hipertensi (kmb)
TRANSCRIPT
MAKALAH KMB
HIPERTENSI
,
Disususn oleh
1. Dedi Firmansyah
2. Foni Rijeki
3. Nurul Komariah
4. Supriyani
5. Yeti Suhartini
AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS
MAOS - CILACAP
2010
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tekanan darah tinggi yang disebut hipertensi sudah sangat umum,
para penderita umumnya tidak menyadari bahwa merekan menderita
hipertensi. Tetapi bila dibiarkan tanpa perawatan maka itu akan menimbulkan
kerumitan yang membahayakan. Orang yang berusia lima puluhan adalah
masa usia penuh dengan resiko. Oleh sebab itu perlu pengontrolan tekanan
darah untuk penanggulangan lebih dini sehingga tidak berlanjut pada
komplikasi yang lebih parah.
Masalah yang dihadapi pada diagnosa dini adalah gejala-gejala yang
tidak nyata pada umunya. Kelihatannya mengherankan tetapi demikianlah
kenyataannya dan hal ini telah ditemukan diberbagai negara barat. Di
Australia sedikit tinggi presentase penderita hipertensi. Sekalipun ada 10 %
penderita hipertensi dari antara kelompok usia lima puluh sampai lima puluh
sembilan tahun, hal itu tidak ditemukan sebelumnya. Tekanan darah mereka
diatas 110 diastolik.
Ini menunjukkan bahwa penyakit yang parah boleh saja tidak
diketahui ditengah tengah masyarakat, dapat pula melumpuhkan kesehatan
dan dapat menimbulkan masalah yang berat tetapi penderita tidak mengetahui
sama sekali mengenai apa yang terjadi. Sering sudah terlambat dan
berkomplikasi barulah diketahui penyebab utamanya.
Sudah ditemukan bukti yang cukup yang menyatakan bahwa
perawatan yang tepat akan mengurangi jumlah kematian dan hal-hal
mengerikan akibat komplikasi dari hipertensi yaitu stroke, penyakit jantung
dan ginjal.
1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran nyata atau informasi tentang asuhan
keperawatan pada pasien Hipertensi.
2. Tujuan Kusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien hipertensi.
b. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Hipertensi.
c. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Hipertensi.
d. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pasa pasien Hipertensi.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Defenisi Hipertensi
Sampai saat ini belum ada definisi yang tepat mengenai hipertensi,
oleh karena tidak ada batasan yang jelas yang membedakan antara hipertensi
dan normotensi. Namun bukti menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah
akan meningkatkan mortalitas dan mordibitas. Secara teoritis, hipertensi
sebagai suatu tingkat tekanan darah, dimana komplikasi yang mungkin timbul
menjadi nyata. Ada beberapa beberapa pendapat lain yang berusaha untuk
menjelaskan definisi hipertensi, diantarannya :
a. Hipertensi didefinisikan oleh “joint national committee on detection,
evaluation and treatment of high blood pressure (JNC)” sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi
sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikatagorikan sebagai
primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi
sebagai akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali seringkali dapat
diperbaiki.
b. Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan
darah diasatolik ≥90 mmHg, atau bila pasien obat antihipertensi. (Kapita
Selecta Kedokteran ,2001, hal.518).
c. Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah diatas atau sama
160/95 mmHg.
d. Menurut Kaplan, Kaplan mendefinisikan hipertensi berdasarkan atas
perbedaan usia dan jenis kelamin :
1. Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila
tekanan darah pada waktu berbaring diatas atau sama dengan
130/90 mmHg.
3
2. Pria usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan
darahnya diatas 145/95 mmHg.
3. Pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/95 mmHg
dinyatakan hipertensi.
2. Etiologi
Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hipertensi Primer atau Esensial.
Hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi Taropatik terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatis, sistim rennin angiostensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan
Na dan Ca Intraseluler dan factor-faktor yang meningkatkan resiko seperti
obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.
2. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan biasanya disertai
keluhan atau gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi
tersebut. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini misalnya :
a. Kelainan Hormon
1. Pil KB: kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan
peningkatan angiostensinogen dan kemudian akan meningkatkan
angiostensin II. Peningkatan angiostensin II ini juga dirangsang
oleh pengeluaran rennin akibart peningkatan stimulasi syaraf
simpatis. Akibat peningkatan angiostensin II ada 2 hal yaitu : aspek
konstriktor arteriola perifer dan peningkatan sekresi aldosteron
yang mengakibatkan reasorbsi Na dan air.
2. Neokromositoma/Tumor Medulla Adrenal atau jaringan pensekresi
ketoalamin di bagian lain tubuh: tumor ini mensekresi epinefrin
yang menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat metabolisme
meningkat sehingga memungkinkan terjadinya hipertensi.
4
3. Sindrom Chusing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh
peningkatan ACSH yang kemudian merangsang peningkatan
glukortikod (kortisol) sehingga menyebabkan glukonegenesis dan
perubahan dalam distribusi jaringan adipose. Dua hal tersebut
meningkatkan obesitas.
b. Penyakit Metabolic
Diabetes mellitus : pada DM terjadi netropati diabetic
mikroangiopati diabetic sehingga mengakibatkan nefropati diabetic
dan disfungsi filtrasi glomerulo.
c. Penyakit Ginjal
1. Glomerulo nefritis akut : lesi pada glomerulus menyebabkan
retensi air dan garam sehingga menyebabkan hipertensi.
2. penyempitan arteri renalis
d. Lain-Lain
1. Koarktasio aorta/penyempitan congenital suatu segmen aorta
torakalis hal ini meningkatkan resistensi aliran darah aorta
sehingga mengakibatkan hipertensi berat.
2. Pre eklamsia, pada pre eklamsia terjadi retensi pembuluh darah
disertai dengan retensi garam dan air.
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen . Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini , neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah , di mana dengan
di lepaskannya norepinefrin mengakibatkan kostriksi pembuluh darah .
Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons
5
pembuluh darah terhadap rangsang vasokoknstriktor . Inividu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin , meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan di mana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang , mengakibatkan tambahana aktifitas vasokonstriksi . Medula
adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasoknstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat
respon vasokonstriktor pembuluh darah . Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian di ubah menjadi
angiotensin II,suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron ke korteks adrenal . Hormon ini menyebabkan retemsi
natrium dan air oleh tubulus ginjal , menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua factor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnay elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya tegang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang di
pompa oleh jantung ( volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah
jntung dan peningkatan tekanan perifer
6
4. Pathway
DM Penyempitan Koarktasio aorta
Arteri renalis
Mikroangiopati/ Penyempitan
congenital segmen
Lesi spesifik diabetic ↓ Aliran darah aorta torakalis
pada ginjal
nefropati diabetic Retensi aliran darah
aorta
↓Tekanan filtrasi
glomerolus
Pre eklamsi
Glomerulo Sel-sel kapiler
nefritis akut glomerolus
menyempit
Lesi pada
glomerolus
Disfungsi filtrasi Feokromositoma
glomerulo
↑ Epinefrin
Perbedaan antara tingkat
filtrasi glomerolus dan ↑ Kadar glukosa dan
tingkat penyerapan tingkat metabolisme
kembali oleh tubulus
7
Retensi Na dan air Efek konstriksi
↑Volume plasma
Genetic
↑ Volume plasma
↑ Out put jantung ↑ Curah jantung
↑ Volume darah
dan
sirkulasi
↑ Volume sirkulasi
Efek konstriksi
Kerusakan vaskuler
arteriola perifer
pembuluh perifer
Kerusakan vaskuler
Pembuluh pearifer
Perubahan struktur dalam arteri kecil dan arteriola
Penyumbatan pembuluh/vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
Otak mata ginjal ginjal
8
HIPERTENSI
HIPERTENSI
Resiko kerusakan perfusi jaringan
Peningkatan tekanan kerusakan sel nekrosis fibrinoid ↓cardiac
output
Vaskuler serebral endotel pada pembuluh
*sakit kepala aferen+penebalan
*vertigo robekan/obliterasi intima arteri
manifestasi klinis
*tachicardi
*Perdarahan retina *Perdarahan retina nekrosis kapiler *pucat
*Gangguan penglihatan *Gangguan penglihatan glomerolus *mudah
lelah
sampai dgn kebutaan sampai dgn kebutaan *protein uria
*palpitasi
*hematuria
*diaphorosis
Gagal ginjal akut(komplikasi)
Saraf simpatis ↑
Rennin ↑
Angiostensinogen (hati)
Angiostensin I (paru)
ACE (angiostensin converting enzim)
Angiostensi II
9
Nyeri akut Resiko injuri Intoleransi aktifits
Rangsang saraf Vasokontriksi Aldosteron ↑Pusat haus
ADH ↑ Retensi Na
Over volum ↑TD Over volum
5. Pemerikasaan Penunjang
1. EKG : Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium
kiri, adanya peenyakit jantung atau aritmia.
