i kepadatan sel dan kadar lipid mikroalga chlorella sp ... filedalam naskah ini dan disebutkan dalam...
TRANSCRIPT
i
Kepadatan Sel dan Kadar Lipid Mikroalga Chlorella sp. pada Kultur MediaAlternatif Kotoran Ternak
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratanguna memperoleh gelar Sarjana Sains
Disusun oleh:ANNISA FEBTISUHARSI
M0409008
PROGRAM STUDI BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA
2016
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri
dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar
kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau kembali dan/atau dicabut.
Surakarta, 29 Maret 2016
Annisa FebtisuharsiM0409008
iv
Kepadatan Sel dan Kadar Lipid Mikroalga Chlorella sp. pada Kultur MediaAlternatif Kotoran Ternak
ANNISA FEBTISUHARSIProgram Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRAKEnergi merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk menjalankan
berbagai aktivitas. Energi minyak bumi dengan bahan dasar fosil ketersediaannyasangat terbatas, sehingga perlu dicari sumber energi alternatif yang dapatdiperbaharui. Mikroalga Chlorella sp. berpotensi sebagai bahan dasar biodieselkarena memiliki kandungan lipid yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui pengaruh kotoran ternak sapi, kambing, dan ayam sebagaimedia kultur alternatif terhadap pertumbuhan Chlorella sp. dan mengetahui jeniskotoran ternak yang paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan Chlorellasp.
Chlorella sp. dikultur dalam wadah 1.000 mL dengan media kultur yangberbeda, yaitu kotoran sapi, kotoran ayam dan kotoran kambing sebanyak 20gr.Aerasi diberikan secara terus menerus sedangkan pencahayaan menggunakanlampu TL 21 Watt yang diberikan selama 24 jam. Variabel yang diamati meliputikadar nitrogen kotoran ternak, kepadatan sel Chlorella sp., dan kadar lipid padamasa eksponensial. Data kepadatan Chlorella sp., kadar nitrogen kotoran ternak,pH media kultur dan suhu media kultur dianalisis secara deskriptif berdasar hasilpengukuran. Kadar lipid dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance(Anova).
Hasil dari uji kadar N kotoran ternak didapatkan hasil bahwa kotoran sapi,kambing, ayam berturut-turut sebesar 1,12%, 2,09%, 2,09%. Dilakukan kulturselama 15 hari untuk mengetahui masa puncak pertumbuhan Chlorella sp., dandiperoleh masa puncak yang berbeda – beda. Chlorella sp. yang dikultur dalammedia kotoran ternak ayam masa puncak dicapai pada hari ke-7 dengan kepadatansel 73,83 x 104 sel/mL, sedangkan pada media kontrol, kotoran ternak sapi dankambing masa puncak dicapai pada hari ke-8 dengan kepadatan sel berturut-turut65, 83 x 104 sel/mL pada hari ke-8, 70,16 x 104sel/mL pada hari ke-8, 68,58 x 104
sel/mL pada hari ke-8. Hasil dari penelitian menunjukkan kultur mikroalgaChlorella sp. dengan menggunakan media kotoran ayam menunjukkan persentaselipid yang paling tinggi yaitu sebesar 30,69 %, sedangkan menggunakan mediakontrol sebesar 14, 27 %, media kotoran sapi sebesar 24, 47 %, media kotorankambing sebesar 28, 17%.
Kata Kunci: Chlorella sp., kotoran ternak, kepadatan sel, kadar lipid
v
Density and Lipid Levels of Microalgae Chlorella sp. on Culture AlternativeMedia of Livestock Manure
ANNISA FEBTISUHARSIDepartment of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Sebelas Maret University,Surakarta
ABSTRACTEnergy is a very important requirement for running various activities.
Petroleum energy with fossil base material availability is very limited, so the needto immediately look for alternative energy that can be renewed. MicroalgaeChlorella sp. has a potency to be developed as a basic ingredient of biodieselbecause it has a high lipid content. The purposes of this study were to determinethe effect of cow manure, chicken manure and goat dung as an alternative culturemedia on the growth of Chlorella sp. and to know the most effective type oflivestock manure in enhancing the growth of Chlorella sp.
Chlorella sp. were added to 20 gram of each kind manure (cow, goat,and chicken). The treatment with aerasi and lightning using TL lamp 21 watt for24 hours. Assessment variables include content of manure Nitrogen, the density ofChlorella sp., and content of Lipid in exponential phase. Density of Chlorella sp.the nitrogen content of animal manure, pH and temperature of the culture mediumwere analyzed descriptively based on the measurement results. Lipid content wasanalyzed using ANOVA (Analysis of Variance).
Nitrogen content in three kind manure (cow, goat, and chicken) were1,12%, 2,09%, and 2,09%, respectively. It was found that the highest cellChlorella sp. showed after 7 days cultivication was 73,83x104 cells/mL onchicken manure. Chlorella sp. on control medium, cow manure, and goat manurewere found 65,83x104 cells/mL, 70,16 x104 cells/mL, and 68,58 x104 cells/mLafter 8 days cultivation. Lipid content in chicken manure produced 30,69%,control medium 14,27%, cow manure 24,47%, and goat manure 28,17%. Thegrowth of Chlorella sp. was found to be the best on media cultivication usingchicken manure.
Keywords: Chlorella sp., manure, cell density, lipid levels
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecil ini teruntuk:
Ayah dan ibu tercinta atas kasih sayang, kepercayaan, pengorbanan dan doa di
setiap hembusan nafasnya
Suami tersayang Moh. Jafron Syah yang selalu mendukung segala keputusanku
Buah hati Nohan Pragata Syah yang sangat saya sayangi
Adik yang begitu aku cintai
Sahabat Bioromantika Biologi 2009 dan Kelompok Studi Kepak Sayap atas
dukungan dan semangatnya
Almamater-ku tercinta Universitas Sebelas Maret Surakarta
Seluruh pihak yang tidak dapat kusebutkan satu persatu, terima kasih
vii
MOTTO
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan
(Al-Insyiroh: 5-6)
‘’Khairunnas anfa’uhum linnas’’ sebaik-baik manusia diantaramu adalah
yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain
(HR. Bukhari dan Muslim)
No matter how great the talent or efforts, some things just take time. You
can’t produce a baby in one month by making nine women pregnant
(Warren Buffet)
Jika kita cepat-cepat melaksanakan urusan kita pada Allah, maka Allah juga
akan cepat cepat mengurusi urusan kita.
(Anonymous)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Kadar Lipid dan Kepadatan Sel Mikroalga Chlorella sp. pada Media
Alternatif Kotoran Ternak” dengan baik sebagai salah satu persyaratan
memperoleh derajat Strata Satu (S1) Program Studi Biologi pada Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah berpartisipasi dan membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc (Hons), Ph.D selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang begitu inspiratif memotivasi mahasiswa serta atas ijin
penelitian yang telah diberikan kepada penulis untuk keperluan skripsi,
2. Dr. Ratna Setyaningsih, M.Si., selaku Kepala Program Studi Biologi
FMIPA UNS atas ijin skripsi dan limpahan motivasi serta semangat yang
diberikan kepada penulis selama penelitian maupun penyusunan skripsi,
3. Dra. Marti Harini, M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan
dan saran dalam penyusunan skripsi ini,
4. Dr. Sunarto, M. S., selaku Pembimbing I yang juga telah memberikan
bimbingan, saran, kesabaran, serta waktunya dalam menyusun skripsi ini,
ix
5. Suratman, M. Si., selaku Pembimbing II yang juga telah memberikan
bimbingan, saran, kesabaran, serta waktunya dalam menyusun skripsi ini
dari awal hingga akhir,
6. Dra. Endang Anggarwulan dan Dr. Edwi Mahajoeno, M. Si selaku dosen
penelaah dan penguji,
7. Dosen-dosen di Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas
Maret, yang telah dengan sabar memberikan pengarahan yang tiada henti-
hentinya dan dorongan baik spiritual maupun materil sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini,
8. Segenap staff Laboratorium Biologi Fakultas MIPA, Universitas Sebelas
Maret yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian,
9. Bapak Deni Hadiansyah selaku teknisi Laboratorium Limnologi LIPI yang
telah memberikan bimbingan mengenai kultur Chlorella sp.
10. Keluarga Biologi 2009 tercinta, atas jalinan kekeluargaan yang indah,
11. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam melakukan
penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
masukan yang berupa saran dan kritik yang membangun dari para pembaca akan
sangat membantu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-
pihak yang terkait.
Surakarta, 29 Maret 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
PERNYATAAN............................................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
ABSTRACT..................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
MOTTO ........................................................................................................... vii
PENGANTAR ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................ 6
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6
1. Biodiesel .............................................................................. 6
xi
2. Lipid..................................................................................... 7
3. Mikroalga............................................................................. 9
4. Chlorella sp. ........................................................................ 10
a. Klasifikasi Chlorella sp. ............................................... 10
b. Deskripsi Chlorella sp. ................................................. 11
c. Reproduksi Chlorella sp. .............................................. 11
d. Fase Pertumbuhan Chlorella sp ................................... 12
e. Faktor yang mempengaruhi kultur Chlorella................. 14
1.) Media Kultur................................ ....................... 15
2.) Nutrien................................ ................................ 15
3.) Cahaya................................................................. 18
4.) Suhu................................ .................................... 18
5.) Derajat Keasaman (pH)....................................... 19
6.) Salinitas................................ ............................... 19
5. Kotoran Ternak .................................................................... 20
a. Kotoran Ayam .............................................................. 20
b. Kotoran Kambing. ........................................................ 21
c. Kotoran Sapi. ............................................................... 21
B. Kerangka Pemikiran........................................... ...................... 22
C. Hipotesis........................................... ........................................ 25
BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................. 26
A. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................... 26
B. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... 26
xii
C. Cara Kerja ................................................................................... 26
1. Rancangan Penelitian........................................................... 26
2. Persiapan Kotoran Ternak.......................................... ......... 27
3. Persiapan Botol Kultur........... ............................................. 28
4. Sterilisasi Alat...................................................................... 28
5. Perangkaian Alat.................................................................. 28
6. Penyiapan bibit Chlorella sp. ......................................... .... 29
7. Kultur Chlorella sp. ...................................... ...................... 29
8. Variabel Penelitian yang Diamati................................ ........ 29
a. Pengukuran Kadar Nitrogen Kotoran Ternak............... 30
b. Kepadatan Sel Chlorella sp. Selama Masa Kultur ....... 30
c. Analisis Kadar Lipid..................................................... 31
d. Pengukuran Kondisi Media Kultur............................... 32
i. Pengukuran pH Media Kultur...................... ....... 32
ii. Pengukuran Suhu Media Kultur.......................... 32
D. Analisis Data............................................................................... 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 34
A. Hasil Analisis Total Nitrogen (N) Kotoran Ternak .................... 34
B. Kepadatan Sel Chlorella sp. ...................................................... 35
1. Kepadatan Sel Chlorella sp. dengan Perlakuan Kontrol ..... 36
2. Kepadatan Sel Chlorella sp. dengan perlakuan media
kotoran sapi.......................................................................... 37
3. Kepadatan sel Chlorella sp. dengan perlakuan media
xiii
kotoran kambing .................................................................. 37
4. Kepadatan sel Chlorella sp. dengan perlakuan media
kotoran ayam ....................................................................... 38
D. Kadar Lipid Chlorella sp.......................................................... 43
C. Kondisi Media Kultur............................................................... 46
BAB V. PENUTUP.......................................................................................... 49
A. Kesimpulan ................................................................................. 49
B. Saran .......................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 50
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Produksi Lipid Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel.................. 7
Tabel 2. Komposisi Nutrisi Mikroalga Anggota Kelas Chlorophyceae ............. 10
Tabel 3. Analisis Total Nitrogen Berbagai Macam Kotoran Ternak .................. 34
Tabel 4. Kepadatan Sel dan Waktu Puncak Panen Chlorella sp. Dalam Kultur
Media Berbagai Kotoran Ternak ........................................................... 36
Tabel 5. Persentase Kandungan Lipid Chlorella sp. Dari Berbagai Media Kultur
............................................................................................................... 43
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema Metabolisme Lipid ................................................................ 8
Gamabr 2. Proses Pembuatan Biodiesel.............................................................. 9
Gambar 3. Chlorella sp Perbesaran 400 x .......................................................... 11
Gambar 4. Daur Hidup dan Cara Reproduksi Chlorella sp. ............................... 12
Gambar 5. Pola Pertumbuhan Chlorella sp. ....................................................... 14
Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................. 24
Gambar 7. Kepadatan Sel dan Waktu Puncak Panen Chlorella sp. dalam
Kultur Media Berbagai Kotoran Ternak .......................................... 38
Gambar 8. Kandungan Lipid Chlorella sp. Dari Berbagai Media Kultur ......... 45
Gambar 9. Rata-rata pH Media Kultur Chlorella sp........................................... 47
Gambar 10.Rata-rata Suhu Media Kultur Chlorella sp. ..................................... 47
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Uji One Way ANOVA Persentase Lipid .............................. 55
Lampiran 2. Komposisi Media Komersial .......................................................... 56
Lampiran 3. Hasil Penghitungan Kepadatan Sel Chlorella sp. pada
Setiap Ulangan................................................................................ 57
Lampiran 4. Variabel tambahan pH dan Suhu Media Kultur ............................ 58
Lampiran 5. Pertumbuhan populasi Spirulina platensis pada media komersial dan
media kotoran ayam ....................................................................... 59
Lampiran 6. Riwayat Hidup Penulis .................................................................. 60
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Energi merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk menjalankan
berbagai aktivitas, salah satunya adalah energi minyak bumi. Energi minyak bumi
dengan bahan dasar fosil ketersediaannya sangat terbatas. Hal ini menyebabkan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin tinggi.
