implementasi peraturan daerah kabupaten bintan nomor 3 tahun 2009 tentang perencanaan...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR
3 TAHUN 2009 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA AIR
GLUBI KECAMATAN BINTAN PESISIR
(Studi Pada Pasal 2 Tentang Rencana Pembangunan Desa (RPJM – Desa)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
SULI RAHMADAYANTI
NIM :120565201100
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR
3 TAHUN 2009 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA AIR
GLUBI KECAMATAN BINTAN PESISIR
(Studi Pada Pasal 2 Tentang Rencana Pembangunan Desa (RPJM – Desa)
SULI RAHMADAYANTI
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Pembangunan desa ke depan harus terencana dengan baik berdasarkan hasil
analisis atau kajian yang menyeluruh terhadap segenap potensi (kekuatan dan
peluang) dan permasalahan (kelemahan dan hambatan/ancaman) yang dihadapi desa.
RPJM Desa dapat membantu pemerintah desa dalam memetakan kebutuhan secara
komprehensif dan memformulasi kan strategi yang bagi setiap sektor-unit kerja untuk
mecapai tujuan yang telah ditetapkan serta menjalankan fungsi kepemerintahan yang
baik (good governance). RPJM Desa sebagai dokumen penting sangat dibutuhkan
sebagai kerangka acuan kebijakan pelaksanaan pembangunan desa dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui Implementasi Peraturan
Daerah Kabupaten Bintan Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perencanaan Pembangunan
Desa Air Glubi Kecamatan Bintan Pesisir Pada Pasal 2 Tentang Rencana
Pembangunan Desa (RPJM – Desa) Tahun 2011-2016. Informan dalam penelitian ini
adalah 1 orang pegawai Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten
Bintan yang mengawasi pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Air Glubi, 1 orang
Kepala desa Air Glubi, dan 2 tokoh masyarakat, dan 1 orang pihak kecamatan.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisa bahwa Implementasi
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa Air Glubi Kecamatan Bintan Pesisir Pada Pasal 2 Tentang
Rencana Pembangunan Desa (RPJM – Desa) sudah berjalan dengan baik, hal ini
dilihat dari Pemerintah Desa Air Glubi untuk menjalankan perencanaan
pembangunan yang menjunjung tinggi asas demokrasi dan pasrtisipasi masyarakat.
Jumlah penduduk yang besar menuntut Pemerintah Desa Air Glubi untuk
menyelenggarakan pembangunan yang berdasarkan aspirasi dari masyarakat,
kemudian sudah adanya koordinasi dan hubungan kerjasama antara pemerintah desa
dengan pemerintah daerah untuk pelaksanaan pembangunan di Desa Air Glubi.
Sudah ada dana yang jelas dalam melaksanakan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun
2009 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa. Seperti yang disampaikan informan
bahwa dana disipkan untuk membangun desa termasuk desa Air Glubi.
Kata Kunci : Implementasi, Peraturan Daerah, Rencana Pembangunan Desa
2
A B S T R A C T
Rural development in the future must be well planned based on the results of
analysis or a thorough assessment of all the potential (strengths and opportunities)
and problems (weaknesses and obstacles / threats) faced by the village. The results
of this analysis of potential and existing problems and possibly emerging in the
future are the basic ingredients for future village development planning and
programs involving the widest participation of the people. Planning of Village
Development can assist the village government in mapping the needs
comprehensively and formulate a strategy for each working sectors to achieve the
established goals and carry out good governance. Village RPJM as an important
document is needed as a reference frame of the policy of implementation of village
development in the period of 5 (five) years
The purpose of this research is to know the Implementation of Regional Regulation
of Bintan Regency Number 3 Year 2009 About Planning of Village Development of
Water Glubi of Bintan Coastal Sub-district On Article 2 About Village Development
Plan Year 2011-2016. The informant in this research is 1 employee of Badan
Planning and Regional Development of Bintan Regency who supervise the
implementation of Local Regulation of Bintan Regency Number 3 Year 2009 About
Village Development Planning in Air Glubi Village, 1 Head of Water Glubi Village,
2 Community Leaders, and 1 Person The sub-district. Data analysis used in this
research is qualitative data analysis.
Based on the results of the study it can be analyzed that the Implementation of
Regional Regulation of Bintan Regency Number 3 Year 2009 About Planning of
Village Development of Water Glubi Bintan Coastal Subdistrict On Article 2 About
Village Development Plan has been running well, this is seen from Government
Water Glubi Village To undertake development planning that upholds the principles
of democracy and community participation. The large population demands Air Glubi
Village Government to organize development based on the aspirations of the
community, and then there is coordination and cooperation between the village
government and the local government for the implementation of development in Air
Glubi Village. There is already a clear budget in implementing Regional Regulation
No. 3 of 2009 on Village Development Planning. As informants stated that the funds
were disipkan to build the village including the village of Air Glubi.
Keywords: Implementation, Local Regulation, Village Development Plan.
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa memegang peranan
penting dalam pembangunan
nasional. Bukan hanya dikarenakan
sebagian besar rakyat Indonesia
bertempat tinggal di desa,tetapi desa
memberikan sumbangan besar dalam
menciptakan stabilitas nasional.
Pembangunan desa adalah
merupakan bagian dari rangkaian
pembangunan nasional.
Pembangunan nasional merupakan
rangkaian upaya pembangunan
secara berkesinambungan yang
meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat.
Pembangunan desa bertujuan
meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, termasuk penciptaan iklim
yang mendorong tumbuhnya
prakarsa dan swadaya masyarakat
desa. Penduduk pedesaan adalah
merupakan suatu potensi sumber
daya manusia yang memiliki peranan
ganda, yaitu sebagai objek
pembangunan dan sekaligus sebagai
subjek pembangunan. Dikatakan
sebagai objek pembangunan, karena
sebagian penduduk di pedesaan
dilihat dari aspek kualitas masih
perlu dilakukan pemberdayaan.
Sebaliknya sebagai subjek
pembangunan penduduk pedesaan
memegang peranan yang sangat
penting sebagai pelaku dalam proses
pembangunan pedesaan maupun
pembangunan nasional.
Pembangunan pedesaan
disusun oleh pemerintah desa dan
partisipasi seluruh masyarakat desa.
Dalam pembangunan desa,
pemerintah dan masyarakat desa
berpartisipasi dengan membentuk
kolaborasi untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Karena
pemerintah dan masyarakat desa
adalah dua pihak yang harus terlibat
dalam pembangunan desa.
Pembangunan desa merupakan
pembangunan yang mengusahakan
pembangunan masyarakat sekaligus
lingkungan hidupnya. Pembangunan
desa bukan saja berfokus pada
lingkungan hidup masyarakat desa,
tetapi dalam pengertian yang lebih
luas yaitu pembangunan pada
kualitas hidup masyarakat yang di
terapkan dalam bentuk
pemberdayaan masyarakat desa.
Perencanaan program
pembangunan desa berbentuk
melibatkan masyarakat dalam
merencanakan program yang akan
dibangun untuk memenuhi
kebutuhan yang menjadi kebutuhan
masyarakat. Proses perencanaan itu
berbentuk musyawarah yang dimulai
dari tingkat dusun. Dalam
musyawarah ini, memberikan
kesempatan kepada masyaarakat
untuk menyampaikan ide-ide,
gagasan dan usulan. Dari usulan
tersebut masyarakat menganggapnya
mereka membutuhkan program
pembangunan tersebut.
Setelah usulan-usulan dari
masyarakat terhimpun dengan segala
manfaat dan tujuan yang ingin
dicapai, selanjutnya dusun membawa
usulan-usulan tersebut dalam
musyawarah pembangunan desa
(Musrembangdes). Musyawarah ini
diadakan dalam lembaga
pemberdayaan masyarakat,
4
4
kemudian pemerintah desa
menimbang dengan segala manfaat
dan tujuannya. Dari situlah
pemerintah dapat memutuskan
program apa yang akan di jalankan
dan sesuai dengan anggaran PAD.
Apabila PAD banyak, dimungkinkan
untuk menjalankan program-program
yang diusulkan masyarakat. Setelah
diketahui program yang akan
dijalankan, maka pemerintah
menyusun rencana program
pembangunan dengan menentukan
program mana yang lebih dahulu di
jalankan, penetapan waktu
pelaksanaannya dan batas akhir
penyelesaiannya.
