ii. tinjauan pustaka 2.1 jeruk nipis (citrus …eprints.umm.ac.id › 54496 › 3 › bab ii.pdf4...
TRANSCRIPT
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)
Tanaman jeruk nipis di Indonesia mudah dijumpai karena banyak digunakan
dan dmanfaatkan sebagai bahan pelengkap untuk masakan serta minuman. Citrus
aurantifolia ini merupakan nama latin dari tanamanan jeruk yang mengandung
vitamin C tinggi dan unsur-unsur senyawa kimia yang bermanfaat, seperti asam
sitrat, asam amino (triftopan, lisin), minyak atsiri (sitral, limonen, lemon kamfer,
kadinen, gerani-asetat, flandren, linali-asetat, aktiladehid, nonildehid), glikosida,
lemak, asam situn, damar, damar, kalsium, besi, belerang, fosfor dan vitamin B1
(Alicce, 2010). Kandungan pektin pada kulit jeruk konsentrasi cukup tinggi yaitu
sekitar 30% (Irene, dkk., 2007). Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua bagian
utama yaitu albedo (kulit bagian dalam berupa jaringan busa) dan flavedo (kulit
bagian luar berbatasan dengan epidermis). Albedo terdiri dari hemiselulosa dan
sel-sel parenkim yang kaya akan substansi pektin (Perina dkk, 2007).
Citrus aurantifolia dikenal dengan nama jeruk nipis. Menurut (Sarwono,
2001) Klasifikasi tanaman ini adalah sebagai sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Bangsa : Rutales
Famili : Rutaceae
Genu : Citrus
Species : Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle.
5
Gambar 1. Buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) (dokumentasi pribadi, 2019)
Buah jeruk nipis mengandung banyak senyawa kimia yang bemanfaat
seperti asam sitrat, asam amino (triptofan dan lisin), minyak atsiri (limonen,
linalin asetat, geranil asetat, fellandren, sitral, lemon kamfer, kadinen, aktialdehid
dan anildehid), vitamin A, B1 dan vitamin C. Selain itu jeruk nipis juga
mengandung banyak asam organik, asam sitrat dan asam malat merupakan asam
organik yang menempati komposisi terbesar didalam jeruk nipis yaitu sebesar 7-
7,5% (Fox, 1991 dalam Hamidi (2016)). Jeruk nipis memiliki aroma yang kuat
(asam) dan citarasa yang khas. Aroma dan rasanya sangat menyegarkan sehingga
bisa dimanfaatkan sebagai bahan perisa alami untuk minuman, selain itu
penambahan sari jeruk nipis pada produk minuman selain bertujuan untuk
penambah rasa dan aroma, juga sebagai pengawet alami dari produk yang
dihasilkan (Sarwono, 2008). Air perasan jeruk nipis memiliki suasana asam dan
aroma yang khas, sehingga diharapkan produk yang dihasilkan akan memiliki
aroma yang khas dengan penanganan pasca panen yang lebih praktis. Air perasan
jeruk nipis juga mempunyai efek sebagai antioksidan yang kuat karena kandungan
flavonoidnya dan berperan pula sebagai pengawet alami pada produk yang
dihasilkan (Iryandi dkk, 2014). Kandungan gizi buah jeruk nipis terdapat pada
Tabel 1.
6
Tabel 1. Kandungan nilai gizi buah jeruk nipis dalam 100 g bahan
Kandungan gizi Jumlah
Kalori (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
Bagian yang dapat dimakan
37
0,8
0,1
12,3
40
22
0,60
0
0,04
27
86
76
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)
2.2 Bunga Mawar Merah Lokal (Rosa sp.)
Mawar merupakan salah satu bunga potong yang sering digunakan sebagai
bunga penghias. Mahkota bunga mawar diketahui mengandung pigmen antosianin
jenis dari kelompok sianidin dan delnidin glikosida serta malvidin glikosida.
