hipermetropia.docx

10
Hipermetropia 2.1. Defenisi Hipermetropia (Rabun dekat, hiperopia, farsightness) adalah istilah gangguan kekuatan penglihatan dimana mata yang tidak berakomodasi membiaskan sinar pada titik fokus di belakang retina. Pada jenis kelainan refraksi ini, panjang bolamata penyandangnya biasanya lebih pendek dari seharusnya.3 Panjang sumbu bola mata bola mata secara Antero posterior yang normal adalah 24 mm. Akibat pendeknya sumbu bolamata, lensa mata tidak lagi sanggup memfokuskan cahaya yang berasal dari objek yang jauh apalagi yang tepat pada retina, dengan lensa berakomodasi maksimal sekalipun. Secara normal hipermetropia dapat dijumpai pada mata anak-anak, sebagai akibat bolamatanya yang belum tumbuh secara sempurna.1 Keadaan hipermetropia ini biasanya terus membaik bahkan menghilang sejalan dengan bertambah panjangnya sumbu bolamata mengikuti pertumbuhan tubuh. Golongan remaja yang menderita hipermetropia biasanya masih bisa melihat dengan jelas baik objek yang terletak jauh maupun yang dekat letaknya, karena lensa mata mereka masih memiliki daya pemfokusan (akomodasi) yang cukup kuat untuk mengatasi kelainan yang diderita.1,3 Namun upaya ini tidak selalu berhasil, dan kalaupun berhasil tidak akan bertahan lama, karena berakomodasi terus menerus amat melelahkan mata. Kelainan yang acap kali menyertai hipermetropia adalah mata juling1, keadaan ini timbul sebagai akibat upaya akomodasi yang terus menerus pada anak-anak. Otot-otot dalam mata yang menghasilkan akomodasi, mempunyai persyarafan yang sama dengan

Upload: dhita-budi-wibowo

Post on 22-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hipermetropia.docx

Hipermetropia

2.1. Defenisi

Hipermetropia (Rabun dekat, hiperopia, farsightness) adalah istilah gangguan

kekuatan penglihatan dimana mata yang tidak berakomodasi membiaskan sinar pada titik

fokus di belakang retina.

Pada jenis kelainan refraksi ini, panjang bolamata penyandangnya biasanya lebih

pendek dari seharusnya.3 Panjang sumbu bola mata bola mata secara Antero posterior yang

normal adalah 24 mm. Akibat pendeknya sumbu bolamata, lensa mata tidak lagi sanggup

memfokuskan cahaya yang berasal dari objek yang jauh apalagi yang tepat pada retina,

dengan lensa berakomodasi maksimal sekalipun. Secara normal hipermetropia dapat dijumpai

pada mata anak-anak, sebagai akibat bolamatanya yang belum tumbuh secara sempurna.1

Keadaan hipermetropia ini biasanya terus membaik bahkan menghilang sejalan dengan

bertambah panjangnya sumbu bolamata mengikuti pertumbuhan tubuh. Golongan remaja

yang menderita hipermetropia biasanya masih bisa melihat dengan jelas baik objek yang

terletak jauh maupun yang dekat letaknya, karena lensa mata mereka masih memiliki daya

pemfokusan (akomodasi) yang cukup kuat untuk mengatasi kelainan yang diderita.1,3

Namun upaya ini tidak selalu berhasil, dan kalaupun berhasil tidak akan bertahan lama,

karena berakomodasi terus menerus amat melelahkan mata. Kelainan yang acap kali

menyertai hipermetropia adalah mata juling1, keadaan ini timbul sebagai akibat upaya

akomodasi yang terus menerus pada anak-anak. Otot-otot dalam mata yang menghasilkan

akomodasi, mempunyai persyarafan yang sama dengan otot-otot yang digunakan untuk

menjulingkan kedua bolamata.7 Dengan demikian, gejala seperti sakit kepala atau gejala

tidak suka membaca pada anak-anak, mungkin pertandan adanya hipermetropia. Seperti

halnya miopia, hipermetropia biasanya juga merupakan kelainan yang diturunkan.

Selain daripada pendeknya sumbu anteroposterior bola mata, hipermetropi juga dapat

disebabkan oleh lemahnya pembiasan sinar pada mata.3,5 Bagian-bagian mata yang

berfungsi sebagai jalur cahaya untuk dapat sampai ke retina bertanggung jawab sebagai

media pembiasan(refraksi) cahaya, seperti kornea, aqueus humor, lensa, vitreus humor.

Masing-masing dari begian tersebut memiliki kekuatan untuk membiaskan cahaya yang

satuannya adalah Dioptri.

Page 2: Hipermetropia.docx

2.2. Etiologi Hipermetropi4,5,7

Seperti yang telah dituliskan di atas, penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh

tiga hal yaitu:

1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.

Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. Hipermetropi Axial ini dapat

disebabkan oleh Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina

lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).