Untuk mengatasi keadaan ini perlu segera dicari sumber energi alternatif
yang dapat diperbaharui sehingga ketergantungan kepada sumber energi minyak
bumi dapat dikurangi. Salah satu sumber energi alternatif yang paling sesuai
dengan kondisi wilayah Indonesia adalah biodiesel. Biodiesel dipromosikan
sebagai salah satu energi alternatif pengganti BBM, terutama sebagai pengganti
minyak diesel (Zuhdi dan Sukardi, 2005).
Mikroalga mempunyai potensi yang besar untuk dapat dikembangkan
sebagai salah satu bahan baku alternatif pembuatan biodiesel. Mikroalga
mengandung minyak nabati yang sangat tinggi, bahkan beberapa diantaranya
mempunyai kandungan lipid lebih dari 50% (Briggs, 2004). Dalam lipid
terdapat unsur asam lemak jenuh yang berperan dalam proses pembuatan
biodiesel. Semakin banyak kandungan asam lemak jenuh dalam suatu bahan maka
semakin besar pula potensi bahan tersebut untuk dapat menghasilkan biodiesel
(Zuhdi et al., 2003).
2
Keberadaan CO2 dan sinar matahari sangat mendukung pertumbuhan
mikroalga. Organisme fotosintesis mikroskopik ini dapat tumbuh cepat, sehingga
memungkinkan dapat dipanen dalam beberapa hari, hal inilah yang tidak dapat
dilakukan pada sayuran atau gandum (Danielo, 2005). Indonesia mempunyai
perairan dangkal yang luas dengan sinar matahari yang cukup sepanjang tahun,
sehingga sangat besar kemungkinannya untuk membudidayakan mikroalga.
Salah satu mikroalga yang banyak diteliti dan berpotensi sebagai bahan
biodiesel adalah Chlorella sp. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995),
Chlorella sp. bersifat kosmopolit (dapat tumbuh dimana-mana), kecuali pada
tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Chlorella sp. dapat tumbuh pada
kisaran salinitas yang luas dan akan tumbuh baik pada suhu optimal 25º C .
Menurut Guckert et al. (1988), Chlorella sp. memiliki tiga kelompok
lemak di dalam tubuhnya, yaitu : (1) lemak netral; (2) glikolipid yang
tersimpan di dalam membran; dan (3) lemak-lemak polar di dalam membran
plasma. Lemak-lemak netral tersebut terdiri dari trigliserida (TGs), Digliserida
(DGs), Monogliserida (MGs), Asam lemak bebas (Free Fatty Acids/ FFAs)
dan lilin (waxes) sedangkan lemak-lemak polar terdiri dari glikolipid dan
phospolipid (Ju dan Vali, 2005). Akumulasi lemak-lemak netral di dalam
mikroalga tersebut berpotensi sebagai salah satu sumber bahan baku pembuatan
biodiesel (Khan et al., 1999 ; Chisti et al., 2007).
Permasalahan utama yang dihadapi dalam budidaya mikroalga adalah
sulitnya mendapatkan densitas mikroalga dalam jumlah yang besar. Menurut
Shifrin et al. (1981), biomassa hasil panen dari kultivasi mikroalga hanya berkisar
3
0,1% berdasarkan berat keringnya. Hal ini membuat proses pemisahan biomassa
mikroalga terhadap medianya menjadi sulit dan mahal. Berbagai upaya untuk
mendapatkan biomassa mikroalga yang tinggi dari kultur skala besar telah
dikembangkan, seperti penggunaan photobioreactor dan metode raceway ponds
atau kolam terbuka (Grima et al., 1999), serta penambahan variasi nutrisi
pertumbuhan mikroalga ke dalam media kultur.
Penambahan nutrisi pertumbuhan ke dalam media kultur mikroalga dinilai
merupakan aspek yang paling berpengaruh terhadap kuantitas biomassa hasil
kultivasi mikroalga. Penggunaan pupuk anorganik sebagai nutrisi pertumbuhan
mikroalga secara umum telah terbukti pengaruhnya secara signifikan (Shelef dan
Soeder, 1980). Hanya saja dari segi pembiayaan dinilai kurang ekonomis, dan
harga masing-masing komponennya cukup mahal.
Limbah kotoran ternak sapi, kambing dan ayam telah banyak
dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Dalam penelitian Rahayu (2008), kotoran
ternak dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan biogas. Manfaat lain jika dilihat
dari unsur haranya, kotoran ternak banyak dimanfaatkan di bidang pertanian
sebagai sumber nutrisi untuk tanaman pertanian.
Unsur hara yang ada dalam kotoran ayam, kambing dan sapi dapat
dimanfaatkan pula untuk media pertumbuhan mikroalga. Jika dikaitkan dengan
produksi energi terbarukan yang ramah lingkungan, limbah kotoran ternak akan
lebih menekan biaya dalam proses produksi energi terbarukan. Sistem yang
melibatkan produksi mikroalga dan pengelolaan limbah kotoran ternak dengan
tingkat senyawa organik tinggi dapat menjanjikan untuk media pertumbuhan
4
Chlorella sp. sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel (Agwa et al., 2012).
Mengingat media kultur begitu berpengaruh terhadap efisiensi dan nilai ekonomis
untuk pertumbuhan mikroalga Chlorella sp. maka perlu dilakukan penelitian
tentang media kultur alternatif menggunakan kotoran ayam, kambing dan sapi.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah media kultur alternatif kotoran ternak sapi, kambing dan ayam dapat
meningkatkan kepadatan sel dan kadar lipid Chlorella sp. ?
2. Manakah jenis kotoran ternak yang paling efektif dalam meningkatkan
kepadatan sel dan kadar lipid Chlorella sp.?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh media kultur alternatif kotoran ternak sapi, kambing
dan ayam terhadap kepadatan sel dan kadar lipid Chlorella sp.
2. Mengetahui jenis kotoran ternak yang paling efektif dalam meningkatkan
kepadatan sel dan kadar lipid Chlorella sp.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Dapat memberikan informasi media kultur alternatif kotoran ternak untuk
meningkatkan kepadatan sel Chlorella sp. beserta kandungan lipidnya.
2. Memberikan informasi media kultur alternatif yang ekonomis untuk
budidaya Chlorella sp. sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel dalam
mengatasi krisis energi.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Biodiesel
Biodiesel adalah Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang berasal dari
minyak nabati dan lemak/ lipid hewani. Biodiesel merupakan salah satu contoh
biofuel yang berasal dari biomassa organisme. Biofuel adalah bahan bakar padat,
cair, ataupun gas yang merupakan derivasi atau turunan dari biomassa organisme
(Patil et al., 2008). Transformasi kimia molekul trigliserida dari minyak nabati
dan lemak menjadi molekul lebih kecil yang merupakan molekul untuk
pembuatan biodiesel disebut dengan proses transesterifikasi. Biodiesel yang
berasal dari proses transesterifikasi ini dapat dipakai secara langsung ataupun
dicampur dengan bahan bakar diesel lain untuk digunakan di dalam mesin diesel
(Panggabean, 2010).
Biodiesel memiliki keunggulan yaitu tidak memberikan efek pemanasan
global jika dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar fosil sehingga lebih
ramah lingkungan. Keunggulan biodisel lainnya yaitu merupakan bahan bakar
yang tidak beracun dan dapat diperbaharui, mempunyai bilangan setana yang
tinggi, dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan Nox
(Haryanto, 2002).
Produksi lipid sebagai bahan dasar biodisel dari berbagai jenis organisme
dapat dilihat pada Tabel 1. Sebagian dari organisme penghasil biodiesel adalah
7
jenis tanaman pangan. Hal ini kurang baik karena dikhawatirkan permintaan pasar
biodiesel tersebut akan berkompetisi dengan permintaan pasar untuk tanaman
pangan, sehingga stabilitas pangan dunia dapat terganggu. Solusinya adalah
biodiesel sebaiknya diproduksi bukan dari tanaman pangan.
Tabel 1. Produksi Lipid Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel
Tanaman Produksi Lipid (L/ha)Jagung
SoybeanBiji bunga matahari
JarakKelapa
Kelapa SawitMikroalga (kandungan lipid 70%)Mikroalga (Kandungan lipid 30%)
1724461190169226895950
136.90058.700
Sumber : Chisti, 2007
Menurut Li et al. (2008), mikroalga dapat dikulturkan secara massal dan
biomassanya diolah menjadi sumber energi terbarukan, yaitu biodiesel. Mikroalga
sebagai alternatif sumber energi terbarukan telah menjadi pusat perhatian dunia
dan teknologinya sedang terus dikembangkan.
2. Lipid
Banyak penelitian mengenai kandungan dan jalur metabolisme lipid pada
mikroalga mengingat potensinya yang dapat dijadikan biodiesel. Menurut Bellou
dan Aggelis (2013), sintesis karbohidrat merupakan tahap awal proses biosintesis
lipid. Masuk dalam proses fotosintesis, CO2 dikonversi menjadi gliceryde–3–
phosphate (G3P) yang kemudian akan dimanfaatkan sebagai prekusor dalam
pembentukan karhohidrat dan lipid. Selanjutnya G3P diubah menjadi piruvat.
Piruvat kemudian dikonversi menjadi asetil koA dengan reaksi menggunakan
8
enzim Pyruvat Dehydrogenase Complex (PDC). Asetil koA yang telah dihasilkan
selanjutnya akan digunakan sebagai prekusor untuk sintesis asam lemak yang
akan terjadi di dalam plastida. Asam lemak yang terbentuk diangkut masuk ke
dalam retikulum endoplasma (RE). Retikulum endoplasma akan mengubah asam
lemak menjadi lipid struktural atau lipid non struktural. Transformasi molekul
trigliserid menjadi lipid non struktural inilah yang akan menjadi molekul untuk
pembuatan biodisel dalam proses transesterifikasi. Skema metabolisme lipid dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.Skema Metabolisme Lipid (Bellou dan Aggelis, 2013).
Mikroalga yang mengandung lipid dilakukan pemanenan yang kemudian
masuk dalam tahap pengeringan, selanjutnya biomassa kering akan masuk dalam
proses ekstraksi lipid yang selanjutnya masuk pada proses transesterifikasi lipid
dengan alkohol. Senyawa NaOH dan KOH akan berperan sebagai katalis dalam
proses penggantian alkohol menjadi gugus alkohol dalam struktur ester lipid
9
(Hambali, 2007) sehingga menghasilkan produk samping yaitu metil ester
(biodiesel) dan gliserol. Proses pembuatan biodiesel dari mikroalga dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses Pembuatan Biodiesel (Wang dkk., 2008).
3. Mikroalga
Mikroalga merupakan produsen dalam rantai makanan dalam perairan.
