headache, prevention to rehabilitation

54
HEADACHE, PREVENTION TO REHABILITATION Headache is the most common patients chief complaint brought to their physician. Headache is neurobiological symptom that can affect any of age. it always has organic factor, but in some case, psycologic factors also involved. According to ”International Classification of Headache Disorders, 2nd edition”, headache mainly clasified into primary headache and secondary headache. Migraine and tension type of headache are the most common type of headache. Goals therapy are improving quality of live with reducing frequency, intencity, and duration of headache.Avoiding trigger factors and medication can prevent recurrent headache. Headache attack treats with abortive therapy using drugs of choice of headache type. Physical exercises, biofeedback therapy, spinal manipulation, Stress Management and Massage are some kind of alternative rehabilitation therapy in treating headache. . Physical medicine and rehabilitation have a major role in reducing frequency, intencity and duration of headache. It’s also reduce the use of drugs used for treating headache Key words : Headache- therapy

Upload: himonoona

Post on 07-Aug-2015

38 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Headache, Prevention to Rehabilitation

HEADACHE, PREVENTION TO REHABILITATION

Headache is the most common patients chief complaint brought to their

physician. Headache is neurobiological symptom that can affect any of age. it

always has organic factor, but in some case, psycologic factors also involved.

According to ”International Classification of Headache Disorders, 2nd

edition”, headache mainly clasified into primary headache and secondary

headache. Migraine and tension type of headache are the most common type

of headache. Goals therapy are improving quality of live with reducing

frequency, intencity, and duration of headache.Avoiding trigger factors and

medication can prevent recurrent headache. Headache attack treats with

abortive therapy using drugs of choice of headache type. Physical exercises,

biofeedback therapy, spinal manipulation, Stress Management and Massage

are some kind of alternative rehabilitation therapy in treating headache. .

Physical medicine and rehabilitation have a major role in reducing

frequency, intencity and duration of headache. It’s also reduce the use of drugs

used for treating headache

Key words : Headache- therapy

Page 2: Headache, Prevention to Rehabilitation

NYERI KEPALA, PREFENTIF HINGGA REHABILITASI

Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dikeluhkan

kepada dokter Nyeri kepala merupakan gejala neurobiologi yang bisa

menyerang semua umur. Setiap nyeri kepala mempunyai dasar organik,

walaupun pada sebagian terdapat juga faktor etiologik yang bersifat

psikogenik.

Menurut ”International Classification of Headache Disorders, 2nd

edition”, secara garis besar, nyeri kepala dibagi menjadi primer dan sekunder.

Migrain dan nyeri kepala tipe tegang merupakan jenis yang paling sering

dijumpai. Tujuan utama dari pengobatan nyeri kepala adalah meningkatkan

kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi, intensitas serta durasi serangan

sakit kepala. Pencegahan serangan sakit kepala bisa dilakukan dengan

menghindari faktor-faktor pencetus dan konsumsi obat-obatan. Serangan sakit

kepala diterapi dengan terapi abortif yaitu terapi dengan menggunakan obat-

obatan yang sesuai untuk jenis sakit kepala tersebut. Latihan fisik, terapi

biofeedback, manipulasi spinal, manajemen stres, teknik relaksasi dan

pemijatan merupakan beberapa alternatif terapi rehabilitasi untuk sakit kepala.

Rehabilitasi medik mempunyai peran penting dalam mengurangi

frekuensi, intensitas serta durasi serangan sakit kepala. Sealin itu terapi

rehabilitasi juga akan membantu mengurangi penggunaan obat pereda nyeri

kepala.

Kata kunci : nyeri kepala- terapi

Page 3: Headache, Prevention to Rehabilitation

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang paling sering dikeluhkan

kepada dokter. Oleh karena itu, seorang dokter harus memahami secara

keseluruhan tentang nyeri kepala ini. Setiap nyeri kepala mempunyai dasar

organik, walaupun pada sebagian terdapat juga faktor etiologik yang bersifat

psikogenik.

Nyeri kepala merupakan suatu keadaan dengan berbagai macam tingkat

keparahan, angka kejadian, serta lama serangan sehingga sangat sulit untuk

menentukan angka kejadiannya secara tepat. Walaupun demikian, umur 20-50

tahun merupakan usia paling sering terkena nyeri kepala.

Berdasar dari banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan

melibatkan sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache Society

mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache Disorders,

2nd edition” untuk nyeri kepala. Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri

kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri

kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu migraine, nyeri

kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster – trigerminal, dan nyeri kepala primer

lainnya. Sedangkan nyeri kepala yang bersifat sekunder seperti nyeri kepala

pascatrauma, nyeri kepala karena penyakit sistemik (anemia, hipertensi,

hipotensi), nyeri kepala organik sebagai bagian pendesakan ruang otak (tumor

otak, infeksi, atau perdarahan selaput otak), penyakit hidung dan penyakit mata.

Mengetahui tentang klasifikasi ini akan memudahkan dalam diagnosis dan

penatalaksanaan nyyeri kepala tersebut.

Selain dari gejala klinis yang timbul, diagnosis atau etiologi dari nyeri

kepala ini dapat digunakan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah,

neuroimaging, lumbal pungsi, elektroensepalografi (EEG), termografi dan

transcranial doppler.

Tidak semua nyeri kepala membutuhkan penanganan medis. Namun, ada

juga nyeri kepala yang menunjukkan tanda bahwa sesuatu yang serius terjadi dan

Page 4: Headache, Prevention to Rehabilitation

membutuhkan penilaian medis secara tepat dan cepat. Terapi pada nyeri kepala

meliputi terapi farmakologi maupun non-farmakologi. Yang secara langsung akan

berefek pada perbaikan nyeri kepala. Peran rehabilitasi dalam penanganan nyeri

kepala ini juga tidak kalah penting yaitu dengan latihan biofeedback dan terapi

relaksasi.

Page 5: Headache, Prevention to Rehabilitation

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA NYERI KEPALA

A. EPIDEMIOLOGI

Nyeri kepala merupakan suatu gejala gangguan neurobiologi. Umur

20-50 tahun merupakan usia paling sering terkena nyeri kepala, walaupun

demikian anak dan remaja bisa mengalaminya juga. Nyeri kepala merupakan

suatu keadaan dengan berbagai macam tingkat keparahan, angka kejadian,

serta lama serangan sehingga sangat sulit untuk menentukan angka

kejadiannya secara tepat.

Meskipun demikian, migrain serta nyeri kepala tipe tegang mempunyai

angka kejadian paling besar dan sangat potensial dalam mempengaruhi

kondisi kesehatan masyarakat.

Migrain merupakan kasus nyeri kepala yang paling sering diteliti.

Onset migrain mulai dari anak-anak, namun paling sering terjadi pada umur

20-30 tahun dan relatif berkurang setelah umur 40 tahun. Migrain tampaknya

bukan merupakan suatu penyakit yang serius bagi anak-anak, sebagai contoh

di Mesir ditemukan sekitar 16% anak usia sekolah mengalami nyeri kepala.

Secara keseluruhan, migrain mempunyai angka kejadian yang

bervariasi. Sebagai contoh, penelitian selama satu tahun di Eropa dan

Amerika, angka kejadian migrain pada remaja adalah sekitar 10-15%, di

Afrika 2,9-7,2%, sedang di Jepang dilaporkan angka kejadian sekitar 8,4%.

Dari semua data diatas, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan

perbandingan 2-3:1.

Frekuensi serangan migrain sangat bervariasi, mulai 1 kali per tahun

hingga satu kali per minggu. Rata-rata serangan migrain pertahun adalah 21

kali.

Nyeri kepala tipe tegang merupakan gngguan nyeri kepala paling

sering didunia. Onset dimulai ketika usia remaja dan angka kejadian tertinggi

terjadi pada dekade keempat kemudian menurun. Secara keseluruhan

didapatkan sekitar 60% angka kejadian nyeri kepala tipe tegang tiap tahunnya.

Page 6: Headache, Prevention to Rehabilitation

Nyeri kepala tipe tegang lebih sering terjadi pada wanita dibanding dengan

pria dengan perbandingan 1,5:1.

