fungsi lembaga penyanderaan

130
Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009. FUNGSI LEMBAGA PENYANDERAAN DALAM SISTEM PENAGIHAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MENUNGGAK PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur) S K R I P S I Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi persyaratan Untuk mencapai gelar Sarjana Hukum O l e h : YASMINE A. NST 030200174 Bagian Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

Upload: sandynugrohosaputra

Post on 23-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fungsi lembaga penyanderaan indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

FUNGSI LEMBAGA PENYANDERAAN DALAM SISTEM PENAGIHAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK

YANG MENUNGGAK PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur)

S K R I P S I

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi persyaratan Untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

O l e h :

YASMINE A. NST 030200174

Bagian Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007

Page 2: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

FUNGSI LEMBAGA PENYANDERAAN DALAM SISTEM PENAGIHAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK

YANG MENUNGGAK PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur)

S K R I P S I

O l e h :

YASMINE A. NST 030200174

Bagian Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007

Page 3: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

FUNGSI LEMBAGA PENYANDERAAN DALAM SISTEM PENAGIHAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK

YANG MENUNGGAK PAJAK (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi persyaratan Untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

O l e h :

YASMINE A. NST 030200174

Bagian Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang

Disahkan Oleh

Ketua Bagian Hukum Keperdataan

Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS. NIP. 1310764 556

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II M. Hayat, SH Megarita, SH, CN, M.Hum NIP. 130 808 994 NIP. 131 762 538

Page 4: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis haturkan kehadirat Allah SWT, sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Penulis bersyukur kepada Allah SWT

karena telah memberikan banyak nikmat termasuk nikmat kesehatan sehingga

penyusunan skripsi ini tidak menemui kendala yang berarti.

Skripsi yang berjudul: “Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Proses

Penagihan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Menunggak Pajak” ini merupakan

kewajiban Penulis guna melengkapi tugas akhir Penulis dalam memperoleh gelar

kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun demikian,

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan skipsi ini.

Selama dalam penulisan skripsi ini, Penulis ingin menyampaikan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah memberikan

waktu dan dukungannya hingga selesainya penulisan skripsi ini. Untuk itu dalam

kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Medan..

2. Bapak Prof Dr. Tan Kamello, S.H, M.S, selaku Ketua Jurusan Departemen

Hukum Perdata Dagang.

3. Bapak M.Hayat, S.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Page 5: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

4. Ibu Megarita, S.H., C.N, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan yang sangat

Penulis butuhkan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Suhaidi S.H., M.Hum, selaku Dosen Wali yang telah banyak

membantu Penulis dalam masa perkuliahan

6. Ibu Rafiqah S.H. M.Hum., Bapak Dedi Harianto S.H. M.Hum., dan seluruh

dosen serta staf pengajar lainnya yang telah memberikan bimbingan dan

pengajarannya selama penulis dalam masa perkuliahan sehingga kelak ilmu

tersebut dapat berguna bagi Penulis untuk menjalankan kehidupan nantinya.

7. Ayah dan bundaku tersayang (Drs. H. Zachruddin Nst dan Hj. Wartawani Lbs)

atas kasih sayang dan perhatiannya yang tak terhingga yang takkan bisa

Penulis balas dengan apapun juga.

8. Gadiz Ganksta a.k.a Dogerz (Esther Patricia Juniarti Simamora a.k.a ndut

cayank, Reny Aswita Sianturi a.k.a Bamba, Dewi Novita Tarigan a.k.a Ophey,

Margaretta Silvia Rosa Silitonga a.k.a Comel, Dwinda Asterita Permanasari

Sembiring a.k.a Dida, and last but not least Anju Ciptani Putri Manik a.k.a

Jupek). Friendship is one of the hardest things to keep coz somewhere in the

middle, new friend may come but I hope you still keep me in your heart even

if someone new come along.

9. QFC (Risa Tresna Mukti, Novi Herwina Nst, Fauriza Wildhani Dalimunthe,

Neni Azrina, Athiah Ramadhani Siregar, dan Tri Ramadhani).

Medan, Agustus 2007

Penulis

Page 6: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................... iii

ABSTRAKSI ............................................................................................ v

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................ 7

D. Keaslian Kepustakaan ....................................................... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ......................................................... 9

F. Metode Penelitian ............................................................... 15

G. Sistematika Penulisan ......................................................... 16

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PAJAK .............. 18

A. Pengertian dan Sejarah Pajak ............................................. 18

B. Subjek dan Objek Pajak ...................................................... 27

C. Penggolongan Jenis Pajak ................................................... 37

D. Jenis-Jenis Ketetapan Pajak ................................................ 40

E. Pajak sebagai Sumber Penerimaan Negara ......................... 44

Page 7: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

BAB III. PENAGIHAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK .......... 47

A. Timbulnya dan Hapusnya Hutang Pajak ............................. 48

B. Yurisdiksi Penagihan Pajak ................................................ 54

C. Rangkaian Kegiatan Penagihan Pajak ................................ 56

D. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak ........................................ 69

E. Pengertian dan Sanksi bagi Wajib Pajak yang Menunggak

Pajak .................................................................................. 78

BAB IV. FUNGSI LEMBAGA PENYANDERAAN DALAM SISTEM PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PAJAK YANG MENUNGGAK PAJAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN ................................. 88

A. Pengertian Penyanderaan ................................................... 89

B. Kriteria Wajib Pajak yang Dapat Dikenakan Penyanderaan . 92

C. Contoh Kasus Wajib Pajak yang Menunggak Pajak ........... 96

D. Tata Cara dan Prosedur Pelaksanaan Penyanderaan ............ 99

E. Prosedur Penghentian Penyanderaan .................................. 110

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 116

A. Kesimpulan ......................................................................... 116

B. Saran .................................................................................. 119

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 121

Page 8: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

ABSTRAKSI

Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, maka negara mencari pembiayaannya melalui berbagai sektor, khususnya melalui sektor pajak. Penarikan atau pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi esssensial. Tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh terlebih-lebih bagi negara yang sedang membangun seperti Indonesia. Karena Pajak merupakan pungutan yang bersifat politis dan strategis, yaitu untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembiayaan bagi kelangsungan pembangunan. Untuk kepentingan tersebut, maka dibuatlah ketentuan berupa undang-undang maupun berbagai peraturan lainnya yang mengatur mengenai pelaksanaan pemungutan pajak tersebut. Dalam hal ini akan dititikberatkan pada penagihan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap Wajib Pajak yang mempunyai tunggakan pajak. Penagihan pajak dilaksanakan berdasarkan UU No. 19 tahun 1997 yang telah diubah dengan UU No. 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Surat paksa tersebut memiliki kekuatan eksekutorial dan sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat paksa tersebut antara lain memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk melakukan penyanderaan terhadap Wajib Pajak yang mempunyai tunggakan pajak. Penyanderaan (Gijzeling) adalah merupakan suatu paksaan untuk dilakukannya sita badan terhadap Wajib Pajak yang telah melalaikan kewajibannya sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi pihak pemerintah. Dalam hal ini pemerintah harus melakukannya secara selektif dan hati-hati karena ini menyangkut Hak Asasi Manusia. Dan pelaksanaannya pun hanya dapat dilakukan setelah melalui rangkaian kegiatan penagihan pajak lainnya.

Seperti yang telah dikemukakan diatas maka yang menimbulkan permasalahan dalam masyarakat adalah hal-hal mengenai bagaimana masyarakat dalam hal ini adalah Wajib Pajak dapat dikenakan penyanderaan, bagaimana proses pemberlakuan dan penghentian proses penyanderaan itu serta bagaimanakah fungsi dan peran lembaga penyanderaaan sehingga dapat mendorong pencairan tunggakan pajak dari Wajib Pajak yang melalaikan kewajibannya tersebut.

Untuk lebih memahami mengenai keberadaan lembaga penyanderaan maka dalam penulisan ini akan dititikberatkan pada studi kasus dan studi kepustakaan serta pembahasannya. Di dalam penulisan ini juga dikemukakan adanya proses gugatan terhadap pelaksanaan sandera tersebut. Dimana dalam hal ini pemerintah tetap berupaya agar Wajib Pajak yang terkena sandera dapat mengajukan keberatan berupa gugatan yang ditujukan kepada Pengadilan Negeri. Pemerintah juga berupaya melakukan ganti rugi baik dengan uang maupun rehabilitasi nama baik Wajib Pajak apabila gugatan yang diajukan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Negeri. Sehingga diharapkan keberadaan lembaga ini dapat membuat efek jera bagi para penunggak pajak, agar tidak melakukan hal yang sama dan melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya sebagai suatu sumbangsihnya terhadap negara ini.

Page 9: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tugas suatu negara pada prinsipnya adalah berusaha dan bertujuan untuk

menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Itulah sebabnya maka negara harus

tampil ke depan dan turut campur tangan, bergerak aktif dalam bidang kehidupan

masyarakat, terutama di bidang perekonomian guna tercapainya kesejahteraan

masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut maka dibutuhkan biaya-biaya yang

cukup besar. Demi berhasilnya usaha ini, negara mencari pembiayaannya dengan

cara menarik pajak. Penarikan atau pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang

harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi essensial. Tanpa pemungutan

pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh terlebih-lebih

bagi negara yang sedang membangun seperti Indonesia. Sebab pajak merupakan

pemasukan yang utama bagi negara disamping pemasukan-pemasukan dari sektor

lainnya seperti : devisa sebagai hasil ekspor negara, laba dari perusahaan negara,

kredit dari luar negeri, pencetakan uang oleh pemerintah melalui bank sentral,

uang administrasi, denda, dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana yang telah

diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa pajak merupakan

pungutan yang bersifat politis dan strategis. Bersifat politis karena pemungutan

pajak adalah perintah konstitusi, dan bersifat srategis karena pajak merupakan

tumpuan utama bagi negara dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan

pembiayaan bagi kelangsungan pembangunan baik untuk masa sekarang maupun

bagi masa yang akan datang seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Untuk

Page 10: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

itu perlu adanya pemahaman dari anggota masyarakat khususnya bagi wajib pajak

mengenai seluk-beluk perpajakan yang begitu kompleks dan rumit. Oleh karena

itu dengan adanya perkembangan masyarakat yang semakin pesat dan dengan

dilandasi oleh unsur keadilan dalam pemungutan dan atau penagihan pajak, maka

dibuatlah ketentuan berupa undang-undang maupun berbagai peraturan yang

mengatur mengenai siapa saja yang menjadi subjek dan objek pajak, bagaimana

pelaksanaan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak, jenis-jenis pajak apa saja

yang harus dipungut, berapa besarnya pajak yang harus dibayar serta sanksi apa

saja yang dapat dikenakan apabila Wajib Pajak ternyata melalaikan kewajibannya

dalam membayar pajak

Adanya berbagai undang-undang maupun peraturan yang telah

dikeluarkan untuk mengatur perpajakan di negara kita tetap saja tidak dapat

mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti banyaknya Wajib Pajak

yang enggan melaksanakan kewajibannya sehingga timbul tunggakan pajak yang

tidak sedikit jumlahnya dan hal tersebut mengakibatkan kerugian bagi negara. Hal

ini dapat terjadi dalam masyarakat kita sekarang karena disebabkan oleh banyak

faktor, salah satunya adalah karena Wajib Pajak dengan itikad buruk sengaja

melalaikan kewajibannya untuk membayar pajak.

Apabila dikaitkan dengan hukum yang berlaku di negara kita ini maka

pajak dapat dikaitkan dengan hukum perdata dan hukum pidana. Dikatakan

berkaitan dengan hukum perdata adalah karena pihak Wajib Pajak yang belum

membayar atau melunasi pajaknya maka ia dikatakan mempunyai hutang kepada

negara. Dalam hal ini negara sebagai orang (persoon) menjadi pihak kreditur

Page 11: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

(berpiutang) menagih hutang kepada pihak Wajib Pajak sebagai seorang yang

berhutang (debitur).

Seorang Wajib Pajak yang tidak membayar pajak atau membayar tidak

menurut ketentuan yang berlaku maka dikatakan telah melakukan wanprestasi,

yang dalam hal itu negara tetap menuntut pada pihak debiturnya (si berutang).

Kaitan lainnya adalah hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutan

pajak berdasarkan perbuatan Hukum Perdata misalnya berupa perjanjian-

perjanjian, hal pendapatan, kekayaan, warisan. Seseorang yang melakukan

perjanjian membeli suatu barang, merupakan dasar bagi hukum pajak untuk

melakukan pemungutan pajak. Sedangkan dalam hal pengertian atau terminologi

seperti pengertian Wajib Pajak yang dalam hukum perdata sering disebut subjek

hukum, walaupun pengertian subjek hukum sebenarnya lebih luas daripada

pengertian Wajib Pajak.

Sedangkan kaitan Hukum Pajak dengan Hukum Pidana adalah karena

terhadap Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya membayar pajak,

baik dengan memalsukan jumlah perhitungan kekayaan dan laba perusahaan,

penipuan atau berbohong atau dengan menyuap petugas-petugas pajak maka

perbuatan seperti itu merupakan delik tindak pidana yang mana dapat dituntut

berdasarkan hukum acara pidana.

Menurut Pasal 103 KUHPidana, yang menegaskan bahwa ketentuan

pidana yang terdapat pada KUHPidana berlaku juga untuk tindak pidana yang

terdapat dalam undang-undang lainnya. Ketentuan ini juga berlaku bagi Hukum

Pajak, Sedangkan pasal 1 KUHPidana menegaskan bahwa tiada suatu perbuatan

Page 12: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

pun yang dapat dihukum selain atas ketentuan pidana yang terdapat dalam

undang-undang yang telah ada terlebih dahulu dari perbuatan itu. Kemudian dapat

dilihat dari ketentuan yang diatur dalam pasal 38 dan pasal 39 UU No.6 Tahun

1983 sebagaimana yang telah diubah dengan UU No.16 Tahun 2000 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (untuk selanjutnya disebut KUP)

yang dengan jelas sekali menyebutkan adanya sanksi pidana (berupa kealpaan dan

kesengajaan) terhadap Wajib Pajak yang melanggar ketentuan di bidang

perpajakan.

Pada tahun 2000 pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) telah mengeluarkan UU No.19 Tahun 2000 mengenai perubahan atas UU

No.19 tahun 1997 yakni tentang penagihan pajak dengan surat paksa, yang

kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung

Republik Indonesia (PERMA-RI) No.1 Tahun 2000 tentang Lembaga Paksa

Badan, dimana dalam hal Wajib Pajak yang melalaikan kewajibannya sehingga

mengakibatkan tunggakan pajak yang menimbulkan kerugian bagi negara maka

sebagai upaya terakhir dari penagihan pajak yaitu dengan memberlakukan

penyanderaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana yang terdapat dalam UU No.19

Tahun 2000.

Sesuai dengan peraturan dalam perpajakan, bahwa tindakan penagihan

merupakan salah satu bagian dalam kerangka sistem pelaksanaan undang-undang

di bidang perpajakan agar tujuan penerimaan negara dari sektor pajak dapat

berjalan dengan baik. Karena seperti yang kita ketahui bahwa pajak merupakan

satu-satunya sumber penerimaan negara yang dapat diperbaharui (renewable

Page 13: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

resources) sesuai dengan perkembangan ekonomi yang nantinya akan

dikembalikan kepada masyarakat luas. Oleh karena itu setiap anggota masyarakat

wajib berperan aktif dalam melaksanakan sendiri kewajiban perpajakannya, sesuai

dengan sistem self assessment yang dianut sejak reformasi di bidang Undang-

Undang Perpajakan pada tahun 1983.

Walaupun pada tahun 1975 telah dikeluarkan SEMA No.04 Tahun 1975

tanggal 1 Desember 1975 jo.SEMA No.02 Tahun 1964 tanggal 22 Desember

1964 yang pada dasarnya melarang penggunaan lembaga penyanderaan seperti

yang tercantum dalam Undang-Undang No.19 Tahun 1959 yang diatur dalam bab

III, Pasal 15 sampai dengan Pasal 23 dikarenakan alasan perikemanusiaan

menurut dasar negara kita yaitu Pancasila sehingga dalam perkembangannya

sekarang ini banyak mengakibatkan kerugian bagi negara. Hal ini yang kemudian

menjadi pemicu untuk menghidupkan kembali Lembaga Penyanderaan (Gijzeling)

di negara kita ini. Namun penyanderaan ini bersifat untuk kepentingan negara dan

bukan untuk kepentingan pribadi.

Walaupun pada prakteknya penerapan lembaga penyanderaan (Gijzeling)

ini tentu saja hanya akan dilaksanakan secara sangat selektif dan hati-hati. Melihat

pentingnya lembaga penyanderaan ini tetap dipertahankan, maka ditindaklanjuti

dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.137 Tahun 2000 tentang

Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak

dan Pemberian Ganti Rugi dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Secara psikologis dengan tetap dipertahankannya lembaga penyanderaan ini

dalam proses penagihan pajak tidak lain dimaksudkan untuk membuat

Page 14: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

penanggung pajak menjadi malu jika sampai terkena sandera hanya karena

menunggak pajak.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan persoalan atau persyaratan tentang

sesuatu yang harus dicari pemecahannya. Dalam permasalahan sudah seharusnya

dapat menemukan pemecahan atau jawaban. Untuk dapat menjawab segala

permasalahan yang timbul dalam penulisan ini maka diusahakanlah untuk

mendapatkan literatur yang memadai untuk membahas permasalahan tersebut.

Maka untuk lebih memahami pembahasan skripsi ini perlu kiranya penulis

mengemukakan beberapa permasalahan yang timbul mengenai keberadaan dan

fungsi lembaga penyanderaan tersebut dalam sistem penagihan pajak.

Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam penulisan skripsi ini

adalah sebagai berikut :

1. Mengapa Wajib Pajak cenderung enggan dalam melaksanakan

kewajibannya untuk membayar pajak. Serta bagaimanakah rangkaian

penagihan pajak terhadap Wajib Pajak hingga sampai kepada tahap

penyanderaan.

2. Bagaimana kriteria Wajib Pajak sehingga dapat dikenakan penyanderaan.

3. Bagaimana tata cara dan prosedur pelaksanaan penyanderaan.

4. Bagaimana prosedur penghentian penyanderaan.

Page 15: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

5. Bagaimana peranan lembaga penyanderaan sehingga dapat membantu

usaha pejabat fiskus dalam upaya pencairan pajak terhadap Wajib Pajak

yang menunggak pajak.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Subyektif

Untuk mendapatkan data dan bahan-bahan yang lengkap dan akurat yang

diperlukan dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Tujuan Obyektif

Untuk mengetahui fungsi dari lembaga penyanderaan dalam proses

penagihan pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak melaksanakan

kewajibannya dalam membayar pajak.

Didalam penulisan ini ada beberapa manfaat yang dapat kita peroleh

antara lain :

a. Penulisan ini berguna karena dengan mengetahui alasan Wajib Pajak

sehingga enggan memenuhi kewajibannya membayar pajak kita akan

dapat memberikan masukan kepada pemerintah agar tidak terjadi lagi

tunggakan pajak dengan meminimalisasi kemungkinan terjadinya hal-

hal yang menjadi alasan tersebut.

Page 16: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

b. Menambah pengetahuan di bidang perpajakan yakni tentang beberapa

kriteria Wajib Pajak yang dapat dikenakan penyanderaan.

c. Penulisan ini juga berguna karena dapat menambah pengetahuan

dalam hal bagaimana tata cara dan prosedur pelaksanaan

penyanderaan.

d. Menambah pengetahuan mengenai prosedur penghentian

penyanderaan.

e. Penulisan ini juga berguna untuk menambah pengetahuan dalam hal

keefektifan dari lembaga penyanderaan tersebut dalam rangka

mendorong pencairan tunggakan pajak.

D. Keaslian Penulisan

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, permasalahan mengenai

sandera (gijzeling) di bidang perpajakan telah ada sejak UU No.19 Tahun 1959

dikeluarkan, namun pelaksanaannya telah ditiadakan disebabkan karena tidak

sesuai dengan perikemanusiaan menurut dasar negara.

Namun pada Tahun 2000 yang lalu pemerintah telah dengan tegas

menyatakan bahwa terhadap Wajib Pajak yang melalaikan kewajibannya dengan

disengaja sehingga menyebabkan kerugian yang akan berpengaruh terhadap

pembangunan negara, maka olehnya akan dikenakan sandera (Gijzeling). Adapun

pemberlakuan tesebut tetap dilakukan dengan sangat selektif dan hati-hati

sehingga dapat menghukum Wajib Pajak yang benar-benar sudah memenuhi

kriteria untuk dapat dikenakan sandera.

Page 17: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Karya penulisan mengenai hukum pajak menurut sumber dari jurusan

Keperdataan Dagang Fakultas Hukum USU memang telah ada yang

mengangkatnya sebagai skripsi, namun penulisan mengenai fungsi lembaga

penyanderaan dalam mendorong pencairan tunggakan pajak ini belum pernah

diangkat dalam skripsi. Dengan demikian dalam penulisan karya ilmiah ini

menganggap bahwa perlu kiranya untuk mengangkat pembahasan mengenai

fungsi lembaga penyanderaan ini dan mengupasnya lebih lanjut dalam penulisan

skripsi ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa isi dari tulisan ini tidak

sama dengan karya penulisan lainnya yang telah ada selama ini.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam pokok pembahasan ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan

dengan pajak.

“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-

barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”1

Menurut PJA Adriani pengertian pajak adalah “iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang dan wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

2

1 H. Bohari, 2006, Pengantar Hukum Pajak, Rajawali Pers, Jakarta, hal 24 2 Zainul Pelly, 1993, Pengantar Hukum Pajak, USU Pers, Medan, hal 3

Sebagai sesuatu yang ada di masyarakat, pajak dapat ditinjau dari berbagai

segi, misalnya dari segi sosiologi, dari segi ekonomi dan dari segi hukum.

Page 18: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

H. Rochmat Soemitro, mengatakan bahwa pajak dilihat dari segi hukum dapat didefenisikan sebagai perikatan yang timbul karena undang-undang (jadi dengan sendirinya) yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat (tatbestand) yang ditentukan dalam undang-undang, untuk membayar sesuatu jumlah tertentu kepada negara yang dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.”3

“Dalam peninjauan hukum kita tidak cukup mengetahui penerapannya saja, tetapi harus juga menilai peraturan yang menjadi dasarnya kalau kita bandingkan perikatan yang berupa utang pajak dengan perikatan dalam hukum perdata, maka tampak sekali perbedaannya. Perikatan dalam hukum pajak terjadi hanya karena undang-undang dan tidak mungkin terjadi karena perjanjian”

4

a. Sejarah Pajak

Hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur

hubungan antara penguasa sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai

pembayar pajak (Wajib Pajak).

Peraturan perundang-undangan tentang pajak banyak mengalami

perubahan, karena seiring perkembangan masyarakat dan juga untuk memenuhi

rasa keadilan bagi Wajib Pajak yang hak dan kewajibannya tidak dapat dianggap

sebagai sesuatu yang mudah, sebab bagaimanapun Wajib Pajak akan selalu

menuntut ketentuan yang jelas dan suatu kepastian hukum yang jelas pula.

1. Sejarah dan Perkembangan Pajak

Masyarakat mengenal istilah pajak sudah sejak zaman penjajahan dahulu,

dan bahkan sebagian besar telah melaksanakannya.

3 H. Bohari op.cit. hal 25 4 Zainul Pelly, op.cit. hal 11

Page 19: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Kerajaan-kerajaan di Jawa sekitar abad XIX juga melakukan hal semacam

itu. Baru setelah terbentuknya negara-negara nasional dan tercapainya pemisahan

antara rumah tangga negara dengan rumah tangga pribadi raja pada akhir abad

pertengahan mendapat tempat yang lebih mantap diantara pendapatan negara.

Perpajakan di Indonesia pada mulanya mengikuti undang-undang peninggalan

pemerintah Hindia Belanda, namun terjadi perubahan sedikit demi sedikit

memakai peraturan yang memuat ketentuan hukum adat dan sesuai dengan

kepribadian bangsa Indonesia.

“Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, banyak sekali undang-undang

mengenai pembayaran pajak, sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami

kesulitan dalam pelaksanaan sehari-hari, dan undang-undang itu hanya untuk

kepentingan penjajah(pemerintah Hindia Belanda).”5

1) Masa Tahun 1950

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia tercapai, ada empat langkah

perubahan yang sangat berarti yaitu :

2) Masa Tahun 1983

3) Masa Tahun 1997

4) Masa Tahun 2000 sampai dengan sekarang

Adanya perubahan-perubahan itu sendiri adalah karena perkembangan ekonomi

dan masyarakat yang begitu cepat disamping tuntutan rasa keadilan dan adanya

reformasi hukum.

5 Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, 2001, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, hal2

Page 20: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

b. Perkembangan Pajak

Pembaharuan peraturan perundang-undangan pajak dilakukan karena

pemerintah menganggap bahwa peraturan perpajakan yang berlaku saat itu (1983

dan sebelumnya) adalah peninggalan kolonial Belanda yang sudah tidak sesuai

lagi dengan perkembangan masyarakat sekarang ini, tidak sesuai dengan struktur

dan organisasi pemerintah tidak berdasarkan pancasila, dan tidak lagi sesuai

dengan perkembangan sosial dan ekonomi yang terjadi di Indonesia.

2. Jenis-Jenis Pungutan

Selain pajak yang dipungut oleh pemerintah, maka ada dua jenis pungutan

lainnya yaitu retribusi dan sumbangan.

a. Retribusi

Pungutan retribusi di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang No.34

tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam Pasal 1 angka (26)

disebutkan retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin kepentingan orang pribadi atau badan.

“Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan

kembalinya prestasi karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk

mendapatkan prestasi dari pemerintah, misalnya pembayaran uang kuliah, karcis

masuk terminal, dan kartu langganan.”6

1) Retribusi Jasa Umum

Retribusi terbagi atas tiga jenis yaitu :

2) Retribusi Jasa Usaha

6 H. Bohari op.cit. hal 11

Page 21: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

3) Retribusi Perizinan Tertentu.

b. Sumbangan

Apabila pajak dan rertribusi pungutannya harus berdasarkan undang-

undang maka dalam sumbangan pungutannya tidak berdasarkan undang-undang,

tetapi lebih bersifat pada gotong-royong masyarakat setempat. Pada sumbangan

tidak ada sifat paksaan tetapi suka rela, si pemberi sumbangan dapat merasakan

imbalan langsung atas hasil sumbangannya.

“Pada sumbangan seseorang yang mendapatkan prestasi justru tidak dapat

ditunjuk, tetapi golongan tertentu yang dapat menikmati kontra prestasi sebagai

contoh sumbangan bencana alam.”7

7 Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, op.cit. hal 6

c. Bea dan Cukai

Merupakan pajak tidak langsung yang dipungut atas kewenangan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan. Bea merupakan tariff

yang sudah ditentukan atas suatu barang. Sedangkan Cukai adalah pungutan yang

dikenakan atas barang-barang tertentu seperti : rokok, minuman keras dan lain-

lain.

d. Iuran

Iuran adalah merupakan pungutan yang dilakukan terhadap masyarakat

tertentu, dilakukan oleh pemerintah atas dasar Wajib pajak telah menerima

sesuatu jasa dari pemerintah.

3. Penggolongan Jenis Pajak

Jenis-jenis pajak yang dapat dikenakan terbagi dalam 3 golongan yaitu :

Page 22: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

a.”Menurut sifatnya, pajak terbagi dua yaitu : 1) Pajak langsung, adalah pajak yang dikenakan secara periodik (berulang-

ulang) missalnya pajak penghasilan. 2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang dikenakan secara insidental

(pada saat tertentu) misalnya, Pajak Pertambahan Nilai.8

b. “Menurut objeknya, pajak terbagi dua yaitu :

1) Pajak Subjektif adalah pajak yang dikenakan kepada keadaan pribadi Wajib Pajak (subjeknya), misalnya Pajak Penghasilan.

2) Pajak Objektif, adalah pajak yang menghubungkan wajib pajak dengan keadaan perbuatan yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak.9

c. “Menurut lembaga pemungutnya pajak terbagi dua yaitu :

1) Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, terdiri dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, pajak/bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, bea materai.

2) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, misalnya retribusi.10

4. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak yang digunakan di Negara Republik Indonesia

sejak tahun 1984 ditetapkan sistem self assessment secara penuh dalam sistem

pemungutan, sesuai dengan diundangkannya Undang-Undang No.6 Tahun 1983

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.16 Tahun 2000 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

5. Fungsi Pemungutan Pajak

Terdapat dua fungsi pemungutan pajak yaitu :

a. Fungsi Budgetair, yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam

kas negara.11

8 Ibid. hal 17 9 Ibid 10 Ibid. hal 18 11 Haula Rosdiana dan Drs. Rasin Tarigan, 2005, Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta, hal 40

Page 23: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

b. Fungsi Regulerend, yaitu fungsi mengatur. Hal ini berarti bahwa pajak

sebagai alat pemerintah untuk mencapai suatu tujuan tertentu baik dalam

bidang ekonomi, moneter, sosial, kultural, maupun dalam bidang politik.

F. Metode Penelitian

Suatu kebenaran dan suatu pengetahuan yang objektif yang dapat

dipercaya harus didukung oleh dalil-dalil, fakta-fakta atau data-data yang empiris

yang diperoleh dari penelitian secara ilmiah. Karena itu suatu karya ilmiah harus

didasarkan pada fakta-fakta atau data-data yang objektif agar dapat

dipertanggungjawabkan dan diuji kebenarannya.

Untuk memperoleh data-data dalam menyusun skripsi ini, maka Penulis

melakukan metode sebagai berikut :

1 Library Research (Studi Kepustakaan)

Yaitu dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku,

majalah-majalah, peraturan perundangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan

dengan materi yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya bahan

rujukan yang dikumpul itu dipelajari, dipahami dan dianalisa secara sistematis

serta memilih hal-hal yang dijadikan dasar guna menghasilkan pemikiran yang

tertuang dalam penulisan skripsi ini. Dalam hal pengumpulan data melalui library

research ini diharapkan dapat memenuhi hal-hal yang akan dibahas dalam

penulisan karya ilmiah ini.

Page 24: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

2 Field Research (Penelitian Lapangan)

Yaitu dengan cara melakukan interview atau wawancara langsung dengan

informan yaitu staf pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur, yang berkantor di

Jl. Diponegoro No. 30 A.

Melalui metode diatas maka data-data tersebut diolah dan selanjutnya akan

disesuaikan dengan sistematika pembahasan penulisan skripsi ini. Berdasarkan hal

tersebut diterapkan konklusi berupa kesimpulan dan saran yang diharapkan

berguna bagi perkembangan hukum khususnya dalam hukum pajak.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika atau gambaran isi dari penulisan skripsi ini dibagi dalam

beberapa bab dan diantara bab-bab ini terdiri pula atas sub-bab.

Adapun gambaran isi atau sistematika terssebut adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan suatu pengantar dari pembahasan selanjutnya yang

terdiri dari 7 (tujuh) sub bab yaitu : Latar Belakang, Rumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan

Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PAJAK

Bab ini terdiri dari 5 (lima ) sub bab yang akan menguraikan

Pengertian tentang pajak dan Sejarah hukum pajak, mengenai Subjek

dan Objek Pajak, Penggolongan Jenis Pajak, Jenis-Jenis Ketetapan

Page 25: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Pajak, serta akan dijelaskan Peranan Pajak Sebagai Sumber

Penerimaan Negara.

BAB III : PENAGIHAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK

Dalam bab ini terdiri dari 5 (lima) sub bab yang akan membahas

mengenai Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak, Dasar Teori dan

Yurisdiksi Penagihan Pajak, Rangkaian Kegiatan Penagihan Pajak,

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak, serta Pengertian dan Sanksi Bagi

Wajib Pajak yang Menunggak Pajak.

BAB IV : FUNGSI LEMBAGA PENYANDERAAN DALAM SISTEM PENAGIHAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MENUNGGAK PAJAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai beberapa kriteria Wajib

Pajak yang dapat dikenakan penyanderaaan, Contoh kasus Wajib

Pajak yang menunggak Pajak, Tata Cara dan Prosedur Pelaksanaan

Penyanderaan, serta bagaimana Prosedur Penghentian Penyanderaan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang berisikan tentang pokok-pokok

kesimpilan terhadap pembahasan permasalahan serta saran-saran

yang mungkin akan bermanfaat di masa yang akan datang bagi kita

khususnya sebagai Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang baik.

Page 26: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PAJAK

A. Pengertian dan Sejarah Pajak

1. Pengertian Pajak

Di dalam tiap-tiap masyarakat, di mana ada hubungan antara manusia

dengan manusia, maka selalu ada peraturan yang mengikatnya yakni “hukum”.

Hukum mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hal ini tidak saja berlaku

dalam lingkup hukum publik. Demikian juga dengan pajak. Hak untuk mencari

dan memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa suatu kewajiban

untuk menyerahkan sebagian kekayaan tersebut kepada negara dalam bentuk

“pajak”. Untuk memahami mengapa seseorang harus membayar pajak, maka

haruslah dipahami terlebih dahulu pengertian dari pajak itu sendiri. Seperti

diketahui bahwa negara dalam menyelenggarakan pemerintahan mempunyai

kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang

kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun kecerdasan kehidupannya. Hal

tersebut sesuai dengan tujuan negara kita, sebagaimana yang tercantum dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea keempat yang berbunyi :

“..melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial”.

Dari uraian diatas, nampak bahwa untuk menyelenggarakan kepentingan

rakyatnya, maka negara memerlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya untuk

mewujudkan tujuan negara tersebut. Dana yang akan dikeluarkan ini tentunya

Page 27: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

didapat dari rakyat melalui pemungutan yang disebut dengan “pajak”.

Pemungutan pajak haruslah terlebih dahulu disetujui oleh rakyatnya, sebagaimana

dinyatakan dalam Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang menegaskan agar setiap pajak

yang akan dipungut haruslah berdasarkan undang-undang. Pemungutan pajak

yang harus berlandaskan undang-undang ini berarti bahwa pemungutan pajak

tersebut telah mendapat persetujuan dari rakyatnya melalui perwakilannya pada

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang biasa disebut “berasaskan yuridis.”

Dengan asas ini berarti telah memberikan jaminan hukum yang tegas akan hak

negara untuk memungut pajak.

Untuk mengetahui apa arti pajak, berikut akan dikemukakan beberapa

pendapat dari para ahli hukum yang diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.,

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-

Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal

(kontra –prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat

digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.12

b. Menurut R. Santoso Brotodiharjo, S.H.,

“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.13

12 Rochmat Soemitro, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, Penerbit

Eresco, Bandung, hal 19 13 R. Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, 2005, Penerbit Eresco,

Bandung, hal 4

Page 28: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

c. Menurut Prof. Dr. M.J.H Smeets

“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-

norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa ada kontra-prestasi

yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah

untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.14

d. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa-jasa secara kolektif dalam mencapai kesejahteraan

umum”.15

14 H. Bohari, op.cit. hal 23 15 R. Santoso Brotodiharjo, op.cit. hal 5

Pada pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat

Soemitro, dijelaskan bahwa unsur “dapat dipaksakan” artinya bahwa bila utang

pajak tidak dibayar, maka utang pajak tersebut dapat ditagih dengan menggunakan

kekerasan seperti dengan mengeluarkan surat paksa dan melakukan penyitaan

bahkan bisa dengan melakukan penyanderaan, sedangkan terhadap pembayaran

pajak tersebut tidak dapat ditunjukkan jasa timbal-balik tertentu, seperti halnya

dengan retribusi.

