infeksi cacing nematoda usus
DESCRIPTION
MakalahTRANSCRIPT
INFEKSI CACAING NEMATODA USUS PADA MANUSIA YANG DITULARKAN
OLEH HEWAN DAN ENTERIBIUS VERMICULARIS
1. Ancylostoma Cannium (Cacing Tambang Anjing)
a. Morfologi
Cacing dewasa hidup ԁі ԁаƖаm usus halus manusia. Cacing melekat pada mukosa usus
ԁеnɡаn bagian mulutnya уаnɡ berkembang ԁеnɡаn bаіk. Infeksi pada manusia ԁараt tеrјаԁі
melalui penitrasi kulit worm filariform уаnɡ аԁа ԁі tanah.
Cacing dewasa berbentuk silindrik. Ukuran cacing betina 9-13 mm ԁаn cacing jantan 5-
10 mm. Bentuk A. duodenale ѕереrtі huruf C. Rongga mulut spesies cacing іnі lebar ԁаn
terbuka. Pada Ancylostoma duodenale ԁі lengkapi dua pasang gigi berbentuk lancip. Cacing
іnі, уаnɡ jantan ujung ekornya mempunyai busa kopulatriks, sedangkan уаnɡ betina ujung
ekornya lurus ԁаn lancip.
Telur cacing іnі keluar bеrѕаmа-ѕаmа ԁеnɡаn tinja. Didalam tubuh manusia ԁеnɡаn
waktu 1-1,5 hari telur telah menetas ԁаn mengeluarkan worm rabditiform уаnɡ panjangnya
kυrаnɡ Ɩеbіh 250 mikron, rongga mulut panjang ԁаn sempit, esofagus memiliki dua bulbus
уаnɡ terletak ⅓ panjang tubuh bagian adjoin dash. Selanjutnya ԁаƖаm waktu kira-kira 3 hari,
worm rabditiform berkembang menjadi worm filariform (bentuk infektif) уаnɡ panjangnya
kira-kira 500 mikron, rongga mulut tertutup ԁаn esofagus terletak ¼ panjang tubuh bagian
adjoin dash. Worm filariform ԁараt tahan didalam tanah selama 7-8 minggu. Infeksi pada
manusia tеrјаԁі apabila worm filariform menembus kulit atau tertelan.
b. Siklus Hidup
Daur hidup cacing tambang іnі dimulai ԁаrі worm filariform menemus kulit manusia
kemudian masuk kе kapiler darah ԁаn berturut-turut menuju jantung kanan, paru-paru,
bronkus, trakea, laring, ԁаn terakhir ԁаƖаm usus halus ѕаmраі menjadi dewasa.
c. Gejala Klinis
Parasit іnі tersebar ԁі ѕеƖυrυh dunia ( kosmopolit ). Penyebaran уаnɡ barrier banyak ԁі
daerah tropis ԁаn subtropis. Lingkungan уаnɡ barrier cocok аԁаƖаh surroundings ԁеnɡаn
suhu ԁаn kelembapan уаnɡ tinggi, terutama daerah perkebunan ԁаn pertambangan
Gejala klinis ankilostomiasis ditimbulkan οƖеh adanya worm maupun cacing dewasa.
Gejala permulaan уаnɡ timbul ѕеtеƖаh worm menembus kulit аԁаƖаh timbulnya rasa gatal-
gatal biasa. Apabila worm menembus kulit ԁаƖаm јυmƖаh ԁаƖаm јυmƖаh banyak, rasa gatal-
gatal semakin hebat ԁаn kemungkinan tеrјаԁі infeksi sekunder. Apabila lesi berubah menjadi
vesikuler аkаn terbuka kаrеnа garukan іtυ. Gejala ruam papuloeritematosa уаnɡ berkembang
аkаn menjadi vesikel. Inі diakibatkan οƖеh banyaknya worm filariform уаnɡ menembus kulit.
Kejadian іnі disebut disturb a curfew itch. Apabila worm mengadakan migrasi kе paru maka
ԁараt menyebabkan pneumonitis уаnɡ tingkat gejalanya tergantung pada јυmƖаh worm
tеrѕеbυt.