Pemerintah menyadari akan
pentingnya pembangunan desa.
Berbagai bentuk dan program untuk
mendorong percepatan pembangunan
kawasan pedesaan telah dilakukan
oleh pemerintah, namun hasilnya
masih belum signifikan dalam
meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu, pembangunan desa harus
dilakukan secara terencana dengan
baik dan harus menyentuh kebutuhan
masyarakat desa.
Pembangunan desa ke depan
harus terencana dengan baik
berdasarkan hasil analisis atau kajian
yang menyeluruh terhadap segenap
potensi (kekuatan dan peluang) dan
permasalahan (kelemahan dan
hambatan/ancaman) yang dihadapi
desa. Hasil analisis terhadap potensi
dan permasalahan yang ada dan
mungkin akan muncul di masa
mendatang inilah yang menjadi
bahan dasar bagi perencanaan dan
program pembangunan desa di masa
mendatang dengan melibatkan
seluas-luasnya partisipasi
masyarakat.
Kabupaten Bintan merupakan
daerah di Provinsi Kepulauan Riau
yang memiliki 36 Desa. Untuk itu
pemerintah Kabupaten Bintan
membuat kebijakan untuk mengatur
agar pembangunan desa lebih tepat
sasara. Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa dijelaskan
bahwa Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa yang
selanjutnya disingkat (RPJM – Desa)
adalah dokumen perencanaan untuk
periode 5 ( lima ) tahun yang
memuat arah kebijakan
pembangunan Desa, dalam perda ini
juga dijelaskan tentang Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa
yang selanjutnya (MUSRENBANG
DESA) adalah forum musyawarah
tahunan yang dilaksanakan secara
partifipatif oleh para pemangku
kepentingan Desa (pihak
berkepentingan untuk mengatasi
permasalahan Desa dan pihak yang
akan terkena dampak hasil
musyawarah) untuk menyepakati
rencana kegiatan di Desa.
Pada Pasal 2 dijelaskan bahwa
dalam pembangunan harus
menyiapkan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa yang
selanjutnya disingkat (RPJM – Desa)
adalah dokumen perencanaan untuk
periode 5 ( lima ) tahun yang
memuat arah kebijakan
pembangunan Desa, arah kebijakan
keuangan Desa, kebijakan umum dan
program Satuan Kerja Perangkat
Daerah ( SKPD ), lintas SKPD dan
program prioritas kewilayahan
disertai dengan rencana kerja
5
5
RPJM Desa adalah dokumen
perencanaan untuk periode 5 (lima)
tahun yang memuat strategi dan arah
kebijakan pembangunan desa, arah
kebijakan keuangan desa dan
program prioritas kewilayahan, yang
disertai dengan rencana kerja. RPJM
Desa disusun untuk menjadi panduan
atau pedoman bagi komunitas desa
dan supradesa, dalam rangka
mengelola potensi maupun persoalan
di desa Karena itu, RPJM Desa
merupakan dokumen perencanaan
yang terintegrasi dengan
perencanaan pembangunan
kabupaten/kota.
RPJM Desa kemudian
dijabarkan dalam Rencana Kerja
Pembangunan desa (RKP-Desa)
sekaligus dengan penganggarannya
yang disebut Anggaran Pendapatan
dan Belanja desa (APB-Desa).
Kedua dokumen ini, RKP Desa dan
APB Desa merupakan hasil (output)
dari musrenbang tahunan. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa
disusun RPJM Desa sebagai satu
kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan daerah
kabupaten/kota, sehingga dalam
penyusunannya perlu memperhatikan
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJM
Kabupaten/Kota). RPJM Desa
ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Demikian kerangka pelaksanaan
pembangunan dalam RPJM Desa
menjawab 3 (tiga) pertanyaan dasar,
yaitu: Apa yang menjadi arah
pembangunan desa dan apa hasil
yang hendak dicapai pada 5 (lima
tahun) mendatang? Bagaimana upaya
yang dilakukan oleh pemerintahan
desa dan pemangku kepentingan lain
untuk mencapainya?
Langkahlangkah strategis apa saja
yang perlu dilakukan agar tujuan
tercapai? (Permendagri No. 050
Tahun 2007).
Dokumen RPJM Desa
merupakan hasil kesepakatan
berbagai unsur dan kekuatan politik
dalam kerangka mekanisme
kenegaraan yang diatur melalui
undang-undang. Dengan kata lain,
RPJM Desa sebagai sebuah produk
politik yang dalam penyusunannya
melibatkan proses konsultasi dengan
kekuatan politis terutama kepala desa
dan BPD (Sutopo, 2006:40) :
1. dilakukan konsultasi dengan
kepala desa untuk
penerjemahan yang tepat dan
sistematis atas visi, misi, dan
program kepala desa ke
dalam tujuan, strategi,
kebijakan, dan program
pembangunan desa;
2. melibatkan BPD dalam
proses penyusunan RPJM
Desa; rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa,
beberapa pokok pikiran BPD
menjadi acuan dalam proses
penyusunan RPJM Desa;
3. review, saran dan masukan
dari berbagai pihak yang
berkepentingan berkaitan
terhadap rancangan RPJM
Desa;
4. dilakukan pembahasan
terhadap Rancangan
Peraturan Desa (Perdes)
RPJM Desa;
5. pengesahan RPJM Desa
sebagai Peraturan Desa yang
mengikat semua pihak untuk
melaksanakannya dalam lima
tahun ke depan
6
6
Proses penyusunan RPJM Desa
diharapkan menghasilkan sebuah
dokumen perencanaan yang benar-
benar berkulitas dan terukur. RPJM
Desa yang baik tidak hanya mampu
mengakomodasikan aspirasi
masyarakat tetapi memiliki bobot
yang memadai, tingkat adaptasi
tinggi terhadap perubahan dan dapat
diimplementasikan secara optimal.
RPJM Desa dapat membantu
pemerintah desa dalam memetakan
kebutuhan secara komprehensif dan
memformulasi kan strategi yang bagi
setiap sektor-unit kerja untuk
mecapai tujuan yang telah ditetapkan
serta menjalankan fungsi
kepemerintahan yang baik (good
governance). RPJM Desa sebagai
dokumen penting sangat dibutuhkan
sebagai kerangka acuan kebijakan
pelaksanaan pembangunan desa
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun.
Melalui dokumen ini, pemerintah
desa dapat memantau, mengukur
target kinerja, hasil, dan dampak
program pembangunan secara jelas
dan terarah berdasarkan visi dan misi
yang telah ditetapkan. RPJM Desa
juga sebagai alat kontrol bagi publik
terhadap pemerintah desa dalam
menjalankan fungsi dan
kedudukannya secara transparan dan
akuntabel.
Namun fenomena yang terjadi
saat ini adalah bahwa desa yang ada
di Kabupaten Bintan masih ada
pembangunan yang belum tepat
sasaran, para pemerintah desa tidak
memahami pembuatan perencanaan
desa, dan tidak melibatkan
masyarakat. Selama ini banyak
perencanaan pembangunan yang
berhasil, namun gagal dalam
membangun keinginan sosial.
Banyak perencanaan telah berhasil,
namun gagal dalam membangun
keinginan sosial. Daya tahan
terhadap keretanan dan penguatan
nilai-nilai kultural di masyarakat
masih kurang. Perangkat desa
dianggap belum memahami paham
dan mengerti tahap perencanaan
pembangunan serta pengelolaan dana
dengan baik.