Dari beberapa pengertian pajak yang telah dikemukakan diatas, dapat

disimpulkan bahwa ada 5 (lima) unsur yang melekat dalam pengertian pajak,

yaitu sebagai berikut :

Page 29: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

1) Bahwa pajak adalah suatu iuran atau kewajiban menyerahkan sebagian

kekayaan (pendapatan) kepada negara. Dapat dikatakan bahwa pemerintah

menarik sebagian daya beli rakyat untuk negara.

2) Bahwa perpindahan atau penyerahan iuran itu adalah bersifat wajib, dalam arti

bahwa apabila kewajiban itu tidak dilaksanakan maka dengan sendirinya dapat

dipaksakan.

3) Perpindahan ini adalah berdasarkan undang-undang atau peraturan yang dibuat

oleh pemerintah yang berlaku umum. Sekiranya pemungutan pajak tidak

didasarkan pada undang-undang atau peraturan maka ini tidaklah sah dan

dianggap sebagai perampasan hak.

4) Tidak ada jasa timbal (tegen prestasi) yang dapat ditunjuk, artinya bahwa

antara pembayaran pajak dengan prestasi dari negara tidak ada hubungan

langsung. Prestasi dari negara tersebut antara lain seperti : Hak untuk mendapat

perlindungan dari alat-alat negara, hak menggunakan jalan umum, hak untuk

mendapatkan pengairan, dan sebagainya. Prestasi tersebut tidak ditujukan

secara langsung kepada individu si pembayar pajak, tetapi ditujukan secara

kolektif atau kepada anggota masyarakat secara keseluruhan.

5) Uang yang dikumpulkan oleh negara tersebut digunakan untuk membiayai

pengeluaran umum yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

Sifat pemungutan pajak yang dapat dipaksakan seabagaimana telah

dijelaskan sebelumnya, dapatlah kita artikan bahwa uang yang dikumpulkan dari

pajak akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pembangunan serta

pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Agar ada kepastian dalam proses

Page 30: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

pengumpulannya, maka sifat pemaksaannya harus ada dan rakyat itu sendiri telah

menyetujuinya dalam bentuk undang-undang. Unsur pemaksaan ini berarti apabila

Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak, maka

pemerintah mempunyai kewenangan untuk melakukan upaya paksa antara lain

dengan mengeluarkan surat paksa, sita bahkan juga dapat melakukan

penyanderaaan sebagai upaya terakhir yang dapat dilakukan agar Wajib Pajak

mau melunasi utang pajaknya.

2. Sejarah Perpajakan

Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-

cuma), namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang

harus dilaksanakan oleh rakyat kepada seorang raja atau penguasa. Rakyat ketika

itu memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi,

ternak, atau hasil tanaman lainnya. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu

digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja, sedangkan imbalan atau

prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena sifatnya memang

hanya untuk kepentingan sepihak dan solah-olah ada tekanan secara psikologis

karena kedudukan raja yang lebih tinggi dibandingkan rakyat.

Namun, dalam perkembangannya kemudian sifat upeti yang diberikan oleh

rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah kepada

kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya pemberian yang dilakukan oleh rakyat

tersebut digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan

rakyat, memelihara jalan, membangun saluran air serta berbagai kepentingan

umum lainnya.

Page 31: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Dengan adanya perkembangan suatu masyarakat, maka sifat upeti

(pemberian) yang semula dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut,

selanjutnya dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang

memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Guna untuk

memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan dalam membuat

aturan-aturan dalam pemungutan pajak. Maka untuk itu dibuatlah suatu ketentuan

berupa undang-undang yang mengatur mengenai bagaimana tata cara pemungutan

pajak, jenis-jenis pajak apa saja yang dipungut, siapa saja yang harus membayar

pajak dan berbagai aturan lainnya.

Sejak zaman penjajahan Belanda ternyata telah diberlakukan cukup

banyak undang-undang yang mengatur tentang pembayaran pajak, yaitu sebagai

berikut :

a. Ordonansi Rumah Tangga (Stbl 1908 No.13)

b. Aturan Bea Materai (Stbl 1921 No. 498)

c. Ordonansi Bea Balik Nama (Stbl 1924 No.291)

d. Ordonansi Pajak kekayaan (Stbl 1932 No.405)

e. Orodonansi Pajak Kendaraan Bermotor (Stbl 1934 no.718)

f. Ordonanasi Pajak Upah (Stbl 1934 No. 611)

g. Ordonansi Pajak Potong (Stbl 1936 No.671)

h. Ordonansi Pajak Pendapatan (Stbl 1944 No.17)

i. Undang-Undang Pajak Radio (UU No.12 Tahun 1947)

j. Undang-Undang Pajak Pembangunan I (UU No.14 Tahun 1947)

k. Undang-Undang Pajak Peredaran (UU No.12 Tahun 1952)

Page 32: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Kemudian dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat, diundangkan

lagi beberapa Undang-Undang, antara lain :

a. Undang-Undang Pajak Penjualan Tahun 1951 yang dirubah dengan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1968;

b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Pajak Dividen yang dirubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1967 tentang pajak atas bunga,

dividen dan royalti;

c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara

dengan Surat Paksa;

d. Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1958 tentang Pajak bangsa asing;

e. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd,

PKK, dan PPs.

Terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan mengakibatkan

masyarakat mengalami kesulitan dalam pelaksanaan sehari-hari. Selain itu,

beberapa undang-undang diatas ternyata dalam perkembangannya tidak

memenuhi rasa keadilan terlebih-lebih undang-undang dimaksud masih dibuat

oleh dan untuk kepentingan penjajah Belanda.

Menyadari kondisi diatas maka, pada tahun 1983 pemerintah bersama-

sama dengan DPR sepakat melakukan reformasi Undang-Undang Perpajakan

yang ada dan mengundangkan lima paket undang-undang perpajakan yang

sifatnya lebih mudah dipelajari dan dipraktekkan serta tidak menimbulkan

duplikasi dalam hal pemungutan pajaknya dan unsur keadilan lebih diutamakan.

Kelima Undang-Undang tersebut adalah :

Page 33: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan (KUP)

b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ;

d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

(PBB);

e. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

Dengan diberlakukannya kelima undang-undang tersebut diatas, semua

lapisan masyarakat tentunya diharapkan turut berpartisipasi dan dapat mengerti

akan kewajibannya untuk membayar pajak sesuai dengan sistem self assessment

yang berlaku sejak tahun 1983.

Selanjutnya pada tahun1997 pemerintah kembali mengadakan perubahan

atas undang-undang perpajakan yang ada dan membuat beberapa undang-undang

yang berkaitan dengan masalah perpajakan , yaitu :

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa

Pajak;

b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah;

c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

Paksa;

d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan

Pajak;

Page 34: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan.

Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan

dalam rangka memberikan rasa keadilan kepada Wajib Pajak, pada tahun 2000

kembali pemerintah mengadakan perubahan terhadap undang-undang perpajakan

yang dibuat pada tahun 1983, yang selengkapnya seperti dibawah ini :

a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 mengenai Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP) sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor

9 tahun 1994;

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana

telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994;

c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 mengenai Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah dirubah

dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994;

d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 mengenai Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;

e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 mengenai Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.

Page 35: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

B. Subjek Pajak dan Objek Pajak

1. Subjek Pajak

Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, tidak menjelaskan tentang subjek pajak dan hanya

menyebutkan Wajib Pajak, namun jika bertolak pada prinsip “Self Assessment”

dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan subjek pajak adalah orang

pribadi dari badan yang menurut Undang-Undang Perpajakan dinyatakan sebagai

subjek hukum yang dapat dikenakan pajak.

Dalam bab ini akan diuraikan tentang siapa saja yang menjadi subjek pajak

tersebut, antara lain :

a. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dalam pasal 2 ayat 1,

disebutkan bahwa yang menjadi subjek adalah :

1) Orang Pribadi;

2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

3) Badan. Pengertian badan disini adalah modal yang merupakan kesatuan, baik

yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi :

a) Perseroan Terbatas (PT)

b) Perseroan Komanditer (CV)

c) Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk

apapun

Page 36: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

d) Firma

e) Kongsi

f) Koperasi

g) Dana Pensiun

h) Yayasan

i) Dan bentuk-bentuk badan lainnya.16

4) Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha

yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di

Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat

kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di

Indonesia, yang dapat berupa : Tempat kedudukan manajemen, Cabang

perusahaan, Kantor perwakilan, Gedung kantor, Pabrik, Bengkel,

Pertambangan dan penggalian sumber alam wilayah kerja pengeboran yang

digunakan untuk eksploitasi pertambangan, Perikanan, peternakan, pertanian,

perkebunan, kehutanan, Proyek konstruksi instalasi atau proyek perakitan,

Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas,

serta agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan

tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau

menanggung resiko di Indonesia.

Subjek pajak terdiri dari :

16 Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Undang-

Undang Perpajakan Tahun 2000, Penerbit Citra Umbara, Bandung, hal 95

Page 37: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

1) Subjek Pajak Dalam Negeri, dan

2) Subjek Pajak Luar Negeri.

Subjek pajak dalam negeri terdiri dari ;

a) Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;

b) Badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia;

c) Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan yang menggantikan

yang berhak.

Subjek pajak luar negeri terdiri dari :

a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia

yang menjalankan bentuk usaha tetap di Indonesia.

b) Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak berkedudukan di Indonesia

yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Bagi mereka yang bertempat tinggal di luar Indonesia, baru menjadi

subjek pajak di Indonesia apabila mereka menerima atau memperoleh penghasilan

dari Indonesia, misalnya penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal

Undang-Undang No.17 Tahun 2000. Penghasilan yang dimaksudkan dalam pasal

26 ini adalah :

1) Dividen;

2) Bunga, royalty, sewa;

3) Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

Page 38: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

4) Imbalan sehubungan dengan penggunaan jasa, pekerjaan dan kegiatan;

5) Hadiah dan penghargaan; dan

6) Pensiunan dan pembayaran berkala lainnya.

Sedangkan yang tidak termasuk pada subjek pajak penghasilan adalah

sebagai berikut:

1) Badan Perwakilan Negara Asing;

2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan consular;

3) Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan

Menteri Keuangan.

b. Subjek Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN)

Subjek pajak dari pajak pertambahan nilai 1984 yang telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 adalah Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha adalah orang atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan

perusahaan atau pekerjaannya :

1) Menghasilkan barang, pengusahanya disebut pabrikan atau produsen;

2) Mengimpor barang, pengusahanya disebut eksportir;

3) Melakukan usaha perdagangan, pengusahanya disebut pedagang; dan

4) Melakukan usaha jasa, pengusahanya disebut pengusaha jasa.

Pengusaha menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No.18

Tahun 2000 wajib melaporkan usahanya kepada pejabat pajak di tempat

pengusaha itu bertempat tinggal atau tempat kedudukan usaha itu, dalam jangka

waktu 30 hari sejak usaha dimulai untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena

Page 39: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Pajak (PKP). Pengertian sejak usaha itu dilakukan adalah sejak saat pendirian atau

sejak diperolehnya izin usaha atau sejak usahanya nyata-nyata dimulai.

c. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Subjek pajak dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah orang atau

badan yang:

1) Memiliki, menguasai;

2) memperoleh manfaat atas bumi, dan /atau;

3) memperoleh manfaat atas bangunan;

Subjek pajak diatas yang dikenakan kewajiban membayar pajak, menjadi

wajib pajak. Orang-orang atau badan yang mempunyai hak memiliki, menguasai

dan memperoleh manfaat atas tanah di bangunan menurut pasal 3 Undang-

Undang No.12 Tahun 1994 dimana Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan

bangunan tersebut kurang atau tidak melebihi Rp. 8000.000,- bukan merupakan

wajib pajak. Artinya seseorang yang memiliki tanah dan bangunan yang nilai jual

objek pajak nya hanya Rp. 8.000.000,- maka mereka dibebaskan dari pengenaan

pajak dari pajak bumi dan bangunan.

2. Objek Pajak

Yang dimaksud dengan objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak.

Mengingat penting dan strategisnya objek pajak tersebut berikut ini akan

diuraikan mengenai objek pajak tersebut, antara lain :

Page 40: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

a. Objek Pajak Penghasilan (PPh)

Objek Pajak Penghasilan (PPh) adalah penghasilan. Yang dimaksud

penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang digunakan baik

untuk investasi maupun konsumsi. Objek PPh terbagi atas:

1) Objek PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :

a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang

pension bulanan, upah, honorarium, premi bulanan, uang lembur, uang

sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak,

tunjangan kehamilan, tunjangan jabatan, tunjangan transport, tunjangan

pajak, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, dan penghasilan

teratur lainnya dengan nama apapun;

b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur;

c) Upah harian ,upah mingguan, upah satuan dan upah borongan;

d) Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau Tunjangan Hari Tua

(THT), uang pesangon, dan pembayaran lainnya yang sejenis;

e) Honorarium, uang saku atau penghargaan dengan nama apapun;

f) Gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima

oleh Pejabat Negara, serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain

yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan

termasuk janda atau duda dan anak-anaknya.

2) Objek PPh Pasal 22, adalah sebagai berikut :

a) Penyerahan barang dan atau jasa kepada instutusi pemerintah.

Page 41: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

b) Kegiatan impor ke dalam daerah pabean.

Sedangkan yang bukan objek PPh Pasal 22 adalah :

a) Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan

perundang-undangan tidak terutang pajak penghasilan.

b) Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, antara lain :

(1) Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang

bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;

(2) Barang untuk keperluan Badan Internasional beserta pejabatnya yang

bertugas di Indonesia;

(3) Buku ilmu pengetahuan;

(4) Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,

atau kebudayaan;

(5) Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain

semacam itu yang terbuka untuk umum;

(6) Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu

pengetahuan;

(7) Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang

cacat lainnya;

3) Objek PPh pasal 23 adalah sebagai berikut :

Pasal 23 Undang-Undang PPh mengatur mengenai pemotongan pajak atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib pajak dalam negeri dan BUT

yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan yang

dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak badan dalam

Page 42: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri

lainnya. Objek yang dimaksud antara lain :

a) Dividen

b) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan

jaminan pengembalian hutang

c) Royalti

d) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

e) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,jasa konstruksi

dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21.

4) Objek PPh pasal 26

Pasal 26 UU PPh mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang

bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri

dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Pada dasarnya objek PPh pasal 26 sama dengan objek PPh pasal 23, hanya

saja dalam PPh pasal 26 yang menerima penghasilan tersebut adalah Wajib Pajak

luar negeri, sedangkan dalam PPh pasal 23 yang menerima penghasilan adalah

Wajib Pajak dalam negeri. Selain itu sifat pemotongan PPh pasal 26 adalah

bersifat final (tidak dapat dikreditkan), sedangkan pemotongan PPh pasal 23

sifatnya tidak final.

b. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Objek dalam PPN adalah penyerahan atau kegiatan yang dilakukan oleh

pengusaha kena pajak. Ada 6 kegiatan yang ditegaskan UU PPN sebagai objek

PPN, yaitu sebagai berikut:

Page 43: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

1) Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh

pengusaha;

2) Impor barang kena pajak;

3) Penyerahan jasa kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean oleh

pengusaha;

4) Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di

dalam daerah pabean;

5) Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;

6) Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

c. Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah benda tidak bergerak yaitu

berupa bumi dan bangunan. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi

dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Sedangkan bangunan adalah suatu

konstruksi tehnik yang ditanam atau dilihatkan secara tetap pada tanah dan atau

perairan.Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah :

1) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seprti hotel,

pabrik dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan bangunan

kompleks tersebut;

2) Jalan tol;

3) Kolam renang;

4) Tempat Olahraga;

5) Taman mewah;

6) Tempat penampungan/ kilang minyak, air dan gas;

Page 44: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

7) Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

d. Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Objek dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat berupa tanah, tanah dan

bangunan, atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut

meliputi hal-hal seperti:

1) Pemindahan hak

2) Pemberian hak baru

e. Objek Bea Materai

Objek bea materai adalah dokumen. Dokumen adalah kertas yang

berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan

atau kenyataan bagi sesorang dan pihak-pihak yang berkepentingan. Beberapa

dokumen yang wajib dikenakan bea materai, adalah sebagai berikut :

1) Dokumen yang telah disebutkan dalam Undang-Undang, seperti : surat

perjanjian, akta-akta notaris termasuk salinannya, akta-akta yang dibuat oleh

Pejabat Pembuat Akta Tanah, surat berharga seperti wesel, promes dan lain-

lain.

2) Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan,

seperti : surat-surat biasa dan surat –surat kerumahtanggaan serta surat-surat

yang semula tidak digunakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika

digunakan untuk tujuan lain , lain dari maksud semula, contoh surat

keterangan dokter, keterangan hak warisan dan lain-lain.

Page 45: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

C. Penggolongan Jenis Pajak

Jenis-jenis pajak yang dapat dikenakan terhadap Wajib Pajak dapat

digolongkan dalam 3 golongan yaitu:

1. Berdasarkan sifatnya

Jenis-jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi dua, yaitu :

a. Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri

oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta

dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya

pajak penghasilan.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan

kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau

peritiwa-peristiwa tertentu saja, misalnya Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut Sasaran/ Objeknya

Menurut sasaran atau objeknya, pajak dapat dibagi atas dua golongan yaitu :

a. Pajak Subjektif adalah pajak yang dikenakan dengan pertama-tama

memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (subjeknya). Setelah

diketahui keadaan subjektifnya barulah diperhatikan keadaan objektifnya

sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya Pajak

Penghasilan.

b. Pajak Objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama

memperhatikan / melihat objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau

peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak.

