga sensor,
khususnya berkaitan dengan akses
perpustakaan di internet. Perpustakaan
dapat menyiapkan pernyataan terbaik dalam
menangani komplain yang berkaitan dengan
koleksi perpustakaan melalui prosedur yang
telah diputuskan dalam kebijakan
pengembangan koleksi. Pernyataan tentang
senshorsip tidak semuanya negatif, akan
tetapi dengan adanya kebijakan
pengembangan koleksi secara tertulis
menunjukkan komitmen dari organisasi
perpustakaan untuk menjunjung tinggi
kebebasan intelektual.
C. Membuat Kebijakan Pengembangan
Koleksi
Kebijakan pengembangan koleksi
dapat dibuat atau ditulis oleh individu atau
komite, harus memperhatikan tujuan utama
dan khalayak (masyarakat
pemakai/pemustaka) saat menulis/membuat
kebijakan pengembangan koleksi dan serta
menyesuaikan dengan dokumen yang tepat.
Kebijakan pengembangan koleksi dapat
dibagi melalui konsorsium dan digunakan
untuk kerjasama dalam membuat
perencanaan pengembangan koleksi harus
sesuai dengan gaya orang lain (anggota
kerjasama) di dalam konsorsium (Johnson,
2009:77). Konsorsium tersebut melibatkan
semua personel perpustakaan, pemustaka,
dan stakeholder yang lain. Misalnya jika
pada perpustakaan sekolah melibatkan
guru, orang tua murid, komite sekolah,
ataupun pihak lain yang menjadi sponsor
dari perpustakaan sekolah tersebut.
Pelibatan peserta dalam konsorsium
disesuaikan dengan jenis organisasi
perpustakaan.
Frank W. Hoffman and Richard J.
Wood dalam (dalam Johnson, 2009:77)
mengidentifikasi komponen-komponen
penting yang harus ada dalam pembuatan
kebijakan pengembangan koleksi, antara
lain:
1) purpose statement (maksud pernyataan)
2) background statement (latar belakang
pelaksanaan pengembangan koleksi)
3) responsibility for collection development
(tanggung jawab/penanggung jawab
dalam pengembangan koleksi)
4) mission, goals, and objectives (misi,
tujuan, dan sasaran pengembangan
koleksi)
5) target audiences (target masyarakat
pemakai/pemustaka)
6) budgeting and funding (penganggaran
dan pendanaan)
7) evaluation criteria (kriteria evaluasi)
8) format (susunan)
9) goverment publication (terbitan
pemerintah)
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 33
10) treatment of specific resource groups
(perlakuan terhadap kelompok sumber
informasi tertentu)
11) special collections (koleksi khusus)
12) resources sharing (sumber berbagi)
13) services (pelayanan)
14) selection aids (alat bantu seleksi)
15) copyright (hak cipta)
16) intellectual freedom (kebebasan
intelektual)
17) acquisitions (akuisisi)
18) gifts and exchange (hadiah dan tukar-
menukar koleksi)
19) collection maintenance (pemeliharaan
koleksi)
20) weeding (penyiangan)
21) collection evaluation (evaluasi koleksi)
21) policy revision (revisi kebijakan)
22) definition of terms and glossary
(definisi istilah dan glosarium)
23) bibliography (bibliografi)
24) appendixes (lampiran)
D. Model Kebijakan Pengembangan
Koleksi Tambahan (Supplemental)
Menurut (Johnson, 2009:79-82)
terdapat empat model kebijakan
pengembangan koleksi supplemental, yaitu:
narrative model (model narasi), classed
model (model berkelas), combined
narrative and classed model (kombinasi
model narasi dan model berkelas), dan
supplemental policies (kebijakan
tambahan). Berikut penjelasan mengenai
empat model tersebut.
1) narrative model (model narasi)
Model narasi untuk pernyataan
kebijakan pengembangan koleksi
bersifat berbasis teks. Hal Ini mencakup
serangkaian uraian naratif, antara lain:
subjek, disiplin, dan sub koleksi.
Misalnya: Ilmu Sosial, Sastra, dan ilmu;
fiksi dewasa, fiksi anak-anak, dan
referensi), atau membagi pertanian
menjadi ilmu hewan, agronomi, ilmu
tanah. Tujuan dari model narasi ini
adalah untuk memberikan pandangan
terfokus tentang subjek atau subdivisi
dan manajemen koleksi seperti yang
dipraktikkan di perpustakaan dalam
mempersiapkan penyusunan/pembuatan
kebijakan pengembangan koleksi.
Keuntungan dari model narasi adalah
penggunaan istilah untuk
menggambarkan program dan koleksi
lokal yang dimiliki oleh organisasi
perpustakaan. Pernyataan kebijakan ini
umumnya mengikuti garis besar dan isi
ikhtisar. Masing-masing membahas
komunitas pengguna tertentu,
keterbatasan atau penekanan spesifik,
jenis materi yang dikumpulkan atau
dikecualikan, unit perpustakaan atau
pemilih yang bertanggung jawab untuk
pengumpulan ini, hubungan
interdisipliner, sumber daya tambahan,
dan faktor lokal lainnya.
2) classed model (model
berkelas/penggolongan)
Model berkelas/penggolongan
menggambarkan pengumpulan dan
tingkat pengumpulan terbaru dalam
bahasa dan kode numerik yang
disingkat, biasanya sesuai dengan the
Library of Congress atau Dewey
Decimal Classification (DDC). Hal ini
juga menggambarkan tingkat pelestarian
dan tingkat pengumpulan di masa depan.
The Research Libraries Group (RLG)
adalah pemimpin dalam pengembangan
outline format analisis
berkelas/penggolongan. Dalam sistem
ini, kategori subjek ditentukan oleh
rentang klasifikasi dan deskriptor
subjek. Setiap kategori diberi
serangkaian angka untuk kekuatan
koleksi yang ada, intensitas
pengumpulan saat ini, dan intensitas
pengumpulan yang diinginkan.
Angka, indikator kedalaman
koleksi saat ini, berkisar dari 0 (di luar
ruang lingkup - tidak ada yang
dikumpulkan dalam subjek ini) sampai 5
(pengumpulan menyeluruh, bersifat:
menyeluruh, inklusif, dan intensif.
Catatan cakupan dapat digunakan untuk
mendeskripsikan fitur spesial dari
bagian koleksi. Pelaporan tingkatan 4
atau 5 bukan berarti perpustakaan sudah
lebih baik. Bagian terpenting dalam
menggunakan indikator kedalaman
koleksi adalah memahami bagaimana
pemilih (selector) perpustakaan
mengumpulkan dan menyesuaikan
praktik dengan misi, tujuan, sasaran, dan
pendanaan perpustakaan.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 34
3) combined narrative and classed model
(kombinasi model narasi dan model
berkelas)
Kombinasi dari model narasi dan
berkelas/digolongkan meminjam fitur
yang paling berguna dari masing-masing
untuk menggambarkan rencana
pengumpulan secara ringkas. Biasanya
cukup singkat, tidak lebih dari dua
sampai empat halaman, dan dapat
berfungsi sebagai alat yang berguna saat
ditinjau dan diperbarui karena
lingkungan dan sumber daya yang
tersedia berubah.
4) supplemental policies (kebijakan
tambahan)
Kebijakan tambahan digunakan
dalam rangka menangani prosedur untuk
hubungan donor dan pertimbangan lain
yang terkait dengan penerimaan dan
penurunan hadiah serta peluang
pembelian yang besar. Kebijakan
pelestarian membahas kebijakan dan
prosedur untuk menjaga kondisi fisik
koleksi. Kriteria ini untuk membuat
keputusan tentang pengikatan,
konservasi, pemformatan ulang, dan
pilihan perawatan lainnya, serta prioritas
alokasi sumber pelestarian. Pernyataan
terpisah tentang kebijakan penyiangan
dan deseleksi sangat bermanfaat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kebijakan
tambahan berguna untuk meninjau
materi yang ditransfer antarkoleksi,
transfer ke penyimpanan jarak jauh, dan
penarikan. Hal ini termasuk pedoman
untuk membatalkan langganan berkala
dan mengurangi bahan yang tidak
dibutuhkan.
Ketika sumber elektronik
menjadi bagian dari koleksi
perpustakaan, banyak perpustakaan
mengembangkan kebijakan tambahan
untuk mengatasi kerumitan pemilihan
dan pengelolaannya. Selama beberapa
tahun terakhir, banyak perpustakaan
telah beralih dari kebijakan secara
terpisah untuk sumber informasi
elektronik, dengan asumsi bahwa
pedoman, praktik, dan kriteria yang
sama berlaku untuk semua sumber
informasi tanpa memperhatikan format
atau mekanisme pengiriman.
Persyaratan unik dalam sumber
informasi elektronik umumnya berlaku
untuk bagaimana perpustakaan
menangani kontrak dan lisensi, termasuk
siapa yang bertanggung jawab atas
tinjauan dan negosiasi e-resources dan
peran penyeleksi individual dalam
prosesnya, isu-isu ini lebih
memungkinkan jika ditangani dengan
menggunakan dokumen prosedur
internal serta dapat merekam proses
seleksi dan akuisisi (misalnya: siapa
yang memiliki wewenang untuk
meninjau, menyetujui, dan
menandatangani kontrak dan perjanjian
lisensi). Contoh, Perpustakaan
mewajibkan semua sumber informasi
elektronik (e-resources) menyediakan
tingkat dan format statistik penggunaan
tertentu, adanya ijin penggunaan oleh
pemustaka yang bukan anggota
perpustakaan, adanya kepastian akses
arsip sumber informasi, adanya
kewajiban dari organisasi perpustakaan
yang tidak menerima ganti rugi.
Kebijakan baru yang berfokus pada e-
resources baru-baru ini muncul di
perpustakaan akademis - sebuah
kebijakan tentang migrasi ke elektronik -
versi jurnal saja. Perpustakaan
mengembangkan kebijakan ini untuk
menjelaskan kriteria yang harus
dipenuhi agar bisa memperoleh hanya
bentuk elektronik jurnal dan tidak
memperoleh versi cetak paralel. Kriteria
utama cenderung menyediakan konten
ilmiah lengkap dari padanan cetak,
ketersediaan simultan atau lebih awal
dari pada publikasi cetak, gambar dan
kualitas grafis setara dengan versi cetak,
keandalan penerbit, dan akses terus-
menerus ke semua konten yang telah
dibayar oleh perpustakaan.
Kesimpulan
Tahapan/proses awal dalam
kegiatan pengembangan koleksi yang harus
dilalui adalah kebijakan pengembangan
koleksi. Kebijakan pengembangan koleksi
merupakan petunjuk arah bagi organisasi
perpustakaan untuk melakukan kegiatan
pengembangan koleksi. Tanpa kebijakan
pengembangan koleksi, organisasi
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 35
perpustakaan akan kehilangan arah yang
jelas dalam upaya memenuhi kepuasan
pemustaka. Pemenuhan kepuasan
pemustaka ini berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan pemustaka akan koleksi/sumber
informasi yang ingin didapatkan. Dalam
membuat kebijakan, pengelola
perpustakaan harus memperhatikan
kemampuan dari organisasi perpustakaan
itu sendiri dan kemampuan dari pemustaka
dengan tidak mengabaikan tujuan utama.
Untuk mengetahui kemampuan ini, maka
pengelola perpustakaan dapat menggunakan
analisis SWOT. Dengan mengetahui hasil
dari analisis SWOT, diharapkan pengelola
perpustakaan tidak salah dalam menentukan
langkah.
Terdapat empat model yang dapat
digunakan dalam membuat kebijakan
pengembangan koleksi, yakni: narrative
model (model narasi), classed model
(model berkelas/golongan), combined
narrative and classed models (kombinasi
model narasi dan berkelas/golongan), dan
supplemental policies (kebijakan
tambahan). Isu-isu mengenai
pengembangan koleksi semakin kompleks,
khususnya yang berkaitan dengan e-
resources, sehingga pada
perkembangannya yang lebih banyak
digunakan adalah model supplemental
policies. Hal ini dikarenakan dalam model
supplemental policies, kebijakan
pengembangan koleksi tidak perlu dibuat
secara terpisah sehingga lebih
memudahkan dan lebih menyeluruh.
Daftar Pustaka
Amirul Dwi Septina. 2017. Pengembangan
Koleksi Local Content dalam
Menunjang Layanan Perpustakaan
(Studi pada Perpustakaan STIE
Malangkuçècwara). Proposal
Penelitian. Program Studi Ilmu
Perpustakaan, Jurusan Administrasi
Publik, Fia-UB.
Anita Tri Widiyawati. 2016.