2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah

Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana dapat terjadi gangguan-

gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang

dapat menyebabkan hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada komposisi kornea dan

lensa sehingga kekuatan refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor

dan vitreus humor( mis. Pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia dapat terjadi bila

kadar gula darah di bawah normal, yang juga dapat mempengaruhi komposisi aueus dan

vitreus humor tersebut)

3. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat

Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana kelengkungan dari

kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.

4. Perubahan posisi lensa.

Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior.

2.3. Klasifikasi Hipermetropia

1. Hipermetropia manifes

Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang

memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut

ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa

siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata yang maksimal

2. Hipermetropia Absolut

Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata

positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan

hipermetropia absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi

Page 3: Hipermetropia.docx

sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermatropia fakultatif

dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes.

3. Hipermetropia Fakultatif

Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca

mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal

tanpa kaca mata yang bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal

maka otot akomodasinya akan mendapatkan istrahat. Hipermetropia manifes yang masih

memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.

4. Hipermetropia Laten

Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi ( atau dengan obat yang melemahkan

akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat

diukur bila siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropi laten seseorang.

Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten

menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut.

Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, teritama bila

pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat

5. Hipermetropia Total

Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia.

Contoh.

Pasien 20 tahun datang dengan visus tanpa kacamata 20/40.Dengan penambahan tiap 0,25 D

didapati denga +1D pasien memiliki visus 20/20 dan dengan total +2.25D pasien tetap

memiliki visus 20/20. Kemudian dengan siklopegia didapati gangguan refraksi yang

membutuhkan +3,50 D untuk menjadikan visus pasien kembali 20/20. Dari contoh ini

didapatilah absolut hipermetropia nya +1,00D; hipermetopia fakultatif adalah +1,25D. Dan

pasien akan dengan Sian menerima pengobatan dengan +2.25D

Selain klasifikasi diatas ada juga yang membagi hipermetropia secara klinis menjadi tiga

kategori, yaitu:1,8

1. Simple Hipermetropia, diakibatkan variasi biologis normal seperti etiologi axial atau

refraksi.

2. Patological Hipermetropia, diakibatkan anatomi okuler yang berbeda yang disebabkan

gangguan perkembangan, penyakit okuler dan trauma okuler.

3. Fungsional Hipermetropia, merupakan akibat dari paralisis akomodasi.

Page 4: Hipermetropia.docx

Hipermetropia juga dapat dikategorikan berdasar darajat gangguan refraksinya:1

1. Hipermetropia ringan: gangguan refraksi dibawah +2D

2. Hipermetropia sedang: gangguan refraksinya +2.25- +5 D

3. Hipermetropia berat: gangguan refraksinya diatas 5D

2.4. Gejala Hipermetropia

Gejala-gejalanya :1,3,5

1. Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hyperopia dan makin

memburuk sepanjang penggunaan mata dekat.

2. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus pada suatu jarak tertentu

untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan baseball. Akomodasi akan lebih

cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.

3. Penglihatan dekat dan jauh kabur dengan kelainan refraksi tinggi dari 3- 4D atau pada

pasien yang lebih tua, dengan penurunan amplitudo akomodasi.

4. Penglihatan dekat kabur pada usia muda dibandingkan dengan emmetropia, misalnya pada

usia diakhir 30-an. Makin memburuk apabila pasien lelah, cetakan kurang jelas atau kondisi

penerangan kurang optimal.

5. Sensitifitas terhadap cahaya, merupakan hal yang umum pada hyperopia yang etiologinya

tidak diketahui dan sembuh hanya dengan mengoreksi hyperopianya tanpa perlu mewarnai

lensa.

6. Penglihatan kabur tiba-tiba secara sebentar-sebentar disebabkan oleh spasme akomodasi

yang dapat menyebabkan pseudomyopia. Penglihatan jelas dengan lensa minus. Spasme

akomodasi yang dapat dideteksi dengan siklolegia refraksi yang mana dapat menampakkan

hyperopia paling rendah.

7. Sensasi mata silang tanpa diplopia juga disebabkan oleh akomodasi yang bertambah dari

pasien dengan esophoria yang dipaksa oleh refleks akomodasi konvergen ke suatu keadaan

yang menghasilkan syptom “ mata yang bersilang”.

2.5. Managemen Hipermetropia

Managemen Diagnostik1

Untuk menegakkan seseorang dengan hipermetropia perlu dilakukan pemeriksaan-

pemeriksaan yang menunjang penegakan diagnosa hipermetropia.

1. Riwayat pasien

Page 5: Hipermetropia.docx

Hal-hal yang penting dari riwayat pasien adalah penyakit okuler yang pernah timbul,

penggunaan obat-obatan, penyakit sistemik.

2. Pemeriksaan Okuler

a. Visual Acuity. Mempergunakan beberapa alat untuk mengetahui kemampuan membaca

pasien hipermetropi dalam jarak dekat. Seperti Jaeger Notation, Snellen metric distance dan

Lebehnson chart.6

b. Refraksi.

