ii. tinjauan pustaka 2.1. konsep program prima tani · namun sifatnya masih introduksi awal dan...

24
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Program Prima Tani Program Rintisan dan akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMATANI) merupakan program Departemen Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian yang bertujuan untuk mendorong percepatan inovasi teknologi inovatif yang dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Selain diseminasi, Prima Tani juga digunakan sebagai wahana pengkajian partisipatif, yang berarti merupakan implementasi dari paradigma baru Badan Litbang Pertanian, yakni Penelitian untuk Pembangunan (Research for Development) menggantikan paradigma lama Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Prima Tani diharapkan dapat berfungsi sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian (delevery system) maupun pelaku agribisnis (receiving system) pengguna inovasi. Prinsip yang digunakan dalam Prima Tani adalah Build, Operate and Transfer (BOT), dalam arti bahwa model inovasi yang diperkenalkan dan dimasyarakatkan merupakan sesuatu yang baru, namun sifatnya masih introduksi awal dan untuk selanjutnya diteruskan kepada institusi teknis yang melaksanakan program pengembangan dalam skala luas (Badan Litbang Pertanian, 2004). Makna Program rintisan dan Akselerasi pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMATANI) dapat dijelaskan oleh namanya sendiri. Program berarti bahwa kegiatan terencana dan dilaksanakan sistematis untuk mewujudkan tujuan yang telah diuraikan sebelumnya. Kegiatan ini merupakan

Upload: vanxuyen

Post on 28-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Program Prima Tani

Program Rintisan dan akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi

Pertanian (PRIMATANI) merupakan program Departemen Pertanian melalui

Badan Litbang Pertanian yang bertujuan untuk mendorong percepatan inovasi

teknologi inovatif yang dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Selain diseminasi, Prima Tani juga digunakan sebagai wahana

pengkajian partisipatif, yang berarti merupakan implementasi dari paradigma baru

Badan Litbang Pertanian, yakni Penelitian untuk Pembangunan (Research for

Development) menggantikan paradigma lama Penelitian dan Pengembangan

(Research and Development). Prima Tani diharapkan dapat berfungsi sebagai

penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian (delevery system) maupun pelaku

agribisnis (receiving system) pengguna inovasi. Prinsip yang digunakan dalam

Prima Tani adalah Build, Operate and Transfer (BOT), dalam arti bahwa model

inovasi yang diperkenalkan dan dimasyarakatkan merupakan sesuatu yang baru,

namun sifatnya masih introduksi awal dan untuk selanjutnya diteruskan kepada

institusi teknis yang melaksanakan program pengembangan dalam skala luas

(Badan Litbang Pertanian, 2004).

Makna Program rintisan dan Akselerasi pemasyarakatan Inovasi

Teknologi Pertanian (PRIMATANI) dapat dijelaskan oleh namanya sendiri.

Program berarti bahwa kegiatan terencana dan dilaksanakan sistematis untuk

mewujudkan tujuan yang telah diuraikan sebelumnya. Kegiatan ini merupakan

12

salah satu program utama Badan Litbang Pertanian untuk akselerasi penyebaran

inovasi teknologi pertanian pada tahun 2005-2009.

Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan berarti terobosan pembuka,

pelopor atau inisiatif, penyampaian dan penerapan inovasi teknologi pertanian

kepada dan oleh masyarakat luas. Pertama, Prima Tani haruslah dipandang

sebagai langkah inisiatif Badan Litbang Pertanian untuk mengatasi masalah

kebuntuan atau kelambatan dalam penerapan inovasi teknologi yang dihasilkan

secara luas oleh masyarakat pertanian sekaligus memperpendek waktu

(lag period) yang dibutuhkan mulai dari penciptaan inovasi teknologi sampai

penerapan oleh pengguna. Kedua, Prima Tani hanyalah tindakan pembuka atau

pelapor. Keterlibatan Badan Litbang Pertanian hanya sementara waktu.

Pembinaan Prima Tani harus segera dilepaskan kepada masyarakat dan

pemerintah setempat. Dengan demikian, pengembangan Prima Tani dilaksanakan

dengan prinsip “bangun, operasikan dan serahkan” (build, operate and transfer).

Inovasi teknologi pertanian adalah teknologi dan kelembagaan agribisnis

unggul mutakdir hasil temuan atau ciptaan Badan Litbang Pertanian. Prima Tani

merupakan wahana untuk mengintroduksikan teknologi dan kelembagaan unggul

yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Oleh karena itu, karakteristik teknologi

Prima Tani adalah teknologi unggul dan matang yang telah dihasilkan oleh Balit

Komoditas maupun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dengan

demikian, Prima Tani pada dasarnya adalah metode penelitian dan pengembangan

yang juga salah satu modus diseminasi teknologi, keduanya termasuk dalam

mandat institusional Badan Litbang Pertanian.

13

Prima Tani merupakan strategi dalam mengimplementasikan paradigma

baru Badan Litbang Pertanian tersebut. Di pandang dari segi pelaksanaan

kegiatan penelitian dan pengembangan, Prima Tani merupakan wahana untuk

pelaksanaan penelitian dan pengembangan partisipatif dalam rangka mewujudkan

penelitian dan pengembangan beroreantasi konsumen/pengguna (consumer

oriented research and development). Dilihat dari segi pelaksanaan kegiatan

desiminasi, Prima Tani merupakan wahana untuk menghubungkan secara

langsung Badan Litbang sebagai penyedia teknologi sumber/dasar dengan

masyarakat luas atau pengguna teknologi secara komersial maupun lembaga-

lembaga pelayanan penunjang pembangunan sehingga adopsi teknologi yang

dihasilkan tidak saja tepat guna, tetapi juga langsung diterapkan dalam

pembangunan sistem usaha dan usaha agribisnis, setidaknya dalam tahapan

rintisan atau percontohan. Rintisan atau percontohan tersebut diharapkan akan

menjadi titik awal difusi massal teknologi inovatif yang dihasilkan Badan Litbang

Pertanian.

