gtgtrg

13
Sejarah dan Perkembangannya Hukum Internaasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara- negara, lahir dengan kelahiran yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa: Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja- raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum. Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat. Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi. Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih

Upload: vini

Post on 18-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kk

TRANSCRIPT

Sejarah dan Perkembangannya

Hukum Internaasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:

Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.

Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.

Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi. Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.

Lingkungan kebudayaan Yunani. Hidup dalam negara-negara kita. Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.

Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal dari rasion atau akal manusia.

Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas pacta sunt servanda merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.

Abad pertengahan

Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.

Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktikan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang.

Perjanjian Westphalia[sunting | sunting sumber]Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrck (15 Mei 1648) dan di Mnster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di Kekaisaran Romawi Suci dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda.

Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah:

1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .

2. Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.

3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.

4. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.

Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.

Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.

Ciri-ciri masyarakat Internasional[1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.

2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.

3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.

4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.

5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.

6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.

Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.

International law is the set of rules generally regarded and accepted as binding in relations between states and between nations. It serves as a framework for the practice of stable and organized international relations. International law differs from state-based legal systems in that it is primarily applicable to countries rather than to private citizens. National law may become international law when treaties delegate national jurisdiction to supranational tribunals such as the European Court of Human Rights or the International Criminal Court. Treaties such as the Geneva Conventions may require national law to conform to respective parts signed and ratified.

Much of international law is consent-based governance. This means that a state member of the international community is not obliged to abide by this type of international law, unless it has expressly consented to a particular course of conduct. This is an issue of state sovereignty. However, other aspects of international law are not consent-based but still are obligatory upon state and non-state actors such as customary international law and peremptory norms (jus cogens).

The term "international law" can refer to three distinct legal disciplines:

5. Public international law, which governs the relationship between states and international entities. It includes these legal fields: treaty law, law of sea, international criminal law, the laws of war or international humanitarian law and international human rights law.

6. Private international law, or conflict of laws, which addresses the questions of (1) which jurisdiction may hear a case, and (2) the law concerning which jurisdiction applies to the issues in the case.

7. Supranational law or the law of supranational organizations, which concerns regional agreements where the laws of nation states may be held inapplicable when conflicting with a supranational legal system when that nation has a treaty obligation to a supranational collective.

The two traditional branches of the field are:

7. jus gentium law of nations

jus inter gentes agreements between nations

History

International law has existed since the mid-19th century. However, its philosophical origins are found in 16th century thinkers such as Francisco de Vitoria, Francisco Surez, Alberico Gentili, and Hugo Grotius, with Vitoria sometimes considered the "father of international law."Two sophisticated legal systems developed in the Western World: the codified systems of continental European states (American Civil Law) and English common law, upon which the judge-made law of the United States is primarily based. In the 20th century, the two World Wars and the formation of the League of Nations (and other international organizations such as the International Labor Organization) all contributed to accelerate this process and established much of the foundations of modern public international law. After the failure of the Treaty of Versailles and World War II, the League of Nations was replaced by the United Nations, founded under the UN Charter. The UN has also been the locus for the development of new advisory (non-binding) standards, such as the Universal Declaration of Human Rights. Other international norms and laws have been established through international agreements, including the Geneva Conventions on the conduct of war or armed conflict, as well as by agreements implemented by other international organizations such as the International Labor Organization, the World Health Organization, the World Intellectual Property Organization, the International Telecommunication Union, UNESCO, the World Trade Organization, and the International Monetary Fund. The development and consolidation of such conventions and agreements has proven to be of great importance in international relations.Masyarakat internasional dalam bentuknya sekarang merupakan suatu tertib hukum koordinasi dari sejumlah negara yang masing-masing berdaulat. Dalam tata masyarakat internasional yang demikian, tidak pula terdapat suatu badan legislative maupun kekuasaan kehakiman dan polisional yang dapat memaksakan berlakunya kehendak masyarakat internasional sebagaimana tercermin dalam kaidah hukumnya. Semua kelemahan kelembagaan (institusional) ini telah menyebabkan beberapa pemikir mulai dari Hobbes dan Spinoza hingga Austin menyangkal sifat mengikat hukum internasional. Bagi mereka hukum internasional itu bukan hukum.

John Austin mengatakan bahwa Every law or rule (taken with the largest signification which can be given to the term properly) is a command. Menurut dia hukum internasional itu bukan hukum dalam arti yang sebenarnya (properly so called). Ia menempatkannya segolongan dengan the laws of honour dan the laws set by fashion sebagai rules of positive morality).Perkembangan ilmu hukum kemudian telah membuktikan tidak benarnya anggapan Austin tersebut mengenai hukum. Kita cukup mengingat tentang adanya hukum adat di Indonesia sebagai suatu sistem hukum yangtersendiri untuk menginsafi kelirunya pikiran Austin mengenai hakikat hukum.Memang, adanya badan legislatif, badan kehakiman dan polisi merupakan ciri yang jelas dari suatu sistem hukum positif yang efektif, tetapi ini tidak berarti bahwa tanpa lembaga-lembaga ini tidak terdapat dalam hukum.Hukum Internasional itu mengikat karena hukum internasional itu tidak lain daripada hukum alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan kata lain perkataan negara itu terikat atau tunduk pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain karena hukum internasional itu merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam. Pikiran ini kemudian, dalam abad XVIII lebih disempurnakan lagi, antara lain oleh seorang ahli hukum dan diplomat bangsa Swiss Emmerich Vattel (1714-1767) dalam bukunya Droit des Gens, ia antara lain mengatakan: We use the term necessary Law of Nations for that law which results from applying the natural law to nations. It is necessary, because nations are absolutely bound to reserve it. It contains these precepts which the natural law dictates to States, and it is no less binding upon them. It is upon individuals.