Pengembangan Koleksi di
Perpustakaan IKIP Budi Utomo
Malang. Laporan Penelitian. Program
Studi Ilmu Perpustakaan, Jurusan
Administrasi Publik, Fia-UB.
Erene Dwi Permatasari. 2017.
Pengembangan Koleksi Elektronik
dan Tercetak (Studi pada
Perpustakaan Universitas Islam
Negeri Malang. Skripsi. Program
Studi Ilmu Perpustakaan, Jurusan
Administrasi Publik, Fia-UB.
Johnson, Peggy. 2009. Fundamentals of
Collection Development and
Management. Chicago: American
Library Association.
Noor Fahimah. 2016. Pengembangan
Koleksi Umum dan Koleksi Referensi
dan Koleksi Referensi pada
Perpustakaan Perguruan Tinggi
Dalam Rangka Memenuhi Kebutuhan
Informasi Pengguna (Studi pada
Perpustakaan Politeknik Negeri
Malang). Skripsi. Program Studi
Ilmu Perpustakaan, Jurusan
Administrasi Publik, Fia-UB.
Qalyubi, Shihabuddin, dkk. 2007. Dasar-
Dasar Ilmu Perpustakaan dan
Informasi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu
Perpustakaan dan Informasi (IPI),
Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga.
Rangkuti, Freddy. 2008. Analisis SWOT:
Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Saleh dan Komalasari. 2010. Manajemen
Perpustakaan. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Suryana. 2014. Kewirausahaa: Kiat dan
Proses Menuju Sukses. Jakarta:
Salemba Empat.
Vignau, Barbara Susana Sanchez dan
Meneses, Barbara Susana Sanchez.
2005. "Collection development
policies in university libraries: a
space for reflection", Collection
Building, Vol. 24 Issue: 1, pp.35-
43, doi:
10.1108/01604950510576119
diakses melalui
http://www.emeraldinsight.com/doi/f
ull/10.1108/01604950510576119
pada tanggal 19 April 2017.
Yulia, Yuyu dan Jayanti G Sujana. 2009.
Pengembangan Koleksi. Jakarta:
Universitas Terbuka.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 36
PENINGKATAN PROFESIONALISME KINERJA GURU
MELALUI SUPERVISI KEPALA SEKOLAH
Novita Nurul Islami
Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi, FKIP, Universitas Jember
Abstrak
Dalam upaya memajukan pembangunan suatu negara, salah satu aspek yang menjadi
faktor utama yang dapat menentukan kualitas sumber daya manusia yaitu dari aspek
pendidikan. Dalam peningkatan kualitas pendidikan harus merujuk pada
pembenahan pada setiap komponen yang ada dalam pendidikan. Salah satu
komponen yang memiliki peran penting dalam menentukan kualitas pendidikan
adalah guru, karena guru merupakan aktor utama yang memiliki tugas dalam
menterjemahkan kurikulum ke dalam satuan aksi di dalam kelas. Dengan
profesionalisme kinerja dari guru yang tinggi diharapkan dapat mengembangkan
pembelajaran yang bermutu dan menghasilkan output yang bermutu pula. Tingkat
kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah dapat memberikan
peran penting dalam upaya peningkatan profesionalisme guru. Salah satu kewajiban
dari kepala sekolah yaitu mendayagunakan seluruh elemen yang ada di sekolah
secara efektif dan efisien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah
tersebut tercapai dengan optimal. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme
kinerja guru dapat ditingkatkan di antaranya melalui supervisi dari kepala sekolah.
Kata kunci: profesionalisme, kinerja guru, supervisi, kepala sekolah
Pendahuluan
Dalam upaya memajukan
pembangunan suatu negara, salah satu
aspek yang menjadi faktor utama yang
dapat menentukan kualitas sumber daya
manusia yaitu dari aspek pendidikan. Oleh
karena itu, upaya peningkatan kualitas
pendidikan harus terus dilakukan. Dalam
peningkatan kualitas pendidikan harus
merujuk pada pembenahan pada setiap
komponen yang ada dalam pendidikan,
karena pendidikan adalah suatu sistem yang
saling berinteraksi secara sinergis yang
menjadi kesatuan dari berbagai komponen
yang masing-masing memiliki tugas dan
fungsi khusus untuk mencapai tujuan
bersama secara optimal.
Salah satu komponen yang
memiliki peran penting dalam menentukan
kualitas pendidikan adalah guru, karena
guru merupakan aktor utama yang memiliki
tugas dalam menterjemahkan kurikulum ke
dalam satuan aksi di dalam kelas. Sehingga,
tingkat capaian dari tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan sangat dipengaruhi oleh
profesionalisme guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pembimbing dan
fasilitator. Dengan profesionalisme yang
tinggi guru dapat menciptakan iklim
kegiatan belajar mengajar yang mampu
meningkatkan motivasi dan prestasi peserta
didik.
Dengan profesionalisme kinerja
dari guru yang tinggi diharapkan dapat
mengembangkan pembelajaran yang
bermutu dan menghasilkan output yang
bermutu pula. Sehingga, guru memegang
peranan penting dalam mengembangkan
dan meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Idris (2007:12)
yang menyatakan bahwa peningkatan
kualitas kegiatan belajar mengajar
dipengaruhi oleh tingkat kualitas
profesionalitas seorang guru, semakin baik
kualitas profesionalitas guru dapat
menciptakan kualitas belajar mengajar yang
baik pula.. Hal ini disebabkan oleh dengan
baiknya tingkat kualitas profesionalitas
kinerja guru maka seorang guru dapat
memiliki kemampuan dalam bidang
pengajaran dan pengoptimalan serta
pendayagunaan komponen pendidikan di
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 37
antaranya media pengajaran kurikulum
sehingga dapat menciptakan proses belajar
mengajar menjadi lebih baik.
Tingkat kecakapan dan
kebijaksanaan kepemimpinan kepala
sekolah dapat memberikan peran penting
dalam upaya peningkatan profesionalisme
guru. Kepala sekolah memiliki kelebihan
dalam hak dan kewajiban dibandingkan
dengan rekan-rekan guru sejawatnya,
karena kepala sekolah memiliki wewenang
lebih untuk mendayagunakan seluruh
elemen dalam sekolah. Menurut
Suryosubroto (2010:86) salah satu
kewajiban dari kepala sekolah yaitu
mendayagunakan seluruh elemen yang ada
di sekolah secara efektif dan efisien agar
tujuan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah tersebut tercapai dengan optimal.
Oleh karena itu, peningkatan
profesionalisme kinerja guru dapat
ditingkatkan di antaranya melalui supervisi
dari kepala sekolah.
Pembahasan
Pendidik dan tenaga kependidikan
berkewajiban mempunyai komitmen secara
profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan, hal ini di terangkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Bab XI Pasal 40
ayat 2b (UU RI, 20/2003, 2003: 27). Dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan,
konsekuensinya dari UU tersebut maka
guru harus melaksanakan kewajiban
profesionalnya karena guru yang menjadi
aktor utama dalam pelaksanaan
pembelajaran. Dalam melaksanakan
kewajibannya tersebut dan untuk dapat
mengembangkan kemampuan
profesionalnya, guru memerlukan
pembimbing terutama dalam mengelola
proses pembelajaran, oleh sebab itu kepala
sekolah dapat menggunakan perannya
sebagai seorang supervisor.
Dalam upaya pembinaan dan
pengembangan kemampuan profesionalitas
guru, supervisi memiliki kedudukan sentral.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Suryosubroto (2010:175) yang menyatakan
bahwa agar seluruh staf yang berada di
sekolah dapat meningkatkan
kemampuannya dan untuk mengembangkan
situasi belajar mengajar yang lebih baik
harus diadakan kegiatan supervisi.
Sedangkan menurut Mukhtar dan Iskandar
(2009:40) menyatakan bahwa secara umum
istilah supervisi dapat diartikan mengamati,
mengawasi, atau membimbing dan
menstimulir kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh orang lain dengan maksud
untuk mengadakan perbaikan.
Berdasarkan pendapat di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa supervisi dalam
pendidikan merupakan pembinaan yang
berupa bimbingan atau tuntunan ke arah
perbaikan situasi pendidikan pada
umumnya dan peningkatan mutu kegiatan
belajar dan mengajar pada khususnya.
Dengan adanya supervisi, maka kondisi
pendidikan yang lebih baik dapat dicapai.
Kepala sekolah menjadi salah satu
komponen pendidikan yang memberikan
peran penting dalam meningkatkan kualitas
pendidikan. Oleh karena itu, peran kepala
sekolah dalam hal ini sangat penting karena
dapat memberikan sumbangan terhadap
berhasil tidaknya kegiatan pendidikan di
sekolah sehingga tujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia seutuhnya dapat tercapai.
Dalam pasal 12 ayat 1 Peraturan
Pemerintah 28 tahun 1990 dikemukakan
bahwa kepala sekolah bertanggung jawab
atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan,
administrasi sekolah, pembinaan tenaga
kependidikan lainnya, dan pendayagunaan
serta pemeliharaan sarana dan prasarana.
Oleh karena itu, kepala sekolah berfungsi
dan bertugas sebagai Edukator, Manager,
Administrator, Supervisor, Leadership, dan
Motivator (EMASLIM). Hal ini sesuai
dengan pendapat Murniati (2008:146)
bahwa peran kepala sekolah adalah sebagai:
1) pendidik (educator), 2) supervisor, 3)
pemimpin (leader), 4) manajer, 5)
administrator, 6) inovator, dan 7) motivator.
Pengetahuan di bidang manajemen
dan kepemimpinan yang baik menjadi basis
pokok yang harus dimiliki oleh kepala
sekolah sebagai dasar dalam implementasi
tugas pokok dan fungsi kepala sekolah.
Menurut Murniati (2008:123) kepala
sekolah sebagai pemimpin dituntut
memiliki berbagai hal, seperti ciri-ciri
kepemimpinan, yaitu: 1) iman dan taqwa
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 38
kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) imajinasi
yang kuat, 3) emosi yang stabil, 4) mampu
hidup dalam mengahadapi kegagalan, 5)
berpikir terbuka, 6) rendah hati (bukan
berarti rendah diri), 7) mempunyai
pemikiran yang sabar dan tekun, 8) disiplin,
9) memperhitungkan efektivitas dan
efisiensi, dan 10) memiliki rasa humor dan
berjiwa seni. Kompleknya penguasaan
keterampilan yang harus dimiliki seorang
pemimpin menunjukkan bahwa pekerjaan
memimpin bukanlah pekerjaan yang
mudah.
Menurut Sahertian (2008:34) ada
berbagai model supervisi yang berkembang,
yaitu model supervisi konvensional, model
ilmiah, model klinis, dan model artistik.
Pendekatan dan perilaku serta teknik yang
diterapkan dalam memberi supervisi kepada
guru-guru berdasarkan keadaan dan
kemampuan guru. Menurut Sahertian
(2008:46) ada beberapa pendekatan
supervisi, yaitu: 1) pendekatan langsung, 2)
pendekatan tidak langsung, dan 3)
pendekatan kolaboratif.
Sedangkan teknik supervisi yang
dapat digunakan supervisor pendidikan
menurut pendapat Tim Dosen Administrasi
UPI (2010:317) antara lain:
a. Untuk dapat memperoleh gambaran
tentang kegiatan belajar mengajar di
kelas, dapat dilakukan kunjungan kelas
secara berencana;
b. Melakukan pertemuan pribadi antara
supervisor dengan guru untuk
membicarakan masalah-masalah khusus
yang dihadapi guru;
c. Diadakan rapat antara supervisor dengan
para guru di sekolah, dalam rapat
dibahas masalah-masalah umum yang
menyangkut perbaikan dan peningkatan
mutu pendidikan;
d. Untuk saling menukarkan pengalaman
sesama guru atau kepala sekolah tentang
usaha-usaha perbaikan dalam proses
belajar mengajar, dapat dilakukan
kunjungan antar kelas atau antar
sekolah;
e. Melakukan pertemuan-pertemuan di
kelompok kerja penilik, kerja kepala
sekolah, serta pertemuan kelompok kerja
guru, pusat kegiatan guru dan
sebagainya. Pertemuan-pertemuan
tersebut dapat dilakukan oleh masing-
masing kelompok kerja, atau gabungan
yang terutama dimaksudkan untuk
menemukan masalah, mencari alternatif
penyelesaian, serta menerapkan
alternatif masalah yang tepat.
Dari penjelasan di atas, dapat
diketahui bahwa supervisi merupakan
kegiatan membina dan membantu
pertumbuhan agar setiap orang mengalami
peningkatan pribadi dan profesinya.