B. KLASIFIKASI

Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai jenis nyeri kepala, yang

dilakukan oleh sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache

Society mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache

Disorders, 2nd Edition” untuk nyeri kepala. Klasifikasi ini secara garis besar

membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala

sekunder. Nyeri kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu

migrain, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster – trigerminal, dan nyeri

kepala primer lainnya. Sedangkan nyeri kepala sekunder merupakan nyeri

kepala yang diakibatkan oleh penyakit lain.

Tabel 1. New International Headache Society classification of headache *

1. Migraine

Migraine without aura

Migraine with aura

Opthalmoplegic migraine

Retinal migraine

Chil periodic syndromes that may be precursors to or associated with

migraine

Complications of migraine

Migrainous disorder not fulfilling above criteria

2. Tension-type headache

Episodic tension` -type headache

Chronic tension-type headache

Headache of the tension-type not fulfilling above criteria

3. Cluster headache and chronic paroxysmal hemicrania

Cluster headache

Chronic paroxysmal hemicrania

Page 7: Headache, Prevention to Rehabilitation

Cluster headache-like disorder not fulfilling above criteria

4. Miscellaneous headaches unassociated with structural lesion

Idiopathic stabbing headache

External compression headache

Cold stimulus headache

Benign cough headache

Benign exertional headache

Headache associated with sexual activity

5. Headache associated with head trauma

Acute post-traumatic headache

Chronic post-traumatic headache

6. Headache associated with vascular disorders

Acute ischemic cerebrovascular disorder

Intracranial hematoma

Subarachnoid hemorrhage

Unruptured vascular malformation

Arteritis

Carotid or vertebral artery pain

Venous thrombosis

Arterial hypertension

Headache associated with other vascular disorder

7. Headache associated with non vascular intracranial disorder

Highcerebrospinalfluidpressure

Low cerebrospinal fluid pressure

Intracranial infection

Intracranial sarcoidosis and other noninfectious inflammatory diseases

Headache related to intrathecal injections

Intracranial neoplasm

Headache associated with other intracranial disorder

8. Headache associated with substances or their withdrawal

Page 8: Headache, Prevention to Rehabilitation

Headache induced by acute sub stance use or exposure

Headache induced by chronic substance use or exposure

Headache from substance with drawal (acute use)

Headache from substance with drawal (chronic use)

Headache associated with sub stances but with uncertain mechanism

9. Headache associated with noncephalic infection

Viral infection

Bacterial infection

Headache related to other infection

10. Headache associated with metabolic disorder

Hypoxia

Hypercapnia

Mixed hypoxia and hypercapnia

Hypoglycemia

Dialysis

Headache related to other metabolic abnormality

11. Headache or facial pain associated with disorder of cranium, neck, eyes,

ears, nose, sinuses, teeth, mouth, or other facial or cranial structures

Cranial bone

Neck

Eyes

Ears

Nose and sinuses

Teeth, jaws, and related struc tures

Temporomandibular joint disease

12. Cranial neuralgias, nerve trunk pain, and deafferentation pain

Persistent (in Contrast to tic-like) pain of cranial nerve origin

Trigeminal neuralgia

Glossopharyngeal neuralgia

Nervus intermedius neuralgia

Superior laryngeal neuralgia

Page 9: Headache, Prevention to Rehabilitation

Occipital neuralgia

Central causes of head and facial pain other than tic douloureux

Facial pain not fulfilling criteria in groups 1 or 12

13. Headache not classifiable

*

C. PATOFISIOLOGI

1. Nyeri kepala tipe tegang (tension-type headache)

Penyebab dari nyeri kepala tipe tegang sangatlah komplek dan

multifaktorial dengan faktor dari pusat maupun perifer. Dahulu berbagai

mekanisme termasuk vaskular, otot (kontraksi berlebih dari otot scapula)

dan psikogenik mulai diutarakan. Saat ini penyebab dari tipe nyeri kepala

ini dipercaya dari abnormalitas sensitivitas neural dan stimulus nyeri,

bukan karena kelainan kontraksi otot

Nyeri kepala tipe tegang dihubungkan dengan supresi exteroseptif

(ES2), abnormal platelet serotonin, dan penurunan beta endorphin cairan

cerebrospinal.

2. Migrain.

a. Teori Vaskular.

Vasokonstriksi intrakranial bertanggung jawab pada aura migrain

menyebabkan rebound vasodilatasi dan aktifasi saraf nosiseptik

perivascular.

b. Teori Neurovaskular.

Adanya hipereksitabilitas saraf pada korteks cerebral terutama

daerah occipital.

c. Depresi penyebaran kortikal.

Disebabkan eksitasi gelombang neuronal pada area korteks

graymatter.

d. Aktifasi batang otak.

Adanya aktifitas pada pons kontralateral.

e. Cutaneus alodinia.

Page 10: Headache, Prevention to Rehabilitation

Jalur nyeri sekunder dari trigeminothalamic menjadi tersensitasi

saat serangan migrain.

f. Jalur Dopamin.

Stimulasi dopamin dapat meningkatkan gejala prodormal migrain.

g. Defisiensi Magnesium.

Dimulai dari agregasi trombosit dan pelepasan glutamat berakhir

dengan pelepasan 5-hydroxytryptamine yang merupakan

vasokonstriktor.

3. Cluster Headache.

a. Hemodinamik.

Adanya dilatasi vaskular.

b. Nervus trigeminal.

Disebabkan substansi P yg membawa impuls sensorik dan motorik

pada nervus maxillaris dan optalmikus.

c. Saraf autonom.

Dapat simpatis (sindrom Horner, Keringat dahi) dan Parasimpatis

(Lakrimasi, Rhinorea, Kongesti nasal).

d. Siklus sikardian.

Sering terjadi pada jam yang sama setiap hari kemungkinan diduga

diatur oleh hypothalamus.

e. Serotonin.

f. Histamin.

g. Sel Mast.

D. GEJALA KLINIS

Tidak semua nyeri kepala membutuhkan penanganan medis. Nyeri

kepala yang disebabkan karena ketegangan otot dapat dirawat di rumah.

Sedangkan nyeri kepala lainnya menunjukkan tanda bahwa sesuatu yang

serius tejadi dan membutuhkan penilaian medis secara tepat dan cepat. Bila

Anda mengalami gejala-gejala nyeri kepala seperti di bawah ini, maka Anda

disarankan untuk mencari pertolongan medis segera :

Page 11: Headache, Prevention to Rehabilitation

Parah, nyeri kepala mendadak yang terjadi sangat cepat dan tidak dapat

dijelaskan.

Nyeri kepala yang dihubungkan dengan hilangnya kesadaran,

kebingungan, perubahan-perubahan dalam penglihatan atau hal-hal lain

yang berhubungan dengan kelemahan tubuh.

Nyeri kepala berulang yang mempengaruhi salah satu daerah tertentu

seperti mata, telinga, pelipis dan kepala bagian belakang.

Nyeri kepala berulang dengan frekuensi dan periode yang lebih sering.

Nyeri kepala yang yang disertai dengan kaku otot dan demam.

Nyeri kepala yang membangunkan Anda dari tidur.

Nyeri kepala karena jejas pada kepala.

Perubahan-perubahan alami atau kekerapan nyeri kepala yang tidak dapat

dijelaskan.

Berdasar dari banyak penelitian mengenai jenis nyeri kepala dan

melibatkan sekitar 100 orang ahli neurologi, maka International Headache

Society mengembangkan klasifikasi ”International Classification of Headache

Disorders, 2nd edition” untuk nyeri kepala. Klasifikasi ini secara garis besar

membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala

sekunder. Nyeri kepala primer kemudian dibagi menjadi empat kategori yaitu

migraine, nyeri kepala tipe tegang, nyeri kepala cluster – trigerminal, dan

nyeri kepala primer lainnya (Mubarak, 2009). Sedangkan nyeri kepala yang

bersifat sekunder seperti nyeri kepala pascatrauma, nyeri kepala karena

penyakit sistemik (anemia, hipertensi, hipotensi), nyeri kepala organik sebagai

bagian pendesakan ruang otak (tumor otak, infeksi, atau perdarahan selaput

otak), penyakit hidung dan penyakit mata (Qimindra, 2009)

1. Nyeri kepala primer

a. Migrain.