Prima Tani dilaksanakan dengan empat strategi, yaitu: (1) menerapkan

teknologi inovatif tepat guna melalui penelitian dan pengembangan partisipatif

(Partisipatory Research and Development) berdasarkan penelitian untuk

pembangunan, (2) membangun model percontohan sistem agribisnis progresif

berbasis teknologi inovatif dengan mengintegrasikan sistem inovasi dan sistem

agribisnis, (3) mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi

inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi

serta vasilitasi, dan (4) basis pengembangan dilaksanakan berdasarkan wilayah

agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.

14

Tujuan utama Prima Tani adalah untuk mempercepat waktu,

meningkatkan kadar dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang

dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian serta untuk memperoleh umpan balik

mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik pengguna dan lokasi yang

merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan penelitian dan

pengembangan yang beroreantasi kebutuhan pengguna. Dengan kata lain, Prima

Tani dirancang untuk berfungsi ganda, selain sebagai modus diseminasi juga

sekaligus sebagai laboratorium lapang penelitian dan pengembangan Badan

Litbang Pertanian. Dalam pedoman umum Prima Tani, dijelaskan bahwa tujuan

Prima Tani sebagai modus diseminasi, meliputi kegiatan: (1) merancang dan

memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha

agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif, (2) membangun

pengadaan sistem teknologi dasar secara luas dan desentralisasi, (3) menyediakan

informasi, konsultasi dan sekolah lapang untuk pemecahan masalah melalui

penerapan inovasi pertanian bagi praktisi agribisnis, dan (4) memfasilitasi dan

meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk

melanjutkan pengembangan dan pembinaan percontohan sistem secara mandiri

(Adimihardja, 2006).

Tujuan Prima Tani sebagai Laboratorium lapang pada dasarnya adalah :

(1) melaksanakan kaji terap untuk mengevaluasi dan menyempurnakan kinerja

komersial teknologi sumber yang telah dihasilkan Badan Litbang Pertanian,

(2) melaksanakan penelitian untuk pengembangan teknologi tepat guna secara

partisipatif, bersama-sama dengan para sasaran pengguna langsung teknologi

tersebut, dan (3) mengungkap preferensi dan prilaku konsumen teknologi sebagai

15

dasar dalam merancang arsitektur teknologi tepat guna untuk dijadikan sebagai

sasaran penelitian dan pengembangan (Irawan et al., 2006).

Kegiatan Prima Tani pada intinya adalah membangun laboratorium

agribisnis adalah model percontohan Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP)

berbasis inovasi yang memadukan sistem inovasi teknologi dan kelembagaan

pedesaan yang mana ini merupakan keluaran akhir dari Prima Tani itu sendiri.

Laboratorium ini dibangun bersama secara partisipatif oleh petani, pemerintah

daerah, peneliti, penyuluh dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan

Prima Tani. Inovasi yang diterapkan dapat dilakukan pada bidang komoditas

yang meliputi aspek produksi, sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan

pemasaran hasil, bidang pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, bidang bidang

pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak dan pupuk serta bidang

konservasi tanah dan air.

Prima Tani diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu desa atau

laboratorium agribisns dengan menggunakan lima pendekatan,

yaitu : (1) agroekosistem, (2) agribisnis, (3) wilayah, (4) kelembagaan, dan

(5) pemberdayaan masyarakat. Penggunaaan pendekatan agroekosistem berarti

Prima Tani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi

bio-fisik lokasi meliputi aspek sumberdaya lahan, air, wilayah komoditas, dan

komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti dalam implementasi Prima

Tani diperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani,

pascapanen, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah

berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau

kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat menjadi perhatian utama,

16

sedangkan beberapa komoditas lainnya sebagai pendukung, terutama dalam

kaitannya dengan upaya untuk mengatasi resiko ekonomi akibat fluktuasi harga.

Pendekatan kelembagaan berarti pelaksanaan Prima Tani tidak hanya

memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu

yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial,

norma dan aturan yang berlaku di lokasi Prima Tani. Pendekatan pemberdayaan

masyarakat menekankan perlunya penumbuhan kemandirian petani dalam

memanfaatkan potensi sumberdaya perdesaan.

2.2. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu

Prima Tani merupakan model pembangunan pertanian dan pedesaan

melalui pemanfaatan teknologi secara terencana. Posisi tersebut menjadikan

kegiatan pengawalan dan pendampingan yang intensif kepada petani/kelompok

tani dalam implementasi Prima Tani sebagai unsur penciri utama (Departemen

Pertanian, 2008). Salah satu teknologi yang dikawal atau didampingi dalam

program Prima Tani berkaitan dengan usahatani padi sawah adalah Pengelolaan

Tanaman Terpadu (PTT). PTT merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil

padi dan efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan

sumberdaya alam secara bijak. Budidaya padi dengan pendekatan PTT pada

prinsipnya memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang

guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi usahatani (Ariani et al., 2009).