Setelah diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang mempunyai

Page 46: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui, misalnya Pajak

Pertambahan Nilai, bea masuk, cukai tembakau, bensin dan lain

sebagainya. Pajak ini tidak menghiraukan keadaan Wajib Pajak, dimana

lazimnya tidak dipungut tersendiri melainkan dimasukkan kedalam harga

barang sehingga sering kali orang tidak menyadari bahwa dalam harga itu

sudah termasuk pajak. Maka oleh sebab itu pemungutan pajak objektif

yang tidak langsung ini sangat mudah sekali.

Negara yang sedang berkembang sering memungut pajak objektif ini,

bahkan lazimnya hasil pajak objektif ini lebih besar daripada hasil pajak

langsung. Ditinjau dari segi keadilan dan dari segi kekuatan pikul, pajak

ini kurang memenuhi rasa keadilan. Tetapi karena cara pemungutannya

sangat mudah, maka oleh negara-negara baik Negara berkembang maupun

Negara industri kehadirannya dalam penghasilan negara belum dapat

dihilangkan sama sekali.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya

Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak dapat dibagi dua yaitu jenis

pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan jenis pajak yang dipungut

oleh Pemerintah Daerah.

a. Pajak pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang

dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan Direktorat

Jenderal Pajak. Hasil dari pemungutan pajak pusat dikumpulkan dan

dimasukkan sebgai bagian dari penerimaan APBN (Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara).

Page 47: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Jenis Pajak Pusat yang dikelola oleh Departemen Keuangan adalah sebagai

berikut :

1) Pajak Penghasilan

2) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

3) Pajak Bumi dan Bangunan

4) Pajak/ Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

5) Bea Materai.

b. Pajak Daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh Dinas Pendapatan

Daerah (Dispenda). Hasil pemungutan pajak daerah dikumpulkan dan

dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan APBD (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah). Sesuai Undang –Undang Nomor 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak yang

dikelola oleh Dispenda adalah:

1) Pajak Daerah TK I terdiri dari : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

2) Pajak Daerah TK II terdiri dari : Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan,

Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan

Pengolahan Bahan Galian Golongan C, serta Pajak Pemanfaatan Air

Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Page 48: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

D. Jenis-Jenis Ketetapan Pajak

Berbagai produk hukum yang dapat diterbitkan oleh Direktorat jenderal

Pajak dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi

dan Bangunan (KPP/ KPPBB) untuk mengetahui adanya kewajiban atau hak

Wajib Pajak adalah berupa surat ketetapan pajak yang terdiri dari 6 (enam)

macam, yaitu sebagai berikut :

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

STP adalah surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan pajak dan atau

sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. STP diatur dalam pasal 14

Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2000. STP dapat diterbitkan dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Apabila pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b. Apabila dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan

pembayaran pajak akibat salah tulis dan atau salah hitung;

c. Apabila Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau

bunga;

d. Apabila pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang

PPN dan perubahannya tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk

dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP);

e. Apabila pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak

tetapi membuat faktur pajak;

Page 49: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak

membuat atau membuat Faktur Pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak

mengisi selengkapnya Faktur Pajak tersebut.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan

besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan

pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang

masih harus dibayar.

SKPKB diatur dalam pasal 13 UU KUP yang dapat diterbitkan dalam jangka

waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak,

bagian tahun pajak, atau tahun pajak yaitu dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang

terutang tidak atau kurang bayar;

b. Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang

telah ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan juga

seperti ditentukan dalam surat teguran;

c. Apabila berdasakan hasil pemeriksaan atas PPN dan PPnBM ternyata

tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak

seharusnya dikenakan tarif 0 %;

d. Apabila Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak

memenuhi permintaan dalam pemeriksaan pajak sehingga tidak dapat

diketahui besarnya pajak yang terutang.

Page 50: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Penerbitan SKPKB akan diikuti dengan sanksi administrasi yang bisa berupa

denda ataupun kenaikan. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 %

sebulan, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak

tidak atau kurang membayar besarnya pajak yang terutang.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan

tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan dalam SKPKB. SKPKBT diatur

dalm pasal 15 UU KUP yang diterbitkan untuk menampung beberapa

kemungkinan yang terjadi seperti :

a. Adanya SKPKB yang telah ditetapkan ternyata lebih rendah daripada

perhitungan yang sebenarnya;

b. Adanya proses pengembalian pajak yang telah ditetapkan dalam SKPLB

yang seharusnya tidak dilakukan; dan

c. Adanya pajak terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) yang

ditetapkan ternyata lebih rendah.

4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan

jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar

daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. SKPLB diatur

dalam pasal 17 UU KUP yang diterbitkan untuk hal-hal sebagai berikut :

a. Untuk Pajak Penghasilan (untuk selanjutnya disebut PPh), jumlah kredit

pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan

pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;

Page 51: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

b. Untuk Pajak Pertambahan Nilai (untuk selanjutnya disebut PPN), jumlah

kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah

dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;

c. Untuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (untuk selanjutnya disebut

PPnBM), jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang

terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya

terutang.

5. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

SKPN adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk menentukan jumlah

pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak

terutang dan tidak ada kredit pajak. SKPN diatur dalam pasal 17A UUKUP

yang akan diterbitkan dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Untuk PPh, jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau

pajak yang tidak terutang;

b. Untuk PPN, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang,

atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;

c. Untuk PPnBM, jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak

yang teutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

SPPT adalah surat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk

memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada Wajib Pajak. SPPT

diatur dalam Pasal 10 ayat 1 UU No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan. SPPT merupakan dokumen yang berisi besarnya utang atas Pajak

Page 52: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Bumi dan Bangunan yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak pada waktu yang

telah ditentukan. SPPT diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek

Pajak (SPOP) yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak atau berdasarkan data

objek pajak yang telah ada di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

E. Pajak Sebagai Sumber Penerimaan Negara

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi yang bertanggung jawab

langsung terhadap sumber penerimaan negara dari sektor pajak, mendapat tugas

yang penting dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional. Hal ini

adalah konsekuensi dari upaya mengurangi ketergantungan dana dari luar negeri

melalui pemberian hutang, dengan cara meningkatkan sumber penerimaan dari

dalam negeri.

Berkaitan dengan itu sudah selayaknya apabila setiap individu dalam

masyarakat dapat memahami dan mengerti akan arti dan pentingnya peran pajak

untuk kelangsungan penerimaan negara.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam APBN yang dibuat oleh pemerintah

terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi pokok andalan, yaitu:

1. Penerimaan dari sektor pajak;

2. Penerimaan dari sektor migas (minyak bumi dan gas): dan

3. Penerimaan dari sektor bukan pajak.

Dari ketiga sumber penerimaan diatas, penerimaan dari sektor pajak

ternyata merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara. Dari tahun ke

tahun kita dapat mengetahui bahwa penerimaan pajak terus meningkat dan

Page 53: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

memberi andil yang besar dalam penerimaan negara. Penerimaan dari sektor pajak

selalu dikatakan merupakan yang terbesar dalam membiayai pembangunan

nasional. Sedangkan penerimaan dari sektor migas, yang dahulu selalu menjadi

andalan dalam penerimaan negara, sekarang ini sudah tidak bisa diharapkan

sebagai sumber penerimaan keuangan negara yang terus-menerus karena sifatnya

yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources). Penerimaan migas

pada suatu waktu akan habis sedangkan dari pajak selalu dapat diperbaharui

sesuai dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat itu sendiri. Sekalipun

demikian bukan berarti sumber penerimaan negara lainnya tidak terlalu penting,

tetapi posisi pajak dapat dikatakan lebih penting sebagai salah satu sumber

penerimaan negara. Kondisi ini tidak boleh luput dari perhatian pemerintah,

apalagi kedepannya kebutuhan pendanaan pemerintah akan semakin besar saja.

Jika pemerintah masih ingin mempertahankan pajak sebagai salah satu sumber

penerimaan negara yang dominan, maka pemerintah harus mendorong partisipasi

publik dalam bidang perpajakan. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan

bahwa Wajib Pajak atau Penanggung Pajak mendapatkan perlakuan yang baik,

adil dan wajar sehingga mereka tidak menganggap bahwa pemenuhan kewajiban

perpajakan sebagai beban yang berat dan kesadaran untuk membayar pajak

semakin meningkat. Hal ini menjadi semakin penting terutama dengan

diterapkannya sistem self assessment yang menuntut Wajib Pajak untuk berperan

aktif dan jujur dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Peranan yang demikian strategis menjadikan Direktorat Jenderal Pajak

(DJP) harus terus melakukan pembenahan terutama di bidang peraturan

Page 54: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

perpajakan agar misi menjadikan pajak sebagai sumber utama pembiayaan

pembangunan dapat tercapai tanpa mengabaikan prinsip keadilan bagi

masyarakat. Maka dilakukanlah beberapa usaha untuk meningkatkan penerimaan

dari sektor pajak, antara lain :

a. Perluasan Wajib Pajak; dalam arti menjaring wajib pajak sebanyak mungkin.

b. Penyempurnaan tarif pajak; dan

c. Penyempurnaan administrasi pemungutan pajak.

Semangat pembaharuan mendorong DJP terus-menerus menyempurnakan

sistem perpajakan secara optimal. Perubahan secara mendasar terhadap peraturan

perpajakan dilakukan pada tahun 1985, untuk menggantikan peraturan perpajakan

peninggalan kolonial Belanda, serta untuk mengimbangi perkembangan dunia

usaha dan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembiayaan

pembangunan nasional.

Pada tahun 1997 terjadi lagi perubahan peraturan perpajakan untuk

penyempurnaan dalam mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan di bidang

ekonomi yang semakin maju, sehingga pada tahun 2000 peraturan perpajakan

mengalami perubahan lagi untuk menghadapi tantangan perkembangan kemajuan

global di segala bidang. Perubahan terakhir ini dalam rangka menegakkan hukum

dan kepastian hukum terutama dalam hal peraturan perpajakan.

Setiap perubahan yang dilakukan tersebut semata-mata dimaksudkan

untuk meningkatkan peranan penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN).

Page 55: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

BAB III

PENAGIHAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK

Peran serta masyarakat sebagai Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban

pembayaran pajak tentu sangat diharapkan sesuai dengan kerangka sistem “self

assessment” yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan sejak tahun 1983,

yang memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak

untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah

pajaknya. Akan tetapi dalam kenyataannya terdapat cukup banyak masyarakat

yang dengan sengaja atau dengan berbagai alasan tidak melaksanakan

kewajibannya membayar pajak berdasarkan ketetapan pajak yang telah

diterbitkan. Tidak dibayarnya utang pajak tersebut maka akan menjadi tunggakan

pajak. Untuk menegakkan ketentuan Undang-Undang pajak yang ada,

dilakukanlah tindakan penagihan pajak.

Tindakan penagihan terhadap utang pajak yang dilakukan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

Paksa. Undang-undang ini mempunyai kekuatan hukum yang bersifat memaksa

agar Wajib Pajak mau melunasi utang pajaknya.

Berdasarkan hal tersebut maka dalam bab ini terlebih dahulu akan dibahas

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana timbul dan hapusnya hutang

pajak tersebut, dasar teori dan yurisdiksi pemungutan pajak, rangkaian kegiatan

penagihan pajak, hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak, serta bagaimana sanksi

bagai Wajib Pajak yang menunggak pajak.

Page 56: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

A. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak

1.Timbulnya Utang Pajak

Membicarakan mengenai utang pajak maka harus dimengerti dahulu apa

itu yang dimaksud dengan utang. Secara yuridis mengenai utang itu harus ada dua

pihak, yaitu pihak kreditur yang mempunyai hak dan pihak debitur yang

mempunyai kewajiban.

Kedudukan debitur dan kreditur dalam hukum perdata tidak sama dengan

kedudukan kreditur dan debitur dalam hukum pajak. Ketidaksamaan utang pajak

dan utang biasa dapat dilihat dalam hal :

a. Cara timbulnya utang

b. Sifat utangnya

Timbulnya utang dalam hukum perdata (utang biasa) disebabkan adanya

perikatan yang dikuasai oleh hukum perdata. Dalam perikatan, maka pihak yang

satu berkewajiban memenuhi apa yang menjadi hak dari pihak lain, misalnya

terjadi perjanjian jual beli, maka kewajiban penjual menyerahkan barang yang

dijualnya, sedangkan si pembeli berkewajiban membayar harga yang telah

ditetapkan.

Sedangkan perikatan yang timbul dari undang-undang saja, misalnya

adanya kelahiran, yaitu bila seorang anak lahir maka menurut undang-undang

orang tuanya berkewajiban mengurus dan memelihara anaknya.

Utang pajak timbul karena undang-undang, dimana antara negara dan

rakyat sama sekali tidak ada perikatan yang melandasi utang itu. Hak dan

kewajiban antara negara dan rakyatnya tidak sama. Negara dapat memaksakan

Page 57: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

utang itu untuk dibayar apabila seorang Wajib Pajak berutang pajak terhadap

negara. Utang pajak timbulnya karena undang-undang dengan syarat adanya

tatbestand, yaitu rangkaian dari perbuatan-perbuatan, keadaan-keadaan dan

peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak itu, seperti:

a. Perbuatan-perbuatan, seperti pengusaha yang mengimpor barang mewah atau

melakukan penyerahan barang di daerah pabean dalam lingkungan

perusahaan, dikenakan atau terutang pajak Pertambahan Nilai dan Jasa, serta

Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

b. Keadaan-keadaan seperti: memiliki harta bergerak dan harta tak bergerak,

dikenakan atau terutang pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983, yang telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2000.

c. Peristiwa, seperti meninggalnya pewaris. Sejak saat meninggalnya pewaris,

maka harta warisan yang belum terbagi merupakan subjek pajak penghasilan

dan dikenakan pajak. Jika warisan itu sudah dibagi-bagi kepada ahli warisnya

maka tidak lagi terkena pajak.

Jadi timbulnya utang pajak karena undang-undang yakni tatbestand yang

dalam hukum pajak disebut ajaran materil tentang timbulnya utang pajak.

Sedangkan ada pendirian lain yang dikenal dengan ajaran formil, dimana para

penganut ajaran ini berpendirian bahwa utang pajak itu timbul karena adanya

Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus atau Inspeksi Pajak. Dengan demikian

Page 58: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

meskipun sudah dipenuhi adanya tatbestand, namun jika belum ada surat

ketetapan pajak maka ini berarti belum ada utang pajak.17

a. Utang pajak diliputi atau dikuasai oleh ketentuan hukum publik, sedangkan

utang biasa dikuasai oleh hukum perdata. Kalau dalam hukum perdata utang

biasa itu ada/ terdapat suatu jasa timbal (tegen prestasi) dari ikatan itu, tetapi

dalam utang pajak justru hal itu tidak ada.

Dengan berlakunya undang-undang pajak nasional, maka jelas yang dianut

adalah ajaran materil tentang timbulnya utang pajak. Ini jelas kita lihat dalam

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2000 tentang KUP pada Pasal 12, yang

menegaskan setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak

menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Perbedaan antara utang pajak dengan utang biasa dapat disimpulkan

adalah sebagai berikut :

b. Utang biasa penagihannya berdasarkan hukum perdata, sedangkan utang pajak

penagihannya berdasarkan hukum publik yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2000 yang dikenal dengan “Penagihan Pajak dengan Surat

Paksa”. Baik penagihan utang biasa maupun penagihan utang pajak keduanya

dapat dipaksakan, hanya berlainan dalam hal prosedur penagihannya. Utang

biasa prosedur untuk memaksakan penagihannya harus melalui keputusan

hakim pengadilan. Sedangkan utang pajak tidak melalui hakim, tetapi

17 H. Bohari, op.cit. hal 112

Page 59: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

prosedurnya lebih singkat, yaitu langsung dengan paksaan berdasarkan surat

paksa.18

Menurut Santoso Brotodiharjo S.H., bahwa :

“Dalam hukum pajak positif Indonesia, tidaklah selalu dinyatakan dengan terang di dalam undang-undangnya, pada saat manakah terjadinya suatu utang pajak, melainkan dicurahkannyalah semua perhatian kepada timbulnya keharusan untuk membayarnya. Demikian itu adalah karena dalam praktek sehari-hari, saat yang disebut terakhir ini adalah jauh lebih penting. Kepentingan ini terutama terletak dalam soal penagihan.”.19

2.Hapusnya Utang Pajak

Terhadap setiap utang pajak yang timbul tentunya diharapkan pada waktu

yang telah ditetapkan berakhirnya perikatannya. Saat timbul dan berakhirnya

utang pajak ini, merupakan saat yang sangat penting di dalam hukum pajak.

Diantara kedua saat tersebut terdapatlah suatu keadaan yang juga perlu ditinjau.

Yaitu waktu sedang adanya utang pajak, sebab kebanyakan hal waktu ini meliputi

jangka yang panjang, yang diadakan karena pada umumnya dapat diduga bahwa

pada saat timbulnya utang pajak, si Wajib Pajak belum mempunyai kemampuan

untuk melunasinya seluruh ataupun sekaligus.