Menurut Suryosubroto (2010:180) bahwa
teknik supervisi pada umumnya dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu teknik
supervisi bersifat individu dan teknik
supervisi yang bersifat kelompok.
Dalam melaksanakan tugasnya
seorang kepala sekolah harus melaksanakan
tugas pokok dalam supervisi, baik supervisi
akademik ataupun supervisi manajerial.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap tugas
pokok tersebut yang meliputi pembinaan,
pemantauan dan penilaian terhadap sekolah
dalam rangka upaya peningkatan kinerja
sekolah sebagai upaya peningkatan mutu
pendidikan harus dikuasai dengan baik oleh
kepala sekolah.
Dalam tugas supervisi akademik,
kepala sekolah sebagai supervisor
diharapkan dapat melakukan supervisi
terhadap proses kegiatan pembelajaran guru
di kelas. Menurut Sahertian (2008:24)
bahwa seorang supervisor dapat berperan
sebagai koordinator, konsultan, pemimpin
kelompok dan evaluator. Sebagai
coordinator, pengawas dapat
mengkoordinasi program belajar mengajar,
tugas-tugas anggota staf berbagai kegiatan
yang berbeda-beda di antara guru-guru.
Sebagai konsultan, pengawas dapat
memberi bantuan, bersama
mengkonsultasikan masalah yang dialami
guru baik secara individual maupun secara
kelompok. Sebagai pemimpin kelompok,
pengawas dapat memimpin sejumlah staf
guru dalam mengembangkan potensi
kelompok, pada saat mengembangkan
kurikulum, materi pelajaran dan kebutuhan
professional guru-guru secara bersama.
Sebagai evaluator, pengawas dapat
membantu guru-guru dalam menilai dan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 39
hasil proses belajar, dapat menilai
kurikulum yang sedang dikembangkan.
Menurut Rivai & Murni (2009: 826),
bahwa dalam supervisi pengajaran,
supervisor bisa mendorong guru
menerapkan kemampuannya dalam
melaksanakan tugas-tugas mengajarnya,
mendorong guru mengembangkan
kemampuan sendiri, serta mendorong guru
agar ia memiliki perhatian yang sungguh-
sungguh (commitment) terhadap tugas dan
tanggung jawabnya, sehingga melalui
supervisi pengajaran, supervisor bisa
menumbuhkan motivasi kerja guru.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa
guru membutuhkan bantuan dari kepala
sekolah dan pengawas yang secara
struktural dianggap memiliki kelebihan dari
guru. Supervisor yang
berkualitas adalah supervisor yang
dapat memberikan bantuan kepada guru
kearah usaha pemecahan masalah dan
perbaikan kualitas proses pembelajaran
secara sistematis, kontinyu, dan
komprehensif sehingga dapat membantu
guru dalam mengembangkan
kemampuannya mengelola proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Kompetensi adalah kemampuan yang
menggambarkan kelayakan setiap individu
dalam menjalankan tugas. Dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
ditetapkan kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai
oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan. Sedangkan menurut
Mulyasa (2009:26) bahwa kompetensi
adalah perangkat perilaku efektif yang
terkait dengan eksplorasi dan investigasi,
menganalisis dan memikirkan, serta
memberikan perhatian, dan mempersepsi
yang mengarahkan seseorang menemukan
cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu
secara efektif dan efisien.
Ciri seseorang yang memiliki
kompetensi apabila dapat melakukan
sesuatu, karena kompetensi merupakan
daya untuk melakukan suatu tindakan
sebagai hasil dari pembawaan dan latihan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru menetapkan bahwa
kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga
guru antara lain kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional dan kompetensi sosial.
Kompetensi profesional merupakan
salah satu kemampuan dasar yang harus
dimiliki
seseorang guru. Persiapan dan
pengembangan pembentukan guru yang
kompeten harus mampu mengembangkan
kemampuan yang ada pada diri guru,
sehingga mampu melaksanakan tugasnya
sesuai dengan kompetensi yang diinginkan
dalam nilai normatif pendidikan.
Kemampuan profesional tersebut
menurut Satori (Suhardan, 2010:53) adalah:
1. Kemampuan menjabarkan kurikulum
kedalam program catur wulan; 2.
Kemampuan menyusun perencanaa
mengajar atau satuan pelajaran; 3.
Kemampuan melaksanakan kegiatan
kegiatan belajar-mengajar dengan baik; 4.
Kemampuan menilai proses dan hasil
belajar; 5. Kemampuan untuk memberikan
umpan balik secara teratur dan terus
menerus; 6. Kemampuan membuat dan
menggunakan alat bantu mengajar secara
sederhana; 7. Kemampuan memenfaatkan
dan menggunakan lingkungan sebagai
sumber dan media pengajaran; 8.
Kemampuan membimbing dan melayani
murid yang mengalami kesulitan dalam
belajar; 9. Kemampuan mengatur waktu
dan menggunakan secara efesien untuk
menyelesaikan program-program belajar
siswa; 10. Kemampuan memberikan
pelajaran dengan memperhatikan perbedaan
individual diantara siswa; 11. Kemampuan
mengelolah kegiatan belajar mengajar
kokurikuler dan ektrkurikuler serta
kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan
dengan pembelajaran siswa.
Berdasarkan uraian paparan di atas,
maka disimpulkan bahwa seorang guru
profesional dituntut dengan sejumlah
persyaratan minimal antara lain; memiliki
kualifikasi pendidikan profesi yang
memadai, memiliki kompetensi
kemampuan berkomunikasi dengan
siswanya, mempunyai jiwa kreatif dan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 40
produktif, mempunyai etos kerja dan
komitmen tinggi terhadap profesinya dan
selalu melakukan pengembangan diri secara
terus-menerus melalui organisasi profesi,
buku, seminar, dan semacamnya.
Program supervisi untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru
adalah menjabarkan kurikulum ke dalam
program semester, menyusun perencanaan
mengajar, melaksanakan kegiatan belajar
dengan baik, menilai proses dan hasil
belajar, membuat dan mengunakan alat
bantu mengajar secara sederhana dan
mengelola kegiatan belajar ko dan ekstra
kurikuler serta kegiatan-kegiatan lainnya
yang berkaitan dengan pembelajaran siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat Soetjipto
dan Raflis (2009:239-240) bahwa tugas
supervisor membantu guru dalam hal:
1. Pengembangan kurikulum. Kurikulum
perlu diperbaiki dan dikembangkan
secara terus menerus. Dalam hal
kurikulum dirancang secara terpusat dan
supervisor membantu guru dalam
melaksanakan penyesuaian dan
perancangan pengalaman belajar dengan
keadaan lingkungan dan siswa.
2. Pengorganisasian pengajaran. Supervisor
bertugas membantu pelaksanaan
pengajaran sehingga siswa, guru, tempat
dan bahan pengajaran sesuai dengan
waktu yang disediakan serta tujuan
instruksional yang ditetapkan.
3. Pemenuhan fasilitas sesuai dengan
rancangan proses belajar mengajar.
4. Perancangan dan perolehan bahan
pengajaran sesuai dengan perancangan
kurikulum. Guru harus selalu melakukan
titik ulang, evaluasi, dan perubahan
tentang bahan pengajaran agar lebih
besar sumbangannya terhadap
tercapainya tujuan pengajaran.
5. Perencanaan dan implementasi dalam
meningkatkan pengalaman belajar dan
unjuk kerja guru dalam melaksanakan
pengajaran. Kegiatan ini meliputi
bantuan dalam menyelenggarakan
workshop, konsultasi, wisatakarya, serta
berbagai macam latihan dalam jabatan.
6. Pelaksanaan orientasi tentang suatu tugas
atau cara baru dalam proses belajar
mengajar. Guru perlu dilengkapi dengan
informasi yang relevan dengan tugas
serta tanggung jawabnya.
7. Pengkoordinasian antara kegiatan belajar
mengajar dengan kegiatan layanan lain
yang diberikan sekolah/lembaga
pendidikan kepada siswa.
8. Pengembangan hubungan dengan
masyarakat dengan mengusahakan lalu
lintas informasi yang bebas tentang hal
yang berhubungan dengan kegiatan
pengajaran.
9. Pelaksanaan evaluasi pengajaran,
terutama dalam perencanaan, pembuatan
instrumen, pengorganisasian, dan
penetapan prosedur untuk pengumpulan
data, analisis dan intepretasi hasil
pengumpulan data, serta pembuatan
keputusan untuk perbaikan proses
pengajaran.
Kutipan di atas secara jelas dapat
dipahami bahwa program supervisi
berisikan kegiatan yang akan dilaksanakan
untuk memperbaiki kinerja guru dalam
meningkatkan situasi pembelajaran yang
menjadi tanggung jawabnya. Program
supervisi harus realistik dan dapat
dilaksanakan sehingga benar-benar
membantu mempertinggi kinerja guru.
Program supervisi berprinsip kepada proses
pembinaan guru yang menyediakan
motivasi yang kaya bagi pertumbuhan
kemampuan profesionalnya dalam
mengajar.
Pelaksanaan Supervisi untuk
Meningkatkan Profesional Guru
Supervisi dapat dilaksanakan
berdasarkan jadwal yang telah ditentukan
oleh tim pelaksana supervisi akademik yang
telah di SK tugaskan oleh kepala sekolah.
Sebelum melaksanakan supervisi, terlebih
dahulu mensosialisasikan tentang
pelaksanaan supervisi, menyiapkan
instrumen pelaksanaan supervisi berupa
instrumen administrasi pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran dan instrument
hasil supervisi akademik.
Teknik supervisi yang dilakukan
secara individual dan kelompok baik secara
langsung, tidak langsung mapun
kolaboratif. Teknik individual yang
dilakukan berupa kunjungan kelas dan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 41
percakapan pribadi. Sedangkan teknik
kelompok yang diterapkan adalah rapat
guru, diskusi sebagai proses kelompok,
tukar menukar pengalaman, diskusi dan
seminar.
Kegiatan supervisi yang dilakukan
kepala sekolah dimaksudkan untuk
mengarahkan para guru agar mempunyai
kinerja yang baik dalam menjalankan
semua tugas dan tanggung jawabnya. Hal
ini sejalan dengan pendapat Soetjipto dan
Raflis (2009:257) bahwa kesediaan guru
untuk diobservasi dan dianalisis perilaku
mengajarnya serta kesediaan untuk
berdialog dengan supervisor harus terus
dikembangkan, sehingga guru dapat
memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari
supervisi.
Kepala sekolah sebagai supervisor
pendidikan mempunyai kewajiban
membimbing dan membina guru atau staf
lainnya. Pembinaan dan bimbingan guru
akan berpengaruh besar terhadap
kelangsungan dan kelancaran proses belajar
mengajar. Soetjipto dan Raflis (2009:257)
mengatakan bahwa dalam pelaksanan
supevisi sikap kooperatif guru yang
ditunjukkan pada fase perencanaan masih
tetap diperlukan, bahkan perlu ditingkatkan.
Kesediaan guru untuk diobservasi dan
dianalisis perilaku mengajarnya serta
kesediaan untuk berdialog dengan
supervisor harus terus dikembangkan,
sehingga guru dapat memperoleh manfaat
sebesarbesarnya dari supervisi.
Pendapat di atas menjelaskan bahwa
supervisi pendidikan memberikan tekanan
pada proses pembentukan dan
pengembangan kemampuan profesional
guru, yang dimulai dengan mengadakan
perbaikan dalam cara mengajar guru di
kelas, dengan cara ini diharapkan siswa
dapat belajar dengan baik, sehingga tujuan
pengajaran dapat dicapai secara maksimal.
Langkah pembinaan yang dilakukan
supervisor dipercaya mampu dilaksanakan
oleh yang disupervisi dan yang di supervisi
dengan tidak terpaksa menerima saran
supervisor. Hubungan yang demokratis
bukan otokratis diharapkan menumbuhkan
kreativitas dari para guru. Pembinaan yang
diberikan supervisor sebagai sharing of
Idea, untuk saling memberi masukan,
sehingga supervisi suatu interaksi antara
supervisor dan yang disupervisi untuk
saling memberikan umpan balik.
Evaluasi supervisi dalam meningkatkan
profesional guru
Evaluasi dapat diartikan sebagai
suatu kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan suatu objek dengan
menggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan suatu tolak ukur
untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Menurut Djudju (Daryanto, 2007:4)
evaluasi adalah kegiatan untuk mengetes
tingkat kecakapan seseorang atau kelompok
orang. Fungsi utama evaluasi adalah
menelaah suatu objek atau keadaan untuk
mendapatkan informasi yang tepat sebagai
dasar untuk pengambilan keputusan.
