islam dan politik peran ulama betawi dalam kemenangan...
TRANSCRIPT
ISLAM DAN POLITIK
Peran Ulama Betawi dalam Kemenangan
Pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta
Tahun 2017 di Jakarta Selatan
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Muhammad Cahya Nugraha
NIM: 11151120000040
Program Studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1441 H/2019
iv
ABSTRAK
Agama dan kepentingan politis adalah sesuatu yang unik untuk diteliti
lebih jauh. Skripsi ini akan mengupas lebih dalam tentang betapa kuatnya politik
agama dalam sebuah konstelasi politik di Indonesia. Salah satu pemilihan umum
yang memperlihatkan keterlibatan ulama dalam sebuah kontestasi politik adalah
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2017. Pilkada DKI Jakarta
tahun 2017 merupakan Pilkada yang paling banyak mengundang perhatian
masyarakat luas. Ulama Betawi sebagai orang-orang yang lahir dan besar di
Jakarta juga ikut tergerak berperan aktif dalam Pilkada DKI Jakarta untuk
melahirkan pemimpin berkualitas bagi Jakarta. Dalam menentukan pilihan
politiknya, para ulama Betawi memiliki beberapa pertimbangan yang mereka
gunakan untuk memilih pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur mana
yang mereka dukung. Perspektif keagamaan menjadi salah satu unsur dominan
dalam menentukan pilihan politik bagi para ulama Betawi.
Terdapat 3 (tiga) faktor yang menjadi pertimbangan para ulama Betawi
dalam menentukan pilihan politiknya, yaitu pertama, faktor ketokohan calon.
Kedua, faktor rekam jejak (track record), dan ketiga, faktor keberpihakan kepada
ulama dan umat Islam Jakarta. Atas dasar pertimbangan tadi, para ulama Betawi
menjatuhkan pilihan kepada pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai
pasangan cagub dan cawagub yang mereka dukung dalam Pilkada DKI Jakarta
tahun 2017. Setelah memilih pasangan Anies-Sandi, para ulama Betawi juga
berperan dalam kemenangan pasangan Anies-Sandi di Jakarta Selatan. Peran yang
dilakukan oleh ulama Betawi tentunya tidak terlepas dari otoritas kharismatik
yang dimiliki serta melalui perangkat peran (role-set) dan fasilitas peran (role-
facilities). Terdapat 3 (tiga) peran yang dilakukan oleh para ulama Betawi dalam
usaha mereka memenangkan pasangan Anies-Sandi Pada Pilkada DKI Jakarta
tahun 2017. Pertama, berperan sebagai pembentuk opini di dalam masyarakat.
Kedua, berperan sebagai penggerak massa, dan ketiga, berperan sebagai orang
yang berkampanye untuk pasangan calon Anies-Sandi.
Kata Kunci: Ulama Betawi, Pasangan Anies-Sandi, Pilkada, Otoritas Kharismaik,
Peran.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, rasul
yang telah membawa umatnya dari kegelapan menuju masa yang terang
benderang hingga saat ini.
Skripsi yang berjudul “ISLAM DAN POLITIK (Peran Ulama Betawi
dalam Kemenangan Pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017
di Jakarta Selatan)” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses pembuatan skripsi dari awal sampai selesai, penulis
menyadari bahwa sepenuhnya penulis mendapatkan bantuan berupa bimbingan,
dukungan, serta motivasi dari beberapa pihak. Dalam kesempatan ini izinkan
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A, selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. Ali Munhanif, M.A, beserta seluruh staff dan jajarannya.
3. Dr. Iding Rosyidin, M,Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik,
dan Suryani, M,Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik.
v
4. Suryani M.Si selaku dosen pembimbing akademik.
5. Dr. Nawiruddin selaku dosen pembimbing penulis yang telah
membimbing, mengarahkan, mengajarkan, serta meluangkan waktu
dalam proses pengerjaan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan.
6. Para dosen tercinta selama penulis menuntut ilmu di FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Agus Nugraha, M.Si, Burhanuddin
Muhtadi, Dr. Haniah Hanafie M.Si, Dr. Idris Thaha, M.Si, Chaider S.
Bamualim, Gefarina Djohan, MA, Ana Sabhana Azmy, M.I.P, serta
seluruh dosen di Program Studi Ilmu Politik yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat
bagi penulis.
7. Narasumber skripsi penulis, Bapak K.H. Abdul Rasyid Abdullah
Syafi’i, Bapak K.H. Sulaiman Rohimin, Bapak K.H. Nursasi, Bapak
Anggawira, dan Bapak Herie Marjanto yang telah bersedia
meluangkan waktu dan tenaganya untuk dimintai pendapat sekaligus
diwawancarai.
8. Kedua orang tua penulis, Ayah Djanu Hartjadi dan Ibu Noor Hayati
atas doa yang selalu Ayah dan Ibu panjatkan kepada Allah SWT, atas
segala usaha serta kerja keras Ayah dan Ibu lakukan, atas pelajaran-
pelajaran yang selalu Ayah dan Ibu ajarkan kepada penulis. Skripsi ini
hanyalah sebagian kecil dari perwujudan rasa cinta, sayang, dan
pembuktian bahwa anakmu selalu berusaha menjadi manusia yang
berguna. Semoga Allah SWT selalu melindungi Ayah dan Ibu. Tidak
vi
lupa pula kepada adik penulis Maulana Cheka Bhakti dan seluruh
keluarga besar.
9. Teman-teman Ilmu Politik angkatan 2015, kelas A dan kelas B.
10. Teman-teman Ilmu Politik seperjuangan (redbull), Adel, Lila, Helma,
Inas, Ii, Daffa, Faiz, Nabillah, Andy, Reza, Dayat, Adnan, Dimas.
Terima kasih teman-teman telah membuat perkuliahan penulis terasa
berwarna dengan canda tawa dan semangat kalian, semoga kita sukses
di setiap jalan yang kita tempuh.
11. Teman-teman Ilmu Politik lainnya, Sultan, Kevin, Audy, Desi, Intan,
Cherlinda, Fajar, Redi, Putra, Naswah, Prisma, Fauzan dan lainnya.
Terima kasih atas semua pengalaman yang telah diberikan dalam
semua proses belajar bersama.
12. Teman-teman HIMAPOL 2018 serta adik-adik HIMAPOL 2019.
13. Keluarga Besar Paskibra SMAN 26 Jakarta dan Keluarga Besar
Paskibra SMPN 73 Jakarta yang selalu hadir, mensupport dan selalu
siap berjuang bersama penulis membela almamater tercinta.
14. Managers Phoenix, Kak Fandi, Kak Ragil, Kak Ade, Kak Andry,
Bang Madun, Ali, Ajeng, dan Purna Paskibra 26 yang selalu
mensupport dan memberikan saran serta masukan untuk penyelesaian
skripsi ini.
15. Ibu Yuliati Cahaya selaku Pembina Paskibra SMAN 26 Jakarta.
vii
Tanpa adanya mereka, penulis tidak yakin penelitian ini dapat selesai
dengan baik. Penulis berterima kasih dengan sepenuh hati, semoga Allah SWT
selalu melindungi mereka serta membalas kebaikan mereka. Namun demikian,
penulis bertanggung jawab penuh atas segala kekurangan dalam penelitian ini,
kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ciputat, 30 September 2019
Muhammad Cahya Nugraha
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...................................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Pernyataan Masalah ................................................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian .............................................................................................. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ........................................................................................... 20
BAB II KERANGKA TEORI ..................................................................................................... 21
A. Pengertian Ulama .................................................................................................. 22
B. Peran dan Fungsi Ulama ....................................................................................... 28
C. Ulama dan Politik ................................................................................................. 29
D. Teori Pemimpin Ideal dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam ............................ 34
1. Urgensi Kepemimpinan ........................................................................................ 34
2. Tujuan Kepemimpinan .......................................................................................... 37
3. Prinsip Kepemimpinan .......................................................................................... 39
4. Kriteria Ideal Seorang Pemimpin .......................................................................... 41
D. Teori Otoritas Kharismatik ................................................................................... 44
E. Teori Peran ............................................................................................................ 50
BAB III ULAMA BETAWI DAN PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017 ........................ 54
A. Ulama Betawi ........................................................................................................ 54
B. Profil Ulama Betawi ............................................................................................. 60
ix
1. K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i .................................................................... 60
2. K.H. Muhammad Nursasi ..................................................................................... 63
3. K.H. Sulaiman Rohimin ........................................................................................ 65
C. Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017 ............................................................................. 67
1. Proses Politik dan Peta Koalisi ............................................................................. 67
2. Dinamika Pilkada DKI Jakarta 2017 .................................................................... 72
3. Dukungan Politik Pasangan Calon ........................................................................ 75
4. Wilayah Jakarta Selatan Sebagai Basis Dukungan Ulama Kepada Pasangan Anies-
Sandi ......................................................................................................................... 80
BAB IV PERTIMBANGAN SERTA PERAN ULAMA BETAWI DALAM MENDUKUNG
DAN MEMENANGKAN PASANGAN ANIES-SANDI PADA PILKADA DKI
JAKARTA 2017 DI JAKARTA SELATAN ................................................................. 87
A. Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017 dalam Perspektif Ulama Betawi ...................... 87
B. Faktor-faktor yang Menjadi Pertimbangan Ulama Betawi dalam Mendukung
Anies-Sandi ................................................................................................................... 92
1. Faktor Ketokohan Calon ....................................................................................... 95
2. Faktor Rekam Jejak (Track Record) ..................................................................... 98
3. Faktor Keberpihakan Kepada Ulama dan Umat Islam Jakarta ........................... 101
C. Peran Ulama Betawi dalam Kemenangan Pasangan Anies-Sandi di Jakarta Selatan
109
1. Membentuk Opini ............................................................................................... 109
2. Penggerak Massa ................................................................................................ 116
3. Kampanye ........................................................................................................... 121
D. Kemenangan Pasangan Anies-Sandi di Jakarta Selatan ...................................... 127
BAB V PENUTUP ...................................................................................................................... 130
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 130
B. Saran - Saran ....................................................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 132
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perolehan Suara Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran
Kedua ...................................................................................................................... 8
Tabel 2 Tahapan Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran Pertama .............................. 68
Tabel 3 Tahapan Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran Kedua ................................. 69
Tabel 4 Peta Koalisi Partai Politik Pilkada DKI Jakarta Putaran Pertama ........... 69
Tabel 5 Peta Koalisi Partai Politik Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua .............. 71
Tabel 6 Peta Dukungan Ulama Betawi ................................................................. 78
Tabel 7 Perolehan Suara Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran
Pertama .................................................................................................................. 83
Tabel 8 Perolehan Suara Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran
Kedua .................................................................................................................... 84
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Kota Administrasi Jakarta Selatan ............................................... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Indonesia adalah sebuah negara yang menganut paham Pancasila dengan
sistem demokrasi. Dalam negara demokrasi, proses pemilihan umum menjadi hal
penting dan dibutuhkan untuk mengisi jabatan-jabatan politik. Sistem politik di
Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh budaya paternalistik dan terkesan
primordial. Proses politik dan penentuan kebijakan seperti pergantian
pemerintahan tidak hanya didasarkan oleh variabel politik nasional.
Primordialisme dalam bentuk keterikatan oleh agama, suku, kelompok, hingga
paham yang dianut, turut serta menjadi faktor sosial budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat yang dianggap dominan. Salah satu faktor sosial
dan budaya yang dominan dalam proses politik di Indonesia adalah agama.
Salah satu peneliti senior Populi Center Afrimadona mengatakan, peran
para pemuka agama mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam politik, baik
itu dalam Pilkada maupun Pilpres.1 Menurut Afrimadona, kontribusi tokoh agama
dalam mendulang suara untuk pemilu sudah berlangsung sejak dahulu hingga
sekarang. Faktor kepemimpinan para pemuka agama ini kerap kali membuat
gerakan yang luar biasa di dalam masyarakat. Afrimadona mengatakan dampak
keterlibatan ulama dalam politik yang begitu besar ini merupakan hal yang masih
1 Antaranews.com, ”Peran Ulama Cukup Berpengaruh dalam Politik”,
https://pemilu.antaranews.com, diakses pada hari Minggu, 16 Juni 2019, pukul 22.01 WIB.
2
dianggap relevan hingga saat ini. Hal itu dikarenakan kerangka berfikir yang
masih terbalut oleh hal-hal yang berbau identitas dan keagamaan masih
mendominasi pemikiran rakyat Indonesia.
Menurut Asep S. Muhtadi, ada beberapa faktor yang membuat pengaruh
ulama sangat kuat dalam masyarakat. Pertama, dapat dilihat dari aspek teologis.
Pada dasarnya masyarakat Islam memandang ulama sebagai ahli waris penerus
para nabi (waratsatul anbiya), tidak ada figur lain yang dapat menerjemahkan
pesan-pesan Tuhan yang tercantum dalam firman-firman Tuhan. Kedua, adanya
kharisma. Faktor ini terbentuk secara alamiah dan didukung oleh perilaku dan
sikap sehari-hari. Melalui kharisma yang dimilikinya, menempatkan seorang
ulama menjadi aktor dalam perubahan sosial karena memiliki pengaruh yang
sangat kuat di masyarakat. Kharisma seorang ulama seringkali dimanfaatkan oleh
para pemimpin formal baik itu untuk kepentingan penyebaran informasi maupun
untuk tinjauan politik.2
Zamakhsyari Dhofier menjelaskan bahwa kekuatan ulama terletak pada
dua hal. Pertama, memiliki perasaan kemasyarakatan yang sangat tinggi (high
social developed sense). Kedua, selalu melandaskan sesuatu kepada kesepakatan
bersama (consensus). Menurut Dhofier, dengan adanya kedua kekuatan tersebut,
menjadi alasan utama penerimaan ulama di dalam masyarakat. Sebagaimana
peran ulama tidak hanya sebatas dalam masalah keagamaan, peran ulama juga
sebagai juru bicara masyarakat atau sebagai penghubung dengan kekuasaan.3
2 Asep S. Muhtadi, Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama: Pergulatan Pemikiran Politik
Radikal dan Akomodatif, (Jakarta: LP3S, 2004), hlm. 37-38. 3 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren:Studi Pandangan Kiai dan Visinya Mengenai
Masa Depan Indonesia, (Jakarta: LP3S, 2011), hlm. 56-58.
3
Salah satu pemilihan umum yang memperlihatkan keterlibatan ulama
dalam kontestasi politik tersebut adalah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI
Jakarta tahun 2017. Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 merupakan Pilkada yang
paling banyak mengundang perhatian masyarakat luas. Hal ini mungkin saja
terjadi mengingat DKI Jakarta adalah Ibukota Negara Indonesia. Ibukota negara
merupakan cerminan maupun wajah bagi suatu negara dan juga menjadi sebuah
kebanggaan bagi negara tersebut. Pusat pemerintahan negara, sentral
perekonomian nasional, kebudayaan, dan banyak aspek-aspek lain yang hadir dan
memberikan warna tersendiri bagi Jakarta sebagai ibukota negara. Selain itu,
sebuah ibukota negara juga sarat akan banyaknya kepentingan. Menguasai sebuah
ibukota negara setidaknya menguasai bagian besar bagi negara tersebut. Tidak
bisa dipungkiri, kursi DKI-1 merupakan jabatan strategis yang diinginkan banyak
pihak karena mempunyai kekuasaan di Jakarta sama dengan memiliki pengaruh
yang sangat besar ke seluruh negeri.
Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa kursi DKI-1
memungkinkan sekali menjadi batu loncatan untuk menuju suksesi kepemimpinan
nasional yaitu Presiden Republik Indonesia.4 Sebagai barometer perpolitikan
nasional, kepemimpinan di Jakarta juga mengundang perhatian dari seluruh
masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, Presiden Republik Indonesia saat ini yaitu
Bapak Joko Widodo merupakan sosok yang lahir dari fenomena suksesi
kepemimpinan nasional melalui kursi DKI-1. Bukan tidak mungkin akan hadir
4 Republika.co.id, ”Pengamat: Jakarta Memang Potensial Jadi Loncatan ke RI 1”,
https://m.republika.co.id, diakses pada hari Jumat, 14 Desember 2018, pukul 22.19 WIB.
4
kembali sosok seperti Jokowi dikemudian hari yang lahir menjadi suksesi
kepemimpinan nasional melalui kursi DKI-1.
Hal-hal itulah yang membuat banyak kalangan menganggap Pilkada
Jakarta begitu penting tak terkecuali para ulama Betawi. Ulama Betawi sebagai
orang-orang yang lahir dan besar di Jakarta juga ikut tergerak berperan aktif
dalam Pilkada DKI Jakarta untuk melahirkan pemimpin berkualitas bagi Jakarta.
Kesejarahan Kota Jakarta yang terkenal dengan religiusitasnya yang tinggi dari
zaman penjajahan hingga saat ini, tentunya tidak terlepas dari peran figur-figur
ulama Betawi dan menjadi suatu hal yang saling terkait. Ulama Betawi
merupakan orang-orang yang juga merasakan langsung bagaimana kepemimpinan
di Jakarta berjalan. Tentunya mereka mempunyai pola pikir dan cara pandang
tersendiri untuk menyikapi setiap kepemimpinan Gubernur Jakarta.
Para ulama Betawi menginginkan Gubernur Jakarta yang memiliki
integritas, kepercayaan, kesantunan, serta memiliki visi yang sama dengan
masyarakat Jakarta, terutama satu visi dengan umat Islam Jakarta. Tidak bisa
dipungkiri hubungan Islam dan Jakarta sudah terjalin sejak lama dan begitu
mengakar kuat ajaran serta kebudayaannya. Para ulama Betawi ingin memastikan
hubungan yang sudah terjalin sejak lama itu antara Islam dan Jakarta tetap
berlangsung hingga masa modern ini. Kepemimpinan Gubernur Jakarta adalah
salah satu cara untuk memastikan hal itu tetap terjalin. Inilah mengapa para ulama
Betawi begitu antusias untuk ikut berperan dalam Pilkada DKI Jakarta tahun
2017.
5
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 diikuti oleh tiga pasang calon yaitu Agus
Harimurti Yudhoyono berpasangan dengan Sylviana Murni, Basuki Thahaja
Purnama berpasangan dengan Djarot Syaiful Hidayat, dan terakhir Anies
Baswedan berpasangan dengan Sandiaga Uno.5 Pilkada DKI Jakarta tahun 2017
berlangsung dua putaran. Hal ini dikarenakan tidak adanya pasangan calon
gubernur dan calon wakil gubernur (cagub-cawagub) yang meraih suara di atas
50% + 1, sehingga untuk menentukan pemenang pemilu harus ditentukan melalui
mekanisme pemilu dua putaran.
Pada putaran pertama, pasangan Ahok-Djarot unggul dengan perolehan
suara sebesar 2.364.577 suara atau sebesar 42,99%, diikuti oleh pasangan Anies-
Sandi dengan perolehan suara sebesar 2.197.333 atau sebesar 39,95%, dan di
posisi yang paling rendah adalah pasangan Agus-Sylvi dengan perolehan suara
sebesar 937.955 suara atau sekitar 17,07%. Dengan hasil ini, Komisi Pemilihan
Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta menetapkan pasangan Ahok-Djarot dan
Anies-Sandi melaju ke putaran kedua.6
Memasuki putaran kedua, pasangan Anies-Sandi berhasil mengungguli
pasangan Ahok-Djarot yang sebelumnya pada putaran pertama berhasil unggul.
Pasangan Ahok-Djarot hanya memperoleh suara sebesar 2.351.245 suara atau jika
di persentasekan sebesar 42,05%. Sedangkan pasangan Anies-Sandi memperoleh
suara yang cukup besar dan mengalami peningkatan yang cukup signifikan
5 Kompas.com, ”Pilkada DKI 2017 Resmi Diikuti Tiga Pasang Cagub-Cawagub”,
https://kompas.com, diakses pada hari Minggu, 16 Juni 2019, pukul 22.33 WIB. 6 Detik.com, ”KPU Tetapkan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi Maju Putaran Dua Pilkada”,
https://m.detik.com, diakses pada hari Selasa, 21 Mei 2019, pukul 15.58 WIB.
6
dibanding putaran pertama. Pasangan Anies-Sandi berhasil mendapatkan suara
sebesar 3.240.332 atau jika di persentasekan sebesar 57,95%.7
Berdasarkan hasil di atas, KPUD DKI Jakarta menetapkan pasangan Anies
Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
Dengan hasil ini, pasangan Anies-Sandi berhasil menjadi Gubernur dan Wakil
Gubernur DKI Jakarta terpilih periode 2017-2022.8 Hal ini menandai berakhirnya
seluruh rangkaian Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Kekalahan Ahok-Djarot dalam
Pilkada menjadi sesuatu yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut. Berdasarkan
hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), tingkat kepuasan publik terhadap
pemerintahan yang dipimpin oleh pasangan petahana yaitu Ahok-Djarot mencapai
73%.9 Melalui hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
warga DKI Jakarta merasa puas atas kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur
petahana selama beberapa tahun terakhir. Hal ini menjadi menarik ketika
pasangan petahana yang mengantongi 73% tingkat kepuasan publik tadi, bisa
dikalahkan oleh pasangan Anies-Sandi yang bisa dibilang orang baru untuk DKI
Jakarta.
Banyak faktor yang membuat pasangan Anies-Sandi berhasil
memenangkan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Selain ketokohan dari pasangan
Anies-Sandi, dan program kerja yang disampaikan ke masyarakat, ternyata
meningkatnya isu Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA) yang muncul dan
7 Detik.com, ”Hasil Pleno KPU DKI: Anies-Sandi 57,95%, Ahok-Djarot 42,05%”,
https://m.detik.com., diakses pada hari Rabu, 22 Mei 2019, pukul 16.03 WIB. 8 Liputan6.com, “KPU Tetapkan Anies-Sandi Pemenang Pilkada DKI 2017 Hari Ini”,
https://m.liputan6.com, diakses pada hari Senin, 17 Desember 2018, pukul 13.59 WIB. 9 Detik.com, ”LSI Denny JA: Tingkat Kepuasan terhadap Ahok-Djarot Mencapai 73%”,
https://m.detik.com, diakses pada hari Senin, 25 November 2018, pukul 12.59 WIB.
7
berkembang di masyarakat juga turut menjadi faktor mengapa pasangan petahana
Ahok-Djarot berhasil dikalahkan oleh pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI
Jakarta tahun 2017.10
Isu SARA mulai berkembang di masyarakat semenjak mencuatnya kasus
penistaan agama yang menjerat Gubernur Jakarta yang juga menjadi calon
gubernur di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 yaitu Basuki Thahaja Purnama atau
Ahok. Kasus penistaan agama dimanfaatkan betul oleh kalangan-kalangan yang
tidak pro terhadap Ahok seperti halnya para ulama Betawi dan ormas-ormas
Islam, untuk mengganti Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal ini dapat dilihat
dari begitu antusiasnya keterlibatan para ulama Betawi dan juga ormas Islam
dalam mempengaruhi umat Islam untuk tidak memilih Ahok pada Pilkada
mendatang.
Pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno atau yang bisa disebut
pasangan Anies-Sandi, merupakan Cagub-Cawagub yang paling terlihat
kedekatannya dengan para ulama dalam hal dukungan politik, terkhusus lagi
dukungan politik dari para ulama Betawi. Banyak dukungan yang diberikan para
ulama-ulama di Jakarta kepada pasangan Anies-Sandi. Sebagai contoh deklarasi
dukungan yang diberikan oleh Forum Ulama dan Habaib (FUHAB)11
, deklarasi
dukungan independent dari ulama kharismatik Betawi K.H. Abdul Rasyid
10
Bbc.com, ”Isu SARA Meningkat di Pilkada DKI Jakarta, Salah Siapa?”,
https://bbc.com, diakses pada hari Jumat, 14 Desember 2018, pukul 22.31 WIB. 11
Kompas.com, ”Forum Ulama dan Habaib Nyatakan Dukung Anies-Sandiaga”,
https://megapolitan.kompas.com , diakses pada hari Selasa, 1 Mei 2018, pukul 07.20 WIB.
8
Abdullah Syafi’i12
, dan sejumlah ormas dan ormas Islam yang dimotori para
ulama mereka, seperti FBR dan FPI.13
Tabel 1 Perolehan Suara Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017
Putaran Kedua
Perolehan
Suara Paslon
Jakarta
Barat
Jakarta
Pusat
Jakarta
Selatan
Jakarta
Timur
Jakarta
Utara
Kepulauan
Seribu Jumlah
Akhir
Ahok-Djarot
611. 801
(47,2%)
243.574
(42,3%)
459.753
(37,9%)
612.630
(38,2%)
418.096
(47,3%)
5.391
(38,0%)
2.351.245
(42,05%)
Anies-Sandi
685.079
(52,8%)
332.803
(57,7%)
754.140
(62,1%)
992.946
(61,8%)
466.568
(52,7%)
8.796
(62,0%)
3.240.332
(57,95%)
Tingkat
Partisipasi
Pemilih
77, 2% 76,6% 76,4% 80,0% 78,8% 80,4% 78,0%
Sumber: Diolah dari Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan data yang penulis temukan, kemenangan pasangan Anies-
Sandi didapat di seluruh kota administrasi di Jakarta. Fakta ini menjadi sesuatu
hal yang tidak biasa mengingat Ahok-Djarot merupakan Cagub dan Cawagub
petahana dalam Pilkada ini dengan tingkat kepuasan publik mencapai 70%.
Penulis berkesimpulan dampak keterlibatan ulama pada Pilkada kali ini begitu
besar adanya dengan bukti kemenangan pasangan Anies-Sandi.
Tingginya persentase perolehan suara pasangan Anies-Sandi pada Pilkada
DKI Jakarta tahun 2017 membuat penulis tertarik untuk mencari tahu bagaimana
peran dan kontribusi yang dilakukan para ulama Betawi tersebut dalam usaha
12
Pks.id, ”Ulama Betawi Ajak Warga Menangkan Anies Sandi”, https://pks.id., diakses
pada hari Selasa, 1 Mei 2018, pukul 08.20 WIB. 13
Kbr.id, ”Setelah Anies Temui FPI, Berikutnya Giliran FBR dan Ormas Pendukung
Demokrat”, https://m.kbr.id., diakses pada hari Senin, 17 Juni 2019, pukul 17.47 WIB.
9
mereka memenangkan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun
2017.
Pasangan Anies-Sandi memperoleh persentase suara kemenangan tertinggi
di wilayah Jakarta Selatan. Ulama-ulama Betawi yang berada di wilayah Jakarta
Selatan mempunyai animo yang tinggi, militan, dan cukup vulgar untuk ikut
terlibat dan berperan aktif dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Sangat relevan
untuk diteliti bagaimana peran yang dilakukan oleh para ulama Betawi di wilayah
Jakarta Selatan pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, dalam usaha mereka
memenangkan pasangan yang mereka dukung, yaitu pasangan Anies-Sandi.
B. Pertanyaan Penelitian
Dari pemaparan dalam pernyataan masalah di atas, maka pertanyaan
penelitian yang dapat dikemukakan yaitu:
1. Faktor apa saja yang menjadi pertimbangan ulama Betawi untuk
mendukung pasangan Anies-Sandi dalam Pilkada DKI Jakarta tahun
2017?
2. Bagaimana bentuk peran dan kontribusi para ulama Betawi dalam
memenangkan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun
2017 di Jakarta Selatan?
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan ulama
Betawi untuk mendukung pasangan Anies-Sandi dalam Pilkada
Jakarta tahun 2017.
b. Untuk mengetahui bentuk peran dan kontribusi dari para ulama
Betawi dalam memenangkan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada
Jakarta tahun 2017 di Jakarta Selatan.
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan wawasan dan menambah pengetahuan terkait peran
yang dilakukan ulama dalam memenangkan pasangan Anies-Sandi
pada Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017.
b. Penulis berharap dari hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi studi ilmu politik di lingkungan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam perspektif keterlibatan
ulama dalam politik.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, ada beberapa literatur yang penulis jadikan referensi
dan tinjauan pustaka, dengan tujuan untuk menemukan perspektif berbeda dan sisi
menarik penelitian ini dari penelitian-penelitian yang pernah ada. Beberapa
tinjauan pustaka yang penulis jadikan referensi adalah:
11
Kajian pertama yakni sebuah tesis yang ditulis oleh Feizal Rachman.14
Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai peran kiai dalam kemenangan pasangan
Tatang Farhanul Hakim dan H. Hidayat. Kemenangan pasangan Tatang Farhanul
Hakim dan H. Hidayat disebabkan dua faktor, yakni pertama, faktor birokrasi.
Faktor kedua yaitu, pesantren. Selain memanfaatkan kedekatan dengan para elite
birokrasi, ia juga memanfaatkan kedekatan dengan para elite agama yakni kiai
besar yang juga mempunyai pesantren dan santri. Metode kualitatif adalah metode
yang digunakan dalam penelitian ini.
Melalui pendekatan-pendekatan tadi, terutama kedekatan dengan para elite
agama, Tatang Farhanul membangun citra dirinya sebagai sosok yang identik
dengan pesantren dan juga kiainya. Bisa dibilang, pesantren dan juga kiai menjadi
sumber dukungan terbesar untuk Tatang sehingga dirinya dapat memenangkan
Pilkada tahun 2006 di Tasikmalaya. Adapun teori-teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori patron klien, teori kepemimpinan nonformal dan teori
politik lokal. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa figur seorang kiai dan juga
pesantrennya, masih efektif sebagai instrumen mobilisasi massa karena figur
seorang kiai yang masih sangat dipatuhi. Pengaruh kuat elite agama tadi membuat
para politisi memiliki kepentingan dengan para elite agama untuk mendapatkan
dukungan dari wilayah dimana elite agama itu tinggal.
14
Feizal Rachman, “Kiai dan Pemilihan Kepala Daerah: Studi Terhadap Kiai Dalam
Proses Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Tahun 2006 di Kabupaten Tasikmalaya”
(Tesis, Universitas Indonesia, 2006).
12
Kajian yang kedua adalah dari disertasi yang ditulis oleh Tu Bagus Iman
Aryadi.15
Dalam penelitian ini dijelaskan, keterlibatan dan peran serta seorang
pemuka agama dalam pemilihan gubernur di Banten masih sangat besar
pengaruhnya. Kedudukan seorang pemuka agama di dalam masyarakat yang
tergolong tinggi serta terhormat, membuat peran-peran yang dilakukan sangatlah
mudah diterima masyarakat. Figur seorang kiai di Banten menjadi sosok yang
teramat penting bagi para pasangan calon gubernur. Hal ini dapat dibuktikan
dengan banyaknya kiai dan yang berada di belakang masing-masing calon untuk
memberikan dukungan dan berfungsi sebagai pendulang suara (vote getter).
Metode kualitatif digunakan adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini.
Pada penelitian ini dijelaskan, ada 5 (lima) peran yang dilakukan pemuka
agama dalam hal ini kiai, dalam Pilkada di Banten. Peran itu adalah: 1) sebagai
fasilitator; 2) pembentuk opini publik; (3) menggerakkan masyarakat dalam
pertemuan-pertemuan; 4) sebagai juru kampanye; dan 5) sebagai pendampingan
atau tim advokasi.
Tinjauan ketiga yaitu tesis yang ditulis oleh Endik Hidayat.16
Melalui
pendekatan dan metode kualititaf, penelitian ini menjelaskan bahwa faktor
keagamaan masih menjadi acuan ketika seseorang akan mendukung dan memilih
calon tertentu dalam sebuah kontestasi politik. Pilpres tahun 2014 adalah
kontestasi politik yang dimaksud dalam penelitian ini, di mana kiai dan juga
pesantren yang mereka pimpin dapat menjadi sumber bagi sebuah dukungan
15
Tu Bagus Iman Aryadi, “Peran dan Keterlibatan Kiai Dalam Pemilihan Gubernur
Banten Tahun 2011” (Disertasi, Universitas Indonesia, 2014). 16
Endik Hidayat, “Kiai dan Politik: Peran Kiai Pendukung Prabowo-Hatta Pada
Pemilihan Presiden 2014: Studi Kasus Pesantren Areng-Areng Pasuruan Jawa Timur” (Tesis,
Universitas Indonesia, 2014).
13
politik di Jawa Timur bagi pasangan Prabowo-Hatta. Dalam penelitian ini juga
dijelaskan terdapat peranan-peranan yang dilakukan oleh para kiai dalam
keterlibatan mereka pada Pilpres 2014. Peranan itu meliputi, 1) agama digunakann
sebagai sebuah kepentingan politik untuk mengarahkan pemberian dukungan; 2)
peranan kiai sebagai pembentuk opini publik; 3) peranan kiai sebagai fasilitator;
dan 4) peranan kiai sebagai juru kampanye pasangan calon yang mereka dukung
pada Pilpres 2014.
Tinjauan keempat yaitu sebuah jurnal yang ditulis oleh Dinul Husnan dan
Mhd. Sholihin.17
Melalui metode kualitatif, jurnal ini menjelaskan dan
menganalisis fenomena gerakan sosial-politik Islam yang terjadi di Indonesia
beberapa waktu terakhir. Sebelum penjelasan itu, Dinul Husnan dan Mhd.
Sholihin menjelaskan terlebih dahulu sebuah tesis dari Zamakhsyari Dhofier
(1980) yang berjudul The Pesantren Tradition: A Study of the Role of Kyai in the
Maintenance of the Traditional ideology of Islam in Java untuk memberikan
pemahaman dan gambaran awal. Dalam tesis Dhofier dijelaskan, sejak dahulu
zaman penjajahan, usaha-usaha dari para ulama dalam hal ini kiai, dalam
mempertahakan ideologi Islam dari rongrongan ideologi lain terbilang cukup
radikal. Sampai pada puncaknya adalah ketika terjadinya peristiwa Agresi Militer
Belanda I dan II. K.H. Hasyim Asyari yang merupakan salah satu kiai ternama
ketika itu, mengeluarkan sebuah pernyataan yang dikenal dengan resolusi jihad.