Mikroalga mempunyai kemampuan berfotosintesis seperti tumbuhan tingkat
tinggi. Mikroalga sangat potensial dijadikan bahan baku biodiesel karena
mengandung minyak (lipid) hingga 70 %, dapat merubah CO2 menjadi biomassa
melalui proses fotosintesis, dapat bertahan dalam salinitas tinggi, serta sesuai
dengan iklim Indonesia. Selain itu, bila dibandingkan dengan tanaman dan
material kayu lain, mikroalga mempunyai kelebihan yaitu efisiensi fototosintesis
yang tinggi, menghasilkan biomassa yang banyak, pertumbuhannya cepat, tidak
berkompetisi dengan produksi pangan, dapat menggunakan air daur ulang,
mengurangi emisi gas rumah kaca dan dapat menggunakan limbah tertentu
sebagai sumber nutrisi (Panggabean, 2010). Salah satu mikroalga yang dapat
dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel adalah jenis Chlorella sp. Mikroalga
jenis ini memiliki keunggulan yaitu mudah dalam pembudidayaannya dan
10
memiliki kandungan lipid yang tinggi. Menurut penelitian Widyastuti dan Dewi
(2010), sifat asam lemak penyusun mikroalga Chlorella sp. sangat potensial untuk
dijadikan biodiesel sesuai standar pembuatan biodiesel. Persentase kandungan
kimia dalam mikroalga anggota kelas Chlorophyceae dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Nutrisi Mikroalga Anggota Kelas Chlorophyceae
Komposisi Kimia Jumlah (%)
Protein
Karbohidrat
Lemak
Mineral
Asam nukleat
30 – 55
10 - 30
10 - 25
10 - 40
4 – 6
Sumber : Pranayogi, 2003
4. Chlorella sp.
a. Klasifikasi
Klasifikasi ilmiah Chlorella sp. menurut Krienitz dan Bock (2012)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Chlorobionta
Divisi : Chlorophyta
Classis : Trebouxiophyceae
Ordo : Chlorellales
Familia : Chlorellaceae
Genus : Chlorella
Species : Chlorella sp.
11
b. Deskripsi Chlorella sp.
Menurut Sachlan (1982), Chlorella sp. merupakan mikroorganisme
fotosintetik yang muncul sejak masa pre-cambrian ± 2,5 milyar tahun lalu.
Sel Chlorella sp. berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 1-8 μm. Zat
warna hijau dan pigmen yang dimilikinya terdiri atas klorofil, karotenoid,
dan xanthofil. Klorofil yang terdapat pada Chlorella sp. adalah klorofil a
dan b yang merupakan pigmen utama yang berperan menyerap energi
cahaya dalam proses fotosintesis, selain itu terdapat pula klorofil c dan e
(Backer, 1994). Morfologi Chlorella sp. dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Chlorella sp. Perbesaran 400 x (Chader et al., 2011)
c. Reproduksi Chlorella sp.
Menurut Bold dan Wynne (1985), reproduksi Chlorella sp. adalah
aseksual dengan pembentukan autospora yang merupakan bentuk miniatur
dari sel induk. Tiap satu sel induk (parent cell) akan membelah menjadi 4,
12
8, atau 16 autospora yang kelak akan menjadi sel-sel anak (daughter cell)
dan melepaskan diri dari induknya.
Proses reproduksi Chlorella sp. dapat dibagi menjadi 4 tahap
(Kumar dan Singh, 1979) yaitu:
1. Tahap pertumbuhan, pada tahap ini sel Chlorella sp. tumbuh
membesar.
2. Tahap pemasakan awal saat terjadi peningkatan aktivitas sintesis yang
merupakan persiapan awal pembentukan autospora.
3. Tahap pemasakan akhir, pada tahap ini autospora terbentuk.
4. Tahap pelepasan autospora, dinding sel induk akan pecah dan diikuti
oleh pelepasan autospora yang akan tumbuh menjadi sel induk muda.
Daur hidup dan cara reproduksi Chlorella sp. dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Daur Hidup dan Cara Reproduksi Chlorella sp. (Fogg, 1975)
d. Fase Pertumbuhan Chlorella sp.
Menurut Fogg (1975), pertumbuhan Chlorella sp. dalam sistem
tertutup terdiri dari lima fase pertumbuhan, yaitu (1) fase lag, (2) fase
13
eksponensial, (3) fase penurunan laju pertumbuhan relatif, (4) fase
stasioner, (5) fase kematian.
Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), fase lag mikroalga
dimulai setelah penambahan inokulum ke dalam media kultur hingga
beberapa saat sesudahnya. Pada fase ini populasi tidak mengalami
perubahan. Ukuran sel pada saat ini umumnya meningkat. Secara
fisiologis, fitoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru.
Organisme mengalami metabolisme, namun belum terjadi pembelahan sel
sehingga kepadatan sel belum meningkat.
Memasuki fase eksponensial, pembelahan sel dimulai dan laju
pertumbuhan meningkat secara intensif. Bila kondisi kultur optimum maka
laju pertumbuhan pada fase ini dapat mencapai nilai maksimal dan pola
laju pertumbuhan dapat digambarkan dengan kurva logaritmik. Pada fase
ini merupakan fase terbaik untuk memanen mikroalga untuk keperluan
pakan ikan atau industri. Chlorella sp. dapat mencapai fase ini dalam
waktu 4-6 hari atau bisa tergantung media yang digunakan (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995).
Pada fase penurunan laju pertumbuhan, pembelahan sel tetap
terjadi namun tidak seintensif fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhan
juga mengalami penurunan dibandingkan fase sebelumnya. Dilanjutkan
dengan fase stasioner yang memperlihatkan laju reproduksi dan laju
kematian relatif sama. Penambahan dan pengurangan jumlah mikroalga
seimbang sehingga kepadatannya relatif tetap (stasioner). Setelah fase
14
stasioner, fase dilanjutkan dengan fase kematian yang ditandai dengan laju
kematian yang lebih besar daripada laju reproduksi sehingga jumlah sel
mengalami penurunan secara geometrik. Penurunan kepadatan sel
fitoplankton ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang
dipengaruhi oleh suhu, cahaya, pH media, ketersediaan hara, dan beberapa
faktor lain yang saling terkait satu sama lain (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995). Pola pertumbuhan Chlorella sp. dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pola Pertumbuhan Chlorella sp. (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995)
e. Faktor yang Mempengaruhi Kultur Chlorella sp.
Chlorella sp. sudah dibudidayakan dalam skala industri di beberapa
negara seperti USA, Jepang, Belanda, dan Israel (Sachlan, 1982). Usaha
untuk meningkatkan mutu kinerja mikroalga juga telah dilakukan pada
skala laboratorium melalui manipulasi terhadap lingkungan hidup
mikroalga. Manipulasi terhadap media, suhu, intensitas dan panjang
gelombang cahaya, lamanya penyinaran, pH, bentuk wadah pemeliharaan
dan waktu panen menyebabkan komposisi kimiawi mikroalga yang
dikultur dapat bervariasi (Brown et al., 1991).
15
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Chlorella sp.
adalah sebagai berikut :
1). Media Kultur
Media kultur merupakan tempat diserapnya nutrisi untuk
metabolisme dan pertumbuhan mikroalga. Agar Chlorella sp. dapat
hidup, maka media pembiakan harus memiliki barbagai nutrisi yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Ada banyak
jenis media untuk pertumbuhan Chlorella sp., antara lain adalah
Beneck, BG-11, MN Media, dan ASN III N-8 media. Semua jenis
media memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroalga (Wijoseno, 2011).
Dalam penelitian Sriharti (1995), pertumbuhan Chlorella sp.
menggunakan berbagai macam media seperti EDTA, Allen-Miguel,
Vonshak, dan Urea + TSP. Ternyata menunjukkan perbedaan kualitas
mikroalga Chlorella sp. Perbedaan kualitas Chlorella sp. disebabkan
oleh kekhususan komponen kimia yang terkandung di dalam masing-
masing media (Sriharti, 1995).
2). Nutrien
Nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroalga terdiri
dari unsur makro dan mikro. Nutrisi yang diperlukan alga dalam jumlah
besar (makronutrien) adalah karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P),
kalium (K), sulfur (S), natrium (Na), magnesium (Mg), dan kalsium
(Ca), sedangkan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah relatif
16
sedikit (mikronutrien) adalah besi (Fe), tembaga (Cu), mangan (Mn),
seng (Zn), silikon (Si), boron (B), molibdenum (Mo), vanadium (V) dan
kobalt (Co) (Chumadi et al.,1992).
Nitrogen, fosfor dan kalium merupakan unsur yang sangat
dibutuhkan oleh pertumbuhan mikroalga. Dalam penelitian Nigam et al.
(2011), disebutkan bahwa mikroalga Chlorella pyrenoidosa tidak dapat
tumbuh tanpa sumber nitrogen. Pertumbuhan C. pyrenoidosa
berbanding lurus dengan konsentrasi nitrogen dalam bentuk nitrat pada
suatu media. Semakin tinggi kandungan nitrat dalam media maka
biomassa yang dihasilkan juga semakin tinggi.
Nitrogen adalah makromolekul yang berperan dalam
metabolisme sel yaitu kegiatan transportasi, katabolisme, asimilasi, dan
khususnya biosintesis protein (Borowitzka, 1988). Gardner et al.
(1991) juga berpendapat bahwa nitrogen merupakan bahan penting
penyusun asam amino, amida, nukleotida, dan nukleo protein, serta
esensial untuk pembelahan sel sehingga nitrogen penting untuk
pertumbuhan. Dengan demikian pada saat konsentrasi nitrogen dalam
media kultur optimal maka kegiatan metabolisme sel akan berjalan
dengan baik.
Biosintesis protein yang menghasilkan reaksi enzimatik akan
dapat mengkonversi lemak menjadi asam lemak. Asam lemak dalam
mikroalga terdapat di dalam plastida dan pembentukannya dipengaruhi
oleh adanyatransportasi nitratmelalui proses asimilasi. Sumber nitrogen
17
dalam bentuk nitrat ini ditransport langsung ke dalam sel dengan
adanya rangsangan ATP-ase dari Cl- dan sebelum diasimilasi nitrat
direduksi menjadi ion amonium melalui tahapan
NO3- NO2
- NH4+
Asam amino (prekursor protein) dan asam amino yang bergabung
menjadi makromolekul terbentuk dari asimilasi ion amonium, yang
selanjutnya akan mengkonversi lemak menjadi asam lemak dengan
reaksi enzimatik (Kimbal, 1991).
Unsur Fosfor diperlukan karena unsur ini penting dalam proses
transformasi energi di dalam proses fotosintesis. Fosforilasi adenosin
menghasilkan adenosin monofosfat, difosfat, dan trifosfat yang
kemudian digunakan sebagai sumber energi untuk kelangsungan proses
kimia. Fosfor biasanya tersedia dalam bentuk Kalium fosfat (K2HPO4)
sebagai sumber fosfor untuk sintesis senyawa penghasil energi bagi
aktivitas sel (Wijoseno, 2011).
Kalium dalam media berperan memperkuat organ mikroalga,
memperlancar metabolisme dan memperlancar penyerapan nutrisi.
Kalium (K) diberikan dalam bentuk KH2PO4 yang berfungsi untuk
pemanjangan sel, memperkuat jaringan pada mikroalga, memperlancar
metabolisme dan penyerapan makanan. Ion kalsium ditransfer secara
cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik
di antara sel. Sulfur berperan dalam pembentukan asam amino dan
vitamin. Magnesium berperan dalam pembentukan klorofil,
18
karbohidrat, lemak, dan meningkatkan kandungan fosfat (Wijoseno,
2011).
3). Cahaya
Cahaya merupakan faktor yang sangat menentukan bagi
pertumbuhan mikroalga. Kondisi sinar matahari yang tertutup oleh
awan pada kolam alga akan menyebabkan menurunnya produktivitas
alga. Produktivitas alga yang tinggi dapat dicapai dengan
mempertahankan konsentrasi alga yang optimum untuk pertumbuhan.
Konsentrasi alga yang optimum tersebut dapat berubah seiring dengan
perubahan intensitas cahaya atau kondisi awan (Wood et al., 2005).
Cahaya mempengaruhi pembentukan lipid pada mikroalga.
Sebuah penelitian di India menyatakan bahwa metabolisme spesies
Chlorella vulgaris erat kaitannya dengan ada tidaknya cahaya. Pada C.
vulgaris yang tumbuh pada kondisi gelap konsentrasi asam lemak jenuh
lebih tinggi dibanding dengan tumbuh di tempat terang. Hal ini
dikarenakan adanya respon adaptif mikroalga yang tumbuh pada
lingkungan yang berbeda (Elumalai et al., 2011).