Air Glubi merupakan salah
satu desa yang ada di Kabupaten
Bintan, desa ini baru dimekarkan dan
saat ini sedang dalam masa
pembangunan. Ada beberapa hal
yang masih menjadi permasalahan di
Desa Air Glubi yaitu dari segi
pembangunan masih banyak yang
harus kembali diperhatikan seperti
sarana kesehatan dan sarana
pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari
Persentase buta aksara di Desa Air
Glubi, Kecamatan Bintan Pesisir
hampir 60 persen masyarakat Air
Glubi buta aksara. Hal ini
dikarenakan minimnya sarana
pendidikan di Desa Air Glubi,
program pendidikan luar sekolah
juga kurang berjalan baik. Salah
satunya program Paket A
(Pendidikan Kesetaraan Sekolah
Dasar). Kebanyakan masyarakat di
desa yang terdiri dari 244 KK ini
menurutnya berprofesi sebagai
nelayan. Rata-rata mereka yang
dulunya tidak sekolah, menjalankan
program paket A ini untuk bisa baca
tulis. Kemudian saran kesehatan
yang belum memadai, hanya ada 1
puskesmas pembantu dan 1 orang
perawat, ini juga tidak berjalan
efektif karena kekurangan sarana
prasarana yang memadai. (Sumber :
7
7
Laporan Tahunan Desa SAir Glubi
2015)
Aspek-aspek dalam
pembangunan antara lain meliputi
salah satunya adalah aspek non fisik.
Dimana pembangunan seharusnya
memberikan hasil-hasil yang nyata
bagi masyarakat. Aspek ini
menitikberatkan pada kajian manusia
dari segi karakteristik perilakunya.
Pada aspek ini manusia dipandang
sebagai fokus utama dari kajian
geografi dengan memperhatikan pola
penyebaran manusia dalam ruang
dan kaitan perilaku manusia dengan
lingkungannya. Beberapa kajian
pada aspek ini antara lain : Aspek
Sosial yaitu membahas tentang adat,
tradisi, kelompok masyarakat dan
lembaga sosial. Aspek Ekonomi
yaitu membahas tentang industri,
perdagangan, pertanian, transportasi,
pasar dan sebagainya. Aspek Budaya
yaitu membahas tentang Pendidikan,
agama, bahasa, kesenian dan lain-
lain. dan aspek Politik misalnya
membahas tantang kepartaian dan
pemerintahan. Permasalahan terjadi
karena aparatur desa Glubi baik
pemerintah desa, BPD, maupun
tokoh masyarakat tidak memahami
tentang RPJM Desa, banyak
pembangunan yang tidak sesuai
dengan RPJM, hal ini dikarenakan
kurangnya pemahaman para aparatur
desa terhadap penyusunan RPJM
mulai dari rencana pembangunan
sampai dengan pendanaan. Mengacu
dari uraian tersebut, serta
berdasarkan kepada gejala-gejala
yang dijumpai dilapangan, maka
penulis bermaksud mengadakan
sebuah penelitian ilmiah dengan
judul “IMPLEMENTASI
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN BINTAN NOMOR
3 TAHUN 2009 TENTANG
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DESA AIR
GLUBI KECAMATAN BINTAN
PESISIR (Studi Pada Pasal 2
Tentang Rencana Pembangunan
Desa (RPJM – Desa) Tahun 2011-
2016”
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan pada
permasalahan yang telah diuraikan,
maka untuk memudahkan
pembahasan, peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut: Bagaimana
Implementasi Peraturan Daerah
Kabupaten Bintan Nomor 3 Tahun
2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa Air Glubi
Kecamatan Bintan Pesisir Pada Pasal
2 Tentang Rencana Pembangunan
Desa (RPJM – Desa) Tahun 2011-
2016 ?
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian
a. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut : Untuk
mengetahui Implementasi
Peraturan Daerah Kabupaten
Bintan Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa Air Glubi
Kecamatan Bintan Pesisir
Pada Pasal 2 Tentang
Rencana Pembangunan Desa
(RPJM – Desa) Tahun 2011-
2016.
8
8
D. Konsep Operasional.
Untuk lebih terarahnya
penelitian yang dilakukan dilapangan
maka perlu dikemukakan kerangka
penelitian yang dapat membantu
dalam proses penelitian. Konsep-
konsep yang masih abstrak sifatnya
tersebut dioperasionalkan agar hasil
dari penelitian yang dilakukan dapat
lebih mencapai tujuan seperti yang
diharapkan. Dari implementasi
tersebut membuat pro dan kontra di
kalangan masyarakat. Untuk itu,
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Implementasi
Peraturan Daerah Kabupaten Bintan
Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Perencanaan Pembangunan Desa,
yang meliputi fenomena dengan
merujuk pada teori yang
dikemukakan oleh Rondinelli dalam
Subarsono (2011 : 101)
mengemukakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi
Implementasi kebijakan program-
program pemerintah yang bersifat
desentralisasi. Faktor-faktor tersebut
diantaranya :
1. Kondisi lingkungan.
Lingkungan sangat
mempengaruhi implementasi
kebijakan, yang dimaksud
lingkungan ini mencakup
keterlibatan penerima
program. Hal ini dapat dilihat
indikator : Adanya
keterlibatan masyarakat
dalam program pembangunan
di Desa Air Glubi seperti
memberikan ide dalam
program pembangunan
khususnya pembangunan non
fisik pendidikan dan
kesehatan.
2. Hubungan Antar Organisasi.
Dalam banyak program,
implementasi sebuah
program perlu dukungan dan
koordinasi dengan instansi
lain. Untuk ini diperlukan
koordinasi dan kerjasama
antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
Hal ini dapat dilihat
indikator:
a. Adanya hubungan
antar pemerintah desa
dan pemerintah
daerah dalam prioritas
perencanaan
pembangunan di Desa
Air Glubi
b. Adanya koordinasi
dalam Perda
Kabupaten Bintan
Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perencanaan
Pembangunan dengan
instansi terkait seperti
pihak desa, kecamatan
dan Bappeda.
3. Sumberdaya organisasi untuk
implementasi program.
Implementasi kebijakan perlu
didukung sumberdaya baik
sumberdaya manusia (human
resources) maupun
sumberdaya non-manusia
(non human resources). Hal
ini dapat dilihat indikator :
a. Dukungan sumber
daya manusia yang
dapat dilihat dari
pemahaman aparatur
desa.
b. Dukungan pendanaan
dalam pembangunan
dan pelaksanaan
Perda Kabupaten
Bintan Nomor 3
9
9
Tahun 2009 Tentang
Perencanaan
Pembangunan
4. Karakteristik dan
kemampuan agen pelaksana
yang dimaksud karakteristik
dan kemampuan agen
pelaksana adalah mencakup
struktur birokrasi, norma-
norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya ini
akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
Hal ini dapat dilihat indikator
: Adanya pola hubungan
dalam Perda Kabupaten
Bintan Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perencanaan
Pembangunan
E. Metode Penelitiann
Dalam penelitian ini
menggunakan jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang dilakukan
terhadap variable mandiri tanpa
membuat perbandingan dengan
variable yang lain. Menurut
Sugiyono (2005:6) penelitian
deskriptif adalah penelitian yang
dilakukan terhadap variabel mandiri,
yaitu tanpa membuat perbandingan
atau menghubungkan dengan
variabel lain. Penelitian deskriptif
bermaksud memberikan gambaran
suatu gejala sosial atau fenomena
sosial tertentu yang menyangkut
permasalahan penelitian. Sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. pendekatan
kualitatif digunakan dalam usaha
memperoleh pemahaman yang lebih
baik dan mendalam mengenai
permasalahan penelitian yakni
Implementasi Peraturan Daerah
Kabupaten Bintan Nomor 3 Tahun
2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa
F.. Teknik Analisa Data
Analisis data yang digunakan
untuk menganalisa data-data yang
didapat dari penelitian ini adalah
analisis deskriptif kualitatif.
Meleong (2006:35), menyatakan
bahwa “ analisa data kualitatif
adalah proses penginstansian dan
pengurutan data kedalam pola dan
katagori serta satuan uraian dasar,
sehingga dapat dikemukakan tema
seperti yang disarankan oleh
data”. Sedangkan langkah-
langkah analisa yang dilakukan
adalah : menelaah semua data
yang tersedia dari berbagai
sumber, reduksi data yang
dilakukan dengan membuat
abstraksi, menyusun kedalam
satuan-satuan, pengatagorian data
sambil membuat koding,
mengadakan pemeriksaan
keabsahan data dan penafsiran
data secara deskriptif. Untuk itu
data-data yang terkumpul baik itu
data primer maupun data sekunder
yang di diperoleh dari wawancara,
maka akan diorganisir dan
disusun. Setelah tersusun
kemudian dilakukan penafsiran
dan pembahasan terhadap data
yang dikemukakan itu
10
10
LANDASAN TEORITIS
A. Kebijakan Publik
Kebijakan pada dasarnya
merupakan ketentuan-ketentuan yang
harus dijadikan pedoman, pegangan
atau petunjuk bagi setiap usaha dan
kegiatan dari aparatur
pemerintah/pegawai.Kebijakan
dengan demikian mencakup
keseluruhan petunjuk organisasi.