Pembayaran ataupun pelunasan pajak bagi Wajib Pajak pada hakekatnya

merupakan suatu perikatan bagi Wajib Pajak karena undang-undang. Oleh karena

itu hapusnya utang pajak dapat terjadi jika berakhirnya perikatan dari Wajib

Pajak. Cara yang menyebabkan berakhirnya utang pajak tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut:

18 Ibid. hal 113

Page 60: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

a. Pembayaran

Utang pajak akan hapus apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran atas

utang pajaknya ke kas negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan. Pembayaran pajak hanya dapat dilakukan dengan uang dan bukan

dengan bentuk lainnya.

b. Kompensasi

Kompensasi adalah suatu cara penghapusan utang dengan jalan

mempertemukan atau memperhitungkan utang-piutang secara timbal balik

antara kreditur dan debitur. Dalam hal ini dapat terjadi jika Wajib Pajak punya

piutang kepada negara, piutang mana dalam hal ini cq. Instansi yang

memungut pajak sehingga jika diperhitungkan maka piutangnya tersebut dapat

menutupi jumlah pajak yang harus dibayarnya sehingga utang pajaknya

dianggap lunas atau utang pajaknya menjadi hapus.

c. Daluwarsa

Daluwarsa utang pajak merupakan suatu cara untuk menghapus utang pajak

karena lampaunya waktu. Daluwarsa utang pajak dapat terjadi karena

lampaunya waktu penetapan pajak (penetapan surat ketetapan pajak) maupun

karena lampaunya waktu proses penagihan pajak. Daluwarsa utang pajak

dimaksudkan agar ada suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak untuk suatu

masa tertentu yang ditentukan oleh undang-undang tidak lagi mempunyai

utang pajak.

19 R. Santoso Brotodiharjo, 1991, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung, hal 103

Page 61: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Dalam pasal 22 UU No.16 Tahun 2000, menyatakan bahwa daluwarsa

penetapan dan penagihan pajak lampau waktu setelah 10 (sepuluh) tahun.

Artinya setelah batas waktu tersebut, Wajib Pajak tidak lagi mempunyai

kewajiban untuk melunasi utang pajaknya.

d. Penghapusan

Hapusnya utang pajak yang terakhir terjadi karena adanya proses

penghapusan piutang pajak yang biasa disebabkan oleh hal-hal sebagai

berikut :

1) Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan

dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan;

2) Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi yang dibuktikan

berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Daerah setempat.

Penghapusan piutang pajak melalui proses penghapusan merupakan

bentuk keadilan bagi Wajib Pajak yang memang benar-benar mengalami

hal tersebut diatas;

3) Sebab lain, misalnya Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi atau

dokumen tidak dapat ditemukan lagi disebabkan oleh hal/ keadaan yang

tidak dapat dihindarkan seperti kebakaran, bencana alam dan sebagainya.

Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak apakah tidak mungkin lagi dapat

ditagih, maka harus diadakan lagi pemeriksaan setempat terhadap Wajib Pajak

yang bersangkutan. Laporan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak

mungkin ditagih lagi harus menggambarkan keadaan Wajib Pajak yang

Page 62: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya utang pajak yang tidak

dapat ditagih lagi.

Utang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi, hanya dapat dihapuskan

setelah adanya laporan pemeriksaan dari pihak instansi yang berwenang, dalam

hal ini aparat perpajakan, atau setelah adanya penelitian administrasi mengenai

lewat waktu (kadaluwarsa) penagihan pajak. Atas dasar laporan pemeriksaan atau

atas dasar penelitian administrasi mengenai kadaluwarsaan penagihan suatu utang

pajak, maka setiap akhir tahun takwin Kepala Inspeksi Pajak membuat “daftar

penghapusan piutang pajak” untuk setiap jenis pajak yang berisi nama Wajib

Pajak, jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang telah dibayar, sisa utang

pajak dan keterangan mengenai Wajib Pajak.

Usul penghapusan piutang pajak disampaikan kepada Menteri Keuangan

pada setiap akhir tahun takwin oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan dilampirkan

daftar penghapusan utang pajak Menteri Keuangan menerbitkan Surat Keputusan

Piutang Pajak atas dasar usulan dari Direktur Pajak.20

B. Yurisdiksi Pemungutan Pajak

Yurisdiksi pemungutan pajak merupakan salah satu cara pemungutan

pajak yang didasarkan pada tempat tinggal seseorang atau berdasarkan

kebangsaan seseorang atau berdasarkan sumber dimana penghasilan diperoleh.

Yurisdiksi yang dimaksud adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh

suatu negara dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar

20 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 953/KMK.04/1983

Page 63: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

pemungutannya tidak menjadi berulang-ulang yang bisa memberatkan orang yang

dikenakan pajak. Yurisdiksi yang dimaksud tersebut yaitu sebagai berikut :

a. Asas Tempat Tinggal

Adalah suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili

seseorang. Suatu negara hanya dapat memungut pajak terhadap semua orang

yang bertempat tinggal atau berdomsili di negara yang bersangkutan atas

seluiruh penghasilan dimanapun diperoleh, tanpa memperhatikan apakah

orang yang bertempat tinggal tersebut adalah warga negaranya atau warga

negara asing.

b. Asas Kebangsaan

Adalah suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan suatu

negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang

mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun orang

tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang bersangkutan. Misalnya

Negara A akan memungut pajak terhadap semua orang yang berkebangsaan

Negara A sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di Negara A.

c. Asas Sumber

Adalah suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau

tempat penghasilan berada. Apabila suatu sumber penghasilan berada di suatu

negara maka negara tersebut berhak memungut pajak kepada setiap orang

yang memperoleh penghasilan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut

berada.

Page 64: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Undang-Undang PPh Indonesia menganut ketiga asas diatas. Khusus terhadap

asas tempat tinggal UU PPh (UU No.17 Tahun 2000), menegaskan adanya

batasan waktu untuk bertempat tinggal atau berada di Indonesia yaitu lebih

dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan.

Keberadaan lebih dari 183 hari tidaklah harus berturut-turut tetapi ditentukan

oleh jumlah hari seseorang berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan

sejak kedatangannya di Indonesia. Untuk asas kebangsaan dan asas sumber

dapat dipahami yaitu bahwa terhadap setiap warga negara Indonesia

dimanapun berada akan dikenakan pajak oleh negara Indonesia, demikian

pula halnya apabila seseorang bukan Warga Negara Indonesia namun

memperoleh penghasilan dari Indonesia maka negara Indonesia mempunyai

hak untuk mengenakan pajak kepada setiap orang yang memperoleh

penghasilan dari sumber penghasilan tersebut berada.

C. Rangkaian Kegiatan Penagihan Pajak

Penagihan pajak ini merupakan suatu hal yang sangat penting baik bagi

penerimaan negara maupun bagi pendidikan tanggung jawab rakyat jika

dijalankan dengan baik. Pelaksanaan penagihan harus dilakukan berdasarkan

ketentuan yang jelas, yang dapat digunakan sebagai pedoman. Penagihan pajak

diatur dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-Undang No.16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan. Dalam Pasal 20 Undang-Undang ini, diatur mengenai

penagihan pajak dengan Surat Paksa. Ketentuan tersebut kemudian ditindaklanjuti

Page 65: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

dengan UU No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

Dalam Undang-Undang ini ditentukan mengenai bagaimana prosedur dari

penagihan pajak tersebut.

Penagihan pajak dalam sistem self assessment dilaksanakan sedini

mungkin sejak timbulnya utang pajak dan sebelum tanggal jatuh tempo

pembayaran atau penyetoran pajak melalui penagihan pajak secara persuasif,

seperti melalui pengumuman, himbauan, telepon, atau surat serta diskusi atau

dialog perpajakan yang semata-mata dilakukan agar Wajib Pajak membayar atau

menyetor sendiri pajak yang terutang secara tepat waktu.

Penagihan pajak pasif lebih diarahkan untuk mengingatkan Wajib Pajak

untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dilihat dari sisi aktivitas fiskus, pihak

fiskus mulai berperan aktif dalam penagihan pasif tersebut. Tetapi penagihan pasif

ini bukan hanya ditujukan untuk menagih pajak itu sendiri, melainkan juga untuk

memberikan pendidikan mengenai tanggung jawab perpajakan kepada rakyat

seperti dengan mengadakan seminar, diskusi, pelatihan atau lokakarya perpajakan.

Menurut UU No.19 Tahun 2000 Pasal 1 angka 9 penagihan pajak adalah

serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi hutang pajak dan biaya

penagihan pajak dengan menegaskan, memperingatkan, melaksanakan penagihan

seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan,

melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang

telah disita. Atau dengan kata lain penagihan pajak adalah serangkaian tindakan

yang dimulai setelah Wajib Pajak mempunyai tunggakan pajak yang belum atau

tidak dilunasinya.

Page 66: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Sebelum sampai pada pembahasan selanjutnya, maka disini terlebih

dahulu akan dijelaskan mengenai hal-hal yang terkait dengan tindakan penagihan

pajak tersebut, antara lain:

1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan

kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atas pemotong pajak tertentu.

2. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab

atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi

kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

3. Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah

melaksanakan penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa

Penilai, dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

4. Pejabat Pajak adalah orang yang berwenang mengangkat dan memberhentikan

Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus,

Surat Paksa, Surat Perintah melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita,

Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat

Perintah Penyanderaan, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak

sehubungan dengan penanggung pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh

utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah. Menteri Keuangan

berwenang menunjuk pejabat untuk penagihan pajak pusat dan Kepala Daerah

berwenang menunjuk pejabat untuk penagihan pajak daerah.

Page 67: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

5. Jurusita Pajak adalah pelaksana atas tindakan penagihan pajak yang meliputi

penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan

penyanderaan. Tugas jurusita pajak antara lain : Melaksanakan Surat Perintah

Penagihan Seketika dan Sekaligus, Memberitahukan Surat Paksa,

Melaksanakan Penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan suatu

surat perintah, dan melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah

Penyanderaan.

6. Pengadilan Negeri adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi

tindakan penagihan pajak dilaksanakan.

Berdasarkan Pasal 2 UU No.19 Tahun 2000 disebutkan bahwa serangkaian

tindakan penagihan pajak sebagaimana yang dimaksud diatas adalah sebagai

berikut :

1. Surat teguran, surat peringatan, atau surat lainnya yang sejenis.

Adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau

memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi hutang pajaknya.

Sebagaimana diketahui bahwa yang menjadi dasar penagihan pajak adalah

adanya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat

Keputusan Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak

yang harus dibayar ditambah.

Setelah dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkannya surat

ketetapan sebagaimana dimaksud diatas, Wajib Pajak tetap tidak melunasi hutang

pajaknya, barulah dilakukan suatu tindakan penagihan aktif dengan nama Surat

Page 68: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Teguran atau surat peringatan lain yang sejenis yang dimaksudkan untuk menegur

atau memperingatkan Wajib Pajak tersebut.

Penerbitan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis

merupakan tindakan awal dari pelaksanaan penagihan pajak dan pelaksanaannya

harus dilakukan sebelum dilanjutkan dengan penerbitan surat paksa, maka secara

yuridis surat paksa tersebut dapat dianggap tidak ada karena tidak didahului

dengan pengeluaran surat teguran atau surat peringatan lain seperti yang dimaksud

diatas.

2. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

Adalah tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh jurusita pajak

kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang

meliputi seluruh hutang pajakdari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.

Ada dua kata yang penting untuk dipahami yaitu kata “seketika” dan

“sekaligus”. Yang dimaksud dengan penagihan seketika adalah penagihan yang

dilakukan segera tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran, sedangkan

penagihan sekaligus adalah penagihan yang meliputi seluruh utang pajak dari

semua jenis pajak dan tahun pajak. Secara preventif dimaksudkan agar

penerimaan negara di sektor perpajakan dapat diamankan dalam waktu yang

singkat.

Dalam pasal 20 UU KUP ditegaskan bahwa tindakan penagihan seketika

dan sekaligus dapat dilakukan apabila salah satu dari hal-hal berikut diketahui:

a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau

berniat untuk itu;

Page 69: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai

dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau

pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia ;

c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan

usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan

yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;

d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau

e. Terjadinya penyitaan atas barang-barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga

atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya

memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak ;

b. Besarnya utang pajak ;

c. Perintah untuk membayar pajak;

d. Saat pelunasan pajak.

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus ini diterbitkan sebelum

penerbitan Surat Paksa.

3. Surat Paksa

Adalah surat perintah untuk membayar hutang pajak dan biaya penagihan

pajak.21

21 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, op.cit. hal 120

Hal ini adalah sebagaimana dijelaskan pada pasal 1 angka 12 UU No.19

Tahun 2000. Ada 3 (tiga) hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa,

yaitu:

Page 70: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

a. Bahwa Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal

jatuh tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau

surat lain yang sejenis.

b. Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan

sekaligus.

c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan

angsuran atau penundaan pembayaran.

Berbicara lebih lanjut tentang Surat Paksa, maka Surat Paksa dapat

ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya. Surat paksa

ini dalam bahasa hukum disebut eksekusi langsung (parate eksekusi), yang berarti

bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilaksanakan tanpa melalui proses

Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena Surat Paksa itu mempunyai

kekuatan Eksekutorial dan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus

dalam melaksanakan kewajibannya mempunyai hak “Parate Eksekusi”.

Dilihat dari segi isinya Surat Paksa memuat hal-hal sebagai berikut :

a. Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan UU No.14 Tahun

1970 pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

b. Nama Wajib Pajak/ Penanggung Pajak, keterangan cukup tentang alasan yang

menjadi dasar penagihan, perintah membayar.

c. Dikeluarkan atau ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk

oleh Menteri Keuangan/ Kepala Daerah.

Sedangkan dari segi karakteristiknya adalah sebagai berikut :

Page 71: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

a. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Groose putusan hakim dalam

perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan.

b. Mempunyai kekuatan hukum yang pasti (in kracht van gewijsde).

c. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak

(biaya-biaya penagihan).

d. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau pencegahan dan

penyanderaan.

Mengingat Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan

hukum yang tetap, maka pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak

oleh Jurusita Pajak harus dilaksanakan dengan cara membacakan isi surat paksa

dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa

telah diberitahukan.

Surat Paksa yang akan diberitahukan kepada Penanggung Pajak dilakukan

paling lambat setelah lampau waktu 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat

Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yag sejenis diterbitkan. Bila Surat

Paksa diterbitkan kurang dari 21 (dua puluh satu) hari setelah surat teguran

diterbitkan, maka Surat Paksa tersebut menjadi batal demi hukum.

4. Surat perintah melaksanakan penyitaan

Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang

Penanggung Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi hutang pajak menurut

peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penyitaan merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan

Surat Paksa, apabila pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka

Page 72: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

waktu 2*24 jam sesudah tanggal pemberitahuan dengan pernyataan dan

penyerahan Surat Paksa kepada Wajib Pajak. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita

Pajak yang telah disumpah terlebih dahulu dan didampingi oleh 2 (dua) orang

saksi penduduk Indonesia yang telah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun,

dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya. Setiap melaksanakan penyitaan

jurusita pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh

jurusita pajak, penanggung pajak dan saksi-saksi.

Meskipun penanggung pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat

dilaksanakan dengan syarat ada saksi yang berasal dari pemerintah daerah

setempat. Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh penanggung pajak, Berita Acara

Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh jurusita pajak dan saksi-saksi. Salinan Berita

Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barang tidak

bergerak yang disita, dan atau di tempat-tempat umum. Pengajuan keberatan oleh

Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan.

Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik penanggung pajak yang

berada di tempat tinggal, tempat usaha, atau di tempat lain, termasuk yang

penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak

tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu berupa:

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, deposito, giro, atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham atau surat

berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan

b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal.

Page 73: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Menurut pasal 15 UU No.19 Tahun 2000, ada 6 (enam) jenis barang yang

dikecualikan dari penyitaan yaitu:

a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh

Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya ;

b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta

peralatan memasak yang ada di rumah;

c. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas;

d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak

dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan;

e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan

pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari

Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah);

f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan

keluarga yang menjadi tanggungannya.

5. Surat Perintah Penyanderaan

Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan

Penanggung Pajak dengan menempatkannya ditempat tertentu. Penyanderaan

hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak apabila memenuhi 2 (dua)

syarat, yaitu:

a. Syarat kuantitatif, yaitu apabila Penanggung Pajak mempunyai utang pajak

sekurang-kurangnya Rp.100.000.000.- (seratus juta rupiah); dan

b. Syarat kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya itikad baik Penanggung

Pajak yang bersangkutan dalam melunasi utang pajaknya. Misalnya,

Page 74: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Penanggung Pajak menyembunyikan harta kekayaannya sehingga tidak cukup

harta yang dapat dijadikan jaminan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan

pajak.

Namun demikian penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam kondisi

sebagai berikut:

a. Apabila Penanggung Pajak sedang beribadah;

b. Apabila Penanggung Pajak sedang mengikuti sidang resmi;

c. Apabila Penanggung Pajak sedang mengikuti Pemilihan Umum.

Pembahasan lebih lanjut mengenai penyanderaan ini akan dibahas pada bab

berikutnya.

6. Surat Pencabutan Sita

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa penyitaan adalah tindakan

jurusita pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak guna dijadikan jaminan

untuk melunasi hutang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

Pencabutan sita hanya dapat dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah

melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan

pengadilan atau putusan badan peradilan pajak atau ditetapkan lain dengan

Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah. Mengenai pencabutan sita

tersebut diatur lebih lanjut dalam UU No.19 Tahun 2000 dalam pasal 22.

Pencabutan sita sebagaimana dimaksud, dilaksanakan berdasarkan suatu Surat

Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh pejabat. Dan dalam hal penyitaan

dilaksanakan terhadap barang yang kepemilikannya terdaftar, maka Surat

Pencabutan Sita disampaikan kepada instansi tempat barang tersebut terdaftar.

