gastro enteritis akut
DESCRIPTION
PediatriTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. HB
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 8 bulan 4 hari
Nama OT : Tn. S / Ny. Y
Alamat : Kemayoran, JakPus
Tanggal Masuk: 28-09-2014
II. ALLO ANAMNESIS
• Keluhan Utama : Muntah-muntah sejak 1 hari SMRS
• Keluhan Tambahan : Demam sejak 5 hari yang lalu SMRS
• Riwayat Penyakit Sekarang : Ibu pasien mengeluhkan anaknya
mengalami muntah-muntah berwarna putih, tidak terlalu banyak, tidak ada darah,
tidak berbau asam sejak 1 hari SMRS. Namun 1 jam sebelum dibawa ke IGD
RSIJ CP, pasien muntah cukup banyak. Selain itu pasien juga mengalami demam
naik turun sejak 5 hari SMRS. Demam tidak spesifik pada waktu tertentu dan
tidak ada kejang. Untuk keluhan demamnya, pasien sudah 2 kali dibawa ke
klinik dokter 24 jam dan mendapatkan obat penurun panas serta diduga mengalai
radang di daerah mulut. Saat di IGD RSIJ CP pasien mendapatkan obat proris
per rectal. Setelah itu BAB keluar lembek dan berbau sebanyak 2 kali (BAB
pertama berwarna kuning, dan yang kedua berwarna hijau) tidak ada lendir dan
1
darah. Saat ini pasien tidak batuk dan pilek namun bersin-bersin. Ibu pasien
mengatakan anaknya haus dan ingin minum yang banyak. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa nafsu makan dan minum nya sedikit menurun. BAK normal,
tidak ada keluhan.
• Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami muntah-muntah
sebelumnya namun tidak seperti ini.
• Riwayat Penyakit Keluarga : Anggota keluarga semua pernah
mengeluhkan keluhan seperti ini namun membaik dengan sendirinya.
• Riwayat Psikososial : Pasien tinggal bersama kedua orang tua
dan 2 orang kakak perempuan di lingkungan padat penduduk dengan sumber air
bersih yang kurang dan sumber makanan dari rumah. Ayah pasien merokok
sehari ±1,5 bungkus perhari. Pada lingkungan tetangga terdapat hewan
peliharaan ayam.
• Riwayat Kehamilan Ibu dan Kelahiran : Ibu pasien mengaku selama hamil rutin
memeriksakan kandungannya ke bidan dan 2 kali ke dokter di RS. Pasien lahir
seksio sesar dengan berat badan lahir 2500 gram, panjang badan 47 cm,
menangis spontan.
• Riwayat Imunisasi : BCG 1x, Combo 1,2,3. Imunisasi yang
belum: Hep B dan Campak
• Riwayat Tumbuh Kembang : Belum bisa duduk sendiri
• Riwayat Makanan : ASI saja sampai 6 bulan setelah itu
ASI+makanan tambahan (nasi tim)
• Riwayat Alergi : alergi makanan dan obat disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umun : Tampak sakit sedang, tampak haus
2
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital :
Suhu : 37,6 C
Nadi : 120 x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat
Nafas : 40 x/menit, teratur diafragmatik
Antropometri :
BB : 9,3 kg
TB : 70 cm
Lingkar Kepala: 50 cm
Status gizi
BB/U : 9,3/8,8 x 100% = 106 % (gizi baik )
TB/U : 70/71x 100%= 98,6% ( baik/ normal)
BB/TB: 9,3/8,7x100 %= 106,9% (gizi baik)
Kesan Gizi : Gizi Baik
STATUS GENERALIS
Kepala : ubun-ubun kecil tertutup, ubun-ubun besar tidak cekung, tidak
tampak tanda trauma dan rambut tebal tidak rontok,kesan
normochepal
Mata :konjungtiva anemis (-/-); konjungtiva hiperemis (-/-); sklera
ikterik (-/-); pupil bulat isokor; refleks pupil dbn/dbn; edema palpebral
(-); air mata tidak kering; mata cekung (-)
Telinga : bentuk normal; tanda radang (-); sekret(-/-); perdarahan aktif (-)
Hidung : bentuk normal; konka hipertrofi (-); sekret (-); deviasi septum
(-/-); perdarahan (-)
3
Mulut : bibir lembab; sianosis (-); stomatitis(-); lidah kotor dan
tremor(-); perdarahan gusi (-)
Tenggorok : tidak hiperemis; Tonsil T1/T1; tanda radangan(-)
Leher : Pembesaran KGB & Tiroid (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : dada simetris (+), retraksi dinding dada (-), gerak respirasi
simetris tanpa