17
Dinul Husnan dan Mhd. Sholihin, “Ulama, Islam, dan Gerakan Sosial-Politik: Reposisi
Ulama dalam Gerakan Sosio-Politik Islam Indonesia”, Bengkulu: Jurnal Kajian Keislaman dan
Kemasyarakatan, Vol. 2. No.1, Tahun 2017 [jurnal on-line], http://journal.staincurup.ac.id, hlm.1-
26.
14
Resolusi ini menciptkan spirit yang begitu kuat dan membuat para santri rela
mengorbankan nyawa untuk mempertahankan bangsa dan negara.
Kemudian Dinul Husnan dan Mhd. Sholihin mencoba mengelaborasi
resolusi jihad tadi untuk membaca fenomena gerakan sosial yang terjadi akhir-
akhir ini di Indonesia yang dikenal dengan Aksi Bela Islam. Di tengah modernitas
yang terjadi, semangat-semangat perjuangan untuk membela Ideologi Islam masih
begitu nyata terlihat. Dipicu kasus penistaan agama yang melibatkan Basuki
Thahaja Purnama, elite-elite agama Islam seperti para ulama, kiai dan habib turut
terjun langsung dan mengobarkan spirit perjuangan untuk meminta keadilan demi
menjaga eksistensi dan kebesaran ideologi Islam. Aksi Bela Islam bisa disebut
serupa dengan resolusi jihad yang dikeluarkan oleh K.H. Hasyim Asyari ketika itu
untuk membela dan mempertahankan ideologi Islam.
Tinjauan kelima, adalah skripsi yang ditulis oleh Aminah.18
Penelitian
skripsi ini menggunakan metode kualitatif untuk melihat fenomena habib dan
politik. Penelitian skripsi ini menjelaskan keterlibatan habib dalam sebuah
kontestasi politik begitu nyata adanya. Peran dari salah satu elite keagamaan ini
masih dipercaya mampu untuk memberikan sumbangan yang signifikan bagi
misi-misi pemenangan politik. Namun, ada hal menarik yang terjadi, ketika
peranan-peranan yang sudah dilakukan oleh habib sebagai elite agama yang
membantu kemenangan politik, ternyata gagal.
18
Aminah, “Habib dan Politik: Kritik Peranan Habib Abdurrahman Al Habsyi Dalam
Upaya Pemenangan Pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Hatta Pada Pemilu Tahun 2014 di
Kecamatan Senen-Jakarta Pusat” (Skripsi, Universitas Indonesia, 2017).
15
Skripsi tentang habib dan politik ini, menggunakan teori peran, teori
makelar budaya, dan teori patron-klien untuk menganalisis peran dari Habib
Abdurrahman Al Habsyi dalam upaya memenangkan pasangan Prabowo-Hatta
pada Pemilu Presiden 2014. Dijelaskan bahwa, seorang habib yang berperan
sebagai makelar budaya (cultural broker) di tengah-tengah masyarakat, berubah
menjadi makelar politik (political broker) ketika kontestasi politik datang
menghampiri. Hal ini terjadi karena posisi habib sebagai elite agama
dipergunakan sebagai pendulang suara (vote getter) pasangan Prabowo-Hatta pada
Pilpres 2014.
Ada beberapa peranan yang dilakukan habib dalam usahanya mendulang
suara bagi pasangan Prabowo-Hatta, diantaranya: 1) peran sebagai fasilitator; 2)
peran sebagai penggerak massa; dan 3) peran sebagai pembentuk opini. Peranan-
peranan tersebut dilakukan oleh habib dengan menggunakan perangkat peran (role
set) dan fasilitas peran (role facilities) yang ia miliki. Sebagai contoh perangkat
peran ialah menggunakan jamaah majelis taklim, keluarga dan masyarakat sekitar
sebagai orang-orang yang bisa dipengaruhi, dan contoh fasilitas peran ialah
menggunakan majelis taklim dan masjid yang ia miliki untuk melakukan peran-
peran tadi. Namun, peranan-peranan yang dilakukan habib tadi tidak
menghasilkan kemenangan bagi pasangan Prabowo-Hatta. Hal ini dikarenakan
adanya informasi-informasi yang menekan dan mendesak setiap peranan yang
dilakukan oleh habib. Peranan yang dilakukan habib tidak cukup kuat untuk
mempengaruhi dan melawan informasi-informasi yang berlawanan tadi, sehingga
masyarakat tidak terlalu terpengaruh oleh peran-peran yang dilakukan habib.
16
Tinjuan-tinjauan di atas dapat memberikan gambaran dan pemahaman
tentang keterlibatan seorang pemuka agama dalam politik. Bisa disimpulkan,
pemuka agama menjadi kekuatan politik tersendiri pada setiap pelaksanaan
kontestasi politik baik itu Pilkada maupun Pilpres. Terdapat perbedaan antara
penelitian yang penulis lakukan pada skripsi ini dengan penelitian-penelitian yang
telah disebutkan di atas.
Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian yang
dilakukan Feizal Rachman dan TB Imam Aryadi, terletak pada unsur kekuatan
politik dari seorang elite agama. Penelitian yang dilakukan penulis melihat
kekuatan politik yang dimiliki oleh ulama-ulama betawi yang bergelar kiai haji
dan tidak memasukkan pesantren sebagai objek utama kekuatan ulama. Beberapa
ulama Betawi juga memiliki pesantren, namun pesantren yang mereka miliki
berada di luar Jakarta, sementara penelitian yang penulis lakukan berada di
wilayah Jakarta, sehingga tidak relevan jika pesantren tersebut dimasukkan ke
dalam unsur kekuatan ulama Betawi.
Selanjutnya, perbedaan juga terletak pada penelitian yang dilakukan
penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh Aminah dan Endik Hidayat. Pada
penelitian Aminah dan Endik Hidayat, keduanya mengambil kasus pada Pilpres
2014, sedangkan penulis mengambil studi kasus Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
Ada peranan-peranan yang dilakukan kiai dalam usaha mereka memenangkan
calon yang mereka dukung, seperti juru kampanye, fasilitator, mobilisasi dan
pembentuk opini. Penulis juga menemukan peranan-peranan yang hampir serupa
pada penelitian tentang ulama Betawi. Namun, peranan tersebut terjadi setelah
17
adanya pertimbangan-pertimbangan memilih berdasarkan perspektif keagaaman
yang dilakukan oleh para ulama Betawi. Perbedaanya juga terdapat pada posisi
ulama Betawi dalam memberikan dukungan dan peran-perannya untuk pasangan
calon tertentu. Para ulama Betawi berada di luar struktural tim kampanye ataupun
tim pemenangan, sedangkan pada penelitian Endik Hidayat dan Aminah, posisi
kiai dan habib tergabung ke dalam tim sukses.
Perbedaan juga terdapat pada tinjauan pustaka terakhir yaitu jurnal yang
ditulis oleh Dinul Husnan dan Mhd. Solihin dengan penelitian yang penulis
lakukan. Upaya para ulama Betawi untuk mengganti Ahok dari jabatan Gubernur
Jakarta, bersumber pada ketidakselarasan antara para ulama dan ormas Islam
dengan Gubernur Ahok dalam memandang suatu persoalan di Jakarta. Selain itu,
Ahok yang seorang non-muslim dan telah menistakan agama Islam semakin
membuat keinginan mengganti pemimpin semakin berlipat ganda, karena Ahok
dianggap tidak layak memimpin Jakarta kembali. Namun, terdapat persamaan
antara penelitian penulis dengan jurnal yang ditulis oleh Dinul Husnan dan Mhd.
Solihin. Semangat perjuangan menegakkan agama lewat cara-cara politiklah yang
diserukan oleh para ulama yang sama-sama dapat dilihat dari kedua penelitian ini.
Seruan perjuangan yang digaungkan para ulama inilah yang didengar dan diikuti
oleh umat Islam di Jakarta.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian keterlibatan ulama Betawi dalam Pilkada ini, ada
beberapa objek penelitian diantaranya adalah representasi dari ulama Betawi yaitu
18
K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, K.H. Muhammad Nursasi, dan K.H.
Sulaiman Rohimin. Dalam hal ini, penulis ingin mengetahui apa saja
pertimbangan yang digunakan oleh para ulama Betawi dalam memilih pasangan
Anies-Sandi, dan bagaimana peran yang mereka lakukan dalam usaha mereka
memenangkan pasangan tersebut pada pilkada DKI Jakarta tahun 2017 di Jakarta
Selatan, dengan menggunakan metode kualitatif.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
dilakukan dengan tujuan menafsirkan fenomena yang terjadi dengan
menggunakan berbagai metode yang ada.19
Penelitian ini menghasilkan
data deskriptif yang kemudian penulis dapat mengkaji dan menelaah lebih
lanjut mengenai bagaimana peran yang dilakukan ulama Betawi dalam
kemenangan pasangan Anies-Sandi pada pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
2. Teknik Pengumpulan Data
A. Teknik Wawancara
Teknik wawancara adalah sebuah teknik proses pengumpulan data
interaktif dua arah, dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan orang yang diwawancarai.20
Teknik pengumpulan
data dalam penelitian skripsi ini yaitu berupa wawancara mendalam untuk
menggali informasi dan data sebagai data primer. Adapun wawancara
19
Albi Anggito & Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Sukabumi: CV
Jejak, 2018), hlm. 7. 20
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 136.
19
mendalam ini dilakukan secara sistematis dan terstruktur, sehingga
nantinya dapat menghasilkan sebuah informasi dan data-data yang
dibutuhkan demi mendukung penelitian ini.
B. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data berikutnya adalah dengan cara dokumentasi.
Penulis menggunakan beberapa buku, jurnal online, dan informasi-
informasi dari media cetak online. Teknik ini dipilih untuk memudahkan
penulis dalam penggalian data primer maupun sekunder untuk dapat
menjabarkan secara detail permasalahan terkait objek utama penelitian.
3. Teknik Analisis Data
Menganalisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan setelah
selesai mengolah data dan menginterpretasikan data untuk kemudian dianalisis.
Langkah ini melibatkan merangkum data lapangan dan menyusun data yang
didapat. Kemudian masuk dalam menganalisis data yakni proses mencari dan juga
mengatur secara sistematis dari hasil wawancara, data lapangan, dan data lainnya
lalu dianalisis dengan teori yang digunakan dan kemudian diinterpretasi sebagai
hasil dari penelitian tersebut. Data wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi,
K.H. Abdul Rasyid dan K.H. Sulaiman Rohimin, dan tim sukses ataupun tim
pemenangan pasangan Anies-Sandi, disusun secara sistematis dan terstruktur,
untuk kemudian bisa dianalisis dengan teori yang digunakan pada penelitian ini,
sehingga menghasilkan informasi penelitian yang diharapkan.
20
F. Sistematika Penulisan
Dalam membahas tentang peranan ulama Betawi dalam memenangkan
pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 di Jakarta Selatan,
penulis menjabarkan topik penelitian tersebut ke dalam ima bab sebagai berikut:
BAB I. Pada bab ini penulis memberikan gambaran umum mengenai topik
penelitian. Bab ini berisi pernyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika
penelitian.
BAB II. Pada bab ini penulis memberikan penjelasan kerangka teoretis dan
konseptual yang melandasi penelitian skripsi ini. Landasan teori yang digunakan
adalah teori pemimpin ideal dalam perspektif pemikiran politik Islam, teori
otoritas kharismatik dan teori peran.
BAB III. Pada bab ini penulis memaparkan penjelasan tentang ulama
Betawi dan juga profil dari representasi ulama Betawi serta penulis memaparkan
hal-hal yang terkait dengan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
BAB IV. Pada bab ini penulis menjelaskan secara rinci jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan penelitian pada penelitian skripsi ini. Dalam bab ini juga
diolah hasil wawancara penulis dengan objek utama penelitian dan pihak-pihak
yang berhubungan dengan topik penelitian.
BAB V. Pada bab ini penulis memaparkan kesimpulan dari hasil
penelitian. Kesimpulan ini berdasarkan pada pemaparan dari bab I-IV, jawaban
atas pertanyaan penelitian dan terdapat pula saran-saran.
21
BAB II
KERANGKA TEORI
Berdasarkan pemaparan pada Bab I, terdapat pertanyaan penelitian yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini yaitu faktor apa saja yang menjadi
pertimbangan ulama Betawi untuk mendukung pasangan Anies-Sandi dan
bagaimana bentuk peran serta kontribusi ulama Betawi dalam memenangkan
pasangan tersebut di Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017. Penulis menggunakan
beberapa teori untuk nantinya dijadikan pisau analisis agar dapat menjawab
pertanyaan penelitian tersebut. Adapun teori yang digunakan adalah teori
pemimpin ideal dalam perspektif pemikiran politik Islam, teori otoritas
kharismatik dan teori peran.
Teori pemimpin ideal dalam perspektif pemikiran politik Islam, teori
otoritas kharismatik dan teori peran digunakan untuk melihat bagaimana para
ulama Betawi mempertimbangkan faktor-faktor yang mereka gunakan dalam
memilih calon pemimpin Jakarta untuk mereka dukung dalam Pilkada DKI
Jakarta tahun 2017 dalam hal ini pasangan Anies-Sandi, kemudian melalui
otoritas yang mereka miliki sebagai pemuka agama dapat diketahui juga
bagaimana para ulama Betawi berperan menjaring dukungan dari masyarakat
Jakarta Selatan dalam usaha memenangkan pasangan Cagub dan Cawagub Anies-
Sandi dalam kontestasi politik Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017.
22
Namun, sebelum membahas teori peran dan teori otoritas kharismatik,
penulis terlebih dahulu menjabarkan pengertian tentang ulama, karena objek
penelitian ini merupakan seorang ulama yang mana ternyata seorang ulama di
Indonesia memiliki sebutan-sebutan lokal tersendiri di setiap daerah. Selanjutnya
dijelaskan juga fungsi dari ulama itu sendiri dan persinggungan antara ulama dan
politik.
A. Pengertian Ulama
Definisi ulama bila merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), adalah orang yang ahli dalam sebuah ilmu pengetahuan tertentu.
Pengetahuan tentang agama Islam merupakan pengetahuan yang orang ini
kuasai.21
Selain itu, ada juga istilah alim ulama. Dalam KBBI, alim ulama
memiliki arti orang-orang yang pandai dalam pengetahuan agama Islam.22
Dalam
konteks Indonesia, seorang fukaha (orang yang ahli dalam hukum Islam)
diidentikan dengan definisi ulama. Dalam kesehariannya, seorang ulama kerap
dianggap sebagai fukaha untuk urusan ibadah saja. Namun, seiring berjalannya
waktu, pandangan terhadap seorang ulama mengalami pergeseran. Hal ini ditandai
dari banyaknya pandangan umum masyarakat yang menganggap bahwa seorang
ulama merupakan faktor terpenting dalam menjaga eksistensi ajaran agama.
Melalui nasihat-nasihat yang disampaikan dan melalui tingkah lakunya, seorang
ulama dapat dijadikan panutan dalam kehidupan ini. Pandangan-pandangan inilah
21
KBBI Online, ”Pengertian Ulama”, https://kbbi.kemdikbud.go.id, diakses pada hari
Senin, 19 Agustus 2019, pukul 11.11 WIB. 22 KBBI Online, ”Pengertian Alim Ulama”, https://kbbi.kemdikbud.go.id, diakses pada
hari Senin, 19 Agustus 2019, pukul 11.20 WIB.
23
yang membuat seorang ulama di Indonesia mempunyai “kekuasaan” yang cukup
untuk mempengaruhi masyarakat lewat interpretasi dan praktik keagamaannya.23
Menurut arti terminologi, ulama ialah seorang yang ahli ilmu agama Islam,
baik itu dalam hal ilmu fikih, ilmu tauhid, atau ilmu agama lainnya, serta memiliki
integritas kepribadian yang tinggi, berakhlak mulia, dan berpengaruh di dalam
masyarakat. Dalam perkembangannya, pengertian ulama ialah orang-orang yang
mendalami ilmu pengetahuan, baik itu ilmu yang bersumber dari Allah SWT,
maupun ilmu pengetahuan yang bersumber dari penggunaan potensi akal dan
indera manusia dalam memahami ayat-ayat kauniyah (fenomena alam).24
Dari kutipan di atas yang diambil dari buku Pendidikan Pesantren dan
Perkembangan Sosial-Kemasyarakatan (Studi Atas Pemikiran K.H. Abdullah
Syafi’ie) dijelaskan, pengertian ulama menurut terminologi atau pengertian ulama
yang pertama, merujuk kepada ulama yang tinggal di pedesaan. Mereka
mendirikan pesantren lalu bertindak sebagai pemimpin pesantren tersebut. Ulama
tersebut juga menjadi “pelayan” masyarakat dalam melakukan ritual-ritual
keagamaan. Sedangkan dalam perkembangannya, pengertian ulama yang kedua,
merujuk kepada ulama yang tinggal di daerah perkotaan. Selain mendirikan
pesantren ataupun perguruan Islam serta menjadi pemimpinnya, pendidikan
merupakan basis ekonomi dari ulama ini. Mereka juga menjadi pemimpin ritual
keagamaan, berdagang, politisi, guru atau dosen. Dengan keahlian tersebut, ulama
ini mendapatkan penghasilan dan hidup berkecukupan. Modernisasi di perkotaan
23
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016), hlm. 106. 24
Hasbi Indra, Pendidikan Pesantren dan Perkembangan Sosial Kemasyarakatan (Studi
Atas Pemikiran K.H. Abdullah Syafi’ie), (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018), hlm. 13.
24
membuka peluang bagi ulama untuk berkiprah dalam berbagai sektor dan
memberikan keuntungan kepada mereka.25
Ulama selalu identik dengan orang-orang yang ahli dalam bidang
keagamaan, namun di Indonesia hal ini belumlah cukup. Banyak orang-orang
yang memiliki kemampuan itu namun tidak diakui sebagai ulama. Namun sering
disebut sebagai intelektual ataupun cendekiawan Muslim. Jika dilihat, faktor
religio-sosiologis menjadi hal yang penting. Dalam lingkungan masyarakat
muslim, keulamaan seseorang baru benar-benar diakui jika komunitas itu sendiri
mengakui seseorang itu sebagai ulama. Pengakuan itu tidak serta merta datang
karena seseorang tersebut memiliki ilmu keagamaan, tetapi juga karena integritas
moral dan akhlaknya yang dibarengi kedekatan dengan umat terutama pada
tingkat kalangan bawah atau grassroot.26
Adapun kriteria ulama berdasarkan kajian Bahruddin Hsubki adalah:
a. Menguasai ilmu agama dan sanggup membimbing umat dengan
memberikan bekal ilmu keislaman yang bersumber dari Al-Quran.
b. Ikhlas melaksanakan dan mengerjakan ajaran Islam.
c. Mengimplementasikan sunnah Rasul.
d. Berakhlak luhur, berpikir kritis, aktif mendorong masyarakat untuk
berbuat kebaikan, bertanggung jawab serta istiqomah.
e. Berjiwa besar, kuat mental dan fisik, amanah, tawadhu, dan tawakal
kepada Allah SWT.
25
Hasbi Indra, Pendidikan Pesantren dan Perkembangan Sosial Kemasyarakatan (Studi
Atas Pemikiran K.H. Abdullah Syafi’ie), hlm. 14-15. 26
Jajat Burhanudin, Ulama Perempuan Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2002),
hlm. xxix.
25
f. Mengetahui dan peka terhadap zaman serta mampu menjawab persoalan
untuk kepentingan umat Islam.
g. Berwawasan luas dan menguasai beberapa cabang ilmu demi
pengembangannya.
Kriteria ulama di atas sangatlah ideal, di mana ulama diasumsikan sebagai
seorang figur yang memiliki kemampuan dan kedalaman ilmu Islam klasik.
Secara konvensional, masyarakat muslim Indonesia lebih mengenal figur tersebut
dengan sebutan “kiai”.27
Kemudian dalam buku yang berjudul Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan
karya Endang Turmudi menjelaskan, bahwa definisi ulama adalah istilah umum
yang merujuk kepada seorang muslim yang memiliki pengetahuan-pengetahuan
keagaaman. Bagi masyarakat Jawa, kiai adalah tingkat keulamaan tertinggi. Para
ulama yang di dalamnya terdapat kiai, habib, dan ustad adalah orang-orang yang
memiliki fungsi sebagai cendekiawan muslim untuk menjaga doktrin keagamaan
serta memelihara amalan-amalan keagamaan yang sifatnya tradisional dan
ortodoks.28
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
ulama adalah seseorang yang memiliki integritas tinggi serta berakhlak mulia
yang memiliki kemampuan dalam pengetahuan keagamaan yang meliputi
beberapa bidang keilmuan baik itu pengetahuan yang bersumber dari Allah SWT
27
Moch. Eksan, Kiai Kelana: Biografi K.H. Muchith Muzadi, (Yogyakarta: LKiS,
2000), hlm. 2-3. 28
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, (Yogyakarta: LKiS
Yogyakarta, 2004), hlm. 29.
26
maupun alam sekitar dan menggunakan akal serta indera untuk memperdalam
pengetahuan itu, dan orang-orang ini memiliki kedekatan dengan umat.
Seperti sudah disinggung sebelumnya, di Indonesia secara konvensional
masyarakat muslim Indonesia menggunakan sebutan kiai untuk mendefinisikan
istilah ulama. Secara etimologis, menurut Ahmad Adaby Darban, kata “kiai”
berasal dari bahasa Jawa Kuno “kiya-kiya”, yang artinya orang yang dihormati.
Ada tiga pemakaian kata kiai ini, pertama untuk benda-benda ataupun hewan
yang dikeramatkan, contoh kiai Naga Wilaga (gamelan perayaan sekaten di
Yogyakarta), dan kiai Wage (gajah di kebun binatang Gembira Loka Yogyakarta).
Kedua, digunakan untuk sebutan orang tua pada umumnya, dan ketiga digunakan
untuk penyebutan orang-orang yang ahli dalam agama Islam yang mengajar di
pondok pesantren.29
Dalam pengertian terminologis menurut Manfred Ziemek, pengertian kiai
adalah pendiri dan pemimpin sebuah pesantren, yang mana sebagai Muslim
terpelajar ia telah membaktikan hidupnya kepada Allah dengan menyebarluaskan
dan mendalami ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan
Islam. Pada umumnya di masyarakat, kata “kiai” disejajarkan pengertiannya
dengan pengertian ulama. Kiai adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan
keagamaan yang disinyalir Al-Quran sebagai hamba-hamba Allah yang paling
takut kepada Allah SWT, dan menjadi pewaris sah nabi.30
Merujuk pada pengertian kiai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
“kiai” memiliki beberapa definisi, diantaranya: 1) kata sapaan untuk alim ulama;
29 Moch. Eksan, Kiai Kelana: Biografi K.H. Muchith Muzadi, hlm. 1. 30
Moch. Eksan, Kiai Kelana: Biografi K.H. Muchith Muzadi, hlm. 2.
27
2) alim ulama; 3) kata sapaan untuk guru ilmu gaib seperti dukun dan sebagainya;
4) kepala distrik di daerah Kalimantan Selatan; 5) kata sapaan untuk benda-benda
yang dianggap bertuah ataupun keramat seperti senjata dan sebagainya; 6) kata
samaran untuk harimau.31
Dalam menyebutkan istilah ulama, beberapa daerah di Indonesia memiliki
istilah lokal tersendiri untuk menggambarkan keulamaan dari seorang tokoh
agama. Di daerah Sumatera Barat misalnya, dikenal istilah “Buya”, di Jawa Barat
dikenal dengan istilah “Ajengan”, di daerah Lombok, Nusa Tenggara dan
Kalimantan dikenal istilah “Tuan Guru”, di daerah Aceh dikenal istilah
“Teungku”, di daerah Madura dikenal dengan istilah “Nun”, di daerah Banten
dikenal dengan istilah “Abuya”, di daerah Jakarta atau Betawi dikenal dengan
sebutan “Kiai Haji”, dan masih banyak lagi.32
Sebutan-sebutan ini memiliki
makna yang sama dengan istilah ulama, yaitu untuk menggambarkan seseorang
yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang luas dalam bidang keagamaan.
Sebutan-sebutan di atas merupakan sebuah bahasa yang melambangkan
simbol. Tentunya dalam konteks ini adalah sebuah simbol keagamaan yang
diperuntukkan bagi tokoh maupun orang-orang yang dianggap menguasai dan
mumpuni dalam ilmu agama. Simbol-simbol keagamaan ini kerap kali mewarnai
Islam di Nusantara. Sebagai contoh, seorang pemuka agama juga kerap kali
menggunakan pakaian-pakaian yang pada akhirnya menjadikan ciri khas
31
KBBI Online, ”Pengertian Kiai”, https://kbbi.kemdikbud.go.id, diakses pada hari
Senin, 19 Agustus 2019, pukul 12.03 WIB. 32
Wiwin, “Makna Simbolik “Aang/Aah” di Kalangan Umat Islam Kecamatan Gekbong,
Cianjur (Suatu Telaah dengan Perspektif Interaksionisme Simbolik”, Cianjur: Jurnal Lektur
Penamas, Vol. 31. No. 1, Tahun 2018 [jurnal on-line], http://blajakarta.kemenag.go.id, hlm. 107-
124.
28
tersendiri bagi mereka, seperti penggunaan kopiah, sarung, jubah, maupun sarung
yang menjadi simbol kealiman.33
Dalam konteks masyarakat Jawa, warga Nahdlatul Ulama (NU) memiliki
kriteria-kriteria bagi seseorang untuk bisa dipanggil kiai. Kriteria tersebut
diciptakan karena tidak bisa sembarangan orang bisa dipanggil kiai, karena kiai
merupakan tingkat keulamaan tertinggi bagi masyarakat Jawa. Kriteria-kriteria
tersebut yaitu pertama, ia memiliki sebuah pesantren; kedua, bertakwa kepada
Allah; ketiga, mengemban tugas utama melanjutkan misi (risalah) rasul yang
meliputi ucapan, ilmu, ajaran, perbuatan, tingkah laku, mental, serta moralnya.
Keempat, tekun beribadah, dia haruslah zuhud (melepaskan diri dari kepentingan
materi duniawi), mempunyai pengetahuan ataupun ilmu akhirat, mengerti
kemaslahatan umat dan masyarakat, dan mengabdikan seluruh ilmunya untuk
Allah dengan dilandasi niat yang benar, baik dalam berilmu maupun beramal.34
B. Peran dan Fungsi Ulama
Di zaman seperti sekarang ini atau bisa dibilang di zaman modern, peran
ulama meluas dan tidak hanya terfokus pada dibidang keagamaan saja. Tidak
hanya bidang keagamaan, ulama pun kini berperan dalam bidang sosial, hal ini
ditandai dengan kegiatan maupun aksi nyata dari para ulama dengan tujuan untuk
memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi umat. Para ulama kini tidak hanya
33 Wiwin, “Makna Simbolik “Aang/Aah” di Kalangan Umat Islam Kecamatan Gekbong,
Cianjur (Suatu Telaah dengan Perspektif Interaksionisme Simbolik”, Cianjur: Jurnal Lektur
Penamas, Vol. 31. No. 1, Tahun 2018 [jurnal on-line], http://blajakarta.kemenag.go.id, hlm. 107-
124. 34
Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama,
(Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2007), hlm. 58.
29
sebatas memberikan ceramah atau berpidato saja dalam majelis-majelis taklim
ataupun acara keagamaan yang lain. Setidaknya fungsi ulama di era modern ini
bisa dikategorikan ke dalam dua jenis. Pertama, menggunakan saluran dakwah,
bisa berupa ucapan seperti orasi keagamaan maupun ceramah-ceramah dalam
acara keagaaman maupun majelis taklim. Kedua, melalui perbuatan dan perilaku
sehari-hari yang bisa diikuti oleh umat.35
Ulama memiliki fungsi waratsatul anbiya yang bertugas menjaga,
melestarikan, mengembangkan, serta mengamalkan risalah Rasulullah SAW di
tengah kehidupan umat manusia.36
Selain itu fungsi ulama atau kiai harus lah
berintegrasi dengan masyarakat sekitar di mana ulama atau kiai itu tinggal, sebab
hal ini mempermudah ia dalam melaksanakan fungsi-fungsi lainnya. Diantaranya
adalah fungsi pembebasan penderitaan umat, fungsi ini hanya bisa dilakukan jika
ulama atau kiai tersebut hidup bersama secara kolektif sehingga merasakan betul
penderitaan dari masyarakat sekitar. Kemudian fungsi lain ialah fungsi
membangun kemaslahatan umat dan menciptakan perdamaian hidup secara
bersama.37
C. Ulama dan Politik
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi yang menaungi banyak ulama di
Indonesia terkhusus lagi di Jawa, telah menetapkan Pancasila sebagai ideologi
35
Ahmad Fadhli HS, Ulama Betawi (Studi Tentang Jaringan Ulama Betawi dan
Kontribusinya terhadap Perkembangan Islam Abad Ke-19), (Jakarta: Manhalun Nasyi-in Press,
2011), hlm. 34. 36
Moch. Eksan, Kiai Kelana: Biografi K.H. Muchith Muzadi, hlm. 6. 37
Moch. Eksan, Kiai Kelana: Biografi K.H. Muchith Muzadi, hlm. 9-10.
30
mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini membuat terjadinya
perubahan pola pikir pada banyak ulama, tak terkecuali ulama-ulama tradisional.
Perubahan ini terletak pada pandangan tentang politik Islam. Ulama-ulama
tradisionalis yang tadinya memandang politik Islam hanya bisa ditegakkan
melalui politik formal, merubah pandangan mereka secara lebih luas. Melalui
pandangan yang lebih luas dan bersifat nasionalistik, memajukan politik Islam
tidak hanya melalui gagasan “politik Islam” pada kancah panggung politik formal
nasional saja, namun ada cara lain untuk memperjuangkan pesan-pesan Islam dan
mencapai cita-cita politik Islam.
Para pemimpin Islam kini beranggapan bahwa, untuk memperjuangkan
pesan-pesan Islam dan mencapai cita-cita politik Islam, tidak perlu lagi
melibatkan diri dalam struktur politik formal. Mereka lebih memfokuskan dan
mengarahkan hal tersebut ke arah kesejahteraan umat Islam. Politik Islam harus
lebih diarahkan pada penciptaan situasi yang menyejahterakan umat Islam dalam
kehidupan sehari-hari.38
Dalam konteks Indonesia, para ulama yakin betapa pentingnya
meningkatkan pemenuhan kebutuhan duniawi bagi bangsa Indonesia. Namun,
para ulama menekankan betul pentingnya moral seorang pemimpin. Masalah-
masalah duniawi yang sifatnya kebangsaan tidak dapat diselesaikan oleh orang-
orang yang serakah, berpandangan moralnya rendah dan ideologisnya tidak
memihak kalangan yang berpenghasilan rendah. Para ulama percaya dengan
keadilan sosial yang menjunjung tinggi rasa kebersamaan terutama kesempatan
38
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, hlm. 241-242.
31
yang sama dalam memperoleh pendidikan diyakini dapat membawa kemajuan
bagi bangsa karena tidak hanya orang-orang yang mampu secara materil saja
memperoleh pendidikan, namun orang-orang miskin juga harus diberi kesempatan
untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mewujudkan cita-cita mereka. Para
ulama sadar betul hal ini tidak dapat dicapai jika terjadi komersialisasi serta
politisasi pendidikan dibiarkan merajalela.39
Oleh karena itu para ulama juga tidak hentinya memperingatkan para
pemimpin bangsa perihal betapa pentingnya penanaman moralitas Islam dalam
kehidupan sehari-hari lewat pendidikan selain pentingnya pembangunan material.
Di sini para ulama menginginkan pemimpin yang memiliki pendekatan humanis
yang dibarengi dengan penanaman moralitas keagamaan kepada masyarakatnya
lewat pendidikan. Penanaman moralitas Islam ini dipercaya oleh para ulama,
membuat bangsa Indonesia maju ke arah yang lebih baik dan diberkahi oleh Allah
SWT.
Dalam kasus Jakarta misalnya, umat Islam Jakarta merasa eksistensi
mereka mulai goyah dengan kepemimpinan Ahok dalam beberapa tahun terakhir.
Dikeluarkannya kebijakan-kebijakan yang kontroversi membuat umat Islam
Jakarta merasa dirugikan. Di sinilah akhirnya para ulama di Jakarta, terkhusus lagi
ulama Betawi, turun tangan ke gelanggang politik memperjuangkan kesejahteraan
umat dengan cara mendukung calon gubernur yang pro terhadap umat Islam demi
menjaga keberkahan dari Allah SWT.
39
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren:Studi Pandangan Kiai dan Visinya Mengenai
Masa Depan Indonesia, hlm. 276.
32
Seorang ulama bisa dibilang memiliki kekuasaan yang cukup kuat di
tengah-tengah masyarakat. Kekuasaan ini terbentuk karena seorang ulama
dianggap oleh masyarakat sebagai seseorang yang selalu ada dan membantu
masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang kerap terjadi
pada kehidupan sehari-hari. Tidak hanya masalah spiritual tentang hubungan
manusia dengan penciptanya, namun para ulama juga dapat membantu
memecahkan masalah pada aspek kehidupan lain, seperti budaya, sosial bahkan
ekonomi. Hal inilah yang menjadikan ulama sebagai pemimpin informal ditengah-
tengah masyarakat. Setelah mempercayakan seorang ulama sebagai pemimpin
informal mereka, masyarakat juga tidak ragu untuk menjadikan para ulama tadi
sebagai wakil-wakil mereka di panggung perpolitikan nasional. Kepercayaan
kepada ulama yang timbul dari masyarakat tadi, juga dapat menjelaskan mengapa
para ulama, terkhusus lagi ulama-ulama di Jawa, punya kemampuan untuk
menggerakkan aksi-aksi sosial bahkan aksi politik untuk memperjuangkan
kepentingan umat.40
Di masa demokrasi seperti sekarang ini, seorang ulama memiliki daya
tawar yang cukup kuat (bargaining position) menjelang kontestasi pemilu, baik
itu Pilpres dan Pilkada. Fenomena sambang politik (kunjungan politik) misalnya,
merupakan bukti kuat adanya daya tawar itu. Sambang politik dari para tokoh
politik ataupun calon pejabat publik kepada para ulama membuktikan bahwa
40
Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, hlm. 97-98.
