i mplem entas i pro g ram pusat kesejahte raan sosial …

122
I M PL E M E NT AS I PRO G RAM PU SAT K E SE J AH T E RAA N SO SI AL ANAK I NT E G R AT I F (PK SAI ) SI K A M A SE A NG DI K AB UP AT E N G O W A RAHMAWATI SUDIRMAN NOMOR STAMBUK: 10561 05462 15 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019 i

Upload: others

Post on 01-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I M PL E M E NT AS I PRO G RAM

PU SAT K E SE J AH T E RAA N SO SI AL ANAK I NT E G R AT I F

(PK SAI ) SI K A M A SE A NG DI K AB UP AT E N G O W A

RAHMAWATI SUDIRMAN NOMOR

STAMBUK: 10561 05462 15

PROGRAM STUDI

ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019

i

IMPLEMENTASI PROGRAM PUSAT KESEJAHTERAAN SOSIAL

ANAK INTEGRATIF PKSAI (PKSAI) SIKAMASEANG

DI KABUPATEN GOWA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diusulkan Oleh

RAHMAWATI SUDIRMAN

Nomor Stambuk : 10561 05462 15

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019

ii

iii

iv

v

ABSTRAK

RAHMAWATI SUDIRMAN, Implementasi Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di

Kabupaten Gowa. (dibimbing oleh Isa Ansyari dan Muhammad tahir).

Implementasi program pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI)

sikamaseang merupakan sebuah program kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan anak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui implementasi program

pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) Sikamaseang di kabupaten Gowa,

program PKSAI ini dikeluarkan oleh dinas sosial kabupaten Gowa yang bekerjasama

dengan beberapa SKPD terkait.

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian adalah jenis penelitian

kualitatif, dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan menelaah sebelas

informan. Teknik penelitian yang digunakan yaitu melalui observasi, wawancara

mendalam menggunakan pedoman (interview), dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perilaku hubungan antar organisasi yang

terkait mengenai komitmen dan koordinasi sudah cukup baik akan tet api masih perlu

ditingkatkan. Perilaku birokrasi tingkat bawah dari segi kontrol organisasi dan

profesionalisme SDM yaitu pemerintah telah berupaya melakukan kontrol organisasi

melalui pengawasan atau monitoring akan tetapi masih kurang baik sehingga perlu

diperbaiki. Perilaku kelompok sasaran dalam program PKSAI ini sudah baik sehingga

perlu untuk dipertahankan.

Kata kunci: Implementasi program PKSAI

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hambanya. Shalawat dan

salam tak lupa penulis kirimkan kepada rasululullah Muhammad SAW beserta

para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan nikmat yang tiada

ternilai manakala penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten

Gowa” dapat terselasaikan dengan baik yang sekaligus menjadi tugas akhir yang

diajukan untuk memenuhuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu

Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Sembah sujud dan kupersembahkan skripsi ini terkhusus kepada kedua

orang tua tercinta Ayahanda Sudirman D dan Ibunda Jumaria, terima kasih atas

segala pengorbanan, kesabaran, doa dukungan dan semangat yang tak ternilai

hingga penulis dapat menyelesaikan studi, kiranya amanah yang diberikan kepada

penulis tidak tersia-siakan. Terima kasih juga kepada kakak dan adik tercinta, dan

seluruh keluarga besarku.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan hingga terwujudnya

skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk

vii

itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada yang terhormat:

1. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, S.E. M.M selaku rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar, atas kebijaksanaan dan bantuan fasilitas yang

diberikan.

2. Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Dr. Burhanuddin S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Nasrul Haq, S.Sos. M.PA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Dr. Muh. Isa Ansyari, M.Si selaku pembimbing I dan Dr. Muhammad

Tahir, M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya

membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

6. Dr. Anwar Parawangi, M.Si selaku penasehat akademik selama menempuh

kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Makassar.

7. Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Pemerintahan di Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah

memberikan segudang ilmu kepada penulis.

viii

8. Semua staf tata usaha di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang senantiasa

memberikan pelayanan kepada penulis selama pengurusan penelitian dan

skripsi.

9. Kedua orang tua tercinta, Ayah Sudirman D, dan Ibu Jumaria yang telah

memberikan sumbangan moral dan material.

10. Pihak Kesbang Kabupaten Gowa yang telah memberikan izin penelitian

kepada penulis.

11. Dinas sosial Kabupaten Gowa, Dinas pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak, Konsultan UNICEF, Yayasan Bakti, Staf PKSAI serta

masyarakat yang telah membantu dalam mengambilan data.

12. Teman-teman seperjuangan dalam penulisan skripsi, Andi Nurfadillah

A.Sarina, Mardatillah, Nur Nikmat, Ayu Sri Wulandari, dan semua yang tidak

bisa penulis sabutkan satu persatu yang senantiasa memberikan motivasi dan

dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai sampai saat ini.

13. Teman-teman Ilmu Administrasi Negara angkatan 2015 Khususnya kelas 8F

dan 8G serta teman-teman, adik-adik, dan kakak senior terkhusus kakanda di

HUMANIERA yang tak sempat penulis sebut satu persatu yang sama-sama

menimbah ilmu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Muhammadiyah Makassar. Terima kasih karena telah mengisi hari-hari penulis

dengan suka dan duka sehingga penulis mengerti arti sebuah kebersamaan.

14. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga akhir

yang penulis tidak bisa sebut satu persatu.

ix

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................................... i

Halaman Pengajuan Skripsi ................................................................................. ii

Halaman Persetujuan .......................................................................................... iii

Halaman Penerimaan Tim .................................................................................. iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ........................................................ v

Abstrak............................................................................................................... vi

Kata Pengantar .................................................................................................. vii

Daftar Isi ............................................................................................................ xi

Daftar Tabel ..................................................................................................... xiii

Daftar Gambar.................................................................................................. xiv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7

D. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Konsep, dan Teori ............................................................ 10

1. Pengertian Implementasi ............................................................... 10

2. Model Implementasi Kebijakan Publik.......................................... 13

3. Pengertian Kebijakan Publik ......................................................... 22

4. Pengertian Kesejahteraan Anak ..................................................... 25

B. Kerangka Pikir ................................................................................... 27

C. Fokus Penelitian ................................................................................. 29

D. Deskripsi Fokus Penelitian ................................................................. 29

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 31

B. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................... 31

C. Sumber Data...................................................................................... 31

D. Informan Penelitian ........................................................................... 32

E. Teknik Pengumpulan Data................................................................. 33

F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 33

G. Pengabsahan Data.............................................................................. 34

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Obyek Penelitian................................................................ 36

1. Gambaran Umum Kabupaten Gowa .............................................. 36

2. Profil Dinas Sosial Kabupaten Gowa............................................. 39

3. Profil Sekertariat PKSAI di Kabupaten Gowa ............................... 44

xi

B. Progam Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang.......................................................................................47

C. Implementasi Program Pusat Kesajahteraan Sosial Anak

Integratif (PKSAI) Sikamaseang.........................................................57

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 80

B. Saran ................................................................................................. 81

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 82

LAMPIRAN

xii

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel 3.1

Teks

Tabel Informan

Halaman

32

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk 38

Tabel 4.2 Masalah Pendidikan 50

Tabel 4.3 Masalah Kependudukan 51

Tabel 4.4 Masalah Disabilitas 52

Tabel 4.5 Masalah Penyakit Kronis 53

Tabel 4.6 Masalah Pekerjaan 54

Tabel 4.7 Masalah Pernikahan 55

Tabel 4.8 Masalah Pengasuhan 56

Tabel 4.9 Data Kasus Anak 57

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

Gambar 2.1 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Horn 17

Gambar 2.2 Model Implementasi Kebijakan Edward III 19

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pikir 28

Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Sosial 40

Gambar 4.2 Bagan Struktur Organisasi PKSAI 46

xiv

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) di Kabupaten Gowa,

merupakan program layanan pemerintah yang hadir di tengah masyarakat yang

berorientasi untuk pemenuhan kesejahteraan anak. Dalam tujuannya diharapkan

anak-anak terlindungi dari kekerasan, anak bisa hidup layak sesuai hak dasar

kehidupan seperti kasih sayang, kesehatan dan pendidikan. Tujuan lain PKSAI

diharapkan anak-anak rentan dan beresiko di Kabupaten Gowa akan mendapatkan

pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Layanan yang ideal ini hadir dalam

wujud Pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) sikamaseang di

Kabupaten Gowa.

Pemenuhan hak-hak dasar anak secara maksimal tanpa adanya

diskriminasi ataupun eksploitasi merupakan arti pentingnya PKSAI di Kabupaten

Gowa. Dikatakan integratif karena ada beberapa komponen yang ikut serta ambil

bagian dalam pelayanan ini, unsur pemerintah, dan masyarakat masyarakat. Dan

kata sikamaseang yang bermakna saling mengasihi antara satu dengan yang lain.

Komitmen pemerintah Kabupaten Gowa bersama dengan semua elemen-

elemen yang terkait dalam meningkatkan kesejahteraan anak dan perlindungan

anak dilaksanakan dengan mengimplementasikan segala bentuk kebijakan anak

dengan dukungan peraturan Bupati Gowa Nomor 35 Tahun 2016 tentang

pembentukan pusat kesejahteraan sosial anak integratif sikamaseang di

Kabupaten Gowa, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan SK tim teknis

1

2

pengelola PKSAI di daerah tersebut pemerintah Kota dan Kabupaten meresmikan

PKSAI di Kabupaten Gowa tanggal 10 November 2016, dengan berlandaskan

konstitusi pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan anak merupakan bentuk langkah legislasi strategis yang diikuti

dengan berbagai regulasi tentang anak lainnya dan UU Nomor 35 Tahun 2014

tentang amandemen UU perlindungan anak merupakan langkah maju untuk

menyelaraskan segala bentuk regulasi yang belum sesuai dengan prinsip

pemenuhan hak anak. Hal ini bararti bahwa anak sebagai manusia yang utuh

memiliki hak sebagai hak asasi manusia, anak adalah seseorang yang belum

mencapai usia 18 tahun, dan anak dalam kandungan, yang menjamin untuk

pemenuhan hak anak dalam situasi dan kondisi apapun.

Menjadi tugas pemerintah memberikan secara maksimal layanan

kesejahteraan sosial anak yang menyeluruh. UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang

kesejahteraan anak, kesejahteraan anak merupakan suatu tata kehidupan dan

penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya

dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial (bab 1 pasal 1). Dan UU

Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, upaya terarah, berkelanjutan

yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga

negara.

UNICEF memilih Kabupaten Gowa di Sulawesi Selatan sebagai model

penyelenggara PKSAI, untuk mengatasi permasalahan sosial di Kabupaten Gowa,

PKSAI sendiri dikelola oleh tim terpadu yang berasal dari sejumlah SKPD demi

memberikan layanan terintegrasi dalam hal ini seperti pencegahan deteksi dini dan

3

rujukan penanganan bagi anak rentan dan beresiko mengalami berbagai

kekerasan, eksploitasi, pelecehan, dan lainnya.

Penetapan percontohan layanan anak integratif nasional dengan program

PKSAI baru diterapkan dilima daerah, yaitu Tulung Agung, Surakarta, Klaten,

Makassar dan Gowa. Gowa menjadi salah satu Kabupaten atau Kota yang dinilai

memiliki keunikan, keterampilan dan kesiapan untuk menerapkan layanan anak

integratif ini, dengan demikian untuk membuktikan bahwa Kabupaten Gowa

memang layak menjadi lokus percontohan layanan anak integratif nasional, maka

perlu terlebih dahulu melihat proses pelaksanaan atau implementasi dari program

itu sendiri.

Perumusan suatu kebijakan (program) selalau diiringi dengan proses

implementasi. Bagaimanapun baiknya suatu program tanpa implementasi,

program itu hanyalah sekedar wacana yang tersimpan rapi di atas kertas.

Implementasi adalah penentu dari apa yang telah disusun sebelumnya dan untuk

mengetahui keberhasilan suatu program apakah berjalan dengan baik dan benar

maka hal utama yang perlu dilakukan yaitu memastikan apakah program itu

benar-benar telah dijalankan atau diimplementasikan.

Mendalami proses implementasi program PKSAI, maka terlebih dahulu

perlu memahami implementasi itu sendiri. Persoalan implementasi bukanlah hal

yang mudah, implementasi ialah aksi nyata dalam suatu kegiatan yang begitu

kompleks yaitu melibatkan banyak aktor dengan berbagai kepentingan mereka

masing-masing. Kesukaran dalam proses implementasi dapat bertambah jika

kebijakan atau program yang diimplementasikan tidak diformulasikan secara jelas

4

sebagai dampak kompromi politik yang mewarnai proses formulasi atau

perumusan kebijakan. Kondisi yang demikian akan memberikan ruang (namun

bisa jadi sebuah keharusan atau keterpaksaan) kepada aktor yang terlibat dalam

pelaksanaan kebijakan untuk membuat interpretasi mengenai maksud dan tujuan

suatu kebijakan sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing, kemungkinan

dampak yang ditimbulkan yaitu adanya deviasi atas tujuan kebijakan yang sudah

ditetapkan.

Layaknya implementasi kebijakan dan program pemerintah umumnya,

dalam usaha untuk mewujudkan kesejahteraan anak di Kabupaten Gowa juga

mengalami berbagai permasalahan atau fenomena sosial yang sangat bervariasi,

mulai dari kekerasan, pelecehan, eksploitasi, diskriminasi dan lain sebaginya.

Berdasarkan data dari dinas sosial Kabupaten Gowa mengenai masalah

sosial kesejahteraan anak pada tahun 2018 sebagai berikut; masalah yang

berkaitan dengan identitas dimana terdapat 441 anak yang tidak memiliki

identitas seperti akte kelahiran, masalah disabilitas sebanyak 126 anak, masalah

penyakit kronis sebanyak 54 anak, masalah pendidikan jumlah anak yang belum

sekolah sebanyak 53 anak, tidak sekolah sebanyak 119 anak dan putus sekolah

sebanyak 346 anak. bekerja sebanyak 222 anak, masalah kapasitas pengasuhan

sebanyak 47 anak, dan pernikahan dibawah umur sebanyak 37 anak.

Berdasarkan hasil observasi awal di lokasi terkait dapat dinilai bahwa

dalam pelaksanaan program PKSAI belum di implementasikan sesuai dengan

SOP atau mekanisme yang ada. Hal ini dibuktikan dengan jalur pelaporan atau

pengaduan masyarakat yang belum teratur.

5

Masalah ini kemudian menjadi dasar ungkapan bahwa kesejahteraan anak

di Indonesia benar-benar harus diperhatikan dan ditingkatkan. Masalah-masalah

sosial tersebut di atas merupakan masalah yang kompleks dan masalah yang

bersifat multidimensi karena berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan

aspek lainnya, khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang.

Masalah seperti ini sudah ada ada sejak lama dan masih hadir ditengah-tengah

masyarakat kita saat ini, hal ini disebabkan karena gejalanya tidak pernah

mengalami penurun akan tetapi justru malah mengalami peningkatan atau

kenaikan sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi bahgsa

Indonesia. Hal ini juga dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara yang

tingkat kesejahteraan rakyatnya masih di bawah tingkat kesejahteraan negara -

negara maju.

Peningkatkan kesejahteraan anak sisi lain yang tidak bisa disepelekan

untuk diketahui yaitu proses pemberian layanan yang kepada kelompok sasaran.

Setiap instansi pemerintah yang menerapkan sautu program pelayanan publik,

harus mengetahui tujuan dan fungsi pelayanan publik itu sendiri.

Pelayanan publik ditujukan untuk masyarakat, apa yang dibutuhkan oleh

masyarakat dalam hal pelayanan publik menjadi kewajiban bagi aparatur untuk

malayaninya. Tujuan pelayanan publik semata-mata untuk kepentingan

masyarakat yang menerima pelayanan. Jika pelayanan baik, masyarakat akan

merasa puas atas diterimanya pelayanan yang diberikan. Kepuasan masyarakat

akan menjadi acuan baik atau buruknya pelayanan publik.

6

Tujuan pelayanan publik di Indonesia cenderung masih mengalami

berbagai kendala dan tantangan. Empat kendala yang dihadapi oleh Indonesia

dalam pembangunan pelayanan publik, yaitu politik, lemahnya penggunaan

teknologi. rekrutmen pegawai, reward dan punishmen. Selain itu dalam proses

pelaksanaan suatu program pelayanan dimana dalam program tersebut melibatkan

banyak organisasi atau instansi maka sangat penting untuk memperhatikan

perilaku antar organisasi. Melihat komitmen dan koordinasi dalam pelaksanaan

suatu program, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan perilaku kelompok sasaran.

Pelayanan kesejahteraan sosial anak pada daerah atau negara maju telah

tertata dengan rapi. Hal tersebut memungkinkan semua anak bisa mendapatkan

pelayanan yang prima. Berbeda dengan negara yang masih berkembang seperti

halnya pembahasan diatas masalah kesejahteraan anak di Indonesia masih belum

bisa teratasi karena salah satu faktornya adalah Indonesia masih dalam kategori

negara berkembang. Hal ini menjadikan tuntutan perbaikan dalam pelayanan

kesejahteraan anak masih diperlukan.

Keberhasilan dalam suatu negara dapat dilihat dari terwujudnya tujuan

pembangunan nasional dan salah satu tolok ukur keberhasilan tersebut adalah

tingkat kesejahteraan anak. Kesejahteraan menjadi poin utama karena berkenaan

dengan penghidupan yang layak bagi setiap anak seperti tersedianya sarana dan

prasarana pendidikan, perlindungan dari bebagai macam hingga yang menyangkut

kebutuhan dasar kesejahteraan anak. Permasalahan kesejahteraan anak menjadi

fokus utama pemerintah dalam memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat.

7

Program PKSAI ini diharapkan dapat membantu pemerintah

kota/kabupaten dalam mewujudkan kesejahteraan anak. Berdasarkan

permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Implementasi Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perilaku organisasi dan antar organisasi dalam pelaksana Program

Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di

Kabupaten Gowa?

2. Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah dalam pelaksana Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten

Gowa?

3. Bagaimana perilaku kelompok sasaran dalam pelaksana Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten

Gowa?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui implementasi program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak

Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui perilaku organisasi dan antar organisasi dalam pelaksana

Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di

Kabupaten Gowa.