4). Suhu
Suhu mempengaruhi proses-proses fisika, kimia, biologi yang
berlangsung dalam sel mikroalga. Peningkatan suhu hingga batas
tertentu akan merangsang aktifitas molekul, meningkatnya laju difusi
dan juga laju fotosintesis (Sachlan, 1982). Menurut Isnansetyo dan
19
Kurniastuty (1995), kisaran suhu optimum yang digunakan untuk
pertumbuhan Chlorella sp. adalah 25-30°C.
5). Derajad Keasaman (pH)
Derajad keasaman (pH) mempengaruhi penyerapan nutrisi sel
karena berperan dalam kelarutan dan ketersediaan ion meneral.
Perubahan pH yang signifikan akan dapat mempengaruhi kerja enzim
dan menghambat aktivitas fotosintesis pada beberapa mikroalga
(Anderson et al., 1993)
Dalam penelitian Liang, et al (2011), pH optimum untuk
pertumbuhan sel Chlorella protothecoides adalah pH 5 sedangkan
untuk mencapai kandungan lipid yang optimal diperlukan kisaran pH 4-
7. Penelitian Wigajatri (2003) menyebutkan bahwa rentang pH untuk
pertumbuhan Chlorella sp. adalah 4-9, namun intensitas tertinggi
pertumbuhan Chlorella sp. ditunjukkan pada pengukuran hasil kultur
dengan pH awal 9.
6). Salinitas
Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroalga. Beberapa mikroalga dapat tumbuh dalam
kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam
kisaran salinitas yang rendah. Namun, hampir semua jenis mikroalga
dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit di bawah habitat asal.
Pengaturan salinitas pada media yang diperkaya dapat dilakukan
dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar. Kisaran salinitas
20
yang paling optimum untuk pertumbuhan mikroalga adalah 25-35 ppm
(Sylvester et al., 2002). Dalam penelitian lain disebutkan Chlorella sp.
dapat tumbuh dengan baik pada salinitas 0-35 ppm (Kawaroe et al.,
2010)
5. Kotoran Ternak
a. Kotoran Ayam
Kotoran ayam secara umum terdiri dari sisa pakan yang tidak tercerna
seperti selulosa (karbohidrat), lemak, protein dan unsur anorganik (Tabbu
dan Hariono, 1993). Protein yang terkandung di dalam kotoran ayam merupakan
sumber utama nitrogen. Jumlah dan komposisi kotoran yang dihasilkan oleh
ayam bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh umur, ras, dan jenis pakan.
Menurut Hardjowigeno (1995), kotoran ayam mengandung nitrogen tiga
kali lebih besar dibanding pupuk kandang lain. Kandungan unsur hara dalam
kotoran ayam paling tinggi karena bagian cair (urin) tercampur dengan bagian
padatnya. Menurut Hardjowigeno (1995), kotoran ayam memiliki presentase
kandungan unsur hara N 1, 70%, P2O3 1, 9% dan K2O 1, 50%. Kandungan
pospor dan nitrogen yang tinggi berfungsi untuk pertumbuhan Chlorella sp.
dimana dua unsur ini merupakan suatu unsur pembatas untuk pertumbuhan
Chlorella sp. Penelitian di Nigeria yang menggunakan campuran media kotoran
unggas, kotoran babi, kotoran domba, kotoran sapi dan limbah potongan rumput
menunjukkan bahwa kotoran unggas memiliki kandungan lemak dan
produktivitas biomassa tertinggi yang dihasilkan oleh Chlorella sp. (Agwa et al.,
2012).
21
b. Kotoran Kambing
Ternak kambing-domba, atau dikenal juga sebagai ternak ruminansia kecil
merupakan bagian integral dari sistem usaha tani yang diterapkan di pedesaan.
Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa jumlah feses dan sisa hijauan pakan
dapat dimanfaatkan sebagai kompos (Mathius, 1994).
Menurut Mathius (1994), variasi konsentrasi kandungan bahan kering dan
nitrogen sangat bergantung pada bahan penyusun ransum, tingkat kelarutan
nitrogen pakan, nilai biologis ransum, kemampuan individu ternak untuk
mencerna ransum dan lain sebagainya. Produksi urine kambing atau domba dari
beberapa pengamatan, bahan pakan memberikan kisaran antara 600 sampai 2.500
mL/hari dengan kandungan nitrogen urine yang bervariasi (0,51-0,71)%. Apabila
kotoran kambing atau domba yang umumnya terdiri feses, urine, dan sisa pakan
diperhitungkan sebagai pupuk organik, maka kandungan nitrogen kotoran
tersebut menjadi lebih tinggi daripada yang hanya berasal dari feses. Kotoran
kambing (domba) memiliki presentase kandungan unsur hara N 0, 55%, P2O3 0,
31% dan K2O 0, 15% (Hardjowigeno, 1992).
c. Kotoran Sapi
Pemanfaatan kotoran ternak merupakan salah satu alternatif yang sangat
tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk. Jumlah peternakan sapi yang
semakin banyak akan meningkatkan ide untuk pemanfaatan kotoran sapi sebagai
produk alternatif untuk bioenergi. Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan
23,59 kg kotoran tiap harinya. Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak
sapi dapat menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman,
22
yaitu unsur hara makro N, P, dan K. Di samping menghasilkan unsur hara
makro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti
Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa pupuk kandang ini
dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi
tanaman (Rahayu et al., 2009). Hal ini mempunyai potensi yang besar jika pupuk
alternatif tersebut digunakan sumber nutrisi bagi produksi mikroalga.
Menurut Hardjowigeno (1995), kotoran sapi memiliki presentase
kandungan unsur hara N 0, 29%, P2O3 0, 17% dan K2O 0, 35%. Kotoran sapi
memiliki kandungan hara yang relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan
jenis pupuk kandang lain, tetapi bukan berarti pupuk kandang sapi tidak dapat
digunakan. Pupuk kandang sapi padat yang telah kering termasuk ke dalam pupuk
yang terdekomposisi lambat sehingga panas yang dikeluarkan dalam proses
tersebut relatif kecil sehingga aman untuk digunakan (Novizan, 2005).
B. Kerangka Pemikiran
Konsumsi minyak bumi semakin meningkat dari tahun ke tahun, sehingga
menyebabkan menipisnya persediaan bahan bakar minyak bumi kususnya untuk
diesel. Chlorella sp. merupakan mikroalga yang sangat berpotensi untuk bahan
baku alternatif biodiesel.
Permasalahan utama yang dihadapi dalam budidaya mikroalga adalah
sulitnya mendapatkan densitas mikroalga dalam jumlah yang besar. Untuk
mendapatkan jumlah mikroalga yang besar dibutuhkan media yang banyak pula,
dimana hal ini sebanding dengan pengeluaran biaya yang mahal, sehingga
23
diperlukan media alternatif yang lebih murah namun tetap tidak mengurangi
kualitas Chlorella sp. sebagai bahan dasar biodiesel. Kotoran ayam, sapi dan
kambing memiliki kandungan nutrien yang dibutuhkan oleh pertumbuhan
mikroalga Chlorella sp. sehingga dapat digunakan sebagai media alternatif
untuk pertumbuhan mikroalga. Kandungan lipid yang dihasilkan Chlorella sp.
dalam media alternatif kotoran ternak dianalisis untuk mengetahui media
alternatif yang paling tepat untuk pertumbuhan Chlorella sp. sebagai bahan baku
alternatif biodiesel. Skema kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada
Gambar 6.
24
Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
Kebutuhan bahan bakar minyak bumi meningkat
Peningkatan biomassa Chlorella sp. dengan media kulturalternatif
Kotoran ayam
Media kultur paling efektif untukpertumbuhan Chlorella sp. sp.
Sumber minyak bumi semakin menipis
Kandungan lipid Chlorella sp. dapat dijadikan sebagai bahanbaku alternatif biodiesel
Kotoran kambing Kotoran sapi
Peningkatan kepadatan sel dan kadar lipid Chlorella sp.
Bahan baku pembuatan biodiesel
25
C. Hipotesis
1. Media kultur alternatif kotoran ternak sapi, kambing dan ayam dapat
meningkatkan kepadatan sel dan kadar lipid Chlorella sp.
2. Kotoran ternak ayam paling efektif digunakan sebagai media kultur untuk
meningkatkan kepadatan sel dan kadar lipid Chlorella sp.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai dengan April 2014
di Laboratorium Pogram Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, mikroskop
cahaya, hand counter, haemocytometer naubauer improved, pH meter, aerator,
neraca digital, lampu TL 21 Watt, termometer air raksa, gelas ukur, pipet,
aluminium foil, kertas Whatman 42, kain saring T165, autoclave, shaker,
collection tube, oven,centrifuge.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: bibit Chlorella sp. yang
didapatkan dari Laboratorium Pusat Penelitian Limnologi LIPI, aquades, kotoran
ayam Broiler, kotoran kambing lokal, kotoran sapi potong, kaporit, HCl 4 N,
alkohol 70 %, khloroform, metanol, aquabides, Na2SO4, CuSO4, 5H2O, H2SO4,
NaOH 40%, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N dan fenolftalein.
C. Cara Kerja
1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan empat kelompok perlakuan dan tiga ulangan pada setiap kelompok
perlakuan.
27
Variasi kotoran ternak yang digunakan pada setiap perlakuan adalah sebagai
berikut :
K0 = Kontrol 0 gr /L
K1 = Kotoran sapi 20 gr/ 500 mL
K2 = Kotoran kambing 20 gr/ 500 mL
K3= Kotoran ayam 20 gr/ 500 mL
2. Persiapaan Kotoran Ternak
Kotoran sapi, kotoran kambing dan kotoran ayam didapat dengan cara
mengumpulkan kotoran dari peternak. Kotoran ayam diambil dari peternakan
ayam Broiler di Batujamus, Karanganyar, kotoran kambing diambil dari
peternakan kambing lokal di Colomadu, Karanganyar, sedangkan kotoran sapi
diambil dari peternakan sapi potong di Paranggupito, Wonogiri. Kotoran ternak
yang digunakan memiliki umur atau masa simpan yang sama, yaitu 4 bulan .
Merujuk pada penelitian Agwa et al (2012), pembuatan media kultur
kotoran ternak dilakukan dengan cara memisahkan masing-masing kotoran sapi,
kotoran kambing dan kotoran ayam, lalu dijemur dan dihancurkan dengan cara
ditumbuk. Selanjutnya dari masing-masing kotoran diambil 20 gr untuk setiap
sampel dan dilarutkan dalam 350 mL aquades, kemudian didiamkan selama 24
jam. Selanjutnya media kotoran ternak yang telah direndam disaring
menggunakan kain saring T165, lalu media kotoran ternak disterilkan untuk
membunuh organisme patogen dengan cara disaring dengan menggunakan kertas
saring Whatman No. 42. Langkah yang sama dilakukan untuk masing-masing
28
media sehingga didapat 9 larutan media kultur. Untuk perlakuan kontrol tidak
diberikan tambahan media.
3. Persiapan Botol Kultur
Semua peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian perlu disiapkan
terlebih dahulu. Untuk botol kultur digunakan Erlenmayer 500 mL dan botol kaca
1.000 mL.
4. Sterilisasi Alat
Sterilisasi alat bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalisir
kontaminan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan Chlorella sp. Proses
sterilisasi alat ini dilakukan merujuk pada Isnansetyo dan Kurniastuty (1995).
Sterilisasi alat yang pertama dilakukan pada alat-alat. Semua peralatan gelas
dicuci dengan menggunakan sabun pencuci perabotan, selanjutnya dikeringkan
pada rak dan setelah kering ditutup dengan alumunium foil untuk selanjutnya
dimasukkan ke dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121°C dengan
tekanan 1 atm.
Sterilisasi alat yang kedua dilakukan pada selang plastik aerator, yaitu
dengan merendam alat-alat tersebut dengan alkohol 70 % selama 15 menit.
Setelah selang aerator direndam dengan alkohol, kemudian selang aerator dibilas
dengan aquades.
5. Perangkaian Alat
Alat yang telah disterilisasi selanjutnya dirangkai dalam meja kultur.
Sumber cahaya di ruang kultur berasal dari dua lampu TL 21 watt 2.200 lux yang
dipasang pada meja kultur (Sutomo, 2005). Tempat lampu dibuat di samping
29
botol kultur dengan jarak kurang lebih 30 cm dari botol kultur. Aerasi disalurkan
dari selang aerator menuju botol kultur.