Selanjutnya Sumarno dan Suyamto (1998) mengatakan tindakan PTT merupakan

good agricultural practices.

17

Pendekatan PTT memperhatikan penerapan teknologi dengan kesesuaian

sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Prioritas utama dalam model PTT

adalah pemecahan masalah setempat dengan penerapan teknologi inovatif,

sehingga paket teknologi yang dipilih PTT tidak tetap, tetapi spesifik lokasi.

Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip, yaitu : (1) PTT bukan merupakan

teknologi maupun paket teknologi tetapi merupakan suatu pendekatan agar

sumberdaya tanaman, lahan dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya,

(2) PTT memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan

diterapkan dengan memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antar teknologi,

(3) PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun

sosial ekonomi petani, dan (4) PTT bersifat partisipatif yang berarti petani turut

serta menguji dan memilih teknologi yang paling tepat dan sesuai dengan keadaan

setempat dan kemapuan petani melalui proses pembelajaran (Badan Litbang

Pertanian, 2004).

Tujuan penerapan PTT adalah meningkatkan pendapatan petani melalui

penerapan teknologi yang cocok untuk kondisi setempat yang dapat meningkatkan

hasil gabah dan mutu beras serta menjaga kelestarian lingkungan. Dalam

penerapan PTT tidak berlaku lagi rekomendasi untuk diterapkan secara nasional

atau umum. Dalam hal ini petani secara bertahap dapat memilih komponen

teknologi yang paling sesuai dengan keadaan setempat dan kemampuan petani.

Selain itu PTT mengutamakan efisiensi biaya input dan saling menunjang antar

satu teknologi dengan teknologi lainnya. Indikator keberhasilan pengelolaan

tanaman terpadu yang paling penting adalah rendahnya biaya produksi,

18

penggunaan sumberdaya pertanian secara efisien dan pendapatan petani

meningkat tanpa merusak lingkungan.

2.2.1. Komponen Teknologi dalam Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya

Terpadu Padi Sawah

Komponen teknologi yang dianjurkan dalam PTT padi sawah di kabupaten

Kubu Raya adalah meliputi : (1) pemilihan varietas dan seleksi penyemaian

benih,(2) pengaturan jarak tanam dengan jajar legowo, (3) penanaman bibit muda

tunggal, (4) pemupukan, (5) penggunaan bahan organik, (6) pengendalian

organisme pengganggu tanaman, dan (7) panen dan pasca panen.

2.2.1.1. Pemilihan Varietas dan Seleksi Benih

Varietas padi merupakan salah satu teknologi utama yang mampu

meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani. Varietas yang ditanam

adalah varietas yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, berdaya hasil

dan bernilai jual tinggi. Benih diseleksi agar benih yang ditanam benar-benar

memiliki daya tumbuh yang tinggi. Seleksi benih dilakukan dengan merendam

benih kedalam air garam 3 persen dengan tujuan : mencegah hama pada waktu

perkecambahan, merangsang pertumbuhan akar, memperkecil resiko kehilangan

hasil, memellihara dan memperbaiki kualitas benih.

2.2.1.2. Pengaturan Jarak Tanam dengan Jajar Legowo

Setelah berdaun dua, kira-kira 10–15 hari dipersemaian, bibit siap

dipindah, ditanam dalam kondisi air macak-macak. Bibit ditanam secara teratur

19

dimana 1-2 bibit perlubang tanam. Jarak tanam untuk tegel dianjurkan

20 x 20 cm, sedangkan untuk sisten tanam jajar legowo yang dianjurkan

40 x 20 x 10 cm (legowo 4:1) adalah cara tanam berselang seling 2 baris dan

1 baris kosong. Jarak antar baris tanaman yang dikosongkan disebut satu unit.

Penyulaman 7 Hari Setelah Tanam (HST) dengan umur bibit sama. Manfaat

tanam jajar legowo, selain dapat meningkatkan hasil dari pengaruh tanam

pinggiran (border effect), meningkatkan populasi tanaman sampai 30 persen yaitu

213 000 rumpun/ha, pengendalian hama penyakit dan gulma lebih muda,

menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas

atau untuk mina padi, penggunaan pupuk lebih berdaya guna. Varietas unggul

tipe baru seperti Gilirang jarak tanamnya harus lebih rapat karena varietas ini

memiliki jumlah anakan sedikit (10 – 12 rumpun). Jumlah anakan pada semua

varietas tipe baru adalah produktif.

2.2.1.3. Penanaman Bibit Muda Tunggal

Penanaman bibit muda tunggal akan menghasilkan anakan lebih banyak

dibandingkan dengan menggunakan bibit lebih tua. Penanaman bibit muda

tunggal bibit padi yang ditanam berumur 18 – 20 HSS dengan penanaman tunggal

yaitu 12 bibit per rumpun. Bibit muda akan tumbuh dan berkembang dengan

lebih baik, sistem perakarannyaakan lebih intensif, anakan lebih banyak dan lebih

mampu beradaptasi dengan lingkungan dibandingkan dengan bibit yang lebih tua

(> 20 HSS).

20

2.2.1.4. Pemupukan

Penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan

ketersediaan hara dalam tanah.