8

b. Untuk mengetahui perilaku birokrasi tingkat bawah dalam pelaksana Program

Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di

Kabupaten Gowa.

c. Untuk mengetahui perilaku kelompok sasaran dalam pelaksana Program

Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di

Kabupaten Gowa.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

setiap lapisan masyarakat dan dapat memberikan manfaat khususnya sebagai

bahan referensi studi di Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Makassar. Selain itu penelitian ini diharapkan

menjadi salah satu sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian-

kajian yang mengarah pada pengembangan ilmu sosial, khususnya pada

bidang ilmu administrasi negara dan ilmu pemerintahan.

2. Secara praktis

a. Merupakan media bagi penulis untuk menyumbangkan wacana dan pemikiran

dalam rangka turut memberikan kontribusi pemikiran tentang implementasi

program PKSAI Sikamaseang di Kabupaten Gowa.

b. Merupakan investasi berharga bagi penulis kelak apabila akan berkiprah

dalam kehidupan sosial dan politik.

9

c. Sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian studi di Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Konsep dan Teori

1. Pengertian Implementasi

Proses formulasi kebijakan telah selesai, maka tahap selanjutnya kebijakan

publik diimplementasikan. Pada tahapan ini, isi kebijakan dan akibat-akibatnya

kemungkinan akan mengalami perubahan dan elaborasi bahkan mungkin akan

dinegasikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Lester dan Stewart dalam

Kusumanegara (2010:97) implementasi yaitu sebuah tahapan yang dilaksanakan

setelah aturan hukum ditetapkan melalui proses politik. Kalimat ini seolah-olah

menunjukan bahwa pelaksanaan/implementasi lebih bermakna non politik, yaitu

administratif.

Meter dan Horn dalam Suratman (2017:25) implementasi yaitu tindakan

yang dilakukan baik oleh individu/pejabat atau kelompok pemerintah ataupun

swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam

keputusan kebijakan. Sabatier dan Mazmanian dalam Suratman (2017:26) yang

menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa hakikat utama

imlementasi kebijakan ialah memahami apa seharusnya yang terjadi setelah

program dirumuskan. Pemahaman ini mencakup usaha untuk

mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau

kejadian-kejadian.

Berdasarkan pandangan tersebut diketahui bahwa proses implementasi

kebijakan sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif

10

11

yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan

pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut jaringan kekuatan politik,

ekonomi, dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi

perilaku dari semua pihak yang terlibat untuk menetapkan arah agar tujuan

kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil kegiatan pemerintah.

Odoji dalam Nawawi (2009:131-132) implementasi kebijakan ialah suatu

hal yang sangat penting bahkan dianggap lebih penting dari perumusan

kebijakan. Kebijakan hanya dimaknai sebagai impian atau hanya sekedar rencana

yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak dilaksanakan.

Jones dalam Nawawi (2009:131-132) mengemukakan implementasi

kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian

sebab akibat yang menghubungkan tindakan dan tujuan.

Implementasi kebijakan atau program merupakan bagian dari

administrative process (proses administrasi). Proses administrasi sebagaimana

diistilahkan oleh Anderson, digunakan untuk menunjukan desain atau pelaksanaan

sistem administrasi yang terjadi pada setiap saat. Proses administrasi mempunyai

konsekuensi terhadap pelaksanaan, isi dan dampak suatu kebijakan. Anderson

dalam Kusumanegara (2010: 97). Selalu terbuka kemungkinan bahwa kebijakan

yang cukup baik (good policy) menjadi tidak efektif atau mengalami kegagalan

disebabkan kelemahan dalam sistem dan proses pelaksanaanya (bad

implementation).

Pengetian implementasi menurut Grindle dalam Mulyadi (2016:47)

menyatakan implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang

12

dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Proses pelaksanaan kebijakan akan

dimulai ketika program kegiatan telah tersusun, dana telah siap dan telah

disalurkan untuk mencapai tujuan ataupun sasaran telah ditetapkan sebelumnya.

Grindle dalam Suratman (2017:112) kembali mendefinisikan

implementasi sebagai suatu upaya untuk menciptakan hubungan yang

memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan politik dapat direalisasiakan sebagai suatu

hasil dari aktivitas-aktivitas pemerintahan.

Laswell dalam Purwanto dan Sulistyastuti (2015:17). Penggunaan istilah

implementasi muncul kepermukaan beberapa dekade yang lalu. Implementasi

merupakan bagian atau salah satu tahap dari proses besar bagaimana suatu

kebijakan publik dirumuskan.

Implementasi kebijakan secara sederahana dapat diartikan sebagai proses

menerjemahkan peraturan ke dalam bentuk tindakan. Dalam praktiknya

imlementasi kebijakan yaitu suatu proses yang bagitu kompleks bahkan tidak

jarang bermuatan politis karena wujudnya intervensi berbagai kepentingan

(Agustiono, 2016:126). Berret dalam Agustiono (2016:128) implementasi

kebijakan adalah menjalankan konten atau isi kebijakan ke dalam aplikasi yang

diamanatkan oleh kebijakan itu sendiri.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik tidak

akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh

keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi ialah proses kegiatan yang

dilakuan oleh berbagai aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu

hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu dibuat.

13

2. Model Implementasi Kebijakan Publik

a. Menurut Van Meter dan Van Horn

Secara rinci variabel-variabel imlementasi kebijakan publik yang

dikemukakan oleh Meter dan Horn dalam Suratman (2017:86-92) dijelaskan

sebagai berikut:

1) Standar dan Sasaran Kebijakan/Ukuran dan Tujuan Kebjakan

Keberhasilan kinerja suatu implementasi kebijakan dapat diukur dari

tujuan kebijakan yang bersifat nyata dengan sosio-kultur yang ada di level

implementasi kebijakan. Ketika sasaran ataupun ukuran kebijakan dianggap

terlalu ideal (utopis), maka kemungkinan akan sulit diwujudkan. Van Meter dan

Van Horn berpendapat bahwa dalam mengukur kinerja implementasi kebijakan

tentunya harus menegaskan standar dan sasaran kebijakan yang akan dicapai oleh

para aktor kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya ialah penilaian atas tingkat

pencapaian standar dan sasaran kebijakan tersebut.

Memahami mengenai maksud umum dari standar atau tujuan suatu

kebijakan ialah penting. Pelaksanaan kebijakan yang berhasil, bisa jadi akan gagal

(frustrated) ketika para aktor (officials), tidak sepenuhnya paham akan tujuan dan

standar kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan mempunyai keterkaitan erat

dengan sikap para pelaksana (implementors). Arah disposisi implementors akan

standar dan tujuan kebijakan juga termasuk hal yang “crucial”. Tidak menutup

kemungkinan implementors bisa gagal dalam pelaksanaan kebijakan, disebabkan

karena mereka menolak atau bahkan tidak memahami apa tujuan dari suatu

kebijakan.

14

2) Sumber daya

Keberhasilan dalam pelaksanaan suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang ada. Manusia ialah sumber daya

yang sangat penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Setiap tahapan

implementasi dituntut adanya SDM yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan

yang diembannya oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain

SDM, sumber daya finansial dan waktu ialah hal yang tidak kalah penting dalam

menilai keberhasilan implementasi. Selain itu sumber daya kebijakan (policy

resources) harus tersedia demi kelancaran administrasi implementasi kebijakan.

Sumber daya ini terdiri atas insentif lain yang dapat mempermudah dalam proses

implementasi kebijakan. Kurangnya atau bahkan terbatasnya dana/insentif lain

dalam pelaksanaan suatu kebijakan, dapat diartikan bahwa itu iala h salah satu

pemicu gagalnya suatu implementasi kebijakan.

3) Karakteristik Organisasi Pelaksana

Agen pelaksana terdiri dari organisasi formal dan organisasi informal yang

terlibat dalam proses pelaksanaan kebijakan. Menjadi penting karena kinerja

implementasi kebijakan ini akan dipengaruhi oleh para agen pelaksana ciri yang

tepat serta cocok. Hal demikian berkaitan dengan konteks kebijakan yang

dilaksanakan pada beberapa kebijakan seharusnya pelaksanaan suatu kebijakan

harus ketat dan disiplin. Adapun karakteristik organisasi pelaksana dalam hal ini

terbagi dua yaitu karakteristik utama dari struktur birokrasi adalah prosedur-

prosedur kerja standar (SOP=Standard Operating Procedures) dan fragmentasi.

15

4) Komunikasi Antar Organisasi Terkait dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan

Kebijakan publik dapat diimplementasikan dengan efektif, ketika standar

tujuan dipahami oleh para pelaksana yang bertanggung jawab oleh karena itu

standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para implementors. Komunikasi

dalam menyampaikan informasi kepada pelaksana mengenai apa menjadi standar

dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari

berbagai sumber informasi. Ketika kejelasan dan konsistensi serta keseragaman

terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan tidak ada, maka standar dan tujuan

kebijakan akan sulit dicapai. Ketika ada kejelasan, para pelaksana dapat

mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam suatu organisasi publik, komunikasi

sering dianggap suatu proses sulit maupun komplek.

Proses penyampaian informasi kebawah dalam suatu organisasi/dari suatu

organisasi ke organisasi lainnya, dan ke komunikator lainnya, sering mengalami

gangguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak, ketika sumber

komunikasi berbeda memberikan interperstasi yang tidak sama (inconsistent)

terhadap standar dan tujuan kebijakan, atau sumber informasi sama memberikan

interperstasi yang penuh dengan pertentangan (conflicting), maka tidak menutup

kemungkinan pada implementasi kebijakan akan menemukan kejadian yang lebih

sulit dalam pelaksanaan kebijakan secara intensif. Implementasi yang efektif,

sangat dipengarughi oleh komunikasi terhadap para pelaksana kebijakan secara

akurat dan konsisten (accuracy and consistency).

16

5) Disposisi atau Sikap Para Pelaksana

Menurut Meter dan Horn: “sikap penolakan ataupun penerimaan dari

pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan

implementasi kebijakan. Hal demikian disebabkan karena kebijakan yang

dilaksanakan bukan hasil rumusan warga setempat yang memahami persoalan.

Tetapi sangat mungkin pengambil keputusan tidak mengetahui atau tidak mampu

menyentuh kebutuhan, dimana keinginan atau permasalahan yang diselesaikan

kebijakan publik biasanya bersifat top down”.

Sikap tersebut dipengaruhi oleh pandangan terhadap suatu kebijakan dan

cara melihat pengaruh kebijakan terhadap kepentingan individu. Implementasi

kebijakan publik terlebih dahulu diawali penyaringan (befiltered) melalui persepsi

dari pelaksana mengenai batas kebijakan itu dilaksanakan. Hal yang dapat

mempengaruhi kemampuan serta kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,

terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman

(comprehension and understanding) terhadap kebijakan. Kedua, arah respon

mereka menerima, netral ataukah menolak (acceptance, neutrality, and rejection).

Dan ketiga, intensitas terhadap kebijakan.

6) Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat memicu

kegagalan kinerja implementasi kebijakan publik. Oleh karena itu, kondisi

lingkungan eksternal yang kondusif. Menjadi syarat untuk mendorong

keberhasilan kebijakan publik.

17

Gambar 2.1: Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Horn

b. Menurut George C. Edwards III

Model Edwards III dalam Suratman (2017: 92-98) mempertimbangkan

empat faktor kritis atau variabel di dalam mengimplementasikan kebijakan publik.

Empat faktor atau variabel yang dimaksud antara lain meliputi:

1) Komunikasi

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-

tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam

pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan

demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.

18

2) Sumber daya

Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi

program dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim, jika personel yang

bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumber daya dalam

melakukan tugasnya. Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian

dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk

mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam

pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat

diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas

pendukung yang yang dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana

dan sarana prasarana.

3) Disposisi atau Sikap

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan

adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari

kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika

pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi

akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap/respon implementor

terhadap kebijakan; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk

merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon

tersebut.

4) Struktur Birokrasi

Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari

struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-

19

pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang

mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka

miliki dalam menjalankan kebijakan.

KOMUNIKASI

SUMBER

DAYA

IMPLEMENTASI

DISPOSISI

STRUKTUR

BIROKRASI

Gambar 2.2: Model Implementasi Kebijakan Edward III

c. Menurut Soren C. Winter

Winter dalam Suratman (142-147). Variabel/indikator dalam proses

implementasi kebijakan sebagai berikut:

1) Perilaku organisasi dan antar organisasi (organizational and inter-

organizational behavior).

Dimensi-dimensinya adalah komitmen dan koordinasi antar organisasi.

Penerapan kebijakan publik dalam mencapai hasil yang optimal, jarang

20

berlangsung dalam kelompok sendiri, tanpa menggunakan organisasi lain sebagai

pendukung atau piranti pelaksana. Implementasi kebijakan memerlukan hubungan

antar organisasi untuk membawa perubahan kebijakan umum ke dalam aturan

yang jelas, dan itu berlangsung sercara berkelanjutan dalam proses sosial yang

dapat mengkonversi arah kebijakan melalui tindakan.

Proses implementasi dapat diterapkan melalui banyak cara. Salah satu cara

di antaranya adalah implementasi kebijakan dapat terpenuhi dalam suatu

organisasi. Tetapi, agar kinerja implementasi lebih efisien dan efektif,

memerlukan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai organisasi, atau bagian-

bagian organisasi itu. Tingkat implementasi dapat ditempuh pada organisasi

formal, sementara administrasi pemerintah dapat diterapakn melalui hasil

kebijakan.

Perkembangan hubungan antar organisasi belakangan kian populer,

sehingga para praktisi dan sarjana melahirkan istilah „kolaboratif‟ yang

menentukan dan mempengaruhi hasil suatu program. Beberapa tahun terakhir

muncul istilah yang lebih dikenal jaringan, dan manajemen jaringan. Istilah ini

secara keseluruhan dikenal dalam hubungan koordinasi antar organisasi yang

dapat meningkatkan dan menentukan pola implementasi kebijakan.

Komitmen dimaksud adalah kesepakatan bersama dengan instansi terkait

dalam menjaga stabilitas organisasi dan jaringan antar organisasi yang ada, dalam

kaitannya dengan pelaksanaan program. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga

kemungkinan munculnya rasa egoisme di antara organisasi pelaksana program

yang dapat mempengaruhi hasil akhir dari suatu implementasi. Kontribusi suatu

21

organisasi terhadap implementasi sangat tergantung input yang diterima dari

hubungan antar organisasi secara timbal balik dan saling bergantung satu sama

lain. Dengan demikian, proses implementasi kebijakan dapat dicapai pada titik

optimal dalam merealisasikan kebutuhan dan kepentingan.

Pada tataran koordinasi pola hubungan antar organisasi sangat urgen dan

berpengaruh terhadap penentuan strategi suatu implementasi. Pengaturan suatu

kebijakan publik dapat diterapkan melalui dua atau lebih organisasi. Sebab,

bagaimanapun implementasi kebijakan sifatnya rumit, dan tantangan atas tindakan

yang direncanakan lebih besar, sehingga kemungkinan untuk bekerjasama secara

khas akan lebih rumit. Itulah sebabnya, kadangkala akibat kerumitan tadi

membuat permasalahan kebijakan terbengkalai. Pemerintah belum bisa

menerapkan kebijakan yang menyentuh akar permasalahan antara yang satu

dengan lainnya.

2) Perilaku birokrasi tingkat bawah (street level bureaucratic behavior)

Dimensinya adalah kontrol organisasi dan profesionalisme SDM. Variabel

selanjutnya menjadi faktor kunci dalam implementasi kebijakan adalah perilaku

birokrasi level bawah. Hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan untuk

melaksanakan dan menjalankan program-program sebagai keputusan penting

dengan menggunakan pengaruh yang lebih dominan diluar kewenangan formal

(diskreasi).

Pekerja level bawah ini pada prinsipnya mempunyai pilihan pada hasil

mana yang harus dicapai, dan bagaimana cara melakukannya. Demikian halnya

tokoh masyarakat, lembaga adat, konselor dan semacamnya, secara rutin

22

berhubungan dengan birokrasi level bawah. Mereka ini mengabdikan diri sebagai

“warga negara yang membantu menciptakan dan melakukan pelayanan publik

berdasarkan norma”.

3) Perilaku kelompok sasaran (target group behavior)

Perilaku kelompok sasaran (target group behavior) yang tidak hanya

memberi pengaruh pada efek/dampak kebijakan, tetapi juga mempengaruhi

kinerja birokrat/aparat tingkat bawah. Dimensinya mencangkup respon positif dan

negatif dari masyarakat ataupun sekaligus pihak terkait yang turut merasakan

dampak dari kebijakan, respon mendukung atau tidak mendukung kebijakan.

3. Pengertian Kebijakan Publik

Konsep kebijakan publik memiliki makna yang luas dan multi interpretasi.

Sebagai contoh, Anderson dalam Agustiono (2016:17) mendefenisikan kebijakan

publik sebagai: “A purposive course of action followed by an actor or set actors

in dealing with a problem or metter of concern.” Dalam bahasa yang sederhana

kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang memiliki tujuan tertentu yang

kemudian diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor yang

berhubungan dengan permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan.

Pendapat yang sama dikemukakan Anderson dalam Subarsono (2008:2)

menjelaskan kebijakan publik ialah kebijakan yang ditetapkan oleh badan dan

aparat pemerintah. Meskipun kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor

dan faktor dari luar pemerintah.

Kebijakan publik dijelaskan sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh

pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang

23

pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan, dan sabagainya

(Subarsono, 2008:2). Sementara itu, Dye dalam Soetari (2014:35) mendefenisikan

bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak

dikerjakan oleh pemerintah, berarti bahwa perlu ada pemahaman mengenai alasan

kebijakan harus dilakukan dan mempertimbangkan manfaat kebijakan bagi

kehidupan banyak orang dengan maksud kebijakan tersebut bermanfaat dan tidak

menimbulkan kerugian, hal inilah yang masksudkan pemerintah dituntut untuk

selalu bijak dalam menetapkan kebijakan.

Pendapat yang sama kembali dikemukan oleh Dye dalam Subarsono

(2008:2) yang memiliki makna bahwa kebijakan publik sebenarnya dibuat oleh

pemerintah dan bukan non pemerintah. Dilakukan atau tidak dilakuakan adalah

sebuah pilihan dari pemerintah.

Menurut Easton dalam Soetari (2014:35) “Public policy is the

authoritative allocation of values for the whole society” (kebijakan publik adalah

pegalokasian nilai secara sah terhadap seluruh anggota masyarakat).