bantuan otot napas tambahan
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+)/(+), ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
Palpasi : teraba ictus cordis ICS-V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1 dan S2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, luka bekas operasi (-), distensi (-)
Auskultasi : Bising usus sedikit menurun
Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen
4
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Turgor Kulit : Baik
Ekstremitas Atas
Akral : hangat
RCT :<2 detik
Edema : (-/-)
Sianosis : -
Ekstremitas Bawah
Akral : hangat
RCT :<2 detik
Edema : (-/-)
Sianosis : -
Tanggal 28-09-2014 Hasil Satuan Rujukan
Hb 9,9 g/dl 10,5-12,9
Ht 31 % 35-43
Trombosit 472 ribu 217-491
Leukosit 11,59 ribu 6 -17,50
Eritrosit 5,01 106 /µL 3,6- 5,2
Na+ 131 mEq/L 135-147
5
K+ 3,4 mEq/L 3,6-5,8
Cl- 100 mEq/L 94-111
Kelenjar Inguinal : Pembesaran (-), Tanda radang (-)
Genitalia : Dalam batas normal, tanda radang (-)
Anus : Tanda radang (-), Benjolan (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RESUME : Pasien anak laki-laki usia 8 bulan, berat badan 9,3 kg datang ke
RSIJ CP dengan keluhan muntah-muntah sejak 1 hari SMRS dan semakin sering
sejak 1 jam SMRS. Mengeluh demam naik turun 5 hari SMRS sudah berobat
namun tidak ada perbaikan signifikan. BAB cair 2x warna kuning dan hijau saat
di IGD RSIJ CP. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bising usus menurun. Hasil
pemeriksan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin, hematocrit, elektrolit
Natrium dan Kalium menurun.
Asesmen :
Subfebris
Vomitus
Diare
Diagnosis
Diagnosa klinis : Gastroenteritis Akut dengan dehidrasi ringan-sedang
Diagnosa Gizi : Status gizi baik
6
Diagnosa imunisasi : Imunisasi dasar belum lengkap
Diagnosa Tumbuh Kembang : Tumbuh kembang sesuai usia
Diagnosa Banding : 1. Diare Akut dengan dehidrasi ringan-sedang et
causa
infeksi bakteri
2. Enterotoxigenic E.coli
Rencana/ Tatalaksana:
o Terapi
- KaEN 3A 8 tpm makro
- Ondancentron injeksi 3x1 mg
- Sanmol syrup 3x1 cdo
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal/
Jam
S O A P
29-09-2014
Demam, muntah 2x setelah minum ASI, BAB encer 1 x
Suhu: 37,8 C
Nafas: 30x/menit
Nadi: 120x/menit
Febris, Vomitus -Cek lab darah
-Obat: Sanmol syr 3x1 cdo; Ondancentron inj 1,5 mg
30-09-2014
Muntah 1x setelah makan
Suhu: 37,1 C GEA, anemia -Terapi lanjut
7
bubur, batuk jarang, BAB 2x lembek.
Nafas: 42x/menit
Nadi: 120x/menit
Hasil lab: Hb 9,4
-Jika 3x BAB tidak cair OS boleh pulang
01-10 Makan sedikit,
BAB 1x lembek
Suhu: 36,7 C
Nafas: 34x/menit
Nadi: 135x/menit
GEA Terapi lanjut
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Di negara Indonesia, gastroenteritis masih merupakan masalah kesehatan karena
sering menimbulkan wabah. Data Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa angka
kejadian gastroenteritis sebanyak 230-342 penderita per 1000 penduduk setiap tahunnya
sedangkan angka kematian mencapai 4 per 1000 anak, sedangkan untuk daerah ibukota
terdapat 15-20 % penderita Gastroenteritis meninggal. Gastroenteritis atau diare akut
adalah kekerapan dan keenceran BAB dimana frekuensinya lebih dari 3 kali perhari dan
banyaknya lebih dari 200 s.d. 250 gram (Syaiful Noer, 1996 ). Diare juga diartikan
buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal
100 s.d. 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair
(setengah padat) dapat pula disertai frekuensi yang meningkat (Arif Mansjoer, 1999 :
501).
Istilah gastroenteritis digunakan secara luas untuk menguraikan pasien yang
mengalami perkembangan diare dan atau muntah akut. Istilah ini menjadi acuan bahwa
terjadi proses inflamasi dalam lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri,
virus, dan patogen parasitik.
A. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai criteria frekuensi, yaitu
buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari. Buang air besar encer tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare cair akut merupakan diare yang terjadi secara akut dan berlangsung
kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran
tinja yang lunak / cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan
panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan makanan kurang
9
dapat mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi disebabkan karena
dehidrasi. Penyebab terpenting diare pada anak-anak adalah Rotavirus, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholera, Salmonella, E. coli,
rotavirus (Behrman, 2009).
B. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO maka anak-anak dibawah
usia 3 tahun mengalami 2-8 episode diare setiap tahunnya. Anak yang lebih besar
mengalami kejadian diare 1 kali setiap tahunnya. Dari data-data tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa sekitar 500 juta anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun akan
mengalami diare sebanyak 1 kali setiap tahunnya. Di negara maju seperti di Amerika
Serikat maka hanya <10% dari kasus-kasus diare tersebut yang dibawa ke tenaga
medis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena
pengobatan/perawatan di rumah yang efektif (Karras, 2005).
Berbeda dengan negara maju, maka di negara yang berkembang yang tidak
memiliki sumber pengetahuan yang mencukupi untuk perawatan di rumah, maka
angka kematiannya sangat tinggi. Sekitar 2 juta anak di seluruh dunia diperkirakan
meninggal setiap tahunnya akibat penyakit diare akut ini, dan hal ini merupakan
penyebab kematian kedua tersering setelah, infeksi saluran pernafasan (Frye, 2005).
Walaupun telah banyak hasil yang diperoleh dibidang penanggulangan diare,
namun hingga kini diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada
bayi dan balita di negara berkembang. Episode diare setiap tahun di Indonesia masih
berkisar sekitar 60 juta dengan kematiannya sebanyak 200.000-250.000. Menurut
survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan di Indonesia pada tahun 1986 angka
kematian karena diare merupakan 12% diantara seluruh angka kematian kasar yang
besarnya 7/1000 penduduk. Angka ini merupakan angka yang tertinggi diantara
semua penyebab kematian. Sekitar 15% penyebab kematian bayi dan 26% kematian
anak balita disebabkan oleh diare (Sunoto, 1991).
10
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR
penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk,
tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk.
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal melalui 1)
makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, 2) kontak
langsung tangan dengan penderita atau baran-barang yang telah tercemar tinja
penderita, atau tidak langsung melalui lalat. Di dalam bahasa Inggris maka terdapat 4
F di dalam cara penularan diare ini yaitu food (makanan), feces (tinja), finger (jari
tangan), and fly (lalat) (Sunoto, 1991).
Faktor risiko terjadinya diare adalah faktor risiko yang dapat meningkatkan
transmisi enteropatogen, diantaranya adalah 1) tidak cukup tersedianya air bersih, 2)
tercemarnya air oleh tinja, 3) tidak ada/kurangnya sarana MCK, 4) higiene
perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk, 5) cara penyimpanan dan
penyediaan makan yang tidak higienis, dan 6) cara penyapihan bayi yang tidak baik
(terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi
makanan padat). Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko pada pejamu (host)
yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen diantaranya
adalah malnutrisi dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), imunodefisiensi atau
imunodepresi, rendahnya kadar asam lambung, dan peningkatan motilitas usus.
C. Etiologi
Terdapat beberapa macam penyebab diare antara lain sebagai berikut
1. Faktor infeksi
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare, meliputi:
11
a) Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus,
Calicivirus, Coronavirus, Minirotavirus.
b) Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli, Vibrio
cholera, Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia, Bacillus cereus,
Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, Clostridium perfringens,
Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolitica.
c) Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli ; cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura,
Strongiloides stercoralis ; jamur : Candida spp.
Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. (Behrman, 2009).
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat yaitu disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi
laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di
samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi atau makanan beracun.
Diare karena keracunan makanan terjadi akibat dua hal yaitu makanan
mengandung zat kimia beracun atau makanan mengandung mikroorganisme
yang mengeluarkan toksin, antara lain Clostridium perfringens, Staphylococcus.
4. Alergi terhadap makanan
Terutama disebabkan oleh Cow’s milk protein sensitive enteropathy (CMPSE),
dan juga dapat disebabkan oleh makanan lainnya.
5. Imunodefisiensi
Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita AIDS
12
6. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
Gambar 1. Bagan Penyebab penyakit diare
D. Patogenesis
a. Virus.
Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga dapat
disebabkan oleh adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus, dan
sebagainya. Garis besar patogenesisnya sebagai berikut ini. Virus masuk ke dalam
traktus digestivus bersama makanan dan/atau minuman, kemudian berkembang biak di
dalam usus. Setelah itu virus masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan
kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti
oelh sel dari bagian kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng.
Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan.
Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili usus kemudian akan
13
memendek sehingga kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makananpun akan
berkurang. Pada saat inilah biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel retikulum akan
melebar, dan kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria, untuk
mengatasi infeksi sampai terjadi penyembuhan (Sunoto, 1991).
b. Bakteri
Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis besarnya adalah
sebagai berikut. Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak
di dalam traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang
akan merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenili siklase
(bila toksin bersifat tidak tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil
siklase (bila toksin bersifat tahan panas atau disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat
peningkatan aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang
mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium, dan air dari dalam sel ke
lumen usus (sekresi cairan yang isotonis) serta menghambat absorpsi natrium, klorida,
dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik di dalam lumen usus (hiperosmoler). Kemudian akan terjadi hiperperistaltik
usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan di dalam lumen usus tersebut, sehingga
cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam
keadaan normal, kolon seorang anak dapat menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan
sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari belum
menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan
melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan
dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu
diare pada kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut sebagai diare profus
(Sunoto, 1991).
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan
diare yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain yang menghasilkan
cGMP. Golongan kuman yang mengandung LT dan merangsang pembentukan cAMP,
14
diantaranya adalah V. Cholera, ETEC, Shigella spp., dan Aeromonas spp. Sedangkan
yang mengandung ST dan merangsang pembentukan cGMP adalah ETEC,
Campylobacter sp., Yersinia sp., dan Staphylococcus sp.
Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian
besar yaitu (Alfa):
Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase.
Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel
akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif ileh air,
natrium, kaliumm dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan
muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter.
Toksin yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya
enzim tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling
sering disebabkan oleh kolera.
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh
vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan
panas badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam mukosa
usus sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini disebabkan
oleh Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC, Yersinia), parasit
(amoeba). Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja
berlendir dan sering disebut sebgai dysentriform diarrhea.
15
Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman
masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin.
Toksin ini akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP
sehingga terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltik usus
sampai di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama tinja atau
melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan mukosa berupa
mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan sel-sel radang PMN dan menimbulkan
gejala tinja berlendir dan berdarah.
Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya b.a.b
sering tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri
abdomen, dan kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba, seringkali
menjadi kronis dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum, disebut amoeboma.
Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana diare
oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus digestivus
bersama makanan/minuman tentunya harus mengatasi barier asam lambung, kemudian
berkembang biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus halus. Kemudian sel-sel
bagian apikal tersebut akan diganti dengan sel dari bagian kripta yang belum
matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karna imatur, sel-sel ini tidak dapat
berfungsi untuk menyerap air dan makanan sehingga terjadi gangguan absorpsi dan
terjadi diare. Kemudian vili usus memendek dan kemampuan absorpsi akan bertambah
terganggu lagi dan diare akan bertambah hebat. Selain itu sel-sel yang imatur tersebut
tidak dapat menghasilkan enzim disakaridase. Bila daerah usus halus yang terkena
cukup luas, maka akan terjadi defisiensi enzim disakaridase tersebut sehingga akan
terjadilah diare osmotik.
Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering pada anak usia
dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan peningkatan panas
badan dan batuk pilek, 3) muntah.
Diare Osmotik
16
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada
lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga
terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini
disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif
dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi
monosakarida oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi
defisiensi enzim ini maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga
menimbulkan osmotic load dan terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan
difermentasikan di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen.
Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention), pH
tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa
enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan.
Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung karbohidrat kompleks
tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya
tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti
panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen,
5) pH tinja asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini
adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi karena
adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh
rotavirus terjadi intoleransi laktosa.
E. Manifestasi Klinis
Pada Diare cair akut dapat ditemukan ejala dan tanda-tanda sebagai berikut
17
1. BAB lebih cair/encer dari biasanya, frekwensi lebih dari 3kali sehari
2. Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif)
3. Dapat disertai dengan muntah, nyeri perut dan panas
4. Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa
haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun
besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air mata,
kering atau tidaknya mukosa mulut, bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang
berat badan.