2. Laboratorium :
3. Fungsi ginjal: urin lengkap(urinalisis) Ureum, creatinin, BUN dan asam
urat, serta darah lengkap lainnya.
4. Foto rontgen :
5. Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta
yang lebar.
6. Ekokardiogram :
7. Tampak penebalan dinding ventrikel, mungkin juga sudah terjadi dilatasi
dan gangguan fungsi diastolic dan sistolik.
6. Askep
a. Pengkajian
Identitas pasien.
Riwayat keperewatan/kesehatan.
1. Keluhan utama : pada pasien hipertensi biasanya ia merasa sakit
kepala.
2. Riwayat kesehatan sekarang
10
3. Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat hipertensi, penyakit jantung,
DM dll.
4. Riwayat kesehatan keluarga : pada klien hipertensi biasa terdapat
anggota keluarga yang mengidap juga (bersifat menurun).
Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi
terdapat juga kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan.
2. Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang
mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan
kesadaran menurun.
3. Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang
mengalami mual dan muntah.
4. Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri.
5. Pola tidur dan istirahat.
6. Pola kognitif dan perceptual
7. Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya
mengalami stress psikologi.
8. Pola seksual reproduktif
9. Pola hubungan dan peran
10. Pola nilai dan keyakinan.
Pemeriksaan fisik
Berat badan dan tinggi badan
Berat badan dan tinggi badan
Mata : Retina, pupil
Leher : JVP, bising
Paru : Pernafasan (irama, frekuensi, jenis suara nafas).
Jantung :
a. Denyut nadi
11
b. Tekanan darah diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2
menit dalam posisi bebaring atau duduk, dan berdiri sekurangnya
setelah 2 menit.
c. Pengukuran sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan dan jika
nilainya berbeda makan nilai yang tertingi yang diambil.
d. Suara jantung.
e. Bising jantung.
Abdomen : Bising dan peristaltic.
Ekstrimitas : Refleks dan edema.
b. Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange
problem
b. Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik
dan psikologi)
c. Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati
(gangguan penglihatan)
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan
c. Intervensi
1. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange
problem.
Rencanan tindakan :
1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan
neurologis tiap 10 menit.
R: Untuk mengevalusi perkembangan penyakit dan
keberhasilan terapi
12
2. Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler
sampai tekanan darah dipertahankan pada tingkat yang dapat
diterima.
R: Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen,
posisi duduk meningkatkan aliran darah ateri berdasarkan
gaya grafitasi, konstruksi arteriol pada hipertensi
menyebabkan peningkatan darah pada arteri.
3. Pantau data laboratorium misal: GDA, kreatinin
R: Indicator perfusi atau fungsi organ.
4. Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.
R: Meningkatkan vasokontriksi.
5. Kolaborasi pemberian obat-obatan antihipertensi misal
golongan inhibitor simpa (propanolol, atenolol), golongan
vasodilator (hidralazin)
R : Golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan
darah melalui efek kombinasi penurunan tahanan perifer,
menurunkan curah jantung, menghambat syaraf simpatis,
dan menekan pelepasan rennin. Golongan vasodilator
berfungsi untuk merilekkan otot polos vaskuler.