Jenkins dalam Soetari (2014: 35) kebijakan publik merupakan serangkaian

keputusan yang saling berkaitan ditetapkan oleh seorang atau sekelompok

implementors politik berdasarkan tujuan yang dipilih serta cara untuk

mencapainya dalam situasi dimana keputusan itu pada dasarnya masih berada

dalam batas kewenangan kekuasaan dari para implementors.

Menurut Odoji dalam Suratman (2017:11) kebijakan publik merupakan

tindakan yang memiliki sangsi yang mengarah pada tujuan tertentu yang

24

diarahkan pada suatu atau sekelompok masalah tertentu yang memiliki kaitan dan

mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.

Abidin dalam Soetari (2014:37) kebijakan publik tidak bersifat spesifik

dan sempit, tetapi luas dan berada pada strata strategis. Oleh karena itu kebijakan

publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan khusus

di bawahnya.

Sharkansky dalam Suratman (2017: 10-11). “Public policy is what

government say and do, or do not do. It is the goals or porposes of government

programs”. Kebijakan publik merupakan apa-apa yang dinyatakan ataupun

dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan publik ini berupa

sasaran dan tujuan program pemerintah.

Kaplan dalam Suratman (2017:11). “Public policy is a projected program

of goals, values and practices”. Kebijakan publik adalah suatu program

pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah.

Friedrick dalam Suratman (2017:10) kebijakan publik merupakan

serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah

dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan hambatan dan kesempatan

terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan

yang telah ditetapkan.

Santoso dalam Kusumanegara (2010:3) kebijakan publik terdiri

konsentrasi dalam tindakan pemerintah, dan konsentrasi pada pelaksanaan

kebijakan dan dampak. Nakamura dan Smalwood dalam Kusumanegara (2010:4)

kebijakan publik merupakan rangkaian instruksi dari pembuat keputusan terhadap

25

pelaksana yang memberikan pemahaman mengenai tujuan dan cara mencapai

tujuan itu. Wildavsky dalam Kusumanegara (2010:4) kebijakan publik diartikan

sebagai suatu hipotesis yang berisi kondisi awal dari aktivitas pemerintah dan

akibat yang bisa diramalkan. Kebijakan merupakan program yang sudah terarah.

Laswell dan Abraham dalam Islamy (2014:15-17).

4. Pengertian Kesejahteraan Anak

Anak memiliki kedudukan atau posisi yang sangat penting dalam

kehidupan bermasyarakat, bangsa, bahkan bernegara, dimana anak ialah tunas

yang akan tumbuh dan semakin berkembang menjadi salah satu bagian generasi

penerus untuk mencapai cita-cita negara. Sebagai penerus bangsa maka seorang

anak hendaknya dirawat, dibina, dilindungi bahkan perlu ditingkatkan

kesejahteraaannya agar dapat tumbuh dan mengembangkan kepribadian dan

kamampuan yang dimemiliki serta mengasa keterampilan dalam menjalankan

peran dan fungsiya dalam kehidupan sesuai dengan pertumbuhan usia.

Kesejahteraan anak menurut Johnson dan Schwartz dalam Khaizu

(2009:30) juga didefenisikan sebagai series of activities and programs through

which society expresses its special concern for children and its willingne ssto

assume responsibility for some children until they are able to care for themselves.

Kesejahteraan anak merupakan bidang khusus dalam profesi kesejahteraan sosial.

Masalah kesejahteraan anak, terkait kurangnya dan ketidakmampuan

orangtua dalam memenuhi kebutuhan dan keperluan anak akibat kemiskinan serta

kuranya interaksi yang memadai didalam keluarga, berdasarkan hal tersebut

perlindungan anak menjadi hal yang sangat diperlukan dalam upanya mencapai

26

kesejahteraan anak, terkhusus untuk anak dari lingkungan yang kumuh dimana

cenderung rentan untuk tereksploitasi secara ekonomi maupun seksual.

Pendapat yang sama Johnson dan Schwartz dalam Khaizu (2009:29)

pelayanan kesejahteraan untuk anak ditujukan agar dapat membantu dalam

perbaikan kondisi sosial anak maupun keluarga agar dapat memperkuat,

melengkapi, ataupun mengganti fungsi orangtua yang tidak bisa lagi mampu

melakukan tugasnya sesuai dengan yang seharusnya dengan merubah institusi

sosial yang ada atau bahkan membentuk institusi baru.

Tujuan lain pelayanan sosial anak ini agar dapat membantu orangtua

dalam mengurus anak-anak mereka dirumah, hal tersebut jelas pelayanan

kesejahteraan bagi anak dimaksudkan untuk membantu dalam memecahkan

masalah pada anak yang berkaitan dengan ketergantungan anak, masalah

kemiskinan, masalah keterlantaran anak, masalah kekerasan, maslah kesusilaan,

dan bahkan masalah kenakalan anak, dan lain sebagainya. Pelayanan seperti ini

dilakukan dengan cara memberikan pertolongan kepada orangtua dirumah mereka

sendiri, serta dalam institusi yang satu dengan institusi yang lain saling bekerja

sama, sebagaimana pelayanan ini memiliki agar dapat memperkuat, dapat

memberdayakan, dan membantu para keluarga dengan sumber yang ada.

Anak yang menyandang masalah kesejahteraan tidak menutup

kemungkinan akan menghadapi kesulitan saat tumbuh maupun berkembang

secara wajar. Anak yang mengalami hal ini memerlukan pelayanan serta

bimbingan agar dapat beraktivitas dalam kehidupan secara wajar sesuai dengan

keinginannya serta harapan masyarakat yang saharusnya.

27

Kesejateraan anak (child welfare), sangat penting, disebabkan karena

mencakup usaha untuk membantu mensejahterakan pada masa pertumbuhan dan

perkembangan pada anak, meningkatkan kehidupan dalam keluarga. Pelayanan

kesejahteraan anak integratif sikamaseang adalah suatu program layanan yang

ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan menggabungkan konsep

saling mengasihi (sikamaseang) antara satu sama lain.

B. Kerangka Pikir

Percepatan pengetasan mengenai masalah kesejahteraan anak, pemerintah

mempunyai banyak program yang bermuara kepada perlindungan anak salah

satunya ialah Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif yang ditujukan

kepada anak umur 0-18 tahun hal ini bertujuan agar anak yang menyandang

masalah kesejahteraan tidak lagi mengalami kesulitan untuk tumbuh dan

berkembang, sehingga perlu adanya implementasi yang baik dan benar, agar cepat

dan tepat sasaran kepada anak yang memerlukan kesejahteran tersebut.

Kesejahteraan anak ialah fenomena sosial struktural yang berdampak krusial

terhadap keberhasilan pembangunan (indeks pembagunan bangsa dan negara) dan

memiliki dampak yang sangat nyata dimasyarakat.

Penulis menggunakan model implementasi Soren C. Winter, yang

menjelaskan ada tiga indikator dalam implementasi suatu program yaitu perilaku

organisasi dan antar organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan perilaku

kelompok sasaran. Berikut bagan kerangka pikir di bawah ini:

28

Implementasi Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif

(PKSAI) Sikamaseang

di Kabupaten Gowa

1. Perilaku Organisasi

dan Antar

Organisasi:

a. Komitmen

b. Koordinasi

2. Perilaku Birokrasi

Tingkat Bawah:

a. Kontrol

Oganisasi

b. Profesionalisme

SDM

3. Perilaku

Kelompok

Sasaran:

a. Respon Positif

b. Respon

Negarif

Keberhasilan Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak

Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa

Gambar 2.3: Bagan Kerangka Pikir

29

C. Fokus Penelitian

Penentuan fokus penelitian pada Implementasi Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa

yaitu implementasi program, Pusat pelayanan kesejahteraan anak integratif,

perilaku organisasi dan antar organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah dan

perilaku kelompok sasaran.

D. Deskripsi Fokus Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas maka perlu diberikan deskripsi untuk

memberikan batasan terhadap fokus penelitian itu sendiri. Adapun deskripsi fokus

penelitian ini adalah:

1. Implementasi program aksi nyata yang dilakukan pemerintah dimana aksi

atau tindakan yang dilakukan telah disusun secara matang sebelum

melaksanankan program PKSAI di Kabuaten Gowa.

2. Pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) Sikamaseang merupakan

program yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai wujud kepedulian

terhadap masalah kesejahteraan anak.

3. Perilaku organisasi dan antar organisasi melihat sikap pelaksana program

PKSAI di Kabupaten Gowa yang terdiri dari dua sub indikator yaitu

komitmen dan koordinator.

4. Perilaku birokrasi tingkat bawah melihat sikap pelaksana tingkat bawah

dalam pelaksanaan program PKSAI di Kabupaten Gowa yang terdiri dari dua

sub indikator yaitu kontrol organisasi dan profesionalitas SDM.

30

5. Perilaku kelompok sasaran melihat respon dari terget dalam pelaksanaan

program PKSAI di Kabupaten Gowa yang terdiri dari dua sub indikator yaitu

respon positif dan respon negatif.

31

BAB III METODE

PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan selama kurang lebih dua bulan yaitu mulai

Maret sampai Mei 2019, adapun lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Gowa

Kecamatan Sumbo Opu, Provensi Sulawesi Selatan. Dalam hal ini di Kantor

Dinas Sosial serta di beberapa instansi yang terkait. Adapun alasan penulis

melakukan penelitian ini karena di kabupaten tersebut terdapat program PKSAI

yang dilaksanakan oleh beberapa instansi terkait di dalam rangka mengurangi

masalah-masalah sosial pada anak, demi terwujudnya kesejahteraan anak.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif, dimana

penelitian ini berangkat dari data lapangan dan berusaha untuk menjawab

pertanyaan mengenai implementasi program kesejahteraan sosial anak (PKSAI)

sikamaseang di Kabupaten Gowa.

Penelitian ini dilaksanakan melalui tipe penelitian deskriptif yang

dimaksudkan untuk mengungkapkan suatu masalah atau peristiwa yang sifatnya

terbatas serta ikut memberikan gambaran obyektif dari kondisi obyek yang

diteliti. Adapun masalah yang diteliti yaitu mengenai implementasi program pusat

kesejahteraan sosial anak intergratif (PKSAI) sikamaseang di Kabupaten Gowa.

C. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu sebagai berikut:

31

32

1. Data Primer, merupakan data yang didapatkan dari informan penelitian, yang

diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan dan wawancara secara

langsung kepada pihak yang terkait mengenai implementasi program PKSAI

Sikamaseang di Kabupaten Gowa.

2. Data Sekunder, merupakan data pelengkap yang didapatkan dari informan,

buku-buku, internet, yang dianggap bisa memberikan informasi terkait

implementasi program PKSAI Sikamaseang di Kabupaten Gowa.

D. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini ialah mereka yang dipilih secara purposive

atau sengaja karena dianggap mengetahui betul obyek penelitian dan dapat

dipercaya serta memiliki pengetahuan dan sumber informasi yang mendukung

penelitian. Berikut ini daftar informan penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1 : Informan Penelitian

No Nama Informan Inisial Jabatan Ket 1. Syamsuddin SS Kepala Dinas Sosial L 2. Firdaus FD Sekertaris Dinas Sosial

sekaligus Ketua PKSAI L

3. Hijrawati HW Kepala Bidang Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial P

4. Asrianti AA Kepala Seksi Kessos Anak

sekaligus Sekertaris PKSAI P

5. Rahmawati

Rahman RR Kabid Perlindungan

Perempuan dan Anak P

6. Aminah AM Kasi Pelayanan Terpadu

Perlindungan Perempuan dan

Anak (P2PT2A)

P

7. Dessy Susanty DS Konsultan UNICEF P 8. Muh Hasan MH Staf PKSAI L 9. Alan P AP Staf PKSAI L

10. Indah ID Masyarakat P 11. Ila Islmail II Masyarakat P

Jumlah 11 Sumber: Penetapan Informan Oleh Peneliti Tahun 2019

33

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Penelitian yang digunakan dalam memperoleh data yang

dibutuhkan ialah menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Dalam hal ini sebagai penjaring data primer tentang bagaimana implementasi

program PKSAI Sikamaseang di Kabupaten Gowa.

1. Observasi, merupakan proses pengambilan data di dinas sosial, serta instansi

terkait lainnya, dalam penelitian ini dimana peneliti mengamati kondisi yang

berkaitan dengan obyek penelitian yaitu terkait perilaku organisasi dan antar

organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan perilaku kelompok sasaran

dalam implementasi program PKSAI di Kabupaten Gowa.

2. Wawancara mendalam dengan dinas sosial serta beberapa instansi terkait

lainnya dengan menggunakan pedoman interview, terkait perilaku organisasi

dan antar organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan perilaku kelompok

sasaran dalam implementasi program PKSAI di Kabupaten Gowa.

3. Dokumentasi, yaitu proses mengumpulkan data melalui data atau informasi

dengan menggunakan buku, arsip kantor, surat kabar serta dokumen-

dokumen terkait implementasi program PKSAI di Kabupaten Gowa.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis interaktif yaitu proses

analisis yang dilaksanakan beriringan dengan proses pengumpulan data. Miles

dan A.Michael Hurman dalam Sugiyono (2011:246) Proses analisis data ini

menggunakan empat tahap yaitu :

34

1. Reduksi data, ialah merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan

hanya pada hal yang dianggap penting. Sehingga data yang telah direduksi

akan memberi gambaran yang jelas, dan akan lebih mempermudah seorang

peneliti untuk megumpulkan data selanjutnya, dan mencari data jika

diperlukan.

2. Penyajian data, yaitu merupakan rakitan informasi yang sistematis dalam

bentuk uraian singkat, bagan, dan sejenisnya agar peristiwa lebih mudah

dipahami dan akan memberi adanya kemungkinan penarikan kesimpulan

serta pengambilan tindakan. Penyajian data, dapat memudahkan dalam

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja-kerja selanjutnya yang

berdasarkan pada pemahaman.

3. Verifikasi atau penarikan kesimpulan, dari hasil penyajian data tersebut harus

diamati, serta diuji kebenarannya, kekokohan dan kecocokannya yang

demikian sebagai validitasnya. Ketiga komponen berinteraksi sampai didapat

suatu kesimpulan yang benar. Maka diperoleh data yang akurat dalam bentuk

proposisi sebagai temuan dalam penelitian ini.

G. Pengabsahan Data

Kartiwa, (2015:27) untuk terjaminya keakuratan data maka peneliti

selanjutnya akan melakukan keabsahan data. Data-data yang benar akan

menghasilakan penarikan kesimpulan yang benar, begitupun sebaliknya. Dalam

hal, penulis memilih teknik pengecekan keabsahan data dengan menggunakan

pendekatan triangulasi untuk mengungkapkan dan menganalisis masalah-masalah

35

yang dijadikan obyek penelitian, untuk menguji keabsahan data peneliti akan

menggunakan teknik triangulasi, yaitu:

1. Triangulasi sumber, adalah dilakukan untuk membandingkan dan menguji

kredibilitas data yang dilaksanakan dengan cara mengecek atau menguji data

yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, maksudya bahwa apabila data

yang diterima dari satu sumber meragukan, maka harus mengecek kembali ke

sumber lain, tetapi sumber data tersebut harus setara sederajatnya, kemudian

peneliti menganalisis data tersebut sehingga menghasilkan satu kesimpulan.

2. Triangulasi metode, adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilaksanakan

dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan metode/teknik

yang berbeda, yaitu yang awalnya menggunakan teknik observasi, maka

dilakukan lagi teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara kepada

sumber data yang sama dan juga melakukan teknik dokumentasi.

3. Triangulasi waktu, adalah untuk melakukan pengecekan data dengan cara

wawancara dalam waktu dan situasi yang berbeda. Seperti, yang awalnya

melakukan pengumpulan data pada waktu pagi hari dan data yang didapat,

tetapi mungkin saja pada waktu pagi hari tersebut kurang tepat karena

mungkin informasi dalam keadaan sibuk.

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Obyek Penelitian

1. Gambaran Umum Kabupaten Gowa

Kabupaten Gowa hadir untuk melayani rakyatnya. Maka dari itulah,

pemerintah Kabupaten Gowa bertekad untuk menghadirkan pemerintahan yang

berorientasi kepada kesejahteraan sosial masyarakat Kabupaten Gowa, sehingga

bermuara pada terciptanya Kabupaten Gowa yang lebih baik.

a. Visi dan Misi Kabupaten Gowa:

Visi Kabupaten Gowa yaitu “ Terwujudnya masyarakat yang berkualitas,

mandiri dan berdaya saing dengan tata kelola pemerintahan yang baik.” adapun

Misi Kabupaten Gowa antara lain:

1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia berbasis pada hak-hak dasar

kesetaraan gender, nilai budaya dan agama.

2) Meningkatkan perekonomian daerah berbasis pada potensi unggulan dan

ekonomi kerakyatan.

3) Meningkatkan pembangunan infrasturktur berorientasi pada interkoneksitas

antar wilayah dan sektor.

4) Meningkatkan pengembangan wilayah Kecamatan, Desa dan Kelurahan.

5) Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih dan

demokratis.

36

37

Kabupaten Gowa merupakan salah salah satu daerah tingkat II dari

Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki luas wilayah 1.883,32 km² atau sama

dengan 3,01% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan berpenduduk

sebanyak ±735.493 jiwa. Dimana bahasa yang digunakan di Kabupaten ini adalah

bahasa Makassar, penduduk di Kabupaten Gowa mayoritas beragama islam.

Kabupaten ini berada pada 12°38.16' Bujur Timur dari Jakarta dan - 5°33.6' Bujur

Timur dari Kutub Utara.