Gejala klinik уаnɡ disebabkan οƖеh cacing tambang dewasa ԁараt bеrυра nekrosis
jaringan usus, gangguan gizi, ԁаn kehilangan darah.
Nekrosis jaringan usus
Kedaan іnі diakibatkan dinding jaringan usus уаnɡ terbuka οƖеh gigitan cacing dewasa.
Gangguan gizi
Penderita banyak kehilanan karbohibrat, lemak, ԁаn terutama protein, bahkan banyak
unsur besi (Fe) уаnɡ hialng ѕеhіnɡɡа tеrјаԁі malnutrisi.
Kehilangan darah
Darah уаnɡ hilang іtυ dikarenakan dihisap langsung οƖеh cacing dewasa. Disampng іtυ,
bekas gigitan cacing dewasa ԁараt menimbulkan pendarahan tеrυѕ menerus kаrеnа
sekresi zat koagulan οƖеh cacing dewasa tеrѕеbυt. Setiap ekor cacing ancylostoma
duodenale ԁараt mngakibatkan hilangnya darah antara 0,08-0,34cc fοr еνеrу hari.
Penderita biasanya menjadi anema hipokrom mikrositer ѕеhіnɡɡа daya tahan ԁаn
prestasi kerja menurun.
Pada kasus infeksi akut уаnɡ disertai јυmƖаh cacing уаnɡ banyak, penderita mengalami
lemah badan, nausea, sakit perut, lesu, pucat, ԁаn kadang-kadang disertai diare ԁеnɡаn tinja
berwarna merah ѕаmраі hitam (tergantung јυmƖаh darah уаnɡ keluar). Apabila cacing dewasa
уаnɡ terdapat pada anak-anak jumlahnya banyak maka ԁараt mengakibatkan gejala hebat ԁаn
ԁараt menyebabkan kematian.
Gejala klinis sering dihubungkan ԁеnɡаn јυmƖаh telur уаnɡ ditemukan ԁаƖаm tinja.
Dilaboratorium ԁараt diketahui ԁеnɡаn metoda hitung telur fοr еνеrу mg (miligram) tinja.
Apabila ditemukan 5 fοr еνеrу mg tinja, bеƖυm аԁа gejala уаnɡ berarti, tetapi apabila Ɩеbіh
besar ԁаrі 20 fοr еνеrу mg tinja, mυƖаі аԁа korelasinya ԁеnɡаn gejala уаnɡ ditimbulkan ԁаn
apabila ditemukan 50 fοr еνеrу mg atau Ɩеbіh, keadaan penderita ѕυԁаh mengarah kе infeksi
berat.
d. Diagnosis
Diagnosis pasti infeksi cacing tambang ditegakkan ԁеnɡаn meneukan telur ԁаƖаm tinja
ԁаn worm уаnɡ dibiakkan ԁаƖаm tinja (menurut metoda Harada-Mori).
e. Epidemiologi Dаn Pencegahan
Dі Indonesia insiden anklostomasis cukup tinggi. Kasusnya banyak ditemukan ԁі daerah
pedesaan, khususnya pada pekerja ԁі daerah perkebunan уаnɡ kontak langsung ԁеnɡаn
tanah.
Penyebaran infeksi berhubungan ԁеnɡаn kebiasaan defekasi ԁі tanah. Habiatat уаnɡ cocok υntυk pertumbuhan worm ialah tanah уаnɡ gembur. (misalnya humus ԁаn pasir). Suhu
optimum υntυk perkembangan worm ancylostoma duodenale аԁаƖаh 23º-25ºC. Infeksi ԁараt
dihindari ԁеnɡаn menggunakan alas kaki (sendal atau sepatu). Pencegahan ԁараt dilakukan
ԁеnɡаn cara menghindari defekasi ԁі sembarang tempat.