Pigmen antosianin yang terdapat di bunga mawar, diharapkan bisa menjadi
pewarna alami yang tidak berbahaya, yang pasti sehat, aman, dan halal, karena
pada proses ekstraksinya bisa dilakukan tanpa menggunakan pelarut alkohol
(metanol dan etanol) (Saati, 2011). Serupa dengan pernyataan tersebut, dibalik
keelokan bunga mawar, pigmen antosianin yang terkandung diharapkan bisa
memberi harapan sebagai zat pewarna alami yang menyumbang pengganti
pewarna berbahaya tersebut. di Negara maju sudah digalakkan penggunaan
pewarna alami di produk pangan, seperti makanan, minuman, obat, suplemen dan
lain sebagainya (US Patent No. 200890246343, Wu. et.al, 2008 dalam Saati,
2011).
7
Menurut Rukmana (2005), klasifikasi bunga mawar merah sebagai berikut:
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Rosidales
Famili : Rosaceae
Marga : Rosa
Spesies : Rosa sp
Gambar 2. Bunga Mawar Merah Lokal (Dokumentasi pribadi, 2019)
Antioksidan yang terkandung di dalam mahkota bunga mawar berfungsi
untuk menangkal radikal bebas. Kandungan pigmen antosianin yang terkandung
dalam mahkota bunga mawar ini tergolong flavonoid dan jenis antosianinnya
sendiri adalah pelargonidin dan sianidin, dimana memiliki fungsi sebagai bahan
penangkap radikal bebas atau zat antioksidan. Pigmen sianidin ini terkandung di
dalam bunga mawar merah tua dan pigmen pelargonidin terkandung di dalam
bunga mawar merah muda (Saati dan Hidayat, 2006). Bunga mawar memiliki
antosianin sianidin 3,5-O-diglukosida seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Antosianin Mawar Lokal (Ogata, dkk., 2005).
8
2.3 Daun Jati Muda (Tectona grandis Linn.f.)
Tanaman jati (Tectona grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang banyak
dibudidayakan di Indonesia saat ini. Jati tumbuh diperkebunan atau tumbuh liar di
lereng pegunungan atau hutan sekunder. Daun jati berwarna hijau, namun ketika
masih muda berwarna merah kecoklatan (Sumarna, 2004). Daun jati muda
mengandung beberapa senyawa pigmen terutama antosianin yang digunakan
sebagai pewarna alami. Saat ini pemanfaatan daun jati umumnya digunakan untuk
pembungkus makanan. Daun jati muda mengandung pigmen alami antosianin
cukup tinggi sehingga dapat memberi warna merah pada preparat (Nurwanti ,
2012 dalam Elayanti, 2018). Menurut Kembaren (2014), warna merah yang
dihasilkan filtrat daun jati muda berasal dari zat warna antosianin yang
terkandung dalam daun jati muda. Salah satu zat warna golongan antosianin
terdapat dalam ekstrak daun jati adalah sianidin. Hal ini serupa dengan peneliti
lain yang menyatakan hasil karakterisasi zat warna daun jati secara umum
disesuaikan dengan salah satu pigmen antosianin yaitu sianidin. Kandungan
dalam daun jati dapat diperoleh melalui proses ekstraksi, salah satu metode yang
mudah, sederhana dan sering digunakan yaitu metode maserasi. Maserasi
menggunakan dua pelarut yaitu asam sitrat 14% dan etanol 96% ( Baharudin,
2015 dalam Elayanti, 2018). Dokumentasi daun jati muda ini dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Daun Jati Muda (Tectona grandis L.f) (Dokumentasi Pribadi, 2019)
9
Menurut Suhana dan Tim LIPI ( 2010) dalam Ensiklopedia Flora klasifikasi
Tanaman Jati sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridaeplantae
Divisio : Tracheophyta
Subdivisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Lamiales
Familia : Lamiaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis L.f
Daun jati mengandung pigmen antosianin yang dapat memberikan warna
merah. Pemanfaatan daun jati sebagai pewarna makanan masih sedikit. Padahal
banyak penelitian yang menyebutkan bahwa daun jati memiliki khasiat seperti
antibakteri, antitoksik, dan antioksida (Fathinatullabibah, dkk. 2014). Menurut Ati
(2006) daun jati muda memiliki kandungan pigmen alami yang terdiri dari
anthosianin, pheophiptin, β- karoten, pelargonidin 3-glukosida, pelargonidin 3,7-
diglukosida, klorofil dan dua pigmen lain yang belum diidentifikasi. Daun jati
memiliki kandungan senyawa flavanoid dan sembilan senyawa asam fenolat atau
tanin. Daun Tectona grandis, Linn. f. juga dilaporkan mengandung karbohidrat,
alkaloid, tanin, sterol, saponin, protein, kalsium, fosfor, serat kasar dan juga
mengandung zat warna kuning cokelat atau kemerahan (Aradhana, dkk., 2010).
