gratifikasi seks, bisakah diadili di indonesia
TRANSCRIPT
http://www.indopos.co.id/index.php/berita-utama/41-banner-berita-utama/1279-gratifikasi-seks-
bisakah-diadili-di-indonesia
GRATIFIKASI SEKS, BISAKAH DIADILI DI INDONESIA?
Susah Nominalkan Nilai Seks
Korupsi sepertinya sudah berurat berakar di Indonesia. Sampai-sampai, korupsi kini dilakukan
dengan berbagai pengembangan dan variasi. Yang saat ini sedang ramai-ramainya dibahas
adalah suap dalam bentuk pemberian layanan seks atau biasa disebut gratifikasi seks.
Berbicara tentang korupsi seolah sudah menjadi fenomena yang wajar terjadi di masyarakat kita.
Namun, korupsi berbentuk gratifikasi seks menjadi hal baru yang didengar masyarakat. Padahal,
sejatinya, korupsi berbentuk suap berupa layanan seks kelas atas kepada pejabat sudah terjadi
sejak lama.
Di luar negeri, kasus hukum karena gratifikasi seks juga sudah lama terjadi. Hal tersebut bukan
hal baru lagi. (lihat grafis).
Fenomena tersebut menjadi ramai dibicarakan di Indonesia karena aparat penegak hukum tanah
air mulai merancang aturan hukum legal untuk menjerat penyuap dan pejabat yang kena suap
dengan bentuk layanan seks.
Gratifikasi model ini biasanya diberikan pengusaha atau orang yang berkepentingan dengan
sejumlah proyek yang diadakan penyelenggara negara. Karena faktor keakraban atau penyuap
tahu kesenangan pejabat tersebut, maka diberikanlah iming-iming layanan seksual tersebut.
Pemberian ’hadiah’ itupun dilakukan secara elegan, rahasia, dan membuat pejabat tidak merasa
risih. Apalagi, sebagai pejabat yang susah menahan hasrat libidonya, tentu tawaran itu sangat
menggiurkan. Bukan soal gratisnya yang menjadi pertimbangan pejabat tersebut, tetapi sulitnya
akses bagi pejabat untuk mendapatkan ’cewek’ cantik dan seksi.
Apalagi sebagai publik figur, tentu pejabat tersebut sangat kesulitan untuk mendapatkan mangsa
tersebut. Hambatan-hambatan social tersebutlah yang dimanfaatkan para penyuap tersebut.
Suap seks biasanya dilakukan untuk memuluskan proyek pengadaan barang dan jasa atau
utk pengaruhi kebijakan, bagi penyelenggara negara. Walaupun mengenai suap seks, belum
diatur dalam UU Korupsi. Suap modus birahi tersebut sudah marak sejak era Orde Baru.
“Gratifikasi seks itu bisa lebih berbahaya lho daripada gratifikasi uang,” ujar Ketua Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD.
Sulit tapi Bisa
Menurut Direktur Gratifikasi KPK, Giri Supradiono, aturan mengenai gratifikasi diatur
dalam UU No 31 tahun 1999 juncto UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Di mana dalam UU tersebut dikatakan bentuk gratifikasi tidak harus dalam
bentuk uang tunai ataupun barang tetapi bisa juga dalam bentuk diskon, kesenangan (seks-red)
dan lain-lain.
”Jadi artinya, kalaupun itu disuap dalam bentuk kesenangan (seks-red) itu termasuk dalam
gratifikasi. Semua sudah jelas diatur dalam Pasal 12 B ayat 1,” katanya.
Sejauh ini, sambungnya, kasus gratifikasi seks ini memang belum pernah sampai masuk ke KPK.
Pasalnya gratifikasi dalam bentuk kesenangan (seks-red) ini sangat susah untuk dibuktikan
karena harus melihat dari case building dan memerlukan pembuktian yang lumayan susah.
Tetapi tidak menutup kemungkinan hal itu (gratifikasi seks-red) sudah terjadi di Indonesia,
seperti halnya Singapura dan Hongkong. “Kemungkinan tetap ada, cuma sampai sekarang
memang belum ada laporan,” bebernya.
Terpisah, Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja menyatakan penerapan gratifikasi yang
selama ini dilakukan oleh KPK mengacu kepada United Nations Convention Againts Corruption
(UNCAC). Selama ini, kata dia keterbatasan peraturan perundang-undangan soal gratifikasi
dihitung dari batasan nominal rupiah semata. Jadi misalkan pemberian hadiah dalam hal
kesenangan (seks-red) tersebut dapat dihitung dalam bentuk rupiah tentu menjadi menarik.
“Sayangnya aturan kita tidak seperti itu (peraturan gratifikasi seks di Hongkong-red),” paparnya.
Karena itu, ke depan pihaknya mengaku akan membuat detail perihal aturan gratifikasi agar
mudah dipahami. Karena selama ini, beberapa instansi cukup ragu apakah seks ini masuk dalam
gratifikasi atau bukan. “Ke depan, kita akan membuat aturan detailnya,” pungkasnya.
Dihubungi terpisah, pakar hukum Pidana Univeristas Padjajaran (Unpd) Bandung,Yesmil Anwar
mengatakan, pembuktian gratifikasi seks kepada penyelenggara negara sebenarnya tidak sulit
dilakukan. Asal, katanya, ada kesadaran mental dari pejabat untuk melaporkan perkara itu
kepada pihak yang berwenang.“Pembuktiannya gampang, asal subjek (pejabat-red) penerima
melaporkan hal itu kepada yang berwenang, selesai,” tandasnya.
Namun permasalahannya apakah hal itu bisa dilakukan oleh orang Indonesia yang menganut
sistem ewuh pakewuh. Karena bagaimanapun hal itu bisa dikatakan tabu. Karena itu, dibutuhkan
dobrakan budaya di tataran masyarakat. Pasalnya selama ini, semua pihaknya hanya mencari
gampangnya saja dan teoritis dalam mensikapi sebuah kasus. Seharusnya jika berkeinginan
menuntaskan pemberantasan korupsi maka dibutuhkan dobrakan budaya dan out of the box.
”Tinggal perlu kesadaran mental dan dobrakan budaya saja untuk menuntaskan hal tersebut.
Sebagai antisipasi, paksa pejabat untuk melaporkan harta kekayaannya rutin setiap tahun,”
imbuh dia. (Sar/dms)