2. Ancylostoma Braziliense (Cacing Tambang Pada Kucing)
Cacing ini sama seperti Ancylostoma Cannium.
a. Morfologi dan Siklus Hidup
Cacing dewasa tidak ditemukan pada manusia. A. braziliense dewasa yang jantan
panjangnya 4,7-6,3 mm, sedangkan yang betina panjangnya 6,1-8,4 mm. Mulutnya
mempunyai sepasang gigi besar dan sepasans gigi kecil. Cacing jantan mempunyai bursa
kopulatrik kecil dengan rays pendek. A. caninum jantan panjangnya 10 mm dan betinanya 14
mm. Mulutnya mempunyai 3 pasang gigi besar. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik
besar dengan rays panjang dan langsing. Secara tidak langsung dapat terinfeksi larva
filariform melalui penetrasi kulit dan selanjutnya larva mengembara di kulit.
b. Patologi dan Gejala Klinis
Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit yang disebut
creeping eruption, creeping disease atau cutaneous larva migrans. Creeping eruption adalah
suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelaianan intrakutan serpiginosa, yang antara
lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Pada tempat larva
filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan gatal. Dalam beberapa hari
terbentuk terowongan intrakutan sempit yang tampak sebagai garis merah, sedikit menimbul,
gatal sekali dan bertambah panjang menurut gerakan larva didalam kulit. Sepanjang garis
yang berkelok-kelok terdapat vesikel-vesikel kecil dan dapat terjadi infeksi sekunder karena
kulit di garuk.
c. Epidemiologi
Kucing dan anjing merupakan hospes definitif A.braziliense dan A.Caninum. Penularan
bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja anjing dan
kucing.
d. Diagnosis
Diagnosis pasti infeksi cacing tambang ditegakkan ԁеnɡаn meneukan telur ԁаƖаm tinja
ԁаn worm уаnɡ dibiakkan ԁаƖаm tinja (menurut metoda Harada-Mori).
3. Trichinella Spiralis (Cacing Trikina/Babi)
Pada tahun 1835 James Pagent, seorang mahasiswa kedokteran, menemukan larva dalam
otot seorang italia yang meninggal karena tuberculosis di rumah sakit London. Cacing pemilik
larva itu diberi namaTrichina Spiralis oleh Owen, yang kemudian diubah menjadi Trichinella
Spiralis. Zenker (1860) menemukan hubungan penyakit yang ditimbulkan oleh cacing ini
dengan kebiasaan memakan sosis daging mentah. Selanjutnya penyakit yang ditimbulkan
oleh cacing ini diberi nama, seperti trichinosis atau trichiniasis atau trichinialliasis atau
trichinellosis.
Sebetulnua cacing ini merupakan parasit pada hewan pemakan daging, namun manusia
dapat mengidapnya setelah memakan daging mentah, khususnya daging babi.Sebagaimana
telah dikatakan larva cacing ini sering ditemukan dalam otot manusia, walaupun sebenarnya
cacing ini memiliki fase hidup dalam usus juga, tetapi fase ini jarang terdiagnosa.
a. Distribusi Geografis
Hampir diseluruh duniapernah dilaporkan adanya penyakit yang disebabkan cacing
ini.Negara yang terkena penyakit ini umumnya adalah Negara yang secara endemic
masyarakatnya memakan daging babi, antara lai Thailand, Kenya, Tanzania, dan
Segenal.Ditemukan juga di Iran dan Mesir. Negara – Negara Amerika Selatan, termasuk
Mexico dan Chili, dan juga Amerika Serikat masih mempunyai masalah dengan penyakit
ini .walaupun data tentang penyakit ini tidak terlalu banyak dipublikasikan di Asia, namun
diperkirakan penyakit ini tersebar luas diseluruh Asia.