33
seorang ulama memiliki daya tawar itu. Posisi ulama yang memiliki daya tawar
itu dimanfaatkan betul oleh para calon pemimpin sebagai “playmaker politik”.41
Setidaknya ada tiga alasan inti mengapa ulama terlibat dalam urusan
politik. Pertama, aspek ajaran Islam. Islam sebagai agama tidak hanya
memberikan pembelajaran pada aspek ritual dan bimbingan moral saja. Namun
terdapat bimbingan nilai yang mencakup aspek pengetahuan, ekonomi, sosial,
bahkan politik. Kedua, aspek kesejarahan. Peran ulama dalam kancah politik
Indonesia sudah terjadi sangat lama. Peran ulama ini tidak hanya dalam bentuk
perjuangan fisik melawan penjajah, namun juga melalui diplomasi kepada pihak-
pihak terkait baik itu sebelum dan sesudah kemerdekaan. Ketiga, posisi ulama itu
sendiri. Ulama sebagai elit agama sangatlah mampu untuk memobilisasi massa
dan memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam masyarakat. Posisi mereka
ini memungkinkan mereka dapat terlibat langsung dalam persoalan pengambilan
keputusan bersama, kepemimpinan, serta dapat menyelesaikan masalah-masalah
sosial kemasyarakatan, ekonomi, maupun pendidikan.42
Ulama memiliki bargaining politik dalam fungsinya sebagai goal getter
politik, playmaker politik, dan vote getter politik. Sebagai goal getter misalnya,
seorang ulama sebagai aktor tunggal yang terlibat dalam politik praktis menjadi
calon pejabat publik (kepala daerah maupun presiden), maupun anggota legislatif.
Ulama sebagai playmaker politik berfungsi mengatur ritme atau irama pengaruh
mempengaruhi, dan mengatur strategi mencapai kemenangan politik. Hal ini
41
Hasbullah Masudin Yamin, Perspektif Demokrasi Untuk Islam Indonesia, (Sleman:
CV Budi Utama, 2018), hlm. 84. 42
Hasbullah Masudin Yamin, Perspektif Demokrasi Untuk Islam Indonesia, hlm. 84.
34
sangat dimungkinkan sebab ulama adalah salah satu orang yang “menguasai”
wilayah sosial masyarakat di mana ia berada.
Kemudian ulama sebagai vote getter. Selain sebagai warga negara yang
memiliki hak politik, seorang ulama sangat berfungsi sebagai “magnet politik”
untuk menarik konstituen terlebih lagi di kalangan santri, keluarga santri dan
masyarakat umum. Fungsi sebagai vote getter ini dimaksudkan ketika seorang
ulama tersebut memilih salah satu calon ataupun partai politik tertentu dalam
kontestasi politik, diharapkan hal itu akan diikuti oleh orang-orang yang taat
kepada ulama tersebut, seperti para santri, keluarga santri, maupun masyarakat
sekitar. Sebagai implikasi dari sami’na wa ata’na.43
D. Teori Pemimpin Ideal dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam
1. Urgensi Kepemimpinan
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak dapat hidup tanpa manusia
lainnya. Ketika manusia sebagai individu saling berinteraksi, berkumpul dan
membentuk sebuah kehidupan bersama, diperlukan pihak dari salah satu individu
tersebut untuk mengorganisir, mengarahkan, dan memastikan tujuan bersama
dalam kehidupan tersebut tercapai. Dalam pengertian inilah, akan terciptanya
masyarakat politik terbaik, di mana dalam masyarakat tersebut manusia sebagai
43
Hasbullah Masudin Yamin, Perspektif Demokrasi Untuk Islam Indonesia, hlm. 85.
35
seorang individu memiliki rasa bahagia karena dapat mengaktualisasikan dirinya
dengan moralitas yang tinggi di tengah-tengah masyarakat.44
Dalam rangka mewujudkan masyarakat politik terbaik, diperlukan pihak
dari masyarakat tersebut yang mempunyai kekuasaan, serta wewenang untuk
mengatur hubungan antar individu dalam masyarakat. Pihak tersebut adalah
negara. Negara merupakan alat (agency) yang memiliki kekuasaan untuk
mengatur hubungan-hubungan individu dalam masyarakat dan menertibkan gejala
kekuasan di dalam masyarakat. Negara merupakan gabungan dari kekuasaan
politik, dan negara adalah organisasi inti dari kekuasaan politik.45
Pihak yang memiliki kekuasaan politik untuk mengatur sebuah kehidupan
bersama menjadi sangat diperlukan karena inti dari kegiatan politik adalah
kekuasaan. Kekuasaan tersebut hanya dimiliki dan diberikan kepada salah satu
pihak dalam sebuah masyarakat yang biasa disebut pemerintah. Pemerintah
dipimpin oleh individu dalam masyarakat yang pemilihannya dapat melalui
mekanisme-mekanisme tertentu. Dalam konteks inilah, urgensi kepemimpinan
politik diperlukan untuk mewujudkan tujuan bersama dalam kehidupan
bermasyarakat.
Menurut beberapa pemikir politik muslim seperti Al-Mawardi dan Ibnu
Khaldun, kehadiran pemimpin merupakan sebuah keharusan. Kewajiban tersebut
didasarkan pada kesepatakan (ijma) para sahabat dan cendekiawan muslim setelah
masa sahabat. Namun terjadi perdebatan di antara para pemikir muslim perihal
kewajiban adanya pemimpin. Ada 2 (dua) pendapat mengenai urgensi pemimpin,
44
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2013), hlm.
14. 45
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, hlm. 46-47.
36
sebagian berpendapat adanya kepemimpinan hanya didasarkan pada argumentasi
rasional saja, namun sebagian lagi berpendapat bahwa kepemimpinan diperlukan
bersumber dari ketentuan syariat (agama).46
Argumentasi rasional dibutuhkannya kepemimpinan mengacu pada
pendapat bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, untuk
memenuhi kebutuhannya, mereka akan saling berkumpul dan membentuk sebuah
organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam usaha
pemenuhan kebutuhan itu, akan sangat mungkin terjadinya silang pendapat
bahkan perselisihan antar individu di dalam masyarakat. Di sinilah fungsi
pemimpin dibutuhkan untuk mengatur dan mengendalikan agar silang pendapat
tersebut tidak menimbulkan keributan dan kekacauan yang dapat menciptakan
kehancuran sebuah masyarakat. Sementara itu, argumentasi urgensi
kepemimpinan yang bersumber pada syariat mengacu pada pendapat untuk
mewujudkan kemaslahatan umat dan menegakkan agama diperlukannya seorang
pemimpin. Agama bisa tegak jika kebenaran dijunjung tinggi dan menghapuskan
kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar), substansi kepemimpinan dalam
perspektif pemikiran politik Islam adalah sebuah amanat yang harus diberikan
kepada orang yang benar-benar memiliki kemampuan, rasa tanggung jawab, adil,
bermoral baik, serta jujur.47
46
Ahmad Khoirul Fata, “Kepemimpinan dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam”,
Gorontalo: Jurnal Review Politik, Vol. 02. No.1, Tahun 2012 [jurnal on-line],
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id, hlm. 3-4. 47
Ahmad Khoirul Fata, “Kepemimpinan dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam”,
Gorontalo: Jurnal Review Politik, Vol. 02. No.1, Tahun 2012 [jurnal on-line],
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id, hlm. 7.
37
2. Tujuan Kepemimpinan
Salah satu pemikir politik Islam yaitu Ibnu Taimiyah mengemukakan,
perlunya pemerintahan dengan kepemimpinan untuk mengelola kemaslahatan
umat merupakan kewajiban agama yang paling mulia, karena agama tidak
mungkin tegak tanpa adanya pemerintahan. Ibnu Taimiyah juga menganggap
bahwa pemimpin merupakan bayangan Tuhan di dunia dengan tujuan
menegakkan agama dan mewujudkan kemaslahatan umat.48
Menurut Ibnu Taimiyah, terdapat 2 (dua) tujuan kepemimpinan. Pertama,
mewujudkan kemaslahatan dalam bidang spritual-keagamaan dan juga dalam
bidang sosial-ekonomi. Mewujudkan kemaslahatan di bidang spiritual-keagamaan
bertujuan untuk memperbaiki cara hidup beragama umat manusia yang dilakukan
oleh sebuah kepemimpinan. Kemudian mewujudkan kemaslahatan dalam bidang
sosial-ekonomi dilakukan dengan cara mengelola keuangan negara untuk
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta menggunakan syariat Islam sebagai
landasan hukum untuk menjamin ketenteraman, sehingga hukuman hanya
diberikan kepada orang-orang yang melakukan kesalahan atau orang-orang
melebihi batas-batas hukum yang telah ditentukan. Kedua, menegakkan dan
memerintahkan kebaikan serta mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi
munkar). Fungsi ini merupakan kewajiban bagi setiap penguasa. Mewujudkan
kebaikan bisa dilakukan dengan cara melakukan tugas kepemimpinannya dengan
adil dan bertujuan untuk kemaslahatan orang banyak. Hal ini bisa berlandaskan
pada syariat ataupun pemikiran rasional (akal). Mencegah kemungkaran adalah
48
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI-Press, 2008), hlm. 89.
38
mengurangi hal-hal yang sifatnya mudharat dan menghilangkan kezaliman, baik
itu menurut rasional maupun syariat.49
Menurut Al-Ghazali, tujuan manusia bermasyarakat tidak semata-mata
untuk memenuhi kebutuhan duniawi dan material saja, tetapi lebih dari itu
manusia dalam hidupnya juga mempersiapkan bekal bagi kehidupan di akhirat
nanti melalui pengamalan ajaran agama secara benar. Bagi Al-Ghazali, dunia
merupakan ladang untuk mencari rida Allah SWT dengan pengamalan dan
pengkhayatan ajaran agama. Pengamalan dan pengkhayatan ajaran agama ini
hanya bisa dilakukan jika ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan tercipta dan
merata di dunia. Di sinilah dibutuhkannya kepemimpinan dan pemimpin itu harus
ditaati. Ghazali mengungkapkan bahwa agama dan raja (pemimpin) ibarat dua
anak kembar. Agama merupakan sebuah fondasi dan seorang raja (pemimpin)
merupakan penjaganya. Sesuatu yang tanpa fondasi akan rentan hancur,
sebaliknya fondasi tanpa penjaga akan hilang, karenanya menghadirkan sebuah
kepemimpinan merupakan keharusan berdasarkan syariat (agama). Karena
sifatnya yang merupakan keharusan berdasarkan syariat, maka tujuan dari
kepemimpinan tersebut adalah menegakkan agama dengan menciptakan
ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan untuk menjamin pengamalan dan
pengkhayatan ajaran-agama oleh masyarakat. 50
49
Ahmad Khoirul Fata, “Kepemimpinan dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam”,
Gorontalo: Jurnal Review Politik, Vol. 02. No.1, Tahun 2012 [jurnal on-line],
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id, hlm. 6-7. 50
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 76.
39
3. Prinsip Kepemimpinan
Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan yang menjadi tujuan utama
kepemimpinan, Ibnu Taimiyah juga menjelaskan tentang prinsip-prinsip dalam
menjalankan kekuasaan politik. Terdapat 3 (tiga) prinsip, yaitu: Amanat, keadilan
dan juga musyawarah. Melalui prinsip-prinsip ini, Ibnu Taimiyah memastikan
bahwa kemaslahatan dapat terwujud dan tercipta.51
Pemikir muslim lain yaitu Ibnu Khaldun mengemukakan sebuah teori
tentang ashabiyah atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan solidaritas
kelompok. Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenai teori solidaritas
kelompok Ibnu Khaldun, yaitu:
1. Solidaritas kelompok merupakan watak yang memang hadir dalam diri
setiap manusia. Dasar solidaritas ini dapat timbul dari bermacam-
macam hal seperti ikatan darah (persamaan keturunan), persamaan
identitas (agama, kelompok), lokasi tempat tinggal yang bersamaan,
persekutuan, hubungan antara pelindung dan yang dilindungi, dan lain-
lain. Hal yang dapat membangkitkan rasa solidaritas kelompok ini
adalah adanya perlakuan yang tidak adil atau bahkan penganiayaan
terhadap mereka yang memiliki hubungan berdasarkan ikatan-ikatan di
atas.
2. Terciptanya solidaritas kelompok yang kuat merupakam sebuah
keharusan bagi sebuah negara besar ataupun sebuah dinasti. Solidaritas
51
Ahmad Khoirul Fata, “Kepemimpinan dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam”,
Gorontalo: Jurnal Review Politik, Vol. 02. No.1, Tahun 2012 [jurnal on-line],
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id, hlm. 8.
40
hanya akan timbul dengan begitu kuat jika terdapat homogenitas dalam
sebuah masyarakat.
3. Seorang pemimpin harus memiliki kewibawaan yang besar dan kondisi
fisik yang memadai serta didukung oleh solidaritas kelompok yang
kuat untuk mengendalikan ketertiban negara dan melindunginya dari
segala bentuk ancaman baik itu ancaman dari dalam maupun dari luar.
Solidaritas ini berupa loyalitas yang tinggi dari kelompoknya dalam
menghadapi semua tantangan yang sedang dan akan terjadi. Oleh
karenanya, seorang pemimpin itu harus berasal dari kelompok yang
paling dominan dalam masyarakat tersebut.
4. Banyak dinasti atau negara besar yang dibangun berdasarkan agama.
Agama berfungsi sebagai pemersatu visi dari setiap individu agar tidak
ada perbedaan pandangan yang begitu hebat. Melalui agama, setiap
individu dalam masyarakat tersebut sepakat untuk tidak mendesak
kemauan ataupun ambisi pribadinya.52
Ada hal menarik yang dikemukakan Ibnu Khaldun perihal hubungan
antara agama dan solidaritas kelompok atau ashabiyah. Menurut Ibnu Khaldun,
dakwah agama akan sulit berhasil jika tidak dibarengi dengan solidaritas
kelompok. Agama tidak akan dapat ditegakkan tanpa adanya solidaritas
kelompok. Motivasi persamaan agama saja tidak cukup kuat sebagai pembangkit
perasaan senasib sepenanggungan jika tidak didukung oleh solidaritas kelompok
52
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 105-106.
41
yang bertumpu pada faktor-faktor non-agama.53
Dapat disimpulkan bahwa prinsip
kepemimpinan yang dikemukakan Ibnu Khaldun bertumpu pada teori ashabiyah.
Untuk mewujudkan ketertiban dan keserasian antar komponen dalam sebuah
negara atau masyarakat, diperlukan ashabiyah atau solidaritas kelompok agar
kepemimpinan yang berlangsung dapat berjalan secara efektif.
4. Kriteria Ideal Seorang Pemimpin
Para pemikir muslim juga merumuskan beberapa kriteria atau syarat untuk
menjadikan seseorang menjadi pemimpin. Menurut Al-Farabi, seorang pemimpin
haruslah seorang yang arif dan bijaksana dengan memiliki 12 (dua belas) kualitas
luhur, yaitu: 1) Lengkap anggota tubuhnya; 2) baik daya pemahamannya akan
suatu permasalahan; 3) memiliki intelektualitas yang tinggi; 4) pandai dalam
mengemukakan pendapatnya; 5) gemar mengajar dan menyukai pendidikan; 6)
tidak rakus dalam hal makan, minum, dan wanita; 7) mencintai kejujuran dan
membenci kebohongan; 8) berjiwa besar dan berbudi luhur; 9) tidak memandang
penting dan berlebihan soal kekayaan; 10) mencintai keadilan dan membenci
kezaliman; 11) tanggap dan tidak ragu untuk menegakkan keadilan; dan 12) kuat
pendiriannya terhadap hal-hal yang memang seharusnya menjadi prioritas.54
Selain Al-Farabi, Al-Mawardi juga mempunyai kriteria-kriteria seorang
pemimpin yang ideal. Kriteria-kriteria tersebut yaitu: 1) sikap adil; 2) ilmu yang
mumpuni; 3) sehat kesemua inderanya (penglihatan, pendengaran, dan lisannya);
4) utuh anggota badannya; 5) wawasannya memadai untuk mengatur dan
53
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 106. 54
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 56.
42
mengelola kehidupan rakyat banyak; 6) berani untuk melawan musuh dan
melindungi rakyat; 7) keturunan suku Quraisy.55
Al-Ghazali juga memiliki 10 (sepuluh) syarat yang harus dipenuhi oleh
seorang pemimpin negara. Adapun sepuluh syarat itu ialah: 1) dewasa (sudah aqil
baligh); 2) otak yang sehat; 3) merdeka (bukan budak); 4) laki-laki; 5) keturunan
suku Quraisy; 6) pendengaran dan penglihatan yang sehat; 7) kekuasaan yang
nyata; 8) hidayah; 9) ilmu pengetahuan; dan 10) wara (kehidupan yang bersih
dengan kemampuan mengendalikan diri yang baik). Ada beberapa syarat yang
dikemukakan Al-Ghazali yang perlu penjelasan lebih lanjut agar lebih mudah
diapahami, seperti syarat kekuasaan yang nyata, hidayah, dan ilmu pengetahuan.
Al-Ghazali menjelaskan, yang dimaksud dengan kekuasaan yang nyata adalah
seorang pemimpin ketika ia memimpin nantinya punya instrumen-instrumen
pendukung yang dapat digunakan untuk menjalankan otoritasnya. Instrumen yang
dimaksud seperti kepolisian dan angkatan bersenjata yang kuat. Hal ini diperlukan
untuk menindas pembangkang dan mencegah pemberontakan. Pengertian hidayah
menurut Ghazali adalah kemampuan daya pikir dan perencanaan yang baik dari
seorang pemimpin, serta dibarengi dengan kesediaan bermusyawarah dan
mendengar masukan dari orang lain. Terakhir, yang dimaksud dengan ilmu
pengetahuan menurut Ghazali adalah bukan kemampuan akan ilmu pengetahuan
yang tinggi dalam bidang syariah seperti yang di syaratkan oleh para ulama.
55
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 63-64.
43
Ghazali berpendapat jika seorang pemimpin tidak memiliki pengetahuan yang
tinggi dalam hal syariah ia tetap diperkenankan menjadi pemimpin.56
Dari banyaknya kriteria-kriteria yang dikemukakan oleh para pemikir
politik muslim, Ibnu Khaldun meringkas kriteria pemimpin menjadi beberapa
kriteria utama, yaitu: 1) memiliki pengetahuan yang luas; 2) bersikap adil; 3)
mempunyai kemampuan untuk menjalankan tugas dan kewajibannya; 4) anggota
tubuhnya sempurna tidak memiliki cacat dan panca inderanya normal; 5)
keturunan suku Quraisy. Namun, untuk kriteria terakhir yaitu keturunan suku
Quraisy, Ibnu khaldun lebih terbuka akan masukan perihal pendapat ini. Melalui
teori ashabiyah yang ia kemukakan, ketika itu solidaritas kelompok suku Quraisy
memang yang paling dominan diantara suku-suku lain, sehingga kriteria
pemimpin yang menyatakan harus keturunan suku Quraisy masih bisa diterima.
Namun, bukanlah hal yang tidak mungkin jika dikemudian hari akan ada
kelompok lain di luar suku Quraisy yang memiliki dominasi lebih kuat dari suku
Quraisy, sehingga syarat pemimpin negara dari suku Quraisy bukanlah sesuatu
yang mutlak adanya.57
Pemimpin merupakan sosok penting dalam mewujudkan kemaslahatan
orang banyak melalui jalur kekuasaan politik. Para ulama Betawi menyadari
betapa pentingnya hal itu. Dalam memberikan dukungan kepada seseorang,
terlebih lagi ketika seseorang tersebut mencalonkan diri sebagai pemimpin politik
melalui mekanisme pemilu, tentunya para ulama Betawi memiliki pertimbangan-
56
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 78. 57
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 102.
44
pertimbangan tersendiri sebelum mereka menentukan sikap untuk mendukung
calon tertentu.
Perspektif keagamaan menjadi salah satu pertimbangan bagi para ulama
Betawi dalam menentukan sikap untuk mendukung salah satu pasangan calon
tertentu dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Selain perspektif keagamaan,
integritas tokoh, kesantunan, intelektualitas, kecakapan dalam memimpin, dan
keberpihakan kepada umat Islam Jakarta juga menjadi pertimbangan para ulama
Betawi dalam memberikan dukungan politik kepada pasangan tertentu dalam
Pilkada. Setelah mempertimbangkan hal-hal yang akan dijadikan acuan dalam
menentukan sikap dan dukungan politik pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017,
ulama Betawi kemudian solid merapatkan barisan untuk bersama-sama secara all-
out berusaha memenangkan pasangan calon yang mereka dukung agar dapat
memenangi kontestasi politik Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
D. Teori Otoritas Kharismatik
Definisi otoritas bila merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), adalah sebuah kekuasaan sah yang diberikan kepada lembaga dalam
sebuah masyarakat dan kemudian para pejabat dalam sebuah lembaga tersebut
dapat menjalankan fungsi kekuasaannya. Fungsi kekuasaan ini berupa hak untuk
bertindak serta mengeluarkan sebuah peraturan untuk mengatur suatu hal maupun
mengendalikan sebuah permasalahan.58
58
KBBI Online, ”Pengertian Otoritas”, https://kbbi.kemdikbud.go.id, diakses pada hari
Senin, 20 Agustus 2019, pukul 12.03 WIB.
45
Sebagaimana halnya dengan kekuasaan, otoritas/ wewenang dapat
dijumpai di mana-mana, meskipun tidak selamanya kekuasaan dan otoritas berada
di satu tangan yang sama. Otoritas dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah
ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, memutuskan
sesuatu mengenai masalah-masalah penting, dan juga untuk menyelesaikan
pertentangan-pertentangan. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki otoritas
bertindak sebagai pemimpin atau orang yang membimbing orang banyak.59
Sosiolog Max Weber mengatakan ada tiga macam otoritas, yaitu otoritas
tradisional, otoritas rasional (legal), dan otoritas kharismatik. Otoritas ini memiliki
arti yang sama dengan wewenang. Menurut Weber, otoritas kharismatik,
tradisional, dan rasional memiliki perbedaan yang terletak pada hubungan antara
tindakan-tindakan dan dasar hukum yang berlaku.
Otoritas pertama menurut Weber adalah otoritas tradisional. Otoritas ini
dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang yang telah lama sekali memiliki
kekuasaan di dalam masyarakat tertentu. Titik tekanan otoritas ini adalah karena
kelompok ini memiliki kekuasaan dan otoritas yang telah melembaga dan bahkan
menjiwai masyarakat. Karena sudah terlalu lamanya golongan ini memegang
kekuasaan, maka masyarakat percaya dan mengakuinya. Otoritas jenis ini dapat
berkurang atau bahkan hilang jika pemegang otoritas tersebut tidak mengikuti
perkembangan masyarakat.60
59
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Grafindo Persada,
2015), hlm. 240. 60
Elly M.Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial:Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011),
hlm. 767-768.
46
Otoritas yang kedua adalah otoritas rasional (legal). Otoritas ini bersandar
pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. Sistem hukum yang
dimaksud adalah hukum formal yang memiliki batasan, ketentuan, prosedur, dan
memiliki alat-alat hukum yang jelas, sehingga hukum ini nantinya mengikat
seluruh masyarakat, hal ini menjadi referensi dari pengabsahan otoritas yang
dijalankan oleh pemangku otoritas.61
Dalam penelitian ini terkait keterlibatan ulama dalam politik, penulis
menekankan pada pengertian otoritas kharismatik. Karena model kepemimpinan
otoritas kharismatik adalah model yang sesuai dengan penelitian ini. Otoritas yang
ketiga menurut Weber adalah otoritas kharismatik. Otoritas kharismatik adalah
sebuah otoritas yang bersumber pada kharisma dalam diri seseorang. Kharisma ini
merupakan sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada individu-individu
tertentu saja. Contoh dari otoritas ini yaitu kharisma yang ada pada diri Nabi,
Rasul, penguasa-penguasa terkemuka, wali, dan ulama.62
Kharisma bertumpu pada sebuah bakat kepemimpinan tertentu dari
seorang individu, bahkan tak jarang bakat kepemimpinan ini bisa disebut
kepemimpinan luar biasa yang tidak dimiliki semua orang. Kepemimpinan yang
bersumber pada kharisma tadi, juga menghasilkan pengikut yang didasari oleh
kekaguman kepada individu yang memiliki kharisma tersebut. Kharisma juga bisa
61
Elly M.Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial:Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, hlm. 768. 62
Elly M.Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial:Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, hlm. 767.
47
diartikan berupa atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian
individu.63
Namun, sebuah kepemimpinan yang bertumpu pada otoritas kharismatik
dapat berkurang bahkan hilang, jika ternyata individu tersebut berbuat kesalahan
yang dianggap fatal oleh masyarakat. Kesalahan fatal tersebut terjadi jika individu
tadi melanggar nilai-nilai dan norma-norma tertentu yang ada di dalam
masyarakat. Melalui sebuah kharisma yang dapat menghasilkan pengikut yang
sangat besar dan setia, banyak yang beranggapan bahwa pemimpin-pemimpin
yang memiliki kharisma tadi, diberkahi kekuatan gaib yang tidak bisa dijelaskan
(supernatural power). Dari sifatnya yang cenderung irasional, tidak ada kaidah-
kaidah tertentu yang dapat melegalkan otoritas kharimatik ini. Sampai dengan saat
ini pun, sulit sekali mencari penyebab mengapa akhirnya seseorang memiliki
kharisma dalam dirinya.64
Otoritas kharismatik berwujud suatu wewenang untuk diri orang itu
sendiri dan dapat pula dilaksanakan terhadap segolongan orang atau bahkan
terhadap bagian terbesar dari masyarakat. Dasar hukum otoritas ini tidak terletak
pada hukum formal, tetapi bersumber pada diri pribadi individu bersangkutan, dan
karena sifatnya yang cenderung irasional ini, pandangan masyarakat dapat
berubah bahkan menimbulkan paham yang berbeda terhadap seseorang yang
memiliki kharisma tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
63
KBBI Online, ”Pengertian Kharisma”, https://kbbi.kemdikbud.go.id, diakses pada hari
Senin, 20 Agustus 2019, pukul 12.06 WIB. 64
Asep Saepudin, dkk, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi
Perspektif Islam, (Tangerang: Laboratorium Sosiologi Agama, 2010), hlm. 179.
48
seringkali tak dapat diikuti oleh orang yang mempunyai otoritas kharismatik ini
sehingga dia dapat tertinggal oleh kemajuan dan perkembangan masyarakat.65
Dalam masyarakat yang mengalami perubahan-perubahan secara cepat,
mendalam dan meluas, otoritas kharismatik mendapat kesempatan untuk tampil ke
muka. Sebagai contoh saat revolusi fisik Indonesia pada tahun 1945, orang-orang
yang memiliki kharisma begitu kuat tampil sebagai pemimpin dan mampu
mengarahkan masyarakat pada masa itu. Max Weber juga mengungkapkan bahwa
ada kecenderungan dari pemegang otoritas kharismatik tadi menjadikan
kekuasaannya yang sifatnya irasional menjadi kekuasaan yang sifatnya tetap, hal
ini dengan cara mengabadikan kepentingan serta cita-cita para pengikut pemimpin
kharismatik tadi ke dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, masalah akan timbul
saat seseorang yang memiliki kharisma tadi sudah tidak ada.66
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah ini,
yaitu:
1. Mencari seseorang yang mampu untuk memenuhi ukuran-ukuran atau
kriteria otoritas kharismatik sebagaimana ditentukan masyarakat.
2. Melakukan seleksi.
3. Seseorang yang memiliki otoritas kharismatik ini, menunjuk penggantinya
dan mengakui kekuasaannya di mana masyarakat luas juga mengakui
kekuasaannya.
4. Penunjukkan oleh pembantu-pembantu penguasa terdahulu yang dipercaya
oleh masyarakat.
65
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 242. 66
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 244.
49
5. Menciptakan sistem kepercayaan bahwa otoritas kharismatik dapat
diwariskan kepada keturunan yang masih ada hubungan keluarga dengan
orang yang memiliki otoritas kharismatik tadi.
6. Menciptakan sistem kepercayaan bahwa dengan upacara-upacara
tradisional tertentu, kharisma dapa dialihkan.67
Kharisma ini juga bisa timbul kepada seseorang yang sedang menggeluti
sesuatu. Semakin seseorang itu mendalami suatu hal, baik itu keilmuan maupun
profesi maka seseorang itu akan memunculkan kharisma pada dirinya. Ulama
dengan ilmu agama yang ia geluti dan dalami secara terus menerus akan
menimbulkan kharisma pada dirinya.68
Merujuk pada pemaparan di atas, seorang ulama dibilang memiliki
berbagai macam sumber kekuasaan. Sebagai contoh, sejak agama Islam itu ada
atau turun hingga masa sekarang ini, ulama atau kiai menjadi seseorang yang
harus dipatuhi, baik itu ucapan ataupun perintahnya karena adanya doktrin agama
yang menyebutkan bahwa ulama adalah pewaris nabi. Atas dasar itu sangatlah
mungkin seorang ulama atau kiai diikuti oleh masyarakat terlebih lagi umat Islam.
Bisa dibilang sumber kekuasaan yang terletak pada ulama atau kiai terletak pada
tradisi ajaran agama.
Seorang ulama pastinya memiliki kualitas diri yang luar biasa terutama
dalam hal ilmu agama. Hal ini membuat kiai sangat mungkin memiliki kharisma
dalam dirinya. Dengan kharisma dan kemampuan yang mumpuni tadi, seorang
kiai mampu mempengaruhi umat terhadap suatu hal dan membuatnya memiliki
67
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 244. 68
Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 76.
50
otoritas di tengah masyarakat luas. Lewat otoritas tadi membuat umat akan secara
sukarela mematuhi apa yang diperintahkan oleh seorang ulama, bahkan dalam hal
pilihan politik.
Ulama dengan otoritasnya mampu menggiring opini umat untuk memilih
salah satu pasangan calon dan bahkan bisa membuat ikut terlibat dalam upaya
memenangkan pasangan calon tertentu. Sebagai contoh di Jakarta, peran ulama,
kiai, habib, bahkan ustad begitu sentral posisinya dan menjadi motor dalam
memenangkan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017 yang
lalu.
E. Teori Peran
Dalam kajian sosiologis, peran (role) identik dengan sebuah perilaku dari
seseorang yang memiliki sebuah status tertentu dalam sebuah masyarakat atau
komunitas. Pada dasarnya setiap individu dapat memiliki sejumlah status dalam
sebuah masyarakat, dan diharapkan dari status tersebut dapat menghasilkan
sebuah peran yang sesuai dengan status tadi.
Edy Suhardono dalam bukunya Teori Peran: Konsep, Derivasi, dan
Implikasinya menjelaskan, peran adalah kata yang merujuk pada konotasi ilmu
sosial yang mengartikan suatu fungsi yang dibawakan oleh seseorang ketika
seseorang itu menduduki suatu posisi dalam struktur sosial.69
Apabila seseorang
69
Edy Suhardono, Teori Peran: Konsep, Derivasi, dan Implikasinya, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2016), hlm. 3.
51
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan yang ia miliki
maka seseorang itu menjalankan suatu peran.
Soerjono Soekanto (1981) mendefinisikan peran merupakan tingkah laku
individu yang memainkan suatu kedudukan tertentu. Dalam pekerjaan misalnya,
seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan status
atau kedudukan yang ia pegang. Peranan yang dijalankan oleh masing-masing
individu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat yang bersangkutan,
intinya setiap individu diharapkan dan diwajibkan masyarakat menjalankan
peranan sesuai dengan statusnya.70
Dengan kata lain, status memberikan
seseorang sebuah peran sebagai pola interaksi dan sosialisasi dalam masyarakat.
Seseorang dinillai telah berperan jika ia telah melakukan hak dan kewajiban
sesuai statusnya.
Ralph Linton mengatakan, peran dan status tidak dapat dipisahkan, tidak
ada peran tanpa status atau status tanpa peran. Peran mewakili aspek dinamis dari
sebuah status, yang dapat diartikan jika seseorang melaksanakan hak serta
kewajibannya sesuai dengan status yang ia emban makan dirinya telah
melaksanakan sebuah peran.71
Dari beberapa definisi peran di atas, dapat disimpulkan peran adalah
sesuatu yang dilakukan seseorang sesuai dengan hak dan kewajiban-kewajiban
yang ia emban menurut status sosialnya di dalam masyarakat. Sebagai contoh,
seorang pemuka agama diharapkan berperan sebagai seseorang yang mampu
70
Syamsudin, AB., Pengantar Sosiologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 118. 71
Ralph Linton, “Role and Status”, dalam Lewis A. Coser dam Bernard Rosenberg,
Sociological Theory: A Book of Reading (London, The Macmillan Company, 1964), hlm. 363.
52
menciptakan serta membangun kerukunan di tengah masyarakat dan dapat
menjauhkan konflik-konflik yang dapat menimbulkan perpecahan.