Page 12: Headache, Prevention to Rehabilitation

Istilah migrain berasal dari kata Yunani yang berarti “nyeri kepala

sesisi”. Memang pada 2/3 penderita migraine, nyerinya dirasakan secara

unilateral, tetapi pada 1/3 lainnya dinyatakan pada kedua belah sisi

secara bergantian dan tidak teratur. Rasa nyeri ini disebabkan oleh

adanya dilatasi pembuluh darah besar intracranial dan dibebaskannya

substansi neurokinin ketika vasodilatasi terjadi. Penyebab vasodilatasi

ini belum diketahui (Mubarak, 2009).

Terdapat dua sindrom klinis migrain, yaitu migrain dengan aura

dan migrain tanpa aura. 4,6. Selama beberapa tahun, migrain dengan

aura dikatakan sebagai migraine klasik dan sindrom yang kedua

dikatakan sebagai migrain umum. Migrain disertai aura diawali dengan

adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri

kepala hemikranial (unilateral), mual, dan kadang muntah, kejadian ini

terjadi berurutan selama beberapa jam kadangpula terjadi dalam sehari

penuh bahkan lebih. Migrain tanpa aura merupakan nyeri kepala

hemikranial disertai atau tanpa mual muntah yang terjadi secara tiba-

tiba tanpa gangguan fungsi saraf sebagai pertanda dan gejala ini terjadi

dalam beberapa menit atau jam. Aspek hemikranial dan sensasi

berdenyut merupakan karakteristik paling khas yang membedakan

migrain dengan jenis nyeri kepala lainnya(Mubarak,2009).

Gejala-Gejala Migrain

Migrain merupakan suatu penyakit kronis, bukan sekedar nyeri

kepala. Secara umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua

penderita migrain mengalami keempat fase ini. Keempat fase tersebut

adalah : fase prodromal, aura, serangan, dan postdromal (Pakasi, 2005).

1) Fase Prodromal

Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar / tidak jelas, yang

dapat mendahului serangan migrain. Fase ini dapat berlangsung

selama beberapa jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan.

Gejalanya antara lain:

Page 13: Headache, Prevention to Rehabilitation

a) Psikologis : depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa

gembira yang berlebihan), banyak bicara (talkativeness),

sensitif / iritabel, gelisah, rasa mengantuk atau malas.

b) Neurologis : sensitif terhadap cahaya dan/atau

bunyi (fotofobia & fonofobia), sulit berkonsentrasi, menguap

berlebihan, sensitif terhadap bau (hiperosmia).

c) Umum : kaku leher, mual, diare atau konstipasi,

mengidam atau nafsu makan meningkat, merasa dingin, haus,

merasa lamban, sering buang air kecil (Pakasi, 2005).

2) Aura

Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migrain.

Secara visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif.

Penderita migrain dapat mengalami kedua jenis aura secara

bersamaan. Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti

suatu bentuk berpendar yang menutupi tepi lapangan pengelihatan.

Fenomena ini disebut juga sebagai scintillating scotoma (scotoma =

defek lapang pandang). Skotoma ini dapat membesar dan akhirnya

menutupi seluruh lapang pandang. Aura positif dapat pula berbentuk

seperti garis-garis zig-zag, atau bintang-bintang (Pakasi, 2005).

Aura negatif tampak seperti lubang gelap/hitam atau bintik-bintik

hitam yang menutupi lapangan pengelihatannya. Dapat pula

berbentuk seperti tunnel vision; dimana lapang pandang daerah

kedua sisi menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang

terfokus hanya pada bagian tengah (seolah-seolah Melihat melalui

lorong) (Pakasi,2005).

Page 14: Headache, Prevention to Rehabilitation

Gambar 01. Contoh aura positif berupa

bentuk berpendar pada salah satu bagian lapang pandang (=

scintillating scotoma)

Gambar 02. Contoh aura negatif

berupa bayangan gelap yang menutupi kedua sisi lapang pandang

(dilihat dari 1 mata), fenomena ini disebut juga "tunnel vision"

Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan

timbulnya aura. Gejala-gejala ini umumnya: gangguan bicara;

kesemutan; rasa baal; rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah;

gangguan persepsi pengelihatan seperti distorsi terhadap ruang; dan

kebingungan (confusion) (Pakasi, 2005).

Menurut National Headache Foundation, sekitar 20 persen

penderita migrain mengalami aura. Pada migrain dengan aura atau

disebut juga dengan migrain klasik biasanya didahului prodromal

gejala neurologis dan sering kali bersifat visual, seperti pandangan

menjadi kabur dan tampak semacam garis-garis zig-zag ataupun

gelombang seperti situasi di saat kita berada di tengah jalan dalam

cuaca panas yang terik (Tietjen, 2007).

3) Fase Serangan

Tanpa pengobatan, serangan migrain umumnya berlangsung

antara 4-72 jam. Migrain yang disertai aura disebut sebagai migrain

Page 15: Headache, Prevention to Rehabilitation

klasik. Sedangkan migrain tanpa disertai aura merupakan migrain

umum (common migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:

a) Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-

denyut atau ditusuk-tusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar

sampai terasa di seluruh bagian kepala.

b) Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan

aktivitas.

c) Mual, kadang disertai muntah.

d) Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi.

e) Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau

semutan.

f) Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi

(fotofobia dan fonofobia)

g) Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa

dingin

h) Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migrain

klasik), yang berkembang secara bertahap selama lebih dari 4

menit. Nyeri kepala dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada

saat yang bersamaan (Pakasi, 2005).

4) Fase Postdromal

Setelah serangan migrain, umumnya terjadi masa postdromal,

dimana pasien dapat merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan

seperti berkabut (Pakasi, 2005).

b. Nyeri kepala tipe tegang

Nyeri kepala tipe tegang (NKTT) merupakan istilah yang

digunakan untuk mendeskripsikan nyeri kepala tanpa sebab yang jelas

dan kurang memiliki gambaran khas dibanding migrain dan nyeri kepala

cluster. Mekanisme patofisiologi yang mendasarinya tidak diketahui

secara pasti dan ketegangan sepertinya bukan penyebab utama.

Kontraksi dari otot leher dan kulit kepala yang selama ini telah

Page 16: Headache, Prevention to Rehabilitation

dikatakan sebagai penyebab, kemungkinan hanya merupakan fenomena

sekunder (Pakasi, 2005).

Pada umumnya, NKTT merupakan gangguan kronik yang bermulai

setelah umur 20 tahun. Gangguan ini ditandai dengan serangan nyeri

kepala bilateral pada bagian occipital tanpa sensasi denyutan dan tidak

disertai rasa mual, muntah, atau gangguan penglihatan. Nyeri biasa

dideskripsikan seperti ada pita yang mengikat kepala dengan ketat.

Wanita lebih sering terkena dibanding pria (Pakasi, 2005).

Walaupun NKTT dan migrain dianggap suatu gangguan yang

berbeda, tidak jarang ditemukan pasien yang mengalami nyeri kepala

dengan gejala keduanya. Pasien yang diklasifikasikan NKTT seperti ini

mengalami nyeri kepala berdenyut, nyeri kepala unilateral, atau

mengalami muntah pada saat serangan. Konsekuensinya, mungkin lebih

tepat menganggap NKTT dan migrain merupakan perwakilan dari suatu

kutub berlawanan dari satu spektrum klinis (Pakasi, 2005).

Rasa nyeri yang timbul karena ketegangan ini biasanya menetap

dan tumpul yang dirasakan pada dahi, daerah pelipis dan di belakang

leher. Orang-orang selalu menggambarkan nyeri kepala karena tegang

ini seperti terikat perban sangat ketat yang melilit di kepala mereka.