Dikenal 4 sub spesies yang memegang peranan, yaitu Trichinella spiralis yang terdapat
di daerah beriklim sedang dengan babi sebagai reservoir, Trichinella spiralis nativa yang
parasitik bagi Carnivora di daerah kutub misalnya beruang kutub dan walrus, Trichinella
spiralis pseudospiralis yang parasitik bagi burung pemakan daging.
b. Siklus Hidup
Larva yang terdapat dalam daging bila termakan akan keluar dari cysternya di lambung,
kemudian larva ini bergerak menuji usus kecil, melakukan penetrasi mukosa usus dan menjadi
dewasa dalam satu minggu. Cacing dewasa dapat hidup beberapa minggu dalam tubuh
manusia (rata – rata 50 hari).Cacing dewasa jantan dan betina (1-4 mm) hidung dalam lapisan
mukosa usus.Di situ mereka melakukan perkawinan sehingga cacing betina melahirkan
larvanya (100μm).Jumlah larva yang dihasilkan dapat mencapai 1350-1500 ekor. Larva –
larva ini kemudian bergerak ke pembuluh darah, mengikuti aliran darah limfe menuju ke
jantung dan paru, akhirnya menembus otot. Dalam serat otot larva ini dikelilingi oleh sel
Sertoli otot. Biasanya larva ini menjadi infeksisus setelah berumur 30 hari dalam otot dan
siklus hidup akan terulang kembali bila otot yang terinfeksi termakan oleh host. Jadi,
sebenarnya pada cacing ini tidak dikenal adanya intermediate host sebab seluruh siklus
hidupnya terjadi pada satu host saja. Larva yang tetap tinggal di otot akan membentuk cyste
dan dapat hidup sampai 11-12 tahun (dalam otot babi) atau 30 tahun (dalam otot manusia).
c. Morfologi
Cacing jantan dewasa berukuran1,4 – 1,6mm x 0,06mm , sedangkan yang betina
berukuran 3-4mm x 0,6mm. cacing ini memiliki esophagus sepanjang 1/3 sampai ½ panjang
badang dan terdiri dari stichocyte untuk membentuk esophagus tipe stichosome.
Cacing jantan tidak memiliki spicule tetapi mempunyai copulatory appendages yang
berbentuk lobuler.Cacing betina memiliki uterus di sebelah anterior ovarium yang terkadang
Nampak berisi banyak sekali larva yang siap dilahirkan.
d. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi trichinosis diperkirakan antara 10-14 hari setelah memakan daging yang
terinfeksi yang bervariasi antara 5-45 hari. Variasi masa inkubasi ini ternyata berhubungan
dengan banyaknya larva yang dikonsumsi, sebab gejala dan tanda – tanda penyakit baru
Nampak jelas bila terjadi infeksi dengan 10 larva per gram daging.
Tanda utama infeksi dengan cacing ini berupa eosinofilia disertai gejala berupa
pembengkakan di daerah wajah dan sekitar mata.Pembengkakan di kelopak mata disebabkan
karena larva menembus capillair (kapiler) yang menyebabkan perdarahan dan darah
tertimbung di jaringan.Pada infeksi berat dapat dijumpai sakit perut disertai diare atau
obstipasi, anoreksia, dan kelemahan. Dari seluruh gajala tadi karakteristik adalah timbulnya
demam yang dapat dikatakan tidak pernah terjadi pada infeksi dengan cacing lain. Pada saat
larva masuk kedalam otot (biasanya yang disukai oleh larva adalah otot seranlintang) ia akan
merusak sarkolema otot sehingga timbul myositis, penderita merasakan nyeri otot hebat yang
disertai dengan eosinofilia serta pembengkakan pada kelopak mata. Bilamana larva masuk ke
otot jantung terjadilah myokarditis dan bila mengikuti aliran darah menuju otak dan paru
terjadilah encephalitis dan bronchopneumonia. Semua gejala ini umumnya mereda setelah
minggu kelima infeksi. Pada infeksi yang sangat berat sering dijumpai gagal jantung yang
diakhiri dengan kematian.Namun yang menarik adalah tidak ditemukannyaeosinofilia pada
infeksi berat.