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria sebagai berikut:
a. Dehidrasi ringan (kehilangan cairan < 5% berat badan):
1) Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
2) Keadaan umum baik, sadar
3) Tanda vital dalam batas normal
4) Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada,
mucosa muluut dan bibir basah
5) Turgor abdomen baik, bising usus normal
6) Akral hangat.
Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi
lain (tidak mau minum, muntah terus-menerus, diare frekuen)
(Ardhani, 2008).
b. Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
18
1) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
tambahan
2) Keadaan umum gelisah atau cengeng
3) Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mucosa mulut dan bibir sedikit kering
4) Turgor kurang
5) Akral hangat
Pasien harus rawat inap(Ardhani, 2008).
c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
1) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dengan dua atau lebih
tanda tambahan
2) Keadaan umum lemah, letargi atau koma
3) Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,
mucosa mulut dan bibir sangat kering
4) Anak malas minum atau tidak bisa minum
5) Turgor kulit buruk
6) Akral dingin
Pasien harus rawat inap (Ardhani, 2008)
Tabel 5. Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian A B C
19
1. Lihat :
Keadaan umum
Mata
Air Mata
Mulut dan Lidah
Rasa Haus
Baik sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa, tidak
haus
*Gelisah rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
*Haus ingin minum
banyak
*Lesu/lunglai/tdk
sadar
Sangat cekung,
kering
Tidak ada
Sangat kering
*Malas minum/tdk
bisa minum
2. Periksa Turgor
Kulit
Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
3. Hasil
Pemeriksaan
Tanpa dehidrasi Dehidrasi Ringan/
Sedang
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Dehidrasi Berat
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau lebih
tanda lain
4. Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor
kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi
air yang isotonik. (Behrman, 2009).
20
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan
Kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang
sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai
timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis
tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
F. Pemeriksaan Penunjang
a) Tinja
1. Dapat disertai darah atau lendir
2. PH asam/basa
3. Leukosit > 5/LBP
4. Biakan dan test sensitivitas untuk etiologi bakteri/ terapi
5. ELISA (bila memungkinkan, untuk etiologi viruz) (Poorwo, 2003).
b) Darah
1. Dapat terjadi gangguan elektrolit atau gangguan asam bassa
Elektrolit Rujukan Satuan
Na
K
Ca
Cl
135-145
3.5-5.2
8.5-10.5
95-105
mEq/l, mmol/I
mEq/l, mmol/l
mEq/l, mmol/l
mEq/l, mmol/l
21
PO4
Mg
2.5-4.5
1.5-2.5
mEq/l, mmol/l
mEq/l, mmol/l
2. Analisa gas darah (Poorwo, 2003)
Keterangan Rujukan Satuan
Ph
PaCO2
PaO2
HCO3
O2 Sat
BE (base excess)
Total CO2
7.35-7.45
35-45
95-100
21-28
95-99
-2.5- 2.5
19-24
-
mmHg
mmHg
mmHg
%
-
%
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal Rujukan Satuan
Asam urat darah
Ureum darah
Creatinin darah
<7
20-40
0-40
mg/dl
mg/dl
mg/dl
4. Duodenal intubation (biopsi duodenum), untuk mengetahui kuman penyebab
secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik yang disebabkan
Giardiasis, Strongyloides, dan protozoa yang membentuk spora.
H. Tatalaksana
22
Karena kebanyakan dari diare ini adalah penyakit yang self-limiting, maka dalam
pengelolaannya adalah bersifat suportif. Rehidrasi secara oral (OR) merupakan terapi
utama bagi semua anak-anak yang menderita diare, jangan pernah untuk tidak
memberikan OR bahkan bila anak tidak berada di dalam keadaan dehidrasi, karena
pemeliharaan cairan dalam tubuh merupakan hal yang sangat penting. Neonatus dan
bayi berada dalam kelompok risiko tinggi untuk mengalami komplikasi sekunder seperti
dehidrasi berat dan gangguan elektrolit sehingga memerlukan pengawasan ketat. Jika
perlu maka dapat dilakukan rehidrasi cairan secara intravena bila pemberian cairan
secara oral tidak berhasil mengatasi keadaan. Tetapi sebagai patokan dalam pemberian
cairan ini tetap mengacu kepada rencana terapi A, B, atau C. Cairan yang diberikan
untuk rehidrasi idealnya memiliki osmolaritas yang rendah (210-250 mOsm) dan
mengandung natrium sekitar 50-60 mmol/L.
Apabila derajat dehidrasi yang terjadi akibat diare sudah di tentukan, baru kemudian
menentukan tatalaksana yang akan diterapkan secara konsisten.