Berdasarkan hasil analisis tanah,maka anjuran pupuk anorganik untuk

kabupaten sungai kakap adalah SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha dan untuk urea

penggunaannya berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD). Bagan warna daun

adalah alat sederhana (bagan) untuk mengukur warna daun tanaman padi dengan

skala 1 sampai 6. Skala 1 (kuning) menggambarkan tanaman sangat kekurangan

N sedangkan skala 6 (hijau tua) menggambarkan tanaman kelebihan N. Dengan

penggunaan BWD maka kebutuhan urea dapat ditambah atau dikurangi sesuai

dengan kebutuhan tanaman. Pengukuran tingkat kehijauan daun padi dengan

BWD dimulai pada saat tanaman berumur 25 – 28 Hari Setelah Tanam (HST).

Pengukuran dilanjutkan setiap 7 – 10 hari sekali sampai umur tanaman dalam

kondisi bunting atau fase primordial. Khusus untuk tanaman padi hibrida dan

padi tipe baru, pengukuran tingkat hijauan daun tanaman dilakukan sampai

tanaman sudah berbunga 10 persen.

2.2.1.5. Penggunaan Bahan Organik

Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah, kotoran hewan atau

hasil pengomposan. Keuntungan penggunaan bahan organik yaitu:

(1) meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik tanah,

(2) memberikan tambahan hara, (3) meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroba),

(4) memperbaiki sifat fisik tanah, dan (5) mempertahankan perputaran unsur hara

dalam sistem tanah tanaman.

21

2.2.1.6. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pendekatan pengendalian

yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar

tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam, dan tidak menimbulkan kerugian

besar. Strategi pengendalian hama: (1) gunakan varietas tahan hama dan

penyakit, (2) tanam tanaman yang sehat, (3) pengamatan berkala di lapangan,

(4) pemanfaatan musuh alami seperti pemangsa (predator), misalnya laba-laba,

(5) pengendalian secara mekanik, seperti menggunakan alat atau mengambil

dengan tangan, menggunakan pagar dan menggunakan perangkap, dan

(6) penggunaan pestisida hanya bila diperlukan dengan insektisida, fungisida atau

molusida.

Pengendalian gulma diperlukan untuk : (1) mengurangi persaingan antara

gulma dengan tanaman padi dalam memperoleh hara, air, sinar matahari dan

tempat, (2) memutus siklus gulma, (3) mencegah terbentuknya inang alternatif

bagi organisme pengganggu tanaman, dan (4) mencegah terhambatnya saluran

aliran air irigasi.

2.2.1.7. Panen dan Pasca Panen

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan adalah : (1) umur

tanaman karena antara satu varietas dengan varietas lainnya kemungkinan

berbeda, (2) hitung sejak padi berbunga, biasanya panen dilakukan pada 30-35

hari setelah padi berbunga, dan (3) panen dilakukan bila 90 persen malai

menguning. Panen dilakukan dengan menggunakan arit dan perontokan

dilakukan dengan menggunakan power threser. Panen biasanya dilakukan secara

22

berkelompok. Pengeringan gabah dilakukan setelah panen dengan cara menjemur

disepanjang jalan karena belum tersedianya alat pengering atau dryer.

Faktor yang mempengaruhi kehilangan hasil adalah : (1) varietas padi,

(2) umur panen padi, (3) alat panen, (4) sistem pemanenan padi, (5) prilaku

pemanenan, dan (6) alat/cara perontok padi. Usahatani padi tidak memberikan

hasil yang optimal jika panen dilakukan pada umur yang tidak tepat dan cara

panen yang kurang benar. Penyimpanan gabah dilakukan pada kadar air kurang

dari 14 persen untuk konsumsi dan kurang dari 13 persen untuk benih.

2.3. Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian mengenai pengukuran efisiensi teknis pada usahatani padi dan

pendapatan telah banyak dilakukan. Adapun tinjauan studi terdahulu tentang studi

efisiensi teknis efisiensi teknis dan pendapatan sebagai berikut :

2.3.1. Tinjauan Studi Efisiensi Teknis

Penelitian yang dilakukan oleh Pirngadi dan Makarim (2006) yang

berjudul Peningkatan Produktivitas Padi pada Lahan Sawah Tadah Hujan melalui

Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Usahatani pada Lahan Sawah

Tadah Hujan dengan Pola Tanam Padi Gogorancah. Padi walik jerami masih

diwarnai oleh penggunaan varietas lokal dan atau hasil rendah, kualitas benih

rendah, populasi tanaman tidak optimal (jarak tanam tidak teratur dan pemupukan

tidak tepat). Penelitian bertujuan untuk mendapatkan model usahatani berbasis

padi yang optimal (hasil tinggi, menguntungkan, dan input sesuai kemampuan

petani) pada lahan sawah tadah hujan di wilayah sumberdaya rendah. Penelitian

23

yang dilaksanakan di desa Bogem, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Jawa

Tengah pada musim Hujan 2003/2004 dan Musim Kering 2004 menunjukkan

hasil tertinggi untuk padi gogorancah dan walik Jerami masing-masing

5.78 ton/ha dan 6.01 ton/ha GKG/ha. Widodo (1989) mengatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil padi adalah lingkungan fisik, irigasi, tingkat

penggunaan sarana produksi, teknik bertani dan keadaan sosial ekonomi petani

pengaruhnya pada petani dalam menentukan tingkat penggunaan sarana produksi

dan kecakapan dalam pengelolaan usahatani (manajemen), dimana manajemen ini

dicerminkan oleh tingkat efisiensi teknis.