Evaluasi dalam supervisi adalah
proses pengumpulan informasi yang
diperlukan untuk selanjutnya digunakan
bagi upaya perbaikan pengajaran lebih
lanjut. Bahan-bahan yang diperoleh tersebut
selanjutnya dimanfaatkan untuk menyusun
kegiatan tindak lanjut yang sekaligus
menjadi masukan penyusunan program
pembinaan selanjutnya. Evaluasi supervisi
pendidikan adalah pemberian estimasi
terhadap pelaksanaan supervisi pendidikan
untuk menentukan keefektifan dan
kemajuan dalam rangka mencapai tujuan
supervisi pendidikan yang telah ditetapkan.
Evaluasi supervisi dapat
dilaksanakan pada setiap akhir semester.
Hasil supervisi disampaikan kepada guru
secara individual dan kelompok. Hasil
evaluasi akan dipertahankan serta
ditingkatkan apabila sudah mencapai
tujuan, sedangkan kekurangan dan
kelemahan akan dianalisis dan mengadakan
perbaikan-perbaikan dalam penyusunan
program pada tahun berikutnya.
Dalam upaya untuk melancarkan
dan mencapai keberhasilan pemecahan
permasalahan yang ditempuh dalam
kegiatan supervisi kepala sekolah menurut
Tim Dosen UPI Bandung (2010:324) dapat
dilakukan dengan:
1. Penyamaan visi dan misi
2. Pengelolaan supervisi yang baik
3. Pelibatan guru secara individual dalam
pelaksanaan supervisi
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 42
4. Pelibatan organisasi guru, seperti PKG,
KKG, dan KKKS untuk mengukur
keberhasilan guru dalam pembelajaran
dan sebagai tempat sharring.
Kepala sekolah harus mampu
menghadapi berbagai persoalan di sekolah,
berpikir secara analitik, konseptual, harus
senantiasa berusaha menjadi juru penengah
dalam memecahkan berbagai masalah, dan
mengambil keputusan yang memuaskan
stakeholders sekolah. Kepala sekolah
berperan untuk melakukan supervisi berupa
bimbingan, bantuan, pengawasan dan
penilaian pada masalah-masalah yang
berhubungan dengan teknis
penyelenggaraan dan pengembangan
pendidikan pengajaran yang berupa
perbaikan program dan kegiatan pendidikan
pengajaran untuk dapat menciptakan situasi
belajar mengajar.
Kesimpulan
Dalam upaya memajukan
pembangunan suatu negara, salah satu
aspek yang menjadi faktor utama yang
dapat menentukan kualitas sumber daya
manusia yaitu dari aspek pendidikan.
Dalam peningkatan kualitas pendidikan
harus merujuk pada pembenahan pada
setiap komponen yang ada dalam
pendidikan. Salah satu komponen yang
memiliki peran penting dalam menentukan
kualitas pendidikan adalah guru, karena
guru merupakan aktor utama yang memiliki
tugas dalam menterjemahkan kurikulum ke
dalam satuan aksi di dalam kelas. Dengan
profesionalisme kinerja dari guru yang
tinggi diharapkan dapat mengembangkan
pembelajaran yang bermutu dan
menghasilkan output yang bermutu pula.
Tingkat kecakapan dan kebijaksanaan
kepemimpinan kepala sekolah dapat
memberikan peran penting dalam upaya
peningkatan profesionalisme guru. Salah
satu kewajiban dari kepala sekolah yaitu
mendayagunakan seluruh elemen yang ada
di sekolah secara efektif dan efisien agar
tujuan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah tersebut tercapai dengan optimal.
Oleh karena itu, peningkatan
profesionalisme kinerja guru dapat
ditingkatkan di antaranya melalui supervisi
dari kepala sekolah.
Kepala sekolah dapat menggunakan
berbagai teknik supervisi dalam mendorong
peningkatan profesionalisme kinerja guru.
Kepala sekolah berperan untuk melakukan
supervisi berupa bimbingan, bantuan,
pengawasan dan penilaian pada masalah-
masalah yang berhubungan dengan teknis
penyelenggaraan dan pengembangan
pendidikan pengajaran yang berupa
perbaikan program dan kegiatan pendidikan
pengajaran untuk dapat menciptakan situasi
belajar mengajar. Selain itu kepala sekolah
harus mampu menghadapi berbagai
persoalan di sekolah, berpikir secara
analitik, konseptual, serta harus senantiasa
berusaha menjadi juru penengah dalam
memecahkan berbagai masalah, dan
mengambil keputusan yang memuaskan
stakeholders sekolah
Daftar Rujukan
Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Idris, Jamaluddin. 2007. Analisis Kritis
Mutu Pendidikan. Banda Aceh:
Taufiqiyah Sa’adah.
Mukhtar dan Iskandar. 2009. Orientasi
Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta:
Gaung Persada.
Mulyasa, E. 2009. Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Murniati AR. 2008. Manajemen Stratejik
(Peran Kepala Sekolah dalam
Pemberdayaan). Bandung:
Citapustaka Media Perintis.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru.
Rivai, M dan Murni. 2009. Education
Management (Analisis Teori dan
Praktek). Jakarta: Rajawali Pers.
Sahertian, P. A. 2008. Konsep Dasar dan
Teknik Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Rineka
Cipta.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 43
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2009. Profesi
Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suhardan, D. 2010. Standar Kinerja Guru
dan Pengaruhnya Terhadap
Pelayanan Belajar, dalam Mimbar
Pendidikan. Bandung: UPI.
Suryosubroto. 2010. Manajemen
Pendidikan di Sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tim Dosen Administrasi Universitas
Pendidikan Indonesia. (2010).
Manajemen Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 44
MANAJEMEN PEMBELAJARAN PADA HOMESCHOOLING
(STUDI KASUS DI HOMESCHOOLING KAK SETO SURABAYA)
Dwi Nila Andriani
Dosen Pendidikan Ekonomi, Universitas PGRI Madiun
Abstract
This study was conducted to describe the management of learning in
homeschooling students, especially the Homeschooling Sak seto (HSKS) Surabaya. The
objectives of this study were (1) to describe the lesson planning in the Homeschooling
Kak Seto (HSKS) Surabaya (2) to describe the learning implementation in the
Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya (3) to describe the evaluation of the
students' learning outcomes in the Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya (4)
Describes the relationship of Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya with parents of
students related to the implementation of learning.
This research uses descriptive qualitative method. Data sources obtained are
data from the director of Homeschooling Kak Seto Surabaya, head tutor, and tutors who
teach in Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya. While the data collection was
obtained by interview method, observation, and documentation study.
The result of the research shows that (1) the planning of learning in
Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya choose the curriculum Kemendikbud (2) the
implementation of learning in Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya divided into
two programs, namely community and distance learning (3) evaluation of learning
outcomes Students in Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya are from daily
examination, semester exam and semester test score (4) Homeschooling institution
relationship with parent, parent meeting which is held every two times in one semester.
After the midterm exam and after the final exam of the semester. In addition there are
home visit activities every two months, this activity is applied to students who study with
distance learning program, in the process of learning parents, institutions, and learners
involved.
Keywords: learning management, homeschooling
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 45
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan manajemen
pembelajaran pada siswa homeschooling, khususnya Homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan perencanaan
pembelajaran di Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya (2) mendeskripsikan
pelaksanaan pembelajaran di Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya (3)
mendeskripsikan evaluasi hasil pembelajaran siswa di Homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya (4) mendeskripsikan hubungan lembaga Homeschooling Kak
Seto (HSKS) Surabaya dengan orang tua siswa berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Sumber data
yang diperoleh adalah data dari direktur homeschooling Kak Seto Surabaya,
kepala tutor, dan para tutor yang mengajar di homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya. Sedangkan pengumpulan data diperoleh dengan metode wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perencanaan pembelajaraan di
Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya mengacu pada kurikulum
Kemendikbud (2) pelaksanaan pembelajaran di Homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya dibagi menjadi dua program, yaitu komunitas dan distance
learning (3) evaluasi hasil pembelajaran siswa di Homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya adalah dari niai ulangan harian, nilai ujian tengah semester dan
nilai ujian akhir semester (4) hubungan lembaga homeschooling dengan orang tua
siswa meliputi, pertemuan dengan orang tua (parent meeting) yang diadakan
setiap dua kali dalam satu semester. Setelah ujian tengan semester dan setelah
ujian akhir semester. Selain itu ada kegiatan home visit tiap dua bulan sekali,
kegiatan ini diberlakukan untuk siswa yang belajar dengan program distance
learning, dalam proses pembelajaran orang tua, lembaga, dan peserta didik
terlibat.
Kata kunci: manajemen pembelajaran, homeschooling
Pendahuluan
Proses pendidikan merupakan suatu
sistem yang terdiri dari input, proses dan
output. Input di sini merupakan peserta
didik yang akan melaksanakan aktivitas
belajar, proses merupakan kegiatan selama
belajar mengajar sedangkan output
merupakan hasil dari proses pembelajaran
yang dilaksankan. Dari proses pembelajaran
tersebut diharapkan dapat menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas dan
berdaya saing tinggi untuk menghadapi
persaingan di era sekarang ini. Salah satu
cara menciptakan sumberdaya yang
berkualitas adalah melalui pendidikan.
Menurut Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (Wina Sanjaya, 2009:2).
Pendidikan tak hanya terbatas
belajar disekolah. Demikian pula, sistem
pendidikan tak hanya ada dalam bentuk
formal sebagaimana yang umumnya dikenal
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 46
dan berkembang di masyarakat. Ada
bentuk-bentuk pendidikan lain yang dikenal
dan diakui dalam sistem pendidikan
nasional yang berlaku di Indonesia. Sistem
pendidikan nasional mengakui ada 3 jalur
pendidikan yaitu pendidikan formal, non
formal dan informal. Ketiga jalur
pendidikan itu saling melengkapi dan
memperkaya. Jalur pendidikan formal
adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Jalur pendidikan non
formal adalah jaur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Jalur
pendidikan ini diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah dan atau pelengkap
pendidikan formal. Pendidikan non formal
meliputi pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan ketrampilan dan
pelatihan.
Dalam rangka untuk menciptakan
output yang berkualitas selain melalui
lembaga formal, bisa dilakukan juga
melalui lembaga nonformal seperti pada
homeschooling. Prospek homeschooling di
Indonesia akan terus berkembang untuk
masa mendatang, Al-Mandari (2004),
menyebutkan beberapa alasannya: Pertama,
kondisi pendidikan yang kian mengalami
school distrust akan mendorong sejumlah
orangtua untuk berani memasukkan
anaknya ke homeschooling. Kedua, pada
masa mendatang akan semakin bertambah
orangtua yang sadar akan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Ketiga, kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi dalam
pendidikan juga memungkinkan orangtua
untuk mengakses berbagai sumber pelajaran
serta lembaga pendidikan dan tempat
bekerja bagi anaknya diberbagai tempat
(Negara) yang mengakui keberadaan
homeschooling. Di dalam sistem
pendidikan Indonesia, keberadaan
homeschooling adalah legal. Siswa
homeschooling dapat memiliki ijazah
sebagaimana siswa sekolah dan dapat
melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi
manapun jika menghendakinya. Siswa dan
siswi yang belajar di homeschooling ini
dapat mendapatkan ijazah dengan
melakukan kegiatan pembelajaran yang
sesuai dengan kurikulum yang telah
disediakan yaitu sesuai dengan Permen
Diknas No. 14 tahun 2007 dan mengikuti
UNPK (Ujian Nasional Pendidikan
Kesetaraan) sesuai dengan Permendiknas
No. 23 Tahun 2006 tentang SKL atau
standart kelulusan. Di Indonesia, menurut
Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas,
ada sekitar 1000-1500 siswa
homeschooling. Selanjutnya dalam
penelitian ini peneliti lebih menspesifikkan
objek penelitian kepada siswa
Homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya. Terpilihnya HSKS ini karena
merupakan salah satu homeschooling yang
mempunyai murid cukup banyak dibanding
lembaga nonformal yang lain di wilayah
Surabaya, selain itu kharakter siswa yang
berbeda-beda dan pelaksanaan
pembelajaran yang unik juga menjadi salah
satu pertimbangan dalam memilih objek.
Homeschooling memiliki
bermacam-macam model. Kembara
(2007:30) menyebutkan bahwa
“perkembangan homeschooling di
Indonesia dibagi menjadi tiga jenis yaitu
homeschooling tunggal, homeschooling
majemuk, dan komunitas homeschooling.