Ketika seseorang yang memiliki status tidak menjalankan peran dan
fungsinya maka hal ini dinamakan role-distance. Gejala awal dari role-distance
ini timbul akibat seseorang yang memiliki status merasa tertekan dan tidak
sanggup melaksanakan peran yang diberikan masyarakat kepadanya. Akhirnya
individu tadi menyembunyikan dirinya dari lingkaran sosial atau social circle
pada masyarakat tersebut. Social circle adalah kelompok sosial yang memberikan
kesempatan pada seseorang yang memiliki status untuk melaksanakan perannya.72
Peranan setidaknya mencakup tiga hal, yaitu pertama, peranan meliputi
norma-norma yang terhubung dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan
merupakan sebuah rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang
dalam bermasyarakat. Kedua, peranan merupakan konsep bagaimana individu
tersebut dapat melakukan sesuatu dalam masyarakat sebagai sebuah organisasi.
Ketiga, peranan bisa dibilang sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.73
Ada dua hal penting yang medukung terjadinya sebuah peran dapat
dilakukan, yaitu adanya perangkat peran (role-set) dan fasilitas peran (role-
facilities). Jika seorang individu memiliki sebuah status dan melaksanakan
berbagai macam peran yang berkaitan dengan statusnya, atau bahkan peran
tersebut juga bersinggungan dengan status individu lain, maka hal tersebut
72
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 212. 73
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 211.
53
dinamakan perangkat peran (role-set).74
Timbulnya perangkat peran membuat
individu-individu yang memiliki status tadi, saling berinteraksi dalam sistem
sosialnya. Hal ini juga menunjukkan, bahwa peran dari seseorang berhubungan
juga dengan peran individu lain.75
Sementara itu, wadah atau tempat seseorang
untuk melakukan peranan tadi dinamakan fasilitas peran (role-facilities). Sebagai
contoh, seorang ulama dalam menjalankan perannya sebagai pemuka agama,
didukung oleh fasilitas-fasilitas keagamaan seperti masjid, perguruan Islam,
pesantren dan majelis taklim, serta dapat juga menggunakan acara-acara
keagamaan seperti tabligh akbar, haul, penyiaran Islam, maupun peringatan-
peringatan hari besar Islam lainnya. Di dalam tempat-tempat tadi, seorang ulama
dapat menjalankan peranannya sebagai pengajar dan pendakwah yang senantiasa
membagi ilmu kepada para jamaahnya maupun kepada umat Islam secara umum.
Melalui role-facilities tadi, para ulama Betawi mencoba memberikan
pandangan mereka perihal bagaimana seharusnya pemimpin yang tepat untuk
Jakarta. Seseorang yang tepat tadi menurut para ulama Betawi adalah Anies
Baswedan dan Sandiaga Uno. Selain memberitahukan pandangannya kepada
masyarakat luas, para ulama Betawi juga mencoba memobilisasi massa dan
mempengaruhi preferensi memilih masyarakat Jakarta agar nantinya memberikan
suara kepada pasangan Anies-Sandi dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lewat
ceramah-ceramah dan juga orasinya dalam berbagai kesempatan seperti tabligh
akbar dan majelis taklim. Hal ini membuktikan bahwa ulama dapat memanfaatkan
betul role-set dan role-facilities yang mereka miliki sebagai pemuka agama.
74
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 212. 75
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 212-213.
54
BAB III
ULAMA BETAWI DAN PILKADA DKI JAKARTA TAHUN 2017
Pada bab ini penulis menjabarkan apa yang dimaksud dengan ulama
Betawi dan juga memberikan infromasi tentang profil dari beberapa ulama Betawi
yang dijadikan objek utama pada penelitian ini. Kemudian pada bab ini, juga
dijelaskan tentang Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 baik dari segi proses politik
hingga dinamika politik yang terjadi.
A. Ulama Betawi
Sebagai salah satu etnis, Betawi memiliki kesejarahan yang amat panjang
di Indonesia. Terbentuknya sebuah etnis biasanya berawal dari kesamaan
geografis ataupun kesamaan adat istiadatnya yang juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti faktor sosial, budaya, agama atau bahkan politik. Dalam sebuah
jurnal yang ditulis oleh Nur Rahmah dijelaskan76
, terdapat beberapa pendapat
tentang munculnya istilah Betawi. Pendapat pertama menyatakan bahwa istilah
Betawi merujuk kepada kota Batavia. Yaitu sebuah nama kota yang diberikan
oleh penjajah Belanda ketika itu kepada kota Jakarta di masa lampau. Kedua,
yaitu pendapat yang menyatakan bahwa Betawi berawal dari kata “bau tai”. Hal
ini timbul karena terciumnya aroma kotoran oleh para penjajah Belanda ketika
76
Nur Rahmah, “Khazanah Intelektual Ulama Betawi Abad ke-19 dan 20 M”, Jakarta:
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 16. No.2, Tahun 2018 [jurnal on-line], http://jurnallekturkeagamaan.go.id, hlm.195-226.
55
berada di kota Batavia waktu itu, dan ada perisitiwa saat para pejuang waktu itu
melempari para penjajah Belanda dengan kotoran. Pendapat ketiga, kata Betawi
merujuk pada sebuah tanaman flora guling Betawi (cassia glauca) yang banyak
tumbuh di daerah Sunda Kelapa.
Terlepas dari benar tidaknya asal usul nama Betawi di atas, terdapat satu
hal yang pasti dan teramat penting bagi etnis Betawi. Hal itu ialah terdapatnya
unsur agama Islam dan ulama yang begitu kuat dan mengiringi kesejarahan etnis
Betawi sampai dengan hari ini. Bagi orang Betawi, Islam merupakan agama yang
teramat melekat dekat bagi mereka. Hal ini disebabkan adanya peranan yang
sangat besar dari para ulama dalam menyiarkan ajaran Islam di Jakarta, atau saat
itu disebut Batavia. Tingginya religiusitas orang Betawi membuat hubungan
ketergantungan yang tinggi dari masyarakat Betawi kepada para ulama. Dari
ketergantungan inilah menciptakan pula intensitas pertemuan yang tinggi antara
masyarakat dengan ulama dan membuat intesifitas transfer keilmuan yang
meningkat.77
Dalam buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan
Ulama Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21) dijelaskan, semua ulama
Betawi bergelar Kiai ataupun Kiai Haji, namun menurut sejarawan Betawi
Ridwan Saidi, ulama Betawi bisa dikategorikan ke dalam tiga jenis. Pertama
adalah Guru. Guru adalah seseorang yang menguasai berbagai macam ilmu agama
dan dijadikan tempat bertanya serta tempat umat mengembalikan segala
77 Rakhmat Zailani Kiki, Genealogi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan Ulama
Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21), (Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan
Islam Jakarta, 2011), hlm. 23.
56
persoalan. Seorang Guru memiliki spesialisasi dalam salah satu bidang keilmuan,
hal ini membuat seorang Guru memiliki kapasitas untuk mengeluarkan fatwa.
Sebagai contoh adalah Guru Manshur, beliau adalah pakar di bidang ilmu falak.
Selain Guru Manshur, ada beberapa Guru yang banyak juga melahirkan murid-
murid yang menjadi ulama hebat di masa setelahnya, mereka adalah Guru
Marzuqi, Guru Mughni, Guru Madjid, Guru Mahmud Romli, dan Guru Khalid.
Kedua ialah Muallim. Muallim adalah seseorang yang menguasai ilmu
agama dan memiliki otoritas dalam mengajarkan kitab-kitab di berbagai disiplin
ilmu ke-Islaman. Perbedaan seorang Muallim dengan seorang Guru terletak pada
otoritasnya dalam mengeluarkan fatwa. Seorang Muallim belum mempunyai
otoritas dalam mengeluarkan sebuah fatwa. Contoh dari seorang Muallim adalah
Muallim Abdullah Syafi’i dan Muallim Syafi’i Hadzami. Kategori ketiga adalah
Ustaz. Ustaz adalah seorang yang menguasai cukup pengetahuan agama dan
memberikan pelajaran agama kepada pemula tingkat dasar dan lanjutan. Pelajaran
agama yang diajarkan adalah baca Al-Quran, bahasa Arab, serta rukun-rukun
dalam Islam.78
Masyarakat Betawi juga memiliki juga memiliki struktur masyarakat
kelas. Pertama, ada masyarakat yang berasal dari kalangan guru ngaji. Guru ngaji
pun terbagi 2, yaitu guru ngaji yang hanya mengajarkan Al-Quran baik itu
berupaan bacaan, tanda baca dan juga cara membaca. Selain itu ada guru ngaji
yang yang tidak hanya mengajarkan teks Al-Quran saja, namun juga mengajarkan
78 Rakhmat Zailani Kiki, Genealogi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan Ulama
Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21), hlm. 27-28.
57
kitab kuning sebagai pelajaran. Struktur masyarakat kelas kedua adalah para haji.
Orang-orang yang sudah melaksanakan ibadah haji akan mendapatkan perlakuan
istimewa dari masyarakat Betawi. Salah satu perlakuan istimewa itu ialah
diberikannya saf-saf paling depan ketika melaksanakan ibadah salat di masjid
yang di kelola oleh orang-orang Betawi. Masyarakat kelas ketiga adalah orang-
orang Arab keturunan Nabi yang disebut Habib atau Sayyid. Penghormatan
kepada para habib ini diberikan karena para habib merupakan keturunan Nabi
Muhammad SAW dan juga sebagai bentuk apresiasi terhadap jasa mereka yang
telah menyiarkan agama Islam ke tanah Betawi. Para habib ini juga bisa disebut
sebagai sumber kaderisasi ulama. Salah satu keluarga habib yang dihormati oleh
masyarakat Betawi adalah keluarga Habib Al-Habsyi di Kwitang dan keluarga
Habib al-Attas di Bungur.79
Keberadaan para ulama di tanah Betawi mendapatkan tempat yang
istimewa di tengah-tengah masyarakat Betawi karena jika dilihat dari sisi
kesejarahan, banyak ulama-ulama yang terlibat dalam perjuangan fisik melawan
penjajah. Sebagai contoh perjuangan fisik yang dilakukan oleh Guru Manshur
Jembatan Lima dan juga perjuangan K.H. Noer Ali di Bekasi. Di luar perjuangan
fisik, banyak ulama-ulama yang bergerak dalam bidang lain seperti melahirkan
karya-karya intelektual seperti Kitab Hisab dan Kitab Ijtima yang ditulis oleh
Guru Manshur. Selain karya-karya intelektual, banyak juga ulama Betawi yang
melahirkan lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti K.H. Abdullah Syafi’i
79
Nur Rahmah, “Khazanah Intelektual Ulama Betawi Abad ke-19 dan 20 M”, Jakarta:
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 16. No.2, Tahun 2018 [jurnal on-line], http://jurnallekturkeagamaan.go.id, hlm.195-226.
58
yang mendirikan Madrasah Asy-Syafiiyah dan Pesantren At-Taqwa Bekasi
pimpinan K.H. Amin Noer, Lc.
Selain pendidikan formal untuk belajar agama, majelis taklim memiliki
daya tarik tersendiri bagi masyarakat Betawi untuk meningkatkan pengetahuan
keagamaan mereka, atau bisa dibilang majelis taklim merupakan tempat yang
istimewa untuk memperdalam ilmu. Setidaknya terdapat 3 (tiga) alasan mengapa
majelis taklim menjadi tempat yang begitu istimewa. Pertama, di dalam majelis
taklim tidak memiliki batasan waktu untuk mempelajari disiplin ilmu tertentu
ataupun mempelajari kitab-kitab. Kedua¸ interaksi antara murid dan guru menjadi
lebih fleksibel dan leluasa dalam proses transfer keilmuan. Seorang murid bisa
menanyakan banyak hal terkait keilmuan ataupun mempertanyakan hal-hal yang
tidak mereka kuasai dan pahami kepada guru mereka. Ketiga, persoalan-persoalan
keagamaan dan kemasyarakatan biasanya dirasakan langsung oleh murid-murid di
dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga pemahaman terhadap ilmu-ilmu
yang diajarkan di dalam majelis taklim oleh sang guru dapat diaplikasikan
langsung di dalam masyarakat dan pemahaman sang murid juga menjadi lebih
komprehensif. Majelis taklim juga menjadi tempat lahirnya ulama Betawi hebat
seperti Muallim K.H. Syafi’i Hadzami dan K.H. Saifuddin Amsir.80
Dalam buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan
Ulama Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21) tulisan Rakhmat Zailani
Kiki dapat disimpulkan, definisi ulama Betawi adalah mereka putra dan putri yang
lahir dari etnis Betawi baik itu keturunan Nabi Muhammad SAW yang disebut
80
Nur Rahmah, “Khazanah Intelektual Ulama Betawi Abad ke-19 dan 20 M”, Jakarta:
Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 16. No.2, Tahun 2018 [jurnal on-line],
http://jurnallekturkeagamaan.go.id, hlm. 207.
59
Habib atau Sayyid ataupun bukan keturunan Nabi, yang menuntut ilmu agama
Islam langsung kepada ulama tertentu atau melalui lembaga-lembaga pendidikan
Islam tradisional maupun modern yang kemudian menguasai ilmu-ilmu ke-
Islaman dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat lalu mendapatkan
pengakuan sebagai ulama.81
Namun, menurut Azyumardi Azra, diperlukan kajian
ulang serta perluasan definisi ulama Betawi karena adanya ekspansi pendidikan
yang dilakukan oleh putra dan putri Betawi yang menuntut ilmu di luar negeri
khusunya di wilayah Timur Tengah pada universitas-universitas ternama seperti
Al-Azhar yang seiring berjalannya waktu keulamaan mereka juga akan diakui
oleh masyarakat.82
Untuk membatasi dan memperdalam lingkup penelitian, penulis
mengambil definisi ulama Betawi yang sedikit berbeda dengan definisi di atas,
yaitu dengan tidak memasukan ulama Betawi keturunan Nabi (habib) ke dalam
objek penelitian ini. Ulama Betawi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
mereka putra dan putri yang lahir dari etnis Betawi, dan bukan keturunan Nabi
Muhammad SAW yang disebut Habib atau Sayyid, yang menuntut ilmu agama
Islam langsung kepada ulama tertentu atau melalui lembaga-lembaga pendidikan
Islam tradisional maupun modern serta lulusan lembaga pendidikan tinggi Islam
formal yang kemudian menguasai ilmu-ilmu ke-Islaman dan mengabdikan dirinya
kepada masyarakat lalu mendapatkan pengakuan sebagai ulama.
81
Rakhmat Zailani Kiki, Genealogi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan Ulama
Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21). 82
Rakhmat Zailani Kiki, Genealogi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan Ulama
Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21), hlm. 17.
60
Dalam penelitian ini penulis mengambil beberapa ulama Betawi yang
dapat dijadikan representasi ulama Betawi di Jakarta Selatan terkait dengan ruang
lingkup penelitian ini. Adapun ulama Betawi yang dimaksud adalah K.H. Abdul
Rasyid Abdullah Syafi’i, K.H. Muhammad Nursasi dan K.H. Sulaiman Rohimin.
Berikut merupakan profil singkat dari beberapa ulama Betawi yang dijadikan
representasi ulama Betawi dalam penelitian ini.
B. Profil Ulama Betawi
1. K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i
K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i adalah seorang ulama dan mubalig
yang lahir di Jakarta tanggal 30 November 1942. Beliau adalah putra dari ulama
kharismatik Betawi, K.H. Abdullah Syafi’i. Figur beliau yang arif dan bijaksana
dalam menyiarkan Islam, membuat sosoknya sangat dikenal banyak orang
terutama oleh masyarakat Betawi. K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i
merupakan pendiri Pondok Pesantren Al-Quran Asy-Syafi’iyah yang berada di
daerah Sukabumi. Beliau juga merupakan pimpinan umum Yayasan Pendidikan
Islam Asy-Syafi’iyah yang berada di Jakarta, dan juga sekaligus menjadi
pimpinan umum Masjid Al-Barkah Asy-Syafi’iyah yang berada di kawasan
Balimatraman, Tebet, Jakarta Selatan.83
Dalam mendidik santrinya di Pesantren Asy-Syafiiyah, beliau membagi
santri-santrinya ke dalam beberapa kelompok sesuai kemampuan yang dimiliki
83
Koperasi Syariah 212, ”KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i”,
https://koperasisyariah212.co.id, diakses pada hari Senin, 27 Mei 2019, pukul 15.45 WIB.
61
oleh masing-masing santri. Ada santri-santri yang dikhususkan untuk menghafal
Al-Quran, ada santri yang dikhususkan memperdalam kitab-kitab terutama Kitab
Kuning, dan ada juga santri yang mempelajari agama pada umumnya melalui
buku-buku dari Departemen Pendidikan.
Sejak kecil hingga dewasa, Kiai Rasyid belajar agama langsung kepada
sang ayah, K.H. Abdullah Syafi’i. Melalui pendidikan yang diberikan oleh
ayahanda secara intens dan penuh kedisiplinan yang tinggi, membuat Kiai Rasyid
mudah dalam mempelajari ilmu agama. Kitab An-Nasha’ih ad-Diniyyah karya
Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, merupakan kitab yang sering dipelajari oleh
Kiai Rasyid berdasarkan perintah sang ayah. Ada satu pesan dari ayahanda K.H.
Abdullah Syafi’i kepada beliau yang terus diingat hingga saat ini, pesan itu adalah
agar senantiasa membaca kitab-kitab Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad,
niscaya di dalam kitab-kitab tersebut terdapat cahaya.84
Selain belajar agama dari sang ayah, Kiai Rasyid juga belajar agama
secara langsung kepada para habaib, diantaranya kepada Habib Ali bin Husen
Alatas Bungur, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Habib Alwi bin
Thahir Al-Haddad dan habib-habib lainnya. Kesempatan belajar ini diperoleh
karena sedari dulu, Kiai Rasyid turut menemani sang ayah dalam kegiatan ta’lim
dan berdakwah baik itu di dalam dan di luar kota. Sambil menemani ayahanda
berdakwah, Kiai Rasyid juga memanfaatkannya dengan ikut belajar kepada para
habaib dan ulama besar lainnya yang hadir dalam acara tersebut.
84
Fahira Idris, ”Jumpa Ulama Kharismatik KH. Abdul Rasyid A. Syafi’ie, Cerita Pondok
Pesantren Hingga Keajaiban Air”, https://www.fahiraidris.id, diakses pada hari Senin, 27 Mei
2019, pukul 15.56 WIB.
62
Saat ini, peran Kiai Rasyid sebagai mubalig terus berkembang melalui
kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, dan dakwah-dakwah dari kota ke kota
lain. Suami dari Ustadzah Hj. Azizah binti Aziz dan ayah dari tujuh orang anak ini
juga aktif dalam berbagai organisasi keagamaan. Beliau aktif di organisasi seperti
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Internasional untuk Solidaritas
Dunia Islam (KISDI). Dari banyaknya aktifitas dakwah, Kiai Rasyid juga
menginisiasi penggunaan media elektronik untuk berdakwah. Saluran radio Asy-
Syafi’iyah merupakan contoh penggunaan media elektronik untuk perkembangan
dakwah Islam. Selain radio, media televisi juga menjadi saluran dakwah Asy-
Syafi’iyah. Kini Asy-Syafi’iyah juga memiliki saluran televisi yang bernama
Assalam TV yang bisa dinikmati oleh umat Islam.85
Dalam berdakwah, Kiai Rasyid juga memiliki ciri khas tersendiri dalam
gaya dakwahnya. Kalimat tauhid Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah
merupakan kalimat yang sering disampaikan oleh beliau ketika berceramah,
maupun ketika memimpin doa dalam acara-acara keagamaan. Dalam beberapa
kesempatan ceramahnya, beliau sering menyampaikan serta mengajak umat Islam
untuk selalu mencintai kalimat tauhid Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah.
Menurut beliau, jika seseorang yang beragama Islam dan di akhir hayatnya
mampu mengucapkan kalimat tauhid, maka Allah SWT akan menjamin surga bagi
85
Fahira Idris, ”Jumpa Ulama Kharismatik KH. Abdul Rasyid A. Syafi’ie, Cerita Pondok
Pesantren Hingga Keajaiban Air”, https://www.fahiraidris.id, diakses pada hari Senin, 27 Mei
2019, pukul 15.59 WIB.
63
dirinya. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa umat Islam harus mencintai
kalimat tauhid.86
Selain mengajak umat Islam untuk mencintai kalimat tauhid, Kiai Rasyid
juga kerap mengajak umat untuk selalu berjihad di jalan yang di ridhoi Allah
SWT. Membela agama dari musuh-musuh Islam merupakan salah satu bentuk
jihad yang di ridhoi Allah SWT. Kiai Rasyid juga mempunyai pandangan bahwa
bangsa Indonesia akan meraih kejayaannya cepat atau lambat. Hal ini akan terjadi
jika pemimpin bangsa memiliki keimanan yang kuat dan selalu bertakwa kepada
Allah SWT. Selain dari sisi pemimpin, rakyat yang juga beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT, dan senantiasa mengikuti pemimpin yang beriman dan
bertakwa akan membuat bangsa Indonesia semakin cepat meraih kejayaan dan
ridho dari Allah SWT.
2. K.H. Muhammad Nursasi
K.H. Muhammad Nursasi, Lc., adalah seorang ulama Betawi yang lahir di
Jakarta pada tanggal 11 Juni 1955. Saat ini beliau tinggal di daerah Pejaten Timur,
Jakarta Selatan. Sosoknya dikenal sebagai seorang ulama yang ramah dan humoris
sehingga membuat beliau dekat dengan masyarakat, terutama dengan masyarakat
Pejaten Timur di kawasan beliau tinggal.87
Pendidikan berbasis keagamaan melekat pada diri Kiai Nursasi sejak kecil
dimulai dari ia belajar di sekolah dasar. Kiai Nursasi menamatkan pendidikan SD,
86
Fahira Idris, ”Jumpa Ulama Kharismatik KH. Abdul Rasyid A. Syafi’ie, Cerita Pondok
Pesantren Hingga Keajaiban Air”, https://www.fahiraidris.id, diakses pada hari Senin, 27 Mei
2019, pukul 16.01 WIB. 87
Hasil Wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi, Lc. pada hari Kamis, 9 Mei 2019,
pukul 21.30 WIB di Kediaman K.H. Muhammad Nursasi, Lc., Pejaten Timur, Jakarta Selatan.
64
SMP dan SMA di Perguruan Islam Asy-Syafiiyah Jakarta. Setelah menamatkan
pendidikan di Asy-Syafiiyah, Kiai Nursasi melanjutkan pendidikan tinggi ke
Timur Tengah yaitu di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Melalui ilmu agama
yang ia dapatkan baik itu di Perguruan Islam Asy-Syafiiyah maupun di
Universitas Al-Azhar, membuat ia mendapatkan gelar ke-ulamaan dari
masyarakat Betawi, dan hingga hari ini Kiai Nursasi masih mengabdikan dirinya
untuk masyarakat Betawi pada khususnya dan kepada umat Islam pada
umumnya.88
Karier Kiai Nursasi juga erat kaitannya dengan bidang sosial keagamaan,
di mana bidang tersebut memang bidang yang beliau dalami selama menjalankan
pendidikan formal di Jakarta maupun di Kairo. Kiai Nursasi dan juga ulama-
ulama Betawi lain merupakan pendiri dan juga anggota Forum Ulama dan Habaib
Betawi pertama pada tahun 2004 yang lalu. Forum Ulama dan Habaib saat ini
berganti menjadi Forum Ulama dan Habaib (FUHAB) DKI Jakarta, dan Kiai
Nursasi menjadi anggota FUHAB yang kedua ini semenjak tahun 2016. Selain
aktif di FUHAB DKI Jakarta, untuk menegakkan apa yang disebut amar ma’ruf
nahi munkar, Kiai Nursasi juga aktif dalam Ormas Front Pembela Islam wilayah
DKI Jakarta. Saat ini Kiai Nursasi juga terus berkontribusi terhadap
perkembangan intelektual umat Islam di Jakarta, terkhusus lagi bagi masyarakat di
daerah Pejaten Timur lewat Majelis Taklim Al-Islamiyah yang beliau pimpin
dengan jamaah aktif di atas 100 orang. Bagi Kiai Nursasi, perkembangan
88 Hasil Wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi, Lc. pada hari Kamis, 9 Mei 2019,
pukul 21.30 WIB di Kediaman K.H. Muhammad Nursasi, Lc. Pejaten Timur, Jakarta Selatan.
65
intelektual umat melalui majelis taklim merupakan salah satu tonggak untuk
menjaga eksistensi umat Islam di Jakarta.89
3. K.H. Sulaiman Rohimin
Drs. K.H. Sulaiman Rohimin adalah ulama Betawi yang bertempat tinggal
di Jl. Kelapa Hijau, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Beliau merupakan
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kiai kelahiran
Jakarta tanggal 2 Maret 1968 ini, merupakan ulama terkenal di daerah Jagakarsa
karena keramahan dan keaktifan beliau di banyak organisasi masyarakat, majelis
taklim, pesantren dan juga masjid.90
Kiai Sulaiman Rohimin merupakan alumni dari Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Melalui Ilmu keagamaan yang beliau miliki, Drs.
K.H. Sulaiman Rohimin berkarier dalam bidang sosial keagamaan untuk terus
menjaga eksistensi umat Islam Indonesia khususnya di Jakarta. Menjadi
Pemimpin Pondok Pesantren Darul Hidayah, Bogor, Jawa Barat, menjadi Staf
Guru di SMU Plus Darul Hidayah, dan menjadi Konsultan Hukum Agama di
Lembaga Hukum Djunaidi Sulaiman Zaenal dan rekan, merupakan beberapa
contoh pengalaman kerja beliau dengan bertumpu pada ilmu agama yang beliau
miliki.91
89
Hasil Wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi, Lc. pada hari Kamis, 9 Mei 2019,
pukul 21.30 WIB di Kediaman K.H. Muhammad Nursasi, Lc. Pejaten Timur, Jakarta Selatan. 90
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 91 Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
66
Ketua MUI Jagakarsa ini juga sangat aktif dalam organisasi-organisasi
besar baik itu organisasi yang berada di tingkat wilayah maupun pusat. Berikut ini
merupakan pengalaman organisasi dari Kiai Sulaiman Sulaiman Rohimin yang
berhasil penulis rangkum, di antaranya:
1. Ketua MUI Jagakarsa, Jakarta Selatan
2. Waketum FSJ (Forum Santri Jakarta)
3. Ketua Dewan Penasehat Forum Lintas Ormas (Flo) Jagakarsa, Jakarta
Selatan
4. Komisi Dakwah Anggota MUI DKI Jakarta
5. Majelis Tinggi Syariat Dewan Syuro DPD FPI DKI Jakarta
6. Ketum Yayasan Al-Madinah Tanjung Barat, Jakarta Selatan
7. Ketua Dewan Pembina Kuliah Subuh Gabungan Jakarta Selatan
8. Anggota Dewan Pertimbangan Forum Ulama dan Habaib (FUHAB)
Jakarta Selatan
9. Alumni SABDA FKUB Provinsi DKI Jakarta tahun 2016
Kiai Sulaiman Rohimin sangat aktif mengikuti banyak organisasi
keagamaan didasari oleh motivasi beliau yang ingin terus menjaga keutuhan dan
ukhuwah antar umat beragama di Indonesia. Sebagai contoh, melalui Forum
Lintas Ormas (FLO), beliau menterjemahkan motivasi tersebut ke dalam
kehidupan sehari-hari. Beliau sangat aktif dan ingin selalu terjun langsung ke
dalam banyak organisasi sosial keagamaan untuk merawat keutuhan serta rasa
persaudaraan antar umat. Melalui ormas-ormas tersebut, beliau bisa menjadi
barisan terdepan yang dapat langsung berinteraksi dengan masyarakat untuk
mengetahui permasalahan yang kerap terjadi.92
92 Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
67
C. Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017
1. Proses Politik dan Peta Koalisi
Pemilihan umum atau Pemilu merupakan gambaran ideal bagi sebuah
pemerintahan demokrasi di zaman modern ini. Indonesia sebagai negara yang
berlandaskan demokrasi juga turut melaksanakan Pemilu secara berkala
berdasarkan undang-undang. Proses pemilihan umum sangatlah dibutuhkan untuk
mengisi jabatan-jabatan politik tertentu baik di tingkat pusat maupun daerah.
Jabatan politik di daerah yang diisi melalui mekanisme pemilihan umum
diantaranya adalah Pemilihan Kepala Daerah atau disebut Pilkada. Pilkada secara
langsung oleh rakyat adalah salah satu upaya menghadirkan pemerintahan yang
demokratis di daerah. Adapun landasan hukum dari Pilkada secara langsung
adalah UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.93
Undang-
undang tersebut merupakan tonggak awal berlangsungnya Pilkada secara
langsung oleh rakyat.
Bagi DKI Jakarta sendiri, pelaksanaan Pilkada secara langsung sudah
berlangsung sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada tahun 2007, tahun 2012, dan tahun
2017. Dalam setiap pelaksanaannya, Pilkada di DKI Jakarta selalu mengundang
perhatian dari seluruh elemen masyarakat di Indonesia. Hal ini terjadi karena
Jakarta merupakan Ibukota negara yang bisa dibilang juga sebagai barometer
perpolitikan nasional. Sebagai barometer perpolitikan nasional, banyak pengamat
93
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
68
politik yang berpendapat siapa yang mampu “berkuasa” di Jakarta maka jalan
untuk memenangi Pemilu Presiden amatlah besar.94
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dilaksanakan untuk menentukan Gubernur
dan Wakil Gubernur periode 2017-2022. Komisi Pemilihan Umum Daerah
(KPUD) DKI Jakarta sebagai lembaga pelaksana pemilu telah menetapkan jadwal
tahapan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, adapun tahapannya adalah sebagai
berikut:95
Tabel 2 Tahapan Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran Pertama
Timeline Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran Pertama
1. 3 Agustus – 7 Agustus 2016 Penyerahan syarat dukungan
perseorangan
2. 19 September – 21 September
2016 Pendaftaran calon
3. 19 September – 9 Oktober 2016 Verifikasi calon
4. 22 Oktober 2016 Penetapan calon
5. 23 Oktober 2016 Pengundian dan pengumuman nomor
urut
6. 26 Oktober 2016 – 11 Februari
2017 Masa kampanye dan debat publik
7. 12 Februari – 14 Februari 2017 Masa tenang
8. 15 Februari 2017 Pemungutan dan penghitungan suara
9. 16 Februari – 27 Februari 2017 Rekapitulasi suara
10. 8 Maret – 10 Maret 2017 Penetapan calon terpilih tanpa sengketa
Sumber: https://kompas.com/
Jika Pilkada DKI Jakarta 2017 berlangsung dua putaran, KPUD DKI Jakarta
menetapkan tahapannya sebagai berikut:
94
Republika.co.id, ”Pengamat: Jakarta Memang Potensial Jadi Loncatan ke RI 1”,
https://m.republika.co.id, diakses pada hari Jumat, 14 Desember 2018, pukul 22.19 WIB. 95
Kompas.com, ”Ini Jadwal Tahapan Pilkada DKI 2017”, https://kompas.com, diakses
pada hari Rabu, 22 Mei 2019, pukul 15.26 WIB.
69
Tabel 3 Tahapan Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran Kedua
Timeline Pilkada DKI Jakarta 2017 Putaran Kedua
1. 4 Maret 2017 Penetapan pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur putaran kedua
2. 5 Maret – 19 April 2017 Rekapitulasi daftar pemilih
3. 4 Maret – 15 April 2017 Sosialisasi
4. 6 April – 15 April 2017 Kampanye serta penajaman visi dan
misi
5. 16 April – 18 April 2017 Masa tenang
6. 19 April 2017 Pemungutan dan penghitungan suara
7. 20 April – 1 Mei 2017 Rekapitulasi suara
8. 5 Mei – 6 Mei 2017 Penetapan calon tanpa sengketa
Sumber: https://kompas.com/
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 diikuti oleh tiga pasang calon. Pasangan
petahana Basuki Thahaja Purnama (Ahok) berpasangan dengan Djarot Saiful
Hidayat, Agus Harimurti Yudhoyono berpasangan dengan Sylviana Murni, dan
yang terakhir Anies Baswedan dengan Sandiaga Uno.96
Ketiga pasang Cagub dan
Cawagub saling bersaing berebut suara masyarakat Jakarta dengan koalisi partai
politik yang mereka bangun masing-masing. Adapun peta koalisi partai politik
pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 adalah sebagai berikut:
Tabel 4 Peta Koalisi Partai Politik Pilkada DKI Jakarta Putaran Pertama
Agus-Sylvi Ahok-Djarot Anies-Sandi
1. Partai Demokrat
2. PAN
3. PKB
4. PPP
1. PDIP
2. Partai Nasdem
3. Partai Hanura
1. Partai Gerindra
2. PKS
Sumber: https://m.detik.com/
96
Kompas.com, ”Pilkada DKI 2017 Resmi Diikuti Tiga Pasang Cagub-Cawagub”,
https://kompas.com, diakses pada hari Minggu, 16 Desember 2018, pukul 10.15 WIB.
70
Banyaknya dukungan partai politik kepada pasangan Agus-Sylvi tidak
menjamin kemenangan dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Pasangan tersebut
hanya mendapatkan suara sebesar 937.955 suara atau sekitar 17,07%, berbanding
jauh dengan suara yang di dapat oleh dua pasangan lain yaitu Ahok-Djarot dan
Anies-Sandi. Pasangan Ahok-Djarot memperoleh suara sebesar 2.364.577 suara
atau sebesar 42,99%, sedangkan pasangan Anies-Sandi memperoleh suara sebesar
2.197.333 atau sebesar 39,95%. Dengan hasil ini tidak ada pasangan Cagub-
Cawagub yang meraih suara di atas 50% + 1, sehingga KPU DKI Jakarta
memutuskan menggelar Pilkada putara kedua yang akan diikuti oleh dua pasangan
yang memperoleh suara tertinggi yaitu pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi.97
Menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, terjadi pergeseran peta
koalisi partai politik pengusung. Kedua pasangan yang tersisa saling berebut
dukungan dari partai-partai pengusung Agus-Sylvi yang gagal melaju ke putaran
kedua. Seperti yang dilakukan oleh pasangan Anies-Sandi yang langsung bergerak
mendekati poros Cikeas yang dipimpin oleh Partai Demokrat untuk melakukan
penjajakan demi mendapatkan dukungan.98
Untuk mendapatkan dukungan dari
poros Cikeas, komunikasi politik yang intensif terus dilakukan oleh para petinggi
partai pengusung Anies-Sandi dengan petinggi partai yang berada dalam poros
Cikeas. Hasilnya, ada satu partai politik poros Cikeas yang mengalihkan
97
Detik.com, ”KPU Tetapkan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi Maju Putaran Dua Pilkada”,
https://m.detik.com, diakses pada hari Selasa, 21 Mei 2019, pukul 15.58 WIB. 98
Merdeka.com, ”Gerilya Anies-Sandi dan Partai Pengusung Dekati Poros Cikeas”,
https://m.merdeka.com, diakses pada hari Rabu, 22 Mei 2019, pukul 13.31 WIB.