Page 75: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

7. Pengumuman Lelang

Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara

penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan

peminat atau calon pembeli. Dasar hukum pelaksanaan lelang adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan

Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak

Dengan Surat Paksa. Lelang dalam hal sita pajak merupakan salah satu bagian

dari berbagai jenis lelang untuk melaksanakan eksekusi atas barang milik

Penanggung Pajak dalam rangka penagihan piutang pajak. Sesuai aturan yang

telah ditentukan pelaksanaan penjualan secara lelang terhadap barang yang telah

disita dilakukannya sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah

pengumuman lelang. Pengumuman lelang itu sendiri dilakukan setelah ditentukan

hari, tanggal, dan jam lelang, dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas)

hari setelah pelaksanaan penyitaan. Kepala Kantor mengumumkan lelang melalui

surat kabar harian, selebaran, atau tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan

atau media elektronik termasuk internet di wilayah kerja Kantor Lelang tempat

barang yang akan dijual. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1

(satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Jangka waktu

pengumuman pertama dan kedua sekurang-kurangnya lima belas (15) hari serta

diatur agar pengumuman kedua tidak jatuh pada hari libur/ hari besar.22

22 Direktorat Jenderal Pajak, 2005, Pedoman Penagihan Pajak, Dirjen Pajak, Jakarta, hal 22

Pengumuman lelang barang tidak bergerak yang akan dilelang bersama-

sama dengan barang bergerak, maka pengumumannya dilakukan sebagai berikut:

Page 76: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

a. Pengumuman pertama dilakukan untuk barang bergerak dan barang yang tidak

bergerak.

b. Pengumuman kedua dilakukan hanya untuk barang yang tidak bergerak.

c. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp.

20.000.000,00.- (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media

massa.23

Hasil dari pelaksanaan lelang barang-barang yang disita terlebih dahulu

akan digunakan untuk melunasi biaya penagihan pajak, dan sisanya baru

dipergunakan untuk membayar utang pajak. Bila masih tetap ada sisanya, maka

akan dikembalikan kepada Penanggung Pajak yang bersangkutan. Setelah lelang

selesai dilaksanakan maka akan dibuatkan Risalah Lelang yang merupakan suatu

Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang dapat berfungsi sebagai suatu akta jual beli

yang merupakan bukti otentik sebagai dasar untuk mendaftarkan dan pengalihan

hak.

Tetapi dapat melalui selebaran atau pengumuman yang ditempelkan

di tempat umum misalnya di Kantor Kelurahan atau di papan pengumuman

KPP.

8. Surat Penentuan Harga Limit

Surat Penentuan Harga Limit merupakan suatu surat yang dibuat ataupun

diterbitkan oleh Jurusita untuk menentukan harga dari barang-barang baik

bergerak ataupun tidak yang dimiliki oleh si Wajib Pajak atau Penanggung Pajak

yang disita dan akan di lelang untuk membayar/ melunasi tunggakan pajak dari

Wajib Pajak tersebut. Sehingga Jurusita dapat mengetahui apakah harta yang

23 Mardiasmo, 2003, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal 50

Page 77: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

dilelang tersebut dapat mencukupi atau tidak untuk membayar utang pajak dari

Wajib Pajak tersebut.

9. Pembatalan Lelang

Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak melunasi utang-utang pajak serta

biaya pelaksanaannya sesudah pengumuman lelang dimuat di surat kabar/ media

cetak/ media elektronik tetapi sebelum pelaksaaan lelang, maka pengumuman

lelang itu dapat dibatalkan dengan memuat iklan pembatalan lelang dalam surat

kabar/ media cetak/ media elektronik yang bersangkutan.

Pembatalan pengumuman lelang baru dapat dilakukan apabila Wajib Pajak

/ Penanggung Pajak menunjukkan bukti pembayaran utang pajak serta biaya

pelaksanaannya.

10. Surat Lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak

Merupakan semua bentuk surat yang dapat dikeluarkan oleh fiskus, yang

diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugasnya untuk melakukan penagihan pajak

terhadap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang memiliki tunggakan pajak.

D. Hak Dan Kewajiban Wajib Pajak

Sejak diberlakukannya sistem self assessment dalam undang-undang

perpajakan Indonesia, telah diatur adanya hak dan kewajiban Wajib Pajak yang

diatur dengan seimbang dengan hak dan kewajiban fiskus (petugas Direktorat

Jenderal Pajak) sehingga Wajib Pajak dan fiskus dapat melaksanakan ketentuan

yang ada dengan sebaik-baiknya.

Page 78: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Hal ini tentu saja akan mengakibatkan Wajib Pajak tersebut dapat dikenai

sanksi apabila tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan

perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu berikut ini akan diuraikan mengenai hak

dan kewajiban Wajib Pajak yang akan disertai dengan hak dan kewajiban fiskus

serta hak dan kewajiban pihak ketiga.

1. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

a. Hak Wajib Pajak

Hak-hak Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah

sebagai berikut:

1) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus.

Hak ini merupakan konsekuensi logis dari sistem self assessment yang

mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan

membayar pajaknya sendiri. Untuk dapat melaksanakan sistem tersebut

tentu hak dimaksud merupakan prioritas dari seluruh hak Wajib Pajak

yang ada.

2) Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan (untuk selanjutnya disebut

SPT).

Apabila Wajib Pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan terdapat

kekeliruan misalnya karena adanya data yang belum dilaporkan atau

terdapat kesalahan dalam menghitung, Wajib Pajak masih diberikan

kesempatan untuk membetulkannya dengan syarat fiskus belum

melakukan tindakan pemeriksaan. Pembetulan ini diberikan dalam jangka

Page 79: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak,

atau tahun pajak (Pasal 8 ayat 1 UU KUP).

3) Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian SPT.

Dalam pasal 3 ayat 3 UU KUP disebutkan bahwa batas waktu

penyampaian SPT dalam masa paling lambat dua puluh hari setelah akhir

masa pajak dan untuk SPT tahunan paling lambat tiga bulan setelah akhir

tahun pajak. Batas waktu tersebut dapat diperpanjang paling lama enam

bulan dengan mengajukan permohonan secara tertulis.

4) Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak.

Apabila Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajaknya mengalami

kelebihan, maka atas kelebihan tersebut dapat diminta kembali (restitusi)

sesuai Pasal 11 UU KUP dengan suatu permohonan tertulis.

5) Hak untuk mengajukan keberatan dan banding.

Apabila Wajib Pajak merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang telah

diterbitkan, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum berupa keberatan

dan banding. Upaya keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan

Pajak (KPP) sedangkan banding diajukan kepada Badan Penyelesaian

Sengketa Pajak (BPSP) seperti diatur dalam Pasal 25 dan 27 UU KUP.

6) Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia Wajib Pajak.

Penjelasan Pasal 34 UU KUP menegaskan bahwa setiap pejabat baik

petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan

untuk tidak mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut

masalah perpajakan. Apabila pejabat tersebut membocorkan rahasia Wajib

Page 80: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Pajak kepada pihak lain, maka Wajib Pajak dapat mengadukan pejabat

tersebut karena telah melakukan tindak pidana perpajakan sebagaimana

dimaksud Pasal 41 UU KUP.

7) Hak untuk mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda

pembayaran pajak.

Hak ini diberikan untuk membantu Wajib Pajak yang mengalami kondisi

tertentu misalnya, Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau

mengalami keadaan diluar kekuasaannya, maka Wajib Pajak yang

bersangkutan dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur atau

menunda pembayaran pajaknya (Pasal 9 ayat 4 UU KUP).

8) Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah

dikeluarkan.

Dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak, Wajib Pajak

khususnya Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat

mengurangi penghasilannya dengan segala pengeluaran-pengeluaran yang

telah ditentukan dalam undang-undang. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 6

UU PPh.

9) Hak pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Khusus untuk Wajib Pajak orang pribadi Pasal 7 UU PPh memberikan

pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak dalam jumlah tertentu

yang telah ditentukan.

Page 81: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

10) Hak menggunakan norma perhitungan penghasilan netto.

Hak ini diberikan kepada Wajib Pajak yang mempunyai peredaran bruto

usaha dalam satu tahun kurang dari Rp. 600.000.000.- dengan syarat

memberitahukan kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu

tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan sebagaimana diatur

dalam Pasal 14 UU PPh.

11) Hak untuk memperoleh fasilitas perpajakan.

Pasal 31 a UU PPh memberikan fasilitas perpajakan kepada Wajib Pajak

yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha tertentu dan atau

daerah tertentu dalam bentuk :

a) Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jumlah

penanaman yang dilakukan;

b) Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;

c) Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari sepuluh

tahun; dan

d) Pengenaan PPh atas dividen sebagaimana dimaksud dalam pasal 26

sebesar 10% kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang

berlaku menetapkan lebih rendah.

12) Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak

Keluaran.

Apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) mempunyai Pajak Masukan (pajak

yang dibayar kepada pihak lain), maka atas Pajak Masukan tersebut dapat

Page 82: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

dikreditkan terhadap Pajak Keluarannya (pajak yang dipungut dari pihak

lain).

b. Kewajiban Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan

adalah:

1) Kewajiban untuk mendaftarkan diri.

Pasal 2 UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan

diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat

tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2) Kewajiban mengisi dan menyampaikan SPT.

Pasal 3 ayat 1 UU KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi

SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab,

satuan mata uang rupiah dan menandatangani serta menyampaikannya ke

kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

3) Kewajiban membayar atau menyetor pajak.

Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara melalui

Kantor Pos atau Bank BUMN/ BUMD atau tempat pembayaran lain yang

ditetapkan Menteri Keuangan (Pasal 10 ayat 1 UU KUP).

4) Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan.

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia diwajibkan membuat

pembukuan (Pasal 28 ayat 1). Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib

Page 83: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan

Norma Perhitungan Penghasilan Netto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang

tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

5) Kewajiban mentaati pemeriksaan pajak.

Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa harus mentaati ketentuan dalam rangka

pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak wajib memperlihatkan dan atau

meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan

penghasilan yang diperoleh; memberikan kesempatan untuk memasuki

tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna

kelancaran pemeriksaan; serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh

pemeriksa pajak (Pasal 29 UU KUP).

6) Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.

Kewajiban ini dilakukan Wajib Pajak terhadap pihak lain dalam rangka

melaksanakan perintah undang-undang pajak itu sendiri, seperti Pasal 21,

Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26 UU PPh, dan ketentuan dalam UU PPN.

7) Kewajiban membuat faktur pajak.

Setiap pengusaha kena pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap

penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak (Pasal 13 UU PPN). Faktur

pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pungutan pajak yang dilakukan

oleh pengusaha kena pajak.

Page 84: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

8) Kewajiban melunasi bea materai.

Dalam Undang-Undang Bea Materai disebutkan bahwa bea materai adalah

merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen, maka terhadap

dokumen-dokumen tertentu wajib dilunasi bea materainya.

2. Hak dan Kewajiban Fiskus

a. Hak Fiskus

Hak-hak fiskus yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan adalah:

1) Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau mengukuhkan

Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.

2) Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.

3) Menerbitkan Surat Paksa dan Melaksanakan Penyitaan,

4) Melakukan Pemeriksaan dan Penyegelan.

5) Menghapuskan atau Menguraikan Sanksi Administrasi.

6) Melakukan Penyidikan.

b. Kewajiban Fiskus

Kewajiban fiskus yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan antara

lain sebagai berikut:

1) Kewajiban untuk membina Wajib Pajak

Kewajiban ini merupakan suatu kewajiban yang sangat penting sekalipun

sistem perpajakan yang dipakai saat ini adalah sistem self assessment.

Suksesnya penerimaan dari sektor pajak antara lain juga ditentukan melalui

pembinaan yang dilakukan oleh fiskus. Pembinaan ini dapat dilakukan melalui

Page 85: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

berbagai upaya antara lain pemberian penyuluhan, pengetahuan perpajakan

baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat.

2) Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

Berdasarkan permohonan Wajib Pajak atas adanya kelebihan pembayaran

pajak dan fiskus telah melakukan pemeriksaan atas permohonan tersebut,

maka fiskus berkewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima (Pasal 17

b UU KUP).

3) Merahasiakan Data Wajib Pajak

Setiap petugas pajak dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak

kepada pihak lain atas segala sesuatu yang menyangkut masalah perpajakan

sebagiamana diatur dalam Pasal 34 UU KUP.

3. Hak dan Kewajiban Pihak Ketiga

Pelaksanaan pemeriksaan di bidang pajak juga mungkin melibatkan pihak

ketiga, karena pihak ketiga tesebut bisa memiliki pekerjaan atau profesi yang

bersinggungan dengan pemeriksaan tersebut. Dalam pasal 35 Undang-Undang

tentang KUP dinyatakan bahwa:

a. Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik,

notaris, konsultan pajak, kantor admninstrasi, dan pihak ketiga lainnya yang

mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa atau disidik, atas

Page 86: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tesebut wajib

memberikan keterangan atau bukti yang diminta.

b. Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh

kewajiban merahasiakan, maka untuk keperluan pemeriksaan atau penyidikan

pajak kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank

kewajiban merahasiakan ditiadakan atas perintah tertulis dari Menteri

Keuangan.

Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, maka

atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak ketiga yaitu bank,

akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi dan pihak ketiga

lainnya yang mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang

diperiksa atau disidik harus memberikan keterangan atau bukti-bukti yang

diminta oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak. Dengan demikian pihak ketiga

sebagaimana yang disebutkan diatas juga memiliki kewajiban untuk

membantu pemeriksaan.

E. Pengertian Dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Yang Menunggak Pajak

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa

Hukum Pajak dapat dikaitkan dengan Hukum Perdata. Dalam hal ini negara

sebagai orang (persoon) dalam bentuk badan hukum (recht persoon) menjadi

pihak kreditur (berpiutang) menagih hutang kepada pihak Wajib Pajak sebagai

seorang yang berhutang (debitur). Wajib Pajak yang tidak melaksanakan

kewajibannya dalam membayar pajak dalam waktu yang telah ditentukan dapatlah

Page 87: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

dikatakan bahwa ia telah melakukan wanprestasi. Maka berikut ini akan

dipaparkan apa yang dimaksud dengan wanprestasi itu dan sanksi apa saja yang

akan diterima apabila Wajib Pajak menunggak pajak.

5. Pengertian Wanprestasi

Salah satu subjek berkewajiban dan berhak atas sesuatu atau menerima

prestasi sebagai objek. Jika perikatan tanpa objek maka seperti tak ada perjanjian.

Wanprestasi adalah suatu keadan dimana salah satu pihak tidak memenuhi

prestasi pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan

juga tetapi tidak selayaknya.

Pasal 1239 KUH Perdata menyatakan bahwa: “tiap-tiap perikatan untuk

berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak

memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban

memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”. Wanprestasi bisa terjadi akibat

daripada kesalahan debitur, bisa sengaja tidak dipenuhinya atau karena kelalaian

dan wanprestasi ini juga bisa terjadi akibat dari keadaan memaksa (overmacht)

atau tidak dapat diketahui akan terjadi (Force Majour).

Wajib Pajak dapat saja tidak mampu memenuhi prestasinya yaitu

menyelesaikan kewajiban-kewajiban terhadap objek pajak yang dipikulnya. Kita

mungkin pernah berfikir bahwa negara tidak memperdulikan nasib Wajib Pajak,

sekalipun Wajib Pajak mendapat musibah negara tetap saja menjalankan fungsi

budgeternya. Pemikiran diatas tidak selamanya benar, hal ini dibuktikan dengan

adanya fasilitas-fasilitas pajak yang berkaitan dengan musibah yang dialami

Wajib Pajak. Fasilitas yang demikian antara lain diberlakukan secara formal di

Page 88: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Amerika Serikat oleh IRS (Internal Revenue Services). Di Indonesia sendiri ada

juga failitas pajak atas musibah yang dialami Wajib Pajak. Di Amerika Serikat

fasilitas pajak diberikan berkaitan dengan terjadinya bencana (causalities),

pencurian (theft) dan kerugian deposit (loss on deposit). Masing-masing defenisi

dan perlakuan pajaknya akan kita bahas pada bagian berikut:

a. Bencana (casuality)

Bencana atau kecelakaan (casuality) adalah kerusakan atau kerugian atau

kehilangan atas harta benda sebagai dampak dari kejadian yang tidak

diperkirakan (unexpected), tiba-tiba (sudden), dan tidak biasa (unusual).

Kerugian dari bencana bisa menjadi pengurangan penghasilan antara lain

adalah: kecelakaan mobil, gempa bumi, kebakaran, banjir, kecelakaan kapal,

dentuman sonic (sonic boom), dan lain-lain.. Kerugian dari bencana yang

tidak dapat dibebankan mengurangi penghasilan antara lain jika terjadi

disebabkan karena: kesengajaan merusak barang, kebakaran yang disengaja,

kecelakaan yang disengaja, dan lain sebagainya.

b. Pencurian (Theft)

Adalah tindakan sengaja mengambil dan memindahkan uang atau harta milik

orang lain. Pengertian pencurian disini termasuk pemerasan, perampokan, dan

penculikan.

c. Kerugian/ deposit (Loss on deposit)

Dapat terjadi apabila sebuah bank, pegadaian atau lembaga keuangan lainnya

menjadi bangkrut. Jika hal ini terjadi maka kerugian tersebut dapat

Page 89: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

diperlakukan sebagai kerugian karena bencana atau kerugian karena sebab

biasa (ordinary loss), atau piutang non usaha yang tidak tertagih.

Sedangkan di Indonesia perihal perlakuan pajak atas musibah terdapat

dalam Pasal 11 ayat 8 dan 9 UU No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan

beserta penjelasannya, yang menyatakan bahwa apabila harta terbakar, maka

penggantian asuransinya dibukukan sebagai penghasilan dan nilai sisa buku harta

tersebut dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Dengan demikian, jika penggantian yang diterima lebih kecil dari jumlah

kerugian atau tidak terdapat penggantian sama sekali, maka sisa kerugian atau

seluruh kerugian jika tidak ada penggantian dapat dibebankan dalam tahun pajak

bersangkutan.