Meskipun nyeri kepala karena tegang ini dapat berlangsung lama,

biasanya nyeri ini akan menghilang setelah masa stres berlalu. Nyeri

kepala karena tegang ini biasanya tidak dihubungkan dengan gejala-

gejala lain dan tidak ada sindrom pra nyeri kepala seperti yang terlihat

pada nyeri kepala karena migrain. Nyeri kepala karena tegang ini

diperkirakan 90% dari seluruh nyeri kepala (Prodjodisastro, 2005).

Tidak seperti serangan nyeri kepala pada umumnya, yang

menimbulkan rasa denyut di kepala. Pada saat nyeri kepala jenis ini

menyerang, kepala seperti terasa diikat di sekeliling kepala. Kadangkala

rasa diikat tersebut bercampur dengan rasa tertekan dan berat. Kalau

serangannya kronis, serangan bisa berlangsung minimal 15 hari, bahkan

6 bulan (Prodjodisastro, 2005).

Page 17: Headache, Prevention to Rehabilitation

Serangan nyeri kepala tipe tegang lebih sering dialami orang

dewasa dan jarang sekali terjadi pada anak-anak. Karena dari kebanyak

kasus nyeri kepala yang satu ini kebenyakan penyebabnya adalah

problema kehidupan seperti masalah rumah tangga pekerjaan. Akibat

serangan ini, penderitanya akan mengalami gangguan konsentrasi,

kurang tidur mudah lelah dan berat badan menurun (Prodjodisastro,

2005).

c. Nyeri kepala cluster

Nyeri kepala cluster merupakan sindroma nyeri kepala yang lebih

sering terjadi pada pria dibanding wanita. Nyeri kepala cluster ini pada

umumnya terjadi pada usia yang lebih tua dibanding dengan migrain.

Nyeri pada sindrom ini terjadi hemikranial pada daerah yang lebih kecil

dibanding migrain, sering kali pada daerah orbital, sehingga dikatakan

sebagai cluster. Jika serangan terjadi, nyeri ini dirasakan sangat berat,

nyeri tidak berdenyut konstan selama beberapa menit hingga 2 jam.

Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Donnet, kebanyakan pasien

mengalami serangan dengan durasi 30 hingga 60 menit (Mubarak,2009).

Tidak seperti migrain, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan

biasanya terjadi pada region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri

kepala ini umumnya terjadi pada malam hari, membangunkan pasien

dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam satu

hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar (burning

sensastion) pada aspek lateral dari hidung atau sebagai sensasi tekanan

pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral, kongesti nasal,

ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien

dengan gejala gastrointestinal (Mubarak,2009).

2. Nyeri kepala sekunder

Yang termasuk nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala

pascatrauma, nyeri kepala karena penyakit sistemik (anemia, hipertensi,

hipotensi), nyeri kepala organik sebagai bagian pendesakan ruang otak

Page 18: Headache, Prevention to Rehabilitation

(tumor otak, infeksi, atau perdarahan selaput otak), penyakit hidung dan

penyakit mata (Qimindra, 2009).

Nyeri kepala paska trauma termasuk dalam golongan nyeri kepala

sekunder. Karena disebabkan oleh adanya kelainan di kepala. Salah satu

nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala pascatrauma. Nyeri kepala jenis

ini biasanya dialami orang atau anak yang pernah menderita cedera kepala,

atau pernah menjalani operasi. Keluhan yang sering dialami penderitanya

bisa berat, bisa pula ringan (Mubarak,2009).

Bila nyeri kepala belangsung akut, rasa nyeri bisa terjadi dalam 2

minggu dan bisa sembuh dalam 8 minggu. Keluhan yang sering dialami

antara lain: pusing, sulit konsentrasi, mudah lelah. Nyeri kepala sekunder

lain adalah nyeri kepala yang disebabkan oleh penyakit infeksi. Penyakit

infeksi yang sering memicu nyeri kepala pada anak antara lain; sinusitis,

kelainan mata, nyeri gigi, radang tenggorokan, telinga, leher. Dekatnya

jarak organ tersebut dengan otak memungkinkan bibit penyakit masuk ke

otak dan menimbulkan infeksi yang berlanjut dengan timbulnya rasa nyeri

(Mubarak,2009).

Simpul saraf pada organ di kepala yang dekat dengan sistem saraf

pusat alias otak, memungkinkan rasa nyeri pada organ di kepala menjalar

dengan cepat ke otak. Ini akan menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri

tersebut bisa parah, bisa pula ringan tergantung infeksi penyakit yang ada.

Rasa nyeri bisa berupa rasa tidak enak, hingga rasa seperti kesetrum.

Lamanya serangan nyeri kepala bisa berlangsung dalam detik hingga jam

(Qimindra, 2009).

E. PENERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium darah.

Pemeriksaan darah berguna dalam menegakkan diagnosis penyakit, seperti

adanya proses infeksi ataupun inflamasi yang ditunjukkan dengan meningkatnya

jumlah sel darah putih, ESR (erythrocyte sediment rate) atau CRP (C-reactive

protein). Dengan adanya hasil pemeriksaan darah kita juga dapat mengetahui

Page 19: Headache, Prevention to Rehabilitation

adanya gangguan elektrolit, serta kondisi dari berbagai macam fungsi organ

seperti hati, ginjal maupun sistem endokrin.

Nyeri kepala sekunder juga seringkali disebabkan oleh gangguan pada

system endokrin yakni adanya endocrinopati (tumor pituitary, penyakit tiroid) .

Contoh kasus yang memerlukan pemeriksaan laboratorium darah:

a. Trauma kepala dan nyeri kepala yang berhubungan dengan perdarahan

intracranial. Adanya koagulopati dapat menyebabkan trombositopenia, waktu

paruh protrombin serta aktivasi parsial tromboplastin yang memanjang.

b. Abses intrakranial, dapat menunjukkan adanya leukositosis, peningkatan

kadar protein serta kadar glukosa yang rendah, dengan peningkatan tekanan

pada LP.

c. Benign intracranial hypertension, adanya peningkatan tekanan pada LP tanpa

disertai leukositosis maupun perubahan konsentrasi dari glukosa dan protein.

d. Iritasi meningeal:

1) Meningitis: Dengan LP menunjukkan adanya peningkatan tekanan,

leukositosis, kadar glukosa rendah, serta kadar protein yang tinggi

(meningitis, ensepalitis) serta adanya bakteri pada pewarnaan Gram.

2) Perdarahan Subarrachnoid, adanya perdarahan pada CSF/LCS ,

peningkatan tekanan pada LP. Pemeriksaan dengan LP merupakan

pemeriksaan yang paling sensitif pada perdarahan subarachnoid

e. Epilepsi, mengetahui kadar obat antikonvulsan pada pasien nyeri kepala

dengan riwayat epilepsi.

2. Neuroimaging

Pemeriksaan neuroimaging meliputi Computed tomography (CT) dan

magneting resonance imaging/angiography (MRI/MRA) yang ditujukan untuk

mendeteksi kelainan struktural yang menyebabkan gejala simtomatis nyeri

kepala.

CT scan mampu mendeteksi adanya perdarahan, edema serta adanya tumor.

Dengan menggunakan injeksi kontras pada intravena, arteri pada otak akan

Nampak. Sedangkan dengan MRI kita dapat melihat lebih jelas anatomi dari otak,

meninges dimana pemeriksaan dengan menggunakan MRI lebih sensitif untuk

gangguan yang spesifik seperti pada daerah fossa posterior dan cervical/medular.