6. Penyiapan bibit Chlorella sp.
Bibit awal Chlorella sp. dalam penelitian ini diambil dari Laboratorium
Limnologi LIPI yang kemudian diaklimatisasi terhadap suhu ruangan pada
kisaran 21-24 °C selama 24 jam dengan menambahkan aerator sebagai pasokan
udara.
7. Kultur Chlorella sp.
Sebanyak 350 mL media kotoran yang telah dibuat dimasukkan ke dalam
botol kultur, selanjutnya aerator dinyalakan. Setelah media diberikan aerasi maka
150 mL inokulum Chlorella sp. dimasukkan ke dalam botol media dan dilakukan
sampling awal untuk mengetahui tingkat kepadatannya. Aerasi diberikan pada
botol kultur secara terus menerus sedangkan pencahayaan menggunakan lampu
TL 21 Watt yang diberikan selama 24 jam (Sutomo, 2005).
8. Variabel Penelitian yang Diamati
Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas yaitu macam media dengan kotoran ternak sapi, kambing, dan
ayam. Variabel terikat yang diamati meliputi kadar nitrogen kotoran ternak,
kepadatan sel Chlorella sp., dan kadar lipid pada akhir kultur, yaitu selama 15
hari untuk mengetahui pertumbuhan sel Chlorella sp. dan 8 hari untuk
mengetahui fase eksponensial dari masing-masing perlakuan yang selanjutnya
akan digunakan untuk analisis kadar lipid Chlorella sp. Variabel tambahan yang
30
diamati meliputi pH media kultur dan suhu media kultur masing-masing kotoran
ternak.
a. Pengukuran Kadar Nitrogen Kotoran Ternak
Kadar nitrogen kotoran ternak dianalisis dengan metode Kjeldahl
untuk mengetahui kadar nitrogen masing-masing kotoran. Masing-masing
kotoran kering dihaluskan dan diambil sebanyak 1 gr dimasukkan ke dalam
labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 10 gr Na2SO4 anhidrat, 0,3 gr CuSO4.
5H2O dan 25 mL H2SO4 pekat. Kemudian dilakukan pemanasan hingga
didapat cairan berwarna hijau jernih. Setelah labu Kjeldahl dan cairan
menjadi dingin kemudian ditambah akuades agar cairan tidak mengkristal.
Selanjutnya larutan tersebut ditambah NaOH 40% hingga bersifat basa.
Larutan yang telah basa kemudian ditambah aquades hingga volume separuh
dari volume labu didih. Larutan didestilasi dengan 100 mL HCl 0,1 N sebagai
penampung distilat. Distilasi dihentikan hingga volume HCl menjadi 150
mL. Kelebihan HCl dalam distilat dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan
fenolftalein sebagai indikator. Untuk mengetahui kadar N maka digunakan
rumus sebagai berikut :
% = [(mLasamstandarxNasam)–(mLblankxNbasa)–(mLbasastandarxNbasa)x1, 4007]Massasampel(gr)(Radojevic dan Vladimir, 1999)
b. Kepadatan Sel Chlorella sp. Selama Masa Kultur
Untuk mengetahui jumlah sel alga per mm digunakan
Haemocytometer Naubauer Improved. Cara penggunaan hemositometer
dilakukan menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995). Hemositometer
31
dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu dengan kertas tissue. Selanjutnya
gelas penutup dipasang untuk memulai perhitungan. Chlorella sp. yang akan
dihitung kepadatannya diambil menggunakan pipet tetes. Penetesan dilakukan
dengan hati-hati agar tidak terjadi gelembung udara di bawah gelas penutup.
Selanjutnya hemositometer diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
100 atau 400 kali dan dicari bidang bujur sangkar. Untuk mengetahui
kepadatan Chlorella sp. dilakukan dengan cara menghitung Chlorella sp.
yang terdapat pada kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm. Jika
jumlah Chlorella sp. yang didapat adalah N, maka kepadatan Chlorella sp.
adalah N x 104 sel/mL.
c. Analisis Kadar Lipid
Untuk mengetahui kandungan lipid pada Chlorella sp. dilakukan proses
ekstraksi lipid dengan metode chemical solvent oil extraction (Bligh dan
Dyer, 1959), yaitu dengan penggunaan bahan kimia metanol dan kloroform
sebagai pelarutnya. Proses ekstraksi dilakukan pada fase eksponensial dari
masing-masing media kultur, yaitu Chlorella sp. dengan menggunakan media
kontrol, kotoran sapi dan kotoran kambing dilakukan pada hari ke-8,
sedangkan untuk Chlorella sp. dengan menggunakan media kotoran ayam
diekstraksi pada hari ke-7.
Ekstraksi lipid Chlorella sp. dilakukan dengan cara memasukkan 200
mL kultur Chlorella sp. ke dalam tabung sentrifuse. Kultur Chlorella sp.
disentrifuse dengan kecepatan 6. 000 rpm selama 10 menit kemudian pelet
diambil dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 80 oC selama 24 jam.
32
Biomassa Chlorella sp. yang telah kering disuspensikan dengan 4 mL
aquabides. Selanjutnya ditambahkan 10 mL metanol dan 5 mL khloroform
dan digoyang dengan shaker selama 24 jam. Setelah dishaker, ditambahkan 5
mL aquabides dan 5 mL kloroform, selanjutnya disentrifuse dengan
kecepatan 6.000 rpm selama 10 menit, kemudian lipid yang mengendap
diambil dan diletakkan dalam tabung reaksi. Untuk menghilangkan campuran
larutan kimia yang digunakan sebelumnya dilakukan pemanasan 80o C selama
50 menit.
%Lipid = x 100%
Keterangan : Lw = berat lipid sampel (gr)
Bw = berat biomassa sampel (gr) (Ardiles, 2011)
d. Pengukuran Kondisi Media Kultur
1). Pengukuran pH Media Kultur
Pengukuran pH media kultur dilakukan dengan menggunakan
pH meter elektrik. Pengukurannya dengan cara mencelupkan ujung
elektroda ke dalam media kultur. Pembacaan skala pH meter
dilakukan setelah elektroda tercelup selama ± 5 menit atau muncul
angka konstan (Indrawati, 2001).
2). Pengukuran Suhu Media Kultur
Pengukuran suhu dilakukan menggunakan termometer elektrik.
Ujung elektroda termometer elektrik dicelupkan ke dalam media
kultur. Pembacaan skala termometer dilakukan setelah elektroda
33
tercelup selama ± 5 menit atau muncul angka konstan (Oktaviani,
2008).
D. Analisis Data
Data kepadatan sel Chlorella sp., kadar nitrogen kotoran ternak, pH media
kultur dan suhu media kultur dianalisis secara deskriptif berdasar hasil
pengukuran. Kadar lipid dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance
(Anova).
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Total Nitrogen (N) Kotoran Ternak
Kotoran hewan ternak biasa digunakan dalam pertanian sebagai nutrisi
organik dalam usaha meningkatkan hasil pertanian. Seiring kemajuan dalam
bidang penelitian, kotoran ternak dapat digunakan sebagai pengganti unsur hara
yang dibutuhkan oleh mikroalga Chlorella sp. yang memiliki potensi sebagai
bahan dasar membuat biodisel. Unsur N dalam kotoran ternak berperan penting
dalam pertumbuhan Chlorella sp. Kadar total N pada kotoran ternak sapi,
kambing dan ayam diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Total Nitrogen Berbagai Macam Kotoran Ternak
Macam Kotoran Ternak Kadar Total Nitrogen (%)
Kotoran Sapi (K1) 1, 12
Kotoran Kambing (K2) 2, 09
Kotoran Ayam Potong (K3) 2, 09
Hasil analisis kadar nitrogen dengan menggunakan metode Kjehdahl,
didapatkan hasil bahwa kotoran ayam potong memiliki kadar nitrogen yang sama
dengan kotoran kambing, yaitu sebesar 2, 09 % dan kadar nitrogen kotoran sapi
sebesar 1,12 %. Hartatik dan Widowati (2004) menyebutkan bahwa unsur hara
dalam kotoran ternak tidak hanya tergantungpada jenis ternaknya, tetapi juga dari
35
jenis pakan dan konsumsi air yang diberikan, umur, bentuk fisik ternak,
penyimpanan dan pengelolaan kotoran masing-masing ternak.
B. Kepadatan Sel Chlorella sp.
Syarat sebagai alga yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan
biodisel tidak hanya kandungan lipid yang ada pada alga, namun karakteristik alga
seperti kepadatan sel dan lamanya waktu pemanenan juga penting untuk
diperhatikan.
Dalam penelitian ini digunakan Chlorella sp. sebagai obyek utama dalam
penelitian yang dikultur dalam media kotoran ternak sapi, kambing dan ayam.
Untuk mengetahui kepadatan sel Chlorella sp. dilakukan pengamatan selama 15
hari. Dari hasil pengamatan ditemukan adanya perbedaan kepadatan sel Chlorella
sp. pada masing-masing media kultur yang dipakai. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan kandungan hara pada setiap media yang digunakan.
Dari hasil pengamatan selama 15 hari, maka dapat diketahui waktu puncak
kepadatan tertinggi Chlorella sp. dari masing-masing media kultur. Diketahuinya
waktu puncak kepadatan ini dapat dijadikan dasar untuk waktu pemanenan
Chlorella sp. yang selanjutnya akan dilakukan analisis kandungan lipid.
Kepadatan sel dan waktu panen Chlorella sp. yang dikultur menggunakan media
kotoran ternak dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 7.
36
Tabel 4. Kepadatan Sel dan Waktu Puncak Panen Chlorella sp. DalamKultur Media Berbagai Kotoran Ternak.
HariN x 104 sel/mL
K0 K1 K2 K3
0 52,33 52,33 52,33 52,331 49,33 48,91 52,25 46,832 45,83 43,41 48,66 46,413 51,91 50,58 50,16 55,004 54,91 60,83 58,05 61,915 64,75 63,08 61,05 64,756 64,25 63,83 67,33 56,587 61,08 69,66 62,91 73,838 65,83 70,16 68,58 56,509 64,91 63,91 64,58 60,1610 59,83 61,00 63,83 57,0011 42,16 58,91 53,05 58,2512 46,83 49,05 59,87 39,8713 33,58 47,83 46,58 48,1614 30,00 49,00 35,06 50,0815 28,66 44,00 32,06 41,66
Keterangan : K0 = Kontrol; K1 = Kotoran sapi; K2 = Kotoran kambing;K3 = Kotoran ayam
1. Kepadatan sel Chlorella sp. dengan perlakuan kontrol (K0)
Perlakuan kontrol dalam kultur Chlorella sp. menggunakan aquades
sebagai media. Dari Gambar 7 dan Tabel 4 menunjukkan bahwa terjadi penurunan
kepadatan sel Chlorella sp. dari hari ke-0 hingga hari ke-2. Hal ini menunjukkan
adanya fase lag dimana beberapa sel mengalami kematian akibat belum
beradaptasi dengan kondisi media yang baru. Setelah hari ke-3 sel Chlorella sp.
memasuki fase eksponensial yang dilihat dengan meningkatnya pertumbuhan sel
hingga hari ke-5 yaitu kepadatan sel mencapai 64, 75 x 104 sel/mL. Selanjutnya
terjadi fase stasioner dari hari ke-5 hingga hari ke-6.
37
Pada hari ke-8 terjadi puncak kepadatan sel yaitu sebesar 65, 83 x 104 sel/mL,
namun memasuki hari ke-9 terjadi penurunan kepadatan sel yaitu menjadi 64, 91
x 104 sel/mL. Hal ini diduga karena tidak adanya penambahan unsur hara
sehinggakepadatan sel Chlorella sp. menurunakibat kebutuhan unsur hara dalam
media tidak tercukupi.
2. Kepadatan sel Chlorella sp. pada perlakuan media kotoran sapi (K1)
Kultur mikroalga Chlorella sp. dengan media kotoran sapi
memperlihatkan bahwa fase lag terjadi pada hari pertama kultur hingga hari ke-3.
Selanjutnya pada hari ke-4 kepadatan sel mulai meningkat hingga hari ke-6 kultur,
penurunan kepadatan sel sempat terjadi pada hari ke-7 kemudian naik kembali
hingga hari ke-8 dimana kepadatan sel mencapai puncaknya yaitu sebesar 70,16 x
104sel/mL. Penurunan kepadatan sel mulai terjadi pada hari ke-9 hingga hari ke-
11, pada hari ke-10 terjadi peningkatan kepadatan sel, namun peningkatan tidak
melebihi kepadatan pada masa puncak karena nutrisi pada media semakin
berkurang sehingga grafik pertumbuhan cenderung menurun hingga akhir kultur
pada hari ke-15.