Secara rinci menurut Direktorat Pendidikan
Kesetaraan (2006:1): (1) homeschooling
tunggal, jenis ini dilakukan oleh orang tua
dalam satu keluarga tanpa bergabung
dengan yang lainnya. Ini karena hal tertentu
atau karena lokasi yang berjauhan; (2)
homeschooling majemuk, jenis ini
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 47
dilakukan oleh dua atau lebih keluarga
sekolah rumah yang memilih untuk
menyelenggarakan satu atau lebih kegiatan
bersama-sama. Misalnya dari keluarga atlet,
mereka sepakat untuk kegiatan olah raga,
keahlian musik/seni, kegiatan sosial dan
kegiatan keagamaan bersama-sama; dan (3)
komunitas homeschooling, jenis ini
merupakan gabungan dari homeschooling
majemuk yang menyusun dan menentukan
silabus, bahan ajar, kegiatan pokok sarana
dan prasarana, serta jadwal pelajaran.
Homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya ini merupakan salah satu lembaga
nonformal yang beralamatkan di jalan
Sidosermo Airdas Kav A-7, Surabaya. Di
dalam lembaga ini terdapat 3 jenjang
pendidikan diantaranya SD, SMP, dan
SMA. Selain itu ada pembagian program
pembelajaran yang dilakukan oleh
homeschooler (nama siswa siswi yang
sekolah di lembaga tersebut) diantaranya
adalah, ada siswa yang belajar di kelas
disebut dengan program / kelas komunitas.
Dalam kelas komunitas ini tidak jauh
berbeda dengan pembelajaran yang ada di
lembaga formal, jadi di kelas komunitas
siswa bisa belajar di kelas dengan jumlah
siswa maksimal adalah 10 anak, para siswa
akan di ajar oleh seorang guru,
perbedaannya dengan lembaga formal
adalah apabila lembaga formal belajar tiap
hari yaitu senin-jumat atau senin-sabtu,
berbeda halnya dengan lembaga nonformal
seperti homeschooling ini, siswanya hanya
belajar 3 hari dalam seminggu.
Program yang kedua adalah
Distance Learning (DL), dimana siswa DL
ini belajar sendiri di rumah dengan
didampingi oleh tutor. Jadi siswa di sini
berhak untuk memilih salah satu diantara
kedua program, apakah kelas komunitas
atau Distance Learning (DL). Sebagian
besar siswa yang masuk dalam
Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya
adalah siswa-siswi yang mempunyai
kegiatan lain diluar sekolah, selain itu ada
juga yang masuk menjadi siswa karena
kasus buliying, sehingga mereka memilih
untuk memilih lembaga nonformal ini.
Proses pembelajaran dilakukan
dengan memanfaatkan media yang ada,
siswa di homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya diberi kesempatan untuk
bereksplorasi secara langsung berkaitan
dengan sesuatu yang mereka pelajari.
Sekolah ini lebih banyak menggunakan
lingkungan sebagai sarana belajar, dengan
tetap mempertahankan keunikan sistem
belajar yang digunakan yaitu belajar di
mana saja, kapan saja, dan dengan siapa
saja sehingga mempunyai sarana dan
prasarana yang tak terhingga. Pembelajaran
di homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya merupakan bentuk pemberian
pelayanan kepada siswa dalam proses
pembelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing siswa.
Berdasarkan dari kenyataan
tersebut dipandang perlu diungkap lebih
jauh dan mendalam mengenai manajemen
pembelajaran pada homeschooling
khususnya di homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya. Meninjau permasalahan
yang dikemukakan, maka penelitian ini
berjudul ‘Manajemen Pembelajaran pada
Homeschooling (Studi Kasus di
Homeshooling Kak Seto Surabaya)’.
Tujuan umum yang diharapkan dalam
penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan
manajemen pembelajaran pada
homeschooling di HSKS Surabaya
Sedangkan tujuan khusus yang diharapkan
dari penelitian ini yaitu: (1)
mendeskripsikan perencanaan pembelajaran
di homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya; (2) mendeskripsikan pelaksanaan
pembelajaran di homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya; (3) mendeskripsikan
evaluasi hasil belajar siswa di
homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya; dan (4) mendeskripsikan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 48
hubungan lembaga homeschooling Kak
Seto (HSKS) Surabaya dengan orang tua
siswa berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran.
Tinjauan Pustaka
Secara umum manajemen diartikan
sebagai proses mengintregrasikan sumber-
sumber yang tidak berhubungan menjadi
sistem total untuk menyelesaikan suatu
tujuan. Belajar adalah perubahan perilaku,
sedangkan pembelajaran dipandang sebagai
proses kegiatan menggerakakan orang-
orang untuk belajar. (Pidarta, 2009 : 100).
Bafadhal (2006:11) mengatakan
bahwa manajemen pembelajaran adalah
segala sesuatu pengaturan proses belajar
mengajar dalam rangka tercapainya proses
belajar mengajar yang efekif dan efesien
dan peningkatan motivasi belajar.
Rohman (2012:119) manajemen
pembelajaran adalah sebagai suatu usaha ke
arah pencapaian tujuan- tujuan melalui
aktivitas orang lain atau membuat sesuatu
dikerjakan oleh orang- orang lain berupa
peningkatan minat, motivasi belajar,
perhatian, kesenangan dan latar belakang
peserta didik (orang yang belajar) dengan
memperluas cakupan aktivitas (tidak terlalu
dibatasi) serta mengarah kepada
pengembangan gaya hidup di masa
mendatang.
Berdasarkan pendapat para ahli
mengenai pengertin dari manajemen
pembelajaran yaitu segala usaha pengaturan
proses belajar mengajar, dalam rangka
tercapainya proses belajar mengajar yang
efektif dan efisien. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa manajemen pembelajaran
merupakan kegiatan mengelola proses
pembelajaran, sehingga manajemen
pembelajaran merupakan salah satu bagian
dari serangkaian kegiatan dalam
manajemen pendidikan.
Menurut Kembara (2007:24),
homeschooling dapat di artikan dari dua
sisi, yaitu etimologis dan hakiki. Secara
etimologis, homeschooling merupakan
sekolah yang di adakan di rumah. Namun
secara hakiki, homeschooling diartikan
dengan suatu sekolah alternatif yang
menempatkan anak- anak sebagai subjek
dengan pendekatan secara at home
meskipun disebut homeschooling, tidak
berarti anak akan belajar terus menerus di
rumah, tetapi mereka dapat belajar di mana
saja dan kapan saja.
Mulyadi (2007) menyebutkan
komunitas homeschooling merupakan
gabungan beberapa homeschooling
majemuk yang menyusun dan menentukan
silabus, bahan ajar, kegiatan pokok
(olahraga, musik/seni, dan bahasa),
sarana/prasarana, dan jadwal pembelajaran.
Komitmen penyelenggaraan orangtua dan
komunitasnya kurang lebih 50:50.
Sumardiono (2007) menyebutkan
bahwa komunitas homeschooling membuat
struktur yang lebih lengkap dalam
penyelenggaraan aktivitas pendidikan
akademis untuk pembangunan akhlak
mulia, pengembangan inteligensi,
keterampilan hidup dalam pembelajaran,
penilaian, dan kriteria keberhasilan dalam
standar mutu tertentu tanpa menghilangkan
jati diri dan identitas diri yang dibangun
dalam keluarga dan lingkungannya.
Jadi homeschooling adalah metode
pendidikan alternatif yang dilakukan
dimana saja bisa di rumah, di perpustakaan,
museum, tempat wisata dan lingkungan
lainnya. Tempat yang bisa membuat para
siswa nyaman untuk belajar di bawah
pengarahan orang tua atau tutor
pendamping, dan tidak dilaksanakan di
sekolah formal lainnya seperti di sekolah
negeri, swasta, atau di institusi pendidikan
lainnya dengan model kegiatan belajar
terstruktur dan kolektif.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif yang digunakan untuk
mendeskripsikan manajemen pembelajaran
homeschooling berorientasi layanan prima
di Homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya dalam bentuk kata-kata tertulis
yang merupakan hasil informasi yang
diperoleh langsung dari narasumber
(informan), hasil pengamatan (observasi),
maupun hasil studi dokumentasi. Menurut
Moedzakir (2010:1) “penelitian kualitatif
adalah sebuah pendekatan penelitian yang
diselenggarakan dalam setting alamiah,
memerankan peneliti sebagai instrumen
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 49
pengumpulan data, menggunakan analisis
induktif, dan berfokus pada makna menurut
partisipan.
Jenis penelitian yang digunakan
yaitu studi kasus, di mana peneliti berusaha
untuk mengeksplorasi lebih dalam terhadap
subyek penelitian yaitu manajemen
pembelajaran homeschooling di
Homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya. Penelitian ini mengambil lokasi
di HSKS Surabaya yang bertempat di Jalan
Sidosermo Airdas Kav-A7 Surabaya.
Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya
memberikan panduan belajar serta buku-
buku yang diperlukan, mendatangkan
pengajar di rumah, memfasilitasi siswa
untuk ujian kesetaraan, ujian nasional
ataupun ujian internasional, dan mendata
instrumen belajar yang dibutuhkan siswa.
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan,
maka instrumen yang di pakai untuk
mengumpulkan data yaitu peneliti sendiri.
Kehadiran peneliti di lapangan sangat
diperlukan sebagai perencana, pengumpul
data, menganalisis, menyimpulkan, dan
pada akhirnya melaporkan hasil penelitian,
kehadiran peneliti dalam penelitian yaitu
sebagai pengamat penuh. Sumber data
dalam penelitian ini berupa sumber data
manusia dan sumber data non manusia.
Sumber data manusia berupa orang yang
dijadikan informan atau yang dianggap
secara jelas dan rinci tentang pengelolaan
pembelajaran homeschooling. Orang-orang
yang dijadikan sumber data dalam
penelitian ini yaitu Dra. Sri Kewes selaku
Direktur Homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya, Kepala Tutor, Para Tutor di
HSKS Surabaya, orang tua, dan siswa di
HSKS Surabaya yang telah
mengimplementasikan model pembelajaran
homeschooling. Sedangkan sumber data
non manusia berupa dokumen atau arsip
yang terkait dengan fokus penelitian.
Ada beberapa teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian
kualitatif, yaitu “teknik wawancara, teknik
observasi, dan teknik dokumentasi. Analisis
data merupakan tahap selanjutnya yang
dilakukan setelah memperoleh data.
Analisis data adalah “proses mengatur
urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar”. Analisis data bermaksud
mengorganisasikan data. Tugas analisis
data dalam hal ini adalah mengatur,
menggelompokkan, dan
mengkategorikannya. Analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga
proses seperti yang disarankan oleh Wiyono
(2007:93), yaitu: (1) reduksi data, (2)
display data, dan (3) verifikasi
data/kesimpulan. Ketiga proses tersebut
terusmenerus dilakukan selama proses
penelitian dilaksanakan, sampai bisa
ditemukannya kesimpulan yang menjawab
fokus penelitian. Penggunaan analisis
tersebut dapat memberikan informasi
tentang tentang hasil penelitian sesuai
dengan subjek yang diteliti.
Hasil dari pengumpulan data
diperlukan adanya pengecekan keabsahan
data. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(2010:33) disebutkan, bahwa “usaha-usaha
peneliti untuk memperoleh keabsahan
temuannya agar diperoleh temuan dan
interpretasi yang absah”. “Agar kesimpulan
dapat diambil dengan tepat, maka dalam
penelitian kualitatif perlu didukung oleh
data yang kuat dan data tersebut harus
memiliki kriteria kredibilitas, tranferbilitas,
dependabilitas, dan konfirmabilitas”
(Wiyono, 2007:85). Sedangkan pengecekan
keabsahan data dilakukan peneliti dengan
menggunakan teknik triangulasi dan
pengecekan anggota. Tahap penelitian
adalah rancangan, prosedur atau langkah-
langkah dalam kegiatan penelitian. Tahap-
tahap penelitian yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu berkenaan dengan
proses pelaksanaan penelitian, tahap
penelitian tersebut meliputi, antara lain
tahap pra-penelitian, tahap penelitian, tahap
pasca-penelitian.