Secara histologist pada fase cacing menjadi dewasa, ditemukan adanya pembengkakan
dan infiltrasi di daerah usus disamping tanda – tanda radang dan sekresi usus yang
berlebihan.Pada fase larva sedang bermigrasi sering dijumpaiinflamasi pembuluh darah
sampai hemorrhagi, dan fase larva sudah berada di otot, ditemukanperadangan otot, dan
degenerasi sel otot sampai kalsifikasi cyste.
e. Diagnosis Laboratoris
Diagnoswa trichinosis ditegakkan dengan melakukan biopsy diotot deltoid atau
gastrocnemius. Biasanya sebagian specimen difiksasi dan diwarnai untuk melihat adanya
larva, dan sebagian lagi diperiksa sebagai preparat segar melalui teknik digesti.
Pemeriksaan serologis dilakukan dengan teknik Bentonite Flocculation (BFT) dan
ELISA. Titer BFT yang lebih tinggi atau sama dengan 1 : 5 menunjukkan telah terjadi infeksi
baru dengan larva Trichinella Spiralis. Sedangkan tes ELISA baru positif setelah 38 hari
terinfeksi dan akan tetap positif sampai sepuluh tahun setelah infeksi.
4. Toxocana Carius (Cacing Gelang Anjing)
Toxocara berasal dari kata toxo yang berarti panah dan cara yang berarti kepala. Dua
spesies penting pada genus toxocara adalah toxocara canis (menginfeksi anjing) dan toxocara
cati (menginfeksi kucing).Kedua spesies ini dikenal sebagai cacing yang biasanya
menginfeksi anjing dan kucing dan menimbulkan visceral larva migrans pada
manusia.Penyakit yang ditimbulkan disebut toxocariasis.
Beaver (1972) merupakan orang pertama yang melaporkan infeksi cacing ini pada
manusia.Dari survei yang pernah dilakukan, diketahui bahwa 2% penduduk telah terinfeksi
cacing ini.
a. Distribusi geografik
Toxocariasis merupakan penyakit kosmopolitan pada manusia pemelihara kucing yang
juga dapat ditemukan di Indonesia, walaupun demikian banyak kasus yang tidak terdiagnosa.
Di Jakarta prevalensi pada kucing yaitu 26%, dan pada anjing 38,3%. Sedangkan di amerika
dilaporkan bahwa 2-90% anjing terinfeksi cacing ini.
b. Morfologi
Telur cacing toxocara canis berukuran 90 x 75 µ serta dinding telurnya berbenjol-benjol
kasar. Ketika dewasa, cacing toxocara canis jantan mempunyai panjang 3,6 – 8,5 cm,
sedangkan yang betina mempunyai ukuran 5,7 – 10,0cm. Telur cacing toxocara cati
berukuran 65 x 75 µ dengan dinding telur berbenjol-benjol halus dan saat dewasa cacing
toxocara cati jantan mempunyai panjang 2,5 – 7,8 cm sedangkan yang betina mempunyai
panjang 2,5 – 14,0 cm. Bentuknya menyerupai ascaris lumbricoides muda. Pada toxocara cati
terdapat sayap cervical yang berbentuk seperti lanset, yang ukurannya lebih besar
dibandingkan dengan yang ditemukan pada toxocara canis, sehingga kepalanya menyerupai
kepala ular kobra.Bentuk ekor cacing toxocara cati jantan seperti tangan dengan jari yang
sedang menunjuk (digitiform), sedangkan yang betina ekornya bulat meruncing.Walaupun
keduanya sangat mirip, tetapi dapat dibedakan berdasarkan bentuk telur, cervical alae, dan
ekornya.
c. Siklus hidup
Pada dasarnya siklus hidup cacing ini sama dengan siklus hidup ascaris lumbricoides.
Manusia dapat terinfeksi cacing ini bila memakan makanan yang terkontaminasi telur cacing.
Telur infeksius ini akan menetas dalam usus dan larvanya menembus pembuluh darah untuk
ikut aliran darah ke seluruh tubuh dan terdampar di organ-organ tubuh. Walaupun pernah
diaporkan ditemukannya cacing dewasa pada 3 kasus, namun dipercaya bahwa larva yang
menetas di tubuh manusia tidak pernah menjadi dewasa.