3. Kepadatan sel Chlorella sp. pada perlakuan media kotoran kambing (K2)
Grafik pertumbuhan Chlorella sp. dengan menggunakan kotoran kambing
sebagai media kultur, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda jika
dibandingkan dengan menggunakan kotoran sapi (Gambar 7). Fase lag terlihat
seragam yaitu 2 hari yang selanjutnya pada hari ke-3 kepadatan sel sudah
mengalami peningkatan yang menandai masuk pada fase eksponensial. Puncak
38
kepadatan sel dicapai pada hari ke-8 yaitu sebesar 68,58 x 104 sel/mL. Hari ke-9
kepadatan sel berangsur-angsur menurun hingga akhir kultur selama 15 hari.
Gambar 7. Kepadatan Sel dan Waktu Puncak Panen Chlorella sp. dalam KulturMedia Berbagai Kotoran Ternak. Keterangan : K0 = Kontrol; K1 = Kotoran sapi;K2 = Kotoran kambing; K3 = Kotoran ayam
4. Kepadatan sel Chlorella sp. pada perlakuan media kotoran ayam (K3)
Kepadatan sel pada Chlorella sp.dengan media kotoran ayam
menunjukkan adanya fase lag selama 2 hari. Sama dengan menggunakan kultur
media yang lain, pada hari ke-0 hingga hari ke-3 kepadatan sel mengalami
penurunan karena adanya adaptasi sel terhadap media tumbuhnya. Peningkatan
kepadatan sel dimulai pada hari ke-3 yaitu dari 55 x 104/mL sampai mencapai
masa puncak pada hari ke-7 yaitu 73,83 x 104 sel/mL. Hal ini merupakan masa
puncak paling pendek atau paling cepat jika dibandingkan dengan kelompok
perlakuan lainnya. Fase stasioner tidak terlihat, sehingga pada hari ke-8 kepadatan
39
sel sudah mengalami penurunan, hal ini diduga karena unsur hara yang
dibutuhkan tidak mencukupi sehingga setelah mencapai puncak, kepadatan sel
mulai mengalami penurunan hingga akhir kultur pada hari ke 15. Hal ini juga
disebutkan oleh Fogg (1965) bahwa berhentinya fase eksponensial dan fase
stasioner yang hanya sebentar disebabkan karena berkurangnya nutrien. Jumlah
nutrien yang semakin berkurang tidak dapat mendukung pertumbuhan sel yang
semakin tinggi, sehingga menyebabkan penurunan kepadatan sel.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 7 secara keseluruhan,
Chlorella sp. yang dikultur menggunakan media kotoran ternak sapi, kambing,
ayam dan media aquades sebagai kontrol menunjukkan fase lag yang cenderung
sama 2 hari, yaitu hari ke-1 dan hari ke-2. Fase lag yang hanya 2 hari ini masuk
dalam kategori fase lag yang singkat berdasarkan penelitian Nigam et al. (2011)
yang menyebutkan Chlorella pyrenoidosa dalam kultur kandungan nitrogen yang
berbeda memiliki fase lag yang singkat yaitu 2 hari yang diikuti dengan fase
logaritmik. Fase lag menunjukkan lamanya adaptasi Chlorella sp. dengan media
barunya. Selama masa adaptasi sel-sel memulihkan kembali enzim yang
diperlukan untuk pertumbuhan serta masuknya unsur hara ke dalam sel Chlorella
sp. Masuknya unsur hara ke dalam sel terjadi melalui proses difusi sebagai akibat
perbedaan konsentrasi antara media baru dengan cairan tubuh sel Chlorella sp.
(Chilmawati et al., 2010). Fase lag yang waktunya cenderung sama diduga karena
perbedaan kepekatan media kultur dengan cairan tubuh sel alga tidak terlalu besar.
Berakhirnya masa adaptasi memperlihatkan grafik Chlorella sp. pada
masing-masing media kotoran ternak melonjak naik. Peningkatan kepadatan sel
40
yang tinggi menunjukkan bahwa adanya pembelahan sel yang cepat. Hal ini
menggambarkan bahwa adanya pemanfaatan unsur hara yang ada pada media
kotoran ternak untuk pertumbuhan sel Chlorella sp. Masuknya fase eksponensial
menandai masuknya masa puncak pertumbuhan,karena dalam fase
inipertumbuhan sel mencapai tingkat yang paling tinggi sebelum memasuki masa
penurunan laju pertumbuhan. Fase eksponensial yang merupakan puncak
tingginya kepadatan sel juga sebagai indikasi untuk masa pemanenan Chlorella
sp.
Kepadatan sel tertinggi ditunjukkan pada Chlorella sp. dengan media
kotoran ayam yaitu sebesar 73,83 x 104 sel/mL pada hari ke-7. Pencapaian
kepadatan sel tertinggi dibandingkan dengan menggunakan media lain ini diikuti
dengan masa panen yang paling cepat yaitu selama masa 7 hari kultur. Hal ini
diduga karena pada media kotoran ayam terdapat kadar nitrogen yang tinggi yaitu
sebesar 2, 09 %. Penelitian yang dilakukan oleh Nigam et al.(2011) menyebutkan
Chlorella pyrenoidosa yang dikultur dalam media yang tinggi nitrogen
menghasilkan kepadatan sel yang lebih tinggi dibanding dengan kultur rendah
kadar nitrogen.
Kadar nitrogen kambing yang sama dengan kadar nitrogen ayam yaitu
sebesar 2, 09% tidak memperlihatkan kepadatan sel Chlorella sp. pada media
kotoran kambing sama dengan kepadatan sel pada media kotoran ayam.
Kepadatan sel pada media kotoran kambing lebih rendah dibanding kepadatan sel
pada kotoran ayam yaitu sebesar 68,58 x 104pada massa puncak dihari ke-8. Hasil
kepadatan sel yang tidak sama meskipun memiliki kadar nitrogen yang sama ini
41
diduga disebabkan karena perbedaan unsur hara lain yang ada dalam kotoran
ayam lebih mendukung untuk pertumbuhan sel Chlorella sp.
Kepadatan sel tertinggi kedua sel Chlorella sp. setelah media kotoran
ayam adalah menggunakan kotoran sapi yaitu pada masa puncak sebanyak 70,16
x 104 sel/mL pada hari ke-8. Dengan melihat dari uji total nitrogen pada Tabel 3,
kadar nitrogen pada kotoran kambing lebih tinggi daripada kotoran sapi. Hasil ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Nigam et al. (2011) bahwa tingginya
kadar nitrogen media kultur berbanding lurus dengan kepadatan sel, sehingga
kepadatan sel Chlorella sp. dalam media kotoran yang tinggi kadar nitrogennya
akan menghasilkan kepadatan sel yang tinggi pula. Berbeda dengan hasil pada
penelitian ini bahwa kepadatan sel Chlorella sp. dalam media kotoran sapi yang
kadar nitrogennya rendah menghasilkan kepadatan sel yang lebih tinggi dibanding
dengan kepadatan sel dalam media kotoran kambing, yaitu sebesar 68,58 x 104
sel/mL pada hari ke-8.
Perbedaan hasil ini diduga karena unsur nitrogan yang tinggi tidak dalam
bentuk yang dapat diserap oleh sel. Menurut Vincent (1992)dan Prabowo (2010),
senyawa nitrogen yang lebih disukai oleh mikroalga adalah amonium (NH4+). Hal
ini dikarenakan oleh proses transportasi dan asimilasi ion amonium oleh sel
mikroalga membutuhkan sedikit energi dibanding dengan asimilasi ion nitrat
(NO3-). Senyawa nitrogen dalam bentuk amonium selanjutnya diasimilasi
bersama-sama dengan asam glutamat, menjadi berbagai macam molekul organik
dan asam nukleat yang dibutuhkan sel. Selain itu menurut penelitian
Hardjowigeno (1995) kandungan unsur kalium (K) dalam bentuk K2O pada
42
kotoran sapi lebih tinggi dibanding pada kotoran kambing. Kalium berperan untuk
memperkuat organ mikroalga, memperlancar metabolisme dan memperlancar
penyerapan nutrisi (Wijoseno, 2011). Sehingga dapat diduga bahwa yang
mempengaruhi kepadatan sel Chlorella sp. tidak hanya unsur nitrogen saja namun
juga unsur lain seperti kalium.
Masa pencapaian puncak kepadatan sel pada media kotoran ayam lebih
cepat dibanding dengan menggunakan media yang lain yaitu pada hari ke-7,
sedangkan dengan menggunakan media kotoran kambing, sapi, dan kontrol masa
puncak terjadi lebih lambat, yaitu pada hari ke-8. Lambatnya pencapaian puncak
pada media kotoran kambing, sapi, dan kontrol disebabkan karena unsur hara
yang ada dalam media tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh sel
Chlorella sp. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Utomo (2005)
yang menyatakan Spirulina platensis yang dikultur dengan media kotoran ayam
akan mencapai fase puncak lebih cepat dibanding dengan menggunakan media
komersial (Lampiran 6).
Fase kematian terjadi setelah kepadatan sel mencapai masa puncak.
Penurunan kepadatan sel paling drastis terlihat pada grafik kepadatan sel
Chlorella sp. dengan media kotoran ayam. Setelah mencapai puncak pada hari ke-
7 kepadatan sel menurun drastis hingga hari ke-9 kemudian secara pelan-pelan
mengalami penurunan sampai hari ke-15. Penurunan kepadatan sel pada media
kotoran sapi, kambing dan kontrol terjadi mulai pada hari ke-8. Kenaikan
kepadatan sel yang tinggi pada media kotoran ayam ini yang dapat menyebabkan
penurunan drastis pada hari ke-8. Penyebabnya adalah jumlah kepadatan sel yang
43
tinggi tidak diimbangi dengan adanya penambahan nutrisi baru, sedangkan
pemanfaatan nutrisi oleh alga dilakukan terus menerus. Penurunan kepadatan sel
pada fase kematian disebabkan karena proses kultur yang dilakukan pada volume
yang terbatas akan menyebabkan nutrisi yang ada dalam media juga terbatas
sehingga Chlorella sp. tidak mampu lagi mempertahankan kepadatan selnya
(Chilmawatiet al., 2010).
C. Kadar LipidChlorella sp.
Selain kepadatan sel dan lamanya kultur, kadar lipid yang terkandung
merupakan syarat suatu mikroalga dapat atau tidak untuk dijadikan bahan dasar
pembuatan biodisel. Tabel 5 danGambar 8 menunjukkan hasil penelitian ekstraksi
lipid Chlorella sp. dengan metode Bligh Dryer.
Tabel 5. PersentaseKandungan LipidChlorella sp. DariBerbagai Media Kultur
Perlakuan Persentase Lipid (%)
Kontrol (K0) 14, 27
Kotoran sapi (K1) 24, 53
Kotoran kambing (K2) 28, 18
Kotoran ayam (K3) 30, 69
Berdasarkan uji Analysis of Varians(Lampiran 1) menunjukkan tidak ada
beda nyata pengaruh penggunaan media kotoran ternak terhadap kadar lipid yang
dihasilkan oleh Chlorella sp. Gambar 6 menunjukkan bahwa kadar lipid dari
media kultur yang berbeda menghasilkan lipid yang berbeda pula meskipun
perbedaannya tidak signifikan. Chlorella sp. yang dikultur pada media kotoran
ayam menunjukkan kadar lipid tertinggi sebesar 30,69 %, selanjutnya diikuti
44
dengan media kotoran kambing sebesar 28, 18 %, media kotoran sapi sebesar 24,
53 % dan media kontrol sebesar 14, 27 %.
Tingginya kadar nitrogen pada kotoran ayam sebesar 2,09 % pada Tabel 3
selaras dengan tingginya kepadatan sel Chlorella sp. yaitu sebesar 73,83 x 104
sel/mL dan diikuti dengan kadar lipid yang tinggi yaitu sebesar 30,69 %. Hasil ini
merupakan hasil kadar lipid tertinggi dibanding menggunakan media kotoran
lainnya. Tingginya kepadatan sel yang dicapai sangat berpengaruh terhadap kadar
lipid yang dihasilkan, tingginya kepadatan sel dalam media akan sebanding
dengan banyaknya lipid yang dihasilkan oleh sel Chlorella sp. Kotoran kambing
juga menghasilkan kadar nitrogen yang sama dengan kotoran ayam sebesar 2,09
%, namun hasil ini tidak diikuti dengan tingginya kepadatan sel yang dicapai pada
masa puncak yang hanya sebesar 68,58 x 104sel/mL yang hasilnya lebih rendah
dibanding kepadatan sel pada media kotoran ayam. Meskipun media kotoran
kambing menghasilkan kepadatan sel yang rendah, namun kadar lipid yang
dihasilkan cukup tinggi dibanding menggunakan media kotoran sapi yang
memiliki kadar nitrogen 1,12 % dengan kepadatan sel pada masa puncak sebesar
70,16 x 104 sel/mL.