71
dukungan ke pasangan Anies-Sandi, yaitu adalah Partai Amanat Nasional
(PAN).99
Sementara itu dari kubu Ahok-Djarot, PDIP mengingatkan kepada partai
pendukung Pemerintahan Jokowi-JK untuk memberikan dukungan juga kepada
Ahok-Djarot pada Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.100
Seperti yang diketahui,
PPP, PKB, dan PAN merupakan partai-partai yang mendukung Pemerintahan
Jokowi-JK, sehingga PDIP sebagai motor penggerak partai pengusung Ahok-
Djarot mengharapkan partai-partai tersebut juga mendukung pasangan Ahok-
Djarot. Menanggapi sikap PAN yang mendeklarasikan dukungan kepada kubu
Anies-Sandi, PDIP menghormati sikap tersebut dan merasa tidak terganggu
dengan sikap yang diambil PAN.101
Tabel 5 Peta Koalisi Partai Politik Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua
Ahok-Djarot Anies-Sandi
1. PDIP
2. Partai Nasdem
3. Partai Hanura
4. PPP
5. PKB
1. Partai Gerindra
2. PKS
3. PAN
Sumber: https://megapolitan.kompas.com/
99
Republika.com, ”PAN Merapat ke Anies-Sandi Ini Kata Kubu Ahok-Djarot”,
https://m.republika.co.id, diakses pada hari Selasa, 22 Mei 2019, pukul 13.35 WIB. 100
Indonesiasatu.co, ”PDIP Ingatkan Partai Pendukung Pemerintah Dukung Ahok-
Djarot, PPP Romi Bergeming”, https://indonesiasatu.co, diakses pada hari Rabu, 22 Mei 2019,
pukul 13.47 WIB. 101
Republika.com, ”PAN Merapat ke Anies-Sandi Ini Kata Kubu Ahok-Djarot”,
https://m.republika.co.id, diakses pada hari Rabu, 22 Mei 2019, pukul 13.35 WIB.
72
Pada akhirnya peta koalisi pada putaran kedua mengalami perubahan. Satu
partai yang tadinya mendukung Agus-Sylvi, mengalihkan dukungannya kepada
kubu Anies-Sandi, partai tersebut adalah PAN. Sementara itu dua partai lain yaitu
PKB dan PPP yang sebelumnya berada dalam poros Cikeas namun juga
merupakan partai pendukung Pemerintahan Jokowi-JK, mengalihkan dukungan
kepada kubu Ahok-Djarot. Sikap sebagai penyeimbang diambil oleh pemimpin
poros Cikeas pada putaran pertama yaitu Partai Demokrat.102
Dalam putaran kedua ini, pasangan Anies-Sandi dengan dukungan koalisi
tiga partai politik seperti pada tabel di atas, berhasil mengungguli pasangan Ahok-
Djarot dengan perolehan suara sebesar 3.240.987 atau dengan persentase 57,95%.
Sedangkan pasangan Ahok-Djarot dengan koalisi lima partainya mendapatkan
suara sebesar 2.350.366 dengan persentase 42,05%.103
Dengan hasil ini KPUD
DKI Jakarta menetapkan pasangan Anies-Sandi memenangkan pemilu dan
ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih periode 2017-2022.104
2. Dinamika Pilkada DKI Jakarta 2017
Pilkada DKI Jakarta memiliki rasa yang berbeda dibanding Pilkada
serentak lain yang sama-sama digelar pada tahun 2017. Hal ini dikarenakan
Pilkada DKI Jakarta menjadi barometer perpolitikan nasional yang
menjadikannya titik krusial bagi partai politik dalam menentukan langkah mereka.
Status Jakarta sebagai Ibukota negara membuat Pilkada ini menjadi pertarungan
102 Kompas.com, ”Peta Baru Koalisi Parpol, Penentu Hasil Pilkada Jakarta 2017?”,
https://megapolitan.kompas.com., diakses pada hari Rabu, 22 Mei 2019, pukul 14.03 WIB. 103
Detik.com, ”Hasil Pleno KPU DKI: Anies-Sandi 57,95%, Ahok-Djarot 42,05%”,
https://m.detik.com., diakses pada hari Rabu, 22 Mei 2019, pukul 16.03 WIB. 104
Liputan6.com, “KPU Tetapkan Anies-Sandi Pemenang Pilkada DKI 2017 Hari Ini”,
https://m.liputan6.com, diakses pada hari Rabu, 22 Mei 2019, pukul 16.05 WIB.
73
politik level nasional. Hal ini ditandai dengan terlibatnya tokoh-tokoh politik
sentral dalam perpolitikan nasional yang ikut memainkan peran yang cukup besar
dalam Pilkada kali ini. Terlibatnya tokoh-tokoh politik seperti Megawati
Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto yang menjadi
“King Maker” dari masing-masing kubu yang bertarung dalam Pilkada DKI
Jakarta, menjadikan pertarungan politik kali ini memiliki rasa yang berbeda,
bahkan banyak kalangan yang menyebut Pilkada rasa Pilpres.105
Lahirnya nama-
nama seperti Basuki Thahaja Purnama atau Ahok, Agus Harimurti Yudhoyono
dan Anies Baswedan untuk bertarung memperebutkan kursi DKI-1 merupakan
hasil dari peran sentral yang dilakukan para elit politik nasional ini.
Bagi warga Jakarta sendiri, terdapat dua pendapat yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat. Ada pendapat yang menyatakan bahwa Jakarta perlu
dipimpin oleh orang-orang yang mempunyai track record baik dan hasil kerjanya
nyata untuk membenahi Jakarta ke arah yang lebih baik lagi. Sementara pendapat
lain berpandangan bahwa Jakarta harus dipimpin oleh suasana baru dan
menginginkan gubernur baru yang lebih santun dalam bersikap dan pro terhadap
rakyat kecil. Pendapat-pendapat ini terus berkembang dan melahirkan dinamika-
dinamika tersendiri di tengah masyarakat. Latar belakang, rekam jejak, dan
komposisi dukungan politik dari masing-masing calon menjadi perhatian dan
bahan diskusi tersendiri bagi masyarakat dan menjadi pertimbangan dalam
menentukan pilihan.106
105
Kompas.com, ”Pilkada Jakarta Rasa Pilpres, “Turun Gunungnya” Mega, SBY, dan
Prabowo”, https://nasional.kompas.com, diakses pada hari Jumat, 24 Mei 2019, pukul 14.18 WIB. 106
Republika.co.id, ”Dinamika Pilkada DKI”, https://m.republika.co.id, diakses pada hari
Jumat, 24 Mei 2019, pukul 14.44 WIB.
74
Sejumlah peristiwa terjadi menjelang digelarnya Pilkada DKI Jakarta
2017. Peristiwa yang paling fenomenal adalah peristiwa kasus penistaan agama
yang menjerat Gubernur Basuki Thahaja Purnama atau Ahok yang juga menjadi
calon gubernur incumbent dalam Pilkada kali ini. Dampak dari kasus ini
menimbulkan datangnya tekanan dari ormas Islam dan para ulama-ulama Jakarta
kepada Pemerintah untuk segera memperoses kasus penistaan agama tersebut.
Kasus penistaan agama ini melahirkan unjuk rasa besar-besaran di Jakarta yang
dikenal dengan peristiwa Aksi Bela Islam 411 dan 212.107
Kasus ini membuat
elektabilitas Ahok tergerus selama Pilkada DKI Jakarta 2017 dan membuatnya
harus mendapatkan hukuman 2 tahun penjara setelah Pilkada digelar. Kasus
penistaan agama yang menjerat Ahok juga membuat tensi politik memanas, hal ini
ditandai dengan menguatnya politik identitas dan berkembangnya isu-isu SARA
di tengah masyarakat.108
Peristiwa lain yang mewarnai Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah munculnya
kasus-kasus yang menjerat para pasangan Cagub dan Cawagub. Selain kasus
penistaan agama, Ahok juga diterpa tudingan dugaan korupsi pembelian lahan
Rumah Sakit Sumber Waras109
dan reklamasi Jakarta. Selain Ahok, dugaan kasus
korupsi juga menerpa Sylviana Murni. Sylviana Murni diduga terjerat kasus
korupsi dana hibah bantuan sosial pramuka dan korupsi dana pembangunan
107
Republika.co.id, ”Ini 7 Rangkaian Aksi Bela Islam Sebelum Ahok Divonis 2 Tahun
Penjara”, https://m.republika.co.id, diakses pada hari Minggu, 16 Desember 2018, pukul 10.36
WIB. 108
Bbc.com, ”Isu SARA Meningkat di Pilkada DKI Jakarta, Salah Siapa?”,
https://bbc.com, diakses pada hari Jumat, 24 Mei 2019, pukul 15.10 WIB. 109
Bbc.com, ”KPK Periksa Ahok Terkait RS Sumber Waras”, https://bbc.com, diakses
pada hari Jumat, 24 Mei 2019, pukul 15.23 WIB.
75
Masjid Al-Fauz di Jakarta Pusat.110
Peristiwa yang tidak kalah heboh adalah
tampilnya mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang telah mendapatkan grasi dari
Presiden Joko Widodo dan menuding SBY sebagai dalang dibalik kriminalisasi
yang menerpa dirinya sehingga membuatnya dihukum penjara 18 tahun. Peristiwa
ini tepat satu hari sebelum pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran pertama.
SBY menganggap tuduhan Antasari Azhar terhadap dirinya dimaksudkan untuk
menjegal Agus Harimurti Yudhoyono yang sedang berkompetisi dalam Pilkada
DKI Jakarta 2017 dengan melempar fitnah sedemikian rupa.111
Meski minim peristiwa dibanding putaran pertama, sentimen politik
identitas masih menguat di tengah masyarakat jelang putaran kedua. Namun patut
disyukuri pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran pertama dan kedua
berlangsung aman dan demokratis. Peristiwa-peristiwa di atas mengiringi
rangkaian Pilkada DKI Jakarta 2017 dan memiliki warna tersendiri bagi eskalasi
politik nasional.
3. Dukungan Politik Pasangan Calon
Dinamika yang terjadi selama Pilkada DKI Jakarta 2017 berkorelasi
dengan dukungan yang diterima oleh masing-masing pasangan calon. Sebagai
contoh, kasus penistaan agama yang menimpa Calon Gubernur petahana Basuki
Thahaja Purnama membuat dirinya semakin kehilangan dukungan dari pemilih
beragama Islam. Isu keagamaan yang dimobilisasi oleh tokoh-tokoh agama
membuat elektabilitas Ahok menurun hebat. Hal ini disampaikan oleh lembaga
110
Bbc.com, ”Kasus Dugaan Korupsi Sylviana Murni Akan Pengaruhi Elektabilitas”,
https://bbc.com, diakses pada hari Jumat, 24 Mei 2019, pukul 15.36 WIB. 111
Republika.co.id, ”SBY Tuding Antasari Ingin Jegal Anaknya dalam Pilkada DKI”,
https://m.republika.co.id, diakses pada hari Jumat, 24 Mei 2019, pukul 15.48 WIB.
76
survei Indikator Politik Indonesia. Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei
“Kinerja Petahana dan Efek SARA dalam Pilkada DKI Jakarta” di kantor
Indikator yang berada di kawasan Cikini.112
Sejak bergulirnya kasus penistaan
agama selama beberapa bulan terakhir, membuat tingkat ketidaksukaan terhadap
Ahok meningkat. Selain dampak dari kasus ini, sikap Ahok yang dinilai tidak
ramah dan kurang santun menjadi faktor turunnya dukungan terhadap Gubernur
petahana ini.
Seperti yang kita ketahui, kasus penistaan agama yang menimpa Ahok
melahirkan unjuk rasa besar-besaran di Jakarta yang dikenal dengan peristiwa
Aksi Bela Islam 411 dan 212.113
Spirit dari Aksi Bela Islam ini menjadi simpul
baru makin kuatnya penolakan terhadap Ahok untuk memimpin Jakarta dan
berdampak pada makin solidnya dukungan dari para ulama dan ormas Islam
kepada dua pasangan lain yaitu kepada kubu Agus-Sylvi dan Anies-Sandi.
Selepas putaran pertama, di mana pasangan Agus-Sylvi gagal melangkah ke
putaran kedua, dukungan dari para ulama dan ormas Islam semakin merujuk
kepada pasangan Anies-Sandi.114
Forum Ulama dan Habaib (Fuhab) Jakarta menyatakan mendukung Anies-
Sandi dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Pernyataan dukungan ini terjadi
setelah Anies-Sandi bertemu dengan anggota Fuhab di daerah Cipinang
112
Tribunnews.com, ”Survei Indikator: Dukungan ke Ahok-Djarot Turun karena Ucapan
Ahok soal Al-Maidah”, https://m.tribunnews.com, diakses pada hari Sabtu, 25 Mei 2019, pukul
15.26 WIB. 113
Republika.co.id, ”Ini 7 Rangkaian Aksi Bela Islam Sebelum Ahok Divonis 2 Tahun
Penjara”, https://m.republika.co.id, diakses pada hari Minggu, 16 Desember 2018, pukul 10.36
WIB. 114
Winnetnews.com, ”Anies-Sandi Sukses dapat Dukungan Dari Relawan AHY dan
Ulama di Jakarta Utara”, https://m.winnetnews.com, diakses pada hari Sabtu, 25 Mei 2019, pukul
15.45 WIB.
77
Cempedak, Jakarta Timur, Kamis 23 Februari 2017.115
Dukungan terhadap
pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 juga datang dari ulama
Betawi.116
Ormas Islam yang sedari dulu paling bersebrangan dengan Ahok yaitu
FPI pun, memastikan tidak akan mendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta
2017.117
FPI akan mendukung Agus dan Anies dalam Pilkada DKI Jakarta kali ini.
Sikap FPI ini memang tidak diragukan lagi, karena memang semenjak Ahok
menjabat sebagai Wakil Gubernur dan Gubernur Jakarta pun, FPI selalu
bersebrangan dengan Ahok. Ditambah lagi kasus penistaan agama yang menimpa
Ahok menjadikan FPI sebagai motor penggerak barisan “Anti Ahok”.
Tidak semua kalangan Islam memberikan dukungan kepada pasangan
Anies-Sandi maupun Agus-Sylvi. Ada beberapa kelompok masyarakat Islam yang
juga mendeklarasikan untuk pasangan Ahok-Djarot. Seperti dukungan yang
diberikan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jakarta yang menyatakan
mendukung Ahok-Djarot. Mereka menganggap mendukung Ahok-Djarot
merupakan pilihan yang amat rasional melihat kinerja yang diberikan oleh
pasangan petahana ini selama memimpin Jakarta. Untuk kasus penistaan agama
yang menimpa Ahok, mereka mempercayakan kasus itu kepada kepolisian.118
Selain Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, organisasi sayap Nahdlatul
Ulama (NU) yaitu Gerakan Pemuda (GP) Ansor juga memberikan dukungannya
115
Kompas.com, ”Forum Ulama dan Habaib Nyatakan Dukung Anies-Sandiaga”,
https://megapolitan.kompas.com , diakses pada hari Selasa, 1 Mei 2018, pukul 07.20 WIB. 116
Pks.id, ”Ulama Betawi Ajak Warga Menangkan Anies Sandi”, https://pks.id., diakses
pada hari Selasa, 1 Mei 2018, pukul 08.20 WIB. 117
Merdeka.com, ”Tak anggap Ahok, FPI sebut Pilgub DKI Cuma Pertarungan Agus dan
Anies”, https://m.merdeka.com, diakses pada hari Sabtu, 25 Mei 2019, pukul 16.05 WIB. 118
Beritasatu.com, ”Ikatan Muhammadiyah DKI Dukung Ahok-Djarot”,
https://beritasatu.com, diakses pada hari Sabtu, 25 Mei 2019, pukul 16.19 WIB.
78
terhadap Ahok-Djarot.119
Dari kalangan ulama, dukungan juga terpecah kepada
para pasangan calon. Sebagai contoh, pada saat Pilkada DKI Jakarta tahun 2017
memasuki putaran kedua di mana hanya tinggal menyisakan dua pasangan calon
yaitu pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi, dukungan dari para ulama Betawi
juga terpecah. Jika diidentifikasi, maka dukungan dari para ulama Betawi kepada
pasangan calon dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6 Peta Dukungan Ulama Betawi
Anies-Sandi Ahok-Djarot
1. K.H. Mahfud Asirun
2. K.H. Abdurahman Shoheh
3. K.H. Syarifudin Abdul
Ghani
4. K.H. Abdul Rasyid
Abdullah Syafi’i
5. K.H. Kazruni
6. K.H. Adnan Idris
7. K.H. Sulaiman Rohimin
8. K.H. Nusasi
9. K.H. Nasir Zein
10. K.H. Syahroni Hadi
11. K.H. Kalimulak
12. K.H. Zarkasi Saiman
13. K.H. Fakhrurozi Ishaq
14. K.H. Mulky
15. K.H. Ahmad Fauzi
16. K.H. Maulana Kamal
Yusuf
17. K.H. Yusuf Aman
1. K.H. Ahmad Suhaedi
2. K.H. Rusli Shidiq
3. K.H. Zuri Yaqub
4. K.H. Muhidin Ishaq
5. K.H. Abdul Hainaim
6. K.H. Ahmad Shodri
7. K.H. Anshori Yaqub
8. K.H. Ghafur Ali
9. K.H. Fathan
10. K.H. Fadhli
Sumber: Diolah dari data Sekretariat Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU)
Provinsi DKI Jakarta
119
Tribunnews.com, ”Dukung Ahok-Djarot, GP Ansor: Kami Tolak Gubernur yang
Didukung Islam Radikal”, https://m.tribunnews.com, diakses pada hari Sabtu, 25 Mei 2019, pukul
15.28 WIB.
79
Dari data di atas dapat disimpulkan, bahwa hampir sebagian besar ulama
Betawi mendukung pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
Namun, terdapat juga ulama-ulama Betawi yang memberikan dukungan kepada
pasangan Ahok-Djarot karena telah dianggap memberikan perubahan yang cukup
signifikan kepada kota Jakarta. Bagi para ulama Betawi yang mendukung
pasangan Anies-Sandi, meskipun Anies Baswedan maupun Sandiaga Uno
bukanlah keturunan Betawi, para ulama memiliki kepercayaan yang tinggi kepada
mereka. Mereka dianggap dapat membawa perubahan yang lebih baik bagi kota
Jakarta. Selain itu, faktor keagamaan juga menjadi alasan para ulama Betawi
mendukung Anies-Sandi ketimbang Ahok-Djarot.
Kemudian dari sisi dukungan partai politik, pasangan Ahok-Djarot juga
mendapatkan dukungan dari partai-partai yang berlandaskan Islam pada Pilkada
Jakarta putaran kedua. Partai Keadilan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) adalah partai-partai yang ber-ideologi Islam yang
memberikan dukungan kepada Ahok-Djarot dan sama sekali tidak terpengaruh
isu-isu keagamaan yang terjadi selama Pilkada DKI Jakarta 2017.120
Di luar dukungan-dukungan dari ormas-ormas serta dukungan dari partai
politik, dukungan dari komunitas-komunitas, tokoh-tokoh publik maupun artis
Ibukota juga turut mewarnai Pilkada DKI Jakarta 2017. Hal ini membuktikan
Pilkada DKI Jakarta memang mandapatkan perhatian yang cukup tinggi dari
masyarakat Jakarta.
120 Detik.com, ”Djarot: PKB dan PPP Kubu Romi Merapat, Tinggal Deklarasi Formal”,
https://m.detik.com, diakses pada hari Sabtu, 25 Mei 2019, pukul 16.39 WIB.
80
Sementara itu, peta dukungan pemilih pada Pilkada DKI Jakarta 2017
diprediksi memiliki korelasi dengan peta dukungan pemilih pada Pilpres 2014
yang lalu. Lembaga Konsultan Politik Indonesia (LKPI) memaparkan hasil
penelitan yang menyatakan bahwa pemilih Jokowi-JK memiliki kecenderungan
memilih pasangan Ahok-Djarot pada Pilkada Jakarta. Sementara pemilih
Prabowo-Hatta pada Pilpres yang lalu, memiliki kecenderungan memilih
pasangan Agus-Sylvi maupun Anies-Sandi.121
4. Wilayah Jakarta Selatan Sebagai Basis Dukungan Ulama Kepada
Pasangan Anies-Sandi
Masyarakat di DKI Jakarta terdiri dari banyak etnis dan suku bangsa.
Sebagai sebuah ibukota negara, Jakarta bisa dibilang sebagai tempat semua orang
mencari penghidupan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2010, terdapat 3 (tiga) suku yang dominan di Jakarta. Tiga suku tersebut ialah
suku Jawa dengan jumlah persebaran penduduk di Jakarta sebesar 3.453.453 jiwa
atau jika dipersentasekan sebesar 36,17%, kemudian ialah suku Betawi dengan
jumlah persebaran pendudukan sebesar 2.700.722 jiwa atau sebesar 28,29%, dan
terbesar ketiga ialah suku Sunda dengan jumlah persebesaran penduduk di Jakarta
sebesar 1.395.025 atau sebesar 14,61%.122
121
Kompas.com, ”Seperti Apa Peta Dukungan Pemilih pada Pilkada DKI 2017?”,
https://m.megapolitan.kompas.com, diakses pada hari Sabtu, 25 Mei 2019, pukul 17.00 WIB. 122
Agus Joko Pitoyo, “Dinamika Perkembangan Etnis di Indonesia dalam Konteks
Persatuan Negara”, Yogyakarta: Jurnal Populasi, Vol. 25. No.1, Tahun 2017 [jurnal on-line], http://jurnal.ugm.ac.id, hlm.64-81.
81
Jumlah persebaran penduduk Betawi di Jakarta masih bisa dikategorikan
cukup besar. Meskipun sebagai penduduk asli yang seharusnya mereka
menempati posisi pertama di Jakarta, tidak bisa dipungkiri memang masyarakat
Jawa lah yang persebarannya paling besar di Indonesia, tak terkecuali di Jakarta.
Sebagai sebuah suku dan etnis asli dari Jakarta, masyarakat Betawi tentunya
masih memperhatikan dan menjalankan petuah dari tokoh-tokoh Betawi itu
sendiri, untuk menjaga eksistensi etnis Betawi tetap terjaga di tanah Jakarta. Salah
satu tokoh yang di dengar petuahnya oleh masyarakat Betawi ialah para ulama
Betawi.
Jakarta Selatan merupakan salah kota administrasi dari 6 (enam)
kabupaten/kota administrasi di Provinisi DKI Jakarta. Secara geografis, Kota
Administrasi Jakarta Selatan berbatasan langsung dengan Kota Administrasi
Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Kota Tangerang, Tangerang Selatan
dan Kota Depok. Batas-batas wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan adalah
sebagai berikut: Batas wilayah utara dibatasi oleh Banjir Kanal, Jalan Sudirman,
Kecamatan Tanah Abang, Jalan Kebayoran Lama, dan Kebon Jeruk. Batas
wilayah timur dibatasi oleh Kali Ciliwung. Batas wilayah barat dibatasi oleh
Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang dan Kota Tangerang
Selatan. Batas wilayah selatan dibatasi oleh Kotamadya Depok, Provinsi Jawa
Barat. Kota Administrasi Jakarta Selatan memiliki wilayah seluas 141.37 km²,
82
yang terbagi ke dalam 10 Kecamatan, 65 Kelurahan, 571 Rukun Warga (RW) dan
6.379 Rukun Tetangga (RT).123
Gambar 1 Peta Kota Administrasi Jakarta Selatan
Terdapat 10 (sepuluh) kecamatan yang berada di dalam Kota Administrasi
Jakarta Selatan, kecamatan itu adalah Kecamatan Jagakarsa, Kecamatan Pasar
Minggu, Kecamatan Cilandak, Kecamatan Pesanggrahan, Kecamatan Kebayoran
Lama, Kecamatan Kebayoran Baru, Kecamatan Mampang Prapatan, Kecamatan
Pancoran, Kecamatan Tebet, dan Kecamatan Setia Budi. Dari total luas wilayah
123
Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Adminitrasi Jakarta
Selatan Dalam Angka 2018, (Jakarta: BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan, 2018), hlm. 5.
83
sebesar 141.37 km², Kecamatan Jagakarsa merupakan kecamatan dengan luas
wilayah terbesar dengan total luas wilayah sebesar 24.87 km², dan kecamatan
dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Mampang Prapatan dengan luas
wilayah 7.73 km².124
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Adminitrasi Jakarta Selatan tahun 2017, jumlah penduduk di Kota Administrasi
Jakarta Selatan ialah sebanyak 2.226.830 jiwa, dengan rincian sebanyak 1.114.688
penduduk laki-laki dan 1.112.142 penduduk perempuan.125
Tabel 7 Perolehan Suara Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017
Putaran Pertama
Perolehan
Suara Paslon
Jakarta
Barat
Jakarta
Pusat
Jakarta
Selatan
Jakarta
Timur
Jakarta
Utara
Kepulauan
Seribu Jumlah
Akhir
Agus-Sylvi
202.374
(16,1%)
101.524
(17,8%)
177.543
(14,8%)
309.293
(19,4%)
141.836
(16,5%)
3.891
(27,3%)
936.461
(17,06%)
Ahok-Djarot
610. 172
(48,6%)
244.581
(43,0%)
464.246
(38,7%)
617.621
(38,8%)
415.633
(48,4%)
5.532
(38,8%)
2.357.785
(42,96%)
Anies-Sandi
443.483
(35,3%)
222.933
(39,2%)
556.890
(46,5%)
664.296
(41,7%)
301.077
(35,1%)
4.851
(34,0%)
2.193.530
(39,97%)
Tingkat
Partisipasi
Pemilih
75, 2% 76,5% 75,6% 79,3% 78,2% 81,4% 78,0%
Sumber: Diolah dari Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta
124
Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Adminitrasi Jakarta
Selatan Dalam Angka 2018, hlm. 5-15. 125
Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Adminitrasi Jakarta
Selatan Dalam Angka 2018, hlm. 47.
84
Tabel 8 Perolehan Suara Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017
Putaran Kedua
Perolehan
Suara Paslon
Jakarta
Barat
Jakarta
Pusat
Jakarta
Selatan
Jakarta
Timur
Jakarta
Utara
Kepulauan
Seribu Jumlah
Akhir
Ahok-Djarot
611. 801
(47,2%)
243.574
(42,3%)
459.753
(37,9%)
612.630
(38,2%)
418.096
(47,3%)
5.391
(38,0%)
2.351.245
(42,05%)
Anies-Sandi
685.079
(52,8%)
332.803
(57,7%)
754.140
(62,1%)
992.946
(61,8%)
466.568
(52,7%)
8.796
(62,0%)
3.240.332
(57,95%)
Tingkat
Partisipasi
Pemilih
77, 2% 76,6% 76,4% 80,0% 78,8% 80,4% 78,0%
Sumber: Diolah dari Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta
Dari data tabel diatas dapat disimpulkan, bahwa kota Jakarta Selatan
menjadi kota administrasi yang menghasilkan suara dengan jumlah persentase
yang paling besar bagi pasangan Anies-Sandi jika dibandingkan dengan kota-kota
administrasi lainnya yang ada di Jakarta pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017
baik itu dalam putaran pertama maupun putaran kedua. Jakarta Selatan selalu
konsisten menghasilkan persentase tertinggi perolehan suara bagi pasangan Anies
Sandi.
Jakarta Selatan dikenal dengan sebagai salah satu wilayah di Provinsi DKI
Jakarta yang memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi. Hal ini tidak terlepas
dari terdapatnya ulama-ulama besar Betawi yang memiliki kharisma yang cukup
kuat yang lahir dan besar di Jakarta Selatan. Guru Mughni dan Muallim K.H.
85
Abdullah Syafi’i merupakan contoh ulama Betawi terdahulu yang begitu tersohor
namanya dan memiliki peran yang begitu besar dalam perkembangan Islam di
Jakarta Selatan.
Selama Pilkada Jakarta berlangsung, beberapa masjid di Jakarta kerap kali
melaksanakan kegiatan pengajian, khotbah, maupun ceramah untuk mendukung
calon gubernur muslim. Berdasarkan data yang penulis temukan, setidaknya ada
beberapa masjid yang menggelar kegiatan mendukung calon gubernur muslim.
Masjid Al-Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Masjid Raya Al-Ittihad,
Tebet, Jakarta Selatan, dan Masjid Asy-Syafi’iyah, Tebet, Jakarta Selatan, adalah
masjid-masjid yang melakukan kegiatan untuk mendukung calon gubernur
muslim.126
Masjid Al-Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menjadi salah satu
pusat gerakan umat Islam dalam memberikan dukungan kepada calon gubernur
muslim yaitu Anies-Sandi. Sejumlah ulama berpengaruh di Jakarta beberapa kali
menyampaikan dukungan kepada pasangan Anies-Sandi, seperti K.H. Al-
Khaththath, K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, K.H. Nasir Zein, dan Habib Ali
Abdurrahman Assegaf. Beberapa kali Anies Baswedan dan Sandiaga Uno juga
turut hadir di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.127
Deklarasi dukungan kepada Anies-Sandi juga dilakukan Jamaah Masjid,
Musholla, dan Majelis Taklim se-Kecamatan Tebet yang digelar di Masjid Raya
126
Tirto.id, ”Menggalang Suara Pilgub Jakarta via Masjid”, https://tirto.id, diakses pada
hari Selasa, 18 Juni 2019, pukul 00.21 WIB. 127 Tirto.id, ”Ruang Politis Masjid dalam Gerakan ‘Tamasya Al-Maidah’ ”, https://tirto.id,
diakses pada hari Selasa, 18 Juni 2019, pukul 00.45 WIB.
86
Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan.128
Dalam deklarasi ini, hadir sejumlah ulama
yang berdomisili di Kecamatan Tebet seperti K.H. Abdul Rasyid Abdullah
Syafi’i, K.H. Nasir Zein, dan Habib Ali Abdurrahman Assegaf. Pembacaan
deklarasi dukungan kepada Anies-Sandi sendiri dipimpin langsung oleh K.H.
Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i.
Beberapa data di atas membuktikan bahwa masjid-masjid di Jakarta
Selatan memang menjadi episentrum umat muslim dalam memberikan dukungan
kepada calon gubernur muslim Anies-Sandi. Warga Jakarta Selatan yang dikenal
religius, memang sangat mematuhi petuah maupun nasihat yang disampaikan oleh
para ulama. Sehingga sangatlah mungkin mobilisasi dukungan yang dilakukan
oleh para ulama di Jakarta Selatan menimbulkan dampak yang begitu besar bagi
kemenangan pasangan Anies-Sandi di Jakarta Selatan.
128 Tirto.id, ”Ada Deklarasi Dukung Anies-Sandi Sebelum Konpres Tamasya Al-
Maidah”, https://tirto.id, diakses pada hari Selasa, 18 Juni 2019, pukul 00.49 WIB.
87
BAB IV
PERTIMBANGAN SERTA PERAN ULAMA BETAWI DALAM
MENDUKUNG DAN MEMENANGKAN PASANGAN ANIES-SANDI
PADA PILKADA DKI JAKARTA 2017 DI JAKARTA SELATAN
Kemenangan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017
tentunya didukung oleh banyak faktor. Salah satu faktornya ialah keterlibatan
ulama Betawi dalam Pilkada. Pada bab ini, penulis memaparkan hasil temuan
penulis di lapangan mengenai keterlibatan ulama Betawi dalam usaha mereka
memenangkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur yang mereka
dukung. Pada bab ini, dipaparkan juga hal-hal apa saja yang menjadi
pertimbangan para ulama Betawi dalam menentukan pilihan politiknya.
A. Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017 dalam Perspektif Ulama Betawi
Ulama Betawi merupakan figur pemuka agama yang sampai saat ini masih
sangat diterima dan didengar petuahnya di dalam masyarakat Jakarta. Semua
ulama Betawi bergelar Kiai atau Kiai Haji.129
Faktor Kesejarahan dan tradisi
keilmuan yang sejak lama hadir di Jakarta, membuat ketokohan dari para ulama
Betawi ini tidak tergerus oleh zaman. Sebagai tokoh yang selalu hadir di tengah-
tengah masyarakat, ulama Betawi kerap kali menyampaikan pandangan-
pandangan mereka mengenai suatu permasalahan yang sedang terjadi di
masyarakat kepada murid-muridnya maupun kepada masyarakat luas. Selain itu,
129
Rakhmat Zailani Kiki, Genealogi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan Ulama
Betawi dari awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21), hlm. 27.
88
ulama Betawi juga senantiasa menyampaikan hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan oleh masyarakat di dalam kehidupan dunia ini. Salah satunya adalah
pentingnya seorang pemimpin yang memiliki kompetensi, kualitas, dan integritas
untuk memimpin masyarakat. Pemimpin merupakan kunci untuk menjamin agar
hal-hal baik selalu hadir di tengah-tengah masyarakat Jakarta.