Pembahasan
Berdasarkan paparan data di atas,
maka temuan penelitian tentang manajemen
pembelajaran di Homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya yaitu : (1) Dalam
pembelajaran selama ini HSKS
menggunakan kurikulum yang inovatif
dalam kegiatan belajar mengajar. Yang
dimaksud inovatif di sini adalah bentuk
kurikulum yang diadopsi oleh lembaga
dalam hal ini adalah Homeschooling Kak
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 50
Seto (HSKS) Surabaya beserta orang tua
sesuai dengan kurikulum tingkat nasional
dengan tujuan dapat mengakomodir
keinginan siswa sehingga bisa lebih
mengembangkan potensi yang ada pada
peserta didik. Homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya menerapkan kurikulum
yang bersifat fleksibel, artinya adalah
adanya kesepakatan antara pihak
homeschooling, orang tua, dan siswa. Hal
ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan
pembelajaran. (2) Pelaksanaan
pembelajaran di homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya dibagi menjadi dua
program. Program pertama yaitu Program
komunitas/kelas komunitas dan program
kedua adalah Distance Learning. Program
komunitas adalah program belajar dimana
siswa belajar di dalam kelas, datang ke
kampus homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya seperti yang terjadi di sekolah
formal. Akan tetapi perbedaanya terletak
pada jumlah siswa yang belajar di kelas. Di
sekolah formal satu kelas terdiri dari kelas
besar artinya berisi 30-40 siswa, di
lembaga nonformal seperti homeschooling
dibatasi dalam satu kelas maksimal 15
siswa. Sedangkan untuk jadwal
pembelajaran program komunitas sudah
ditentukan seminggu para siswa datang tiga
kali dan harinya sudah ditentukan. Untuk
program Distance Learning lebih fleksibel
jadwal hari untuk belajar, disesuaikan
dengan kesepakan antara lembaga, orang
tua dan siswa. Meskipun terdapat dua
program dalam homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya tetapi keduanya
mempunyai tujuan yang sama dan
pelaksanaan pembelajaran bersifat
konstruktivistik, mengkonstruk pengalaman
belajar siswa dan dikaitkan dengan materi
ajar.
Homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya ini selalu berusaha untuk
membuat siswanya merasa nyaman dalam
kegiatan pembelajaran, diantara dengan
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan bakat yang dimiliki
oleh siswa homeschooling. Berusaha
memenuhi semua yang ingin diketahui,
berupaya bisa mencarikan jawabannya
bersama model dan tema belajaryang
memang lebih mengakomodir keinginan
yang mungkin tidak bisa dilakukan di
sekolah formal. Pelajaran yang
berhubungan dengan ujian diprioritaskan
untuk dipelajari bila siswa mengambil jalur
kesetaraan, namaun dengan cara belajar
yang nyaman. Homeschooling Kak Seto
(HSKS) Surabaya mempunyai slogan
dalam kegiatan pembelajaran yaitu belajar
kapan saja, dimana saja, dan dengan siapa
saja. Baik siswa yang yang mengambil
program komunitas maupun Distance
Learning menerapka slogan di atas.
Tujuannya agar siswa
homeschooling bisa beajar dengan nyaman
dan menyenangkan. Salah satu
pembelajaran yang unik adalah adanya
Friday class dan kegiatan outing class.
Kegiatan Friday class dilaksanakan setiap
hari jumat, jadi semua siswa berkumpul jadi
satu sesuai jenjangnya, baik yang progam
komunitas maupun distance learning
mereka para siswa belajar secara bersama-
sama untuk mengembangkan bakatnya.
Karena untuk kegaitan yang diadkan di hari
jumat selalu mempunyai tema yang
berbeda. Misalnya jumat pertama siswa
belajar membuat produk, kerajinan dll,
untuk kegiatan jumat depannya lagi akan
berbeda seperti kelas motivasi, kelas
olahraga, kelas memasak, dll. Untuk
kegiatan outing dilaksanakan setiap
semester dua kali, melalui kegiatan ini
siswa di ajak untuk mempelajari hal luar
yang bisa mendukung pembelajaran saat di
kelas, contoh dari kegiatan ini seperti
kunjungan ke perusahaan-perusahaan baik
yang ada di Kota Surabaya atau luar
Surabaya. (3) Evaluasi hasil pembelajaran
siswa di homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya adalah dari niai ulangan harian,
nilai ujian tengah semester dan nilai ujian
akhir semester. Pelaksanaan pembelajaran
yang dilaksanakan di Homeschooling Kak
Seto (HSKS) Surabaya ini tidak jauh
berbeda dengan pelaksanaan pembelajaran
yang dilaksanakan di sekolah formal. Tetapi
untuk tingkat kelulusan dari siswa di
tentukan dari hasil nilai ujian kesetaraan
dan ujian sekolah yang dilaksanakan oleh
Homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya
, kejar paket A untuk jenjang sekolah dasar
(SD), kejar paket B untuk jenjang SMP, dan
kejar paket C untuk jenjang SMA. Untuk
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 51
pelaksanaan ujian seperti ujian tengah
semester dan ujian akhir semester siswa
diharapkan datang ke kampus sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan, ini
berlaku untuk semua siswa Homeschooling
Kak Seto (HSKS) Surabaya baik yang
memilih program komunitas maupun
distance learning. Apabila ada siswa yang
memang tidak bisa datang ke kampus maka
harus dengan alasan tertentu misalnya sakit.
Bila ada siswa yang sakit dan tidak bisa
mengikuti ujian di kampus maka siswa
dapat mengikuti ujian dengan online,
dengan di dampingi orang tua atau kakak
tutor. Selain itu dalam penilaian juga ada
penilaian kegiatan seperti kegiatan Friday
class, outing class, dan ada tugas
pengganti/portofolio yang harus
dikumpulkan sebelum ujian tengah
semester maupun ujian akhir semester.
(4) Hubungan lembaga
homeschooling dengan orang tua siswa
meliputi, pertemuan dengan orang tua
(parent meeting) yang diadakan setiap dua
kali dalam satu semester. Setelah ujian
tengan semester dan setelah ujian akhir
semester. Selain itu ada kegiatan home visit
tiap dua bulan sekali, kegiatan ini
diberlakukan untuk siswa yang belajar
dengan program distance learning, dalam
proses pembelajaran orang tua, lembaga,
dan peserta didik terlibat. Terjalinnya
kerjasama dan koordinasi antara lembaga
homeschooling, orang tua, dan siswa sangat
diperlukan guna memperlancr kegiatan
pembelajaran baik siswa yang memilih
program komunitas maupun distance
learning. Karena siswa yang belajar di
lembaga nonformal ini terkadang
mempunyai kesibukan di luar sekolah,
terkadang untuk jadwal pembelajaran,
khususnya yang program distance learning
bisa mengganti jadwal pembelajaran di hari
lain sesuai dengan kesepakatan yang telah
di buat, maka dari sini harus ada koordinasi,
kerjasama dan komunikasi antara lembaga,
orang tua dan siswa.
Kesimpulan
Kegiatan pembelajaran yang
menyenangkan,pilihan program dalam
pembelajaran, dan fleksibelitas kurikulum
merupakan salah satu keunggulan
pembelajaran yang ada di homeschooling
Kak Seto (HSKS) Surabaya. Sebagaimana
temuan penelitian, nila kurikulum sekolah
formal membuat bidang pengajaran menjadi
terikat, maka dengan memilih
homeschooling orang tua, siswa, dan
lembaga bersepakat untuk belajar
berdasarkan kurikulum yang inovatif yang
telah disusun bersama dan menggunakan
metode belajar yang khas juga, karen yang
diterapkan adalah kurikulum yang inovatif.
Pembelajaran homeschooling lebih
bersifat mandiri, siswa di homeschooling
ini diberikan keempatan untuk
mengembangkan dirinya, berkaitan dengan
sesuatu yang mereka pelajari. Oleh sebab
itu siswa dalam kegiatan belajar merasa
senang karena dalam kegiatan transfer ilmu
berusaha dilakukan secara menyenangkan
dan nyaman untuk siswa. Siswa dituntut
untuk mempunyai kemandirian belajar,
tanpa harus menunggu tutor untuk
menjelaskan materi terlebuh dahulu.
Pembelajaran homeschooling juga
menggunakan media online. Hal ini bisa
mempermudah siswa memahami materi
pelajaran karena bisa dipelajari berulang
kali sampai siswa paham. Keberhasilan
siswa selama mengikuti pembelajaran untuk
kelulusan ditentukan dari nilai ujian
kesetaraan dan nilai ujian dari sekolah itu
sendiri. Penilaian proses dilakukan dalam
bentuk penilaian portofolio/tugas
pengganti, modul, dan kognitif.
Kesimpulan penelitian tentang
manajemen pembelajaran pada
Homeschooling Kak Seto Surabaya adalah:
(1) perencanaan pembelajaraan di
homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya
mengaju pada kurikulum kemendikbud (2)
pelaksanaan pembelajaran di
homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya
dibagi menjadi dua program, yaitu
komunitas dan distance learning (3)
evaluasi hasil pembelajaran siswa di
homeschooling Kak Seto (HSKS) Surabaya
adalah dari niai ulangan harian, nilai ujian
tengah semester dan nilai ujian akhir
semester (4) hubungan lembaga
homeschooling dengan orang tua siswa
meliputi, pertemuan dengan orang tua
(parent meeting) yang diadakan setiap dua
kali dalam satu semester. Setelah ujian
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 52
tengan semester dan setelah ujian akhir
semester. Selain itu ada kegiatan home visit
tiap dua bulan sekali, kegiatan ini
diberlakukan untuk siswa yang belajar
dengan program distance learning, dalam
proses pembelajaran orang tua, lembaga,
dan peserta didik terlibat.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang
didapat, beberapa saran yang dapat
dikemukakan sebagai implikasi dari hasil
penelitian yaitu: (1) bagi pihak
homeschooling diharapkan terus melakukan
perbaikan dalam penyelenggaraan
pembelajarannya dan tetap konsisten pada
pemenuhan kebutuhan siswa sebagai bentuk
layanan sehingga dapat meningkatkan
kualitas pendidikan khususnya di
homeschooling Kak Seto (HSKS)
Surabaya; (2) bagi Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kota Surabaya
dapat menjamin tersedianya pendidikan
yang bermutu bagi siswa homeschooling
tanpa adanya diskriminasi dengan jalur
pendidikan lainnya, agar para lulusan dari
homeschooling disetarakan dan diakui
dengan jalur pendidikan lainnya.
Daftar Pustaka
Bafadal, Ibrahim. 2006. Manajemen
Perlengkapan Sekolah dan
Aplikasinya. Jakarta: Bumi Aksara.
Direktorat Pendidikan Kesetaraan. 2006.
Homeschooling sebagai Pendidikan
Kesetaraan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Kembara, Maulia. 2007. Homeschooling.
Bandung: Progressio.
Moedzakir, Djauzi. 2010. Metode
Pembelajaan Program-Program
Pendidikan Luar Sekolah, Malang:
UNM Press.
Mulyadi, Seto. Homeschooling Keluarga
Kakseto: Mudah, Murah, Meriah, dan
Direstui Pemerintah. Bandung: Kaifa,
Cet.II, 2007.
Permen Diknas No.14 tahun 2007 tentang
Standar Isi untuk P rogram Paket A,
Paket B, Paket C.
Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan
Kontekstual. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan :Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sumardiono. Homeschooling A Leap For
Better Learning: Lompatan Cara
Belajar. Jakarta: Elex Media
Komputindo, cet. II, 2007.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2003. Bandung: Citra Umbara.
Wina Sanjaya., 2009, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Prenada Media
Group: Jakarta.
Wiyono, B. B. 2007 Metode Penelitian
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan Action Research). Malang: FIP
UM.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 53
UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
MELALUI PENGALAMAN DALAM PELATIHAN
Widyo Pramono
Tutor Fakultas Ekonomi, Universitas Terbuka Jember
Abstrak
Pengalaman dalam pelatihan dapat diperoleh dari pendidikan yang merupakan
suatu bagian yang tak terpisahkan dari seorang individu dan merupakan
investasi yang terpadu pada diri seseorang dalam interaksinya secara efektif
dengan lingkungan sosial. Pengkajian secara empirik dalam pengembangan
pengalaman di lapangan bahwa terdapat fenomena beberapa guru yang jarang
mendapatkan pelatihan-pelatihan sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan,
sehingga dalam penyusunan artikel ini dapat dianalisis dan dideskripsikan
hubungan jenis pelatihan terhadap kompetensi profesional guru.
Kata kunci: kompetensi profesional guru, pengalaman, pelatihan
Pendahuluan
Upaya peningkatan kualitas
pendidikan terus-menerus dilakukan, baik
secara konvensional maupun inovatif.
Pendidikan merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam menata kehidupan,
baik dalam kehidupan sekolah, keluarga,
masyarakat maupun kehidupan berbangsa
dan bernegara. Sehingga kesejahteraan
masyarakat suatu bangsa dan negara
sebagian besar ditentukan oleh mutu dan
kualitas pendidikan suatu negara.