Wilayah Kabupaten Gowa terbagi dalam 18 Kecamatan dengan jumlah

Desa/Kelurahan definitif sebanyak 169 dan 726 Dusun/lingkungan. 18 Kecamatan

tersebut diantaranya Kecamatan Parangloe, Manuju, Tinggimoncong,

Tombolopao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu, Biringbulu, Somba

Opu, Bontomarannu, Pattalassang, Palangga, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat,

Bontonompo dan Bontonompo Selatan.

b. Batas Wilayah

Kabupaten yang berada pada bagian selatan provinsi Sulawesi Selatan ini

berbatasan dengan 7 Kabupaten/Kota lain, yaitu:

1) Sebelah utara berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Maros

2) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng

3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan Jeneponto

4) Sebelah barat berbatasan dengan Kota Makassar dan Takalar

c. Pemerintahan:

Pemerintahan tertinggi di Kabupaten Gowa dipegang oleh Bupati dan

Wakil Bupati. Dimana nama Bupati/Walikota adalah Adnan Purichta Ichsan YL,

38

SH, MH. Dan nama Wakil Bupati/Walikota adalah Abdul Rauf Malaganni

S,Sos.M,Si. Menjadi kepala pemerintahan di wilayah tertentu, adalah bukan hal

mudah karena banyak tugas dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dimana

tugas dan tanggung jawab tersebut berorientasi pada pemenuhan kesejahteraan

masyarakat. Berbicara mengenai masyarakat berarti tidak hanya membahas satu

atau dua orang melainkan dalam jumlah yang banyak, hal tersebut seperti jumlah

masyarakat atau penduduk di kabupaten Gowa, yang dijelaskan seperti tabel di

bawah ini:

Tabel 4.1 : Jumlah Penduduk Kabupaten Gowa

No

Kecamatan Jumlah Penduduk

Total Laki-Laki Perempuan

1. Bontonompo 19 955 21 863 41 818 2. Bontonompo Selatan 14 316 15 447 29 763 3. Bajeng 34 024 34 796 68 820 4. Bajeng Barat 12 098 12 754 24 852 5. Palangga 59 694 61 086 120 780 6. Barombong 19 515 19 988 39 503 7. Somba Upo 81 239 81 740 162 979 8. Bontomarannu 17 381 17 633 35 014 9. Pattalassang 12 059 12 005 24 064

10. Parangloe 8 977 9 407 18 384 11. Manuju 7 229 7 730 14 959 12. Tinggimoncong 11 801 12 049 23 850 13. Tombolo Pao 14 802 14 363 29 164 14. Parigi 5 961 6 736 12 697 15. Bungaya 7 829 8 471 16 300 16. Bontolempangan 5 800 6 513 12 313 17. Tompobulu 13 791 14 817 28 608 18. Biringbulu 15 343 16 282 31 625

Kabupaten Gowa 361 814 373 679 735 493

Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018

39

2. Profil Dinas Sosial Kabupaten Gowa

Dinas sosial Kabupaten Gowa terletak di Jalan Masjid Raya Nomor 30.

Dinas sosial Kabupaten Gowa merupakan pembantu bupati dalam memimpin

dan menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang sosial yang menjadi

kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada daerah

sesuai peraturan perundang-undangan dan pedoman yang berlaku untuk

kelancaran tugas.

a. Visi dan Misi Dinas Sosial Kabupaten Gowa

Visi dinas sosial Kabupaten Gowa yaitu “Mewujudkan kesejahteraan

masyarakat yang berkeadilan dan relegius.” Adapun Misi dinas sosial Kabupaten

Gowa antar lain:

1) Meningkatkan pelayanan kesejahteraan sosial

2) Meningkatkan pembinaan, pelayanan dan rehabilitasi pemulihan penyandang

masalah kesejahteraan sosial

3) Meningkatkan mutu pelayanan publik dan administrasi perkantoran

b. Pemerintahan:

Dinas sosial merupakan salah satu bagian yang terdapat dalam struktur

pemerintahan Kabupaten Gowa. Yang terdiri dari kepala dinas, sekertaris,

kelompok jabatan fungsional, sub bagian umum dan kepagawaian, sub bagian

perencanaan dan pelaporan, sub bagian keuangan, kepala bidang pelayanan dan

rehabilitasi sosial yang terdiri dari kepala seksi kessos anak, kepala seksi kessos

lansia dan penyandang disabilitas, kepala seksi kessos tuna sosial. Kepala bidang

pemberdayaan sosial yang terdiri dari kepala seksi pemberdayaan fakir miskin,

40

RDA KAB. GOWA NO. 11TAHUN2016

Dan

Sub Bagian Keuangan

Ernawati, SE

Staf Risnawati, S.Sos

Staf Fatmawati

kepala seksi pelestarian nilai-nilai kepahlawanan/kejuangan, kepala seksi

pembangunan dan pembinaan lembaga sosial. Kepala bidang perlindungan sosial

yang terdiri dari kepala seksi advokasi dan perlindungan sosial dan kepala seksi

jaminan sosial, kepala seksi pembinaan sosial spritual yang terdiri dari Kepala

bidang pembinaan mental spritual, kepala seksi pembinaan sarana dan lembaga

kerohanian. Adapun bagan struktur organisasi dinas sosial kabupaten Gowa

adalah sebagai berikut:

KEPALA DINAS

H. Syamsuddin, B.Sos,M.Si, MH

Kelompok Jabatan

Fungsional

Sub Bagian Umum

Dan Kepegawaian

HJ. Salmah S.Ip

Staf

Edy Manuhutu, SE

Staf

Sekretaris

Drs. H. Firdaus S.Ag, M.Si

ub Bagian Perencanaa

Dan Pelaporan

HJ. Andi Lala P. SE

Staf

Sarfiah

Kepala Bidang Pelayanan Dan

Rehabilitasi Sosial

epala Bidang Pemberdayaan Sosia

Kepala Bidang Perlindungan Sosia

Kepala Bidang Pembinaan

Sosial Spiritual

Hijrawati, SE

H. Muhammad Syahrir, S.Ag, M.Si

A. Baso Siradja, S.Sos

H. Najamuddin, SH, MH

Kepala Seksi Kessos Anak

Asrianti S.STP, M.Si

Staf

Herlina S. A.Md

Kepala Seksi Kessos Lansia Da

Penyandang Disabilitas

Dra. ST. Hasnah

Staf

Darsono

Kepala Seksi Pemberdayaan

Fakir Miskin

Yaser Azhari, S.Kel,MM

Staf

Nurbaeti T. BSW Kepala Seksi Pelestarian Nilai-Nila

Kepahlawanan / Kejuangan

Farahdiba, S.Pd, M.Si

Staf

Kepala Seksi Advokasi Dan

Perlindungan Sosial

Jamaluddin, SE, MM

Staf

Kepala Seksi Jaminan Sosial

Bachtiar, S.Sos

Staf

Sofyan, S.Sos

Kepala Seksi Pembinaan

Mental Spiritual

Rustam, S.Ag

Staf

Mukramin, S.Ip Kepala Seksi Pembina Sarana

Lembaga Kerohanian

Hajrah, S.Sos

Staf

Ramlah

epala Seksi Kessos Tuna Sosia

Hasmawarny,S.Sos

Kepal Seksi Perizinan Dan

Pembinaan Lembaga Sosial

ST. Nurwahidah R. S.Ag, MH

Staf

Staf

Nuraeni. A.Md

Gambar 4.1: Bagan Struktur Organisasi Dinas

Sosial Tahun 2016

41

c. Tugas dan Fungsi Dinas Sosial Kabupaten Gowa

Tugas dan Fungsi Kepala Dinas, sesuai dengan Pasal 4 yang terdiri dari

beberapa ayat yaitu:

1. Kepala dinas mempunyai tugas memimpin dan melaksanakan urusan

pemerintah daerah di bidang sosial berdasarkan kewenangan dan tugas

pembantuan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Kepala dinas dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1

di atas, menyelenggarakan fungsi; Perumusan kebijakan urusan pemerintahan

bidang sosial, pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan bidang sosial,

pelaksanaan evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan bidang sosial,

pelaksanaan administrasi dinas, dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan

oleh bupati terkait tugas dan fungsinya.

Tugas dan Fungsi Sekretariat, sesuai dengan Pasal 5 yang terdiri dari

bebrapa ayat:

1. Sekretariat mempunyai tugas membantu kepala dinas dalam melaksanakan

koordinasi kegiatan, memberikan pelayanan teknis dan administrasi

penyusunan perencanaan dan pelaporan, keuangan dan umum dan

kepegawaian dalam lingkungan dinas.

2. Melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekretaris

menyelenggrakan fungsi: Pengoordinasian pelaksanaan tugas dalam

lingkungan dinas; pengoordinasian penyusunan perencanaan dan pelaporan,

pengoordinasian urusan umum dan kepegawaian, pengoordinasian

42

pengelolaan administrasi keuangan, dan pelaksanaan tugas kedinasan lain

sesuai bidang tugasnya.

Tugas dan Fungsi Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, sesuai

dengan Pasal yang terdiri dari beberapa ayat yaitu:

1. Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial dipimpin oleh kepala bidang yang

mempunyai tugas membantu kepala dinas dalam mengkoordinasikan

pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi bidang

kesejahteraan sosial anak, kesejahteraan sosial lanjut usia dan penyandang

disabilitas dan kesejahteraan sosial tuna sosial sesuai lingkup tugasnya untuk

pelaksanaan tugas pembantuan.

2. Menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala bidang

mempunyai fungsi: Perumusan kebijakan teknis bidang pelayanan dan

rehabilitasi sosial meliputi bidang kesejahteraan sosial anak, kesejahteraan

sosial lanjut usia dan penyandang disabilitas dan kesejahteraan sosial tuna

sosial; pelaksanaan kebijakan teknis pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi

bidang kesejahteraan sosial anak, kesejahteraan sosial lanjut usia dan

penyandang disabilitas dan kesejahteraan sosial tuna sosial; pelaksanaan

evaluasi dan pelaporan bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi

bidang kesejahteraan sosial anak, kesejahteraan sosial lanjut usia dan

penyandang disabilitas dan kesejahteraan sosial tuna sosial; dan pelaksanaan

administrasi pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi bidang kesejahteraan

sosial anak, kesejahteraan sosial lanjut usia dan penyandang disabilitas dan

kesejahteraan sosial tuna sosial.

43

Tugas dan Fungsi Bidang Pemberdayaan Sosial, sesuai dengan Pasal 13

yang terdiri dari beberapa ayat yaitu:

1. Bidang Pemberdayaan Sosial dipimpin oleh kepala bidang, mempunyai

membantu kepala dinas tugas merencanakan operasionalisasi

penyelenggaraan tugasnya terkait dengan pemberdayaan sosial meliputi

pemberdayaan fakir miskin, perizinan dan pembinaan lembaga sosial dan

pelestarian nilai-nilai kepahlawanan/kejuangan sesuai lingkup tugasnya untuk

pelaksanaan tugas pembantuan.

2. Menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala bidang

mempunyai fungsi; Perumusan kebijakan teknis bidang pemberdayaan sosial,

pelaksanaan kebijakan teknis pemberdayaan sosial, pelaksanaan evaluasi dan

pelaporan bidang pemberdayaan sosial, dan pelaksanaan administrasi

pemberdayaan sosial.

Tugas dan Fungsi Bidang Pembinaan Sosial Spiritual, sesuai dengan Pasal

20 yang terdiri dari beberapa ayat yaitu:

1. Bidang pembinaan Sosial Spiritual dipimpin oleh kepala bidang, mempunyai

tugas membantu kepala dinas dalam menyelenggarakan dan melaksanakan

kegiatan pembinaan sosial spiritual sesuai dengan lingkup tugasnya untuk

pelaksanaan tugas pembantuan.

2. Menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kepala

bidang mempunyai fungsi: Perumusan kebijakan teknis bidang pembinaan

sosial spiritual, pelaksanaan kebijakan teknis pembinaan sosial spiritual,

44

pelaksanaan evaluasi dan pelaporan bidang pembinaan sosial spiritual dan

pelaksanaan administrasi pembinaan sosial spiritual.

3. Profil Sekretariat PKSAI di Kabupaten Gowa

Program kesejahteraan sosial anak merupakan bagian dari sistem

kesejahteraan sosial secara luas. Kesejahteraan sosial sendiri adalah kondisi

terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat

hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan

fungsi sosialnya. Pusat pelayanan kesejahteraan anak integratif (PPKAI) di

Kabupaten Gowa terbentuk dan diresmikan oleh bapak Bupati Gowa pada tanggal

10 November 2016.

PPKAI yang selanjutnya berganti nama menjadi Pusat Kesejahteraan

Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang merupakan pusat layanan

kesejahteraan sosial anak yang dilakukan secara tematik, holistik, integratif, dan

berkelanjutan yang berada di Kabupaten Gowa. Upaya dalam penyelenggaraan

PKSAI termasuk: peyuluhan sosial, pendataan, deteksi dini kerentanan anak dan

keluarganya, penanganan kasus, pemenuhan kebutuhan dasar dan hak dasar anak,

pembangunan atau penyusunan data base, penguatan kapasitas, resosialisasi,

reintegrasi sosial, melakukan rujukan (lemabaga kesejahteraan sosial anak, unit

pelaksana teknis/unit pelaksana teknis daerah, rumah sakit, sekolah, dan

stakeholders terkait).

Penyelenggaraan PKSAI Sikamaseang yang dikoordinir oleh dinas sosial

Kabupaten Gowa, ditujukan untuk mengembangkan dan memulihkan

keberfungsian sosial anak dan lingkungan sosialnya untuk menjamin dan

45

melindungi anak dan hak-haknya secara optimal. Pengembangan dan pemulihan

keberfungsian sosial dilakukan melalui memadukan layanan kesejahteraan anak

dan layanan dasar lainnya dalam satu sistem sehingga dapat memberikan layanan

yang komprehensip, cepat, tepat, dan tuntas. PKSAI menerapkan manajemen

kasus yang tertata dan didukung oleh sistem manajemen data.

Sasaran PKSAI di antaranya yaitu anak korban kekerasan (kekerasan fisik,

kekerasan psikis, dan kekerasan seksual), anak korban eksploitasi ekonomi dan

eksploitasi seksual, anak korban penelantaran, anak korban perlakuan salah, anak

korban trafiking, anak berhadapan dengan hukum, anak yang mengalami masalah

dengan layanan pendidikan, anak yang mengalami masalah dengan layanan

kesehatan, anak yang mengalami masalah dengan layanan administrasi

kependudukan, anak yang mengalami masalah dengan layanan pemenuhan hak

anak lainnya, anak yang bermaksud konsultasi tentang haknya, serta anak yang

mengalami masalah dengan layanan kesejahteraan sosial lainnya. Tentunya bisa

juga melalui orang tua atau pihak terkait anak itu. Adapun alur pelaporan masalah

tersebut di atas yaitu melalui RT/RW, tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, dan

PKSAI.

a. Motto, Visi dan Misi PKSAI Kabupaten Gowa.

Motto program PKSAI di Kabupaten Gowa yaitu “ Sikamaseang, tanggap

dan tulus melayani untuk anak sejahtera.” Visi program PKSAI Kabupaten Gowa

adalah “ Terwujudnya anak yang berahlak, ceras, kreatif, sehat, dan sejahtera

dalam keluarga dan lingkungan aman di Kabupaten Gowa.” Adapun misi PKSAI

di Kabupaten Gowa adalah sebagai berikut :

46

1) Pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan anak

2) Anak yang sadar kewajibannya

3) Peningkatan pencegahan dan penanganan kasus, tindak kekerasan,

eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran secara integratif.

4) Peningkatan system data base layanan anak

5) Peningkatan kapasitas, aksebilitas, penjangkauan terkait kesejahteraan dan

perlindungan anak

b. Struktur Organisasi PKSAI

Berikut bagan sturuktur organisasi pembentukan pusat kesejahteraan sosial

anak integratif (PKSAI) sikamaseang di Kabupaten Gowa:

PEMBINA KETUA

SEKRETARIAT

SEKSI

PENGADUAN

SEKSI

PENGOLAHAN

DATA DAN

INFORMASI

SEKSI

PENJANGKA

UAN DAN

PERLINDUNG

AN

FORUM BHAKTI

PEKERJA SOSIAL

(SAKTI PEKSOS,

FASILITATOR SLRT,

PETUGAS P2TP2A,

TKSK, PPA, PKH)

LAYANAN ON CALL DAN RUJUKAN

Gambar 4.2 : Bagan Struktur Organisasi PKSAI Tahun 2016

47

B. Program Pusat Kesajahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa

Penanganan masalah sosial terutama mengenai masalah kesejahteraan

sosial pada anak merupakan salah satu proritas pemerintah Indonesia untuk

memenuhi kebutuhan dasar anak. Pemerintah saat ini memiliki berbagai program

penaggulangan masalah kesejahteraan pada anak yang berintegrasi seperti

penaggulangan masalah kesejahteraan berbasis bantuan sosial, sebab suatu daerah

bisa dikatakan sejahtera apabila suatu daerah mampu mensejahterakan

masyarakatnya terkhusus anak-anak dimana anak merupakan pelanjut genarasi

suatu bangsa. Oleh karena pemerintah akan meningkatkan produktivitas

kesejahteraan melalui program-program yang langsung bersentuhan dengan

masyarakat. Salah satu bentuk program tersebut adalah program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang.

PKSAI adalah program yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai

penanda bahwa masalah kesejahteraan sosial pada anak masih sangat

membutuhkan perhatian. Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 yang

mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

perlindungan anak hadir yang bertujuan untuk menyelaraskan segala bentuk

regulasi yang belum sesuai dengan prinsip pemenuhan hak anak.

Berdasarkan peraturan tersebut maka pemerintah Bupati Gowa Adnan

Purichata Ichsan Yl melalui nawa citanya, untuk meningkatkan efektifitas upaya

penanganan kesejahteraan sosial anak, pemerintah Kabupaten Gowa

mengeluarkan peraturan yakni peraturan Bupati Gowa Nomor 35 Tahun 2016

48

tentang pembentukan PKSAI Sikamaseang yang isinya termasuk Standard

Operating Procedure (SOP) PSKAI dan surat keputusan Bupati Nomor

240/111/2017 tentang pembentukan tim pembina dan tim teknis pengelola PKSAI

Kabupaten Gowa. Dalam program PKSAI dinas sosial bekerjasama dengan dinas

pendidikan, dinas kesehatan, dinas catatan sipil, dinas pemberdayaan perempuan

dan perlindungan anak, DPA/pengadilan, kepolisian, rumah sakit.

Isi peraturan tersebut disebutkan bahwa, masalah kesejahteraan sosial ana k

merupakan masalah yang bersifat multi dimensi, multi sektor dengan beragam

karekteristiknya sehingga perlu segera dilakukan upaya-upaya yang nyata untuk

menanganinya, untuk itulah gagasan dikembangkannya pusat kesejahteraan sosial

anak integratif untuk melengkapi pelayanan yang sifatnya pencegahan selain

dengan pelayanan penanganan yang diperlukan. Diharapkan dapat bersinergi

untuk mengoptimalkan pelayanan terhadap anak di Kabupaten Gowa.