Dengan kata lain,kebijakan adalah
hasil keputusan manajemen puncak
yang dibuat dengan hati-hati yang
intinya berupa tujuan-tujuan, prinsip-
prinsip dan aturan-aturan yang
mengarahkan organisasi melangkah
kemasa depan. Secara ringkas
ditegaskan bahwa hakikat kebijakan
sebagai petunjuk dalam organisasi.
Kebijakan dan kebijaksanaan
memiliki perbedaan, kebijakan
merupakan penambahan manfaat
tertentu di luar aturan yang
ada.Sedangkan kebijaksanaan
merupakan suatu sikap yang
membuat suasana baik semua tidak
merugikan satu sama lainnya.
Kebijaksanaan mengandung makna
mengenyampingkan aturan tentang
sesuatu yang pernah ditetapkan
karena alasan tertentu dengan
disertai dengan syarat.Sedangkan
kebijakan merupakan pengambilan
terhadap berbagai alternatif
kemudian diambil keputusan tentang
alternatif yang terbaik.
Kemudian Siagian (2007: 49)
menyebutkan bahwa, “kebijaksanaan
adalah serangkaian keputusan yang
sifatya mendasar untuk dipergunaan
sebagai landasan bertindak dalam
usaha untuk mencapai suatu tujuan
yang ditetapkan
sebelumnya”.Selanjutnya James E.
Annderson (Wahab : 2002)
menyebutkan bahwa, “kebijasanaan
merupakan sebagai perilaku dari
sejumlah aktor (pejabat, kelompok,
instansi pemerintah) atau
serangkaian aktor dalam suatu
bidang kegiatan tertentu”.
Kebijakan itu merupakan
rumusan suatu tindakan yang
dikembangkan dan diputuskan oleh
instansi atau pejabat pemerintah
guna mengatasi atau
mempertahankan suatu kondisi.
Sedangkan menurut Friedich
(Agustino:2006:7) kebijakan adalah
serangkaian tindakan atau kegiatan
yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok, atau pemerintah, dalam
suatu lingkungan tertentu dimana
terdapat hambatan-hambatan atau
kesulitan-kesulitan dan
kemungkinan-kemungkinan dimana
kebijakan itu diusulkan agar berguna
dalam mengatasinya untuk mencapai
tujuan yang dimaksud.
Maka dapat disimpulkan bahwa
kebijakan itu merupakan serangkaian
tindakan atau kegiatan yang
diusulkan oleh seseorang atau
pemerintah, untuk mengatasi suatu
persoalan atau permasalahan yang
terdapat dalam masyarakat, sehingga
dengan kebijakan ini diharapkan
akan dapat mengatasi permasalahan
yang terdapat dalam masyarakat,
sehingga dengan kebijakan ini
diharapkan akan dapat mengatasi
permasalahan tersebut.
Kebijakan publik adalah hasil
pengambilan keputusan oleh
manajemen puncak baik berupa
11
11
tujuan, prinsip, maupun aturan yang
berkaitan dengan hal-hal strategis
untuk mengarahkan manajer dan
personel dalam menentukan masa
depan organisasi yang berimplikasi
bagi kehidupan masyarakat. Suatu
kebijakan publik yang telah diterima
dan disahkan (adapted) tidaklah akan
ada artinya apabila tidak
dilaksanakan. Untuk itu
implementasi kebijakan publik
haruslah berhasil, malahan tidak
hanya implementasinya saja yang
berhasil, akan tetapi tujuan (goal)
yang terkandung dalam kebijakan
publik itu haruslah tercapai yaitu
terpenuhinya kepentingan
masyarakat (public inters).
Kebijakan publik adalah sebagai
kebijakan yang dibuat oleh badan-
badan pemerintah dan para aktor
politik yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah
publik.Menurut Dye
(Subarsono:2011:2) kebijakan publik
adalah apapun pilihan pemerintah
untuk melakukan atau tidak
melakukan. Dari pendapat diatas
dijelaskan bahwa kebijakan publik
mencakup sesuatu yang tidak
dilakukakn oleh pemerintah
disamping yang dilakukan oleh
pemerintah ketika pemerintah
menghadapi suatu masalah publik.
Suatu kebijakan yang telah diterima
dan disahkan tidaklah akan ada
artinya apabila tidak dilaksanakan.
Menurut Woll (Tangkilisan:
2003:2) menyebutkan bahwa
kebijakan publik ialah sejumlah
aktivitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di masyarakat,
baik secara langsung maupun
melalui berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Thomas R Dye
sebagaimana dikutip Islamy (2009:
19) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai apapun yang dipilih
pemerintah untuk dilakukan atau
untuk tidak dilakukan
B. Implementasi Kebijakan
Menurut Nugroho (2012:294)
menjelaskan implementasi kebijakan
pada prinsipnya adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya, untuk itu ada dua langkah
yang ada yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk
program dan melalui turunan dari
kebijakan publik tersebut. Adapun
kebiajakn publik yang langsung
operasional yaitu Keputusan Kepala
Daerah, Keputusan Kepala Dinas,
dan sebagainya. Pasolong (2010:57)
mendifinisikan implementasi sebagai
rangkuman dari berbagai kegiatan
yang didalamnya sumber daya
manusia mengunakan sumberdaya
lain untuk mencapai sasaran strategi.
Dan Grindle mengungkapkan
implementasi sering dilihat sebagai
suatu proses yang penuh dengan
muatan politik dimana mereka yang
berkepentingan berusaha sedapat
mungkin mempengaruhinya. Untuk
lebih mudah dalam memahami
pengertian implementasi kebijakan
Lineberry (dalam Putra Fadillah,
2003:81) menspesifikasikan proses
implementasi setidak-tidaknya
memiliki elemenelemen sebagai
berikut :
1. Pembentukan unit organisasi
baru dan staf pelaksana
2. Penjabaran tujuan ke dalam
berbagai aturan pelaksana
12
12
(standard operating procedure
/ SOP)
3. Koordinasi berbagai sumber
dan pengeluaran kepada
kelompok sasaran;
4. Pengalokasian sumber-
sumber untuk mencapai
tujuan.
Salah satu komponen utama
yang ditonjolkan oleh Lineberry,
yaitu pengambilan kebijakan
(piolicy-making) tidaklah berakhir
pada saat kebijakan itu dikemukakan
atau diusulkan, tetapi merupakan
kontinuitas dari pembuatan
kebijakan. Purwanto dan
Sulistyastuti (2012:64) Realitasnya,
didalam implementasi itu sendiri
terkandung suatu proses yang
kompleks dan panjang Proses
implementasi sendiri bermula sejak
kebijakan ditetapkan atau memiliki
payung hukum yang syah. Seorang
ahli mengambarkan kompleksitas
dalam upaya mewujudkan kebijakan
dalam proses impementasi yaitu „‟ it
refres to the process of converting
financial, material, technical, and
human inputs into output – goods
and services”
Hanya setelah melalui proses
yang kompleks tersebut maka akan
dihasilkan apa yang disebut sebagai
policy outcomes : suatu kondisi
dimana implementasi tersebut
menghasilkan realisasi kegiatan yang
berdampak pada tercapainya tujuan-
tujuan kebijakan yang ditetapkan
sebelumnya. Dampak kebijakan yang
paling nyata adalah adanya
perubahan kondisi yang dirasakan
oleh kelompok sasaran, yaitu dari
kondisi yang satu ke kondisi yang
lebih baik. Menurut Nugroho
(2012:711) implementasi kebijakan
dalam konteks manajemen berada
dalam kerangka organizing-leading-
controlling.Jadi, ketika kebijakan
sudah dibuat, tugas selanjutnya
adalah mengorganisasikan,
melaksanakan kepemimpinan untuk
memimpin pelaksanaan, dan
melakukan pengendalian
pelaksanaan.