Pemeriksaan neuroimaging tidak dibenarkan pada nyeri kepala berulang ( seperti

migrain) yang tidak ditemukan adanya gangguan neurologi, riwayat kejang, atau

Page 20: Headache, Prevention to Rehabilitation

adanya riwayat pada perubahan nyeri kepala. Pemeriksaan neuroimaging dapat

dilakukan pada nyeri kepala yang atypical.

a. Nyeri kepala yang berhubungan dengan sinus

Diagnosis nyeri kepala yang berkaitan dengan sinusitis didukung dengan

adanya riwayat infeksi pada system respirasi bagian atas yang persisten

setidaknya selama 10 hari. CT scan tidak digunakan untuk menegakkan

diagnosis dari sinusitis, tapi dibutuhkan pada pasien yang telah mendapat

antibiotik tetapi keluhannya tidak juga berkurang maupun pada pasien yang

dipertimbangkan untuk operasi setelah gagal dalam pemberian antibiotik.

b. Trauma kepala

c. Massa intracranial

d. Benign intracranial hypertension (pseudotumor cerebri)

CT scan menunjukkan gambaran normal atau ditemukannya gambaran

slit-like ventricles, CT scan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis

pada pasien dengan tekanan intracranial yang meningkat, seperti adanya

tumor.

e. Iritasi meningeal

Hasil yang positif kurang lebih 90% pada pasien dengan perdarahan

subarachnoid, oleh karena itu diperlukan juga LP pada pasien yang tidak

menunjukkan gangguan pada CT scan. Perlu diketahui bahwa CT scan

merupakan alat yang baik untuk menunjukkan adanya perdarahan intracranial

karena malignant HTN maupun lesi vaskular.

f. Epilepsi

Jika ditemukan adanya perubahan pada pemeriksaan neurologi, maka

neuroimaging dapat dilakukan. Jika pada awalnya pasien kejang dan disertai

dengan nyeri kepala diperbolehkan untuk melakukan pemeriksaan

neuroimaging meskipun pemeriksaan neurologinya normal, hal ini

dimasudkan untuk menhilangkan kemungkinan adanya tumor intracranial.

3. Lumbal pungsi

Indikasi lumbal pungsi :

a. Meningitis bakterial atau viral

b. Perdarahan subarachnoid

c. Carcinomatous meningitis

d. Pseudotumor cerebri

Page 21: Headache, Prevention to Rehabilitation

e. Enchepalitis

f. Penyakit sistemik yang mempengaruhi system saraf pusat seperti

sarcoidosis, SLE, vasculitis

4. Elektroensepalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG yang dilakukan dengan merekam gelombang otak

pada dasarnya jarang dibutuhkan pada pemeriksaan pasien yang mengalami nyeri

kepala. EEG mungkin berguna pada pasien dengan riwayat kejang, trauma kepala

yang disertai gejala penurunan kesadaran.

5. Termografi

Pemeriksaan dengan menggunakan thermography kurang berguna dalam

menegakkan diagnosis maupun pengelolaan pasien dengan gejala nyeri kepala.

6. Transcranial doppler

Trancranial Doppler dianggap tidak memberikan nilai yang cukup berarti

pada pasien dengan gejala nyeri kepala.

F. TERAPI PREVENTIF

Terapi preventif merupakan pencegahan agar frekuensi, lama dan

intensitas serangan nyeri kepala dapat berkurang atau bahkan dihilangkan.

Terapi preventif biasanya disarankan untuk (Wenzel, 2009):

1. Pasien yang mengalami nyeri kepala 4 kali atau lebih

dalam 1 bulan.

2. Pasien yang tidak sembuh dengan terapi abortive

3. Pasien dengan serangan nyeri kepala yang sangat

mengganggu.

Tatalaksana migrain berfokus pada pencegahan faktor pemicu,

mengontrol gejala dan obat untuk mencegah serangan berulang. Hal ini

diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup individu tersebut (Turana,

2008) Karena pencegahan migrain untuk jangka panjang mampu

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan mengurangi frekuensi, keparahan,

Page 22: Headache, Prevention to Rehabilitation

dan durasi serangan. Selain itu, terapi ini juga mampu meningkatkan fungsi

dan mengurangi ketidakmampuan penderita.

Sedangkan terapi preventif tersedia dua macam yaitu terapi

farmakologi dan non farmakologi.

TERAPI FARMAKOLOGI

Nyeri kepala biasanya ditangani dengan dua prinsip yaitu abortif dan

preventif. Pengobatan preventif mungkin menyebabkan pengobatan abortif

menjadi lebih efektif. Tidak seperti pada pengobatan abortif, pengobatan

preventif harus diminum setiap hari, baik saat nyeri kepala maupun tidak.

Mungkin diperlukan waktu selama 4-6 minggu terapi untuk mendapatkan efek

yang maksimal dari pengobatan tersebut. Jangan menghentikan pengobatan

preventif secara tiba-tiba. Beberapa obat harus dihentikan secara perlahan

untuk menghindari efek sampingnya (Wenzel, 2009).

1. Beta-blockers

Obat ini bekerja melalui kestabilan pembuluh darah, seperti

meminimalkan perubahan ukuran dan membatasi stimulasi dari saraf di

sekitarnya. Beta-blockers juga dapat menghentikan efek–efek

neurotransmitter yang bekerja pada pembuluh darah. Efek samping yang

mungkin terjadi termasuk kelelahan, gangguan tidur, penurunan denyut

jantung dan disfungsi seksual. Beberapa beta-blockers yang digunakan

untuk mengobati nyeri kepala adalah propranolol (Inderal, Inderal LA),

nadolol (Corgard), bystolic (nebivolol), atenolol (Tenormin) dan

metroprolol (Lopressor, Toprol XL) (Wenzel, 2009).

2. Botox (botulinum)

Botulinum adalah toksin yang terbentuk secara alami. Ketika

diberikan melalui suntikan subkutan pada dosis rendah, dapat

menimbulkan manfaat untuk kesehatan termasuk pencegahan terhadap

nyeri kepala yang kronis (Wenzel, 2009).

3. Calcium channel blockers

Page 23: Headache, Prevention to Rehabilitation

Sama dengan beta-blockers, obat ini membantu kestabilan

pembuluh darah. Efek samping potensial meliputi konstipasi, penurunan

tekanan darah, muka kemerahan dan gangguan pencernaan. Contoh

obatnya verapamil (Isoptin, Calan, Verelan, Covera) dan nimodipine

(Nimitop) (Wenzel, 2009).

4. Dopamine reuptake inhibitors

Obat seperti bupropion (Wellbutrin) meningkatkan jumlah

dopamin yang tersedia untuk digunakan oleh tubuh. Individu dengan

riwayat kejang tidak boleh menggunakan obat ini. Efek sampingnya

termasuk agitasi, insomnia dan gangguan pencernaan (Wenzel, 2009).

5. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI)

SSRI meningkatkan jumlah serotonin yang tersedia untuk

digunakan oleh tubuh. Efek samping yang potensial adalah mengantuk,

konstipasi, insomnia, gangguan pencernaan, tremor dan disfungsi seksual.

SSRI yang digunakan untuk pengobatan nyeri kepala meliputi fluoxetine

(Prozac), paroxetine (Paxil),setraline (Zoloft), citalopram (Celexa) dan

escitalopram (Lexapro) . (Wenzel, 2009)

6. Serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI)

SNRIs seperti venlafaxine (Effexor XR) dan duloxetine

(Cymbalta) meningkatkan jumlah serotonin dan norepinephrine yang

tersedia untuk digunakan tubuh. Sebagai tambahan obat ini juga

menyebabkan efek samping yang sama seperti SSRIs, obat ini juga dapat

menyebabkan kekeringan pada mata dan mulut (Wenzel, 2009).

7. Specific serotonergic/noradrenergic

Obat seperti mirtazapine (Remeron) menyebabkan tubuh

melepaskan sejumlah serotonin dan norepinephrine dan menghentikan

efek histamin. Efek samping yang mungkin adalah mengantuk yang

berlebihan, konstipasi, dan mulut kering (Wenzel, 2009).

8. Tricyclic antidepressants

Obat ini mengubah jumlah serotonin dan norepinephrine yang

tersedia yang dapat digunakan oleh tubuh. Obat ini juga dapat

Page 24: Headache, Prevention to Rehabilitation

menghentikan efek histamin (pelepasan histamin dapat menghasilkan

pembengkakan dari pembuluh darah dan berperan dalam nyeri). Efek

samping yang mungkin adalah mengantuk, gangguan pencernaan, mulut

kering, kekeringan bola mata, konstipasi dan disfungsi seksual. Misalnya

amitriptyline (Elavil), protriptyline (Vivactil), doxepine (Sinequan),

desipramine (Norpramine), imipramine (Tofranil), nortriptyline (Pamelor),

trimipramine (Surmontil) dan amitriptyline/chlordiazepoxid (Limbitrol)

(Wenzel, 2009).