Masalah kesejahteraan sosial anak bukan hanya memuat tentang kekerasan

pada anak, tetapi juga mencakup masalah anak yang berhadapan dengan hukum,

masalah anak peyandang disabilitas dan masalah-masalah sosial pemenuhan hak

anak lainnya. Oleh sebab itu, penanganan masalah sosial pada anak memerlukan

pendekatan yang terpadu, pelaksanaannya yang dilakukan secara bertahap,

terencana, dan kesinambungan serta menuntut keterlibatan semua pihak baik

pemerintah, maupun non pemerintah agar memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya serta peningkatan

kesejahteraan anak.

49

Pusat kesejahteraan sosial anak integratif adalah metode dan upaya yang

terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah

dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar

anak, yang meliputi bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, aksebilitas pelayanan

sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan orang

tua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak.

Metode penjangkauan anak yang beresiko dan rentan dimulai dari analis

dan pengelolaan data yang terdapat pada Basis Data Terpadu (BDT), dengan

melihat beberapa variabel yang berhubungan dengan permasalahan anak. Adapun

permasalahan anak yang tercakup dalam BDT berhubungan dengan;

kependudukan, pendidikan, kesehatan, status, pernikahan, dan pekerja. Berikut

data dari dinas sosial pada tahun 2018 terkait jumlah permasalahan anak di

Kabuapten Gowa sebagai berikut:

1. Masalah Pendidikan

Alasan anak yang putus sekolah antara lain bekerja, menikah, dan lokasi

sekolah yang jauh sehingga tidak memiliki cukup uang untuk transportasi. Anak

bekerja beralasan bahwa mereka bekerja karena ingin membantu orang tua dalam

mencukupi kebutuhan hidup mereka. Beberapa pekerjaan anak diantaranya buruh

batu merah, buruh bangunan, jaga toko, kernek mobil, buruh harian, supir,

perbengkelan, bertani, nelayan, serabutan, dan lainnya. Data di bawah ini, terlihat

jumlah anak yang belum sekolah sebanyak 53 anak, tidak sekolah sebanyak 119

anak dan putus sekolah sebanyak 346 anak. Khusus anak yang putus sekolah,

daerah yang tertinggi berada pada Kecamatan Bajeng sebanyak 51 anak,

50

Kecamatan Tinggimoncong sebanyak 43 anak, Kecamatan Bontonompo Selatan

sebanyak 41 anak, Kecamatan Pallangga sebanyak 39 anak, dan Kecamatan

Somba Opu sebanyak 30 anak. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2 : Masalah Pendidikan

No Kecamatan Belum

Sekolah Tidak

Sekolah Sekolah Rentan

Putus

Sekolah

Putus

Sekolah

L P L P L P L P L P 1. Bajeng 5 6 5 2 8 6 10 5 41 10 2. Bajeng Barat 0 0 0 1 0 0 0 0 5 0 3. Barombong 0 0 5 2 0 0 1 0 15 4 4. Biringbulu 8 5 6 6 21 21 11 10 13 14 5. Bontolempangan 1 0 1 0 2 2 0 0 4 0 6. Bontomarannu 0 0 0 0 0 5 0 0 12 4 7. Bontonompo 4 4 5 2 5 3 0 0 5 3 8. Bontonompo

Selatan 4 2 11 5 9 3 0 0 26 15

9. Bungaya 0 0 5 2 1 3 0 0 2 0 10. Manuju 3 0 8 7 3 1 1 0 6 2 11. Pallangga 1 2 7 0 6 5 7 8 31 8 12. Parangloe 0 0 0 0 1 0 1 0 5 2 13. Parigi 0 1 1 2 0 0 3 0 2 1 14. Pattalassang 0 0 0 0 0 0 1 0 10 2 15. Somba Opu 4 2 6 6 3 2 2 0 22 8 16. Tinggimoncong 2 1 4 0 1 0 14 21 27 16 17. Tombolopao 3 2 0 1 0 1 0 0 1 0 18. Tompobulu 3 2 3 5 18 22 4 3 17 13

TOTAL 38 27 67 41 78 74 55 47 244 102

Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018

2. Masalah kependudukan

Beberapa anak yang tidak mempunyai akte kelahiran, ternyata

disebabakan karena mereka termasuk penyandang disabilitas dan tanggapan orang

tua/pengasuh anak merasa tidak perlu mengurus akte kerana anaknya tidak

sekolah. Data di bawah ini, menunjukan jumlah anak yang tidak memiliki akte

51

kelahiran sebanyak 441 anak, yang tersebar di 18 Kecamatan. Jumlah terbanyak

anak yang tidak memiliki akte kelahiran ada di Kecamatan Biringbulu sebanyak

77 anak, di Kecamatan Bajeng terdapat 57 anak, sedangkan Kecamatan

Tinggimoncong sebanyak 43 anak yang tidak memiliki akte kelahiran. Data

tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.3 : Masalah Kependudukan

No Kecamatan Tidak

Memiliki NIK Tidak

Memiliki

AKTE

Tidak Memiliki NIK

dan AKTE

L P L P L P 1. Bajeng 0 0 44 12 0 1 2. Bajeng Barat 0 0 2 1 0 0 3. Barombong 0 0 10 3 2 1 4. Biringbulu 0 1 31 28 10 8 5. Bontolempangan 0 0 4 0 2 1 6. Bontomarannu 0 0 6 6 0 0 7. Bontonompo 0 0 11 8 0 0 8. Bontonompo Selatan 2 1 27 13 2 0

9. Bungaya 0 0 5 3 0 0 10. Manuju 0 0 9 4 3 2 11. Pallangga 0 0 20 10 3 0 12. Parangloe 0 0 6 2 1 0 13. Parigi 0 0 3 2 0 1 14. Pattalassang 0 0 9 2 2 0 15. Somba Opu 0 1 9 8 1 1 16. Tinggimoncong 2 1 24 14 3 2 17. Tombolopao 0 0 3 2 1 1 18. Tompobulu 0 0 25 20 3 5

TOTAL 4 4 248 138 33 23

Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018

3. Masalah Kesehatan

Jenis disabilitas anak antara lain tuna wicara, cacat pada anggota badan

(kaki dan tangan), tuna rungu, tuna netra, dan gangguan mental/jiwa. Data di

52

bawah ini, terlihat ada 126 anak peyandang disabilitas yang terdapat di 18

Kecamtan, jumlah terbanyak ada di Kecamatan Bajeng dan Bontonompo Selatan

dan Somba Upo. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4 : Masalah Disabilitas

No Kecamatan Situasi Anak Disabilitas

Jumlah Perempuan Laki-Laki 1. Bajeng 9 2 7

2. Bajeng Barat 1 1 0 3. Barombong 4 1 3

4. Biringbulu 9 3 6

5. Bontolempangan 5 1 4 6. Bontomarannu 1 1 0

7. Bontonompo 7 1 6

8. Bontonompo Selatan 35 11 24

9. Bungaya 7 2 5

10. Manuju 10 5 5 11. Pallangga 6 3 3 12. Parangloe 0 0 0

13. Parigi 1 1 0 14. Pattalassang 1 1 0

15. Somba Opu 17 7 10 16. Tinggimoncong 3 0 3 17. Tombolopao 1 1 0

18. Tompobulu 9 3 6

TOTAL 126 44 82

Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018

Jenis penyakit kronis yang diderita oleh anak diantaranya penyakit

bronchitis, epilepsy, asma, katarak, hydrocephalus, busung lapar/kekurangan gizi,

usus buntu, gondok, tidak memiliki lubang anus, usus buntu, step (lumpuh pada

tangan), serta kelainan pada otak karena pernah mengalami kecelakaan. Data di

bawah ini, terdapat sebanyak 54 anak yang memiliki penyakit kronis yang

tersebar di 18 Kecamatan. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

53

Tabel 4.5 : Masalah Penyakit Kronis

No Kecamatan Situasi Anak

Kronis Jumlah Perempuan Laki-Laki

1. Bajeng 9 1 8 2. Bajeng Barat 0 0 0 3. Barombong 1 0 1 4. Biringbulu 6 0 6 5. Bontolempangan 1 0 1 6. Bontomarannu 1 0 1 7. Bontonompo 2 1 1 8. Bontonompo Selatan 9 6 3

9. Bungaya 0 0 0 10. Manuju 8 3 5 11. Pallangga 3 1 2 12. Parangloe 0 0 0 13. Parigi 0 0 0 14. Pattalassang 0 0 0 15. Somba Opu 8 3 5 16. Tinggimoncong 1 0 1 17. Tombolopao 0 0 0 18. Tompobulu 4 0 4

TOTAL 54 15 39

Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018

4. Masalah Pekerjaan

Data di bawah ini, ditemukan sebanyak 222 anak yang bekerja yang

tersebar di 18 Kecamatan. Adanya permasalahan ekonomi menjadi penyabab

utama yang membuat anak bekerja. Mereka beranggapan bahwa dengan bekerja,

mereka juga ikut membantu orang tua dalam menghidupi kebutuhan hidup sehari-

hari. Hal ini pula yang membuat anak banyak yang meniggalkan bangku sekolah

(putus sekolah). Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

54

Tabel 4.6 : Masalah Pekerjaan

No Kecamatan Situasi Anak

Kerja Jumlah Perempuan Laki-Laki

1. Bajeng 40 5 35 2. Bajeng Barat 3 0 3 3. Barombong 17 3 14 4. Biringbulu 21 10 11 5. Bontolempangan 4 1 3 6. Bontomarannu 4 1 3 7. Bontonompo 12 4 8 8. Bontonompo Selatan 21 1 20

9. Bungaya 4 0 4 10. Manuju 5 0 5 11. Pallangga 26 0 26 12. Parangloe 4 0 4 13. Parigi 3 0 3 14. Pattalassang 10 0 10 15. Somba Opu 21 4 17

16. Tinggimoncong 21 3 18 17. Tombolopao 1 0 1 18. Tompobulu 5 1 4

TOTAL 222 33 189

Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018

5. Masalah Pernikahan

Salah satu penyebab anak yang menikah (usia dini) karena terhimpit

masalah ekonomi keluarga. Data di bawah, terlihat sebanayak 37 anak yang telah

menikah, dan jumlah tertinggi terdapat di kecamatan Tompobulu sebanyak 12

anak. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

55

Tabel 4.7 : Masalah Pernikahan

No Kecamatan Situasi Anak

Menikah Jumlah Perempuan Laki-Laki

1. Bajeng 6 2 4 2. Bajeng Barat 0 0 0 3. Barombong 0 0 0 4. Biringbulu 0 0 0 5. Bontolempangan 0 0 0 6. Bontomarannu 1 1 0 7. Bontonompo 2 0 2

8. Bontonompo Selatan 3 3 0

9. Bungaya 1 0 1 10. Manuju 1 0 1 11. Pallangga 2 1 1 12. Parangloe 1 1 0 13. Parigi 1 0 1

14. Pattalassang 0 0 0 15. Somba Opu 1 1 0 16. Tinggimoncong 6 3 3 17. Tombolopao 0 0 0 18. Tompobulu 12 7 5

TOTAL 37 19 18

Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018

6. Masalah Pengasuhan

Data di bawah ini, menunjukan bahwa terdapat 47 anak yang di bawah

pengasuhan. Dan jumlah tertinggi berada di Kecamatan Bajeng, Bontonompo

Selatan, dan Tompobulu yaitu masing-masing sebanyak 5 anak. Kapasitas

pengasuahan anak diasuh oleh nenek atau kakek, atau kekek nenek. Data tersebut

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

56

Tabel 4.8 : Masalah Pengasuhan

No Kecamatan Situasi Anak

Pengasuhan Jumlah Perempuan Laki-Laki

1. Bajeng 9 4 5 2. Bajeng Barat 0 0 0 3. Barombong 3 0 3 4. Biringbulu 4 3 1 5. Bontolempangan 1 0 1 6. Bontomarannu 0 0 0 7. Bontonompo 2 0 2 8. Bontonompo Selatan 5 0 5

9. Bungaya 3 2 1 10. Manuju 4 1 3 11. Pallangga 1 0 1 12. Parangloe 0 0 0 13. Parigi 1 1 0 14. Pattalassang 0 0 0 15. Somba Opu 2 0 2 16. Tinggimoncong 0 0 0 17. Tombolopao 0 0 0 18. Tompobulu 12 7 5

TOTAL 47 18 29

Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018

Adapun jumlah data kasus anak yang diperoleh dari dinas pemberdayaan

perempuan dan perlindungan anak terdiri dari kekerasan dalam rumah tangga,

pernikahan, pencabulan/asusila, nikah tanpa izin, bawa lari perempuan dibawah

umur, kekerasan terhadap anak, setubuhi anak, kenakalan remaja, dijelaskan

seperti dibawah ini:

57

Tabel 4.9: Data Kasus Anak

No Jenis Kasus Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Lapor Selesai Lapor Selesai Lapor Selesai

1. Kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT) 8 8 4 4 33 33

2. Pernikahan 1 1 0 0 0 0 3. Pencabulan/asusila 2 2 2 2 8 8 4. Nikah tanpa izin 0 0 0 0 1 1 5. Bawa lari peremupuan

bawa umur 2 2 0 0 1 1

6. Kekerasan terhadap anak 3 3 6 6 8 8 7. Setubuhi anak 1 1 2 2 4 3 8. Kenakalan remaja 0 0 0 0 0 0

Jumlah 17 17 14 14 55 54 Sumber: P2TP2A Kabupaten Gowa Tahun 2016-2017-2018.

Data diatas menunjukan bahwa pada tahun 2018 ada satu kasus yang tidak

terselesaikan disebabkan dari masyarakat atau pihak terkait mengajukan

pembatalan manajemen kasus sehigga dinas pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak tidak memiliki wewenang untuk melanjutkan manajemen

kasus tanpa adanya izin dari masyarakat sebagai pelapor.

C. Implementasi Progam Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif

(PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa

Pusat Kesajahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang adalah

program yang diperuntukkan bagi anak-anak yang menyandang masalah sosial

yang diatur dalam intruksi dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

perlindungan anak. Bagi anak yang mangalami masalah sosial maka akan

diberikan bantuan penanganan melalui pelayanan.

Kebijakan dapat diukur keberhasilannya dilihat dari proses dan pencapaian

tujuan akhirya, apakah sudah tepat sasaran atau tidak. Oleh karena itu, penulis

58

dalam penelitian ini ingin melihat pelaksanaan Program Pusat Kesejahteraan

Sosial Anak Integratif Sikamaseang ini dengan menggunakan indikator-indikator

implementasi sebagai berikut:

1. Perilaku organisasi dan antar organisasi

a) Komitmen

Lingkup tataran implementasi, menjelaskan bahwa komitmen adalah

kesepakatan bersama dengan instansi lain terkait dalam menjaga stabilitas

organisasi dan jaringan antar organisasi yang ada, dalam kaitannya dengan

pelaksana program. (Winter dalam Ani, 2013: 58).

Program pusat kesejahteraan sosial anak integratif di kabupaten Gowa

memiliki tujuan dan sasaran yang akan dicapai, yakni terwujudnya kesejahteraan

sosial pada anak. Tercapainya kesejahteraan bagi anak inilah yang kemudian

menghantarkan kepada pelayanan sosial anak yang baik. selain itu sebelum

menjalankan program PKSAI ini telah ada kesepakatan atau komitmen

pemerintah terlebih dahulu agar program yang dijalankan lebih terarah. Dikatakan

oleh Seksi Kessos Anak sekaligus Sekertaris PKSAI, bahwa komitmen dari

program pusat kesejahteraan sosial anak ini adalah seperti yang dipaparkan

berikut ini:

“ Kami dari dinas sosial dan tim teknis dari PKSAI beserta 9 SKPD yang

terkait berkomitmen untuk melakukan sosialisasi dengan masyarakat,

agar masyarakat lebih paham mengenai PKSAI ini, dimana diketahui saat

ini masih terpola di masyarakat ketakutan untuk dekat dengan pemerintah

padahal pemerintah ini adalah pelindung bagi mereka, selain itu kita juga

berkomitmen untuk memberikan pemahaman yang lebih kepada

masyarakat melalui seminar agar mengubah pola pikir masyarakat

bahwa jika melapor ke PKSAI maka sama saja membuka aib diri sendiri.

Misalnya dalam rumah tangga, anak korban pelecehan dan lain

59

sebagainya, akan tetapi masyarakat harus berfikir bahwa dengan adanya

layanan PKSAI ini membantu dalam pemecahan masalahnya, adapun

mengenai biodata ataupun identitas dari pelapor tidak akan disebar

luaskan karena pada program PKSAI memiliki kode etik dimana semua

memerlukan persetjuan atau perizinan dari pihak yang bersangkutan.

Dengan begitu masyarakat tidak akan takut lagi untuk mengadu ketika

ada kasus yang dialami. Anak sehat maka pembangunan akan menjadi

baik.” ( Wawancara AA, 10 April 2019)

Komitmen dalam program PKSAI merupakan bentuk keterlibatan dari

dinas sosial itu sendiri dalam setiap kegiatan bersama dengan 9 SKPD yang

terlibat guna memberikan pemahaman kepada masyarakat akan peran PKSAI di

Kabupaten Gowa. Selain itu tujuan sosialisasi PKSAI adalah untuk mengubah

pola pikir masyarakat akan aturan yang telah ditetapkan di PKSAI. Pendapat yang

sama dikatakan oleh Kasi Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak

(P2PT2A) :

“ Kami dari dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

selalu mendapat undangan sosialisi kurang lebih tiga kali dalam sebulan

semacam rapat rutin mengenai manajemen kasus, jika ada kasus yang

tidak terselasaikan semua itu di rapatkan atau rapat lintas sektor artinya

semua SKPD yang terlibat diundang pada saat rapat.” ( Wawancara AM,

24 April 2019)

Bentuk komitmen selain sosialisasi program PKSAI juga diwujudkan

dalam bentuk rapat rutin yang membahas mengenai manajemen kasus serta rapat

lintas sektor dimana rapat ini menghadirkan perwakilan sejumlah SKPD yang

terlibat dalam program PKSAI. Hal yang sama kembali dikatakan oleh Staf

PKSAI, mengatakan bahwa:

“ Kita berkomitmen untuk tetap menjalin kerjasama dengan beberapa

SKPD hingga kesejahteraan anak betul-betul terwujud, hingga saat

inipun kita berencana untuk meningkatkan sosialisasi ke tingkat

kelurahan agar masyarakat semakin paham mengenai PKSAI ini.” (

Wawancara MH, 10 Mei 2019)

60

Keterlibatan dalam program PKSAI di Kabupaten Gowa diwujudkan

dalam bentuk jalinan kerjasama antara beberapa SKPD dimana SKPD yang

terlibat ini berkomitmen untuk melakukan sosialisasi mengenai program ini.