Menurut Subarsono
(2011:101) keberhasilan
implementasi kebijakan akan
ditentukan oleh banyak variabel atau
faktor, dan masing-masing variabel
tersebut saling berhubungan satu
sama lain. Berkaitan dengan faktor
yang mempengaruhi implementasi
kebijakan suatu program, menurut
Rondinelli dalam Subarsono (2011 :
101) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi
Implementasi kebijakan program-
program pemerintah yang bersifat
desentralisasi. Faktor-faktor tersebut
diantaranya :
1. Kondisi lingkungan.
Lingkungan sangat
mempengaruhi implementasi
kebijakan, yang dimaksud
lingkungan ini
mencakupsosio cultural serta
keterlibatan penerima
program.
2. Hubungan Antar Organisasi.
Dalam banyak program,
implementasi sebuah
program perlu dukungan dan
koordinasi dengan instansi
lain. Untuk ini diperlukan
koordinasi dan kerjasama
13
13
antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
3. Sumberdaya organisasi untuk
implementasi program.
Implementasi kebijakan perlu
didukung sumberdaya baik
sumberdaya manusia (human
resources) maupun
sumberdaya non-manusia
(non human resources).
4. Karakteristik dan
kemampuan agen pelaksana
yang dimaksud karakteristik
dan kemampuan agen
pelaksana adalah mencakup
struktur birokrasi, norma-
norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya ini
akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
Untuk mengidentifikasi unsur –
unsur kapasitas organisasi dalam
Implementasi Sebelum kegiatan
penyampaian berbagai keluaran
kebijakan dilakukan kepada
kelompok sasaran dimulai, perlu
didahului dengan penyampaian
informasi kepada kelompok sasaran,
tujuan pemberian informasi ini
adalah agar kelompok sasaran atau
masyarakat memahami kebijakan
yang akan di implementasikan
sehinga mereka tidak hanya akan
dapat menerima berbagai program
yang diinisialisasi oleh pemerintah
akan tetapi berpartisipasi aktif dalam
upaya untuk mewujudkan tujuan-
tujuan kebijakan.
Van Meter dan Van Horn (dalam
Subarsono, 2011;99) mengemukakan
bahwa terdapat enam variabel yang
mempengaruhi kinerja implementasi,
yakni;
1) Standar dan sasaran
kebijakan, di mana standar
dan sasaran kebijakan harus
jelas dan terukur sehingga
dapat direalisir.
2) Sumberdaya, dimana
implementasi kebijakan
perlu dukungan sumberdaya,
baik sumber daya manusia
maupun sumber daya non
manusia.
3) Hubungan antar organisasi,
yaitu dalam banyak
program, implementor
sebuah program perlu
dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain,
sehingga diperlukan
koordinasi dan kerja sama
antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
4) Karakteristik agen pelaksana
yaitu mencakup stuktur
birokrasi, norma-norma dan
pola-pola hubungan yang
terjadi dalam birokrasi yang
semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi
suatu program.
5) Kondisi sosial, politik, dan
ekonomi. Variable ini
mencakup sumberdaya
ekonomi lingkungan yang
dapat mendukung
keberhasilan implementasi
kebijakan, sejauh mana
kelompok-kelompok
kepentingan memberikan
dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para
partisipan, yakni mendukung
atau menolak, bagaimana
sifat opini public yang ada di
14
14
lingkungan, serta apakah
elite politik mendukung
implementasi kebijakan.
6) Disposisi implementor yang
mencakup tiga hal yang
penting, yaitu respon
implementor terhadap
kebijakan, yang akan
mempengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan
kebijakan, kognisi yaitu
pemahaman terhadap
kebijakan, intensitas
disposisi implementor, yaitu
preferensi nilai yang dimiliki
oleh implementor.
Menurut Sabartier dalam
Purwanto dan Sulistiatuti (2012:19)
menyebutkan, setelah mereview
berbagai penelitian implementasi,
ada enam variabel utama yang
dianggap memberi kontribusi
keberhasilan atau kegagalan
implementasi. Enam variabel
tersebut adalah :
a. Tujuan atau sasaran
kebijakan yang jelas dan
konsisten
b. Dukungan teori yang kuat
dalam merumuskan
kebijakan
c. Proses implementasi
memiliki dasar hukum
yang jelas sehingga
menjamin terjadi
kepatuhan para petugas di
lapangan dan kelompok
sasaran
d. Komitmen dan keahlian
para pelaksana kebijakan
e. Dukungan para
stakeholder
f. Stabilitas kondisi sosial,
ekonomi, dan politik.
Salah satu pendapat yang sangat
singkat dan tegas tentang
keberhasilan implementasi atau
kegagalan dari implementasi
kebijakan disampaikan oleh Weimer
dan Vining dalam Pasolong
(2010:59), setelah mempelajari
berbagai literature tentang
implementasi, menurut mereka ada
tiga faktor umum yang
mempengaruhi keberhasilan yaitu :
a. Logika yang digunakan oleh
suatu kebijakan, yaitu sampai
berapa benar teori yang
menjadi landasan kebijakan
atau seberapa jauh hubungan
logis antara kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dengan tujuan
atau sasaran yang telah
ditetapkan
b. Hakekat kerjasama yang
dibutuhkan, yaitu apakah
semua pihak yang terlibat
dalam kerjasama telah
merupakan suatu assembling
produktif dan
c. Ketersediaan sumber daya
manusia yang memiliki
kemampuan, komitmen untuk
mengelola pelaksanaanya.
C. Desa
Desa atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam Sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
15
15
Kemudian lebih lanjut dijelaskan
Unang Sunardjo (Wasistiono,
2006:10) bahwa: “Desa adalah suatu
kesatuan masyarakat hukum
berdasarkan adat dan Hukum Adat
yang menetap dalam suatu wilayah
tertentu batas-batasnya, memiliki
ikatan lahir bathin yang sangat kuat,
baik karena seketurunan maupun
karena sama-sama memiliki
kepentingan politik, ekonomi, sosial
dan keamanan, memiliki susunan
pengurus yang dipilih bersama,
memiliki kekayaan dalam jumlah
tertentu dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya
sendiri”.
Desa merupakan suatu kesatuan
yang utuh yang memiliki bentuk
pemerintahan yang diatur menurut
ketentuan perundang-undangan.
otonomi desa merupakan otonomi
yang asli, utuh dan bulat serta bukan
merupakan pemberian dari
pemerintah. hak berian merupakan
kewenangan yang diperoleh oleh
satu unit pemerintahan pada tingkat
tertentu atas dasar pemberian oleh
unit pemerintahan yang lebih tinggi.
sedangkan hak bawaan merupakan
serangkaian hak yang muncul dari
suatu proses sosial, ekonomi, politik
dan budaya dari suatu masyarakat
hukum tertentu, termasuk hasil dari
proses interaksi dengan persekutuan-
persekutuan masyarakat hukum
lainnya. legitimasi otonomi desa
bertolak dari pengakuan akan hak
asal usul dan adat istiadat serta
keaslian kehidupan capital social
dalam lingkungan civil society
masyarakat desa.
Desa yang bersifat administratif
merupakan desa hasil pemekaran,
karena transmigrasi ataupun karena
alasan lain yang warganya pluralistis,
majemuk, ataupun heterogen. desa
tersebut dikategorikan sebagai desa
dinas. desa dinas merupakan
lembaga pemerintah yang berkaitan
langsung dengan masalah-masalah
administrasi kepemerintahan. desa
ini dikepalai oleh seorang
lurah/kepala desa.
Sadu wasistiono (2003:59)
membagi desa berdasarkan asal-usul
dan ikatan kekerabatan penduduknya
ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a. desa geneologis murni,
dimana lebih dari 75%
penduduknya masih
memiliki ikatan
kekerabatan pada derajat
kedua, ke samping dan ke
bawah;
b. desa campuran, dimana
50% penduduknya masih
memiliki ikatan
kekerabatan pada derajat
kedua, ke samping dan ke
bawah;
c. desa teritorial, dimana
kurang dari 25%
penduduknya masih
memiliki ikatan
kekerabatan pada derajat
kedua, ke samping dan ke
bawah.