Pendidikan sebagai proses transpormasi
sosial budaya, pendidikan diartikan sebagai
kegiatan pewarisan budaya dari satu
generasi ke generasi yang lain
(Tirtarahardja dan La Sulo, 1995 : 34).
Pemikiran dari Kihajar Dewantara,
sejak tahun 1920an bahwa dengan
pendidikan manusia akan menjadi lebih
baik, hal ini dipertegas kembali dengan
pengaturan secara yuridis sudah jelas dan
terinci bahwa Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang dapat
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan Undang-Undang (Pasal 31
ayat (3) UUD 1945). Untuk melaksanakan
ketentuan tersebut pemerintah telah
melakukan berbagai usaha, termasuk
menerbitkan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008
tentang Guru, dan berbagai peraturan
lainnya, yang menegaskan peranan strategis
guru dan dosen dalam peningkatan mutu
pendidikan (Kertih,dkk; 2010 : 1).
Kualitas guru sampai saat ini tetap
menjadi persoalan yang penting dan
menjadi persoalan yang krusial oleh karena
pada kenyataannya keberadaan guru di
berbagai jenjang, dari taman kanak-kanak
sampai Sekolah Menengah Atas oleh
sebagian kalangan dinilai jauh dari
performa yang distandarkan. Seorang
Yohanes Surya (pembina Tim Olimpiade
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 54
Fisika Indonesia atau TOFI yang juga Guru
Besar Universitas Pelita Harapan) pun
melihatnya begitu. Demikian juga dengan
pendapat Dodi Nandika (Kepala Balitbang
Depdiknas), kualitas guru menjadi
persoalan yang serius di negeri ini.
Penilaian kedua tokoh itu tidaklah
berlebihan. Hal itu didasarkan pada hasil tes
Trend in International Mathematics and
Science Study (TIM MSS)
Tahun 2003, hasil tes itu
menempatkan peserta didik Indonesia di
peringkat 34 penguasaan matematika dan
peringkat 36 penguasaan sains dari 48
negara yang disurvei. Peringkat itu jauh
tertinggal dari negara tetangga, Singapura
dan Malaysia. Singapura berada di
peringkat pertama, baik matematika
maupun sains, Malaysia peringkat 10
bidang matematika dan peringkat 20 bidang
Sains (Republika, 24 Desember 2004).
Rendahnya kemampuan anak didik
pada mata pelajaran matematika dan sains
memang tidak terlepas dari kemampuan/
kualitas guru dalam mengajar peserta
didiknya, dan minimnya ketersediaan
sumber-sumber belajar. Keadaan yang
demikian itu sudah tentu sangat
mempengaruhi proses pembelajaran.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh
pemerintah, misalnya dengan penataran,
pembekalan, seminar, diskusi, sampai
penelitian yang intinya bertujuan
meningkatkan kualitas guru.
Dalam lingkup yang lebih sempit,
guru juga menghadapi persoalan yang
klasik tersebut, yaitu ada sebagian guru
kompetensi mengajarnya belum memenuhi
tuntutan yang semestinya. Menguasai
materi yang diajarkan saja tidaklah cukup.
Ia harus dapat menyampaikan materi
pelajaran tersebut dengan baik. Makna
“dengan baik” di sini sudah interen di
dalamnya, bicara jelas; pemilihan metode
yang tepat; penggunaan pendekatan
pembelajaran yang sesuai; penggunaan
media pembelajaran yang efektif; sampai
pada penampilan fisiknya (gerak-gerik di
kelas, mimik muka, ekspresi, dan
sebagainya).
Melalui tulisan ini akan
disampaikan gagasan-gagasan yang
mungkin dapat berguna untuk
meningkatkan kompetensi dan
pengembangan guru. Fokus tulisan ini
diharapkan dapat menjawab beberapa
pertanyaan sebagai berikut: dapatkah
meningkatkan Kompetensi Profesional
Guru melalui Pengalaman dalam
Pelatihan?
Pembahasan
Secara akademik jika seseorang ingin
menjadi guru ia harus menempuh
pendidikan keguruan. Guru TK dan SD
masuk ke PGSD, guru SMP dan sekolah
lanjutan atas masuk FKIP atau IKIP (sudah
melebur di dalam universitas). Akan tetapi
mereka yang lulusan universitas dengan
disipilin ilmu murni, misalnya kimia, dapat
menjadi guru dengan syarat sudah
menempuh program khusus keguruan atau
program Akta keguruan.
Persiapan menjadi guru tidak hanya
melalui jalur pendidikan formal, tetapi
faktor internal yang ada di dalam diri
seseorang juga mempengaruhi kesuksesan
orang menjadi guru. Kesuksesan menjadi
bukan diukur dari sisi keduniaan, melainkan
kesuksesan menjadi seorang guru yang
berkualitas, profesional dapat ditinjau dari
berbagai aspek. Faktor internal seperti
motivasi dan bakat sangat berpengaruh
terhadap kesuksesan seseorang menjadi
guru, hal ini dalam tesis yang dikemukan
oleh James Phopam dalam bukunya
“Bagaimana Mengajar Secara Sistematis’,
bahwa guru itu dilahirkan bukan dibentuk
seolah menjadi pembenaran. Lebih lanjut
dikemukakan, tidak setiap guru
membutuhkan pertolongan. Beberapa orang
memang benar-benar dilahirkan sebagai
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 55
guru. Termasuk di dalam golongan ini
adalah, orang-orang yang tidak pernah
memikirkan bagaimana caranya mengajar.
Meskipun demikian orang-orang semacam
itu tidak banyak memerlukan pertolongan
dalam memperbaiki pengajaran. Mereka
boleh dikatakan sebagai guru-guru yang
berbakat; tidak diragukan lagi mereka itu
mampu memberi inspirasi.
Dalam konteks ini dapat
dianalogikan, meskipun seseorang sudah
menempuh pendidikan keguruan baik itu
program diploma atau S1, namun setelah
terjun di dalam kelas tidak menunjukkan
performance yang cukup memadai. Secara
materi ia mampu menguasai, namun tidak
cukup terampil untuk menyampaikan materi
dengan jelas, menarik sehingga mudah
dimengerti oleh peserta didik. Oleh karena
itu seorang guru harus mempunyai
persiapan yang cukup baik secara
penguasaan materi maupun bagaimana cara
penyampainnya kepada peserta didik.
Kompetensi Guru
Menurut Usman (1992) guru
mempunyai tugas pokok yaitu mendidik,
mengajar dan melatih. Oleh karena itu,
seorang guru harus memiliki kompetensi-
kompetensi yang berkaitan dengan
mendidik, mengajar dan melatih peserta
didik. Dalam profesi keguruan kita
mengenal istilah kompetensi. Kompetensi
itulah yang digunakan untuk menilai
apakah seorang guru berkualitas atau tidak.
Ada empat kompetensi yang harus dimiliki
guru, yaitu: (1) kompetensi paedagogik (2)
kompetensi kepribadian, (3) kompetensi
sosial, dan (4) kompetensi profesional.
Variasi dan keberagaman pengertian
tentang kompetensi tenaga kependidikan,
khususnya kompetensi guru menunjukkan
adanya standar kompetensi yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik (Guru) dan
dapat diperoleh dengan cara pengembangan
pengalaman dalam pelatihan seperti
pelatihan pengembangan kurikulum,
pelaksanaan MGMP (Musyawarah Guru
Mata Pelajaran), pelatihan penyusunan
admninitrasi pembelajaran seperti silabus,
RPP dan kurikulum, yang menurut Suastra
(2011) dapat menunjang kompetensi
profesional guru, diantaranya meliputi:
1. Kompetensi pedagogis, yaitu
kemampuan mengelola pembelajaran
yang meliputi pemahaman terhadap
wawasan dan landasan kependidikan,
peserta didik, pengembangan kurikulum
dan silabus, perancangan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik, evaluasi hasil belajar,
pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan potensi yang
dimiliki. Pemahaman guru terhadap
peserta didik, perancangan, pelaksanaan
dan evaluasi, pengembangan peserta
didik. Adapun orientasi yang disasar
dari kompetensi pedagogik pendidik
adalah: (1) aspek potensi peserta didik,
(2) teori belajar dan pembelajaran,
strategi, kompetensi dan isi, dan
merancang pembelajaran, ( 3) menata
latar dan melaksanakan, (4) assesmen
proses dan hasil, dan (5) pengembangan
akademik dan non akademik (intelectual
skill 20% dan soft skill 80%).
2. Kompetensi kepribadian, seorang guru
harus memiliki kepribadian mantap dan
stabil, dewasa, arief, berwibawa dan
akhlak mulia, menjadi teladan bagi
peserta didik dan mengembangkan diri
secara berkelanjutan. Orientasi yang
disasar dari kompetensi ini adalah: (1)
norma hukum dan sosial, rasa bangga,
konsisten dengan norma, (2).mandiri
dan etos kerja, (3) berpengaruh positif
dan disegani, (4) norma religius dan
diteladani, (5) jujur.
3. Kompetensi profesional, kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam, penguasaan bidang
studi/sumber bahan ajar atau penguasaan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 56
bidang studi keahlian, menguasai
struktur metode keilmuannya. Jadi
dengan kompetensi ini diharapkan dapat
menguasai keilmuan bidang studi, dan
langkah kajian kritis pendalaman isi
bidang studi. Sasaran kompetensi
profesional mengarah pada: (1) paham
materi, struktur, konsep, metode
keilmuwan yang menaungi, diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari, (2) metode
pengembangan ilmu, telaah kritis,
kreatif dan inovatif terhadap bidang
studi.
4. Kompetensi sosial, kemampuan untuk
berkomunikasi lisan, tulisan dan isyarat,
menggunakan teknologi informasi,
bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, bergaul secara
santun dengan masyarakat sekitar. Jadi,
seorang guru diharapkan mampu
berkomunikasi dan bergaul dengan
peserta didik, kolega, dan masyarakat.
Orientasi sasaran dari kompetensi ini
diharapkan dapat menarik, empati,
kolaboratif, suka menolong, menjadi
panutan, komunikatif, kooperatif. Dari
keempat kompetensi guru tersebut pada
dasarnya merupakan unsur persyaratan
kompetensi yang seharusnya dimiliki
oleh seorang guru yang profesional.
Kemampuan profesional guru yang
dimaksudkan tersebut sudah cukup jelas,
yaitu kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam,
atau penguasaan bidang studi/sumber
bahan ajar, atau disebut juga dengan
penguasaan bidang studi keahlian
profesional yang diformulasikan sebagai
kompetensi akademik.
Kompetensi paedagogik
menekankan pada kemampuan seorang
guru dalam mengelola peserta didik baik
dalam mendidik, mengajar maupun melatih.
Kompetensi kepribadian/personal lebih
menunjukkan pada kematangan pribadi. Di
sini aspek mental dan emosional harus
benar-benar terjaga. Kompetensi sosial
lebih menunjukkan pada kemampuan guru
untuk berelasi, berinteraksi. Guru
memperlihatkan keluwesan dalam
pergaulan dengan peserta didik, kepala
sekolah, dan juga teman sejawat di tempat
ia mengajar. Guru bisa menciptakan
persahabatan yang baik. Keberadaannya
memberi manfaat yang positif. Sedangkan
kompetensi profesional lebih menunjukkan
pada kemampuan yang dimiliki guru
sebagai pengajar yang baik.
Hamzah B Uno (2006) berdasarkan
Komisi Kurikulum Bersama P3G
menetapkan dan merumuskan bahwa
kompetensi profesional guru di Indonesia
terdiri atas 10 kompetensi, yakni: (1)
menguasai bahan pelajaran; (2) mengelola
program pembelajaran; (3) mengelola kelas;
(4) menggunakan media dan sumber
belajar; (5) menguasai landasan pendidikan;
(6) mengelola interaksi belajar mengajar;
(7) menilai prestasi belajar; (8) mengenal
fungsi dan layanan bimbingan dan
penyuluhan; (9) mengenal dan
menyelenggarakan administrasi sekolah;
dan (10) memahami dan menafsirkan hasil
penelitian guna keperluan pengajaran.
Dari kesepuluh kompetensi
profesional itu menurut hemat penulis dapat
dirangkum menjadi dua kompetensi yang
paling utama, yaitu menguasai bahan
pelajaran dan dapat mengajarkannya
dengan jelas dan menarik. Kedua
kompetensi inilah dalam kondisi objektif
belum terpenuhi.
Pengembangan profesi guru secara
makro dapat dimaknai sebagai proses
peningkatan kompetensi, kualitas dan
kemampuan sumberdaya guru dan
tenaga kependidikan dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan bangsa.