10
2.4 Sirup
Sirup merupakan bahan minuman dalam kondisi kental karena kadar
gulanya yang tinggi. Cara konsumsinya, sirup harus ditambahkan air matang
sebanyak 4-5 kali volume sirup (Suprapti, 2004). Secara umum sirup merupakan
larutan pekat dari gula dan merupakan larutan jernih berasa manis. Sirup adalah
sediaan cair kental yang minimal mengandung 50% sakarosa (Ansel dkk, 2005).
Berdasarkan SNI 3544:2013, sirup adalah produk minuman yang dibuat dari
campuran air dan gula dengan kadar larutan gula minimal 65% dengan atau tanpa
bahan pangan lain dan atau bahan tambahan pangan yang diijinkan sesuai
ketentuan yang berlaku. Standar mutu sirup menurut SNI 3544:2013 dipaparkan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar Mutu Sirup Menurut Standart Nasional Indonesia (SNI) No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1.
1.1
1.2
2.
3.
3.1
3.2
3.3
3.4
4
5.
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
Keadaan :
Bau
Rasa
Total Gula (dihitung sebagai sukrosa) b/b
Cemaran logam :
Timbal (Pb)
Kadmium (Cd)
Timah (Sn)
Merkuri (Hg)
Cemaran Arsen (As)
Cemaran Mikroba
Angka Lempeng Total (ALT)
Bakteri Coliform
Escherichia coli
Salmonela sp
Staphylococcus sp.
Kapang dan khamir
-
-
%
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
koloni/mL
koloni/mL
koloni/mL
-
-
koloni/mL
Normal
Normal
Min. 65
Maks. 1,0
Maks. 0,2
Maks. 40
Maks. 0,03
Maks.0,5
Maks. 5x102
Maks. 20
<3
Negatif/25mL
Negatif/mL
Maks 1x102
Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 3544:2013.
Sirup juga disebut sebagai minuman manis yang memiliki variasi rasa.
Viskositas (kekentalan) sirup disebabkan oleh banyaknya ikatan hidrogen antara
gugus hidroksil (-OH) pada molekul gula terlarut dengan molekul air yang
melarutkannya. Secara teknik, istilah sirup juga sering digunakan untuk menyebut
11
cairan kental, umumnya residu, mengandung zat terlarut selain gula. Untuk
meningkatkan kadar gula terlarut, biasanya sirup dipanaskan, larutan sirup
menjadi super jenuh. Setiap produk pangan memiliki mutu yang sudah ada standar
masing-masing, terutama sirup (SNI, 2013).
2.5 Antosianin
Antosianin termasuk golongan senyawa flavonoid, merupakan kelompok
terbesar pigmen alami yang ada di tumbuhan yang larut dalam air yang
bertanggung jawab memberikan warna pada bunga, buah sayur. Antosianin
bermanfaat untuk kesehatan sebagai sumber antioksidan karena senyawa
polifenolik yang merupakan sumber glikosida turunan polihidroksi dan
polimetoksi dari 2-phenilbenzopiriliumat atau garam flavinium (Salisbury, (1991)
dalam Rohmatul dan Ainun, (2015). Pigmen antosianin terkandung di berbagai
macam sayur, buah, bunga,dan umbi ( kubis merah, kulit leci, beras hitam, paria,
paprika, kulit bawang), kulit anggur, mulberry, buah bit, rosella, buah duwet,
bunga telang dan ubi jalar ungu (Jiao et.al., 2012 dalam Mahmudatussa’adah,
2014). Struktur antosianin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
stabilitas warna antosianin. Jumlah gugus hidroksi atau metoksi pada struktur
antosianidin akan mempengaruhi warna antosianin. Jumlah gugus hidroksi yang
dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan
jumlah gugus metoksi yang dominan akan menyebabkan warna cenderung merah
dan relatif stabil (Jackman dan Smith, 2006).