Desa yang dibentuk
merupakan organisasi pemerintah
terendah langsung di bawah
camat yang mempunyai hak,
wewenang dan kewajiban
sebagai berikut:
16
16
1. Hak
a. Menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri
b. Melaksanakan peraturan
dan ketentuan-ketentuan
dari pemerintah pusat dan
pemerintah daerah
2. Wewenang
Menyelenggarakan
musyawarah desa untuk
membicarakan masalah-
masalah yang menyangkut
pemerintahan desa dan
kehidupan masyarakat
desanya.
3. Kewajiban
Menjalankan pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan
masyarakat didesa yang
bersangkutan.
Pemerintah Desa atau yang
disebut dengan nama lain adalah
Kepala Desa dan Perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa memiliki tugas
dan kewenangan sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan. Dalam
pemerintahan daerah kabupaten/kota
dibentuk pemerintahan desa yang
terdiri dari pemerintah desa dan
Badan Permusyawaratan Desa
(BPD). Pemerintah desa terdiri atas
kepala desa dan perangkat desa.
Menurut Solekhan (2012:63, sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan
desa, pemerintah desa mempunyai
tugas untuk menyelenggarakan
urursan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan.
Kepala desa dipilih secara langsung
oleh masyarakat desanya. Dalam
pemilihan kepala desa, calon yang
memperoleh suara terbanyak
ditetapkan sebagai kepala desa
terpilih. Untuk desa yang memiliki
hak tradisional yang masih hidup dan
diakui keberadaannya, pemilihan
kepala desanya dilakukan
berdasarkan ketentuan hukum adat
setempat, yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah dengan
berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
D. Pembangunan Desa
Pembangunan menurut Siagian
(2001:2-3) adalah:” suatu usaha atau
rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan berencana yang dilakukan
secara sadar oleh suatu bangsa,
negara dan pemerintah menuju
modernitas dalam rangka pembinaan
tugas.”
Sedangkan menurut
Tjokromidjojo (2000:7) yang
dimaksud dengan pembangunan
adalah keseluruhan dari proses
kegiatan pengendalian usaha untuk
merealisasikan pertumbuhan yang
berencana kearah modernisasi serta
kemajuan dalam bidang sosial
ekonomi. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengertian pembangunan adalah
suatu proses perubahan
sosial/masyarakat yang berencana
kearah kemajuan yang menyangkut
berbagai segi kehidupan guna
mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat dan
bangsa. Sedangkan pembangunan
desa adalah usaha pembangunan dari
masyarakat pada unit pemerintahan
yang terendah yang harus
dilaksanakan dan dibina terus
menerus sistematis dan terarah
sebagai usaha pembangunan negara
yang menyeluruh.
17
17
Berkaitan dengan keberhasilan
pembangunan desa, maka hendaknya
setiap kepala desa dapat mengacu
dan memahami tentang arti
pentingnya pembangunan
desa bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa. Dengan demikian
semakin jelas bahwa pembangunan
desa merupakan miniatur dari
pembangunan yang lebih luas, yaitu
pembangunan nasional. Dalam
pembangunan desa juga terintegrasi
dengan program-program
pembangunan yang bersifat makro,
mulai dari tingkat kecamatan,
kabupaten dan kota, propinsi dan
nasional yang kesemuanya bermuara
di tngkat pedesaan/kelurahan.
Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa pembangunan desa
itu memiliki beberapa unsur yang
harus ada, yaitu adanya proses,
adanya masyarakat sebagai pelaku,
adanya penentuan kebutuhan/tujuan,
adanya upaya perumusan atau
pentusunan rencana tindakan untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan, serta pelaksanaan terhadap
rencana-rencana yang telah di
sepakati bersama. Dengan kata lain
bahwa pembangunan desa adalah
perencanaan dan pengintegrasian
masyarakat. Perencanaan itu sendiri
merupakan proses untuk
menentukan, menemukan dan
memperjelas arti suatu masalah,
meningkatkan hakekat ruang lingkup
masalah, mempertimbangkan
berbagai upaya yang di perlukan
guna penanggulangannya, memilih
upaya penanggulangan yang kiranya
dapat dilaksanakan, serta
mengadakan kegiatan yang sesuai
dengan upaya yang dipilih.
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Air
Glubi
Keadaan Desa Air Glubi
sebelum pemekaran masih tertinggal
dari desa lain di wilayah Kabupaten
Bintan. Seperti minimnya fasilitas
kesehatan dan pendidikan.
Pembangunan juga belum merata
dilakukan, kehidupan masyarakat
Desa Air Glubi juga jauh dari
sejahtera. Untuk itu salah satu
konsepsi untuk menjamin adanya
bentuk pelayanan publik (public
service) adalah dengan semakin
mendekatkan ruang-ruang pelayanan
publik dengan masyarakat melalui
pemekaran desa.
Pemekaran desa pada
dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan pelayanan publik guna
mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Saat ini
luas Desa Air Glubi mencapai 1800
ha dengan jumlah penduduk sekitar
889 orang, menjadikan pelayanan
publik menjadi suatu hambatan dari
populasi jiwa maupun dengan
adanya jarak yang begitu jauh antara
domisili masyarakat dengan kantor
Desa .
Luasnya wilayah Desa Air
Glubi dengan tingginya jumlah
penduduk dapat mengakibatkan
pelayanan terhadap masyarakat tidak
maksimal oleh pemerintah Desa,
sehingga tidak efisien serta
lambatnya birokrasi dalam
18
18
mengantisifasi permasalahan yang
timbul dalam pemenuhan tuntutan
masyarakat. Dengan kondisi yang
demikian bisa mengakibatkan
munculnya kerawanan dan
kecemburuan sosial dikalangan
masyarakat.
Untuk mempercepat proses
pembangunan disegala bidang dan
meningkatkan pelayanan publik serta
mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Bahwa
Desa Air Glubi , sesuai situasi dan
kondisi dinamika masyarakatnya saat
ini, baik ditinjau dari aspek geografi,
demografi dan kondisi sosial
ekonomi, memungkinkan untuk
dimekarkan.
Desa Air Glubi merupakan
pemekaran dari Desa Kelong
Kecamatan Bintan Pesisir yang
dicetuskan pada tanggal 20 Agustus
2007 yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten
Bintan Nomor 11 tahun 2007 tentang
Pembentukan Kelurahan Toapaya
Asri di Kecamatan Gunung Kijang,
Desa Dendun, Desa Air Glubi di
Kecamatan Bintan Timur, Kelurahan
Tanjung Permai, Kelurahan Tanjung
Uban Timur di Kecamatan Bintan
Utara, Kelurahan Tembeling
Tanjung di Kecamatan Teluk Bintan,
Desa Kukup dan Desa Pulau
Pengikik di Kecamatan
Tambelan,Kelurahan Kota Baru di
Kecamatan Teluk Sebong. Setelah
dilakukan pemekaran yang
diharapkan nantinya dapat
melaksanakan berbagai
pembangunan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi lingkungan.
Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa dalam
pembangunan desa ini sudah
menerapkan partisipasi masyarakat
sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun
2009 tentang rencana pembangunan
desa, dimana dalam pembangunan
harus dilakukan secara terbuka
dimana setiap proses dan tahapan-
tahapan kegiatan pembangunan dapat
dilihat dan diketahui secara langsung
oleh seluruh masyarakat desa
kemudian juga di lakukan dengan
didasarkan partisipasi yaitu
keikutsertaan dan keterlibatan
masyarakat secara aktif dalam proses
pembangunan desa, seperti salah
satunya dengan memberikan ide-ide
dalam perencanaan pembangunan.
Berdasarkan Perda tersebut
seluruh proses harus melibatkan dan
diketahui oleh masyarakat desa,
mereka diikutsertakan dalam
kegiatan perencanaan pembangunan.
Kalau ide biasanya datang dari
orang-orang berkompeten seperti
tokoh masyarakat, tokoh pemuda.
Tidak semua masyarakat bisa
memberikan ide. Idenya macam-
macam ada pelebaran jalan,
pembuatan jembatan ( pelabuhan )
dan lain-lain sementara yang paling
penting saat ini adalah membangun
sumber daya manusia yang
berkualitas, ini semua akan di
tampung kemudian di lihat dana nya
kemudian prioritas kebutuhannyaa
baru dapat diputuskan yang mana
yang akan di bangun terlebih dahulu,
karena bukan berarti kita tidak
mendengarkan kebutuhan atau ide
19
19
dari masyarakat tetapi lebih melihat
prioritas kebutuhan.