Sumaryanto (2001) meneliti tentang tingkat efisiensi usahatani padi

di Subang, Cianjur dan Sidrap dengan menggunakan fungsi produksi stochastic

frontier menyimpulkan bahwa tingkat produksi padi di Subang, Cianjur dan

Sidrab berbanding lurus dengan luas lahan garapan dengan dugaan parameter

masing-masing sebesar 1.4055, 0.6841 dan 1.4498 yang semuanya nyata pada

α = 0.01. Penggunaan benih di lokasi penelitian cenderung berlebih, ini dapat

dilihat dari nilai dugaan parameter yang negatif dan nyata (Subang

sebesar –0.5817 nyata pada α= 0.01, Cianjur -0.0907 nyata pada α=0.05, dan

Sidrab -0.5047 nyata pada α=0.01). Respon produksi masih positif terhadap

pupuk N (urea), sedangkan pupuk P negatif. Untuk pupuk K respon produksi di

Cianjur dan Sidrab adalah positif dan nyata masing-masing sebesar 0.1202 pada

α=0.001 dan 0.1200 nyata pada α=0.01 sedangkan di Subang negatif meskipun

tidak nyata(-0.0273).

Hasil penelitian Sumaryanto (2001) didapatkan tingkat efisiensi teknis

tertinggi adalah Cianjur dari lima kabupaten (Cianjur, Sukabumi, Subang, Bogor,

24

Tasikmalaya), dan yang terendah adalah Subang. Korelasi antara TE dengan

variabel-variabel yang diduga kuat berhubungan dengan kapabilitas manajerial

petani dalam usahatani padi antar lokasi cukup bervariasi. Di Subang faktor yang

berkorelasi nyata dengan TE adalah status garapan usahatani dan umur petani.

Petani pemilik penggarap cenderung lebih baik daripada non pemilik, dan petani

lebih muda lebih tinggi TE-nya. Namun di Subang justru petani non pemilik

umumnya dapat mengelola usahatani padinya dengan lebih efisien secara teknis.

Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa di Subang dan Cianjur ada

kecendrungan menggunakan tenaga kerja yang telah berlebihan, ini ditunjukkan

oleh nilai dugaan parameternya masing-masing -0.1145 nyata pada α=0.10 dan

-0.0928 nyata pada α=0,05. Sementara itu respon produksi terhadap penggunaan

tenaga kerja di Sidrap masih positif (0.078) nyata pada α=0.01. Pengaruh musim

di Subang dan Cianjur adalah positif dan nyata dengan nilai dugaan parameter

sebesar -0.12740 nyata pada α=0.01 dan -0.0525 nyata pada α=0.05, sedangkan

Sidrab positif (0.0234) meskipun tidak nyata.

Sumaryanto et al. (2003) melakukan penelitian tentang determinan

efisiensi teknis usahatani padi di lahan sawah irigasi menggunakan TE efec model

dengan pendekatan fungsi produksi stochastic frontier yang bertujuan untuk

mengevaluasi tingkat pencapaian produktivitas usahatani padi yang telah dicapai

oleh petani beserta sebarannya, serta faktor-faktor utama yang mempengaruhi

produktivitas usahatani padi yang dicapai di daerah irigasi DAS Brantas tahun

1999/2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi yang

dicapai petani adalah 0.713 dengan koefisien variasi 0.184. Faktor-faktor utama

yang mempengaruhi tingkat pencapaian efisiensi teknis adalah peranan usahatani

25

sebagai sumber pendapatanrumahtangga petani, indeks diversifikasi pola tanam

di hamparan blok tersier dimana lahan petani berada dan status garapan usahatani.

Brahmana (2005) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan

efisiensi teknis usahatani pada lahan kering dengan pendekatan stochastic frontier

di desa Taggeung, Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis keragaan, pendapatan

dan efisiensi teknis usahatani padi lahan kering di desa Tanggeung. Pengamatan

dilakukan secara kualitatif dan kuantitaif dengan pendeksatan R/C rasio dan

fungsi produksi stochastic frontier. Usahatani padi di desa Tanggeung tidak layak

untuk diusahakan karena nilai R/C rasio lebih kecil dari satu yaitu 0.89 yang

artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan hanya menghasilkan penerimaan

sebesar Rp.0.89. Walaupun demikian, petani sulit meninggalkan usahatani

tersebut karena pekerjaan diluar pertanian kurang tersedia dan jika tidak

mengusahakannya kembali maka mereka harus membelipadi untuk memenuhi

kebutuhan pangannya.

Hasil penelitian Haryani (2009) didapatkan bahwa penerapan program

Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) bukan sebagai teknologi

baru tetapi lebih kepada sistem pengelolaan komponen-komponen teknologi tanpa

mengubah teknologi namun dapat mencapai peningkatan efisiensi didalam

usahatani padi sawah, hal ini terbukti dengan hasil yang diperoleh dimana melalui

program PTT di desa Teras Kecamatan Carenang Kabupaten Serang mampu

meningkatkan efisiensi teknis dan pendapatan petani program PTT. Sebagian

besar petani program PTT telah mencapai efisiensi teknis tetapi belum secara

alokatif dan ekonomi, namun pencapaian efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi

petani program PTT lebih tinggi dibandingkan dengan petani bukan program PTT.