9. Obat anti kejang divalproex telah terbukti bisa mengurangi frekuensi

serangan migrain, jika diminum setiap hari (Depkes Yogyakarta, 2009).

10. Metisergid merupakan salah satu obat yang paling efektif dalam mencegah

migrain, tetapi tidak boleh digunakan terus menerus, karena memiliki

komplikasi berupa fibrosis peritonealis (pembentukan jaringan parut di

dalam perut), yang bisa menghalangi aliran darah ke organ vital. Karena

itu penggunaan obat ini harus dibawah pengawasan ketat (Depkes

Yogyakarta, 2009).

TERAPI NON FARMAKOLOGI

Terapi non farmakologi dilakukan mulai dari proses edukasi migrain,

menghindari faktor pencetus, olah raga dan melakukan perubahan gaya hidup.

Beberapa contohnya adalah (Alexander, 2009):

1. Menjaga kebiasaan tidur teratur. Coba tidur sekurang-kurangnya 6-8 jam

setiap malam dan coba berpedoman pada jadwal tidur yang sama. Terlalu

sedikit tidur (dan kadang-kadang terlalu banyak) dapat nyeri kepala .

2. Eliminasi stres yang tidak perlu. Tetapi bila kita dapat melakukan sesuatu

untuk mengurangi tekanan dan tegangan di dalam hidup kita, tentu akan

membantu mengurangi kesempatan timbulnya nyeri kepala . Hal ini dapat

dilakukan dengan cara mangambil cuti untuk berlibur, relaksasi dengan

meditasi atau mendapatkan konseling psikolog tentang penurunan stres.

3. Melakukan beberapa latihan kebugaran. Latihan dapat menjaga tubuh dan

jiwa dengan berbagai cara, tetapi mungkin yang terpenting bagi seorang

Page 25: Headache, Prevention to Rehabilitation

penderita nyeri kepala, latihan dapat melepaskan endorfin, penawar alami

untuk nyeri. Satu teori tentang mengapa sebagian orang mendapatkan

nyeri kepala yang menjengkelkan adalah bahwa penderita nyeri kepala

hanya mempunyai lebih sedikit endorfin dibanding orang lain.

4. Jangan merokok. Ada satu juta pertimbangan untuk

berhenti/meninggalkan merokok, dan fakta bahwa merokok dapat

membuat nyeri kepala merupakan salah satu alasannya. Merokok

menyebabkan palebaran pembuluh vena dan juga seluruh darah yang

beredar ke otot, dan itu adalah salah satu faktor pokok pada serangan nyeri

kepala .

5. Hanya minum alkohol yang cukup. Berhati-hatilah terutama sekali untuk

anggur merah yang mempunyai banyak catatan dalam mengakibatkan

nyeri kepala .

6. Minum banyak air putih. Sebagian besar manusia menderita dehidrasi

yang ringan dan mereka tidak mengetahuinya. Salah satu tanda dari

dehidrasi ringan adalah nyeri kepala .

7. Meregangkan leher. Cobalah mengingat untuk selalu meregangkan leher

dan daerah ekstremitas atas, terutama jika kamu mengerjakan sesuatu di

meja tulis, di depan suatu komputer, di belakang roda/kemudi, dan lain

lain. Hal ini dapat dengan sangat efektif mencegah serangan nyeri kepala .

Mempelajari beberapa yoga yang sederhana atau gerakan peregangan yang

lain dapat membantu.

8. Makan Sehat. Makanan, bagaimanapun ini mempengaruhi kimia otak dan

dapat mengubah ukuran pembuluh darah. Sebagai tambahan ada makanan

dan minuman tertentu yang dapat mencetuskan nyeri kepala di (dalam)

orang-orang yang tertentu.

9. Menghindari terlalu banyak kopi. kopi dalam jumlah sedikit adalah baik,

tetapi mengkonsumsinya berlebihan dapat menimbulkan nyeri kepala.

10. Hati-Hati terhadap keju yang tua. Keju yang tua seperti Negeri swiss,

cheddar dan mozzarella. Ini berisi tyramine, suatu campuran yang alami

Page 26: Headache, Prevention to Rehabilitation

yang dapat menyebabkan pelebaran dan penyempitan dari pembuluh

darah.

11. Monitor zat pengawet makanan, seperti monosodium glutamate atau MSG,

sulfit (sering digunakan pada buah kering dan wine) dan nitrit (digunakan

dalam pengawetan daging) yang dianggap sering menyebabkan nyeri

kepala .

Mengusahakan pengaturan lingkungan seperti perbedaan waktu,

ketinggian, perubahan tekanan barometrik, dan perubahan cuaca (Turana,

2008).

G. TERAPI KURATIF

Pengobatan nyeri kepala diharapkan dapat meringankan pasien setidaknya

salah satu dari:

1. Efek menyerupai serotonin

2. Mempertahankan kadar serotonin tubuh yang sesuai (atau neurotransmiter

lainnya)

3. Membatasi inflamasi

4. Menstabilkan pembuluh darah

5. Mengurangi tegangan otot (Wenzel, 2009)

Pengobatan pada nyeri kepala merupakan proses jangka panjang.

Meskipun pengobatan dapat memberikan keuntungan, tetap akan lebih efektif

bila dikombinasi dengan terapi lainnya, meliputi pengaturan diet, manajemen

stres, cukup tidur, konseling, dan latihan (Wenzel, 2009).

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati nyeri kepala dapat

dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu terapi abortif, dan terapi

preventif (Gelfand, 2008). Untuk terapi preventif telah dibicarakan diatas

sedangkan terapi abortif merupakan pengobatan yang ditujukan untuk

menghentikan nyeri kepala (Gelfand, 2008), mengatasi gejala nyeri kepala

sesudah gejala itu muncul. Gejala-gejala ini dapat meliputi nyeri yang terjadi

pada kepala, dan gejala lain yang menyertainya, yang berhubungan dengan

Page 27: Headache, Prevention to Rehabilitation

tipe nyeri kepala tersebut, seperti mual dan muntah yang sering menyertai

migrain (King, 2007). Obat-obatan yang termasuk dalam terapi abortif yaitu:

1. Antihistamin

Antihistamin seperti hidroksizin dan difenhidramin dapat efektif

mengurangi nyeri. Selain itu, antihistamin juga mampu mengurangi rasa

mual dan menghentikan efek samping obat lain seperti droperidol. Efek

samping yang mungkin dapat muncul adalah perasaan mengantuk, mulut

kering, retensi urin, dan konstipasi (Wenzel, 2009).

2. Kortikosteroid

Steroid bekerja dengan mengurangi inflamasi di pembuluh darah

selama serangan nyeri kepala. Tablet steroid dapat diberikan dalam dosis

tapering, atau dapat pula digunakan steroid long-acting secara injeksi.

Berikan steroid bersama makanan, karena steroid pada umumnya dapat

menyebabkan gangguan pada lambung. Steroid juga dapat menyebabkan

gangguan tidur dan perubahan kadar gula darah, terutama pada orang-

orang dengan diabetes. Penggunaan steroid secara terus-menerus dalam

jangka waktu lama dapat menyebabkan efek samping yang serius.

Penggunaan steroid pada nyeri kepala dibatasi kurang dari seminggu untuk

mengurangi komplikasi. Steroid yang digunakan untuk pengobatan nyeri

kepala antara lain prednisone, dexamethason, and metilprednisolon

(Wenzel, 2009). 

3. Asam valproat

Bila diberikan secara infus intravena tetesan cepat, asam valproat

menunjukkan adanya efek anti nyeri yang tidak terlihat apabila diberikan

per oral. Asam valproat menghentikan kerja neurotransmitter yang

menghubungkan sinyal-sinyal nyeri. Efek samping jarang terjadi (Wenzel,

2009)

4. Dihidroergotamin

DHE-45 bekerja menyerupai beberapa efek serotonin dan secara

langsung mengurangi ukuran pembuluh darah. Satu rangkaian DHE-45

adalah pemberian tiap 8 jam sebanyak 9 dosis. Jika rangkaian pertama

Page 28: Headache, Prevention to Rehabilitation

pemberian DHE-45 tidak berhasil, dapat diulang lagi. DHE-45 dapat

menyebabkan gangguan pada lambung. Jadi, sebelum pemberian DHE-45,

harus terlebih dahulu diberikan anti emetik. DHE-45 sama dengan

ergotamin. Keduanya dapat menyebabkan perasaan geli pada tangan atau

tungkai bawah, meningkatkan tekanan darah, dan mulut kering (Wenzel,

2009).