Bagi ulama Betawi, kepemimpinan di Jakarta atau soal Gubernur Jakarta
menjadi sangat penting, karena seorang penguasa akan memiliki kemampuan
untuk berbuat apa saja, bisa itu hal yang positif bisa juga hal yang negatif.
Gubernur DKI Jakarta adalah seseorang yang akan mengatur banyak hal, dari
mulai jalannya roda pemerintahan hingga mengurusi hal-hal besar maupun kecil
di dalam masyarakat melalui kebijakan-kebijakan maupun instruksi-instruksi yang
akan dikeluarkan. Melalui mekanisme yang ada saat ini dalam memilih pemimpin
yaitu melalui Pilkada, ulama Betawi menganggap momentum Pilkada menjadi
sangat penting. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh K.H. Sulaiman Rohimin
sebagai berikut:
“Pilkada Jakarta ini penting karena kita memilih manajer atau memilih
seseorang yang akan mengatur roda kepemerintahan yang ada di DKI
khususnya, makanya akan kita cari orang yang punya visioner, amanah,
kemudian cara pandang dan keinginannya dengan masyarakat Ibukota itu
sama, apalagi Ibukota terkenal dengan religius dan religius ini harus di
topang dengan akidah nasionalisme dan agamis.”130
Hubungan Islam dan Jakarta sudah terjalin sangat lama, bahkan sudah
terjalin sejak zaman penjajahan. Ulama Betawi menganggap bahwa akidah-akidah
keislaman sudah lama tertanam pada masyarakat Jakarta, sehingga kemudian
130
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
89
menjadikan Jakarta dikenal dengan kota yang religius. Kota yang religius ini
haruslah di topang dengan dengan akidah nasionalis dan agamis yang kuat. Hal ini
bisa direpresentasikan melalui pemimpinnnya, dalam konteks ini adalah Gubernur
Jakarta. Hal ini juga disampaikan oleh K.H. Sulaiman Rohimin sebagai berikut:
“...kita melihat sebuah bangsa, negara, ataupun penduduk, atau wilayah
bagaimana pejabatnya, bagaimana gubernurnya, bagaimana bupatinya, dan
dia akan mewarnai masyarakatnya. Bangsa itu tergantung yang memimpin,
rusak pemimpin rusak bangsa, terutama akhlak. Nah Jakarta identik
dengan masyarakat yang agamis, makanya kita mempersiapkan kader
pemimpin yang sesuai dengan visi pesantren, visi masjid, visi budaya
Betawi.”131
Menyadari betapa pentingnya urgensi kepemimpinan di Jakarta, ulama
Betawi mempunyai pertimbangan-pertimbangan tersendiri untuk menentukan
pilihan politiknya. Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh K.H. Sulaiman
Rohimin, ulama Betawi akan membantu menyiapkan kader pemimpin yang sesuai
dengan visi masyarakat Jakarta dan umat Islam Jakarta.
Senada dengan K.H. Sulaiman Rohimin, K.H. Muhammad Nursasi juga
berpendapat sebagai berikut:
“...yang namanya penguasa itu dia bisa berbuat sesuatu apa saja baik itu
sesuatu yang positif maupun sesuatu yang negatif. Tentunya bagi kita buat
seseorang yang beriman, harus berusaha agar Islam tidak surut cahaya di daerah
Betawi ini di Jakarta dan juga bagaimana umat Islam ini dengan tenang
menjalankan ibadah-ibadahnya, hal itu salah satunya bisa melalui memilih
pemimpin yang berkualitas, yang mengerti cara menyejahterakan umat Islam.”132
131
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 132
Hasil Wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi, Lc. pada hari Kamis, 9 Mei
2019, pukul 21.30 WIB di Kediaman K.H. Muhammad Nursasi, Lc., Pejaten Timur, Jakarta
Selatan.
90
Bagi para ulama Betawi, urgensi kepemimpinan Gubernur Jakarta menjadi
sesuatu yang sangat penting. Umat Islam Jakarta merasa eksistensi mereka mulai
goyah dengan kepemimpinan Ahok dalam beberapa tahun terakhir.
Dikeluarkannya kebijakan-kebijakan yang kontroversi membuat umat Islam
Jakarta merasa dirugikan.133
Di sinilah akhirnya para ulama Betawi turun tangan
ke gelanggang politik memperjuangkan kesejahteraan umat dengan cara
mendukung calon gubernur yang pro terhadap umat Islam demi menjaga
keberkahan dari Allah SWT.
Para ulama Betawi menginginkan Gubernur Jakarta yang memiliki
integritas, kepercayaan, kesantunan, serta memiliki visi yang sama dengan
masyarakat Jakarta, terutama satu visi dengan umat Islam Jakarta. Tidak bisa
dipungkiri, hubungan Islam dan Jakarta sudah terjalin sejak lama dan begitu
mengakar kuat ajaran serta kebudayaannya. Para ulama Betawi ingin memastikan
hubungan antara Islam dan Jakarta yang sudah terjalin sejak lama itu tetap
berlangsung hingga masa modern ini. Kepemimpinan Gubernur Jakarta adalah
salah satu cara untuk memastikan hal itu tetap terjalin. Inilah mengapa para ulama
Betawi begitu antusias untuk ikut berperan dalam Pilkada DKI Jakarta tahun
2017.
Dalam perspektifnya, para ulama Betawi berpandangan bahwa untuk
menegakkan agama dan mewujudkan kesejahteraan umat Islam, terkhusus lagi
bagi umat Islam di Jakarta, salah satu caranya adalah dengan memenangkan calon
gubernur muslim yang berkontestasi dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Hal
133
Voa-Islam.com, ”16 Alasan Umat Islam Menolak Ahok Jadi Gubernur DKI Jakarta”,
https://voa-islam.com, diakses pada hari Selasa, 1 Mei 2018, pukul 20.47 WIB.
91
ini dipertegas oleh ulama kharismatik Betawi K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i
yang mengatakan:
“...dari awal memang kami berkomitmen untuk secara konstan mendukung
calon gubernur muslim yang perduli akan kesejahteraan umat dan niat
menegakkan agama Allah di tanah Betawi ini, meskipun ada dinamika
yang terjadi di masyarakat, atas izin Allah SWT, kalau memang niat dan
tujuannya tulus serta mulia pasti akan dipermudah di kabulkan.
Alhamdulilah.”134
Hal yang disampaikan para ulama Betawi tentang pentingnya urgensi
kepemimpinan di Jakarta sesuai dengan apa yang dijabarkan oleh salah satu
pemikir politik muslim yaitu Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa
pemimpin merupakan bayangan Tuhan di muka bumi dengan tujuan menegakkan
agama dan mewujudkan kemaslahatan umat.135
Dari hal ini bisa disimpulkan,
bahwa momentum Pilkada DKI Jakarta digunakan betul oleh para ulama Betawi
untuk memperjuangkan kemaslahatan umat muslim Jakarta dengan cara
mendukung calon gubernur yang berpihak kepada umat Islam. Keberpihakan itu
rasanya sulit tercapai bila pemimpin Jakarta bukanlah seorang muslim, karenanya
dibutuhkan pemimpin muslim yang memang benar-benar mengerti permasalahan
masyarakat Jakarta secara umum, dan umat Islam Jakarta pada khususnya,
sehingga kemaslahatan dapat tercapai dan agama bisa ditegakkan. Tentunya para
ulama Betawi sebagai figur terpandang di tengah masyarakat Jakarta tidak boleh
sembarangan dalam menentukan pilihan kepada seorang pemimpin, karena apa
yang mereka sampaikan bisa dijadikan referensi oleh umat dalam menentukan
134
Hasil Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada hari Jumat, 28
Juni 2019, pukul 14.15 WIB di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Tebet, Jakarta
Selatan. 135
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI-Press, 2008), hlm. 89.
92
pemimpinnya. Para ulama Betawi pastinya mempunyai pertimbangan tersendiri
dalam menyeleksi calon pemimpin yang akan mereka dukung.
B. Faktor-faktor yang Menjadi Pertimbangan Ulama Betawi dalam
Mendukung Anies-Sandi
Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Jakarta, para ulama Betawi
pastinya merasakan betul bagaimana kepemimpinan setiap Gubernur Jakarta
berlangsung. Tentunya setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan,
pendekatan, dan pola pikir yang berbeda-beda dalam menyelesaikan sebuah
permasalahan. Tidak semua Gubernur Jakarta mempunyai hubungan baik dengan
para tokoh agama yang ada di Jakarta, terutama hubungan baik dengan ulama
Betawi. Pro dan kontra kerap kali mewarnai kebijakan yang dikeluarkan oleh
Gubernur Jakarta dalam menyelesaikan sebuah permasalahan.
Ketika sebuah kebijakan itu didukung oleh kalangan ulama, pastinya
kebijakan itu bisa berjalan dengan baik tanpa adanya protes. Sebaliknya, jika
sebuah kebijakan mendapatkan protes keras dari kalangan ulama dengan
bermacam-macam alasan, pastinya terjadi ketegangan antara pihak ulama dan
penguasa, dari ketegangan ini akan menimbulkan dinamika yang terjadi di dalam
masyarakat. Tidak bisa dipungkiri, pengaruh ulama Betawi di dalam masyarakat
Jakarta masih sangat kuat hingga saat ini.
Sebagai contoh, Gubernur Jakarta periode 2012-2017 yaitu Basuki
Thahaja Purnama atau yang akrab dipanggil Ahok, adalah salah satu Gubernur
Jakarta yang memiliki hubungan kurang baik dengan para ulama Betawi dan juga
beberapa ormas Islam. Naiknya Ahok sebagai Gubernur Jakarta menggantikan
93
Joko Widodo yang terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia pada tahun 2014,
sudah mendapatkan penolakan dari ormas Islam dan beberapa ulama yang ada di
Jakarta.136
Penolakan ini terjadi lantaran Ahok dinilai terlalu arogan selama
mendampingi Jokowi dalam menjalankan kepemimpinan di Jakarta. Tidak hanya
berhenti sampai disitu, para ulama Betawi dan sejumlah ormas Islam juga
membentuk perkumpulan yang bernama Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) yang
dalam tuntutannya juga menolak Ahok sebagai Gubernur Jakarta.137
Berawal dari
penolakan-penolakan yang terjadi ini, membuat hubungan antara Ahok sebagai
Gubernur Jakarta yang menggantikan Jokowi dengan ulama Betawi dan sejumlah
ormas Islam, berjalan tidak harmonis bahkan cenderung memanas.
Semasa menjadi Gubernur Jakarta, Ahok beberapa kali mengeluarkan
kebijakan yang dinilai kontroversial, dan kerap kali mendapatkan protes keras dari
kalangan ulama Betawi dan sejumlah ormas Islam. Protes ini terjadi lantaran
kebijakan yang Ahok keluarkan dianggap mendiskreditkan umat Islam dan
merusak tradisi keagamaan yang sudah lama ada dan mengakar kuat menjadi
budaya. Ketidaksepahaman yang terjadi antara Gubernur Ahok dan ulama Betawi
membuat hubungan diantara mereka menjadi semakin tidak harmonis.
Hal ini semakin diperparah ketika kasus penistaan agama mencuat
kepermukaan. Ucapan Ahok di Kepulauan Seribu yang menyinggung ayat Al-
Quran yaitu ayat 51 surat Al-Maidah, dinilai sejumlah kalangan telah menistakan
136
Republika.co.id, ”Hari ini, 6000 Massa FPI Demo Tolak Ahok Jadi Gubernur”,
https://republika.co.id, diakses pada hari Selasa, 10 Juni 2019, pukul 21.45 WIB. 137
Panjimas.com, ”Allahu Akbar! Ulama Betawi Kumpul Bentuk Gerakan Masyarakat
Jakarta Tolak Ahok”, https://panjimas.com, diakses pada hari Selasa, 1 Mei 2018, pukul 22.45
WIB.
94
Al-Quran dan menistakan agama Islam.138
Para ulama Betawi dan juga ormas
Islam bereaksi keras atas kejadian tersebut, dan semakin mempertajam
ketidakharmonisan diantara Gubernur Ahok dan para ulama Betawi.
Ketidakharmonisan ini terus mengalir hingga akhirnya bermuara pada kesimpulan
bahwa para ulama Betawi tidak ingin dipimpin lagi oleh Gubernur Ahok.
Kesimpulan tersebut diaplikasikan oleh para ulama Betawi dalam Pilkada
DKI Jakarta tahun 2017. Dalam kontestasi tersebut, ulama Betawi sangat condong
memberikan dukungan kepada calon gubernur di luar Ahok. Pada Pilkada DKI
Jakarta tahun 2017, Ahok maju kembali sebagai calon gubernur petahana dan
berlawanan dengan Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono. Dari data
yang penulis dapatkan, para ulama Betawi condong memberikan dukungan politik
kepada calon gubernur muslim. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh K.H.
Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i sebagai berikut:
“Bagi kami sendiri siapa saja yang akan menjadi Gubernur Jakarta tidak
apa-apa asal jangan Ahok. Kami tentunya berharap pemimpin muslim
yang juga dekat dengan alim ulama, bukan hanya sekedar Islam di KTP
saja. Dekat dengan ulama, umat Islam, dekat dengan masyarakat Betawi
yang agamis...”139
Menjadi pertanyaan kembali ketika ternyata terdapat 2 (dua) calon
gubernur muslim yang maju dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, yaitu Anies
Baswedan dan juga Agus Harimurti Yudhoyono. Hal ini menimbulkan
pertanyaan, kepada siapakah ulama Betawi menentukan pilihannya diantara 2
138
Kumparan.com, ”Ucapan Ahok di Pulau Seribu Dinilai Sebagai Puncak Penodaan
Agama”, https://m.kumparan.com, diakses pada hari Rabu, 10 Juli 2019, pukul 01.23 WIB. 139
Hasil Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada hari Jumat, 28
Juni 2019, pukul 14.15 WIB di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Tebet, Jakarta
Selatan.
95
(dua) calon gubernur muslim tersebut. Setidaknya ada 3 (tiga) alasan utama dari
para ulama Betawi dalam menentukan pilihan kepada siapa mereka akan
mendukung cagub dan cawagub yang akan berlaga pada Pilkada DKI Jakarta
tahun 2017, alasan tersebut ialah: 1) faktor ketokohan calon; 2) faktor rekam
jejak; 3) faktor keberpihakan kepada umat Islam. Dari ketiga alasan utama itu,
para ulama Betawi memilih pasangan Anies-Sandi untuk mereka dukung pada
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
1. Faktor Ketokohan Calon
Faktor ketokohan dari para calon gubernur dan calon wakil gubernur
merupakan hal yang penting bagi para ulama Betawi dalam menentukan pilihan
politiknya. Para ulama Betawi berpendapat, ketokohan dari para calon merupakan
gerbang awal lahirnya sebuah kepercayaan kepada mereka yang akan memimpin
Jakarta. Dari ketiga pasang calon yang akan berkontestasi dalam Pilkada DKI
Jakarta tahun 2017, para ulama Betawi condong untuk memilih pasangan Anies-
Sandi dibanding dua pasangan lain. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh
K.H. Muhammad Nursasi sebagai berikut:
“Saya pribadi memang mendukung pak Anies, kalau ditanya faktor-faktor
apa saja yang jelas karena guru-guru saya lebih banyak mendukung pak
Anies. Selain sami’na wa ata’na sama guru, mau sama siapa lagi. Selain
itu yang menjadi pertimbangan saya antara lain juga kepintaran pak Anies
dan juga kesantunannya. Pak Anies adalah sosok yang berbeda 180 derajat
dibanding pak Ahok. Beliau itu santun, pendekatannya ke orang-orang
selalu kemanusiaan, meskipun beliau itu pintar, beliau selalu rendah hati
dan tidak membeda-bedakan. Beliau juga dekat dengan para ulama, dan
selalu menerima setiap masukan dari para ulama. Kalau ditanya kenapa
96
saya tidak mas Agus, saya lebih percaya dengan pak Anies, karena
memang figur beliau yang saya anggap lebih baik dari mas Agus.”140
Sosok Anies Baswedan yang dikenal santun dan religius menjadi alasan
K.H. Muhammad Nursasi memilih Anies dibanding Ahok maupun Agus. Figur
ketokohan Anies membuat kepercayaan timbul. Kepercayaan merupakan hal
penting bagi para ulama Betawi dalam memilih calon yang akan mereka dukung.
Melalui kepercayaan, kepemimpinan seseorang akan berjalan dengan baik tanpa
adanya kecurigaan yang berlebihan. K.H. Sulaiman Rohimin juga berpendapat
sebagai berikut:
“Berbicara kepemimpinan itu, berbicara kepercayaan. Jadi, seorang
pemimpin adalah mereka yang sudah ingin menjadi pelayan. Kalau bahasa
Nabi “pemimpin sebuah bangsa itu adalah melayani” nah kenapa pak
Anies bisa mengungguli pak Ahok yang notabene pasti menang kita
kembali kepada qadhar Allah.”141
Selain berpendapat demikian, K.H. Sulaiman Rohimin juga mengatakan
bahwa sosok Anies Baswedan lebih memiliki keunggulan dibanding calon
petahana yaitu Ahok. Keunggulan itu terletak pada sisi kepercayaan. Timbulnya
kepercayaan kepada Anies dan berkurangnya kepercayaan pada Ahok menjadi
salah satu faktor yang saling berkaitan dengan figur ketokohan para calon
gubernur. Berkurangnya kepercayaan kepada Ahok dikarenakan tidak adanya
kesantunan dalam berpolitik lalu ditambah dengan adanya kasus penistaan agama.
140
Hasil Wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi, Lc. pada hari Kamis, 9 Mei
2019, pukul 21.30 WIB di Kediaman K.H. Muhammad Nursasi, Lc., Pejaten Timur, Jakarta
Selatan. 141
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
97
Figur ketokohan Anies juga menjadi alasan K.H. Sulaiman Rohimin memilih dan
mendukung Anies dibanding calon yang lain, beliau berpendapat sebagai berikut:
“Jadi di Anies ini ada trust, ada kepercayaan, sementara di pihak lawan itu
ada mempunyai cacat. Yaa diantaranya tidak adanya trust, kemudian tidak
adanya tata krama di dalam berpolitik dan dia juga mempunyai catatan
tentang penistaan agama. Pada intinya pak Anies merupakan pribadi yang
lebih baik dibanding pak Ahok. Saya kenal sosok pak Anies, dan saya
mantap mendukung beliau. Sosok beliau yang saya kenal adalah sosok
yang ramah bersahaja. Wajahnya selalu bersinar seperti ada sesuatu
disana, insya Allah cahaya kebaikan.”142
Ulama kharismatik Betawi yaitu K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i juga
berpendapat, bahwa untuk memimpin Jakarta, dibutuhkan sosok pemimpin yang
memiliki pemahaman ke-Islaman yang memadai. Hal ini dibutuhkan untuk
memahami masyarakat Jakarta yang dikenal religius. Figur ketokohan yang
religius juga menjadi pertimbangan Kiai Rasyid dalam memilih calon yang akan
beliau dukung. Kiai Rasyid berpendapat sebagai berikut:
“Bagi kami sendiri siapa saja yang akan menjadi Gubernur Jakarta tidak
apa-apa asal jangan Ahok. Kami tentunya berharap pemimpin muslim
yang juga dekat dengan alim ulama, bukan hanya sekedar Islam di KTP
saja. Dekat dengan ulama, umat Islam, dekat dengan masyarakat Betawi
yang agamis. Paslon yang bisa ngaji serta memiliki pemahaman tentang
Islam yang memadai dan yang terpenting pemimpin itu harus santun.
Kami melihat figur Anies-Sandi memiliki kriteria-kriteria tersebut
tentunya kami harus berusaha untuk memperjuangkan hal-hal yang
baik.”143
142
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 143
Hasil Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada hari Jumat, 28
Juni 2019, pukul 14.15 WIB di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Tebet, Jakarta
Selatan.
98
Kriteria-kriteria yang Kiai Rasyid kemukakan di atas, membuat beliau
percaya bahwa Anies mampu memimpin Jakarta. Adapun Kiai Rasyid
berpendapat sebagai berikut:
“...kami percaya kepada pak Anies dan pak Sandi. Figur beliau yang dekat
dengan para ulama membuat kami percaya. Beliau-beliau ini santun, selalu
mau mendengar masukan-masukan dari para ulama dan tidak ada kesan
merasa lebih hebat dari orang lain.”144
Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ulama Betawi di
atas, dapat disimpulkan bahwa figur ketokohan seseorang mempengaruhi para
ulama Betawi dalam mempertimbangkan pilihan politik mereka pada Pilkada DKI
Jakarta tahun 2017. Sosok Anies Baswedan yang dianggap merupakan antitesa
dari gubernur petahana yaitu Ahok menjadi alasan pertama ulama Betawi dalam
mendukung pencalonan Anies sebagai Gubernur Jakarta.
2. Faktor Rekam Jejak (Track Record)
Faktor selanjutnya yang menjadi pertimbangan para ulama Betawi dalam
memilih cagub dan cawagub yang mereka dukung dalam Pilkada DKI Jakarta
tahun 2017 adalah faktor rekam jejak (track record). Untuk memimpin sebuah
pemerintahan dan masyarakat Jakarta yang heterogen, diperlukan kepemimpinan
yang dapat diterima oleh semua kalangan. Pendekatan yang dapat diterima oleh
semua kalangan dalam sebuah implementasi kebijakan juga menjadi hal yang
patut diperhatikan oleh ulama Betawi dalam memilih calon yang akan mereka
144
Hasil Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada hari Jumat, 28
Juni 2019, pukul 14.15 WIB di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Tebet, Jakarta
Selatan.
99
dukung. Hal ini disampaikan oleh K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i sebagai
berikut:
“Kita ingin pemimpin yang juga se-visi dengan umat Islam bukan malah
sebaliknya. Kita ingin pemimpin Jakarta ini yang juga punya pendekatan
kemanusiaan, bukan malah memperlakukan manusia seperti orang yang
tidak punya hati. Saya rasa pendekatan kemanusiaan, atau pak Anies
sering menyebutnya keberpihakan kepada kaum lemah juga diperlukan
untuk memimpin Jakarta 5 tahun ke depan.” 145
Pengalaman Anies Baswedan dalam dunia pendidikan dan rekam jejaknya
yang baik selama berkarier sebagai rektor dan Menteri Pendidikan, membuat
ulama Betawi percaya akan jiwa kepemimpinan beliau. Karier Anies yang berlatar
belakang akademisi juga dipercaya mampu untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan yang kerap terjadi di Jakarta. Seperti yang disampaikan oleh K.H.
Sulaiman Rohimin sebagai berikut:
“...Anies adalah seorang yang pernah menjabat sebagai Menteri dan juga
Rektor di Paramadina sehingga pengalamannya tidak diragukan, orang
yang mengabdi pada dunia pendidikan, Insya Allah punya pengetahuan
yang luas dan mampu memilah mana yang baik dan mana yang banyak
buruknya.”146
Selama memimpin Jakarta, Gubernur Ahok beberapa kali mengeluarkan
kebijakan dan instruksi yang memancing kontroversi. Kebijakan kontroversi ini
membuat beberapa pihak mengeluarkan protes yang cukup keras kepada
gubernur. Salah satu pihak yang mengeluarkan protes itu adalah para ulama
Betawi. Instruksi-instruksi gubernur seperti pelarangan pemotongan hewan
145
Hasil Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada hari Jumat, 28
Juni 2019, pukul 14.15 WIB di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Tebet, Jakarta
Selatan. 146
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
100
qurban di sekolah, pelarangan berjualan hewan qurban di atas trotoar dan
sebagainya, membuat ulama Betawi dan umat muslim Jakarta bereaksi cukup
keras. Kebijakan kontroversi ini membuat rekam jejak Ahok di Jakarta menjadi
kurang baik, sehingga kalangan ulama Betawi lebih condong kepada paslon lain
yaitu Anies Baswedan untuk dipilih menjadi Gubernur Jakarta. Hal ini seperti apa
yang disampaikan oleh K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i sebagai berikut:
“Pada umumnya, ulama Betawi tersinggung oleh tingkah laku dan sepak
terjang Gubernur Ahok. Contohnya adalah instruksi Gubernur yang
melarang penyembelihan hewan qurban di sekolah, pelarangan penjualan
hewan qurban di atas trotoar, pelarangan takbir keliling dan lokalisasi
tempat prostitusi memancing kontroversi di tengah-tengah masyarakat dan
membuat umat Islam berekasi keras kala itu. Pelarangan qurban misalnya,
pelarangan tersebut tidak memberikan toleransi kepada para pedangan
musiman yang berlangsung sangat singkat. Apalagi setelah adanya kasus
penistaan agama, para ulama Betawi merasa semakin tersinggung oleh
Ahok. Faktor kebijakan yang dikeluarkan Ahok dan penistaan agama
menurut saya pribadi menjadi latar belakang mengapa akhirnya para alim
ulama terlibat dalam proses pilkada kemarin dan banyak mendukung atau
condong ke pak Anies.”147
Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ulama Betawi di atas
dapat disimpulkan bahwa faktor rekam jejak (track record) juga turut menentukan
hal-hal yang menjadi pertimbangan para ulama Betawi dalam memilih cagub dan
cawagub yang akan mereka dukung dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Dari
data yang penulis dapatkan bahwa dari faktor rekam jejak, para ulama Betawi
lebih condong memilih Anies Baswedan sebagai Gubernur Jakarta pada Pilkada
DKI Jakarta tahun 2017.
147
Hasil Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada hari Jumat, 28
Juni 2019, pukul 14.15 WIB di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Tebet, Jakarta
Selatan.
101
3. Faktor Keberpihakan Kepada Ulama dan Umat Islam Jakarta
Faktor terakhir yang menjadi pertimbangan para ulama Betawi dalam
memilih pemimpin yang akan mereka dukung dalam Pilkada DKI Jakarta tahun
2017 adalah faktor keberpihakan kepada para ulama dan umat Islam di Jakarta
pada khususnya. K.H. Sulaiman Rohimin berpendapat, bahwa Jakarta adalah
ibukota yang masyarakatnya dikenal religius. Atas dasar masyarakat yang religius
tadi, Jakarta haruslah ditopang dengan akidah nasionalis agamis. Untuk menopang
akidah yang nasionalis agamis tadi, diperlukan pemimpin yang berpihak kepada
ulama dan umat Islam. K.H. Sulaiman Rohimin mengemukakan pendapat sebagai
berikut:
“...ibukota terkenal dengan religius dan religius ini harus di topang dengan
akidah nasionalisme dan agamis. Akidah nasionalis agamis tadi, bisa
diwujudkan salah satunya dengan memilih pemimpin yang berpihak
kepada ulama. Mengapa demikian? Ketika pemimpin itu berpihak ke
ulama, pastinya pemimpin itu berpihak juga kepada umat. Ulama-ulama
ini kan niatnya sederhana saja, ingin umat bahagia, sejahtera, ibadahnya
benar, nah makanya kita itu wajib cari pemimpin yang berpihak kepada
ulama-ulama, karena mendengar ulama Insya Allah sama saja dengan
mendengar keinginan umat.”148
Sosok calon gubernur yang dianggap mampu untuk berpihak kepada para
ulama dan umat Islam di Jakarta, adalah Anies Baswedan. Figur Anies Baswedan
dianggap sebagai seseorang yang bisa direpresentasikan juga sebagai pemimpin
umat. Hal ini dikarenakan figur Anies yang dikenal memang dekat dengan para
ulama. Faktor kedekatan itu bukanlah menjadi suatu hal yang mustahil akan
148
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
102
menghadirkan suatu keberpihakan diantara mereka. Hal ini dipertegas oleh K.H.
Sulaiman Rohimin yang berpendapat sebagai berikut:
“...di awal tadi saya singgung kalau Jakarta ini harus ditopang dengan
akidah nasionalis agamis, karena itu kita cari pemimpin yang mampu
wujudkan itu juga, dari saya pribadi, sosok Anies ini adalah sosok
pemimpin yang bukan hanya sebagai pemimpin pemerintahan saja, tapi ia
juga Insya Allah mampu sebagai pemimpin umat dan mampu
menyejahterakan umat. Saya bisa bilang begitu karena pak Anies ini dekat
dengan ulama, beliau selalu sharing dan gemar berdiskusi, dan yang
terpenting selalu minta di doakan setiap waktu oleh para ulama.”149
Hal-hal yang membuat Anies bisa dianggap lebih berpihak kepada ulama
dan umat Islam di Jakarta dibanding Ahok, adalah karena Ahok seorang non-
muslim, kerap kali mengeluarkan kebijakan yang merugikan umat Islam, dan
yang terakhir terjerat kasus penistaan agama. Hal-hal ini yang membuat para
ulama Betawi menarik kesimpulan bahwa Ahok bukanlah pemimpin yang akan
berpihak kepada para ulama dan umat Islam Jakarta jika terpilih lagi menjadi
Gubernur Jakarta. Hal ini juga disampaikan oleh K.H. Muhammad Nursasi
sebagai berikut:
“...yang pertama, para ulama merujuk kepada ayat-ayat yang melarang
menjadikan seseorang di luar Islam itu sebagai pemimpin. Yang kedua, dia
menistakan agama, menistakan surah Al-Maidah itu. Itulah yang membuat
akhirnya para ulama bergerak. Faktor keberpihakan kepada ulama dan
umat Islam juga membuat para ulama sadar, demi keselamatan umat dan
kebahagiaan umat juga, karena lewat petuah para ulama lah yang bisa
membawa umat meraih kebahagiaan dunia akhirat. Ahok yang bukanlah
seorang muslim dan telah menistakan agama bukanlah orang yang tepat
149
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
103
untuk memimpin Jakarta, terlebih lagi dia sudah pasti tidak akan berpihak
kepada para ulama dan umat dalam membuat sebuah kebijakan.”150
Momentum Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 juga dimanfaatkn betul oleh
para ulama Betawi untuk mengganti Gubernur Jakarta yang dianggap tidak
berpihak kepada sebagian besar para ulama dan umat muslim Jakarta. Pilkada
Jakarta merupakan titik akhir di mana semua narasi-narasi negatif tentang Ahok
diakumulasikan menjadi satu dan dijadikan sebagai amunisi untuk mengganti
Ahok dari kursi DKI-1. Hal ini dikemukakan oleh K.H. Abdul Rasyid Abdullah
Syafi’i sebagai berikut:
“...jika diambil contoh, kebijakan reklamasi teluk Jakarta, pada tahun 2016
saja ada ratutan nelayan Muara Angke berdemo menolak kebijakan
reklamasi tersebut. Selain reklamasi, instruksi gubernur soal pelarangan
berjualan hewan qurban diatas trotoar membuat umat Islam tersinggung.
Kita ambil contoh waktu itu FPI dan FBR berdemo menentang intrsuksi
tersebut. Kemudian banyak juga masyarakat yang kontra-Ahok
dikarenakan pendapat Ahok bukanlah seorang muslim, kerap kali
berperilaku arogan, kasar dan tidak bermoral. Sikap masyarakat yang pro
dan kontra kepada Ahok ini diperparah oleh kejadian pidato Ahok di
Kepulauan Seribu pada 2016 yang lalu yang dianggap menista agama.
Bagi masyarakat yang kontra-Ahok, peristiwa tersebut dijadikan amunisi
baru untuk menurunkan Ahok dari jabatan Gubernur Jakarta, bagi kami
juga, jika dilihat dari kejadian-kejadian sebelumnya, Ahok kerap tidak
berpihak kepada sebagian besar ulama dan masyarakat muslim, inilah yang
membuat kami menganggap momentum Pilkada adalah saat yang tepat
untuk mengganti pemimpin.”151
Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ulama Betawi di
atas, dapat disimpulkan bahwa keberpihakan kepada ulama dan umat muslim
150
Hasil Wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi, Lc. pada hari Kamis, 9 Mei
2019, pukul 21.30 WIB di Kediaman K.H. Muhammad Nursasi, Lc., Pejaten Timur, Jakarta
Selatan. 151
Hasil Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada hari Jumat, 28
Juni 2019, pukul 14.15 WIB di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Tebet, Jakarta
Selatan.
104
Jakarta menjadi salah satu pertimbangan untuk memilih calon gubernur mana
yang akan mereka dukung dalam Pilkada Jakarta. Faktor keberpihakan merupakan
faktor yang berkaitan pula dengan pertimbangan-pertimbangan lainnya di awal,
seperti faktor ketokohan dan faktor rekam jejak (track record). Lewat
pertimbangan-pertimbangan ini, para ulama Betawi menjatuhkan pilihan kepada
calon gubernur yang mereka anggap mampu memenuhi kriteria-kriteria yang telah
dikemukakan, dan pilihan tersebut jatuh kepada Anies Baswedan dan Sandiaga
Uno. Para ulama Betawi secara konsisten mendukung pasangan Anies-Sandi dari
mulai Pilkada Jakarta putaran pertama hingga putaran kedua. Mereka berusaha
memperjuangkan apa yang mereka percayai akan membawa perubahan dan
membawa kebaikan bagi umat muslim Jakarta pada khususnya, dan membawa
kebaikan pula bagi masyarakat Jakarta secara luas pada umumnya.
Para ulama Betawi menyadari dan juga tidak hentinya memperingatkan
para pemimpin bangsa akan pentingnya penanaman moralitas Islam dalam
kehidupan sehari-hari lewat pendidikan, selain pentingnya pembangunan material.
Di sini para ulama Betawi menginginkan pemimpin yang memiliki pendekatan
humanis yang dibarengi dengan penanaman moralitas keagamaan kepada
masyarakatnya lewat pendidikan. Penanaman moralitas Islam ini dipercaya para
ulama Betawi akan membuat Jakarta maju ke arah yang lebih baik dan diberkahi
oleh Allah SWT.