26

Variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi batas (frontier) pada

petani peserta program PTT, petani bukan program PTT dan petani gabungan

adalah sama yaitu ; benih, pupuk anorganik dan tenaga kerja, namun berbeda

untuk faktor-faktor inefisiensi yang mempengaruhi pencapaian efisiensi teknis

dimana pada program PTT adalah umur, pendidikan dan dummy sistem tanam,

pada petani bukan program PTT adalah pendidikan, dependency ratio, partisipasi

dalam kelompok tani dan dummy sistem tanam, sedangkan pada petani gabungan

hanya dummy sistem tanam yang berpengaruh nyata.

Hasil penelitian Siregar (1987) dan Haryani (2009) dikatakan bahwa

pengalaman bertani bukan merupakan faktor penting mempengaruhi efisiensi

teknis yang dicapai petani. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang baru

berpengalaman dalam berusahatani padi sawah akan memperoleh peluang yang

sama baik dengan petani yang berpengalaman.

Mengukur tingkat efisiensi kegiatan usahatani dan analisis fungsi produksi

telah banyak dilakukan. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang

dilakukan adalah analisis tingkat efisiensi menggunakan Stochastic Production

Frontier (SPF). Pemilihan fungsi produksi Stochastic Frontier berdasarkan

argumen bahwa dengan program Prima Tani melalui pendekatan Pengelolaan

Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) diasumsikan bahwa tingkat

produktivitas yang telah dicapai oleh petani sudah mendekati kondisi maksimum

(Frontier), sehingga apakah peningkatan produktivitasnya masih dapat dilakukan

di lahan yang sama akan dapat terjawab. Melalui metode Stochastic Frontier

faktor-faktor yang diduga akan mempengaruhi besarnya tingkat efisiensi teknis

yang akan dicapai dapat ditangkap dan dijelaskan dengan bantuan model

27

ekonometrika. Sementara faktor-faktor penyebab ketidakefisienan juga dapat

ditangkap pada saat bersamaan. Selain itu dapat pula diestimasi apakah

inefisiensi disebabkan oleh random error dalam proses pengumpulan data dan

sifat dari beberapa variabel yang tidak dapat terukur atau disebabkan oleh

faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam suatu proses

produksi.

Dalam penelitian ini akan menggunakan stochastic frontier sebagai alat

analisis maka ada baiknya dipaparkan terlebih dahulu tentang studi-studi tentang

penelitian yang menggunakan alat analisis yang sama yaitu analisis stochastic

frontier untuk menganalisis efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi yang

berbeda. Adapun hasil-hasil dikemukakan berikut ini.

Penelitian Hert dan Mandac (1981), Tadesse dan Krishnamoorthy (1997)

dalam Mariyah (2008), Hert dan Mandac melakukan penelitian tentang teknologi

modern dan efisiensi ekonomi petani padi di Philipina memasukkan beberapa

faktor yang diduga mempengaruhi efisiensi ekonomi petani padi di Philipina

memasukkan beberapa faktor yang diduga mempengaruhi efisiensi petani padi.

Faktor-faktor tersebut antara lain : skala perusahaan,informasi, umur, pekerja,

pendidikan pekerja, lama hari kerja, kelangkaan tenaga kerja dan kesulitan

memperoleh kredit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang

berpengaruh nyata terhadap efisiensi harga maupun teknis adalah skala usaha,

lama hari kerja, kurangnya akses terhadap sumber pembiayaan dari luar usaha

berupa kredit dan pengalaman usaha serta informasi. Tadesse dan

Krishmanamoorthy melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis di Tamil

Nadu, India berdasarkan analisis mengenai efisiensi teknis usahatani dan zona

28

ekologi dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas.

Hasil menunjukkan bahwa 90 persen variasi output yang dihasilkan oleh usahatani

padi disebabkan oleh efisiensi teknis. Lahan, tenaga hewan dan pupuk secara

signifikan mempengaruhi tingkat produksi padi. Efisiensi teknis yang dicapai

antara 0.59 sampai 0.97, dengan efisiensi teknis rata-rata 0.83. Tingkat efisiensi

teknis antara usahatani padi di negara tersebut juga berbeda secara signifikan antar

zona ekologi dan ukuran usahatani.

Daryanto et al. (2001) menggunakan analisis stochastic frontier untuk

menganalisis efisiensi teknis petani padi yang menggunakan beberapa sistem

irigasi pada tiga musim tanam yang berbeda di Jawa Barat. Sistem irigasi terdiri

dari sistem irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan desa. Fungsi produksi

dugaan yang digunakan adalah fungsi produksi translogstochastic frontier,

dengan model efek inefisiensi teknis non-netral. Faktor-veriabel penjelas

disertakan di dalam model efek inefisiensi teknis terdiri dari : (1) logaritma

luas lahan, (2) rasio tenaga kerja yang disewa terhadap total tenaga

kerja, dan (3) partisipasi petani di dalam program intensifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan : (1) model fungsi produksi stochastic frontier

yang digunakan, secara signifikan dapat diterima, dengan kata lain, fungsi

produksi rata-rata tidak cukup menggambarkan efisiensi dan inefisiensi teknis

yang terjadi didalam proses produksi, (2) rata-rata nilai inefisiensi teknis petani

sampel disertai sistem irigasi dan musim tanam, (3) semua variabel penjelas

didalam model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier, secara

signifikan mempengaruhi inefisiensiteknis, dan (4) ukuran lahan dan rasio tenaga

kerja, tidak sama pengruhnya terhadap inefisiensi teknis disetiap sistem irigasi.