Keberatan yang secara umum dapat dikemukakan terhadap teori-teori yang didasarkan atas hukum alam ini ialah bahwa apa yang dimaksudkan dengan hukum alam itu sangat samar dan bergantung kepada pendapat subjektif dari yang bersangkutan mengenai keadilan, kepentingan masyarakat internasional, dan lain-lain konsep yang serupa. Khusus dalam hubungannya dengan hukum internasional, keberataan terhadap kesamaran yang disebutkan tadi itu bertambah. Pembedaan subjektif antara isi pengertian hukum alam yang digunakan bertalian dengan kaidah moral dan keadilan tidak seberapa besar apabila ada keseragaman pandangan hidup atau filsafat dari orang-orang yang mengemukakannya.Mengingat taraf integrasi yang rendah dari masyarakat internasional dewasa ini dan adanya pola hidup kebudayaan dan sistem nilai yang berbeda dari satu bangsa ke bangsa lain, pengertian tentang nilai-nilai yang biasa diasosialisasikan dengan hukum alam mungkin sekali juga akan jauh berbeda, walaupun istilah yang dipergunakan mungkin sama. Walaupun demikian, teori hukum alam dan konsep hukum alam telah mempunyai pengaruh besar dan baik terhadap perkembangan hukum internasional. Ajaran ini karena idealisme yang tinggi telah menimbulkan keseganan terhadap hukum internasional dan telah meletakkan dasar moral dan etika yang berharga bagi hukum internasional, juga bagi perkembangan selanjutnya.

Kesamaran pengertian yang tadi disinggung sebagai suatu kelemahan dilihat dari sudut lain justru dapat pula dianggap sebagai sumber kekuatan teori ini.

Dikembalikannya konsep hidup bermasyarakat internasional ini pada analisis terakhir pada keharusan yang dititahkan oleh akal manusia adalah pikiran yang pada hakikatnya tidak terlalu salah. Hanya dengan demikian dapat diterangkan mengapa bangsa-bangsa didunia yang beraneka ragam asal keturunan, pandangan hidup serta nilai hidupnya dapat bahkan harus hidup berdampingan dengan baik. Dengan perkataan lain, ia dapat menerangkan adanya dasar bagi kemungkinan adanya suatu masyarakat internasional disamping kenyataan hidupnya bangsa-bangsa berdampingan didunia ini secara fisik.Aliran lain mendasarkan kekuatan mengikat hukum internsional itu atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Menurut mereka, pada dasarnya negara yang merupakan sumber segala hukum, dan hukum internasional itu mengikat karena negara itu atas kemauan sendiri mau tunduk pada hukum internasional. Aliran ini yang menyandarkan teori mereka pada falsafah Hegel yang dahulu mempunyai pengaruh yang luas di Jerman. Salah seorang yang paling terkemuka dari aliran ini adalah George Jellineck yang terkenal dengan Selbst-limitation-theorie-nya. Seorang pemuka lain dari aliran ini ialah Zorn yang berpendapat bahwa hukum internasional itu tidak lain daripada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukum internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat diluar kemauan negara. Kelemahan teori-teori ini ialah bahwa mereka tidak dapat menerangkan dengan memuaskan bagaimana caranya hukum internasional yang bergantung kepada kehendak negara dapat mengikat negara itu. Hukum internasional lalu tidak lagi mengikat, Teori ini juga tidak dapat menjawab pertanyaan mengapa suatu negara baru sejak munculnya dalam masyarakat internasional sudah terikat oleh hukum internasional lepas dari mau tidak maunya ia tunduk padanya. Juga adanya hukum kebiasaan tidak terjawab oleh teori-teori ini.Berbagai keberatan tersebut dicoba diatasi oleh aliran lain dari teori kehendak negara yang hendak menyandarkan kekuatan mengikat hukum internasional pada kemauan bersama. Menurut Triepel hukum internasional itu mengikat karena kehendak masing-masing negara untuk tunduk. Dinamakan Vereinbarung (Vereinbarungs-theorie) yaitu kehendak terikat diberikan diam-diam (implied). Teori yang mendasarkan berlakunya hukum internasional itu pada kehendak negara merupakan pencerminan dari teori kedaulatan dan aliran positivism yang menguasai alam pikiran dunia ilmu hukum di benua Eropa pada bagian kedua abad ke-19.

Teori-teori yang mengatakan kekuatan dasar mengikat hukum berdasarkan kehendak sulit diterima karena kehendak manusia saja tidak mungkin merupakan dasar kekuatan hukum yang mengatur kehidupan sebab ia bisa melepaskan diri dari kekuatan mengikat hukum dengan menarik. Persetujuan negara untuk tunduk pada hukum internasional adalah menghendaki adanya suatu hukum atau norma sebagai sesuatu yang ada terlebih dahulu dan lepas dari kehendak negara. Norma hukum menjadi dasar terakhir kekuatan mengikat hukum internasional. Dasar terakhir ini disebut mazhab wiena.