Jakarta merupakan kota yang masyarakatnya sangat heterogen, di mana
tidak hanya penduduk asli Betawi yang tinggal di Jakarta, namun banyak
pendatang dengan etnis dan agama yang berbeda-beda yang juga turut hidup di
105
Jakarta. Tumbuhnya Jakarta menjadi kota yang masyarakatnnya sangat heterogen
sangatlah bisa dipahami. Hal ini terjadi karena Jakarta merupakan ibukota negara
di mana banyak aspek kehidupan hadir di Jakarta. Aspek ekonomi merupakan
aspek paling penting yang membuat banyak pendatang dari luar Jakarta mengadu
nasib di ibukota ini. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tak jarang masyarakat
Jakarta yang heterogen tadi, kerap timbul sebuah silang pendapat di dalam
masyarakat. Mengacu pada teori pemimpin ideal dalam perspektif pemikiran
politik Islam, sosok pemimpin sangatlah diperlukan dalam konteks Jakarta. Hal
ini bisa bertumpu pada argumentasi rasional bahwa untuk menyelesaikan silang
pendapat yang kerap terjadi di dalam masyarakat, dibutuhkan seorang pemimpin
yang mempunyai kemampuan untuk mengendalikan serta mengatur masyarakat
untuk meminimialisir silang pendapat di dalam masyarakat yang dapat memicu
perselisihan bahkan konflik.152
Dibutuhkan kepemimpinan yang dapat diterima
oleh semua lapisan masyarakat agar nantinya potensi konflik di dalam masyarakat
dapat diredam.
Kepemimpinan Gubernur Basuki Thahaja Purnama atau Ahok, bisa
dibilang bukanlah sebuah kepemimpinan yang dapat diterima oleh semua lapisan
masyarakat. Pro dan kontra yang terjadi di dalam sebuah kepemimpinan pastinya
bisa terjadi setiap waktu, namun menjadi persoalan apabila figur Ahok sebagai
pemimpin Jakarta yang dipermasalahkan. Menjadi hal yang tidak biasa ketika
legitimasi Ahok sebagai pemimpin Jakarta mendapat tekanan dari pihak-pihak
152
Ahmad Khoirul Fata, “Kepemimpinan dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam”,
Gorontalo: Jurnal Review Politik, Vol. 02. No.1, Tahun 2012 [jurnal on-line],
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id, hlm. 7.
106
yang bersebrangan dengan beliau. Puncaknya adalah ketika sebagian kelompok
masyarakat Jakarta, yang dimotori oleh ulama Betawi mengangkat Gubernur
Jakarta tandingan.153
Hal ini membuktikan bahwa ada sebagian masyarakat yang
tidak mengakui legitimasi Ahok sebagai Gubernur Jakarta, dan sangat berpotensi
memancing konflik di dalam masyarakat. Figur Ahok yang dianggap tidak
bermoral baik oleh para ulama Betawi membuat kepemimpinan Ahok tidak
berjalan mulus. Substansi kepemimpinan dalam perspektif pemikiran politik Islam
adalah sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar
memiliki kemampuan, rasa tanggung jawab, adil, bermoral baik, serta jujur154
, dan
ulama Betawi sebagai motor penggerak kelompok masyarakat Islam dan etnis
Betawi menganggap Ahok tidak memiliki substansi tersebut. Hal ini bisa dilihat
dari kerap dipertontonkannya kalimat-kalimat kurang baik ke hadapan publik
yang diucapkan oleh Ahok, kasus penistaan agama, dan kebijakan-kebijakan
kontroversi yang dikeluarkan seperti lokalisasi kawasan prostitusi, dan
pelarangan-pelarangan kegiatan keagamaan.
Argumentasi diperlukannya pemimpin berdasarkan syariat mengacu pada
pendapat Al-Mawardi yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan kemaslahatan
umat dan menegakkan agama diperlukan seorang pemimpin atau imamah. Agama
bisa tegak jika kebenaran dijunjung tinggi dan menghapuskan kemungkaran
(amar ma’ruf nahi munkar). Imamah atau seorang pemimpin dibentuk untuk
menggantikan posisi kenabian dalam mangatur urusan agama dan mengatur
153
Siarjustisia, ”FPI dan GMJ Lantik Fakhrurrozi Ishaq Sebagai Gubernur DKI Jakarta
Tandingan”, https://siarjustisia.com, diakses pada hari Selasa, 19 Juli 2019, pukul 23.25 WIB. 154
Ahmad Khoirul Fata, “Kepemimpinan dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam”,
Gorontalo: Jurnal Review Politik, Vol. 02. No.1, Tahun 2012 [jurnal on-line],
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id, hlm. 7.
107
urusan dunia.155
Para ulama Betawi sebagai motor penggerak umat Islam Jakarta
juga mengacu pada argumentasi syariat ini. Ahok yang bukanlah seorang muslim
dianggap tidak dapat mewujudkan kemaslahatan umat, karena tidak paham dan
mengerti apa yang diinginkan umat Islam Jakarta. Argumentasi ini akhirnya
bermuara pada kesimpulan bahwa untuk mewujudkan kemaslahatan dan
menegakkan agama, diperlukan pemimpin muslim untuk memimpin Jakarta.
Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dari para ulama Betawi yang
telah dijelaskan di atas, dijadikan referensi untuk kemudian digunakan dalam
memilih pemimpin di Jakarta. Para ulama Betawi menjatuhkan pilihan kepada
pasangan Anies-Sandi sebagai calon pemimpin Jakarta yang akan mereka dukung.
Figur Anies Baswedan yang dianggap sebagai antitesa dari Ahok membuat para
ulama Betawi dan umat Islam Jakarta semakin solid merapatkan barisan untuk
memenangkan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Soliditas ini
juga bersumber pada prinsip kepemimpinan yang dikemukakan oleh Ibnu
Taimiyah, yaitu: Amanat, keadilan, dan juga musyawarah.156
Melalui prinsip-
prinsip ini, para ulama Betawi menilai, figur Anies Baswedan dan Sandiaga Uno
yang santun dan terbuka akan setiap pendapat, baik itu kritik dan masukan,
menjadikan mereka sebagai figur pemimpin yang akan mampu menggunakan
prinsip-prinsip kepemimpinan yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah tadi, ke
dalam prinsip mereka dalam menjalankan kekuasaan politik di Jakarta.
155
Ahmad Khoirul Fata, “Kepemimpinan dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam”,
Gorontalo: Jurnal Review Politik, Vol. 02. No.1, Tahun 2012 [jurnal on-line],
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id, hlm. 7. 156
Ahmad Khoirul Fata, “Kepemimpinan dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam”,
Gorontalo: Jurnal Review Politik, Vol. 02. No.1, Tahun 2012 [jurnal on-line],
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id, hlm. 8.
108
Kemudian, soliditas dukungan kepada Anies-Sandi, dapat dianalisis
dengan teori ashabiyah atau teori solidaritas kelompok Ibnu Khaldun. Begitu
solidnya dukungan para ulama Betawi dan umat Islam dipicu oleh rasa senasib
sepenanggungan yang dialami oleh umat Islam Jakarta. Diberlakukannya
kebijakan dan instruksi kontroversial yang dikeluarkan oleh Ahok sebagai
Gubernur Jakarta, membuat umat Islam Jakarta merasa eksistensi mereka mulai
goyah dan dianggap menimbulkan ketidakadilan bagi umat. Faktor ketidakadilan
yang dialami oleh umat Islam Jakarta menjadi pengikat rasa senasib
sepenanggungan diluar faktor persamaan agama. Hal ini membuktikan apa yang
dikemukakan oleh Ibnu Khaldun lewat teori ashabiyah-nya. Ibnu Khaldun
menyatakan bahwa motivasi persamaan agama saja tidak cukup kuat sebagai
pembangkit perasaan senasib sepenanggungan jika tidak didukung oleh solidaritas
kelompok yang bertumpu pada faktor-faktor non-agama.157
Dengan adanya rasa
ketidakadilan yang dialami oleh umat Islam Jakarta, membuat mereka menjadi
kelompok yang paling solid untuk memperjuangkan apa yang mereka anggap
benar dan sesuai dengan harapan mereka. Solidaritas ini tentunya begitu nyata, hal
ini dapat dibuktikan oleh kemenangan yang didapatkan oleh pasangan Anies-
Sandi sebagai pasangan yang didukung oleh umat Islam Jakarta yang dimotori
oleh ulama Betawi pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
157
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 106.
109
C. Peran Ulama Betawi dalam Kemenangan Pasangan Anies-Sandi di
Jakarta Selatan
Para ulama Betawi melakukan beberapa peran dalam usaha mereka
memenangkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur yang mereka
dukung, yaitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Adapun dalam temuan penulis
di lapangan, setidaknya ada 3 (tiga) peran yang dilakukan para ulama Betawi
untuk memenangkan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017
di Jakarta Selatan. Ketiga peran itu adalah: 1) membentuk opini; 2) mobilisasi
massa; 3) kampanye.
1. Membentuk Opini
Sebagai pemimpin informal, para ulama Betawi memiliki basis massa
tersendiri di dalam sebuah masyarakat. Para ulama Betawi merupakan sosok
penting untuk mendulang suara menjelang kontestasi pemilihan umum, dalam hal
ini Pilkada DKI Jakarta. Para ulama Betawi yang bergelar kiai atau kiai haji,
mempunyai kemampuan untuk menguasai pengikut-pengikutnya. Kemampuan itu
bisa digunakan melalui perkataan, nasihat, serta perilakunya yang akan menjadi
acuan bagi para pengikutnya dalam kehidupan sehari-hari, terlebih lagi dalam hal
preferensi pilihan politik tertentu. Di sini dapat dilihat bahwa ulama Betawi
merupakan unsur kekuatan politik tersendiri yang harus dipertimbangkan dalam
proses politik seperti Pilkada. Hal ini dikemukakan oleh Herie Marjanto yang
menjadi tim sukses Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, Herie
Marjanto berpendapat sebagai berikut:
“Menurut saya hal itu ber-efek sangat besar sekali ya, tokoh agama itu kan
mereka punya massa, sebagai contoh ada kiai-kiai kampung yang memang
110
dia bukan orang yang pintar berpolitik tetapi suara mereka didengar oleh
masyarakat. Nah tokoh-tokoh ini menjadi kunci jika ingin mendulang
suara. Aparatur kampung tidak bisa seperti pak rt, pak rw dan sebagainya.
Jadi kalau ditanya seberapa penting, sangat penting sekali.”158
Bagi tim sukses pasangan calon, keterlibatan tokoh agama dalam
kontestasi politik seperti Pilkada sangatlah berdampak besar bagi kemenangan
pasangan calon tertentu. Sebagai tokoh yang selalu bersama masyarakat, para
pemuka agama pastinya sudah paham betul seluk-beluk permasalahan yang terjadi
di dalam masyarakat dan mengetahui apa saja yang dibutuhkan dan diinginkan
oleh masyarakat tersebut, terkhusus lagi masyarakat di mana para ulama itu
tinggal. Hal ini kerap kali dimanfaatkan oleh para politisi untuk meraih dukungan
elektoral pada sebuah kontestasi politik.
Peran ulama dalam dunia politik tidak dapat dipandang sebelah mata.
Kemampuan dalam penguasaan teks-teks kitab suci membuat seorang ulama
memiliki kelebihan tersendiri dan membuat posisi ulama seolah-olah berada di
atas manusia lain. Kelebihan ini juga membuat kepemimpinan seorang ulama
dapat diakui secara umum oleh masyarakat luas. Kharisma yang mereka miliki,
membuat seorang ulama memiliki otoritas ditengah-tengah masyarakat dan
menjadikannya sebagai pemimpin informal. Melalui kemampuan ini, seorang
ulama dapat mempengaruhi pilihan politik seseorang atau bahkan kelompok
masyarakat tertentu dengan pengetahuan dan fasilitas yang dimilikinya.
Penguasaan teks-teks kitab suci yang dimiliki seorang ulama
memunculkan sebuah otoritas dalam sebuah masyarakat. Merujuk kepada teori
158
Hasil Wawancara dengan Herie Marjanto pada hari Sabtu, 29 Juni 2019, pukul 13.30
WIB di Pusat Grosir Cililitan, Cililitan, Jakarta Timur.
111
Max Weber tentang otoritas kharismatik, otoritas kharismatik adalah otoritas yang
didasarkan pada kharisma dari seorang individu berupa kemampuan khusus yang
sulit dijelaskan, atau bahkan bisa dibilang individu itu diberkahi kekuatan gaib
(supernatural power) yang dianugerahkan oleh Tuhan. Contoh dari otoritas ini
yaitu kharisma yang ada pada diri Nabi, Rasul, penguasa-penguasa terkemuka,
wali, dan kiai.159
Seorang ulama bisa dibilang memiliki berbagai macam sumber kekuasaan.
Sebagai contoh, sejak agama Islam itu ada atau turun hingga masa sekarang ini,
ulama atau kiai menjadi seseorang yang harus dipatuhi, baik itu ucapan ataupun
perintahnya karena adanya doktrin agama yang menyebutkan bahwa ulama adalah
pewaris nabi. Atas dasar itu sangatlah mungkin seorang ulama diikuti oleh
masyarakat terlebih lagi umat Islam. Bisa dibilang sumber kekuasaan yang
terletak pada ulama terletak pada tradisi ajaran agama.
Seorang ulama pastinya memiliki kualitas diri yang luar biasa terutama
dalam hal ilmu agama. Hal ini membuat seorang ulama sangat mungkin memiliki
kharisma dalam dirinya. Dengan kharisma dan kemampuan yang mumpuni tadi,
seorang ulama mampu mempengaruhi umat terhadap suatu hal dan membuatnya
memiliki otoritas di tengah masyarakat luas. Lewat otoritas tadi membuat umat
akan secara sukarela mematuhi apa yang diperintahkan oleh seorang kiai, bahkan
dalam hal pilihan politik. Hal ini juga dibenarkan oleh K.H. Sulaiman Rohimin,
beliau berpendapat sebagai berikut:
159
Elly M.Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial:Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, hlm. 767.
112
“Yang jelas kita ini Da’i, kata-kata dan gerak langkahnya itu diikuti. Guru
itu kan di gugu dan ditiru, ...jadi kita berperan sebagai corongnya
kandidatnya, acara formalnya kampanye akbar maupun non-formalnya
syiar-syiar keagamaan, karena masyarakat ingin lebih dikawal supaya
akidah orang Jakarta itu tidak digadaikan.”160
Ketika ulama Betawi telah mempertimbangkan dengan matang-matang
calon gubernur dan calon wakil gubernur mana yang mereka dukung, mereka
berperan sebagai pembentuk opini di dalam masyarakat Jakarta. Narasi yang
dibangun adalah mengingatkan umat untuk senantiasa berada di jalan yang telah
diridhoi Allah SWT. Salah satu indikatornya adalah agar kiranya masyarakat tidak
memilih seseorang di luar agama Islam untuk dijadikan pemimpin. Landasan
narasi yang dibangun begitu kuat adanya karena mengacu pada ayat suci Al-
Quran. Sebagai umat muslim, pastinya Al-Quran merupakan referensi terbaik
untuk memberikan gambaran hal-hal mana saja yang baik dan yang tidak baik.
Ulama Betawi yang memiliki pengetahuan terhadap teks-teks kitab suci,
menggunakan hal itu sebagai landasan membentuk sebuah narasi yang nantinya
akan membentuk sebuah opini di dalam masyarakat. Hal ini dikemukakan oleh
K.H. Muhammad Nursasi sebagai berikut:
“Umum saja yang saya sampaikan, jika kita ingin selamat dunia akhirat
ikuti Allah dan Rasulnya, selain itu juga ikuti arahan dan petuah dari
ulama-ulama yang istiqomah. Mengingatkan kepada umat untuk tidak
memilih pemimpin non-muslim, apa yang saya ketahui saya sampaikan
kepada masyarakat tidak sembunyi-sembunyi karena saya ingin
mengingatkan kepada umat hal-hal yang Insya Allah baik.”161
160
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 161
Hasil Wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi, Lc. pada hari Kamis, 9 Mei
2019, pukul 21.30 WIB di Kediaman K.H. Muhammad Nursasi, Lc., Pejaten Timur, Jakarta
Selatan.
113
Narasi yang dibangun tentang pelarangan umat muslim memilih pemimpin
non-muslim mengacu pada surat Al-Maidah ayat 51. Ayat tersebut dijadikan
acuan ceramah di mana-mana untuk mengingatkan umat akan pilihan yang
dilarang oleh Allah SWT. Hal ini dibenarkan oleh pendapat K.H. Sulaiman
Rohimin sebagai berikut:
“Hal yang disampaikan adalah yang jelas Islam melarang orang Islam
memilih non-muslim. Surah Al-Maidah ayat 51 itu menjadi acuan ceramah
kemana-mana. Selanjutnya kita tidak boleh menjadi orang munafik. Ada
kalimat ulama yang menarik, kita pakai ilmu burung, burung itu harus
bergabung dengan kawanan burung yang sama, burung gereja dengan
burung gereja, burung kutilang dengan burung kutilang, salah bergabung
bisa menjadi masalah, artinya umat Islam itu harus sayu barisan dengan
umat Islam lain, satu barisan dengan pemimpin yang akan ktia pilih, yang
jelas syarat pemimpin itu harus beriman dan bertakwa artinya harus orang
yang punya iman Islam.”162
Apa yang dikatakan oleh K.H. Sulaiman Rohimin dan K.H. Muhammad
Nursasi juga disampaikan oleh K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i. Kiai Rasyid
juga berpendapat sebagai berikut:
“Kami mengajak umat Islam untuk tidak memilih Ahok. Haram hukumnya
memilih pemimpin non-muslim berdasarkan ayat suci Al-Quran.”163
Para ulama Betawi begitu senada dalam menyampaikan peringatan kepada
umat Islam Jakarta untuk tidak memilih pemimpin non-muslim pada Pilkada DKI
Jakarta 2017. Sebagai orang yang memiliki otoritas di dalam masyarakat, tentunya
nasihat-nasihat yang disampaikan oleh para ulama Betawi menjadi acuan umat
162
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 163
Hasil Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada hari Jumat, 28
Juni 2019, pukul 14.15 WIB di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Tebet, Jakarta
Selatan.
114
dalam menentukan sikap apa yang harus diambil ketika dihadapkan pada
persoalan memilih pemimpin politik terbaik.
Selain menyampaikan tentang larangan umat untuk memilih calon
pemimpin non-muslim, para ulama Betawi juga menyampaikan pandangan
mereka tentang calon gubernur muslim yang mereka dukung yaitu Anies
Baswedan. Para ulama Betawi menyampaikan argumentasi tentang kelebihan-
kelebihan yang dimiliki Anies dibanding dengan Ahok secara figur. Kemudian
memberikan pandangan mengapa akhirnya umat harus memilih gubernur baru
dibanding Ahok. Pandangan tersebut tidak terlepas pula dari figur Ahok dan juga
dampak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ahok saat menjadi Gubernur
Jakarta. Hal ini seperti apa yang dikemukakan oleh K.H. Abdul Rasyid Abdullah
Syafi’i sebagai berikut:
“...kami sampaikan bahwa memilih pemimpin amatlah penting, katakanlah
kita memilih orang yang akan menentukan hajat hidup kita warga Jakarta.
Tentunya hal itu harus didasarkan pada keimanan kita kepada Islam.
Memilih pemimpin muslim merupakan salah satu indikator takwa kita
kepada Allah SWT, kepada agama kita, karena itu sangatlah dianjurkan
memilih pemimpin yang se-iman dan memiliki rekam jejak yang baik,
tidak arogan, santun dan dapat dipercaya.”164
Narasi yang dibangun oleh para ulama Betawi tentang Anies Baswedan
begitu di dengar dan membekas bagi masyarakat Jakarta Selatan. Hal ini terbukti
dari persentase kemenangan yang diperoleh pasangan Anies-Sandi di Jakarta
Selatan begitu besar yaitu 62,1%, paling tinggi dibanding persentase kemenangan
di wilayah lain. Masyarakat Jakarta Selatan begitu mendengarkan apa yang
164
Hasil Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada hari Jumat, 28
Juni 2019, pukul 14.15 WIB di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Tebet, Jakarta
Selatan.
115
disampaikan oleh para ulama Betawi. Ulama Betawi sebagai seseorang yang
memiliki otoritas kharismatik, benar-benar memanfaatkan hal itu untuk
membimbing umat ke arah yang benar, dalam konteks ini memilih pemimpin
yang sesuai dengan perspektif keagamaan.
Peran membentuk opini di tengah-tengah masyarakat dibenarkan oleh tim
sukses pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Para ulama
Betawi berperan untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat perihal calon
pemimpin yang mereka dukung, dan bagi tim pemenangan, apa yang dilakukan
oleh para ulama Betawi berdampak besar bagi kemenangan. Hal ini seperti apa
yang dikemukakan oleh Anggawira, Sekretaris Tim Pemenangan Anies-Sandi
sebagai berikut:
“Saya rasa pengaruhnya besar ya, seperti yang saya sampaikan tadi ya
mayoritas masyarakat kita kan memang beragama Islam, pastinya para
ulama ini berperan sebagai komunikator kepada masyarakat perihal calon
yang para ulama ini dukung.”165
Ulama Betawi bertumpu kepada ajaran agama dalam membentuk sebuah
opini di dalam sebuah masyarakat. Bahasa sehari-hari dan kalimat-kalimat
sindiran menjadi komunikasi tersendiri bagi para ulama Betawi dalam
menyampaikan pandangan dan petuah mereka di dalam masyarakat. Hal inilah
yang membuat para ulama Betawi diterima di oleh masyarakat selain faktor ajaran
agama. Hal ini juga dikemukakan oleh Herie Marjanto, tim sukses Anies-Sandi
sebagai berikut:
165
Hasil Wawancara dengan Anggawira pada hari Sabtu, 24 Juni 2019, pukul 18.30 WIB
di South Quarter, Cilandak, Jakarta Selatan.
116
“Kalau dilihat bertumpu pada ajaran ya, kalau muslim itu kan mengikuti
apa yang disampaikan kiai nya. Muslim memilih muslim contohnya dan
masih banyak yang belum meneriman kalau orang muslim harus dipimpin
oleh non-muslim. Nah kalau ditanya apa yang dilakukan lebih kepada
mengkomunikasikannya kepada umat, lo muslim pilih muslim gitu.
Banyak unsur-unsur soal pengajaran tadi, apa yang ulama itu ketahui dan
itu bertentangan dengan apa yang sedang terjadi, ulama-ulama ini
menyampaikan kepada muridnya tentang pentingnya kepemimpinan
muslim, dan saya merasakan sekali soal pengajaran tadi itu di tengah-
tengah masyarakat... Melalui bahasa-bahasa sehari-hari, kalimat-kalimat
sindiran menjadi komunikasi tersendiri kepada masyarakat.”166
2. Penggerak Massa
Sebagai seseorang yang memiliki kemampuan berdakwah, para ulama
Betawi menggunakan kemampuan dakwah tersebut untuk memobilisasi massa
pengikutnya. Kharisma seorang ulama Betawi muncul dengan sendirinya ketika
mereka sedang manyampaikan dakwahnya. Otoritas kharismatik yang dimiliki
seorang ulama yang bersumber pada kemampuan penguasaan teks-teks kitab suci,
menjadikannya sebagai seseorang yang memiliki kedudukan di dalam masyarakat.
Lewat kedudukan tadi, sangat memungkinkan bagi seorang ulama untuk
melakukan sebuah peran di dalam masyarakat.
Ada dua hal penting yang medukung terjadinya sebuah peran dapat
dilakukan, yaitu adanya perangkat peran (role-set) dan fasilitas peran (role-
facilities). Jika seorang individu memiliki sebuah status dan melaksanakan
berbagai macam peran yang berkaitan dengan statusnya, atau bahkan peran
tersebut juga bersinggungan dengan status individu lain, maka hal tersebut
dinamakan perangkat peran (role-set).167
Timbulnya perangkat peran membuat
166
Hasil Wawancara dengan Herie Marjanto pada hari Sabtu, 29 Juni 2019, pukul 13.30
WIB di Pusat Grosir Cililitan, Cililitan, Jakarta Timur. 167
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 212.
117
individu-individu yang memiliki status tadi, saling berinteraksi dalam sistem
sosialnya. Hal ini juga menunjukkan, bahwa peran dari seseorang berhubungan
juga dengan peran individu lain.168
Sementara itu, wadah atau tempat seseorang
untuk melakukan peranan tadi dinamakan fasilitas peran (role-facilities). Sebagai
contoh, seorang ulama dalam menjalankan perannya sebagai pemuka agama,
didukung oleh fasilitas-fasilitas keagamaan seperti masjid, perguruan Islam,
pesantren dan majelis taklim, serta dapat juga menggunakan acara-acara
keagamaan seperti tabligh akbar, haul, penyiaran Islam, maupun peringatan-
peringatan hari besar Islam lainnya. Di dalam tempat-tempat tadi, para ulama
Betawi menjalankan peranannya sebagai pengajar dan pendakwah yang senantiasa
membagi ilmu kepada para jamaahnya maupun kepada umat Islam secara umum.
Dalam konteks Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, selain berperan sebagai
pembentuk opini, para ulama Betawi juga melakukan peran sebagai penggerak
massa. Para ulama Betawi menggunakan dakwah untuk memobilisasi atau
menggerakan massa dan mendorong jamaahnya untuk memilih pasangan Anies-
Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Penggerakan massa ini biasanya
dilakukan pada acara-acara keagamaan seperti majelis taklim, haul dan juga
tabligh akbar. Hal ini dibuktikan oleh pendapat yang dikemukakan oleh K.H.
Sulaiman Rohimin sebagai berikut:
“Yang jelas kita ini Da’i, kata-kata dan gerak langkahnya itu diikuti. Guru
itu kan di gugu dan ditiru, jadi saya itu saat Pilkada berperan pertama
memobilisasi massa. Kedua, mengawal program yang dicanangkan oleh
pasangan Anies-Sandi, lebih-lebih saat kita tabligh akbar, haul atau
maulid, itu kita all out itu, berjuang mati-matian, acara itu kadang dihadiri
oleh 10, 20 ribu massa... bentuknya berupa orasi tabligh akbar yang
168
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 212-213.
118
dihadiri oleh pasangan yang kita dukung, dan terkadang juga diundang
oleh salah satu peserta partai yang mendukung jadi variasi. Variabelnya
banyak, bisa dalam orasi di tabligh akbar atau bisa juga dalam bentuk
deklarasi-deklarasi.”169
Di depan jamaahnya, para ulama Betawi menyampaikan pandangan
mereka mengenai pasangan calon yang mereka dukung. Namun apa yang
disampaikan biasanya tetap bertumpu pada perspektif keagamaan. Bagi K.H.
Sulaiman Rohimin, kesempatan berdakwah selalu bisa dimanfaatkan untuk
menyampaikan pandangan terkait apapun, termasuk pandangan mengenai pilihan
politik. Hal ini dipertegas melalui pendapat yang dikemukakan beliau sebagai
berikut:
“Selain majelis taklim biasanya juga di tabligh akbar di pertemuan haul, di
tempat-tempat kita punya kesempatan untuk berdakwah dan ini sudah
menjadi rutin karena ulama kan memang kantornya di masjid dan di
tempat-tempat majelis ilmu, nah biasanya disitu disampaikan, di tempat-
tempat yang bagus setiap ada acara undangan dakwah nah itu kita jadikan
momen serta ajang penguatan barisan supaya calon yang muslim itu
menjadi leader yang sebenarnya. Jadi intinya kita menyampaikan di
masyarakat sosial, baik di perkantoran, majelis taklim, baik di tempat-
tempat umum untuk meyakinkan pilihan mereka.”170
K.H. Muhammad Nursasi melakukan peran menggerakan massa yang
sedikit berbeda dengan K.H. Sulaiman Rohimin. Jika K.H. Sulaiman Rohimin
berperan menggerakkan massa yang memang adalah para pengikutnya, maka ada
hal berbeda yang dilakukan oleh K.H. Muhammad Nursasi. Kiai Nursasi
memobilisasi para ulama-ulama yang ada di Jakarta Selatan untuk menjadi satu
kesatuan serta memantapkan pilihan dan mendukung pasangan Anies-Sandi. Hal
169 Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 170
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
119
ini dilakukan sebagai upaya konsolidasi ulama-ulama yang di Jakarta Selatan pada
khususnya, untuk merapatkan barisan memenangkan calon gubernur muslim, jauh
sebelum pencalonan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai calon gubernur
dan calon wakil gubernur. Namun setelah calon gubernur muslim muncul, yaitu
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, konsolidasi dukungan kepada pasangan
Anies-Sandi mulai dilakukan. Bisa dibilang, Kiai Nursasi adalah salah satu figur
ulama Betawi yang berhasil menyatukan para kiai dan habaib yang ada di Jakarta
untuk mendukung gubernur muslim pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Hal ini
seperti apa yang disampaikan beliau sebagai berikut:
“Secara umum di Jakarta Selatan ini saya adalah salah satu orang yang
diminta oleh guru-guru saya untuk menyatukan para kiai dan juga habaib
untuk memberikan dukungan kepada pak Anies. Selain itu saya juga yang
membantu mempertemukan para kiai dan habaib untuk melakukan
konsolidasi. Jauh sebelum pencalonan pak Anies dan pak Sandi. Ulama-
ulama betawi sudah mulai berusaha untuk memenangkan gubernur Muslim
lewat GMJ. Saya juga kebetulan orang yang berada disana saat GMJ
terbentuk, berusaha menyatukan para kiai dan habib, mempertemukan dan
juga mengantar para kiai dan habib melakukan pertemuan-pertemuan.”171
Selain orasi yang disampaikan oleh para ulama Betawi dalam acara tabligh
akbar, haul maupun majelis taklim, para ulama betawi juga melakukan acara
deklarasi dukungan kepada pasangan Anies-Sandi. Seperti deklarasi yang
dilakukan oleh Jamaah Masjid, Musholla, dan Majelis Taklim se-Kecamatan
Tebet. Acara deklarasi dukungan ini dilakukan di salah satu masjid di daerah
Tebet, Jakarta Selatan yaitu Masjid Al-Ittihad.172
Acara deklarasi dukungan yang
171
Hasil Wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi, Lc. pada hari Kamis, 9 Mei
2019, pukul 21.30 WIB di Kediaman K.H. Muhammad Nursasi, Lc., Pejaten Timur, Jakarta
Selatan. 172
Tirto.id, ”Ada Deklarasi Dukung Anies Sebelum Konpres Tamasya Al-Maidah”,
https://m.tirto.id, diakses pada hari Minggu, 21 Juli 2019, pukul 23.47 WIB.
120
diberi nama “Jamaah Masjid, Musholla, dan Majelis Taklim se-Kecamatan Tebet
untuk Anies-Sandi” ini dipimpin langsung oleh K.H. Abdul Rasyid Abdullah
Syafi’i. Ada 3 (tiga) alasan mengapa mereka mendukung Anies-Sandi, pertama,
karena berdasarkan perintah Al-Quran surat Ali-Imran ayat 28, Annisa ayat 139,
Al-Maidah 51, dan surat At-Taubah ayat 84. Kedua, karena program Anies-Sandi
sangat pro terhadap rakyat, dan ketiga, karena pribadi Anies dan Sandi yang jujur
dan punya kapasitas serta kapabilitas yang memadai untuk memimpin Jakarta.
Deklarasi ini membuktikan adanya peran yang dilakukan oleh ulama Betawi yaitu
K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i dalam menggerakan massa di salah satu
wilayah di Jakarta Selatan untuk memenangan pasangan Anies-Sandi.
Selain itu, seperti yang dilansir oleh detik.com, pasangan Anies-Sandi serta
di dampingi oleh Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, mendatangi acara tabligh akbar
Majelis Taklim Asy-Syafi’iyah di Masjid Al-Barkah Asy-Syafi’iyah, Jl. Bali
Matraman, Tebet, Jakarta Selatan, hari Minggu tanggal 16 Oktober 2016.173
Calon
Gubernur Anies Baswedan juga meresmikan posko relawan alumni Asy-
Syafi’iyah dan relawan Anies-Sandi di daerah Manggarai Selatan sebelum
menghadiri acara tersebut. Selain meresmikan posko relawan, Anies Baswedan,
Sandiaga Uno, dan Fadli Zon juga memberikan pidato singkat di depan ratusan
jamaah yang hadir dalam acara tabligh akbar di Masjid Asy-Syafi’iyah. Acara ini
juga disiarkan khusus oleh Assalam TV yang merupakan saluran tv yang dimiliki
oleh Perguruan Islam Asy-Syafi’iyah untuk menyebarkan syiar Islam.
173
Detik.com, ”Didampingi Fadli Zon, Anies-Sandi Resmikan Posko Relawan di Tebet”,
https://m.detik.com, diakses pada hari Kamis, 25 Oktober 2018, pukul 09.57 WIB.
121
Pemimpin Perguruan Islam Asy-Syafi’iyah Jakarta yaitu K.H. Abdul
Rasyid Abdullah Syafi’i, terlihat hadir dan mendampingi Anies Baswedan pada
acara peresmian posko relawan dan juga pada acara tabligh akbar tersebut.
Kehadiran Kiai Rasyid dalam acara tersebut, membuat penulis menarik
kesimpulan bahwa Kiai Rasyid turut membantu serta memfasilitasi pasangan
Anies-Sandi untuk bertemu dengan jamaah Majelis Ta’lim Asy-Syafi’iyah pada
khususnya, dan bertatap langsung dengan warga Manggarai Selatan pada
umumnya. Tentunya pertemuan ini bisa disimpulkan untuk sekaligus menggalang
dukungan dari warga Manggarai Selatan kepada pasangan Anies-Sandi.
Hal-hal di atas membuktikan bahwa ulama Betawi memanfaatkan betul
status mereka sebagai pemuka agama untuk melakukan peran menggerakkan
massa untuk kepentingan politik. Peran itu dilakukan melalui role-set dan role-
facilities yang mereka miliki sebagai pemuka agama, baik itu melalui acara-acara
keagamaan seperti majelis taklim, haul, tabligh akbar, maupun deklarasi
dukungan politik.