5. Ergotamin

Ergotamin bekerja dengan mengurangi ukuran pembesaran pembuluh

darah. Meskipun telah digunakan secara luas sejak beberapa dekade yang

lalu, penggunaan ergotamin mengalami penurunan secara signifikan.

Sekarang ini telah tersedia pengobatan yang lebih efektif dan yang bisa

ditoleransi dengan lebih baik (Wenzel, 2009).

6. Magnesium

Bagaimana magnesium dapat menghentikan serangan nyeri kepala

masih belum diketahui. Akan tetapi, inhibisi perubahan pembuluh darah

dan penurunan inflamasi diduga sangat berperan. Efek sampingnya ringan

dan jarang, meliputi kemerahan pada wajah atau leher dan penurunan

tekanan darah. Defisiensi magnesium dapat menjadi pemicu serangan

migrain pada beberapa orang. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian

suplemen magnesium per oral (Wenzel, 2009).

7. Muscle relaxan

Pengobatan ini membantu merelaksasi tegangan otot dan memblokir

persepsi nyeri pada tubuh. Efek samping obat ini adalah mengantuk,

kelemahan otot, insomnia, dan vertigo. Contoh dari muscle relaxan yaitu

orphenadrine, baclofen, metaxalone, cyclobenzaprine, carisoprodol,

chlorzoxazone, tizanidine dan orphenadrine dengan kafein and aspirin

(Wenzel, 2009).

8. Anti inflamasi non-steroid

Anti inflamasi non steroid (AINS) dapat mengurangi inflamasi yang

terjadi selama serangan nyeri kepala. Semua AINS dapat mengiritasi

lambung. Oleh karena itu, selalu berikan AINS bersama makanan atau

Page 29: Headache, Prevention to Rehabilitation

bersama air yang banyak. Contoh AINS antara lain ketorolac, ibuprofen,

flubiprofen, indometasin and etodolac. Penghambat Cox-2, yang sama

dengan AINS juga dapat digunakan untuk pengobatan nyeri kepala dan

inflamasi (Wenzel, 2009).

9. Opioid

Opioid atau narkotik bekerja pada system saraf dengan cara memblokir

persepsi nyeri. Opioid tidak boleh diberikan tiap hari. Gunakan opioid

hanya bila diperlukan. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain

mengantuk, konstipasi, gangguan pada lambung, tekanan darah rendah,

dan ketergantungan. Beberapa opioid yang digunakan untuk nyeri kepala

kronis yaitu dolophine (methadone), nalbuphine dan butorphanel (injeksi

and nasal spray) (Wenzel, 2009).

10. Fenotiazin

Cara kerja fenotiazin untuk mengurangi nyeri kepala belum dapat

dimengerti, tetapi dipercaya efeknya terletak pada neurotransmitter. Selain

itu, fenotiazin dapat mengurangi mual dan muntah. Fenotiazin dapat

menyebabkan mengantuk, tekanan darah rendah, dan tremor. Fenotiazin

yang digunakan untuk pengobatan nyeri kepala meliputi droperidol,

promethazine dan prochlorperazine (Wenzel, 2009).

11. Triptan

Triptan bekerja menyerupai efek serotonin dan menjaga ukuran normal

pembuluh darah. Bila satu triptan tidak efektif mengurangi nyeri kepala,

dapat dicoba pemberian triptan jenis lain. Pada situasi khusus seperti

migrain menstrual, triptan dapat digunakan untuk lebih dari 2 atau 3 hari

berturut-turut. Efek samping yang mungkin terjadi meliputi dada sesak,

rasa geli, dan wajah kemerahan. Triptan yang sering digunakan antara lain

sumatriptan, rizatriptan, zolmitriptan, almotriptan, eletriptan, frovatriptan,

dan naratriptan (Wenzel, 2009).

12. Anestesi

Kokain cair dan lidokain sering digunakan. Keduanya menghentikan

pengiriman sinyal nyeri pada saraf. Pengobatan ini mempunyai durasi

Page 30: Headache, Prevention to Rehabilitation

singkat, kadang hanya menghilangkan nyeri selama 15 menit. Obat ini

diberikan melalui hidung, yang memungkinkan obat untuk dapat

mengadakan kontak dengan saraf (Wenzel, 2009).

13. Oksigen

Menghirup oksigen melalui masker dapat secara cepat meningkatkan

jumlah oksigen yang dihantarkan oleh pembuluh darah ke kepala dan

mengakibatkan perubahan pada pembuluh darah sehingga dapat

menghentikan serangan nyeri kepala (Wenzel, 2009).

H. TERAPI REHABILITATIF

Prinsip penanganan pada nyeri kepala dengan analgesic rebound meliputi

tiga langkah yaitu:

a. Perencanaan pengobatan transisi

b. Terapi nonfarmakologi

c. Medikasi profilaksis yang dimulai seawal mungkin pada awal

terapi yang harus digunakan pada pasien dengan serangan nyeri lebih dari

dua kali setiap minggunya.

Mengurangi faktor resiko terjadinya nyeri kepala adalah pendekatan baik

dalam mengontrol nyeri kepala sedini mungkin sesuai sebab terjadinya nyeri

kepala.

Akupuntur juga memiliki pengaruh yang menguntungkan dalam

penanganan nyeri kepala yang kronis. Jika nyeri kepala timbul tiga atau lebih

setiap bulan, terapi pencegahan sangat diperlukan. Terapi farmakologis,

latihan biofeedback, mengurangi stress, mencegah konsumsi makanan yang

mencetuskan terjadinya nyeri kepala sangat diperlukan dalam mencegah

kekambuhan, mengontrol migrain dan nyeri kepala vaskuler lainnya. Latihan

teratur, seperti berenang, atau jalan santai juga dapat mengurangi frekuensi

serangan nyeri kepala.

Terapi farmakologi sering dikombinasikan dengan terapi biofeedback dan

terapi relaksasi. Obat yang paling sering digunakan dalam mengatasi gejala

Page 31: Headache, Prevention to Rehabilitation

nyeri kepala adalah sumatripan, sedangkan metilgliserid maleat sering dipakai

sebagai terapi pencegahan. Untuk mengurangi frekuensi dan berat serangan

sering digunakan propanolol hidroklorida sebagai vasokonstriktor pembuluh

darah. Sedangkan ergotamin tartrat sebagai dingunakan sebagai pengurang

nyeri.

Biofeedback dapat digunakan untuk memberikan umpan balik langsung

kepada pasien dengah parameter-parameter tertentu seperti tegangan otot dan

suhu kulit, kemudian pasien diajarkan untuk menggunakan kendali terhadap

hal-hal tersebut dengan menggunakan perantara syaraf somatik maupun

otonom. Pada pasien dengan nyeri yang kronik, terapi biofeedback dapat

dilakukan untuk mempermudah relaksasi, mengurangi ketegangan otot dan

kecemasan, menunjukkan peran dari pikiran dalam memodifikasi respon fisik,

serta meningkatkan perbaikan pola tidur.

Karena strees merupakan salah satu faktor pencetus nyeri kepala, maka

penting untuk bisa melakukan tehnik management stress yang efektif yang

bisa dipraktikaan setiap hari untuk menurunkan ambang stress sehingga lepas

dari strees tersebut secara cepat dan tepat. Terapi mind-body bisa mengurangi

stress pada 50%-70% penderita nyeri kepala. Tehnik management stress

berbeda untuk setiap individu. Meditasi, relaksasi, self hypnosis dan autogenic

training bisa mengurangi frekuensi dan beratnya nyeri kepala (Holroyd et al,

2006).