Terdapat lima lintas tatalaksana diare, yaitu:
1. Rehidrasi
1. Diare cair akut tanpa dehidrasi
Penanganan lini pertama pada diare cair akut tanpa dehidrasi antara lain sebagai
berikut:
a. Memberikan kepada anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi.
b. Memberikan tablet zinc.
c. Memberikan anak makanan untuk mencegah kekurangan gizi.
23
d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari
atau menderita sebagai berikut buang air besar cair lebih sering, muntah terus
menerus, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam, dan tinja
berdarah.
e. Anak harus diberi oralit dirumah
2. Diare cair akut dengan dehidrasi ringan-sedang
Rehidrasi dapat menggunakan oralit 75cc/kgBB dalam 3 jam pertama dilanjutkan
pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas
setiap kali buang air besar. Atau dapat menggunakan table berikut:
Umur < 4
bln
4-11
bln
12-23
bln
2 – 4
thn
5 –
14
thn
≥ 15
thn
Berat
badan < 5 kg 5 –
7,9 kg
8 –
10,9
kg
11–
15,9
kg
16-
29,9
kg
≥ 30
kg
Jumlah
(ml)
200-
400
400-
600
600-
800
800-
1200
1200-
2200
2200-
4000
• Reevaluasi 3-4 jam à rencana terapi A, B dan C
• Rehidrasi
- ASI teruskan
- Segera makan dan minum sesuai usia
- Susu formula tanpa pengenceran
- CRO rumatan
24
3. Diare Cair akut dengan Dehidrasi Berat
Anak-anak dengan tanda-tanda dehidrasi berat dapat meninggal dengan cepat karena
syok hipovolemik, sehingga mereka harus mendapatkan penanganan dengan cepat.
USIAPEMBERIAN I
30 ml/kg BB dalam
KEMUDIAN
70 ml/kg BB dalam
Bayi < 1 tahun 1 jam * 5 jam
Anak > 1 tahun ½ jam * 2 ½ jam
Berikan larutan Ringer laktat@ diteruskan KAEN 3B
Catatan:
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Ringer laktat diberikan untuk 1 jam pertama
Reevaluasi 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) à pilih rencana terapi A, B atau C
2. Dukungan nutrisi
a. ASI teruskan
b. ASI tak ada :
i. Diare tanpa dehidrasi atau dehidrasi ringan sedang à susu formula tak perlu diganti
ii. Diare dehidrasi berat à susu formula bebas laktosa
iii. Diare disertai gejala klinis intoleransi laktosa à susu formula bebas laktosa
c. Makanan sesuai usia
d. Setelah diare berhenti, beri makan ekstra tiap hari selama 2 minggu
25
3. Pemberiaan Zinc
Dosisi zinc untuk anak-anak:
1. Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg(1/2 tablet) perhari
2. Anak di atsa umur 6 bulan : 20 mg(1tablet) per hari.
3. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare.
Untuk bayi, tablet zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.
4. Obat atas indikasi
Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan
klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja
disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap. Gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan darah
lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.
Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan
empedu, Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat
dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus
biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring (Hasan, 2007)
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
a. Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
b. Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang
darah.
Memberikan terapi simtomatik
26
Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya.
Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan
oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan
epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi. (Pusponegoro, 2004).
5. Edukasi orang tua
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi :
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air besih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air basar
dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar.
I. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
27
J. Prognosis
Secara umum prognosis untuk diare akut pada anak bergantung pada penyakit
penyerta/komplikasi yang terjadi. Jika diarenya segera di tangani sesuai dengan
kondisi umum pasien maka kemungkinan pasien dapat sembuh. Yang paling penting
adalah mencegah terjadinya dehidrasi dan syok karena dapat berakibat fatal. Jika
terdapat penyakit penyerta yang memberatkan keadaan pasien maka perlu di lakukan
pengobatan terhadap penyakitnya selain penanganan terhadap diare. Oleh karena itu
perlu di lakukan diagnosa pasti berdasarkan pemeriksaan penunjang lain yang
membantu, sehingga dapat di lakukan penanganan yang tepat sesuai penyebab/kausal
dari diare yang di alaminya.
DAFTAR PUSTAKA
28
Nelson, Waldo E. 2000. Nelson Ilmu kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC.
Marcellus, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid I. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI.
IDAI. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
UKK Infeksi dan Pediatri Tropis IDAI. 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:
Balai Penerbitan FKUI.
WHO Indonesia. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO.
www. IDAI.com
29