Hal berikutnya yang dapat digunakan untuk menilai efektif tidaknya suatu

implementasi kebijakan adalah dilaksanakan atau tidaknya sosialisasi. Sosialisasi

merupakan satu cara untuk mendistribusikan hal yang akan dilakukan dan

ditempuh pemerintah, tanpa sosialisasi yang cukup baik, maka tujuan kebijakan

bisa jadi tidak tercapai. Berikut hasil wawancara dengan Konsulatan UNICEF :

“ UNICEF memberikan tehnikal asistensi jadi support yang diberikan

UNICEF yaitu melalui program yayasan bakti mendorong peningkatan

kapasitas pemberdayaan supaya pemerintah juga bisa menjalankan

program ini secara mandiri. Yayasan bakti merupakan mitra UNICEF,

bantuan sosial ini jika ada bantuan maka disalurkan melalui kementrian

sosial atau mitra UNICEF yaitu yayasan bakti patner yayasan bakti yang

akan oranising dan memonitoring, memberdayakan masyarakat dan

pemerintah.” ( Wawancara DS, 22 April 2019)

Keinginan untuk berkomitmen yang tinggi dan berpartisipasi dalam

program PKSAI tidak dijalankan secara sendiri akan tetapi bekerjasama atau

bermitra dengan beberapa instansi. UNICEF sendiri berkomitmen untuk tetap

menjaga keberadaan program PKSAI serta memberi dukungan untuk mendorong

peningkatan kapasitas agar dapat memberdayakan masyarakat dan pemerintah di

daerah tersebut. Seperti yang ditambahkan oleh Kepala Dinas Sosil Kabupaten

Gowa:

“ Anak adalah masa depan suatu generasi, baik hari ini pembinaannya

maka generasi itupun akan baik, sebaliknya jelek hari ini jelek pula yang

akan datang. Tujuan PKSAI ini adalah terwujudnya kesejahteraan sosial

di Kabupaten Gowa. Kesejahteraan sosial sesuai tercantum dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 kesejahteraan sosial adalah

61

terwujudnya kebutuhan material dan kebutuhan spritual warga negara

dapat menjalankan fungsi sosial dengan layak termasuk kesejahteraan

jadi disini kita berkomitmen untuk mencapai tujuan dari PKSAI itu

sendiri.” ( Wawancara SS, 13 Mei 2019)

Pentingnya menjaga komitmen diantara beberapa instasi menjadi salah

satu hal yang sangat penting dalam keberlanjutan suatu proram guna pencapaian

tujuan dari PKSAI yaitu terwujudnya kesejahteraan sosial terkhusus pada anak

dimana diketahui anak adalah masa depan bangsa yang harus dibina mulai sejak

dini. Pemahaman mendalam dan komitmen terhadap tujuan menjadi keharusan

yang menyeluruh, sehingga tujuan dapat tercapai dan dipertahankan selama proses

imlementasi.

Berdasarkan penuturan informan diatas maka penulis menyimpulkan

bahwa komitmen satiap instansi dalam kegiatan menunjukan kontribusi yang baik

dalam berkomitmen. Setiap instansi yang bekerjasama memiliki komitmen kuat

terhadap program pasti memiliki pandangan positif tentang organisasinya dan

memiliki pandangan positif pula tentang dirinya. Pandangan positif ini meyakini

setiap orang dalam program PKSAI ini memiliki peran dan kedudukan yang

sama-sama penting di dalam program PKSAI yang mereka jalankan, dan bahwa

setiap orang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi kemajuan

program.

Secara teori dijelaskan oleh Luthans dalam Susilawati (2010: 55) bahwa

komitmen organisasi bersifat multidimensional, maka terdapat perkembangan

dukungan untuk tiga model komponen yang diajukan oleh Mayer dan Aleen.

Dimensi tersebut adalah; 1) Komitmen afektif adalah keterikatan emosional

62

karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. 2) Komitmen normatif

adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus

seperti itu, tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. 3)

Komitmen kontinuen adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan

dengan keluarnya karyawan dari organisasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan teori di atas maka penulis menyimpulkan

bahwa dalam perilaku organisasi dan antar organisasi terkait komitmen.

Pemerintah Kabupaten Gowa dan sejumlah SKPD yang terkait telah berkomitmen

sebelum program ini dijalankan untuk melakukan sosialisasi agar masyarakat tahu

atau lebih paham tentang program pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak

integratif (PKSAI) Sikamaseang tersebut, karena tujuan diadakannya sosialisasi

ini agar masyarakat mengetahui program kebijakan ini dengan begitu

kesejahteraan sosial anak akan lebih mudah tercapai.

b) Koordinasi

Implementasi kebijakan tidak jarang melibatkan banyak pemangku

kebijakan dan stakeholder. Oleh karena itu, koordinasi merupakan mantra penting

dalam menilai keefektifan suatu implementasi kebijakan. Terkadang suatu

kebijakan dianggap baik dalam segi konten tapi lemah dalam segi pelaksanaan.

Realita ini sangat mungkin terjadi karena koordinasi antar instansi atau antar

organisasi yang seharusnya menjalankan dan atau mengawasi justru tidak

melaksanakan koordinasi tersebut. Padahal apabila koordinasi itu dilakukan bukan

tidak mungkin suatu masalah publik dapat diselesaikan lebih cepat.

63

Lingkup tataran koordinasi pola hubungan antar organisasi sangat urgen

dan berpengaruh terhadap penentuan strategi suatu implementasi. Pengaturan

suatu kebijakan publik dapat diterapkan melalui dua atau lebih organisasi atau

instansi sebab, bagaimanapun implementasi kebijakan sifatnya rumit, dan

tantangan atas tindakan yang direncanakan lebih besar sehingga diperlukaan

adanya koordinasi. (Suratman, 2017). Hal ini dilakukan agar mempermudah

dalam mewujudkan kesejahteraan sosial anak. Berikut penuturan Seksi Kessos

Anak sekaligus Sekertaris PKSAI.

“ Sebanarnya kita setiap minggu melakukan manajemen kasus, setiap

hari rabu kita juga melakukan pertemuan antar SKPD didua bulan sekali

ketika misalanya ada laporan yang harus melibatkan diluar dari dinas

sosial maka kita rekap semua pengaduan duduk bersama untuk

membahasnya, komunikasi itu kita melalui surat dan WA, jadi semuanya

harus diposting di dalam WA apapun yang kita lakukan. SKPD apapun

yang menemukan anak yang membutuhkan layanan PKSAI kita shere di

group kemudian kita shere kesakti peksos untuk melakukan assesmen.

Akan tetapi jika ada pengaduan bisa langsung kesektariat atau ke dinas

sosial karena masyarakat pada umumnya ketika tahu kantor bupati

enggan kesini karena masih terpola di masyarakat ketakutan akan

keterlibatan langsung dengan pemerintah.” ( Wawancara AA, 10 April

2019)

Berkoordinsasi seperti penjelasan di atas tentunya harus ada kerjasama dan

untuk mewujudkan kerjasama yang baik dalam pelayanan suatu program maka

pemerintah Kabupten Gowa bekerja sama dengan beberapa SKPD. Hal yang sama

juga dikatakan oleh Kasi Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak

(P2PT2A) :

“ Lembaga tentang penanganan anak rentan ini berkolaborasi atau

bekerjasama antara dinas sosial dan LPA (lembaga perlindungan Anak)

misalnya anak yang bermasalah mengenai kesehatan maka ditangani oleh

dinas kesehatan, masalah pendidikan oleh dinas pendidikan, masalah

kekerasan ke dinas pemberdayaan dan perlindugan anak korban ketika

64

ada kasus yang tidak terselesaikanpun akan disampaikan kepada dinas

sosial.” ( Wawancara AM, 24 April 2019)

Koordinasi untuk penanganan kesejahteraan anak secara menyeluruh di

Kabupaten Gowa diwujudkan dalam PKSAI. Unit layanan ini didukung oleh

kepengurusan yang terdiri dari beberapa SKPD pemangku kepentingan untuk

pembangunan anak dan penyedia layanan anak. Seperti yang dituturkan Konsultan

UNICEF:

“ Saya selaku konsultan UNICEF sebanarnya sering datang, tapi karena

di Gowa sudah mulai berjalan lebih baik dan mandiri atau sudah lebih

mengerti maka saya bagi tugas beralih asistensi ke Makassar. Kita dari

UNICEF ini bekerjasama dengan Yayasan Bakti dan beberpa instansi

lainnya. Sebelumnya kita bekerjasama dengan kementrian sosial dalam

merancang PKSAI.” “ ( Wawancara DS, 22 April 2019)

Koordinasi merupakan mekanisme sekaligus syarat utama dalam

menentukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Semakin baik koordinasi di

antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka

asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil terjadi, dan begitu pula

sebaliknya. (Agustiono: 2016)

Koordinasi tidak dapat dihindarkan supaya ada kesamaan langkah dalam

implementasi kebijakan desentralisasi pemerintahan. Koordinasi di fokuskan pada

analisis struktur instutisional yang tersusun dari serangkaian aktor dan organisasi

karena semua program akan melibatkan banyak organisasi ataupun instansi dala

proses implementasi.

Pernyataan yang sama dituturkan oleh Sekertaris Dinas Sosial sekaligus

sebagai Koordinator PKSAI Kabupaten Gowa:

65

“ Iya, tentunya kita memiliki jalur koordinasi yang saling

menghubungkan antara PKSAI itu sendiri dengan instansi terkait lainnya,

tujuannya supaya lebih mudah dan setidaknya jauh dari pertentangan,

seperti ketika ada anak yang mengalami kekerasan maka kita arahkan ke

dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, anak yang tidak

memiliki identitas kita arahkan ke dinas catatan sipil dan masih banyak

lagi contoh kasus lainnya.” ( Wawancara FD, 13 Mei 2019)

Jalur koordinasi akan baik dan akan jauh dari pertentangan ketika

hubungan kerjasama juga baik. kerjasama dan pertentangan adalah dua sifat yang

sering dijumpai dalam setiap proses interkasi sosial dalam masyarakat, diantara

seseorang dengan orang lain, kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan

seseorang. (Ainun, 2014). Pernyataan di atas kemudian dikuatkan oleh Kepala

Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial:

“ Ooo… ada itu 9 SKPD yang terlibat yang pertama itu dinas sosial mi,

kemudian ada juga DPA, Dinas catatan sipil, Polres, Dinkes, Dinas

Pendidikan masih ada lagi itu tapi saya lupa-lupa mi.” ( Wawancara HW,

10 Mei 2019)

Bentuk kepengurusan ini diharapkan dapat mendukung pengelolaan

pembangunan yang terkait dengan kesejahteraan anak lebih komprehensship dan

terpadu atau ada saling keterkaitan. Kelengkapan layanan apabila dukungan

masyarakat kuat baik melalui LSM atau ormas yang bergerak dalam pemenuhan

hak anak maupun pengembangan forum atau bentuk koordinasi berbasis

masyarakat yang bertujuan mendukung kesejahteraan anak. Disamping itu juga

jejaring Kecamatan harus dioptimalkan dalam pemberian layanan anak. Lebih

lanjut lagi kemudian disampaikan Staf UNICEF :

“ Kita Rapat dengan kepala seksi dan kepala bidang yang dibahas terkait

penanganan masalah anak ini.” ( Wawancara AP, 13 Mei 2019)

66

Berdasarkan penuturan informan diatas maka penulis menyimpulkan

bahwa perilaku organisasi dan antar organisasi terkait koordinasi dalam Program

PKSAI di Kabupaten Gowa yang melibatkan beberapa SKPD telah menunjukkan

bentuk kerjasama dan komunikasi yang cukup baik. setiap SKPD memiliki peran

masing-masing terhadap program PKSAI sehingga kesulitan dalam bekerja sama

serta membangun kerja sama yang baik dapat di minimalisir, dalam bekerja sama

juga sangat diperlukan adanya pertemuan-pertemuan antar anngota untuk menilai

serta melakukan evaluasi mengenai keberhasilan program PKSAI.

Hasil observasi atau pengamatan penulis melihat bahwa dalam

implementasi program PKSAI pelaksana telah berkomitmen untuk mencapai

tujuan dari PKSAI melalui sosialisasi dan menjaga jalur koordinasi dengan tetap

menjalin kerjasama dengan beberapa instansi dan menjalankan tugas sesuai

dengan wewemang masing-masing instansi yang terlibat.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku organisasi dan

antar organisasi terkait komitmen dan koordinasi dalam program pusat

kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) Sikamaseang di kabupaten Gowa

sudah cukup baik, di lapangan peneliti melihat adanya kesamaan komitmen dan

jalur koordinasi atau kerjasama antar instansi guna memenuhi kebutuhan

masyarakat yaitu terwujudnya kesejahteraan anak sehingga anak bisa memperoleh

hak-hak mereka.

2. Perilaku birokrasi tingkat bawah

a) Kontrol organisasi

67

Kontrol dalam organisasi dalam hal ini seperti pengawasan atau

pemeriksaan apakah sesuatu yang terjadi sesuai dengan rencana, instruksi yang

dikeluarkan, prinsip-prinsip yang ditentukan. Jadi tujuannya ialah untuk

menunjukan kelemahan dan kesalahan agar menjadi benar dan mencegah

pengulangan kesalahan, pengawasan bergerak dalam segala bidang yaitu barang-

barang, orang-orang dan tindakan-tindakannya. ( Fayol dalam Sukarna, 1992:111)

Kontrol organisasi merujuk pada kegiatan secara cermat dan teliti baik itu

melalui pemantauan atau pengawasan, serta evaluasi atau tindakan korektif guna

memastikan apakah tujuan telah tercapai serta berupaya menghidari

penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi. Untuk itu untuk menghidari

hal-hal yang tidak diinginkan maka perlu adanya pengawasan. Dituturkan oleh

Konsultan UNICEF :

“ Tugas konsultan UNICEF itu melakukan monitoring dan pengutan

kapasitas, sebulan dua kali ke dinsos. Sebenarnya dari dulu tiap hari

kemudian menjadi dua kali seminggu, lalu seminggu sekali, kemudian ya

sekarang sebulan dua kali itu kecuali jika ada yang ingin di diskusikan

juga. Jadi jelas ya tugas kami untuk mendampingi program ini

memberikan aksistensi jadi ikut memperkuat kapasitas

pemeritahan/lembaga, teman diskusi. Saya juga punya laporan berbulan

yang kemudian saya sampaikan ke atasan UNICEF kepada superfesior

perlindungan dan kesejahteraan anak.” ( Wawancara DS, 22 April 2019)

Kontrol organisasi seperti yang disebutkan oleh informan diatas

menunjukan bahwa setiap pihak-pihak yang terkait dalam proses implementasi

memiliki tugas yang berbeda-beda seperti halnya melakukan pendampingan

kasus, juga sebagai teman diskusi dan melakukan pengawasan sebagai wujud dari

kontrol organisasi dari UNICEF itu sendiri. Dengan kata lain dalam suatu

program pasti ada pihak yang dipercaya untuk melakukan monitoring dalam

68

jalannya suatu program. Seperti yang dikemukakan oleh Seksi Kessos Anak

sekaligus Sekertaris PKSAI :

“ Yang mengawasi sekerteriat PKSAI adalah saya sendiri yang mana

koordinatornya adalah sekertaris dinas sosial juga. Nah kemudian itu mi

yang kita lakukan sebagai upaya untuk mengontrol para pelaksana

program ini.” ( Wawancara AA, 10 April 2019)

Menurut penuturan informan diatas bahwa pengawasan adalah satu bentuk

wujud dari kontrol organisasi yang harus ada. Dalam pelaksana suatu program

setiap instansi memiliki tugas yang berbeda-beda dan salah satu tugas yang tidak

bisa dipisahkan dalam proses pelakasana program yaitu pengawasan. Tanpa

adanya pengawasan pencapaian tujuan program akan sulit untuk dicapai. Pendapat

yang sama juga dikemukakan oleh Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak:

“ Iya memang kita disini tidak bekerja sembarangan konsultan UNICEF

juga kadang-kadang datang ji untuk memantau.” ( Wawancara RR, 24

April 2019)

Merujuk pada uraian di atas, menjelaskan bahwa ketika berada dalam rana

kerja pemerintahan, pelaksanaan program tidak pernah dilaksanakan tanpa arah,

melainkan dilaksanakan melalui pemantauan atau pengawasan sebagai wujud dari

tanggungjawab dalam keterkaitan kontrol organisasi. Pencapaian tujuan suatu

program akan lebih mudah ketika pihak-pihak yang terlibat bekerja sebagaimana

mestinya. Sementara itu, hasil wawancara dengan Staf PKSAI, memberikan

penjelasan sebagai berikut :

“ Tentu saja yang mengawasi ketua seksi dan kabid, lalu sakti peksos

yang melaporkan sampai di pak kadis secara pengaduan kita buka selama

24 jam karena bisa melalui telepon jika darurat.” ( Wawancara MH, 10

Mei 2019)

69

Pendapat di atas kembali menjelaskan bahwa untuk menghindari atau

memperkecil kesalahan dalam implementasi program maka sangat diperlukan

kontrol organisasi dalam wujud pengawasan. Begitu pentingnya kontrol

organisasi sehingga tidak bisa dipisahkan dalam proses implementasi.