Tingginya kadar lipid dalam media kotoran ayam selaras dengan
penelitian yang dilakukan oleh Agwa et al. (2012) bahwa Chlorella sp. yang
dikultur menggunakan media kotoran unggas dengan aerasi buatan menghasilkan
kadar lipid lebih tinggi dibandingkan dengan Chlorella sp.dalam kultur media
kotoran domba, sapi, potongan rumput dan kotoran babi. Hal ini diduga karena
kandungan unsur hara dalam kotoran ayam dapat dimanfaatkan oleh Chlorella sp.
45
dalam pembentukan lipid dibanding dengan menggunakan media kotoran sapi dan
kotoran kambing.
Gambar 8. Kandungan Lipid Chlorella sp. Dari Berbagai Media Kultur.Keterangan : K0 = Kontrol; K1 = Kotoransapi; K2 = Kotoran kambing; K3 =Kotoran ayam
Dilihat dari kandungan nitrogen masing-masing media pada Tabel 3, hasil
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nigam et al., (2011) pada Chlorella
pyrenoidosa yang dikultur menggunakan media dengan konsentrasi nitrogen yang
rendah akan menghasilkan kadar lipid yang lebih tinggi dibanding pada
konsentrasi nitrogen tinggi. Menurut Sheehan (1998) mikroalga mengandung tiga
komponen utama yaitu karbohidrat, protein dan lipid. Ketiga komponen ini saling
berhubungan dalam kompetisi asetil Ko-A yang merupakan molekul penting
dalam metabolisme seperti biosintesis karbohidrat, protein dan lipid. Pada kondisi
defisiensi nitrogen ( stres lingkungan ) mikroalga akan membentuk lipid sebagai
cadangan makanan daripada membentuk senyawa lainnya. Hal ini disebabkan
0
5
10
15
20
25
30
35
K0 K1 K2 K3
Kand
unga
n Li
pid
(%)
% LIPID
46
karena dalam metabolismenya, mikroalga akan lebih memanfaatkan atom karbon
dalam pembentukan lipid daripada karbohidrat atau protein.
Perbedaan hasil kadar lipidpada media kulturkomersial (Lampiran 2) dan
media kultur kotoran ternak diduga karena adanya unsur lain yang berperan dalam
memproduksi lipid selain unsur N. Dimungkinkan unsur lain seperti S dan C yang
ada dalam media komersial kurang menunjang sel mikroalga dalam pembentukan
lipid. Penelitian Amalia (2012) menyebutkan bahwa keberadaan unsur S dan C
sangat berpengaruh pada lipid yang dihasilkan. Media yang mengalami defisiensi
unsur S dan C akan menghasilkan kadar lipid yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh
unsur S yang merupakan komponen esensial yang digunakan untuk sintesis
protein, karena sejumlah metabolit antara dalam pembentukan karbohidrat yang
dihasilkan oleh asimilasi asetat lebih banyak digunakan untuk sintesis asam amino
dibandingkan untuk sintesis asam lemak.
D. Kondisi Media Kultur
Hasil pengukuran pH media kultur ditunjukkan pada Gambar 9 dan
Lampiran 5. Konsentrasi pH terlihat fluktuatif dikarenakan mikroalga yang ada
dalam media yang sedang tumbuh dan juga komposisi unsur hara dalam kotoran
ternak yang berbeda-beda. KadarpH terendah terlihat di hari ke-9 pada media
kotoran sapi yaitu sebesar 7,6 dan hasil pH tertinggi terlihat di akhir kultur yaitu
hari ke-15 pada media kotoran kambing dan ayam yaitu sebesar 9,2. Perubahan
pH rata-rata cenderung tinggi di akhir kultur, hal ini dikarenakan adanya
pertumbuhan metanogenik yang menghasilkan gas metan yang menyebabkan pH
pada akhir kultur tinggi (Wahyuni, 2013).Perubahan pH media kultur masih
47
dalam rentang pH yang optimal untuk pertumbuhan Chlorella sp. Seperti yang
disebutkan oleh Wigajatri (2003) bahwa rentang pH yang optimum untuk
pertumbuhan Chlorella sp. adalah 4 – 9.
Gambar 9. Rata-rata pH Media Kultur Chlorella sp. Keterangan : K0 =Kontrol; K1 = Kotoransapi; K2 = Kotoran kambing; K3 = Kotoran ayam
Gambar 10. Rata-rata Suhu Media Kultur Chlorella sp. Keterangan : K0
= Kontrol; K1 = Kotoransapi; K2 = Kotoran kambing; K3 = Kotoranayam
Gambar 10 menunjukkan suhu rata-rata media kultur selama masa kultur
pertumbuhan Chlorella sp. Perubahan suhu selama masa kultur cenderung
konstan yaitu berada dalam kisaran 24 – 26 °C. Seperti halnya dengan pH,
0.01.02.03.04.05.06.07.08.09.010.0
0 3 6 9 12 15
Rata
-rat
a pH
Med
ia
Hari Ke -
K0
K1
K2
K3
0.02.55.07.510.012.515.017.520.022.525.027.530.0
0 3 6 9 12 15
Rata
-rat
a Su
hu (°
C)
Hari Ke-
K0
K1
K2
K3
48
perubahan suhu selama masa kultur masih dalam rentang suhu optimal untuk
pertumbuhan Chlorella sp. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) kisaran
suhu optimum untuk pertumbuhan Chlorella sp. berkisar 25-30 °C.
49
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Media kultur alternatif kotoran ternak sapi, kambing dan ayam dapat
meningkatkan kepadatan sel dan kadar lipidChlorella sp., karena adanya
kandungan unsur nitrogen yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan
Chlorella sp.
2. Media kultur kotoran ternak ayam menunjukkan hasil yang paling baik dalam
meningkatkan kepadatan selChlorella sp. dengan masa puncak dicapai pada
hari ke-7 dengan kepadatan sel 73,83 x 104 sel/mL. Kultur mikroalga
Chlorella sp. dengan menggunakan media kotoran ayam juga menunjukkan
persentase lipid yang paling tinggi yaitu sebesar 30,69 %, sedangkan jenis
media kotoran ternak sapi sebesar 24, 47 %dan kambing sebesar 28, 17%.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai unsur lengkap (N, P,
K, C, S, Na, Mg, Ca) yang ada dalam kotoran ternak sapi, kambing dan ayam
guna mengetahui unsur yang paling dominan berpengaruh dalam
meningkatkan kadar lipid mikroalga Chlorella sp. Penelitian lebih lanjut juga
perlu dilakukan mengenai aplikasi pembuatan bahan dasar biodieseldari
Chlorella sp. dengan menggunakan media kotoran ayam guna mendapatkan
hasil lipid yang optimal.
50
DAFTAR PUSTAKA
Agustini dan Kabinawa. 2009. Pengaruh Konsentrasi Nitrat Sebagai SumberNitrogen dalam Media Kultur Terhadap Pembentukan Asam Arakidonatdari Mikroalga Porphyridium cruentum. Laporan Penelitian. PusatPenelitian Bioteknologi-LIPI. Cibinong.
Agwa, O.K., S.N. Ibe, and , G.O. Abu. 2012. Economically Effective Potential ofChlorella sp. for Biomass and Lipid Production. J. Microbiol. Biotech. Res.2 (1): 35-45.
Amalia S. P. S., Wisanti, dan R. Evie. 2012. Pengaruh Pemberian Jenis Pupukyang Berbeda terhadap Laju Pertumbuhan Populasi dan Kadar LemakNannochloropsis oculata. LenteraBio : 1 ( 1 ) 55–60.
Anderson, D.S., R. Davis, and M.S. Ford. 1993. Relationship of SedimentedDiatom Species (Bacillariophyceae) to Enviromental Gradients in DiluteNorthern New England Lakes. Journal of Phycology 29 (3) : 264-277.
Ardiles, S. 2011. Produksi Lipid Dan Karbohidrat Ganggang Mikro Asal Sawahdan Perairan Tawar yang Dikultivasi pada Skala Lapang. Skripsi. ProgramStudi Manajemen Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian Institut PertanianBogor, Bogor.
Becker, E. W. 1994. Microalgae: Biotechnology and Microbiology. CambridgeUniversity Press, Cambridge.
Bellou, S. And G. Aggelis. 2013. Biochemical Activities in Chlorella sp. andNannochloropsis salina During Lipid and Sugar Synthesisin a Lab-ScaleOpen Pond Simulating Reactor. J. Biotechnology. 1:1-12
Bligh, E. G. and W. J. Dyer. 1959. A Rapid Method for Total Lipid Extractionand Purification. Biochem. Physio. l37 : 911-917.
Bold, H. C. and W. J. Wyne. 1978. Introduction to The Algae : Structure andReproduction. Prentice Hall of Private Ltd., New Delhi.
Borowitzka, M. A., and L. J. Borowitzka. 1988. Microalgal Biotechnology.Cambridge University Press, Cambridge.
Briggs, M. 2004. Widescale Biodiesel Production from Algae.http://www.resilience.org/stories/2004-10-03/widescale-biodieselproduction-algae. (Tanggal Akses 1 April 2013).
51
Brown, M. R., S. W. Jeffery and C. D. Garland. 1991. Nutritional Aspects ofMicroalgae Used in Mariculture: A Literature Review. CSIRO MarineLaboratories, Hobart.
Chader, S., B. Mahmah., K. Chetehouna, and E. Mignolet. Biodiesel productionusing Chlorella sorokiniana a green microalga. Revue des EnergiesRenouvelables 14 (1) : 21 – 26.
Chilmawati, D., dan Suminto. 2010. Penggunaan Media Kultur yang BerbedaTerhadap Pertumbuhan Chlorella sp. Saintek Perikanan 6 (01) : 71 – 78.
Chisti, Y. 2007. Biodiesel from Microalgae. Biotechnology Advances 25 : 294–306.
Daniello, O. 2005. An Algae Based Fuel. Biofutur 255 : 1 - 4.
Elumalai, S., P. Velu., and S. Ramganesh. 2011. Optimization of AbioticConditions Suitable for The Production of Biodiesel from Chlorellavulgaris. Indian Journal of Science and Tech. 4 (2) : 91-97.
Fogg, G. E. 1975. Algae Culture and Phytoplancton Ecology. The University ofWisconsin Press, London.
Gardner F. P., R. B. Pierce and R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi TanamanBudidaya. Diterjemahkan oleh : Herawati Susilo. UI Press, Jakarta.
Grima, E. M., F.G.A. Fernandez, F. Camacho, and Y. Chisti. 1999.Photobioreactors: Light Regime, Mass Transfer, and Scale Up. J.Biotechnology 70 : 231 – 247.
Hambali, E. 2007. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya,Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akdemika Pressindo, Jakarta.
Hartatik, W., dan L. R. Wiwik. 2014. Pupuk Kandang.http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/04pupuk%20kandang.pdf. Diakses pada tanggal 18 Juni 2014
Haryanto, B. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel (Pengenalan I). USU DigitalLibrary. Fakultas Teknik Kimia Universitas Sumatra Utara, Medan.
Indrawati, M. 2001. Jenis dan Pola Distribusi Gastropoda di Sungai PepeSurakarta. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas SebelasMaret, Surakarta.
52
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton danZooplankton : Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius,Yogyakarta.
Ju, Hsu Y., and S. R. Vali. 2005. Rice Bran Oil as a Potential Resource forBiodiesel: A Review. Journal of Scientific and Industrial Research 64 :866-882.
Kawaroe, M., P. Tri., S. D. Wulan, and A. Dina. 2010. Fatty Acid Content ofIndonesian Aquatic Microalgae. Hayati 17 (4) : 196-200.
Khan, S., A. Rashmi, M. Z. Hussain, S. Prasad, and U.C. Banerjee. 1999.Prospects of Biodiesel Production from Microalgae in India, Renewable andSustainable Energy. Reviews 13 : 2361–2372.