29

Swastika (1996) menggunakan fungsi produksi frontier stochastic translog

untuk mengukur perubahan teknologi dan perubahan efisiensi teknis serta

kontribusinya terhadap pertumbuhan produktivitas faktor total pada padi sawah

irigasi di Jawa Barat. Variabel penjelas yang disertakan dalam model ini adalah

vektor input yang terdiri dari benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan

penggunaan traktor, serta dummy waktu sebagai proxy dari perubahan teknologi

tahun 1988 dan 1992. Pendugaan fungsi produksi frontier dilakukan dengan

metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa perubahan teknologi dari tahun 1980 sampai 1988 sebesar 42.72 persen.

Dalam periode yang sama, efisiensi teknis turun sebesar 2 persen. Oleh karena

itu, pertumbuhan produktivitas faktor totalnya adalah sebesar 40.74 persen.

Sebaliknya, dari tahun 1988 – 1992 terjadi penurunan produksi frontier sebesar

51.57 persen dari kenaikan efisiensi teknis sebesar 1.06 persen. Pada periode

tersebut, pertumbuhan produktivitas faktor total adalah sebesar 49.51 persen.

Kenaikan produktivitas faktor total dari tahun 1980 – 1988 diduga disebabkan

oleh perbaikan tingkat penerapan teknologi dari awal INSUS sampai SUPRA

INSUS. Setelah SUPRA INSUS, tidak ada lagi terobosan teknologi baru, baik

dari segi kultur teknis maupun varietas baru yang berpotensi hasil melebihi

varietas-varietas sebelumnya. Selain stagnasi teknologi, juga disebabkan

penurunan genetik varietas-varietas yang ada, penurunan kualitas dan kesuburan

tanah dan serangan hama pada musim tanam 1992.

Satria (2003) tentang Kajian Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah pada

petani peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di

Sumatera Barat menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas.

30

Fungsi produksi ini dipilih dengan pertimbangan mampu menggambarkan kondisi

usahatani padi sawah pada lokasi penelitian. Variabel nitrogen, tenaga kerja,

insektisida, irigasi dan SLPHT memberikan pengaruh nyata dengan arah yang

positif terhadap produksi. Rodentisida berpengaruh nyata dengan tanda negatif

terhadap produksi. Peningkatan produksi padi di propinsi Sumatera Barat dapat

dilakukan dengan cara mengoptimumkan penggunaan input. Hasil perhitungan

efisiensi teknis di antara petani anggota SLPHT sebesar 66 persen menunjukkan

bahwa peluang untuk meningkatkan efisiensi teknis usahatani sebesar 34 persen

jika dibandingkan dengan praktek dari petani terbaik ( the best farmers practice).

Battese et al. (2001) menggunakan lima model fungsi produksi stochastic

frontier yang berbeda untuk setiap wilayah dan satu model fungsi produksi

metaproduction frontier yang merupakan fungsi produksi gabungan. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa untuk daerah Jakarta dan batas gabungan

(metaproduction frontier), inefisiensi teknis dugaan meningkat seiring waktu,

namun untuk daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah, inefisiensi teknis dugaan

menurun seiring waktu. Seyoum et al. (1998) melalui penelitiannya

menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas untuk melihat

perbandingan efisiensi dan inefisiensi teknis antara dua kelompok petani jagung

skala kecil yang mengikuti proyek Sasakawa-Global (SG 2000) dengan petani

jagung yang tidak mengikuti proyek tersebut di beberapa district di negara Etiopia

bagian Timur. Variabel bebas yang digunakan dalam model stochastic frontier

mereka adalah jumlah hari kerja petani, jumlah hari kerja ternak (bagi petani SG

2000) dan jumlah hari kerja traktor (bagi petani diluar SG 2000) serta variabel

boneka kabupaten (district). Sementara itu untuk melihat efek inefisiensi teknis

31

mereka membentuk model efek inefisiensi teknis terpisah dengan memasukkan

variabel-variabel berikut : umur, lamanya pendidikan, keikutsertaan petani dalam

pendidikan ketrampilan lainnya sebagai variabel penjelas. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa hasil batas dari petani SG 2000 antara satu district

dengan district yang lainnya tidak berbeda secara signifikan dibandingkan petani

diluar SG 2000. Sedangkan dari sisi efek inefisiensi teknis, ditemukan bahwa

umur petani mempengaruhi efisiensi teknis petani baik pada petani SG 2000

maupun petani diluarnya. Petani yang lebih mudah secara teknis lebih efisien

dibandingkan petani yang lebih tua. Sementara itu efek lama pendidikan

berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis pada petani SG 2000 dan tidak

berpengaruh sama sekali pada petani diluarnya. Petani yang lebih muda secara

teknis lebih efisien dibandingkan petani yang lebih tua.

Selanjutnya Bravo-Ureta et al. (2007) mengatakan sumber pertumbuhan

produktivitas berasal dari adanya perubahan teknologi (technologi change, TC)

dan efisiensi teknis (technical efficiency,TE). Secara khusus dikatakan bahwa

efisiensi teknis merupakan ukuran relatif dari kemampuan manajerial untuk

teknologi yang sudah ada. Hal ini berarti bahwa efisiensi teknis terjadi karena

adanya perbaikan pada pengambil keputusan atau kemampuan manajerialnya.

Kemampuan ini berkaitan variabel-variabel yang antara lain pengetahuan,

ketrampilan, umur dan pendidikan.