2. Hubungan Antar Organisasi.
Di Desa ini ada koordinas
antara masyarakat dengan
pemerintah desa, kemudian
pemerintah desa dengan camat,
camat dengan Bappeda kemudian di
teruskan kepada Bupati, hal ini
memang sudah terjadi memang alur
dan prosedurnya saya rasa seperti itu,
waktu musrenbang semua terlibat
saya lihat ada pihak kelurahan,
kecamatan, kemudian hasil
musrenbang ini kemudian akan
diajukan kepada Bappeda. kemudian
Kepala Bappeda melakukan
pemantauan pelaksanaan. Tidak ada
tumpang tindih sebenarnya, namun
memang yang memutuskan terakhir
tentu saja pihak dinas karena melihat
anggaran dan prioritas.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa sudah adanya
koordinasi dan hubungan kerjasama
antara pemerintah desa dengan
pemerintah daerah untuk
pelaksanaan pembangunan di Desa
Air Glubi. Koordinasi adalah
kegiatan mengkoordinasikan segenap
kegiatan individu dan kelompok
sepanjang hirarki kewenangan.
Koordinasi mencakup rantai
komando tentang pengawasan,
delegasi dan masalah sentralisasi dan
desentralisasi. Makin berbeda fungsi
yang diawasi tentang pengawasan
berkurang, makin jauh jarak antara
fungsi yang diawasi, makin kurang
tentang pengawasan. Makin perlu
koordinasi semakin sempit tentang
pengawasan dan makin perlu
perencanaan makin sempit pula
tentang pengawasan.
Dalam pembangunan ada
koordinasi yaitu melihat daftar
prioritas masalah seperti peta
kerawanan, kemiskinan dan
pengangguran, ini akan kembali di
kaji kemudian di usulkan ke
Kecamatan untuk di biayai melalui
APBD Kabupaten Bintan dan APBD
Provinsi Kepulauan Riau,
pembangunan akan kembali kepada
dana, dan prioritas jadi dengan
koordinas yang baik akan ditemukan
pembangunan yang tepat sasaran.
Menurut Hasibuan (2005:87)
bahwa Koordinasi yaitu kegiatan-
kegiatan penyatuan, pengarahan
yang dilakukan oleh atasan terhadap
kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan
kerja yang ada. Adapun koordinasi
vertikal dalam penelitian ini akan
ditinjau dari koordinasi vertikal dan
koordinasi horizontal. Sumitro dalam
barata (2002 : 2) menjelaskan bahwa
pembangunan desa sebagi rangkaian
kerja usaha yang bertujuan
meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat yang
mencakup berbagai aspek dan
menggunakan pendekatan
kemasyarakatan, partisipasi
masyarakat dan pengorganisasian
serta pelaksanaannya diorientasikan
sepenuhnya kepada inisiatif dan
kreasi masyarakat. Lebih lanjut
dikatakan bahwa pada dasarnya
pembangunan pada suatu daerah
terdiri atas pembangunan fisik dan
pembangunan non fisik.
Berdasarkan Perda tersebut
jelas bahwa adanya hubungan antar
organisasi, yang sudah di jalankan di
20
20
Desa Air Glubi yaitu Kepala Desa
bertanggungjawab dalam pembinaan
dan pengendalian penyusunan RPJM
– Desa dan RKP – Desa;
(1) Penyusunan RPJM – Desa
dilakukan dalam forum
musyawarah perencanaan
pembangunan Desa;
(2) Badan Pemberdayaan Masyarakat
Desa Kabupaten memfasilitasi
penyelenggaraan musrenbang
Desa ;
(3) Peserta forum musrenbang Desa
terdiri atas :
a. Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Desa ( LPM –
Desa ) yang membantu
Pemerintah Desa dalam
menyusun RPJM – Desa dan
RKP – Desa;
b. Tokoh Masyarakat dan Tokoh
Agama sebagai nara sumber;
c. Rukun Warga / Rukun
Tetangga, Kepala Dusun,
Karang Taruna, Kader
pemberdayaan Masyarakat ;
d. Perwakilan masyarakat seperti
kelompok tani/nelayan,
komite sekolah dan lain-lain.
(5) Narasumber dalam penyusunan
RPJM-Desa dan RKP-Desa antara
lain ;
a. Kepala Desa;
b. Ketua dan para Anggota
Badan Permusyawaratan Desa
(BPD);
c. Camat dan Aparat Kecamatan
d. Kepala Sekolah;
e. Kepala Puskesmas;
f. Pejabat Instansi yang ada di
Desa atau Kecamatan;
g. LSM yang bekerja di Desa
yang bersangkutan
3. Sumberdaya organisasi untuk
implementasi program.
a. Dukungan sumber daya
manusia yang dapat dilihat dari
pemahaman aparatur desa.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa sumber daya
manusia yang ada di Desa Glubi
memang masih kurang memahami
tentang pembangunan desa seperti
membuat dokumen rencana
pembangunan, pelaksanaan fungsi
dan peran pemerintah desa
khususnya kepala desa sebagai
pemimpin penyelenggaraan
pemerintahan di desa dalam proses
pencapaian sasaran pembangunan
untuk pemenuhan semua aspek
belum terwujud . Hal ini dikarenakan
Desa ini sendiri merupakan desa
pemekaran baru, yang tentunya
memerlukan banyak perhatian lebih
dalam hal pembangunan infrastruktur
(fisik) dan persiapan sumber daya
manusia yang berkompeten.
b. Dukungan pendanaan dalam
pembangunan dan pelaksanaan
Perda Kabupaten Bintan Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan
Dari hasil wawancara yang
dilakukan dapat dianlisa bahwa
aparatur desa air glubi sebagai
implementor seharusnya dapat
memahami Peraturan Daerah Nomor
3 Tahun 2009 Tentang Perencanaan
21
21
Pembangunan Desa. Baik secara
kualitas yaitu pegawai memahami isi
dari Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa, maupun
kuantitas yaitu jumlah pegawai yang
menjadi implementor dari Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perencanaan Pembangunan
Desa.
Sumberdaya manusia yang tidak
memadahi (jumlah dan kemampuan)
berakibat tidak dapat
dilaksanakannya program secara
sempurna karena mereka tidak bisa
melakukan pengawasan dengan baik.
Jika jumlah staf pelaksana kebijakan
terbatas maka hal yang harus
dilakukan meningkatkan
skill/kemampuan para pelaksana
untuk melakukan program. Selama
ini pihak pemerintah desa sudah
menjalankan Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Perencanaan Pembangunan Desa
tersebut dengan baik. Beberapa
pegawai khusus di berikan tugas
untuk menjalankan Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Perencanaan Pembangunan Desa ini,
seperti meninjau langsung lokasi-
lokasi yang bermasalah, melaporkan,
kemudian menanggapi setiap
pengaduan masyarakat berkenaan
dengan pembangunan di Desa Air
Glubi, hubungan terjalin selama ini
sudah baik, mereka saling
berkoordinasi, pola hubungan ini
juga menunjukan kewenangan dan
batas-batas kewajiban masing-
masing instansi dalam pembangunan
desa.
Namun fenomena yang terjadi
adalah kesiapan aparatur desa sangat
kurang, buktinya sudah ada aturan
seperti Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa, tetapi
pembangunan juga tidak berjalan
sesuai dengan yang dibutuhkan
masyarakat, mungkin karena mereka
kurang berkoordinasi atau karena ada
alasan apa, sedangkan masyarakat
tidak begitu memahami tentang pola
hubungan mereka.
Menurut Edward III dalam
Agustino (2006:158) “Sumber daya
utama dalam implementasi kebijakan
adalah staf atau pegawai (street-level
bureaucrats). Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi
kebijakan, salah-satunya disebabkan
oleh staf/pegawai yang tidak cukup
memadai, mencukupi, ataupun tidak
kompeten dalam bidangnya.