Antosianin adalah suatu kelas dari senyawa flavonoid, yang secara luas
terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol, flavan-3-ol, flavon, flavanon, dan
flavanonol adalah kelas dari flavonoid yang berbeda dalam oksidasi antosianin.
Senyawa flavonoid tidak berwarna atau kuning pucat. Antosianin dapat
12
menggantikan penggunaan pewarna sintetik carmoisin dan amaranth sebagai
pewarna merah pada produk pangan. Antosianin dapat digunakan sebagai
pewarna alami dalam minuman penyegar, kembang gula, produk susu, roti, kue,
jelli, produk awetan, dan sirup (Gross 1991 dalam natalia, dkk 2005). Warna dan
stabilitas pigmen antosianin tergantung pada struktur molekul secara keseluruhan.
Substitusi struktur antosianin A dan B akan berpengaruh pada warna. Pada
kondisi asam warna antosianin ditentukan oleh banyaknya substitusi pada cincin
B. Semakin banyak substitusi OH dapat menyebabkan warna semakin biru,
sedangkan metoksilasi akan menyebabkan warnanya semakin merah (Sudjana
1996 dalam Natalia, dkk 2011).
Stabilitas antosianin dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kenaikan suhu
disebabkan laju degradasi antosianin meningkat selama pengolahan dan
penyimpanan. Pembentukan kalkon adalah langkah awal dalam degradasi termal
dari antosianin. Stabilitas antosianin sebagai fungsi suhu dan lama pemanasan
dinyatakan sebagai persen retensi warna antosianin. Pemanasan dapat membentuk
senyawa hasil degradasi antosianin seperti karbinol dan turunnya yang tidak
berwarna sehingga menyebabkan penguraian dari molekul antosianin yang
menghasilkan struktur baru yang menyebabkan senyawa tidak berwarna (Rein,
2005). Peningkatan kestabilan dan kelarutan pigmen antosianin dalam larutan gula
dapat disebabkan oleh reaksi glikosilasi pada struktur antosianin. Jenis gula yang
dapat mengalami reaksi glikosilasi adalah monosakarida dan disakarida. Jumlah
gugus gula yang terikat juga mempengaruhi stabilitas warna antosianin. Reaksi
dengan gula dapat menyebabkan antosianin terpolimerisasi yang menghasikan
warna coklat (Krifi et.al, 2000). Proses pemanasan terbaik untuk mencegah
13
kerusakan antosianin adalah pemanasan suhu tinggi dalam waktu pendek (High
Temperature Short Time). Jalur degradasi antosianin oleh termal (panas) terdapat
pada gambar 5.
Gambar 5. Degradasi antosianin monoglukosida pada pH 3,5 oleh panas (Rein
dan Heinonen, 2004)
2.6 Bahan Pembuatan Sirup dan Formulasinya
Sirup adalah sejenis minuman ringan berupa larutan kental dengan citarasa
beraneka ragam. Sirup adalah larutan gula yang kental. Sirup sering disertai
penambah rasa, pewarna, asam sitrat, asam tartrat/asam laktat untuk menambah
rasa dan aroma. Berdasarkan bahan baku utama, sirup dibedakan menjadi: sirup
essens, yaitu citarasanya ditentukan oleh essens yang ditambahkan, sirup glukosa
yang hanya mempunyai rasa manis saja, dan sirup buah-buahan yang rasa dan
aromanya ditentukan oleh bahan dasarnya yaitu buah segar (Herudiyanto, 2010).
Sirup penggunaannya tidak langsung diminum tetapi harus diencerkan
terlebih dahulu. Pengenceran diperlukan karena kandungan gulanya yang tinggi
antara 55- 65% (Buckle, 2013). Kadar kekentalan dalam sirup agar menghasilkan
kualitas sirup yang baik sebaiknya tidak menggunakan bahan tambahan makanan
yang berbahaya untuk dikonsumsi, misalnya pemanis buatan, sedangkan untuk zat
pengental minuman dan pengawet sesuai dengan ketentuan yang diperbolehkan.