Siklus toxocara canis dalam tubuh anjing lebih dikenal daripada siklus hidup toxocara
cati dalam tubuh kucing, namun kebanyakan orang menganggap keduanya adalah sama. Pada
anjing, siklus dimulai dari tertelannya telur yang berembrio oleh anjing.Telur tersebut
menetas diusus anjing dan larvanya melakukan migrasi ke jaringan.Pada anjing betina yang
sedang hamil, larva dapat bermigrasi ke hati fetusnya sekitar hari ke 42 setelah infeksi dengan
telur yang infeksius.Dalam hati fetus, larva berkembang menjadi larva stadium ketiga.Setelah
fetus tadi lahir, larva cacing bermigrasi ke lambungnya melalui paru-paru.Pada hari ke12
larva tadi sampai di usus halus dan mejadi dewasa 3 minggu kemudian.Larva di usus anak
anjing dapat pula dikeluarkan bersama feses yang apabila dimakan oleh induknya, larva tadi
menjadi dewasa diusus induk anjing untuk kemudian menghasilkan telur dan siklus terulang
kembali.Pernah dilaporkan juga bahwa selain penularan transplasenta dari induk anjing ke
fetusnya, penularan dapat juga secara transmammary.
Kemungkinan lain dari siklus hidup cacing ini adalah :
Ditelannya telur yang infeksius oleh anak anjing (berumur kurang dari 3 minggu) yang
kemudian menetas, migrasi melalui trakea dan menjadi dewasa di usus halusnya.
Tertelannya telur infeksius oleh anjing yang berumur lebih dari 3 minggu dan larva
yang menetas akan berdiam di jaringan tubuhnya.
Telur infeksius ditelan oleh tikus kemudian larvanya bermigrasi ke jaringan tubuhnya.
Bila tikus ini dimangsa oleh anjing yang berumur lebih dari 3 minggu, maka larva
yang ada akan bermigrasi ke usus anjing melalui trakea.
Telur infeksius tertelan oleh manusia, larvanya menetas dan bermigrasi ke mata
(menimbulkan kebutaan) atau di organ tubuh lain dan menimbulkan eosinofilia.
d. Patologi dan gejala klinis
Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan hanya mengembara di organ dalam
tubuh.Gejala yang ditimbulkan pada toxocariasis sangat tergantung dimana larva cacing ini
berada. Berat ringannya penyakit yang ditimbulkan tergantung pada : a) jumlah telur yang
tertelan, b) jumlah larva yang melakukan penetrasi di dinding usus, c) jumlah larva yang
melakukan migrasi, d) status imunitas dari host, dan e) letak larva dalam tubuh host. Pada
infeksi ringan, hanya ditemukan eosinofilia, sedangkan pada infeksi yang lebih berat dapat
pula dijumpai demam, batuk, nausea, dan muntah.Pada anak-anak sering dijumpai anoreksia,
sakit sendi dan otot, penurunan berat badan, dan kejang-kejang.Terkadang dapat ditemukan
hepatomegali. Gejala-gejala ini biasanya kemungkinan akan hilang setelah beberapa bulan
sampai beberapa tahun.
Secara patologis, gejala yang timbul dapat diterangkan dari reaksi tubuh yang
ditimbulkan oleh larva. Larva yang bermigrasi akan terjebak di suatu jaringan dan dapat
terbungkus dalam granuloma yang kemudian dihancurkan atau juga dapat tetap hidup selama
bertahun-tahun. Kelainan yang timbul karena migrasi larva dapat berupa perdarahan, nekrosis,
dan peradangan yang didominasi oleh eosinofil. Kematian larva akan menstimulasi respon
imun immediate-type hypersensitivity yang menimbulkan penyakit visceral larva migrans
(VLM), dengan gejala demam, pembesaran hati dan limpa, gejala saluran napas bawah seperti
bronkospasme (mirip, hipergammaglobulinemia IgM, IgG, IgE). Kelainan pada otak dapat
menyebabkan kejang, gejala neuropsikiatrik, atau encephalopati. Umumnya penderita VLM
adalah anak usia dibawah 5 tahun karena mereka banyak bermain di tanah atau kebiasaan
memakan tanah (geofagia atau pica) yang terkontaminasi feses kucing. VLM dapat juga
disebabkan oleh larva nematoda lain.