Penambahan jumlah staf dan
implementor saja tidak cukup
menyelesaikan persoalan
implementasi kebijakan, tetapi
diperlukan sebuah kecukupan staf
dengan keahlian dan kemampuan
yang diperlukan (kompeten dan
kapabel) dalam
mengimplementasikan kebijakan”
Sumber daya utama dalam
implementasi kebijakan adalah staf
atau pegawai (street-level
bureaucrats). Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi
kebijakan, salah-satunya disebabkan
oleh staf/pegawai yang tidak cukup
memadai, mencukupi, ataupun tidak
kompeten dalam bidangnya.
Penambahan jumlah staf dan
implementor saja tidak cukup
menyelesaikan persoalan
22
22
implementasi kebijakan, tetapi
diperlukan sebuah kecukupan staf
dengan keahlian dan kemampuan
yang diperlukan (kompeten dan
kapabel) dalam
mengimplementasikan kebijakan.
Sumber daya merupakan variable
yang sangat penting dalam
implementasi kebijakan. Meskipun
kebijakan sudah dikomunikasikan
dengan jelas kepada aparat
pelaksana, tetapi jika tidak didukung
oleh tersedianya sumber daya secara
memadai untuk pelaksanaan
kebijakan,maka efektivitas kebijakan
akan sulit dicapai. Sumber daya
dalam hal ini meliputi: dana, sumber
daya manusia (staf) dan fasilitas
lainnya. Oleh karena itu agar sumber
daya yang ada dapat menunjang
keberhasilan implentasi kebijakan,
maka sumberdaya harus dipersiapkan
sedini mungkin sehingga pada saat
dibutuhkan sudah tersedia sesuai
kebutuhan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat dianalisa bahwa
Implementasi Peraturan Daerah
Kabupaten Bintan Nomor 3 Tahun
2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa Air Glubi
Kecamatan Bintan Pesisir Pada
Pasal 2 Tentang Rencana
Pembangunan Desa (RPJM – Desa)
sudah berjalan hal ini dapat dilihat
dari :
Pemerintah Desa Air Glubi
untuk menjalankan perencanaan
pembangunan yang menjunjung
tinggi asas demokrasi dan
pasrtisipasi masyarakat. Jumlah
penduduk yang besar menuntut
Pemerintah Desa Air Glubi untuk
menyelenggarakan pembangunan
yang berdasarkan aspirasi dari
masyarakat, kemudian sudah adanya
koordinasi dan hubungan kerjasama
antara pemerintah desa dengan
pemerintah daerah untuk
pelaksanaan pembangunan di Desa
Air Glubi. Koordinasi adalah
kegiatan mengkoordinasikan segenap
kegiatan individu dan kelompok
sepanjang hirarki kewenangan.
Koordinasi mencakup rantai
komando tentang pengawasan,
delegasi dan masalah sentralisasi dan
desentralisasi. Makin berbeda fungsi
yang diawasi tentang pengawasan
berkurang, makin jauh jarak antara
fungsi yang diawasi, makin kurang
tentang pengawasan. Makin perlu
koordinasi semakin sempit tentang
pengawasan dan makin perlu
perencanaan makin sempit pula
tentang pengawasan.
Sudah ada dana yang jelas
dalam melaksanakan Peraturan
Daerah Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perencanaan Pembangunan
Desa. Seperti yang disampaikan
informan bahwa dana disipkan untuk
membangun desa termasuk desa Air
Glubi. Dana yang disipkan
tergantung dengan kebutuhan setiap
desa. Bahkan Pada tahun 2017 ini,
Pemerintah Pusat masih
memfokuskan pembangunan dari
daerah pinggiran. Hal tersebut
terbukti dari meningkatnya alokasi
dana yang diperuntukkan untuk
pembangunan setiap desa. Untuk
Kabupaten Bintan saja, setiap desa
akan memperoleh Rp1,9 - 2,2
miliar. Dana desa diperuntukkan
23
23
dalam pembangunan infrastruktur
dan pemberdayaan masyarakat.
Aparatur desa air glubi
sebagai implementor seharusnya
dapat memahami Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Perencanaan Pembangunan Desa.
Baik secara kualitas yaitu pegawai
memahami isi dari Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Perencanaan Pembangunan Desa,
maupun kuantitas yaitu jumlah
pegawai yang menjadi implementor
dari Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa. Namun
minimnya pengetahuan aparatur desa
tentang Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2009 Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa dijelaskan
bahwa Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa. Kemudian
kualitas sumber daya aparatur yang
dimiliki desa masih rendah hal ini
disebabkan karena tingkat
pendidikan aparatur pada umumnya
hanya lulus Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan mengikuti Paket
C. Hal ini mengakibatkan kurangnya
pemahaman terhadap pelaksanaan
pembangunan di Desa Air Glubi,
banyak pembangunan yang hingga
saat ini belum terealisasi padahal
sudah masuk dalam rencana
pembangunan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian
agar Peraturan Daerah Kabupaten
Bintan Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perencanaan Pembangunan
Desa Air Glubi Kecamatan Bintan
Pesisir Pada Pasal 2 Tentang
Rencana Pembangunan Desa (RPJM
– Desa) berjalan leih baik, maka
dapat diberikan saran sebagai berikut
:
1. Perlu kesiapan sumber daya
manusia seperti aparatur desa
dalam memahami Peraturan
Daerah Kabupaten Bintan
Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perencanaan
Pembangunan Desa Air Glubi
Kecamatan Bintan Pesisir
Pada Pasal 2 Tentang
Rencana Pembangunan Desa
agar apa yang direncanakan
mampu direalisasi dengan
baik
2. Seharusnya pemerintah desa
mampu mendorong
masayarakat untuk
menyampaikan aspirasinya
pada perencanaan
pembangunan agar setiap
pembangunan dapat
dirasakan tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Agustino, Leo. 2002. Dasar-Dasar
Kebijakan Publik.
Alfabeta : Bandung
Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif. PT.
Remaja Rosdakarya :
Bandung
24
24
Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan
Publik Formulasi
Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo
Pasolong, Harbani. 2010. Teori
Administrasi Publik.
Bandung: Alfabeta
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma
Kritis dalam Studi
Kebijakan Publik.
Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Purwanto, Irwan Agus dan Dyah
Ratih Sulistyastuti. 2012.
Implementasi Kebijakan
Publik: Konsep dan
Aplikasinya di
Indonesia.Gava Media,
Yokyakarta.
Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok
Pemerintahan. PT Raja
Grafindo Persada : Jakarta
Siagian, 2001, Manajemen Sumber
Daya Manusia, Bumi Aksara,
Jakarta.
Subarsono, AG.2011. Analisis
kebijakan Publik : Konsep.
Teori dan.
Aplikasi.Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2005. Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan
H & D. CV. Alfabeta :
Bandung
Solekhan, Moch. 2012.
Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. Malang :
Setara Pers
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.
Implementasi Kebijakan
Publik. Yogyakarta :
Lukman.
Tjokroamidjojo. 2000. Reformasi
Nasional Penyelenggaraan
Good Governance dan
Perwujudan Masyarakat
Madani, LANRI,Jakarta.
Wahab, Solichin. 2002. Analisis
Kebijaksanaan, Dari
Formulasi Ke
Implementasi
Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
Wasistiono & Tahir, M. Irwan. 2006.
Prospek Pengembangan
Desa.. Fokusmedia.
Bandung.
Jurnal :
25
25
Rifka Linda Singal (2015) Partisipasi
Masyarakat Dalam
Pembangunan Desa (Studi
di Desa Ponompiaan
Kecamatan Dumoga
Kabupaten Bolaang
Mongondow).
ejournal.unsrat.ac.id
Syapriadi (2015) tentang
Perbandingan Perencanaan
Pembangunan Partisipatif
Dengan Perencanaan
Pembangunan Daerah.
Jurnal Demokrasi &
Otonomi Daerah, Volume
10, Nomor 1, Juni 2012,
hlm. 1-66.
Harry Cristian (2015) mengenai
Studi Tentang Pelaksanaan
Rencana Kerja
Pembangunan Desa
(RKPDes) Tahun 2013 Di
Desa Loa Janan Ulu
Kecamatan Loa Janan
Kabupaten Kutai
Kartanegara. eJournal
Pemerintahan Integratif,
2015, 3 (1) ; 190-210
ISSN 2337-8670,
ejournal.pin.or.id