3. Kampanye
Selain berperan sebagai pembentuk opini dan penggerak massa, para
ulama Betawi juga melakukan peran terpenting dalam proses meraih kemenangan
bagi pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, terkhusus lagi
di wilayah Jakarta Selatan. Peran itu adalah berkampanye untuk pasangan Anies-
Sandi. Dalam temuan penulis dilapangan, para ulama Betawi tidak secara
langsung tergabung ke dalam struktural tim pemenangan pasangan Anies-Sandi.
Namun, para ulama Betawi ini berada dalam posisi simpatisan maupun relawan
122
untuk pasangan Anies-Sandi. Keterangan itu diperoleh penulis dari Sekretaris
Umum Tim Pemenangan Anies-Sandi yaitu Anggawira. Anggawira memberikan
keterangan sebagai berikut:
“Kalau yang saya tahu para ulama ini banyak di luar ya, karena kita kan
juga tidak melibatkan ulama ke dalam tim sukses. Ulama-ulama yang
berada sebagai simpatisan dan relawan itu cukup banyak. Tentunya para
ulama ini menganggap pak Anies dan bang Sandi mampu membawa
perubahan kepada masyarakat DKI Jakarta.”174
Apa yang disampaikan oleh Bapak Anggawira juga dibenarkan oleh Tim
Sukses Anies-Sandi bidang Penggalangan Konstituen, yaitu Bapak Herie
Marjanto. Pada umumnya para ulama Betawi tidak termasuk ke dalam struktural
tim pemenangan atau tim sukses, tapi apa yang mereka lakukan sebagai relawan
maupun simpatisan sangat menentukan kemenangan bagi pasangan Anies-
Sandi.175
Bagi para ulama Betawi, mereka beranggapan bahwa selain mereka
sebagai pemuka agama, mereka juga sebagai corong informasi kandidat yang
mereka dukung kepada masyarakat.176
Para ulama Betawi beberapa kali bertemu
dengan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam acara-acara tertentu dan
berbincang mengenai Pilkada. Bahkan tidak menutup kemungkinan para ulama
Betawi ini diundang di acara yang dihadiri oleh pasangan calon maupun tim
pemenangan. Hal inilah yang membuat para ulama Betawi memiliki informasi
174
Hasil Wawancara dengan Anggawira pada hari Sabtu, 24 Juni 2019, pukul 18.30 WIB
di South Quarter, Cilandak, Jakarta Selatan. 175
Hasil Wawancara dengan Herie Marjanto pada hari Sabtu, 29 Juni 2019, pukul 13.30
WIB di Pusat Grosir Cililitan, Cililitan, Jakarta Timur. 176
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
123
yang cukup atau bahkan memiliki informasi yang tidak diketahui masyarakat luas.
Atas dasar informasi itu, para ulama Betawi ikut memberikan pandangan serta
mengkampanyekan pasangan Anies-Sandi pada acara-acara keagaaman. Selain itu
untuk penggalangan dukungan kepada Anies-Sandi, ada salah satu masjid yang
dijadikan episentrum dukungan di Jakarta Selatan, masjid itu adalah Masjid Al-
Azhar di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Hal ini seperti apa yang
disampaikan oleh K.H. Sulaiman Rohimin sebagai berikut:
“Biasanya itu bertemu ketika dia ada jadwal kunjungan, misalnya momen
kunjungan ke masjid. Selain itu juga bertemu dalam suatu jadwal-jadwal
kampanye tertentu. Disini ada beberapa masjid yang saya bimbing dan
setiap masjid pasti mengundang pak Anies, saya wajib ikut. Kenapa?
Sebagai MUI. Disini ada 130 masjid, belum majelis taklimnya belum
musholanya nah disitu kesempatan kita bertemu dengan pasangan Anies-
Sandi. Untuk penggalangan dukungan juga ada beberapa masjid yang
digunakan untuk episentrum dukungan, seperti di Masjid Al-Azhar di
Kebayoran. Tujuan yang pasti ada pesan politik yang isinya meyakinkan
Jakarta ingin berubah dan Jakarta ingin sejahtera dan Jakarta ingin punya
pemimpin yang visinya sama dengan pejuang-pejuang yang dulu.”177
Berdasarkan temuan penulis di lapangan, terdapat 2 (dua) tipe kampanye
yang dilakukan oleh para ulama Betawi. Pertama, adalah kampanye kecil.
Kampanye kecil adalah kampanye-kampanye terselubung yang diselipkan dalam
acara-acara keagamaan seperti majelis taklim, tabligh akbar, ataupun haul, dan
dalam pertemuan-pertemuan tertentu yang berkenaan dengan masyarakat. Kedua,
adalah kampanye besar. Kampanye besar adalah kampanye resmi yang dilakukan
oleh pasangan calon maupun partai pengusung yang dihadiri oleh para ulama
Betawi. Namun, dalam kampanye besar ini tidak semua ulama Betawi mengambil
bagian untuk menyampaikan orasi, tetapi lebih ke arah memimpin doa pada
177
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
124
kampanye tersebut. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh Herie Marjanto
sebagai berikut:
“Mungkin di dalam kampanye-kampanye terbuka tidak
disampaikan secara vulgar ya, tapi di dalam kampanye-kampanye kecil di
lingkaran-lingkaran kecil menjadi faktor yang membuat masyarakat
berfikir. Contohnya saat di dalam majelis, kiai ini nyuruh untuk memilih
calon ini, ini kan menjadi faktor yang dianggap membimbing umat ke
jalan yang benar... Ada beberapa ulama yang menemani berkampanye,
seperti ustad Solmed, kemudian habib Assegaf yang ada di Kwitang. Ini
bukan menemani berkeliling, tapi ketika ada acara yang kebetulan ada
ulamanya di tempat itu, para ulama-ulama ini hadir dan menyampaikan
pandangan mereka. Kalau yang ikut muter itu ustad Solmed dan Rhoma
Irama. Tapi kalau habib-habib dan kiai-kiai biasanya di acara-acara
keagamaan dan beliau-beliau hadir disitu. Kalau di kampanye akbar misal
seperti yang di Lapangan Banteng, ada ulama yang memberikan
pandangan mereka di atas panggung tetapi lebih mengarah ke doa-doa.”178
Salah satu ulama Betawi yang ikut berkampanye dan memberikan
pandangan dalam kampanye besar adalah K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i.
Seperti yang dilansir dalam pks.id, ulama Betawi mengajak warga Jakarta
memenangkan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta mendatang.179
Pernyataan ini disampaikan oleh K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i pada
kampanye akbar Anies-Sandi di Lapangan Banteng, Jakarta, hari Minggu tanggal
5 Februari 2017. K.H Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i atau yang kerap dipanggil
Kiai Rasyid mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memenangkan pasangan
Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta mendatang, beliau meyakini keduanya
adalah seseorang yang istiqomah dan bertakwa kepada Allah SWT dan mampu
memimpin Jakarta dengan landasan takwa kepada Allah SWT. Kiai Rasyid juga
178
Hasil Wawancara dengan Herie Marjanto pada hari Sabtu, 29 Juni 2019, pukul 13.30
WIB di Pusat Grosir Cililitan, Cililitan, Jakarta Timur. 179
Pks.id, ”Ulama Betawi Ajak Warga Menangkan Anies Sandi”, https://pks.id., diakses
pada hari Selasa, 1 Mei 2018, pukul 08.20 WIB.
125
mengatakan kepada masyarakat, salah satu indikator takwa adalah memilih
pemimpin muslim, karenanya umat Muslim Jakarta diharapkan mampu
melaksanakan salah satu indikator takwa itu.
Ketika seseorang berkampanye untuk pasangan calon tertentu dalam
sebuah kontestasi politik, pastinya tidak terlepas dari materi kampanye yang akan
disampaikan. Sebagai seseorang yang selalu bersama dengan masyarakat, para
ulama punya strategi tersendiri untuk menyampaikan materi kampanye yang
sesuai dengan audience yang hadir. Setidaknya ada 2 (dua) hal yang para ulama
Betawi sampaikan saat berkampanye, baik itu dalam kampanye besar maupun
kampanye kecil di hadapan masyarakat. Pertama, memberikan rasionalisasi
kepada masyarakat. Rasionalisasi ini meliputi penyampaian kualitas dan kapasitas
yang dimiliki oleh pasangan Anies-Sandi dibanding pasangan lain. Selain itu
rasionalisasi juga meliputi penyampaikan visi-misi dan juga program yang akan
dilaksanakan oleh pasangan Anies-Sandi. Kedua, memberikan pandangan
emosional keagamaan. Para ulama Betawi mengingatkan para jamaah atau
audience yang hadir akan pentingnya memilih pemimpin yang sesuai dengan
ajaran agama Islam. Dalam hal ini memilih pemimpin muslim yang memiliki
figur yang dapat diteladani oleh umat. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh
Anggawira selaku Sekretaris Umum Tim Pemenangan Anies-Sandi, sebagai
berikut:
“Pastinya memberikan rasionalisasi, menyampaikan kualitas dan kelebihan
dari mas Anies dan bang Sandi. Ada sisi subyektifitas namun ada juga sisi
umum yang disampaikan, ini semua dalam rangka mempengaruhi para
masyarakat Jakarta. Kalau diidentifikasi lebih jauh, saya tidak bisa
mempersentasekan apakah hal yang disampaikan terkait program kerja
ataupun ajak memilih pemimpin muslim. Itu tergantung audience nya, juga
126
audience nya homogen misal dalam sebuah acara keagamaan tentunya
yang disampaikan berkenaan dengan perspektif keagamaan. Namun kalau
acara yang sifatnya umum, hal yang disampaikan biasanya berupa
kombinasi antara program, kualitas tokoh dan juga ajakan memilih
pemimpin Muslim.”180
Dari temuan penulis di lapangan, ternyata ada pergeseran materi kampanye
yang disampaikan oleh para ulama Betawi. Hal ini seperti yang disampaikan oleh
Herie Marjanto selaku Tim Sukses pasangan Anies-Sandi Bidang penggalangan
Konstituen. Beliau menjelaskan bahwa pada saat Pilkada Jakarta putaran pertama,
para ulama Betawi lebih menitik beratkan materi kampanye pada persoalan rekam
jejak, kualitas calon, visi-misi serta program kerja. Namun, memasuki putaran
kedua yang hanya menyisakan dua pasang calon, terjadi pergeseran materi. Materi
yang kampanye yang disampaikan lebih di titik beratkan pada persoalan memilih
pemimpin muslim. Jika di persentasekan, pada putaran pertama komposisi materi
kampanye yang diangkat adalah 70-30. 70% penyampaian program, kualitas
calon, rekam jejak serta visi-misi, dan 30% penyampaian tentang ajakan memilih
pemimpin muslim. Sedangkan pada putaran kedua, komposisi materi berubah
menjadi 90-10. 90% bertumpu pada penyampaian ajakan memilih pemimpin
muslim, dan 10% penyampaian materi yang berkaitan dengan program, kualitas
calon, rekam jejak serta visi-misi.
180
Hasil Wawancara dengan Anggawira pada hari Sabtu, 24 Juni 2019, pukul 18.30 WIB
di South Quarter, Cilandak, Jakarta Selatan.
127
D. Kemenangan Pasangan Anies-Sandi di Jakarta Selatan
Dari temuan-temuan di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa para
ulama Betawi memang berperan dalam usaha memenangkan pasangan Anies-
Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Peran-peran yang dilakukan para
ulama Betawi juga bisa dibilang berdampak besar pada hasil kemenangan di
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
Terkhusus di Jakarta Selatan, di mana terdapat ulama-ulama Betawi yang
tinggal di wilayah tersebut, persentase kemenangan pasangan Anies Sandi berada
di posisi teratas dengan 62,1%181
dibanding persentase kemenangan di wilayah
lain. Hal ini tidak terlepas dari kompaknya dukungan para ulama Betawi yang
berada di Jakarta Selatan dalam usaha mereka memenangkan pasangan Anies-
Sandi dalam Pilkada.
Seperti yang disampaikan oleh Ulama Betawi K.H. Sulaiman Rohimin,
Jakarta Selatan memanglah gudangnya para ulama, banyak ulama-ulama Betawi
hebat dan terkenal yang lahir dari Jakarta Selatan. Beliau juga mengatakan bahwa
ulama-ulama Betawi di Jakarta Selatan sangat kompak dan selalu mengikuti
arahan-arahan serta bimbingan dari ulama yang paling senior, itulah yang
menjelaskan mengapa ulama-ulama Betawi di Jakarta Selatan selalu kompak dan
satu komando.182
181
Kpu.go.id, ”Hasil Hitung TPS (Form C1) Jakarta Selatan”,
https://pilkada2017.kpu.go.id, diakses pada hari Senin, 19 Agustus 2019, pukul 15.31 WIB. 182
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
128
Selain itu, ulama-ulama Betawi di Jakarta Selatan memiliki animo yang
tinggi dan paling antusias untuk melahirkan pemimpin berkualitas untuk Jakarta.
Kiai Sulaiman mengatakan, para ulama-ulama Betawi di Jakarta Selatan begitu
antusias dikarenakan wilayah Jakarta Selatan merupakan wilayah yang paling
religius dibanding wilayah-wilayah lain di Jakarta. Sebagai wilayah yang paling
religius, Jakarta Selatan haruslah menjadi pelopor perubahan untuk umat Islam
Jakarta. Ulama Betawi seperti K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i juga disebut
oleh Kiai Sulaiman sebagai contoh ulama Betawi Jakarta Selatan yang paling
militan dalam memperjuangan Anies Baswedan sebagai calon gubernur muslim
pada Pilkada kemarin.183
Sebagai wilayah Jakarta yang paling religius, di Jakarta Selatan memang
terdapat tempat-tempat yang digunakan sebagai episentrum dukungan bagi Anies-
Sandi, terutama dukungan-dukungan dari umat Islam dan ulama-ulama yang ada
di Jakarta. Tempat tersebut yaitu beberapa masjid yang ada di Wilayah Jakarta
Selatan, seperti Masjid Al-Azhar di Kebayoran Baru, Masjid, Al-Ittihad di Tebet,
dan Masjid Asy-Syafi’iyah di Manggarai Selatan. Kiai Sulaiman juga
menyampaikan, bahwa kantor para ulama memang di masjid dan musholla,
sehingga hal ini bisa menjelaskan mengapa masjid menjadi episentrum dukungan
bagi Anies-Sandi dari para ulama dan umat Islam.184
Melalui kharisma yang dimiliki oleh para ulama Betawi, dan juga basis
massa yang mereka miliki, para ulama Betawi berhasil melakukan pendekatan
183
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan. 184
Hasil Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin pada hari Sabtu, 1 Juni 2019,
pukul 10.30 WIB di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
129
yang tepat kepada masyarakat Jakarta Selatan untuk memastikan calon pemimpin
yang mereka dukung dapat memenangi kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017.
Persentase kemenangan pasangan Anies-Sandi di Jakarta Selatan sebesar 62,1%,
dan merupakan persentase kemenangan paling tinggi dibanding wilayah-wilayah
lain di Jakarta, membuktikan peran-peran yang dilakukan oleh para ulama Betawi
cukup efektif dan berdampak cukup signifikan bagi kemenangan pasangan Anies-
Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
Wilayah Jakarta Selatan yang dikenal religius, terdapatnya ulama-ulama
Betawi berpengaruh di Jakarta Selatan, satu komandonya dukungan untuk
pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, dan terdapatnya
tempat-tempat yang dijadikan episentrum dukungan dari ulama dan umat Islam
Jakarta kepada pasangan Anies-Sandi, dapat menjelaskan mengapa persentase
kemenangan bagi pasangan Anies-Sandi di wilayah Jakarta Selatan cukup tinggi.
Melalui peran-peran yang para ulama Betawi lakukan, seperti membentuk opini,
menggalang massa, dan kampanye, bisa disimpulkan peran-peran ini cukup efektif
dan mengena bagi masyarakat Jakarta Selatan. Hal ini juga membuktikan bahwa
pengaruh tokoh agama seperti ulama Betawi, masihlah sangat kuat dan berdampak
signifikan untuk kemenangan pasangan calon tertentu dalam sebuah kontestasi
politik seperti Pilkada.
130
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dan analisa yang telah penulis paparkan mengenai
peran ulama Betawi dalam kemenangan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI
Jakarta tahun 2017, penulis mendapatkan beberapa hal yang dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Dalam menentukan pilihan politiknya, para ulama Betawi memiliki
beberapa pertimbangan yang mereka gunakan untuk memilih pasangan calon
gubernur dan calon wakil gubernur mana yang mereka dukung. Perspektif
keagamaan menjadi salah satu unsur dominan dalam menentukan pilihan politik
bagi para ulama Betawi. Terdapat 3 (tiga) faktor yang menjadi pertimbangan para
ulama Betawi dalam menentukan pilihan politiknya, yaitu pertama, faktor
ketokohan calon. Kedua, faktor rekam jejak (track record), dan ketiga, faktor
keberpihakan kepada ulama dan umat Islam Jakarta. Atas dasar pertimbangan
tadi, para ulama Betawi menjatuhkan pilihan kepada pasangan Anies Baswedan
dan Sandiaga Uno sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur yang akan
mereka dukung dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
Setelah memilih pasangan Anies-Sandi sebagai calon gubernur dan calon
wakil gubernur yang mereka dukung, para ulama Betawi juga berperan dalam
kemenangan pasangan Anies-Sandi di Jakarta Selatan. Peran yang dilakukan oleh
131
ulama Betawi tentunya tidak terlepas dari otoritas kharismatik yang dimiliki serta
melalui perangkat peran (role-set) dan fasilitas peran (role-facilities). Terdapat 3
(tiga) peran yang dilakukan oleh para ulama Betawi dalam usaha mereka
memenangkan pasangan Anies-Sandi di Jakarta Selatan. Pertama, berperan
sebagai pembentuk opini di dalam masyarakat. Kedua, berperan sebagai
penggerak massa, dan ketiga, berperan sebagai orang yang berkampanye untuk
pasangan calon Anies-Sandi. Peran-peran yang dilakukan oleh ulama Betawi
terbukti efektif memenangkan pasangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI Jakarta
tahun 2017 di Jakarta Selatan. Hal ini dapat dibuktikan dengan besarnya
persentase perolehan suara pasangan Anies-Sandi di wilayah Jakarta dengan hasil
persentase 62.1%, paling tinggi dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di
Jakarta.
B. Saran - Saran
1. Bagi para peneliti, hendaknya ada penelitian lanjutan tentang peran
ulama Betawi dalam sebuah kontestasi politik baik itu Pilkada maupun
Pilpres. Sehingga nantinya dapat dijadikan pembanding ataupun
penyempurna dari penelitian yang sudah diteliti.
2. Dalam sebuah kontestasi politik baik itu Pilkada maupun Pilpres,
pastinya memiliki dampak yang bermacam-macam di dalam masyarakat.
Salah satu dampaknya ialah terciptanya polarisasi. Diharapkan semua
elemen masyarakat untuk selalu bersikap dewasa memaknai perbedaan
pilihan maupun pandangan politik, sehingga nantinya masyarakat tidak
mudah dipecah belah melalui isu-isu SARA.
132
DAFTAR PUSTAKA
Buku
AB, Syamsudin. Pengantar Sosiologi Dakwah. Jakarta: Kencana, 2016.
Agustino, Leo. Perihal Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Anggito, Albi & Johan Setiawan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi:
CV Jejak, 2018.
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka, 2013.
Bungin, M. Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana,
2005.
Burhanudin, Jajat. Ulama Perempuan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka,
2002.
Dofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Kiai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3S, 2011.
Eksan, Moch. Kiai Kelana: Biografi K.H. Muchith Muzadi. Yogyakarta: LkiS,
2000.
HS, A. Fadhli. Ulama Betawi (Studi Tentang Jaringan Ulama Betawi dan
Kontribusinya terhadap Perkembangan Islam Abad Ke-19). Jakarta:
Manhalun Nasyi-in Press, 2011.
Indra, Hasbi. Pendidikan Pesantren dan Perkembangan Sosial Kemasyarakatan
(Studi Atas Pemikiran K.H. Abdullah Syafi'ie). Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2018.
Kiki, Rakhmat. Z. Genealogi Intelektual Ulama Betawi (Melacak Jaringan Ulama
Betawi dari Awal Abad ke-19 sampai Abad ke-21). Jakarta: Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta, 2011.
Linton, Ralph. Sociological Theory: A Book of Reading. London: The Macmillan
Company, 1964.
M. Setiadi, Elly. & Usman Kolip. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta:
Prenada Media Group, 2011.
133
Moesa, Ali Maschan. Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama.
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2007.
Muhtadi, Asep S. Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama: Pergulatan Pemikiran
Politik Radikal dan Akomodatif. Jakarta: LP3S, 2004.
Nata, Abuddin. Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016.
Saepudin, Asep. Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi
Perspektif Islam. Tangerang: Laboratorium Sosiologi Agama, 2010.
Selatan, BPS Kota Administrasi Jakarta. Kota Administrasi Jakarta Selatan
Dalam Angka 2018. Jakarta: BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan, 2018.
Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI-Press, 2008.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2015.
Suhardono, Edy. Teori Peran: Konsep, Derivvasi, dan Implikasinya. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2016.
Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Yogyakarta: LkiS, 2004.
Yamin, Hasbullah Masudin. Perspektif Demokrasi Untuk Islam Indonesia.
Sleman: CV Budi Utama, 2018.
Karya Ilmiah
Aminah, “Habib dan Politik: Kritik Peranan Habib Abdurrahman Al Habsyi
Dalam Upaya Pemenangan Pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Hatta
Pada Pemilu Tahun 2014 di Kecamatan Senen-Jakarta Pusat”, (Skripsi,
Universitas Indonesia, Depok, 2017).
Hidayat, Endik. “Kiai dan Politik: Peran Kiai Pendukung Prabowo-Hatta Pada
Pemilihan Presiden 2014: Studi Kasus Pesantren Areng-Areng Pasuruan
Jawa Timur”, (Tesis Universitas Indonesia, Depok, 2014).
134
Iman Aryadi, Tu Bagus.“Peran dan Keterlibatan Kiai Dalam Pemilihan Gubernur
Banten Tahun 2011”, (Disertasi Universitas Indonesia, Depok, 2014).
Rachman, Feizal. “Kiai dan Pemilihan Kepala Daerah: Studi Terhadap Kiai
Dalam Proses Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Tahun 2006 di
Kabupaten Tasikmalaya”, (Tesis Universitas Indonesia, Depok, 2006).
Jurnal Online
Husnan, Dinul dan Mhd. Sholihin. “Ulama, Islam, dan Gerakan Sosial-Politik:
Reposisi Ulama dalam Gerakan Sosio-Politik Islam Indonesia”, Jurnal
Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Volume. 2. Nomor. 1, (2017): 1-
26.
Joko Pitoyo, Agus, “Dinamika Perkembangan Etnis di Indonesia dalam Konteks
Persatuan Negara”, Yogyakarta: Jurnal Populasi, Vol. 25. Nomor. 1,
(2017): 64-81.
Khoirul Fata, Ahmad. “Kepemimpinan dalam Perspektif Pemikiran Politik
Islam”, Jurnal Review Politik, Volume. 02. Nomor. 1, (2012): 1-17.
Rahmah, Nur. “Khazanah Intelektual Ulama Betawi Abad ke-19 dan 20 M”,
Jurnal Lektur Keagamaan, Volume. 16. Nomor. 2, (2018): 195-226.
Wiwin. “Makna Simbolik “Aang/Aah” di Kalangan Umat Islam Kecamatan
Gekbong, Cianjur (Suatu Telaah dengan Perspektif Interaksionisme
Simbolik”, Jurnal Lektur Penamas, Volume. 31. Nomor. 1, (2018): 107-
124.
135
Artikel Internet
Antaranews, ”Peran Ulama Cukup Berpengaruh dalam Politik”, dari
https://pemilu.antaranews.com. Artikel ini diakses pada 16 Juni 2019.
Bbc, ”Isu SARA Meningkat di Pilkada DKI Jakarta, Salah Siapa?”, dari
https://bbc.com. Artikel ini diakses pada 14 Desember 2018.
Bbc, ”Kasus Dugaan Korupsi Sylviana Murni Akan Pengaruhi Elektabilitas”, dari
https://bbc.com. Artikel ini diakses pada 24 Mei 2019.
Bbc, ”KPK Periksa Ahok Terkait RS Sumber Waras”, dari https://bbc.com.
Artikel ini diakses pada 24 Mei 2019.
Beritasatu, ”Ikatan Muhammadiyah DKI Dukung Ahok-Djarot”, dari
https://beritasatu.com. Artikel ini diakses pada 25 Mei 2019.
Detik, ”Didampingi Fadli Zon, Anies-Sandi Resmikan Posko Relawan di Tebet”,
dari https://m.detik.com. Artikel ini diakses pada 25 Oktober 2018.
Detik, ”Djarot: PKB dan PPP Kubu Romi Merapat, Tinggal Deklarasi Formal”,
dari https://m.detik.com. Artikel ini diakses pada 25 Mei 2019.
Detik, ”Hasil Pleno KPU DKI: Anies-Sandi 57,95%, Ahok-Djarot 42,05%”, dari
https://m.detik.com. Artikel ini diakses pada 22 Mei 2019.
Detik, ”KPU Tetapkan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi Maju Putaran Dua Pilkada”,
dari https://m.detik.com. Artikel ini diakses pada 21 Mei 2019.
Detik, ”LSI Denny JA: Tingkat Kepuasan terhadap Ahok-Djarot Mencapai 73%”,
dari https://m.detik.com. Artikel ini diakses pada 25 November 2018.
136
Fahira Idris, ”Jumpa Ulama Kharismatik KH. Abdul Rasyid A. Syafi’ie, Cerita
Pondok Pesantren Hingga Keajaiban Air”, dari https://www.fahiraidris.id.
Artikel ini diakses pada 27 Mei 2019.
Indonesia Satu, ”PDIP Ingatkan Partai Pendukung Pemerintah Dukung Ahok-
Djarot, PPP Romi Bergeming”, dari https://indonesiasatu.co. Artikel
diakses pada 22 Mei 2019.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ”Pengertian Alim Ulama”, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id. Artikel ini diakses pada 19 Agustus 2019.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ”Pengertian Kharisma”, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id. Artikel ini diakses pada 20 Agustus 2019.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ”Pengertian Kiai”, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id. Artikel ini diakses pada 19 Agustus 2019.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ”Pengertian Otoritas”, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id. Artikel ini diakses pada 20 Agustus 2019.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ”Pengertian Ulama”, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id. Artikel ini diakses pada 19 Agustus 2019.
Kbr.id, ”Setelah Anies Temui FPI, Berikutnya Giliran FBR dan Ormas
Pendukung Demokrat”, dari https://m.kbr.id. Artikel ini diakses pada 17
Juni 2019.
Kompas, ”Forum Ulama dan Habaib Nyatakan Dukung Anies-Sandiaga”, dari
https://megapolitan.kompas.com. Artikel ini diakses pada 1 Mei 2018.
Kompas, ”Forum Ulama dan Habaib Nyatakan Dukung Anies-Sandiaga”, dari
https://megapolitan.kompas.com. Artikel ini diakses pada 1 Mei 2018.
137
Kompas, ”Ini Jadwal Tahapan Pilkada DKI 2017”, dari https://kompas.com.
Artikel ini diakses pada 22 Mei 2019.
Kompas, ”Peta Baru Koalisi Parpol, Penentu Hasil Pilkada Jakarta 2017?”, dari
https://megapolitan.kompas.com. Artikel ini diakses pada 22 Mei 2019.
Kompas, ”Pilkada DKI 2017 Resmi Diikuti Tiga Pasang Cagub-Cawagub”, dari
https://kompas.com. Artikel ini diakses pada 16 Juni 2019.
Kompas, ”Pilkada Jakarta Rasa Pilpres, “Turun Gunungnya” Mega, SBY, dan
Prabowo”, dari https://nasional.kompas.com. Artikel ini diakses pada 24
Mei 2019.
Kompas, ”Seperti Apa Peta Dukungan Pemilih pada Pilkada DKI 2017?”, dari
https://m.megapolitan.kompas.com. Artikel ini diakses pada 25 Mei 2019.
Koperasi Syariah 212, ”KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i”, dari
https://koperasisyariah212.co.id. Artikel ini diakses pada 27 Mei 2019.
KPU, ”Hasil Hitung TPS (Form C1) Jakarta Selatan”, dari
https://pilkada2017.kpu.go.id. Artikel ini diakses 19 Agustus 2019.
Kumparan, ”Ucapan Ahok di Pulau Seribu Dinilai Sebagai Puncak Penodaan Agama”,
dari https://m.kumparan.com. Artikel ini diakses pada 10 Juli 2019.
Liputan6, “KPU Tetapkan Anies-Sandi Pemenang Pilkada DKI 2017 Hari Ini”,
dari https://m.liputan6.com. Artikel ini diakses pada 17 Desember 2018.
Merdeka, ”Gerilya Anies-Sandi dan Partai Pengusung Dekati Poros Cikeas”, dari
https://m.merdeka.com. Artikel ini diakses pada 22 Mei 2019.
Merdeka, ”Tak anggap Ahok, FPI sebut Pilgub DKI Cuma Pertarungan Agus dan
Anies”, dari https://m.merdeka.com. Artikel ini diakses pada 25 Mei 2019.
138
Panjimas, ”Allahu Akbar! Ulama Betawi Kumpul Bentuk Gerakan Masyarakat
Jakarta Tolak Ahok”, dari https://panjimas.com. Artikel ini diakses pada 1
Mei 2018.
Pks.id, ”Ulama Betawi Ajak Warga Menangkan Anies Sandi”, dari https://pks.id.
Artikel ini diakses pada 1 Mei 2018.
Republika, ”Dinamika Pilkada DKI”, dari https://m.republika.co.id. Artikel ini
diakses pada 24 Mei 2019.
Republika, ”Hari ini, 6000 Massa FPI Demo Tolak Ahok Jadi Gubernur”, dari
https://republika.co.id, diakses pada 10 Juni 2019.
Republika, ”Ini 7 Rangkaian Aksi Bela Islam Sebelum Ahok Divonis 2 Tahun
Penjara”, dari https://m.republika.co.id. Artikel ini diakses pada 16
Desember 2018.
Republika, ”PAN Merapat ke Anies-Sandi Ini Kata Kubu Ahok-Djarot”, dari
https://m.republika.co.id. Artikel ini diakses pada 22 Mei 2019.
Republika, ”Pengamat: Jakarta Memang Potensial Jadi Loncatan ke RI 1”, dari
https://m.republika.co.id. Artikel ini diakses pada 14 Desember 2018.
Republika, ”SBY Tuding Antasari Ingin Jegal Anaknya dalam Pilkada DKI”, dari
https://m.republika.co.id. Artikel ini diakses pada 24 Mei 2019.
Siarjustisia, ”FPI dan GMJ Lantik Fakhrurrozi Ishaq Sebagai Gubernur DKI
Jakarta Tandingan”, dari https://siarjustisia.com. Artikel ini diakses pada
19 Juli 2019.
Tirto, ”Ada Deklarasi Dukung Anies-Sandi Sebelum Konpres Tamasya Al-
Maidah”, dari https://tirto.id. Artikel ini diakses pada 18 Juni 2019.
139
Tirto, ”Menggalang Suara Pilgub Jakarta via Masjid”, dari https://tirto.id. Artikel
ini diakses pada 18 Juni 2019.
Tirto, ”Ruang Politis Masjid dalam Gerakan ‘Tamasya Al-Maidah’ ” dari
https://tirto.id. Artikel ini diakses pada 18 Juni 2019.
Tribunnews, ”Dukung Ahok-Djarot, GP Ansor: Kami Tolak Gubernur yang
Didukung Islam Radikal”, dari https://m.tribunnews.com. Artikel ini
diakses pada 25 Mei 2019.
Tribunnews, ”Survei Indikator: Dukungan ke Ahok-Djarot Turun karena Ucapan
Ahok soal Al-Maidah”, dari https://m.tribunnews.com. Artikel ini diakses
pada 25 Mei 2019.
Voa-Islam, ”16 Alasan Umat Islam Menolak Ahok Jadi Gubernur DKI Jakarta”,
dari https://voa-islam.com. Artikel ini diakses pada 1 Mei 2018.
Winnet News, ”Anies-Sandi Sukses dapat Dukungan Dari Relawan AHY dan
Ulama di Jakarta Utara”, dari https://m.winnetnews.com. Artikel ini
diakses pada 25 Mei 2019.
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Wawancara
Wawancara dengan K.H. Muhammad Nursasi, Lc., Ulama Betawi pada hari
Kamis, 9 Mei 2019, di Kediaman K.H. Muhammad Nursasi, Lc., Pejaten
Timur, Jakarta Selatan, pukul 21.30 WIB.
140
Wawancara dengan Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Ulama Betawi pada hari Sabtu,
1 Juni 2019, di Kediaman Drs. K.H. Sulaiman Rohimin, Jagakarsa, Jakarta
Selatan, pukul 10.30 WIB.
Wawancara dengan dengan Anggawira, Sekretaris Tim Pemenangan Anies-Sandi
pada hari Sabtu, 24 Juni 2019, di South Quarter, Cilandak, Jakarta Selatan,
pukul 18.30 WIB.
Wawancara dengan K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Ulama Betawi pada hari
Jumat, 28 Juni 2019, di Kediaman K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i,
Tebet, Jakarta Selatan, pukul 14.15 WIB.
Wawancara dengan Herie Marjanto, Tim Pemenangan Anies-Sandi Bidang
Penggalangan Konstituen pada hari Sabtu, 29 Juni 2019, di Pusat Grosir
Cililitan, Cililitan, Jakarta Timur, pukul 13.30 WIB.
141