Retinoskopi merupakan prosedur yang digunakan secara luas untuk menilai hipermetropia

secara objektif. Prosedur yang dilakukan meliputi static retinoscopy, subjective refraction dan

autorefraction.

c. Pergerakan Okuler, Pandangan Binokuler dan Akomodasi

Pemeriksaan ini diperlukan karena gangguan pada fungsi visual diatas dapat menyebabkan

terganggunya visus dan performa visual yang menurun.

d. Assesmen kesehatan okuler dan Skreening Kesehatan sistemik

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa hipermetropia dapat berupa respon

pupil, uji konfrontasi lapangan pandang, uji penglihatan warna, pengukuran tekanan

intraokuler dan pemeriksaan kesehatan segmen anterior posterior bola mata dan adnexa.

Managemen Terapi1

Dasar Terapi

Hipermetropia bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan astenophia, pandangan kabur,

ambilopia dan disfungsi binokuler seperti strabismus. Terapi harusnya dilakukan untuk

mengurangi gejala yang timbul dan mengurangi resiko gangguan penglihatan yang

diakibatkan hipermetropia.

Jenis Terapi yang dapat Digunakan1,4

Merupakan suatu tanggung jawab seorang optometris ( dokter mata ) untuk menganjurkan

dan menuntun pemilihan terapi yang dapat diaplikasikan terhadap pasien.

1. Koreksi Optikal9

Hipermetropia dikoreksi dengan kacamata berlensa plus (konveks) atau dengan lensakontak.

Pada anak kecil dengan kelainan berderajat rendah yang tidak menunjukan gejala sakit kepala

dan keluhan lainnya, tidak perlu diberi kacamata. Hanya orang-orang yang derajat

hipermetropianya berat dengan atau tanpa disertai mata juling dianjurkan menggunakan

kacamata. Pada anak-anak dengan mata juling ke dalam (crossed eye) yang disertai

Page 6: Hipermetropia.docx

hipermetropia, diharuskan memakai kacamata berlensa positif. Karena kacamata berlensa

plus ini amat bermanfaat untuk menurunkan rangsangan pada otot-otot yang menarik

bolamata juling ke dalam. Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D)

daripada total fakultatif dan absolute hyperopia yang diberikan kepada pasien dengan tidak

ada ketidak seimbangan otot ekstraokular. Jika ada akomodatif esotrophia (convergence),

koreksi penuh harus diberikan. Pada exophoria, hyperopianya harus dikoreksi dengan 1-2D.

Jika keseluruhan refraksi manifest kecil, misalnya 1 D atau kurang, koreksi diberikan apabila

pasien memiliki gejala-gejala.

2. Terapi Penglihatan

Terapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan disfungsi binokuler akibat dari

hipermetropia. Respon akomodasi habitual pasien dengan hipermetropia tidak akan memberi

respon terhadap koreksi dengan lensa, sehingga membutuhkan terapi penglihatan untuk

mengurangi gangguan akomodasi tersebut.

3. Terapi Medis

Agen Antikolinesterase seperti diisophropylfluorophospate(DFP) dan echothiopate iodide

(Phospholine Iodide,PI) telah digunakan pada pasien dengan akomodasi eksotropia dan

hipermetropia untuk mengurangi rasio konvergensi akomodasi dan akomodasi(AC/A)

4. Merubah Kebiasaan Pasien

Modifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam aktivitas,

menjaga kualitas kebersihan mata dan apabila pasien adalah pengguna komputer sebaiknya

menggunakan komputer dengan kondisi ergonomis.

5. Bedah Refraksi

Terapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan Terapi pembedahan yang

mungkin dilakukan adalah HOLIUM:YAG laser thermal keratoplasty, Automated Lamellar

Keratoplasty, Spiral Hexagonal Keratotomy, Excimer Laser dan ekstraksi lensa diganti

dengan Intra Oculer Lens. Akan tetapi pembedahan masih jarang digunakan sebagai terapi

terhadap hipermetropia.

2.6. Komplikasi1

Jika hypermetropia tidak dikoreksi untuk waktu yang lama, akan timbul komplikasi yaitu:

1. Recurrent styes (timbil), blepharitis atau chalazion dapat timbul, kemungkinan infeksi yang

terjadi akibat mengososk-gosok mata, yang mana sering dilakukan untuk menghilangkan

fatique dan kelelahan.

Page 7: Hipermetropia.docx

2. Juling convergen akomodatif dapat timbul pada anak (biasanya pada usia 2 – 3 tahun)

akibat pemakaian akomodasi yang berlebihan.

3. Amblyopia dapat timbul dalam beberapa kasus. Biasanya anisometropia, strabismus atau

ametropia (terlihat pada anak-anak dengan bilateral hypermetropia yang tinggi yang tidak

dikoreksi).

2.7. Prognosis1

Hipermetropia fisiologis tidak progresif. Bagaimanapun prognosa dapat diberikan saat

didiagnosa yaitu baik, kecuali untk pasien dengan hipermetropi dan ambilopia atau

strabismus. Koreksi optik yang baik akan membuat pandangan semakin jernih dan

penglihatan yang nyaman.