1.1 Rencana evaluasi
Pasien mendemostrasikan perfusi jaringan yang membaik
ditunjukkan:
1. Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima
2. Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
3. Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
4. Tanda-tanda vital stabil
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia,
fisik dan psikologi)
13
Rencana tindakan :
1. Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit
kepala. Misalkan kompres dingin pada dahi pinjat punggung
dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi
(distraksi) dan aktivitas waktu senggang
R: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan
memperlambat atau memblok respon simpatis, efektif
dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
2. Hilangkan minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala misalkan: mengejang saat BAB,
batuk panjang, membungkuk.
R: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kapala karena adanya peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
3. Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fase akut.
R: Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
4. Kurangi adanya kurang pengetahuan (jelaskan sebab-sebab
nyeri dan lama nyeri bila diketahui).
R: Meningkatkan pengetahuan
5. Kolaborasi pemberian analgesic (antalgin, asam mefenamat).
R: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan
rangsang sistim saraf simpatis.
2.1 Hasil yang diharapkan :
1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala atau sakit
kepala terkontrol.
2. Mengungkapkan metode yang menberikan pengurangan.
3. Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati
(gangguan penglihatan)
Rencana tindakan :
14
1. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orng lain.
R: Memberikan peningkatan kenyamanan menurunkan
kecemasan dan mengurangi resiko injury.
2. Pertahankan tirah baring ketat dalam kondisi terlentang yang
ditentukan.
Posisi lateral kanan (bila robekan retina pada posisi nasal dari
mata kiri atau posisi temporal dari mata kanan).
Posisi lateral kiri (bila robekan retina pada posisi nasal dari
mata kanan atau posisi temporal dari mata kiri).
R: Untuk memungkinkan viterus humour bekerja sebagai
kekuatan nemostatsi untuk mengontrol perdarahan.
3. Anjurka pesien untuk mengistirahatkan mata agar tidak
terlalu lelah.
R: Mengurangi resiko perlukaan atau pecahnya pembulu
darah retina. Yang akan menyebabkan semakin menurunya
ketajaman penglihatan.
4. Modifikasi lingkungan sekitar pasien, dengan cara :
I. Pencahayaan yang cukup
II. Jauhkan benda-benda yang beresiko menyebabkan
cidera
III. Berikan permukaan lantai yang tidak licin
IV. Dekatkan tombol pemanggil
R: Meningkatkan rasa aman, mengurangi resiko injury.
3.1 Hasil yang diharapkan :
1. Pasien mampu mengidentifikasi factor-faktor yang
meningkatkan kemungkinan terhadap cidera
2. Menunjukan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari
cidera
3. Pasien tidak mengalami injury
15
4. Pasien kan mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk
meningkatkan kenyamanan.
4. Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan.
Rencana tindakan :
1. Berikan dorongan untuk aktivitas atau perawatan diri bertahap
jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesua kebutuhan.
R: Kamajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan dalam melakukan aktivitas.
2. Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi
R: Tehnik menghejmat energi mengurangi penggunaan energi,
juga membantu keseibangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan prekuensi
nadi lebih dari 20x permenit diatas frekuensi istirahat
meningkatkan tekanan darah yang nyata selama/sesudah
diaforesis, pusing atau pingsan.
R: Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
psikologi terhadap stres aktivitas dan bila ada merupakan
indicator dari kelebihan kerja yqang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
4. Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk
memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan
waktu istirahat siang atau sore
R: Istirahat kemungkinan adanya penghematan energi
5. Kolaborasi pemberian obat digoxin.
16
R: Pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung
4.1 Hasil yang diharapkan
1. Meningkatkan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2. Menunjukan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Brunnest & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 1. Jakarta :EGC
Brunnest & Suddarth. 2001 . Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2. Jakarta EGC
Mansjoer, Arif,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : MediaAesculapius
17