Berdasarkan penuturan dari informan diatas terkait perilaku birokrasi

tingkat bawah yang merujuk pada kontrol organisasi dapat disimpulkan bahwa

dalam pelaksanaan kontrol organisasi terkait pengawasan jalannya program pusat

kesejahteraan sosial anak integratif ini sudah cukup baik, mereka selalu berusaha

untuk melakukan pengawasan dan telah mengkordinasikannya untuk sebisa

mungkin melakukan kontrol setiap bulannya agar mereka dapat sesegera mungkin

mengatasi ketika ada keselahan yang timbul.

b) Profesionalisme SDM

Profesionalisme aparat SDM, diwujudkan melalui keberhasilan dalam

penerapan standar operasional prosedur (SOP). SOP pusat kesejahteraan sosial

anak integratif (PKSAI) adalah prosedur tertulis untuk melaksanakan tugas

pelayanan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja perlindungan anak dan

pemenuhan kesejahteraan sosial bagi anak berdasarkan indikator administratif dan

prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja untuk

menciptakan komitmen tentang apa yang harus dilakukan, kapan , dimana, dan

oleh siapa. (Purwanto dan Sulistyastuti, 2015)

Semua prosedur tersebut bersifat baku, sehingga mengikat atau harus

dipatuhi oleh seluruh petugas pelayanan pada pusat kesejahteraan sosial anak

70

integratif (PKSAI). Menurut hasil wawancara dengan Kepala Seksi Kessos Anak

sekaligus Sekertaris PKSAI mengatakan bahwa:

“Kasus anak yang berdasarkan SOP tergantung dari kasus anak itu ada

yang lewat SOP dan ada juga yang tanpa SOP tergantung kasus jika

kasus itu emergency atau besar maka dilayani terlebih dahulu SOP

belakangan, SOP ini sebenarnya melihat kenyataan lalu disesuaikan,

SOP ini sudah dua kali direvisi. SOP tidak bisa dibuat lalu langsung

harus diikuti tetapi kita mengikut alur yang terjadi jika seperti ini sulit

dan sebaliknya. Masalah genting langsung ditangani misal mengenai

kesehatan lalu langsung dirujuk ke rumah sakit kita selalu stand by.” (

Wawancara AA, 10 April 2019)

Hal di atas secara tidak langsung menjelaskan bahwa peran SOP dalam

pelaksanaan suatu program bisa saja tidak diikuti. Hal tersebut berarti bahwa ada

tidaknya SOP tidak berpengaruh dalam pelaksana suatu program akan tetapi pada

kenyataannya dalam pelaksana suatu program memerlukan SOP sebagai pedoman

dalam .mengerjakan tugas Selanjutnya hasil wawancara dengan Ketua Bidang

Pelayanan Rehabilitasi Sosial :

“ Anak sakit rujukan ke rumah sakit, putus sekolah ke dinas pendidikan,

Akte kelahiran dinas catatan sipil perlu penanganan ABH polres.” (

Wawancara HW, 10 Mei 2019)

Pentingnya SOP dalam menunjang profesionalitas dalam mengerjakan

tugas menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga keberlanjutan

prgoram PKSAI, hal tersebut menunjukan bahwa SOP memang harus ada agar

pelaksana program lebih terarah sehinga mencapai hasil sesuai dengan yang

diinginkan. Hal yang sama seperti yang dituturkan oleh Konsultan UNICEF :

“ Tentunya kita ini mempunyai SOP, mekanisme kerjasama melibatkan

SKPD terkait telah ada standar operasional prosedur.” ( Wawancara DS,

22 April 2019)

71

Standar Operasional Prosedur (SOP) unit layanan kesejahteraan anak

integratif meliputi persyaratan dan mekanisme yang harus dipenuhi oleh petugas

layanan dalam melaksanakan tugasnya. Tujuan penyediaan SOP adalah agar ada

standar dan mekanisme yang dijadikan pedoman oleh para petugas pelayanan di

PKSAI dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga terwujud pelayanan yang

dapat melindungi terhadap hak-hak anak. Pendapat yang sama dikemukakan oleh

Kepala Dinas Sosial :

“ Kalau mengenai kerja-kerjanya di PKSAI sudah ada SOP.”

( Wawancara SS, 13 Mei 2019)

Ketika suatu program ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya,

maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami, melainkan

petunjuk-petunjuk itu harus diikuti. Petunjuk-petunjuk tersebutlah yang yang

kemudian di artikan sebagai SOP yang diharapkan dapat mempermudah dalam

implementasi program. Sementara menurut Konsultan PKSAI :

“Ada format pengaduan disampaikan ke sakti peksos kemudian sakti

peksos yang turun kelapangan asseement sesuai dengan kebutuhannya.” (

Wawancara MH, 10 Mei 2019)

Dititik dari prosesnya, maka proses implementasi suatu program

memerlukan aturan atau mekanisme sebagai landasan dalam mengerjakan

program. Semua pihak terkait telah memiliki arah dalam melaksanakan tugas atau

wewenang yang diberikan. Penjelasan lebih lengkap kembali dipaparkan oleh

Sekertaris Dinas Sosial sekaligus sebagai Ketua PKSAI:

“ Iya memang harus sesuai dengan SOP kecuali misalnya kecelakaan

atau darurat. Alur pelaporan harus sesuai dengan SOP yaitu mulai dari

RT agar dapat diketahui beda jika iya dalam keadaan darurat katakanlah

kecelakaan orang sakit tidak mungkin dipersulit seperti itu dulu harus

72

masuk rumah sakit dulu baru diurus jadi selama dia tidak seperti itu

semua ada alurnya kecuali daruruat kita gunakan jalur cepatnya. Bisa

mengadu di dinsos tetapi jika ingin lebih bagus langsung ke sekretariat

apalagi sekret akan pindah samping dinsos maka akan lebih mudah

karena sudah satu atap. Jika ada pelapor langsung ditindak lanjuti kadang

juga langsung melapor ke polisi polisi yang menyurat ke dinas sosial

untuk melakukan pendampingan jadi sakti peksos yang assesment

terlebih dulu kemudian membutuhkan rujukan misalnya membutuhkan

perlindungan maka dirujuk ke dinas pemberdayaan dan pelindungan

anak, kekerasan seksual kepolisian nanti di rujuk lagi ke rumah sakit.

Anak tidak memiliki kartu identitas sakti peksos turun accment

diarahkan kecapil urus aktenya. Ada juga masyarakat yang langsung ke

dinas sosial karena mungkin mereka tidak mengetahui lokasi sekret

PKSAI, cukup kita berikan kebijakan jangan sampai masyarakat merasa

dipersulit.” ( Wawancara FD, 13 Mei 2019)

Suatu program dapat dilaksanakan dengan baik maka seluruh stakeholder,

terutama penanggung jawab utama implementasi, perlu memahami mekanisme

kerja atau SOP yang telah ada. (Purwanto dan Sulistyastuti, 2015).

Berdasarkan penuturan dari informan diatas terkait perilaku birokrasi

tingkat bawah yang merujuk pada profesionalitas SDM dapat disimpulkan bahwa

dalam pelaksanaan profesionalitas SDM terkait penggunaan SOP dalam

pelaksanaan/jalannya program pusat kesejahteraan sosial anak integratif ini dinilai

masih kurang baik, dilihat dari alur pelaksanaan yang belum sesuai dengan SOP

(SOP tidak dipergunakan sebagaimana mestinya).

Hasil observasi atau pengamatan penulis melihat melihat bahwa dalam

implementasi program PKSAI pelaksana telah melakukan kontrol organisasi

melalui pengawasan terhadap jalannya program PKSAI akan tetapi masih kurang

menunjukan perilaku profesionalitas SDM karena dalam pelaksanaan program

PKSAI tidak mengikuti mekanisme atau SOP yang telah dibuat.

73

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

birokrasi tingkat bawah yang dilihat dari konsep kontrol organisasi dan

profesionalime SDM dalam pelaksanaan program pusat kesejahteraan sosial anak

dinilai masih kurang bagus, dilihat dari proses kontrol organisasi dari segi

pengawasan serta profesionaliseme SDM dari segi standar operasional prosedur

(SOP) yang telah ada namun dalam pelaksanaannya SOP ini tidak di gunakan

sebagaimana fungsi dibuatnya.

3. Perilaku Kelompok Sasaran

a) Respon positif

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika

dan hanya jika ketika tujuan kebijakan atau program itu telah dirasakan oleh

kelompok sasaran. (Agustiono:2016). Seperti hasil wawancara dengan Konsultan

UNICEF mengatakan bahwa:

“ Bagus karena banyak dampak positifnya, untuk kasus yang

dijakangkaupun semakin banyak karena kita juga melakukan deteksi dini

melalui data terupdet, dulu hanya menerima kasus sekarang kita juga

melakukan jangkauan melalui data BDT sehingga anak sebelum

mendapat kekerasan anak bisa langsung ditindak lanjuti” ( Wawancara

DS, 22 April 2019)

Menurut penuturan infoman diatas bahwa telah banyak kasus yang

terselesaikan dengan adanya program ini. Program tersebut secara rinci bisa

dikatakan bahwa berhasil karena telah banyak membantu masyarakat dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan membantu pemerintah dalam

menjalankan tugasnya guna untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial anak Hal

yang sama dikatakan oleh Seksi Kessos Anak sekaligus Sekertaris PKSAI :

74

“ PKSAI sangat membantu dalam pelaksanaan tugas saya sebagai kepala

Kessos anak, dimana menurut saya anak kecil sedini mungkin kita bina

agar tidak terjadi kekerasan, pelecahan atau masalah anak lainnya.

Selama inipun tidak ada yang mengeluh malah banyak berterimah kasih.” (

Wawancara AA, 10 April 2019)

Dukungan atau respon positif dari semua pihak yang terlibat terutama

masyarakat dan anak-anak sebagai kelompok sasaran dalam program PKSAI ini

menjadi hal yang mendasar yang menjadi penilaian keberhasilan atau kegagalan

suatu program. Jika program yang dijalankan memberi dampak yang baik maka

program tersebut perlu untuk dilanjutkan. Diperjelas kembali oleh Kasi Pelayanan

Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2PT2A) :

“ Alhamdulillah banyak sekali masyarakat yang merasa terbantu,

kerjasama kita dengan dinsos juga selama ini alhamdulilah baik, jika ada

masalah anak kami langsung menghubungi PKSAI atau PEKSOS.

Seperti di dinas pemberdayaan dan perlindungan anak sendiri pada tahun

2018 kemarin sudah ada 54 kasus anak dari berbagai kasus yang

alhamdulillah terselesaikan. (Wawancara AM, 24 April 2019)

Penuturan informan di atas kembali menjelaskan bahwa program ini

benar-benar mendapat respon atau tanggapan yang baik dari kelompok sasaran.

Jumlah kasus yang terselesaikan cukup banyak hal tersebut bararti bahwa

keberadaan program ini betul-betul membantu dalam proses pemenuhan

kesejahteraan anak. Berikut penjelasan lebih lanjut melalui wawancara dengan

Ketua Bidang Pelayanan Rehabilitasi Sosial:

“ Program ini sangat bagus khusus anak membawa pengaruh positif

karena semua pengaduan tertangani misal walaupun belum terbit KIS

karena KIS 7 hari baru bisa digunakan tapi tetap terlayani karena kita

yang dampingi.” ( Wawancara HW, 10 Mei 2019)

Banyaknya kasus yang tertangani sehingga membawa pengaruh yang baik

membuat masyarakat menjadi merasa terlayani dengan baik. Membuat masyarakat

75

merasa terbantu dan terlayani ininlah adalah hal yang diiginkan dalam pelaksana

program ini dengan begitu masyarakt senang maka pelaksana programpun akan

ikut senang. Pendapat diatas kemudian ditambahkan oleh Konsultan PKSAI:

“ Peningkatan luar biasa terbantu dengan program PKSAI penanganan

yang cepat menguntungkan masyarakat meskipun belum tersosialasasi

dengan menyeluruh. Tidak pernah ada respon negatif karena penanganan

yang baik.” ( Wawancara MH, 10 Mei 2019)

Hal lain yang menjadi gambaran umum efektifitas pelaksanaan suatu

program ini ada tidaknya peningkatan dari tahun ke tahun. Dan dalam pelaksana

program ini memberikan hasil yang baik dimana terjadi peningkatan dalam

penanganan masalah-masalah sosial pada anak. Pendapat yang sama kembali

dikemukakan oleh Staf PKSAI :

“ Kelebihan PKSAI itu yaitu dimanajemen kasusunya jadi setiap ada

persoalan itu kita langsung melakukan pertemuan untuk pendalam

accement kajian dari data-data yang ada kemudian dari data tersebut kita

rekomendasikan rujukan yang di acemmnt oleh dinas sosial, sakti peksos,

dan dinas terkait, dinas perlindungan anak, lembaga-lembaga yang ada

hubungannya dengan penanganan anak. Misalnya anak butuh psikososial

di tangani psilokog LKSA.(Wawancara AP, 13 Mei 2019)

Eksistensi suatu program akan tetap ada ketika program itu memiliki

pengaruh positif atau ketika kelebihan lebih nampak dibanding kelemahan atau

kekurangan. Dan dalam pelaksana program ini kelebihan lebih nampak dibanding

dengan kekurangan hal tersebut menjelaskan bahwa program ini telah banyak

membantu baik masyarakat maupun instansi pelaksana. Adapun hal yang sama

dirasakan oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Gowa:

“Banyak kasus yang terselesasikan. Yah efektif karena kita menggunakan

pola efektif dan sistem supaya pelayanan bisa meningkat jika tidak

meningkat lebih baik kita tiggalkan, kenapa saya bilang meningkat

karena lebih detail SOP itu urutan-urutan pelayanan, bagaimana

76

pelayanan intinya SOP itu kita tau apa yang akan kita lakukan. Anda tahu

apa yang anda anak lakukan dan anda tau cara mencapai tujuan dari apa

yang anda lakukan. Jadi tiada hari tanpa perubahan tiada hari tanpa

penyempurnaan. Catat yang kau kerjakan dan kerjakan yang tercatat.

Itulah SOP kemudian evaluasi jika dirasa tidak efektif oleh masyarakat

karena tingkat kepuasan diukur dari masyarakat maka lakukan revisi.

Kerjakan apa yang orang lain belum lakukan dan lakukan lebih baik apa

yang orang lain pernah kerjakan.” ( Wawancara SS, 13 Mei 2019)

Efektif tidaknya suatu program dalam proses implementasi sangat

dipengaruhi oleh banyak atau tidaknya kasus yang terselesaikan sehingga

menghadirkan kepuasan masyarakat. Penggunaan aturan dalam suatu program

menjadi sarana yang dapat mempermudah dalam penyelesaian masalah untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Kemudian respon atau tanggapan positif

dikemukakan oleh masyarakat yang merasakan manfaat program PKSAI:

“ Iya dek saya dulu melapor di dinas sosial langsung karena masalah

kartu keluarga (KK) saya yang belum di perbarui jadi kesini ma baru

didampingi ke dukcapil tidak lama ji baru jadi.” ( Wawancara ID, 13 Mei

2019)

Informan di atas menjelaskan atau memberikan respon yang positif

terhadap pelaksanaan program PKSAI sebagai bukti yang dirasakan bahwa

program ini telah membantu menyelesaikan masalah yang di alami. Respon positif

yang diberikan masyarakat serta instansi terkait menjadi bukti bahwa program ini

telah dijalankan dengan baik. Kemudian penjelasan ini ditambahkan lagi oleh

masyarakat berikut ini:

“ Bagus na bantu ka juga karena pernah ada kasus na anakku toh

baru langsungka melapor di sini jadi ditangani mi, cuman disisni tidak

bisaka sebutki kasus apa karena privasi to.” (Wawancara dengan II, 13

Mei 2019)

Penjelasan informan diatas kembali menjelaskan bahwa program PKSAI

telah betul-betul memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Cukup hanya

77

dengan melakukan pengaduan maka ada dibantu untuk menangani permasalahan

yang dialami.

Berdasarkan hasil wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa

perilaku kelompok sasaran mengenai program pusat kesejahteraan sosial anak

integratif (PKSAI) sikamseang yang di terapkan di Kabupaten Gowa telah banyak

membantu masyarakat terutama dalam pemenuhan kesejahteraan anak.

Tanggapan terhadap program inipun mendapatkan respon yang positif dari

masyarakat dan sejumlah SKPD yang terlibatpun turut merasakan dampak dari

program ini sehingga dapat katakan bahwa program PKSAI telah tepat pada

sasaran.

b) Respon negatif

Respon negatif dapat mengurangi eksistensi suatu program maka dari itu

pemerintah harus tetap berusaha memberikan peningkatan pelayanan melalui

pelayanan yang prima agar suatu program dapat dipertahankan dan di lanj utkan.

(Rakib:2011) hal tersebut sama seperti yang dikemukakan oleh Kasi Pelayanan

Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2PT2A):

“ Sampai saat ini belum pernah ada respon negatif karena selama ini

penanganan alhamdulilah cepat, Fungsinya kita untuk pendampingan

kasus mediasi mendampingi secara psikisnya. Adapun masalah sosial

disebakan macam-macam yaitu ada karena masalah ekonomi, karena

pernikahan dini menikah dibawah umur.” ( Wawancara AM, 24 April

2019)

Informan di atas menjelaskan bahwa program ini belum mendapat

tanggapan yang buruk dari kelompok sasaran. Proses implementasi yang baik

akan memperoleh hasil yang baik pula begitupun sebaliknya proses implementasi

78

yang kurang baik akan memperoleh hasil yang buuruk. Sementara itu pendapat

dari Staf PKSAI sebagai berikut:

“ Sekret PKSAI buka jam delapan sampai jam empat untuk terima

laporan seperti pengaduan anak, harusnya di Sekret PKSAI namun

banyak yang belum tahu sekret PKSAI karena program baru, jadi

mereka hanya tahu kantor dinas sosial, sebenarya sesuai karena jika ada

yang datang ke sekret akan dilayani dan kesana tetap akan dilayani.

Kasus yang darurat cepat ditangani oleh peksos.” ( Wawancara MH, 10

Mei 2019)

Sebagaimana dijelaskan informan di atas maka dapat disimpulkan bahwa

salah satu penyebab respon negatif dari pihak pelaksana disebabkan karena

adanya pelaksanaan yang belum sesuai dengan mekanisme, yang menjadi nilai

negatif dari pelaksanaan program kembali ditambahkan oleh Sekertaris Dinas

Sosial sekaligus Ketua PKSAI:

“ Kendala kadang cuma kurang komunikasi yang kurang nyambung

tetapi yang lainnya bagus jika ada masalah anak kami langsung

menghubungi PKSAI atau PEKSOS. ( Wawancara FD, 13 Mei 2019)

Penjelasan informan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyabab

adanya kendala dalam pelaksanaan program ini berasal dari masyarakat itu

sendiri yang masih belum paham terhadap pelaksanaan program ini. Dari

penjelasan ini bukan berarti bahwa ini adalah dampak negatif dari program

PKSAI melainkan hal biasa yang pasti akan selalu ada kendala dalam pelaksanaan

suatu program. Pendapat yang sama dikemukakan oleh masyarakat:

“ Kalau saya aman-aman ji, karena nabantuka, kalau pertayaanta tadi

mengenai negatif positif, ya kalau saya nassami positif.” (Wawancara

dengan ID, 13 Mei 2019)

Tidak adanya respon negatif yang diberikan oleh beberapa instansi serta

masyarakat menunjukan bahwa pelaksanaan program PKSAI sudah berjalan

79

dengan baik, membantu masyarakat dan membantu pemerintah dalam

mewujudkan kesejahteraan anak. Pemenuhan kesejahteraan anak menjadi hal

dasar untuk pemerintahan yang baik.