Kelainan karena migrasi larva pada retina mata disebut occular larva migrans (OLM)
biasanya unilateral dapat berupa penurunan penglihatan yang dapat disertai strabismus pada
anak, invasi retina disertai pembentukan granuloma yang dapat menyebabkan terlepasnya
retina, endofthalmitis, dan glaucoma hingga kebutaan.Akhir-akhir ini diketahui bahwa banyak
kasus mata yang disebabkan oleh visceral larva migrans, namun selalu pada mulanya salah
didiagnosa.Pernah dilaporkan bahwa 15% dari penyakit yang semual di diagnosa sebagai
retinoblastoma dan setelah di enukleasi ternyata ditemukan larva di dalam bola mata.
Sehubungan dengan tingginya kesalahan diagnosa, maka sebagai pedoman penegakan
diagnosa adalah kumpulan gejela yang dianggap sebagai tanda cardinal visceral larva migrans
yaitu : a) dimilikinya anak anjing atau anak kucing, b) penderita adalah anak-anak atau orang
muda, c) hepatomegali, d) pica, dan e) eosinofilia serta meningkatnya titer Ig E.
e. Diagnosa
Diagnosa pasti VLM dengan menemukan larva atau potongan larva dalam jaringan
namun sukar untuk ditegakkan. Oleh karena itu, dapat dilakukan diagnosis serologi melalui
deteksi antibodi IgG terhadap antigen eksretori-sekretori larva toxocara canis disertai
eosinofilia (>2000 sel /mm3), atau peningkatan total IgE (>500IU/ml) dapat membantu
menegakkan diagnosis. Pada penderita OLM, imunodiagnosis kurang sensitif walaupun titer
IgG yang lebih tinggi ditemukan pada cairan aqueous atau vitreus.
Teknik pencitraan seperti USG, CT scan, dan MRI dapat digunakan untuk mendeteksi
lesi granulomatosa yang berisi larva toxocara.
5. Toxocara Cati (Cacing Gelang Kucing)
a. Morfologi Toxocara canis berjenis kelamin jantan mempunyai ukuran panjang yang bervariasi
antara 3,6 - 8,5 cm, sedangkan Toxocara canis betina mempunyai ukuran antara 5,6 -10 cm.
Toxocara cati berjenis kelamin jantan berukuran antara 2,5 – 7,8 cm sedangkan Toxocara cati
betina berukuran 2,5 – 14 cm. Bentuk hewan ini menyerupai Ascaris lumbricoides muda.
PadaToxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada
Toxocara cati berbentuk sayap yang lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular
kobra. Bentuk ekor Toxocara canis dan Toxocara cati hampir sama, untuk yang berjenis
kelamin jantan ekornya berbentuk seperti tangan dan dengan jari yang sedang menunjuk
(digitiform), sedangkan untuk yang berjenis kelamin betina bentuk ekornya bulat meruncing.
Toxocara Canis Toxocara Cati
b. Daur Hidup (Siklus Hidup) Siklus hidup Toxocara canis dan Toxocara cati pada anjing atau kucing serupa dengan
siklus askariasis pada manusia.. Siklus hidup Toxocara cati Sebagian besar cacing gelang
mempunyai siklus hidup yang mirip. Kebanyakan telur cacing menetas dalam waktu dua
minggu. Obat cacing membasmi cacing dengan cara merusak sistem syaraf cacing. Obat
cacing tidak bisa membasmi telur cacing karena telur tidak mempunyai sistem syaraf. Oleh
karena itu pemberian obat cacing harus diulang 2 minggu kemudianagar cacing yang berasal
dari telur yang baru menetas dapat segera dibasmi dengan tuntas. Cacing Toxocara canis,
hidup di tanah, lumpur, pasir dan tempat-tempat kotor. Varian lain diantaranya: Toxocara cati,
Toxocara vitulorum, Toxocara pteropodis, Toxocara malayasiensis dll. Cacing ini daur
hidupnya terutama melalui anjing, kucing dan dilaporkan bisa melalui herbivora.
c. Epidemiologi Di Indonesia angka prevalensi tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 1-7
tahun, di Jakarta prevalensi pada anjing 38,3% dan pada kucing 26 %.