Berdasarkan gambaran studi terdahulu mengenai efisiensi usahatani maka

dapat disimpulkan bahwa studi mengenai efisiensi sudah banyak dilakukan

dengan aspek kajian, model dan komoditi yang berbeda. Misalnya ada yang

32

menggunakan fungsi produksi stochastic frontiertranslog, fungsi produksi Cobb-

Douglas dan fungsi biaya dual untuk menganalisis efisiensi ekonomi usahatani.

2.3.2. Tinjauan Studi Pendapatan Petani

Penelitian Ariani et al. (2009) menunjukkan bahwa usahatani padi dengan

pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) lebih menguntungkan dengan

R/C 2.4 dan lebih efisien dengan nilai Nisbah Peningkatan Keuntungan Bersih

(NKB) 1.74 dibandingkan dengan usahatani padi yang dilakukan tanpa

pendampingan teknologi PTT.

Andriati dan Sudana (2007) dilokasi Primatani desa Parakan dan

Karangjaya kecamatan Tirtamulya, kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat

dengan menggunakan benih berlabel, cara tanam pindah dan pemupukan yang

sesuai rekomendasi menunjukan bahwa tingkat produksi gabah kering panen

tertinggi dihasilkan oleh petani yang menggunakan empat jenis pupuk (Urea,

SP36, KCl mencapai 5.8 ton perhektar pada musim hujan dan 5.4 ton pada musim

kemarau, sedangkan penggunaan dua jenis pupuk (urea dan SP36) menghasilkan

4.4 ton perhektar pada musim hujan dan 4.2 ton perhektar pada musim kemarau.

Penelitian Haryati dan Nurawan (2007) dilokasi Prima Tani desa

Playangan, kecamatan Gebang, kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat dengan

introduksi pemupukan sesuai rekomendasi serta pengendalian ulat bawang merah

dengan menggunakan feromon seks menunjukan terjadi peningkatan produksi

sebesar 47.37 persen. Hal ini disebabkan karena petani dapat menekan biaya

untuk pestisida dengan menggunakan feromon seks sehingga biaya input produksi

lebih efisien.

33

Dahya (2009) melakukan penelitian tentang dampak program Prima Tani

terhadap ekonomi rumahtangga petani pada agroekosistem lahan sawah berbasis

padi di Kabupaten Konawe, propinsi Sulawesi Tenggara dikatakan bahwa

usahatani padi memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan total

rumahtangga, baik petani peserta maupun non peserta Prima Tani. Keputusan

produksi usahatani petani peserta dan non peserta Prima Tani dipengaruhi secara

nyata oleh jumlah penggunaan benih dan jumlah penggunaan pupuk urea untuk

usahatani padi. Dikatakan curahan kerja dalam usahatani petani peserta dan non

peserta Prima Tani dipengaruhi secara nyata oleh jumlah angkatan kerja keluarga

dan curahan kerja luar usahatani untuk usahatani padi. Jumlah penggunaan sarana

produksi berupa benih, pupuk dan pestisida petani peserta dan non peserta Prima

Tani dipengaruhi secara nyata oleh penerimaan usahatani padi, harga benih, luas

areal padi, harga pupuk dan harga pestisida, namun hanya jumlah penggunaan

pupuk KCl yang respon terhadap penerimaan usahatani padi, dan selanjutnya

dikatakan pula bahwa konsumsi pangan dan non pangan rumahtangga petani

peserta dipengaruhi secara nyata oleh pendapatan total rumahtangga dan jumlah

anggota keluarga, sedangkan konsumsi pangan dan non pangan petani non peserta

Prima Tani hanya dipengaruhi secara nyata oleh jumlah anggota keluarga.

Perubahan teknologi kelembagaan juga dapat mempengaruhi peningkatan

produksi hasil pertanian. Salah satunya dilaporkan oleh Krause et al. (1990)

dalam penelitiannya mengenai sistem pemberian kredit dengan tingkat bunga

yang rendah pada pembangunan suatu wilayah. Hasil penelitian tersebut

menunjukan bahwa petani yang memperoleh bantuan kredit produksi dengan

resiko yang rendah atau dengan tingkat bunga yang tidak terlalu tinggi cenderung

34

memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang

berproduksi tanpa adanya bantuan.

Berdasarkan gambaran studi terdahulu mengenai pendapatan petani maka

dapat disimpulkan bahwa studi mengenai pendapatan petani sudah banyak

dilakukan dengan aspek kajian, model dan komoditi yang berbeda. Misalnya ada

yang menggunakan R/C ratio, nilai Nisbah Peningkatan Keuntungan Bersih

(NKB) dan pendapatan total rumah tangga untuk menganalisis pendapatan

usahatani.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada aspek

kajian dan model yaitu penelitian ini akan mengkaji mengenai efisiensi teknis

dengan pendekatan model fungsi produksi frontier, mengkaji sumber-sumber

inefisiensi teknis dengan menggunakan model efek inefisiensi teknis yang

dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1995) dalam Coelli et al. (1998) dan

mengkaji pendapatan petani. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

adalah: (1) komoditi yaitu padi, dan (2) lokasi penelitian yaitu pada usahatani padi

di lokasi pelaksanaan Program Prima Tani yaitu desa Sui Itik dan desa Pal IX

sebagai desa pembanding, Kecamatan Sui Kakap, Kabupaten Kubu Raya

Kalimantan Barat.