Kimball, J.W. 1991. Biologi. Jilid 1 Edisi ke-5 (Diterjemahkan oleh H. SitiSoetarmi T. dan Nawangsari Sugiri). Erlangga, Jakarta. Hal. 188.
Krichnavaruk, S., W. Loataweesub, S. Powtongsoop, and P. Pavasant. 2004.Optimal Growth Conditions and the Cultivation of Chaetoceros calcitransin Airlift Photobioreactor. Chemical Engineering 105 : 91-98.
Krienitz, L. and Bock, C. 2012. Present State of The Systematics of PlanktonicCoccoid Green Algae of Inland Waters. Review Paper Hydrobiologia 698 :295–326.
Kuhl, A. 1974. Phosporus. In : Stewart, W.D.P. (Ed.). Algal Physiology andBiochemistry. Blackwell Scientific Publications., Oxford. P 610-654.
Kumar, H. D., and H. N. Singh. 1979. A Text Book on Algae. Macmillan and Co.Ltd., London.
Li, Y., M. Horsman, N. Wu, C. Q. Lan and N.D. Calero. 2008. Biofuels fromMicroalgae. Biotechnology Program 24 : 815-820.
Liang, G., M. Yiwei, T. Jianghong and Z. Quanfan. 2011. Improve LipidProduction by pH Shifted Strategy in Batch Sulture of Chlorellaprotothecoides. African Journal of Microbiology Research 5 (28) : 5030-5038.
Mathius, I. W. 1994. Potensi dan Pemanfaatan Pupuk Organik Asal KotoranKambing-Domba. J. Wartazoa 3: 2-4.
53
Nigam, S., R.R. Monikap, and R. Sharma. 2011. Effect of Nitrogen on Growthand Lipid Content of Chlorella Pyrenoidos. American Journal ofBiochemistry And Biotechnology 7 (3) : 124-129.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia, Jakarta.
Oktaviani, N. 2008. Pertumbuhan Artemia franciscana Import Danau Great Saltdan Lokal Jepara Pada Salinitas Berbeda. Skripsi. Jurusan Biologi FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret,Surakarta.
Panggabean, M. G. L. 2010. Mikroalga Laut Sebagai Produsen Biodiesel.Laporan Akhir Program Intensif Peneliti dan Perekayasa Pusat PenelitianOseanografi LIPI. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta.
Patil, V., K. Q. Tranh, and H. R. Gliserod. 2008. Towards Sustainable Productionof Biofuels from Microalgae. International Journal of Molecular Sciences 9: 118- 119.
Prabowo, D.A. 2010. Optimasi Pengembangan Media Untuk PertumbuhanChlorella sp. Pada Skala Laboratorium. Skripsi. Program Studi Ilmu danTeknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan InstitutPertanian Bogor, Bogor.
Pranayogi, D. 2003. Studi Potensi Pigmen Klorofil dan Karotenoid dari MikroalgaJenis Chlorophyceae. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Radojevics, M. and B. N. Vladimir. 1999. Practical Environmental Analysis.The Royal Society of Chemistry, Cambridge.
Rahayu, S., D. Purwaningsih, dan Pujianto. 2009. Pemanfaatan Kotoran TernakSapi Sebagai Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan Beserta AspekSosio Kulturalnya. Inovasi dan Aplikasi Teknologi 13 (2) : 150-160.
Sachlan, M. 1982. Planktologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan UniversitasDiponegoro, Semarang.
Sheehan, J., T. Dunahay, J. Benemann, and P. Roessler. 1998. A Look Back at TheU.S. Department of Energy’s Aquatic Species Program : Biodiesel fromAlgae. National Renewable Energy Laboratory, Colorado.
Shelef, G. and C. J. Soeder. 1980. Algae Biomass : Production and Use. NorthHolland Biomedical Press, Amsterdam.
54
Shifrin, N.S and S.W Chisholm. 1981. Phytoplankton Lipids: InterspesificDifferences and Effects of Nitrate, and Light-Dark Cycles. J. Phycology 17: 374-384.
Sriharti, C. 1995. Kualitas Alga Bersel Tunggal Chlorella sp. Pada BerbagaiMedia. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pengembangan Bidang FisikaTerapan. Puslitbang Fisika Terapan LIPI, Subang. Hal. 194-205.
Sutomo. 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp. danChaetoceros gracilis) dan Pengaruh Kepadatan Awal TerhadapPertumbuhan C. gracilis di Laboratorium Oseanologi dan Limnologi diIndonesia. Penelitian Oseanografi 37 : 43-58.
Sylvester, B., Nelvy, dan Sudjiharno. 2002. Biologi Fitoplankton, BudidayaFitoplankton dan Zooplankton. J. Makara Teknologi 9 : 3-23.
Tabbu, C. R., dan B. Hariono. 1993. Pencemaran Lingkungan oleh LimbahPeternakan dan Cara Mengatasinya. J. Ayam Sehat 18: 7-9.
Utomo, N. B. P., Winarti dan A. Erlina. 2005. Pertumbuhan Spirulina platensisyang Dikultur Dengan Pupuk Inorganik (Urea, TSP dan Za) dan KotoranAyam. Akuakultur Indonesia 4 (1): 41–48.
Vincent, J. M., 1992. Nitrogen Fixation in Legumes. Academic Press, Sidney
Wahyuni, S. 2013. Biogas Energi Alternatif Pengganti BBM, GAS, dan Listrik.Jakarta : Agro Media Pustaka. Hal. 52.
Wang, B., Y. Li, L. Wu, and C. Lan. 2008. CO2 Bio-Mitigation UsingMicroalgae. Applied microbiology and Biotechnology 79: 707-708
Widyastuti, C. R. and A. C. Dewi. Sintesis Biodiesel dari Minyak MikroalgaChlorella Vulgaris dengan Reaksi Transesterifikasi Menggunakan KatalisKOH. J.Bahan Alam Terbarukan 3 (1) : 41
Wigajatri, R., H. Andrianto, K. Hendrik, dan N. B. Prihantini. 2003. StudiKarakteristik Fluoresensi Chlorella spp. : Pengaruh pH Terhadap AdaptasiPengkulturan. J. Makara Teknologi 7 (2) : 83-88.
Wijoseno, T. 2011. Uji Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap TingkatPertumbuhan dan Kandungan Protein, Lipid, Klorofil, dan Karotenoid padaMikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Skripsi. Jurusan Teknik KimiaFakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok.
55
Wood, A.M., R.C. Everroad and L.M. Wingard. 2005. Measuring Growth Ratesin Microalgal Cultures in Algal Culturing Techniques. Elsevier AcademicPress, Massachussetts.
Zuhdi, M. F. A. and Sukardi. 2005. Algae is an Alternative of Biodiesel FeedStock in Indonesia. Institute of Technology Sepuluh November, Surabaya.
Zuhdi, M. F. A., I. Gerianto, dan T . Budiono. 2003. Biodiesel Sebagai AlternatifPengganti Bahan Bakar Fosil Pada Motor Diesel . Laporan Riset. RUT VIIIBidang Teknologi. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
55
Lampiran 1. Hasil Uji One Way ANOVA Persentase Lipid
56
Lampiran 2. Komposisi media komersial
Nutrisi Media Walne Media Johnson Media MiquelAllen
Media Guillarddan RytherModifikasi
NaNO3 100,00 mg - - 84,148 gr
KH2PO4 - 0,035 gr - -
MgSO4 - - - -
FeCl3 - - 2 gr -
Na2EDTA 45,00 mg 189 mg - 10 mg
CuSO4. 5H2O 0,020 mg 6 mg - 0,0196 mg
FeCl3. 6 H2O 1,30 mg 244 mg - 2,9 mg
KNO3 - 1,000 gr 20,2 gr -
H3BO3 33,60 mg 61 mg - -
(Isnansetyo dan Kurniastuty,1995)
59
Lampiran 3. Hasil penghitungan kepadatan sel Chlorella sp. pada setiap ulangan
ULANGANHARI
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
K0A 52,33 50,25 39,25 57,75 63,75 78,75 62 55,25 55,5 75,75 78,25 48,75 45,75 28,75 30 30,25
K0B 52,33 47 47,25 53,25 54,5 61,75 71 63,75 75,25 56,75 62,25 42,25 43,5 32,5 37,5 37,75
K0C 52,33 50,7 51 44,75 46,5 53,75 59,75 64,25 66,75 62,25 39 35,5 51,25 39,5 22,5 18
K1A 52,33 46,75 40,5 53,5 56,75 61,75 61 63,5 64,25 56,75 56 54,75 52 42,25 45 42,5
K1B 52,33 51,5 50,75 47 65,75 61 67 65,75 71,5 59,25 68,5 60 40,75 50,75 58 46
K1C 52,33 48,5 39 51,25 60 66,5 63,5 79,75 74,75 75,75 58,5 62 55,75 50,5 44,25 43,5
K2A 52,33 54,5 50,25 50,25 56,75 64 67,75 56 74 69,5 72 57,75 66,75 45,25 42,75 34
K2B 52,33 49,5 51 45 60 60,5 62 72,25 63,25 62,75 55 51 116 46 37,25 44
K2C 52,33 52,75 44,75 55,25 58,75 60 72,25 60,5 68,5 61,5 64,5 52,5 57,5 48,5 25,2 50,25
K3A 52,33 51 50,5 50,75 65,5 73,25 71,75 61 57 59 51,25 55,5 48,75 45 52,75 44,25
K3B 52,33 52,5 45,5 55,75 64,5 58,5 48,5 102 60,25 68,25 56,75 82,25 46,5 53,5 41,75 30,75
K3C 52,33 37 43,25 58,5 55,75 62,5 49,5 58,5 52,25 53,25 63 37 64,25 46 55,75 50
59
Lampiran 4. Variabel tambahan pH dan suhu media kultur
Perlakuan pH Rata-rata / Hari
0 3 6 9 12 15K0 8.0 8.0 8.0 7.7 8.0 8.5K1 8.2 8.3 7.5 7.6 8.0 9.0K2 8.2 8.7 8.5 8.9 8.3 9.2K3 8.2 8.7 8.4 8.7 7.9 9.2
Perlakuan Suhu Rata-rata / Hari0 3 6 9 12 15
K0 26.0 26.0 26.0 26.0 25.7 24.0K1 26.0 26.0 26.0 26.0 25.5 24.0K2 26.3 26.0 26.0 26.0 25.5 24.0K3 26.0 26.0 26.0 26.0 25.5 24.0
59
Lampiran 5. Pertumbuhan populasi Spirulina platensis pada mediakomersial dan media kotoran ayam.
(Utomo, 2005)
61
Lampiran 6. Riwayat Hidup Penulis
RIWAYAT HIDUP PENULIS
NamaLengkap : Annisa Febtisuharsi
Tempatdantanggallahir : Wonogiri, 23Februari 1991
JenisKelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : RT 04/ RW. 19, Jalan Salak 5 No. 127 Perumnas
Ngringo, Jaten, Karanganyar
NomorHp : 085725202441
Alamat email :[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
Tingkat Pendidikan Nama Tahunmulai Tahunselesai
SD SD N 2 Johunut 1998 2003
SLTP SMP N 2 Giritontro 2003 2006
SLTA SMA N 2Wonogiri 2006 2009
UNIVERSITAS Biologi FMIPA UNS 2009 2016
PENDIDIKAN NON FORMAL
Nama Kegiatan Penyelenggara Tahun
Jambore Ukhuwah 1000 Guru TPQ Se-Solo Raya LKG TPQ
Solo Raya
2013
62
PENGALAMAN ORGANISASI
Organisasi Jabatan Tahun
HIMABIO FMIPA UNS Staff DPK 2009- 2010
Kepak Sayap Biologi FMIPA
UNS
Anggota 2011- 2012
PENGALAMAN BEKERJA
Pekerjaan Tahun
Pengajar di KB dan RA Palma, Solo 2014- Sekarang
Magang di Puslit Mikrobiologi LIPI 2012
Owner “Oemah Batik Anatomi” 2010- Sekarang
PRESTASI
NamaPenghargaan NamaInstansi/ Lembaga Tahun
JuaraI LOHAN Kategori PKMK HIMABIO FMIPA UNS 2010
Juara II PKM Battle kategori PKMK SIM UNS 2011
Demikian curiculum vitae ini saya buat dengan sebenar- benarnya untuk
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surakarta, 29 Maret 2016
Hormat saya,
Annisa Febtisuharsi
M0409008