Dalam sebuah penelitian di Swedia menunjukan bahwa exercise dapat

mengurangi fekuensi, intensitas serta pengobatan migrain. Exercise dapat

meningkatkan kadar endorfin sehigga bisa mengurangi frekuensi serta

intensitas serangan nyeri kepala. Endorfin merupakan zat yang bisa

mengurangi rasa nyeri (Williams, 2004). Program exercise dalam penelitian

tersebut adalah 15 menit pemanasan, 20 menit gerakan inti dan diakhiri

dengan 5 menit gerakan pendinginan (Walling, 2009). Exercise sebaiknya

dilakukan secara rutin 3 kali seminggu, dilakukan saat pagi hari dan tidak

dilakukan saat sedang mengalami serangan sakit kepala (Kittredge, 2009). D

Page 32: Headache, Prevention to Rehabilitation

Dalam sebuah penelitian didapatkan bahwa terapi manipulasi mobilisasi

sendi servikal, baik secara capat maupun pelan, dan terapi latihan endurance

beban rendah untuk melatih kontrol otot servicoscapular juga dapat

mengurangi baik frekuensi, intensitas maupun durasi serangan nyeri kepala

servikogenik ( Jull G et al, 2002).

Terapi pemijatan dapat meningkatkan aliran darah dan limfe, relaksasi

otot, dan mengurangi stress. Pijatan dapat menurunkan kadar kortisol san

menigkatkan kadar serotonin dan dopamin. Terapi ini dapat menurunkan

frekuensi serangan nyeri kepala dan memperbaiki kualitas tidur (lawler et al,

2006).

Pasien harus diberikan pendidikan dalam mengelola faktor-faktor yang

dapat dikendalikan yang dapat memepengaruhi kadar nyeri kepala. Seperti

contohnya, efek samping dari inaktivitas, dekondisi mekanisme tubuh yang

buruk, pengguna narkotik, sedatif, dan penenang, dan penarikan diri dari

masyarakat.

Pembatasan aktivitas pada pasien dengan nyeri kepala yang kronis

mengakibatkan dekondisi dan hilangnya fleksibilitas, sehingga pasien perlu

diberikan latihan untuk mengembalikan fleksibilitas otot dan latihan

pemeliharaan umum seperti berjalan santai, bersepeda, atau berenang.

Pendidikan psikososial perlu diberikan pada pasien dan keluarganya

dengan wawancara, observasi perilaku, dan pengujian psikologis. Masalah-

masalah yang memerlukan penanganan lanjut secara umum mencakup:

- Sifat nyeri

- Depresi yang timbul akibat nyeri

- Stress

- Disfungsi dalam lingkungan pasien

Page 33: Headache, Prevention to Rehabilitation

BAB III

KESIMPULAN

Nyeri kepala merupakan suatu gejala gangguan neurobiologi yang

dapat mengenai semua usia. Secara garis besar, nyeri kepala dapat

diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. Migrain dan

tension headache mempunyai angka kejadian paling besar dan sangat

potensial dalam mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.

Tidak semua nyeri kepala membutuhkan penanganan medis. Namun,

ada juga nyeri kepala yang menunjukkan tanda bahwa sesuatu yang serius

terjadi dan membutuhkan penilaian medis secara tepat dan cepat. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan meliputi laboratorium darah, neuroimaging,

lumbal pungsi, elektroensepalografi (EEG), termografi dan transcranial

doppler

Terapi pada nyeri kepala meliputi terapi farmakologi maupun non-

farmakologi. Terapi farmakologi dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori

yaitu terapi abortif dan terapi preventif. Terapi preventif akan meningkatkan

efektivitas dari terapi abortif. Terapi non farmakologi dilakukan mulai dari

proses edukasi, menghindari faktor pencetus, olah raga dan melakukan

perubahan gaya hidup.

Page 34: Headache, Prevention to Rehabilitation

Peran rehabilitasi dalam penanganan nyeri kepala ini dapat dilakukan

dengan latihan biofeedback, terapi relaksasi, terapi psikologi, terapi pemijatan,

terapi latihan , serta teknik manipulasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Andrew, 2009. Preventive Headache. http://www.trustyguides.com/headaches2.html. (4 Juni 2009)

Brown MR.(1951). "The classification and treatment of headache". Med. Clin. North Am. 35 (5): 1485–93. PMID 14862569.

Detsky ME, McDonald DR, Baerlocher MO, Tomlinson GA, McCrory DC, Booth CM. Does this patient with headache have a migraine or need neuroimaging? JAMA 2006;296:1274–83

Dinas kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009. Nyeri Kepala. http://www.dinkes-diy. org /?x=berita&id_berita=24022009121147 . (4 Juni 2009).

Edlow JA, Panagos PD, Godwin SA, Thomas TL, Decker WW (October 2008). "Clinical policy: critical issues in the evaluation and management of adult patients presenting to the emergency department with acute headache". Ann Emerg Med 52 (4): 407–36. doi:10.1016/j.annemergmed.2008.07.001. PMID 18809105. 

Gelfand, Jonathan L. 2008. Types of Migraine and Headache Medications. http://www. webmd .com/migraines-headaches/guide/headache-treatment- medications (tanggal akses: 4 Juni 2009)

Holroyd KA, Drew JB. 2006. Behavioral approaches to the treatment of migraine. Semin Neurol 26:199-207

Page 35: Headache, Prevention to Rehabilitation

Jes Olesen, Peter J. Goadsby, Nabih M. Ramadan, Peer Tfelt-Hansen, K. Michael A. Welch (2005). The Headaches (3 ed.). Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 0781754003.

Jull G, Trott P, Potter H, et al.. 2002. A randomized controlled trial of exercise and manipulative therapy for cervicogenic headache.Spine ;27:1835–43

King, Steven A. 2007. Headache Medications. http://yourtotalhealth.ivillage.com/headache-medications.html (tanggal akses: 4 Juni 2009)

Kittredge C. 2009. Exercise Can Help You Beat Headaches.http://www.everydayhealth.com/headache-and-migraine/exercise-to-beat-headaches.aspx (12 juni 2009)

Lawler SP, Cameron LD. 2006. A randomized, controlled trial of massage therapy as a treatment for migraine. Ann Behav Med.;32:50-59

Morris Levin, Steven M. Baskin, Marcelo E. Bigal (2008). Comprehensive Review of Headache Medicine. Oxford University Press US. ISBN 0195366735. 

Mubarak, Husnul, 2009. cephalgia. http://cetrione.blogspot.com (diakses tanggal 5 Juni 2009)

Pakasi, Ronald E, 2005. Migrain : Bukan Sembarang Nyeri Kepala. www.medicastore.com (diakses tanggal 5 Juni 2009)

Prodjodisastro, Sutarto, 2005. Si Kecil Sering Mengeluh Pusingwww.Mother And Baby Wed.com . Cyberwoman

Qimindra, Fajar Rudy, 2009. Kenali Gejala dan Obat Nyeri Kepala. Health www.perempuan.com (diakses tanggal 5 Juni 2009)

Sun Y, Gan TJ (December 2008). "Acupuncture for the management of chronic headache: a systematic review". Anesth. Analg. 107 (6): 2038–47. doi:10.1213/ane.0b013e318187c76a. PMID 19020156

Turana, Yuda, 2008. Migrain Diagnosis dan Tatalaksana. http://www.medikaholistik.com/2033/2004/11 /28/medika.html?xmodule=document_detail&xid=197. (4 Juni 2009)

The Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society. http://216.25.100.131/ihscommon/guidelines/pdfs/ihc_II_main_no_print.pdf.

Walling E. 2009. Reduce Headaches with Regular exercise.

Page 36: Headache, Prevention to Rehabilitation

http://www.NaturalNews.com/026062_migraine_headaches_migraines.html (12 Juni 2009)

Wenzel, Richard. 2009. Headache Medication Guide. National Pain Foundation. http://www. nationalpainfoundation .org/articles/511/headache-medication- guide (tanggal akses: 4 Juni 2009)

Williams M. 2004. Eexercise : A New Migraine HeadacheTherapyhttp://bastyrcenter.org/content/view/436/.( 12 juni 2009)