Sirup yang berkualitas baik memiliki angka lempeng total 5x 102 koloni/ml,
kapang dan khamir maksimal 50 koloni/ml. persayaratan mutu yang ditetapkan
untuk produk sirup dapat dilihat pada Tabel 2.
14
2.6.1 Asam Sitrat
Asam sitrat merupakan pelarut organik yang bersifat polar. Golongan asam
ini jika di kombinasikan dengan air dapat melarutkan zat-zat yang dapat larut pada
pelarut polar contohnya Antosianin. Asam sitrat (C6H8O7) merupakan bahan
alternatif yang mudah diperoleh dengan harga yang terj angkau. (Lazuardi, 2010).
Penggunaan pelarut aquadest dan asam sitrat tidak berbeda secara nyata dengan
menggunakan pelarut jenis alkohol. Hanya berdampak pada proses evaporasi yang
lebih lama karena titik didihnya lebih tinggi daripada alkohol, etanol maupun
metanol (Hidayat, 2006).
Asam sitrat adalah asam organik berbentuk butiran dan berwarna putih.
Peran utama asam dalam pengolahan pangan adalah memberikan rasa asam.
Selain itu, dapat berfungsi sebagai pengawet makanan dan minuman, terutama
minuman ringan (Safitri, 2012). Sifat asam sitrat adalah sangat larut air dan
membangkitkan flavor jeruk. Asam sitrat dengan rumus molekul C6H8O7,
sebagaimana terdapat pada Gambar 6 adalah asam trikarboksilat yang mempunyai
rasa asam yang menyenangkan dan ditemukan dalam berbagai macam makanan
(Nopriantini, 2005).
2.6.2 Gula
Gula pasir (atau juga disebut sukrosa)adalah golongan disakarida yang
mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat
pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor (Winarno, 2008). Sukrosa dalam
pembuatan produk makanan berfungsi untuk memberi rasa manis dan dapat pula
sebagai pengawet yaitu dalam konsentrasi yang tinggi dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, dapat menurunkan aktifitas air dari bahan pangan
(Buckledkk., 1987). Gula berperan dalam pengawetan dan pembuatan aneka
15
ragam produk makanan. Hal ini disebabkan gula mempunyai daya larut yang
tinggi, mengikat air yang ada sehingga tidak tersedia untuk pertumbuhan
mikroorganisme (Buckle, dkk., 2009). Gula (sukrosa) mampu menghalangi reaksi
enzimatik atau mencegah reaksi kondensasi yang menghasilkan pigmen polimerik
penyebab degradasi warna. Enzim tersebut antara lain enzi polifenoloksidase,
peroksidase dan glikosidase ( Zozio et.al, 2011). Menurut SNI 3544:2013 yang
mengatur tentang produk sirup, penambahan gula pada produk sirup minimal
sebesar 65%. Syarat Mutu Gula Kristal Putih SNI 3140.3: 2010 disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Syarat Mutu Gula Kristal Putih SNI 3140.3: 2010.
No. Parameter Uji Satuan Persyaratan
GKP 1 GKP 2
1. Warna
1.1
1.2
2.
3.
4.
5.
Warna kristal
Wana larutan (ICUMSA)
Besar jenis butir
Susut pengeringan (b/b)
Polarisasi (*Z, 20oC)
Abu konduktiviti (b/b)
CT
IU
Mm
%
“Z”
%
4,0-7,5
81-200
0,8-1,2
maks. 0,1
min. 99,6
maks. 0,10
7,6-10,0
201-300
0,8-1,2
maks. 0,1
min. 99,5
maks. 0,15
6. Bahan tambahan pangan
6.1 Belerang dioksida (SO2) mg/kg maks. 30 maks. 30
7. Cemaran Logam
7.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 2 maks. 2
Sumber: SNI 3140.3 (2010).
Daya larut yang tinggi, kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban
relatif, dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam
pengawetan bahan pangan. Berbagai jenis produk makanan menggunakan gula
sebagai bahan pengawet seperti selai, jeli, marmalade, sari buah pekat, dan sirup.
Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan makanan dalam konsentrasi yang
tinggi (paling sedikit 40 %) padatan terlarut sebagian dari air yang ada menjadi
tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (Aw) dari
16
bahan pangan berkurang sedangkan pada konsentrasi mencapai 65 % gula akan
menyebabkan sel-sel mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan akan
mengalami dehidrasi atau plasmolisis (Buckle, dkk, 2007).
2.6.3 Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
Carboxy methyl cellulose atau CMC merupakan turunan dari selulosa dan
biasanya sering digunakan dalam pengolahan industri makanan karena memiliki
fungsi sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel dan pengemulsi(Winarno,
2002). Badan Pengawas Obat danMakanan Republik Indonesia) No. 24 Tahun
2013 adalah5000 mg/kg, setara dengan 5000 ppm atau jikadikonversikan ke
satuan %b/b yaitu senilai 0,5%.(Wijayani dkk, 2005). Level penggunaan CMC
pada produk makanan harus kurang dari 1,5% dan pada umumnya hanya 0,1%-
1,5% (Imeson, 2009). Menurut Desrosier (2008), untuk menambah kekentalan
pada sirup diperlukan bahan tambahan (stabilizer) yang juga dapat mencegah
terjadinya pemisahan atau pengkristalan pada sirup yang dihasilkan. CMC
berbentuk tepung atau butiran putih hingga cream dan bersifat higroskopis. CMC
mudah larut dalam air dan membentuk larutan koloidal. Satu bagian CMC yang
dilarutkan dalam air sebanyak 100ml bagian akan menghasilkan larutan dengan
pH 6,5-8,5. CMC berdasarkan sifat dan fungsinya dapat digunakan sebagai bahan
aditif pada produk minuman dan juga aman untuk dikonsumsi. CMC mampu
menyerap air yang terkandung dalam udara dimana banyaknya air yang terserap
dan laju penyerapannya bergantung pada jumlah kadar air yang terkandung dalam
CMC serta kelembaban dan temperatur udara disekitarnya (Kamal, 2010).
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Mutu Sirup
Faktor yang mempengaruhi mutu sirup adalah penambahan gula, dimana
dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap viskositas sirup. Semakin
17
banyak gula yang ditambahkan, semakin besar pula viskositas larutan. Hal ini
disebabkan karena gula termasuk dalam partikel ukuran besar sehingga akan
meningkatkan viskositas larutan. Penambahan gula dengan konsentrasi berbeda
pada sirup, dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nilai viskositas (Heasman,
1989; Dewi, 2016; Santomaso et al., 2017). Proses pendinginan juga berpengaruh,
pendinginan sendiri bertujuan untuk membunuh bakteri termofilik yang mampu
hidup pada suhu tinggi sekaligus mempertahankan umur simpan bahan, karena
reaksi biokimia dan kimia serta aktivitas mikroorganisme dapat dihambat dengan
dua cara yaitu suhu rendah dan melalui penurunan aw (Suprapti, 2005).
Menurut Buckle dkk, (1985) dalam Tanggara (2012), kekentalan zat cair
dengan penambahan gula tergantung pada lama waktu pemanasan. Makin lama
pemanasan, sirup yang dihasilkan semakin kental. Hal ini terjadi karena semakin
tinggi daya suhu pemanasan maka semakin tinggi daya larut dari gula. Gula akan
mengikat lebih banyak air, sehingga viskositas meningkat, sehingga sirup
membutuhkan waktu lebih lama untuk dituang. Terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi mutu sirup, yaitu jenis dan dosis penstabil. Jenis penstabil dalam
pembuatan sirup adalah Carboxil Methil Cellulose bersifat kimiawi. Jangka waktu
lama, penstabil kimiawi beresiko, karena memberi efek samping berbahaya bagi
kesehatan manusia. Fungsi penstabil dalam pembuatan sirup yaitu sebagai bahan
pengemulsi, pengental, bahan pengisi dan pembuat atu pembentuk gel (Ganida
et.al., 2000). Faktor yang mempengaruhi syarat mutu sirup menurut SNI
3544:2013 secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 2.