Dalam hal penggantian asuransi yang diterima baru dapat diketahui

dengan pasti dikemudian hari, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan

kepada Dirjen pajak agar jumlah kerugian dapat dibebankan dalam tahun

penggantian asuransi.

Penagihan pajak dan bunga penagihan dalam hal Wajib Pajak melakukan

ingkar janji. Maka menurut Pasal 5 Keputusan Dirjen Pajak No.53/ Pj.4/ 1995

tindakan penagihan dengan surat paksa dapat dilakukan apabila, Wajib Pajak yang

telah mendapat keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk mengangsur atau

menunda pembayaran pajak tidak melaksanakan keputusan tersebut.

Ingkar janji atau wanprestasi tersebut dapat berupa tidak memenuhi jumlah

angsuran yang telah ditentukan maupun membayar angsuran pada tanggal yang

tidak sesuai dengan keputusan.

Page 90: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

2. Sanksi bagi Wajib Pajak yang menunggak pajak

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/

dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah

(preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam Undang-

Undang Perpajakan dikenal adanya 2 (dua) macam sanksi yaitu:

a. Sanksi Administrasi, dan

b. Sanksi Pidana

Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam

dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan

ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Sanksi administrasi merupakan sejumlah pembayaran kerugian berupa

uang kepada negara dalam bentuk bunga, denda atau kenaikan. Sanksi ini diatur

dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP.

Sanksi administrasi tersebut terdiri dari:

1) Bunga, terdiri dari:

a) Pembayaran

b) Penagihan

c) Ketetapan

masing-masing 2% per-bulan.

2) Kenaikan, 50% atau 100%

3) Denda, Rp.50.000.- / Rp.100.000.-

Page 91: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Sanksi administrasi berupa bunga yang ada kaitannya dengan masalah

penagihan, sedangkan sanksi administrasi berupa kenaikan dan denda diabaikan.

Sanksi administrasi berupa bunga terdiri dari:

a. Bunga Pembayaran

Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak

pada waktunya dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa

dikeluarkan suatu Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Dengan demikian bunga

pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi

antara lain:

1) Bunga karena pembetulan SPT.

2) Bunga karena angsuran atau penundaan pembayaran.

3) Bunga karena terlambat membayar.

4) Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya terutang dan pajak

sementara.

b. Bunga Penagihan

Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan

Surat Tagihan berupa Surat Tagihan Pajak, tidak dilakukan dalam batas waktu

pembayaran yang telah ditentukan. Bunga penagihan umumnya ditagih

dengan Surat Tagihan Pajak.

c. Bunga Ketetapan

Bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukkan dalam Surat Ketetapan Pajak

sebagai tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan umumya ditagih dengan

Page 92: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Hal ini sebagaimana diatur

dalam Pasal 13 ayat 2 KUP.

Sedangkan sanksi pidana merupakan sanksi/ penderitaan terhadap Wajib

Pajak. Sanksi pidana dapat berupa pidana denda, pidana kurungan, atau pidana

penjara yang ditetapkan oleh hakim pidana. Sanksi pidana merupakan suatu alat

terakhir atau benteng hukum yang dapat digunakan fiskus agar norma perpajakan

ditaati atau dipatuhi.

Sanksi pidana yang berupa denda pidana berbeda dengan sanksi berupa

denda administrasi yang hanya diancam atau dikenakan kepada Wjaib Pajak yang

melanggar ketentuan peraturan perpajakan. Sanksi berupa denda pidana selain

dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak

atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada

tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.

Sanksi pidana berupa kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana

yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak dan pihak ketiga.

Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya

sama dengan yang diancamkan dengan pidana denda, maka masalahnya hanya

ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan

selama-lamanya sekian.

Sedangkan sanksi pidana berupa pidana penjara merupakan hukuman

perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan.

Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya

kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak sendiri.

Page 93: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Wajib Pajak yang dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana pajak,

yaitu telah diketahui pada saat dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh

pemeriksa pajak dan diperoleh bukti-bukti bahwa Wajib Pajak tersebut telah

melakukan Tindak Pidana Pajak sebagaimana diatur pada Pasal 38 dan Pasal 39

UU No.16 Tahun 2000. Pasal 38 UU No.16 Tahun 2000, menyatakan:

Setiap orang karena kealpaannya:

a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan

b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak

lengkap melampirkan keterangan sehingga dapat menimbulkan kerugian pada

pendapatan negara dipidana kurungan paling lama 1 tahun.

Pasal 39 UU No.16 Tahun 2000, menyatakan:

a. Setiap orang yang dengan sengaja:

1) Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa

hak NPWP atau PPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,

2) Tidak menyampaikan SPT,

3) Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau

tidak lengkap,

4) Menolak untuk dilakukan pemeriksaan yang dimaksud dalam Pasal 29,

5) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu

atau dipalsukan seolah-olah benar,

6) Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak

memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen

lainnya,

Page 94: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

7) Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) atau denda paling tinggi 4 (empat) kali

jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar.

b. Pidana dimaksud pada ayat 1 dilipatkan 2 (dua) apabila seorang melakukan

lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun terhitung

sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

c. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana

menyalahgunakan atau menggunakan tanpa NPWP atau tanpa PPKP,

sebagaimana dimaksud ayat1 huruf a, atau menyampaikan Surat

Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap

sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dalam rangka mengajukan permohonan

restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 tahun atau denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi

yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

Pembagian sifat kealpaan dan kesengajaan dalam undang-undang pajak,

pada prinsipnya sama dengan pembagian sifat pidana dalam KUHP. Jika kedua

pasal diatas ditujukan kepada Wajib Pajak, maka Pasal 41 UU No.16 Tahun 2000

ditujukan kepada pejabat pajak (fiskus), yang selengkapnya berbunyi sebagai

berikut:

a. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan

hal sebagaimana diatur dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana kurungan

Page 95: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 4.000.000.- (empat

juta rupiah).

b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang

yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 34, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan

denda paling banyak Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah).

c. Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan

ayat 2 hanya dilakukan atas pengaduan dari orang yang kerahasiaannya

dilanggar.

Dari ketiga pasal diatas, terlihat ada keseimbangan (keadilan) dalam

undang-undang pajak, karena siapapun orangnya baik Wajib Pajak maupun fiskus

tanpa terkecuali akan ditindak/ dipidana sesuai dengan berat ringannya kesalahan

yang dilakukan. Namun demikian perlu diingat bahwa terhadap pejabat yang akan

dituntut hanya dapat dilakukan sepanjang ada pengaduan dari orang yang merasa

kerahasiaannya dilanggar, yang disebut dengan delik aduan. Dengan kata lain

sekalipun pejabat melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal

tersebut bisa tidak dituntut seandainya Wajib Pajak yang kerahasiaannya

dilanggar tidak melakukan pengaduan kepada pihak kepolisian sebagai pihak

penyidik.

Page 96: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

BAB IV

FUNGSI LEMBAGA PENYANDERAAN DALAM SISTEM PENAGIHAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK YANG MENUNGGAK PAJAK

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

Meskipun kewajiban membayar pajak ditetapkan berdasarkan undang-

undang seperti halnya yang telah dipaparkan sebelumnya, namun pada prakteknya

tidak setiap orang yang terkena undang-undang tersebut akan serta merta dan

sukarela memenuhi kewajibannya. Ada sebagian orang yang tidak mau memenuhi

atu mematuhi ketentuan tersebut. Hal ini sangat disayangkan mengingat bahwa

rakyat dikenakan kewajiban untuk membayar pajak berdasarkan undang-undang

di bidang perpajakan yang diberlakukan hanya setelah memperoleh persetujuan

dari rakyat melalui wakil-wakilnya. Jika pajak dipandang sebagai utang yang

harus dilunasi oleh mereka ynag berkewajiban untuk membayarnya, maka akan

ada suatu konsekuensi yang dapat dikenakan terhadap pihak-pihak yang tidak mau

membayar bahkan menghindar dari kewajibannya tersebut. Sebagai contoh

adanya Wajib Pajak atau Penanggung Pajak berusaha dengan tipu muslihat

mengalihkan atau memindahtangankan sebagian harta miliknya seluruhnya

ataupun sebagian luput dari penyitaan yang akan dilakukan oleh jurusita pajak

guna dijadikan jaminan untuk membayar utang pajak dari Penanggung Pajak.

Dengan cara memindahtangankan harta itu kepada pihak lain atau atas nama

orang lain, maka utang pajak tidak dapat dilunasi karena barang atau harta milik

Penanggung Pajak yang akan dijadikan jaminan utang pajak tidak ada lagi. Dalam

keadaan yang demikian maka fiskus (negara selaku pemungut pajak) akan sangat

dirugikan karenanya.

Page 97: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Dalam hubungan antara debitur dengan kreditur, terdapat sanksi berupa

hukuman penjara terhadap debitur yang tidak sanggup ataupun tidak bersedia

untuk melunasi utangnya kepada kreditur seperti halnya contoh diatas. Hukuman

penjara tersebut tentunya harus dilaksanakan dalam koridor hukum yang berlaku,

dimana debitur hanya dapat ditahan sebagai jaminan utang sampai ada pihak

ketiga, seperti anggota keluarga atau saudara dari debitur yang bersedia melunasi

utangnya. Dalam sistem hukum di Indonesia yang menganut sistem hukum

daratan Eropa, tindakan melakukan penahanan tersebut dikenal dengan nama

penyanderaan (Gijzeling).24

A. Pengertian Penyanderaan

Dengan kata lain penyanderaan (gijzeling) merupakan

akibat dari ketidakmauan atau ketidakmampuan debitur untuk memenuhi

kewajiban guna membayar utang-utangnya kepada kreditur. Namun dalam

masalah penyanderaan ini terutama dikenakan terhadap pihak-pihak yang

mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, teteapi tidak mau

memenuhinya.

Dalam pembahasan bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai

lembaga penyanderaan dan pelaksanaan serta penghentian proses penyanderaan

itu sendiri.

Dalam bidang perpajakan ada kemungkinan bahwa Penanggung Pajak

bertindak a social; yaitu dengan jalan menyembunyikan harta kekayaan untuk

menghindarkan dari penyitaan. Akibat perbuatan tersebut maka jurusita pajak

tidak dapat menyita barang-barang Penanggung Pajak/ Wajib Pajak. Langkah

24 Y. Sri Pudyatmoko, 2007, Penegakan dan Perlindungan Hukum Di Bidang Pajak,

Salemba empat, Jakarta, hal 111

Page 98: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

selanjutnya dari Jurusita Pajak adalah melakukan penyitaan badan yang dikenal

dengan nama “penyanderaan” (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Pasal 33

ayat 1).

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 1 sub 21 bahwa

yang dimaksud dengan penyanderaan adalah pengekangan untuk sementara waktu

kebebasan Penanggung Pajak/ Wajib Pajak dengan menempatkannya di tempat

tertentu.

Menurut Undang-Undang Nomor 49 Prp 1960 bahwa yang dimaksud

dengan paksa badan atau penyanderaan adalah penagihan dalam rangka

penyelamatan uang negara dengan cara pengekangan kebebasan untuk sementara

waktu di suatu tempat tertentu terhadap debitur yang tergolong mampu namun

tidak beritikad baik.

Menurut HIR Pasal 209 sampai Pasal 244 bahwa jika tidak ada atau tidak

cukup barang untuk memastikan pelaksanaan keputusan, maka Ketua Pengadilan

Negeri dapat memberi perintah untuk melaksanakan surat sita guna menyandera

debitur. Dalam hal ini yang disita adalah orangnya dan berkaitan dengan

hubungan antara debitur dan kreditur secara Hukum perdata. Segala biaya

pemeliharaan orang yang disanderakan ditanggung oleh orang yang mendapat izin

untuk menyanderakan.

Selain itu ketentuan mengenai penyanderaan juga dapat ditemukan dalam

Pasal 242 sampai Pasal 258 Rbg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten), yaitu

Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura. Pasal 243

menyatakan bahwa lama penyanderaan dapat ditentukan secara berjenjang sesuai

Page 99: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

dengan besar kecilnya jumlah yang harus dipenuhi oleh debitur. Dalam Rbg juga

diatur mengenai persyaratan usia, kondisi, dimana seseorang tidak dapat

disandera, tempat penyanderaan, wewenang penyanderaan, dan sebagainya.

Dalam ketentuan tersebut juga dinyatakan bahwa penyanderaan dilakukan atas

permohonan kreditur.25

Kemudian MA mempertimbangkan bahwa SEMA No.2 Tahun 1964 dan

SEMA No.2 Tahun 1975 tentang Gijzeling dipandang tidak sesuai lagi dengan

Dalam perkembangan selanjutnya, Mahkamah Agung RI menerbitkan

Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung (SEMA) No.2 Tahun 1964 jo. No.2 Tahun

1975, yang memerintahkan kepada semua Ketua Pengadilan dan para hakim untuk

tidak menggunakan lagi peraturan-peraturan mengenai sandera sebagaimana

dimaksud dalam pasal 209-224 HIR (Pasal 242-258 Rbg), karena lembaga paksa

badan tersebut dianggap bertentangan dengan perikemanusiaan. Sekalipun

demikian Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan penetapannya tanggal 27 Mei

1974 No.1/ 1974/ Gijz menetapkan gijzeling apabila debitur tidak memenuhi

bunyi putusan No.142/ 1972 G. Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 6

Februari 1975 No.915 k / Sip/ 1974 berpendapat: bahwa hakim pertama salah

menerapkan hukum karena HIR/ Rbg hanya dapat dilaksanakan terhadap Debitur

yang sudah tidak punya barang lagi, terhadap orang yang miskin atau dengan kata

lain HIR/ Rbg membuka kemungkinan untuk merampas kebebasan bergerak

seorang miskin.

25 Y. Sri Pudyatmoko, op.cit. hal 112

Page 100: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

kebutuhan hukum dalam rangka penegakan hukum dan keadilan serta

pembangunan ekonomi bangsa.

Sedangkan penyanderaan dalam KUHAP pasal 161 (1) berkaitan dengan

seorang saksi atau saksi ahli menolak untuk bersumpah atau berjanji. Adapun

sanksinya adalah 14 (empat belas) hari dapat dikenakan sandera dengan surat

penetapan hakim ketua.

B. Kriteria Wajib Pajak Yang Dapat Dikenakan Penyanderaan

Sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak KEP- 218/PJ/2003 tertanggal 30

Juli 2003 tentang petunjuk pelaksanaan penyanderaan dan pemberian rehabilitasi

nama baik Penanggung Pajak yang akan disandera dijelaskan hal-hal sebagai

berikut:

1. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab

atas pembayaran pajak termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi

kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan.

2. Tempat Penyanderaan adalah rumah tahanan negara yang dijadikan tempat

pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak yang terpisah

dari tahanan lain.

3. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor

Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (untuk selanjutnya disebut Kepala KPP /

KPPBB)

Sebelum membicarakan mengenai penyanderaan lebih lanjut, perlu

dipahami bahwa penyanderan dilakukan terhadap Penanggung Pajak atau orang

Page 101: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

pribadi yang memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak. Penanggung Pajak

sebenarnya dapat dikatakan sebagai pihak yang bertindak untuk dan atas nama

Wajib Pajak, atau pihak yang mewakili Wajib Pajak. Penanggung Pajak diatur

dalam Pasal 32 Undang-Undang tentang KUP. Dalam pasal tersebut dinyatakan

bahwa Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diwakili dalam hal:

1. Badan oleh pengurus;

2. Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau badan yang dibebani

untuk melakukan pemberesan;

3. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana

wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya;

4. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh

wali atau pengampunya.

Dalam rangka melakukan penagihan pajak, tidak semua Wajib Pajak dapat

disandera begitu saja ketika mereka tidak mau dan tidak mampu memenuhi

kewajibannya. Untuk itu diperlukan pengaturan mengenai kriteria dan ukuran

penyanderaan yang jelas. Tindakan penyanderaan harus dilakukan oleh fiskus

berdasarkan pada prinsip kehati-hatian serta selektif. Hal ini penting mengingat

bahwa lembaga penyanderaan mengandung unsur pengekangan terhadap hak-hak

individu. Penempatan orang sebagai Wajib Pajak atau Penanggung Pajak di

tempat tertentu dalam rangka paksa badan sesungguhnya membatasi ruang gerak

dan kebebasan dari yang bersangkutan.

Page 102: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Berikut ini akan diuraikan mengenai beberapa kriteria dari Penanggung

Pajak yang dapat dikenakan sandera, berdasarkan ketentuan dalam Undang-

Undang tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan dipertegas lagi dengan

Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000, antara lain

adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai hutang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp.100.000.000,-

(seratus juta rupiah).

2. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi hutang pajak.

3. Telah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat paksa

diberitakan kepada Penanggung Pajak, dan

4. Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hutang pajak

adalah hutang yang dibebankan kepada seseorang atau khususnya Wajib Pajak

untuk dibayarkan kepada negara demi kelancaran dan kelangsungan pelaksanaan

pemerintahan dan pembangunan. Hutang Pajak akan hapus apabila Wajib Pajak

melakukan pembayaran atas utang pajaknya ke kas negara atau tempat lain yang

ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pembayaran pajak hanya dapat dilakukan

dengan uang dan bukan dengan bentuk lainnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan Penanggung Pajak diragukan itikad

baiknya dalam pelunasan hutang pajak, meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Penanggung Pajak tidak merespon himbauan untuk melunasi hutang pajak.

2. Penanggung Pajak tidak menjelaskan/ tidak bersedia melunasi hutang pajak

baik sekaligus maupun angsuran.