Hasil observasi atau pengamatan dilapangan penulis melihat bahwa dalam

implementasi program PKSAI pelaksana serta masyarakat memberikan respon

positif terkait implementasi program PKSAI karena telah membantu dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi serta membantu dalam

mempermudah pekerjaan pemerintah untuk mencapai kesejahteraan anak,

sementara itu hampir tidak ada respon negatif dalam pelaksanaan program

PKSAI.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

perilaku kelompok sasaran dari program PKSAI ini masyarakat dan instansi yang

terlibat memberi respon positif dimana masyarakat dan instansi yang terlibat

merasa terbantu dengan adanya program tersebut, meskipun yang pada

kenyataannya masyarakat belum terlalu paham mengenai mekanisme alur

pelaporan yang seharusnya, yang mereka pikirkan adalah bagaimana masalah

yang mereka miliki dapat terselesaikan. Respon negatif dari kelompok sasaran

bisa diakatakan tidak ada yang ada hanya mengenai kendala-kendala dalam

menjalankan program PKSAI ini, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa program PKSAI ini sudah baik sehingga perlu dipertahankan.

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan atau

dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dirumuskan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Perilaku organisasi dan antar organisasi yang terkait mengenai komitmen dan

koordinasi dalam pelaksana program pusat kesejahteraan sosial anak

integratif (PKSAI) sikamaseang sudah cukup baik akan tetapi masih perlu

ditingkatkan. Pemerintah telah berupaya mensosialisasikan program PKSAI

di Kabupaten Gowa, dan berupaya menjaga hubungan kerjasama antar SKPD

yang terlibat guna untuk mewujudkan tujuan dari PKSAI. Hal inilah sebagai

bentuk komitmen dan koordinasi dari pemerintah karena sosialisasi dan kerja

sama sangat penting sebagai langkah awal dalam memberikan pemahaman

dan mengimplementasikan PKSAI sikamaseang kepada masyarakat.

2. Perilaku birokrasi tingkat bawah dari segi kontrol organisasi dan

profesionalisme SDM dalam program PKSAI sikamaseang yaitu pemerintah

telah berupaya melakukan kontrol organisasi melalui pengawasan atau

monitoring dengan baik agar program sosial ini dapat membantu dalam

mewujudkan kesejahteraan anak. Selain itu juga pemerintah beserta SKPD

yang terlibat telah mencoba mebangun jiwa profesionalitas dalam

mengerjakan tugas mereka sesuai dengan SOP namun pada kenyataannya

dengan alasan tertentu SOP yang telah dibuat sebelumnya kadang kalah tidak

80

81

dijadikan acuan dalam bekerja, melainkan keluar dari mekanisme yang ada,

sehingga demikian dapat dikatakan bahwa dimensi terkait perilaku birokrasi

tingkat bawah masih kurang baik sehingga perlu diperbaiki.

3. Perilaku kelompok sasaran dalam pelaksana program PKSAI sikamaseang ini

mendapat dukungan atau respon positif dari masyarakat dan instansi terkait

karena telah banyak permasalahan anak yang diatasi, sehingga kelompok

sasaran merasa terbantu dengan adanya program ini. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa program kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI)

sikamaseang di Kabuapten Gowa yang dilihat dari perilaku kelompok sasaran

sudah baik sehingga perlu untuk dipertahankan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka saran yang dapat

disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan kepada dinas sosial serta sejumlah SKPD yang terlibat agar tetap

menjaga jalur koodinasi agar hubungan kerjasama tetap terjaga. Serta

melakukan pendekatan atau sosialisai yang lebih intensif kepada masyarakat

pedesaan.

2. Diharapkan setiap SKPD yang terlibat agar mengikuti SOP yang telah dibuat

agar profesionalitas dalam bekerja dapat terlihat.

3. Diharapkan kepada warga masyarakat agar menggunakan program ini sebaik-

baiknya.

82

Buku

DAFTAR PUSTAKA

Abidin. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwan.

Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. Edisi Ke-2. Jakarta: Salemba

Humanika.

Aditama, Ridwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Agustiono, Leo. 2016. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Ainun. 2014. Pengaruh pengetahuan kebencanaan terhadap kesiapsiagaan warga

dalam menghadapi bencana tanah longsor di desasridadi kecamatan

sirampong kabupaten brebes.

Ani, Suharni, 2013. Implementasi Program Pengentasan Kemiskinan (Studi

Kasus Pembagian Kartu Keluarga Sejahtera). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dewi, Rahayu. 2016. Study Analisis Kebijakan. Bandung: Pustaka Setia.

Dunn, William. 2013. Pengantar Kebijakan Publik. Edisi Ke-2. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Hayat. 2017. Manajemen Pelayanan Publik. Jakarta: PT. RajaGravindo Persada.

Howlett, Dkk. Studying Publick Polic. Torento: Oxford University Press.

Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang.

Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Purwanto, Erwan. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan

Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Putra, Fadilah. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan: Perubahan dan

Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat Dalam

Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Islamy, Irfan. 2014. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:

Bumi Aksara.

Kartiwa, Asep. 2015. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Pustaka Setia.

Khaizu.2009. Pelayanan Kesejahteraan Anak. Bandung: Gadjah Mada University

Press.

Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model Dan Aktor Dalam Proses Kebijakan

Publik. Yogyakarta: Gava Media.

83

Mardalis. 2014. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi

Aksara.

Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan Publik Dan Pelayanan Publik: Konsep

Dan Aplikasi Proses Kebijakan Publik Berbasis Analisis Bukti Untuk

Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta.

Mustopadidjaja. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik: Formulasi,

Implementasi, Dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: Lembaga Administrasi

Negara Duta Pratiwi Foundation.

Nawawi, Ismail: 2009. Public Policy: Analisis, Strategi, Advokasi Teori dan

Praktek. Surabaya: Putra Media Nusantara.

Purwanto, Erwan Agus dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2015. Implementasi

Kebijakan Publik: Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia.Yogyakarta:

Gava Media.

Soetari, Endang. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: Pustaka Setia.

Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. 2016. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta.

Sukarna. 1992. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: Mandar Maju.

Suratman. 2017. Generasi Implementasi Dan Evaluasi Kebijakan Publik.

Surabaya: Capiya Publishing.

Susilawati. 2010. Kemitraan Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak.

Yogyakarta: Media Pressindo.

Syafiie, Inu. 2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Tangkilisan, Hasel Nogi. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:

Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI) & Lukman

Offset.

Thoha, Mitfah. 2011. Ilmu Administrasi Kontemporer. Jakarta: Prenada

MediaGroup.

84

Tim Penyusun. 2016. Pedomoan Penulisan Proposal dan Skripsi. Makassar:

FakultasIlmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Wahab, Solichin Abdul. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:

Media Pressindo.

Wisadirman. 2005. Metode Penelitian Kualitatif dan Pedoman-Pedoman

Penulisan Skripsi Untuk Ilmu Sosial. Malang: UMM.

Undang-Undang

Peraturan Bupati Gowa Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Pusat

Pelayanan Kesejahteraan Anak Integratif Kabupaten Gowa

Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Amandemen UU Perlindungan Anak.

UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

LAMPIRAN

PEDOMAN PENELITIAN

1. Pedoman Observasi

a. Data jumlah permasalahan sosial anak di dinas sosial Kabupaten Gowa

b. Pengamatan mengenai penggunaan SOP dalam pelasana program PKSAI

Sikamaseang di Kabupaten Gowa

2. Pedoman Wawancara

Indikator I ( Perilaku organisasi dan antar organisasi)

a. Bagaimana perilaku organisasi dan antar organisasi terkait komitmen

pelaksana dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif

(PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

b. Bagaimana perilaku organisasi dan antar organisasi terkait koordinasi

pelaksana dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif

(PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

Indikator II ( Perilaku birokrasi tingkat bawah)

a. Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah terkait kontrol organisasi

pelaksana dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif

(PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

b. Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah terkait profesionalisme

SDM pelaksana dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak

Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

Indikator 3 ( Perilaku kelompok sasaran)

a. Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait respon positif pelaksana

dan masyarakat dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak

Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

b. Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait respon positif pelaksana

dan masyarakat dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak

Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa ?

3. Pedoman Dokumentasi

1. Gambaran umum Kabupaten Gowa

2. Visi dan Misi Kabupaten Gowa

3. Batas Wilayah Kabupaten Gowa

4. Pemerintahan/Struktur Kabupaten Gowa

5. Profil singkat Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa

6. Visi dan Misi Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa

7. Pemerintahan/Struktur Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa

8. Tugas dan Fungsi Dinas Sosial Kabupaten Gowa

9. Profil Sekertariat PKSAI Kabupaten Gowa

10. Motto, Visi dan Misi PKSAI Kabupaten Gowa

11. Sruktur Organisasi PKSAI

12. Permasalahan anak di Kabupaten Gowa tahun 2016-2018

Catatan Observasi

Hari/ Tanggal : Selasa, 4 Maret 2019

Pukul : 09.30-12.30

Sumber data : Dinas Sosial Kabupaten Gowa tahun 2018

Dari hasil observasi tersebut pada tanggal 4 Maret 2019 untuk

mendapatkan bukti data mengenai persoalan-persoalan sosial pada anak tahun

2018 pada kantor dinas sosial Kabupaten Gowa. Kemudian observasi lanjut

mengenai alur pelaksana program berdasarkan observasi peneliti menemukan

bahwa dalam pelasanaan program SOP tidak di gunakan sesuai dengan tujuan

dibuatnya yang diperadakan pada tahun 2016. Berdasarkan data dan pengamatan

yang peneliti dapat memberikan gambaran mengenai implementasi program

PKSAI diKabupaten Gowa. Kemudian observasi mengenai informan dalam

proses wawancara adalah sebagai berikut:

Pedoman Wawancara

No Nama Informan Inisial Jabatan Ket

1. Asrianti AA Kepala Sesksi Kessos Anak P

2. Dessy Susanty DS Konsultan UNICEF P

3. Aminah AM Kasi Pelayanan Terpadu

Perlindungan Perempuan

dan Anak (P2PT2A)

P

4. Rahmawati

Rahman

RR Kabid Perlindungan

Perempuan dan Anak

P

5. Muh Hasan MH Staf PKSAI L

6. Hijrawati HW Kepala Bidang Pelayanan

dan Rehabilitasi Sosial

P

7. Firdaus FD Sekertaris Dinas Sosial L

8. Alan P AP Staf PKSAI L

9. Syamsuddin SS Kepala Dinas Sosial L

10. Indah ID Masyarakat P

11. Ila Islmail II Masyarakat P

Nama Uraian Keterangan

Perilaku Organisasi dan Antar Organisasi, Perilaku Birokrasi Tingkat

Bawah dan Perilaku Kelompok Sasaran

Peneliti

Assalamu alaikum warahmatullahi

wabarakatuh ibu, saya mahasiswa dari

unismuh ingin melakukan wawancara dengan

ibu, boleh minta waktunya sebentar ibu?

Rabu 30 Maret

2019, Pukul

10.00-11.30 –

Kamis

30 Mei 2019,

pukul 01.03

Narasumber 1

Wa’aikumsalam Warahmatullahi

wabarakatuh, ya silahkan dek

Peneliti

Bagaimana perilaku organisasi dan antar

organisasi terkait komitmen dan koordinasi

pelaksana dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa ibu?

Narasumber 1

Kami dari dinas sosial dan tim teknis dari

PKSAI beserta 9 SKPD yang terkait

berkomitmen untuk melakukan sosialisasi

dengan masyarakat, agar masyarakat lebih

paham mengenai PKSAI ini

Peneliti

Sosialisasinya ini berapa kali atau setiap hari

apa ibu dan ke sembilan SKPD apa saja yang

terlibat?

Narasumber 1

Sosialisasinya dilakukan kurang lebih 3 kali

dalam sebulan dan SKPD yang dimaksud

yaitu dinas sosial, dinas kependudukan dan

catatan sipil, dinas kesehatan, dinas

pemeberdayaan perempuan dan perlindungan

anak, kepolisian, dinas pendidikan, psikolog,

Unicef, pengadilan.

Peneliti Jadi alur koordinasinya bagaimana ibu?

Narasumber 1

Jalur koordinasi ini berurut dan setiap pihak

terkait telah memiliki peran masing-masing

Peneliti

Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah

terkait kontrol organisasi dan profesionalisme

SDM pelaksana dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

Narasumber 2

Tugas konsultan UNICEF itu melakukan

monitoring dan pengutan kapasitas, sebulan

dua kali ke dinsos. Sebenarnya dari dulu tiap

hari kemudian menjadi dua kali seminggu,

lalu seminggu sekali

Peneliti

Mengenai profesionalisme SDM ibu

bagaimana?

Narasumber 2

Pelaksana program harus sesuai SOP untuk

menilai apakah pelaksana profesional atau

tidak

Peneliti

Assalamu alaikum warahmatullahi

wabarakatuh ibu, saya mahasiswa dari

unismuh ingin melakukan wawancara dengan

ibu, boleh minta waktunya sebentar ibu?

Narasumber 3

Wa’aikumsalam Warahmatullahi

wabarakatuh, ya silahkan dek

Peneliti

Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait

respon positif dan negatif pelaksana dan

masyarakat dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

Narasumber 3 Alhamdulillah banyak sekali masyarakat yang

merasa terbantu jadi masyarakat dominan

memberikan respon positif dan respon negatif

tidak ada

Peneliti

Apakah contoh kasus pada anak yang sudah

terselesaikan ibu?

Narasumber 3

Banyak seperti kasus kekerasan pada anak,

kependudukan, pendidikan dan masih banyak

lagi

Peneliti

Bagaimana perilaku organisasi dan antar

organisasi terkait komitmen dan koordinasi

pelaksana dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa ibu?

Narasumber 4

Komitmen untuk mencapai tujuan program

inidan koordinasi melalui jalur kerjasamayang

baik

Peneliti

Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah

terkait kontrol organisasi dan profesionalisme

SDM pelaksana dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa pak?

Narasumber 5

Berupa pengawasan dalam pelaksana sera

SOP yang ada harus diikuti

Peneliti

Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait

respon positif dan negatif pelaksana dan

masyarakat dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

Narasumber 6

Respon negatif tidak ada melainakan respon

atau dukungan positif lebih menonjol dalam

pelaksana program ini

Peneliti

Bagaimana perilaku organisasi dan antar

organisasi terkait komitmen dan koordinasi

pelaksana dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa ibu?

Narasumber 7

Sosialisasi dan kerjasama harus terjalin

sebagai wujud dari komitmen dan koordinasi

yang baik

Peneliti

Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah

terkait kontrol organisasi dan profesionalisme

SDM pelaksana dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa pak?

Narasumber 8

Pengawasan melalui kontrol organisasi dan

profesionalitas berupa penerapan SOP

Peneliti

Bagaimana perilaku organisasi dan antar

organisasi terkait komitmen dan koordinasi

pelaksana dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa ibu?

Narasumber 9

Koordinasinya melalaui kerjasama dan tetap

berkomitmen untuk melakukan sosialisasi

ketingkat pelosok

Peneliti

Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait

respon positif dan negatif pelaksana dan

masyarakat dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

Narasumber 10

Masyarakat dan instansi terkait mersasa

terbantu dengan adanya program ini

Peneliti

Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait

respon positif dan negatif pelaksana dan

masyarakat dalam Program Pusat

Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)

Sikamaseang di Kabupaten Gowa?

Narasumber 11

Perilaku kelompok sasaran sangat bagus

karena banyak masyarakat yang merasa

terbantu dan instansi pun ikut terbantu

Pedoman Dokumentasi

No Dokumentasi Dinas Sosial Kabupaten Gowa Keterangan

1. Gambaran umum Kabupaten Gowa Ada

2. Visi dan Misi Kabupaten Gowa Ada

3. Batas Wilayah Kabupaten Gowa Ada

4. Pemerintahan/Struktur Kabupaten Gowa Ada

5.

Profil singkat Kantor Dinas Sosial Kabupaten

Gowa

Ada

6.

Visi dan Misi Kantor Dinas Sosial Kabupaten

Gowa

Ada

7.

Pemerintahan/Struktur Kantor Dinas Sosial

Kabupaten Gowa

Ada

8. Tugas dan Fungsi Dinas Sosial Kabupaten Gowa Ada

9. Profil Sekertariat PKSAI Kabupaten Gowa Ada

10. Motto, Visi dan Misi PKSAI Kabupaten Gowa Ada

11. Sruktur Organisasi PKSAI Ada

12.

Permasalahan anak di Kabupaten Gowa tahun

2016-2018

Ada

Wawancara dengan Seksi Kessos Anak sekaligus Sekertaris PKSAI

Tanggal 10 April 2019

Wawancara dengan Konsultan UNICEF

Tanggal 22 April 2019

Wawancara dengan Kasi Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak

(P2PT2A) Tanggal 24

April 2019

Wawancara dengan Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak

Tanggal 24 April 2019

Wawancara dengan Staf PKSAI

Tanggal 10 Mei 2019

Wawancara dengan Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Tanggal 10 Mei 2019

Wawancara dengan Sekertaris Dinas Sosial Kabupaten Gowa sekaligus Koordinator PKSAI

Tanggal 13 Mei 2019

Wawancara dengan Staf PKSAI Tanggal 13 Mei 2019

Wawancara dengan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tanggal 13 Mei 2019

Wawancara dengan Masyarakat

pada tanggal 13 Mei 2019

Wawancara dengan Masyarakat Tanggal 13 Mei 2019

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap Rahmawati Sudirman, disapa Rahma. Lahir

pada tanggal 28 Agustus 1997 Desa Tampo Kecamatan

Anggeraja Kabupaten Enrekang sulawesi selatan. Anak ke

tiga dari pasangan suami istri Sudirman D dan Jumaria,

penulis menempuh pendidikan di SDN 65 Tampo

Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dan selesai pada tahun 2009, penulis

melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang dan selesai

pada tahun 2012, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke

sekolah menengah atas di SMAN 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang dan selesai

pada tahun 2015. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan kejenjang perguruan

tinggi di Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh Makassar) pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Program Studi Ilmu Administrasi

Negara. Peneliti sangat bersyukur, kerena telah diberikan kesempatan untuk

membina ilmu pengetahuan yang nantinya dapat diamalkan dan memberikan

manfaat.