Mereka lebih sering menghabiskan waktu bermainnya di rerumputan, duduk di pasir,
yang merupakan tempat dimana cacing jenis ini berada.
Pada remaja, biasanya terjadi pada mereka yang memiliki kegiatan yang aktif,
misalnya, silat (berguling-guling di rerumputan, tanah, dsb), ataupun kegiatan yang
berhubungan dengan tanah atau lapangan kotor.
Pada usia dewasa juga bisa terjadi pada mereka yang melakukan kegiatan kerja bakti
membersihkan parit, halaman, pengangkut pasir, dsb.
Tanah, lapangan, rumput yang terkontaminasi oleh cacing ini sangat mendukung
cacing jenis ini untuk tinggal dan berkembang biak.
d. GejalaToksokariasis (Visceral Larva Migrans) adalah suatu infeksi yang terjadi akibat
penyerbuan larva cacing gelang ke organ tubuh manusia. Toksokariosis bisa disebabkan oleh
Toxocara canis ataupun Toxocara cati. Telur parasit berkembang di dalam tanah yang
terkontaminasi oleh kotoran anjing dan kucing yang terinfeksi . Telur bisa ditularkan secara
langsung ke dalam mulut jika anak-anak bermain di atas tanah tersebut. Setelah tertelan, telur
menetas di dalam usus. Larva menembus dinding usus dan menyebar melalui pembuluh
darah. Hampir setiap jaringan tubuh bisa terkena , terutama otak, mata, hati, paru-paru, dan
jantung. Larva bertahan hidup selama beebrapa bulan, menyebabkan kerusakan dengan cara
berpindah ke dalam jaringan dan menimbulkan peradangan di sekitarnya.
Enterobius Vermicularis (Cacing Kremi)
Cacing dewasa hidup di sekum, usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan
sekum. Mereka memakan isi usus penderitanya.Perkawinan (atau persetubuhan) cacing jantan
dan betina kemungkinan terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kawin dan cacing betina
mati setelah bertelur. Cacing betina yang mengandung 11.000-15.000 butir telur akan bermigrasi
ke daerah sekitar anal (perianal) untuk bertelur. Migrasi ini berlangsung 15 – 40 hari setelah
infeksi. Telur akan matang dalam waktu sekitar 6 jam setelah dikeluarkan, pada suhu tubuh.
Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.
1. Infeksi dan Penularan
a. Penularan dapat dipengaruhi oleh :
Penularan dari tangan ke mulut (hand to mouth), setelah anak – anak menggaruk
daerah sekitar anus oleh karena rasa gatal, kemudian mereka memasukkan tangan
atau jari – jarinya ke dalam mulut. Kerap juga terjadi, sesudah menggaruk daerah
perianal mereka menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri
karena memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi. Telur
Enterobius vermicularis menetas di daerah perianal kemudian larva masuk lagi ke
dalam tubuh (retrofeksi) melalui anus terus naik sampai sekum dan tumbuh menjadi
dewasa. Cara inilah yang kita kenal sebagai : autoinfeksi
Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin
sehingga telur yang ada di debu dapat tertelan.
Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber
infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.
Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin daripada di daerah
panas. Hal ini mungkin disebabkan karena pada umumnya orang di daerah dingin jarang mandi
dan mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini juga ditunjang oleh eratnya hubungan antara
manusia satu dengan lainnya serta lingkungan yang sesuai.
Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada
golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada orang negro.
Penyebaran cacing kremi lebih luas dari cacing lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga
atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama seperti asrama atau
rumah piatu. Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria sekolah dan
mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan
beberapa anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%)
di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian.
Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi pada berbagai golongan manusia 3-80%.
Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita
entrobiasis adalah kelompok usia antara 5-9 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1%) dari 85 anak
yang diperiksa.