Mengapa dikatakan demikian, karena
semua pembangunan pada suatu Negara itu
pasti dimulai dari pendidikan. Proses
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 57
pengembangan tersebut mencakup
perencanaan, pengembangan dan
pengelolaan sumberdaya guru dan tenaga
kependidikan.
Adapun pengembangan profesi
guru secara mikro dapat diartikan sebagai
proses perencanaan dari pendidikan dan
pelatihan, pengelolaan guru dan tenaga
kependidikan untuk mencapai suatu hasil
yang optimum. Sehingga untuk
mengembangkan kompetensi sebagai
pengembangan dari profesi guru,diantarn
melalui pendidikan dan pelatihan
Pendidikan dan Pelatihan
Pengembangan SDM guru dan tenaga
kependidikan bertujuan memberikan
kesempatan kepada guru dan tenaga
kependidikan untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat, dan minat setiap individu
sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan di
sekolah. Di samping itu, juga bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, akan
jaminan keamanan, sosial, pengakuan dan
penghargaan, kesempatan mengembangkan
diri,
Cara dan strategi yang dapat
dipergunakan untuk pengembangan SDM
guru dan tenaga kependidikan, adalah:
melalui: (1) Pendidikan Formal; (2)
Pendidikan dan pelatihan; (3) Bimbingan
atasan; (4) Bimbingan teman sejawat; (5)
Workshop, lokakarya, seminar, dan
sosialisasi program; (6) Magang, tukar
menukar tenaga dalam bentuk kerjasama;
dan (7) Studi banding, outbond, dan atau
rekreasi. Diantara cara dan strategi tersebut
pendidikan dan pelatihan bagian dari
pengembangan SDM.
Pendidikan dan pelatihan suatu proses
yang akan menghasilkan suatu perubahan
perilaku. Secara nyata perubahan perilaku
itu berbentuk peningkatan mutu
kemampuan dari sasaran pendidikan dan
pelatihan.
Pendidikan dan pelatihan pada
hakikatnya merupakan salah satu bentuk
kegiatan dari program pengembangan
sumber daya manusia (personal
development). Pengembangan sumber daya
manusia sebagai salah satu mata rantai
(link) dari siklus pengelolaan personil dapat
diartikan: merupakan proses perbaikan staf
melalui berbagai macam pendekatan yang
menekankan realisasi diri (kesadaran),
pertumbuhan pribadi dan pengembangan
diri. Pengembangan mencakup kegiatan-
kegiatan yang bertujuan untuk perbaikan
dan pertumbuhan kemampuan (abilities),
sikap (attitude), keterampilan (skill), dan
pengetahuan anggota organisasi
Menurut Simamora (1997:345) bahwa
diklat adalah merupakan serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk
meningkatkan keahlian, pengetahuan,
pengalaman, ataupun perubahan sikap
seseorang. Program pelatihan sangat
berguna bagi pegawai/karyawan terutama
untuk memperbaiki kinerja, memutakhirkan
keahlian sejalan dengan kemajuan
teknologi, meningkatkan kompetensi
dalam pekerjaan, membantu memecahkan
permasalahan operasional, mempersiapkan
pegawai/karyawan untuk promosi,
mengarahkan pegawai/karyawan terhadap
visi organisasi dan pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan pribadi.
Sedangkan menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil, disebutkan bahwa
“Pendidikan dan pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil yang disebut Diklat adalah
proses penyelenggaraan belajar mengajar
dalam rangka meningkatkan kemampuan
Pegawai Negeri Sipil”. Pendidikan dan
pelatihan kepegawaian juga merupakan
bagian dari sebuah sistem pembinaan karier
Pegawai Negeri Sipil yang bermakna pada
pengembangan kepegawaian.
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 58
Tujuan dan sasaran diklat menurut
KMA No.1 Tahun 2003 pasal 2
dikemukakan bahwa:
a. Tujuan yang dilaksanakan diklat bagi
PNS khususnya di Kementerian Agama
sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan,
keahlian, keterampilan, dan sikap
pegawai untuk dapat melaksanakan
tugas jabatan profesional yang
dilandasi kepribadian dan kode etik
pegawai sesuai dengan kebutuhan
Kementerian Agama;
2. Menciptakan aparatur yang mampu
berperan sebagai pembaru dan
perekat persatuan dan kesatuan
bangsa;
3. Memantapkan orientasi sikap dan
semangat pengabdian yang
berorientasi pada pelayanan,
pengayoman, dan pemberdayaan
masyarakat;
4. Menciptakan kesamaan visi,
dinamika pola pikir, dan
mengembangkan sinergi, dalam
melaksanakan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan di
bidang agama demi terwujudnya
pemerintahan yang baik dan bersih;
5. Memantapkan jati diri pegawai
negeri Kementerian Agama yang
berdasarkan pada komitmen,
tanggung jawab, kejujuran, dan
pengabdian profesi dalam
melaksanakan tugas dalam jabatan
masing-masing.
b. Sasaran
Untuk pelaksanaan diklat, sasarannya
adalah terwujudnya pegawai yang
berkinerja tinggi dan memiliki
kompetensi sesuai dengan persyaratan
jabatan masing-masing.
c. Struktur program dan kurikulum
Struktur program diklat teknis
disusun berdasarkan tujuan dan sasarn
program dengan memperhatikan
kebutuhan setiap jenis dan jenjang dan
atau kompetensi yang diperlukan dalam
masing-masing jabatan teknis. Menurut
juklak dari Pusdiklat Teknis
pengelompokan dan pembobotan mata
diklat untuk setiap jenis dan jenjang
diklat teknis terdiri atas tiga kelompok:
Kelompok dasar, yaitu kelompok
mata diklat untuk menanamkan,
memperkuat dan meningkatkan
patriotisme, kesetian dan ketaatan
peserta dalam melaksanakan tugas
jabatannya sebagai abdi negara dan
masyarakat dengan bobot 20%.
Mata diklat kelompok dasar terdiri
atas kebijakan yang terkait dengan
kebijakan pemerintah yang terkait
dengan tugas dan fungsi dari peserta
diklat.
Kelompok inti, yaitu kelompok mata
diklat yang bertujuan untuk
membekali peserta dengan berbagai
pengetahuan dan keterampilan,
sesuai tugas pokok dan kompetensi
untuk jabatan teknis tertentu dengan
bobot 60%.
Mata diklat kelompok inti terdiri atas
mata diklat yang menunjang
kompetensi pengetahuan dan
profesional. mata diklatnya terdiri
dari beberapa jenis.
Kelompok penunjang, yaitu
kelompok mata diklat yang
merupakan pelengkap untuk
memperkaya pengetahuan, wawasan
dan pembulatan pemahaman terhadap
tujuan program serta berbagai faktor
lingkungan yang mempengaruhi
pelaksanaan tugas dengan bobot
20%.
Mata diklat untuk penunjang titik
tekannya pada kompetensi ketrampilan.
Sehingga peserta diberi tugas untuk
menyusun laporan terkait dengan dengan
kegiatan-kegiatan observasi lapangan.
Kurikulum adalah makna yang harus
dipelajari dan urutannya di mana
pembelajaran itu terjadi. Menurut
Atmodiwirio (2005: 136), kurikulum diklat
disusun berdasarkan kebutuhan kompetensi
untuk jabatan teknis tertentu dan
penyusunannya mengacu struktur program
yang memuat; deskripsi singkat, tujuan
ISSN: 2355-8466 JAMAK (Volume 4, Nomor 1, Mei 2017) | 59
intruksional umum dan khusus, pokok
bahasan, waktu, metode dan alat bantu
diklat.
Ruang lingkup mata diklat dasar
terdiri atas kebijakan diklat dan
pembangunan bidang agama serta mata
diklat Emotional Spiritual Quetion
(ESQ) yang terdiri atas: prinsip
pembangunan karakter, pengembangan
SDM dan Organisasi, pembangunan
sinergi, disiplin pelaksanaan program,
membangun pribadi yang teladan, budaya
organisasi, kesadaran berbangsa dan
bernegara.
Ruang lingkup mata diklat inti terdiri
atas mata diklat yang membekali
kompetensi profesional seperti pendalaman
materi substansi, sedangkan untuk
kompetensi pedagogik seperti model-model
pembelajaran, media pembelajaran, untuk
mata diklat yang menunjang kelancaran
karier dikemas dalam mata diklat karya
tulis ilmiah dan perhitungan angka
kredit. Sedangkan ruang lingkup mata
diklat penunjang terkait dengan tugas-tugas
yang bersifat individu dan kelompok
seperti Building Learning
Commitment(BLC), studi lapangan, seminar
evaluasi program dan ujian. Dari mata
diklat penunjang ini yang dapat digunakan
sebagai alat ukur keberhasilan pelaksanaan
diklat adalah evaluas program dan ujian.
Kesimpulan
Pendidikan dan pelatihan
merupakan salah satu bentuk kegiatan dari
program pengembangan sumber daya
manusia (personal development).
Pengembangan sumber daya manusia
merupakan proses perbaikan staf melalui
berbagai macam pendekatan yang
menekankan realisasi diri (kesadaran),
pertumbuhan pribadi dan pengembangan
diri. Cara meningkatkan kompetensi guru
diantaranya melalui pendidikan dan
pelatihan, dengan bobot kurikulum yang
telah ditentukan oleh lembaga kediklatan,
sehingga dengan kompetensi akan
meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.
Daftar Pustaka
Atmodiwirio, Soebagio. 2002. Manjemen
Pelatihan. Jakarta: Ardadizya
Jaya.
Hamzah B Uno. 2006. Orientasi Baru
dalam Psikologi Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara.
Negara RI, Undang-Undang Republik
Indonesia No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Lembaran Negara RI
Tahun 2003 Nomor 164, TLN RI
Nomor 54).
Negara RI, Undang-Undang Republik
Indonesia No.14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen,
(Lembaran Negara RI Tahun 2005
Nomor 167, TLN RI Nomor 59).
Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005
tentang Standar Nasional
Pendidikan, yang disempurnakan
dalam: Lampiran Permendiknas
No 16/2007 tentang kompetensi
guru .
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun
2000 tentang Pendidikan dan
Pelatihan
Simamora, Henry. 1997. Manajemen
Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: STIE YKPN.
Suastra, I Wayan. 2011. Mengembangkan
Profesionalisme Dosen.
Singaraja: FMIPA Undiksha.
Usman, Moh. Uzer. 1992. Menjadi Guru
Profesional, Ed.2, Cet-22.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
AUTHOR GUIDELINES
Naskah yang dimuat adalah hasil penelitiani atau pemikiran ang belum pernah
dipublikasikan pada media ini atau pada media publikasi yang lain.
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang disempurnakan atau Bahasa
Inggris dengan memenuhi kaidah-kaidah tulisan ilmiah, efektif dan akademis,
dilengkapi dengan abstrak dalam Bahasa Indonesia.
Naskah diketik dengan panjang
1. Minimal 6 halaman, maksimal 10 halaman,
2. Kertas A4 (margin 3-3-3-3),
3. Huruf Times New Roman Poin 11,
4. Berspasi satu.
Naskah ditulis dengan tata urutan sebagai berikut :
1. Judul, singkat, memuat identitas/subjek, indikasi tujuan studi, memuat
kata-kata kunci.
2. Nama Penulis, ditulis tanpa gelar, disertai afiliasi, dan alamat e-mail.
3. Abstrak Disertai Kata kunci (minimal 200 kata, maksimal 250 kata). Note:
Jika naskah menggunakan bahasa Indonesia, maka abstrak juga
menggunakan bahasa Indonesia. Jika naskah menggunakan bahasa
Inggris, maka abstrak juga menggunakan bahasa Inggris.
4. Konten/Isi Jurnal, ditulis dengan format 2 lajur kolom koran.
5. Daftar Pustaka (Reference), mencantumkan semua pustaka. Daftar
pustaka ditulis dengan sistem nama dan disusun menurut abjad.
Standar urutan penulisan konten/isi jurnal adalah sebagai berikut:
a) Artikel hasil penelitian
Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
Pendahuluan
Tinjauan Pustaka
Metode Penelitian
Pembahasan
Kesimpulan
Introduction
Theoritical Review
Research Methods
Discussion
Conclusion
b) Artikel hasil pemikiran/konseptual
Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
Pendahuluan
Pembahasan
Kesimpulan
Introduction
Discussion
Conclusion
Naskah lengkap dikirim pada alamat e-mail (jamak@waskita-
dharma.ac.id/[email protected]). Informasi kelayakan naskah akan
diinformasikan via email (pastikan e-mail anda aktif)/e-mail yang tercantum
dalam naskah yang dikirim.