Page 103: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

3. Penanggung Pajak tidak bersedia menyerahkan hartanya untuk melunasi

hutang pajak.

4. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau

berniat untuk itu.

5. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai

dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau

pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.

6. Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau menggabungkan

usahanya atau memekarkan usahanya atau memindahtangankan perusahaan

yang dimiliki atau dikuasainya atau melakukan perubahan bentuk lainnya.

Dan selanjutnya mengenai surat paksa bahwa ada 3 (tiga) hal yang

menyebabkan diterbitkannya surat paksa tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. Bahwa Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan

tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan

atau surat lainnya yang sejenis.

2. Bahwa terhadap Penangung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan

sekaligus.

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan

angsuran atau penundaan pembayaran.

Hal yang sama mengenai kriteria penyanderaan diatas juga diatur dalam

Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-218/ PJ/ 2003 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung

Pajak yang Disandera.

Page 104: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Dengan memperhatikan berbagai ketentuan tersebut, dapat dikatakan

bahwa lembaga paksa badan atau penyanderaan hanya dapat diterapkan untuk hal-

hal tertentu yang bersifat khusus. Misalnya saja, Wajib Pajak atau Penanggung

Pajak tersebut harus mempunyai utang pajak yang jumlahnya relatif besar yaitu

Rp. 100.000.000,-. Angka tersebut dapat diubah seiring berjalannya waktu, karena

jumlah tersebut dimasa yang akan datang dapat saja menjadi relatif kecil. Dengan

demikian penyanderaan tidak diterapkan kepada mereka yang mempunyai utang

pajak atau tunggakan pajak dalam jumlah kecil.

Selain itu, pihak fiskus juga sebaiknya tidak melakukan penyanderaan

apabila memang pada kenyataannya Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang

bersangkutan sudah tidak mempunyai kekayaan sama sekali, sehingga mereka

tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya. Meskipun secara teoritis

dalam kasus semacam itu pemenuhan kewajiban pajak masih dapat

dimungkinkan, yaitu melalui sanak saudara atau kerabat Wajib Pajak yang

bersangkutan. Tetapi secara manusiawi seharusnya ada kebijakan tesendiri dalam

menghadapi kasus semacam itu.

C. Contoh Kasus Wajib Pajak Yang Menunggak Pajak

Berikut ini akan dipaparkan data-data dari Wajib Pajak atau Penanggung

Pajak yang memiliki tunggakan pajak dan sedang dalam proses penagihan yang

dilakukan oleh fiskus pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur. Namun untuk

kepentingan dari Wajib Pajak yang bersangkutan dan dengan berdasar pada Pasal

34 Undang-Undang KUP, yang mewajibkan fiskus untuk merahasiakan data-data

Page 105: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

dari Wajib Pajak, maka dalam pembahasan ini hanya akan menggunakan inisial

dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tersebut.

1. F.S, NPWP: 01.553.xxx.6-113.000, Tahun Pajak 1991-2006. Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 26 Juni 2006, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 1 Mei 2003, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 9.048.238.784,-

2. P.P, NPWP: 01.946.xxx.3-113.000, Tahun Pajak 2001-2004, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 28 Juni 2007, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 10 Mei 2006, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 5.285.562.005,-

3. A.T.C, NPWP: 01.536.xxx.1-113.000, Tahun Pajak 1995-2004, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 28 Juni 2005, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 13 Februari 2006, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 4.801.451.723,-

4. P.I.P, NPWP: 01.536.xxx.0-113.000, Tahun Pajak 1994-2003, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 19 Februari 2007, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 15 Maret 2005, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 4.054.675.610,-

5. A.P.A, NPWP: 01.467.xxx.0-113.000, Tahun Pajak 1995-2006, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 19 Februari 2007, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 25 Juli 2005, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 3.844.829.321,-

Page 106: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

6. D.Y, NPWP: 06.737.xxx.6-113.000, Tahun Pajak 2000-2003, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 01 Juni 2004, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 08 Januari 2003, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 2.071.498.949,-

7. K.R, NPWP: 01.467.xxx.3-113.000, Tahun Pajak 1991-2004, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 22 Maret 2006, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 18 Mei 2005, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 2.224.872.049,-

8. G.D.T Company, NPWP: 01.002xxx.0-113.000, Tahun Pajak 1993-2004,

Surat Teguran terakhir disampaikan pada tanggal 21 Juli 2005, Surat Paksa

terakhir disampaikan pada tanggal 01 Desember 2004, Jumlah tunggakan

sampai dengan bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 1.915.386.560,-

9. K.P.J, NPWP: 01.467.xxx.4-113.000, Tahun Pajak 1997-2006, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 10 Februari 2007, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 12 April 2007, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 1.905.070.711,-

10. M.A Indonesia, NPWP: 01.602.xxx.1-113.000, Tahun Pajak 2001-2004, Surat

Teguran terakhir disampaikan pada tanggal 10 Juli 2006, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 23 Agustus 2006, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 1.591.823.135,-

11. M.M.S, NPWP: 01.700.xxx.3-113.000, Tahun Pajak 1998-2002, Surat

Teguran terakhir disampaikan pada tanggal 11 Mei 2004, Surat Paksa terakhir

Page 107: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

diampaikan pada tanggal 14 Juni 2004, Jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 1.265.554.817,-

12. T.I, NPWP: 01.422.xxx.3-113.000, Tahun Pajak 1992-2002, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 04 April 2003, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 20 Juni 2005, jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 1.240.318.327,-

13. H.O, NPWP: 04.205.xxx.0-113.000, Tahun Pajak 1997-2007, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 16 April 2007, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 12 Februari 2007, jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 1.215.930.117,-

14. M Elektronik, NPWP: 02.342.xxx.2-113.000, Tahun Pajak 2004-2005, Surat

teguran terakhir disampaikan pada tanggal 16 April 2007, Surat Paksa terakhir

diampaikan pada tanggal 07 April 2005, jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 1.059.894.273,-

15. B.A.G, NPWP: 01.602.xxx.0-113.000, Tahun Pajak 1998-2002, Surat Teguran

terakhir disampaikan pada tanggal 20 April 2006, Surat Paksa terakhir

disampaikan pada tanggal 26 Juni 2006, jumlah tunggakan sampai dengan

bulan Juni 2007 adalah sebesar Rp. 864.105.640,-

D. Tata Cara Dan Prosedur Pelaksanaan Penyanderaan

Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang

tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari

terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.

Page 108: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak/ Wajib

Pajak apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:

1. Syarat kuantitatif, yaitu apabila Penanggung Pajak/ Wajib Pajak mempunyai

hutang pajak sekurang-kurang nya Rp.100.000.000.-(seratus juta rupiah), dan

2. Syarat kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya itikad baik Penanggung

Pajak/ Wajib Pajak yang bersangkutan dalam melunasi hutang pajaknya.

Tata cara pelaksanaan penyanderaan terhadap Wajib Pajak atau Penanggung

Pajak harus dilaksanakan dengan mekanisme tertentu dan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Proses penyanderaan telah diatur dalam Keputusan Direktur

Jenderal Pajak No. Kep-218/ PJ/ 2003. Ketentuan tesebut menyatakan bahwa

proses paksa badan diawali dengan diajukannya permohonan izin penyanderaan

oleh Kepala KPP / KPPBB kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal

Pajak untuk perhatian Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak

dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

Permohonan tersebut memuat :

1. Identitas Penanggung Pajak yang akan disandera.

2. Jumlah hutang pajak yang belum dilunasi disertai Kartu Pengawasan

Tunggakan Pajak Penanggung Pajak yang bersangkutan sampai dengan

tanggal usulan penyanderaan dan upaya hukum yang ditempuh Wajib Pajak/

Penanggung Pajak (keberatan/ peninjauan kembali, banding, gugatan, maupun

peninjauan kembali ke Mahkamah Agung).

Page 109: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

3. Tindakan penagihan pajak meliputi penagihan persuasif dan represif yang

telah dilaksanakan oleh KPP/ KPPBB dengan melampirkan fotocopy Surat

Paksa dan Berita Acara Penyampaian Surat Paksa.

4. Uraian tentang adanya petunjuk bahwa Penanggung Pajak diragukan itikad

baiknya dalam melunasi utang pajak.

Setelah menerima izin tertulis dari Menteri Keuangan, Direktur Jenderal

Pajak untuk perhatian Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak,

segera mengirimkan izin tertulis tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah

Direktorat Pajak yang bersangkutan melalui kurir, pos kilat tercatat, atau pos kilat

khusus. Segera setelah menerima izin tersebut, Kepala KPP / KPPBB menerbitkan

Surat Perintah Penyanderaan.

Apabila Menteri Keuangan telah memberikan izin tertulis untuk

melakukan penyanderaan sebagaimana yang dimaksud diatas, maka yang akan

melaksanakan penyanderaan adalah jurusita negara yang berada di Kantor

Pelayanan Pajak yang bersangkutan.

Kemudian Jurusita Pajak tersebut menyampaikan Surat Perintah

Penyanderaan secara langsung kepada Penanggung Pajak dengan disaksikan oleh

dua (2) orang saksi yaitu dua orang Warga Negara Indonesia yang telah dewasa,

dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya; yaitu Kepala Seksi Penagihan,

Koordinator Pelaksana Penagihan, atau aparat Desa / Kelurahan. Dalam

melaksanakan penyanderaan, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan dari aparat

Kepolisian atau Kejaksaan. Tindakan ini ditempuh guna memperlancar proses

penyanderaan, serta menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Ketika

Page 110: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan,

bersembunyi atau melarikan diri, maka Jurusita Pajak melalui Kepala KPP /

KPPBB atau atasannya dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk

menghadirkan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang bersangkutan. Begitu

pula dalam hal Jurusita Pajak menemui kesulitan, ataupun atas alasan keamanan

dan keselamatan Jurusita Pajak dan saksi-saksi, maka Jurusita Pajak dapat

meminta bantuan dari pihak Kepolisian atau Kejaksaan.

Namun demikian, penyanderaan tidak boleh dilakukan dalam kondisi-

kondisi sebagai berikut:

1. Apabila Penanggung Pajak sedang beribadah;

2. Apabila Penanggung Pajak sedang mengikuti sidang resmi;

3. Apabila Penanggung Pajak sedang mengikuti Pemilihan Umum.

Jika Penanggung Pajak yang akan disandera berada di luar wilayah kerja

Kepala KPP /KPPBB yang menerbitkan Surat Paksa atau jika Penanggung Pajak

yang akan disandera tersebut melarikan diri atau bersembunyi ke luar wilayah

kerja dari Kepala KPP / KPPBB, maka Kepala KPP / KPPBB tersebut tetap dapat

menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan dan memerintahkan Jurusita Pajak

untuk melaksanakan penyanderaan terhadap Penanggung Pajak yang berada di

luar wilayah kerjanya. Hal ini dilakukan dengan meminta bantuan kepada Kepala

KPP / KPPBB yang wilayah kerjanya merupakan tempat kedudukan , tempat

domisili, atau tempat persembunyian dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak

yang akan disandera itu. Dalam kasus semacam ini, Kepala KPP / KPPBB yang

dimintai bantuannya wajib memberikan bantuan antara lain dengan:

Page 111: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

1. Memberikan keterangan dan informasi tentang keberadaan Penanggung Pajak

yang dimaksud;

2. Memperbantukan Jurusita Pajak dan menyediakan saksi;

3. Melakukan koordinasi dengan aparat Pemerintah Daerah / Kepolisian

setempat;

4. Memberikan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pelaksanaan

penyanderaan.26

Proses penyanderaan yang sesungguhnya baru mulai dilaksanakan ketika

Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung Pajak yang akan

disandera. Jika Penanggung Pajak yang bersangkutan menolak menerima Surat

Perintah Penyanderaan, maka menurut ketentuan, Jurusita Pajak harus

meninggalkan Surat Perintah Penyanderaan tersebut ditempat kedudukan

Penanggung Pajak, baik ditempat tinggal atau tempat kerjanya, dan mencatatnya

dalam Berita Acara Penyampaian Surat Perintah Penyanderaan bahwa

Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Perintah Penyanderaan tersebut.

Dengan demikian, Surat Perintah Penyanderaan dianggap telah diterima dan sah

sehingga mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis. Selain itu, salinan Surat

Perintah Penyanderaan disampaikan kepada Kepala Rumah Tahanan Negara.

Surat Perintah Penyanderaan tersebut memuat sekurang-kurangnya:

1. Identitas Penanggung Pajak;

2. Alasan Penyanderaan;

3. Izin Penyanderaan;

26 Ibid. hal 119

Page 112: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

4. Lamanya Penyanderaan; dan

5. Tempat Penyanderaan.

Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan ketika

Penanggung Pajak ditempatkan di Rumah Tahanan Negara. Berita Acara tersebut

harus ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Kepala Rumah Tahanan Negara, dan

saksi-saksi. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan disampaikan kepada:

1. Kepala Rumah Tahanan Negara;

2. Penanggung Pajak yang akan disandera;

3. Bupati / Walikota, dimana Penanggung Pajak yang disandera bertempat

tinggal, sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk atau paspor yang dimilikinya.

Berita Acara Pelaksanaan Penyanderaan tersebut merupakan syarat formal

sahnya penyanderaan dan berfungsi sebagai Berita Acara serah terima

Penanggung Pajak yang disandera oleh Jurusita Pajak kepada kepala tempat

penyanderaan.

Berita Acara Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat:

1. Nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan;

2. Izin tertulis Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;

3. Tempat penyanderaan;

4. Lamanya penyanderaan;

5. Identitas saksi penyanderaan.

Menurut Surat Keputusan Bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri

Kehakiman dan Hak Azasi Manusia No. M-02.UM.01 Tahun 2003 dan No. 294 /

KMK.03 / 2003, penyanderaan yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara

Page 113: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

penempatannya dipisahkan dari tempat tahanan tersangka tindak pidana lainnya

berdasarkan jenis kelamin Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang disandera.

Berkaitan dengan penempatan ini, Kepala Rumah Tahanan Negara wajib

memperhatikan penempatan Penanggung Pajak yang disandera yang berada dalam

kondisi tertentu, seperti sakit keras, mengidap penyakit menular, ataupun

mengidap gangguan jiwa.

Penerimaan Penanggung Pajak yang akan disandera di Rumah Tahanan

Negara dicatat dalam Buku Register Daftar Penanggung Pajak yang disandera.

Dalam buku register tersebut dimuat mengenai:

1. Penelitian surat sebagai dasar penyanderaan;

2. Pencocokan nama Penanggung Pajak yang disandera;

3. Penggeledahan badan atau barang;

4. Pengambilan sidik jari;

5. Pengambilan foto; dan

6. Pemeriksaan kesehatan oleh dokter / paramedis Rumah Tahanan Negara.

Apabila Penanggung Pajak yang akan disandera adalah seorang wanita,

maka penggeledahan badan atau barang harus dilakukan oleh petugas wanita.

Apabila dalam hal tidak terdapat petugas wanita, maka penggeledahan dapat

dilakukan oleh polisi wanita atau istri dari petugas. Petugas yang berwenang

melakukan penggeledahan harus melakukannya sesuai dengan etika

penggeledahan yang telah ditentukan. Semua barang atau uang yang diperoleh

dari hasil penggeledahan wajib dicatat dalam register khusus dan ditandatangani

oleh petugas dan Penanggung Pajak yang disandera. Apabila ditemukan barang

Page 114: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

berbahaya atau barang terlarang, maka barang tersebut dapat dirampas atau

dimusnahkan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Pelaksanaan penyanderaan bagi Wajib Pajak/ Penanggung Pajak dilakukan

selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjangkan lagi selama-lamanya 6 bulan.

Ketentuan mengenai jangka waktu maksimum penyanderaan ini didasarkan pada

perhitungan besarnya utang pajak, besarnya jumlah harta yang disembunyikan dan

dihubungkan dengan itikad baik Penanggung Pajak untuk melunasi utang

pajaknya.

Dengan dilakukannya penyanderaan, maka segala biaya yang terjadi

seperti biaya hidup selama dalam penyanderaan di rumah tahanan negara, dan

biaya penangkapan dalam hal Penanggung Pajak melarikan diri dari rumah

tahanan negara menjadi beban Penanggung Pajak yang disandera yang akan

diperhitungkan sebagai biaya penagihan pajak.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-218 / PJ / 2003,

bahwa sekalipun Penanggung Pajak disandera, selama dalam penyanderan

Penanggung Pajak tetap memperoleh hak-hak seperti:

1. Melakukan ibadah di tempat penyanderaan sesuai dengan agama dan

kepercayaannya masing-masing;

2. Memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang

berlaku;

3. Mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman dari keluarga;

4. Memperoleh bahan bacaan dan informasi atas biaya sendiri;

Page 115: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

5. Menerima kunjungan rohaniawan dan dokter pribadi atas biaya sendiri setelah

mendapat izin dari Kepala Rumah Tahanan Negara;

6. Menerima kunjungan keluarga, pengacara dan sahabat setelah mendapat izin

tertulis dari Kepala KPP / KPPBB paling banyak 3 (tiga) kali dalam seminggu

selama tiga puluh menit untuk setiap kali kunjungan; dan

7. Menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas kepada Kepala Rumah

Tahanan Negara atau Kepala KPP / KPPBB.

Ketentuan mengenai hak dari Penanggung Pajak yang disandera

menunjukkan bahwa sekalipun yang bersangkutan mempunyai sikap yang kurang

terpuji karena tidak bersedia untuk memenuhi kewajiban pajaknya atau bahkan

beritikad kurang baik berkaitan dengan pajak, hal tersebut tidak menghilangkan

hak-hak dasar yang mereka miliki. Hak yang dimaksud disini adalah hak-hak

seperti yang telah dikemukakan diatas. Tetapi, sesuai dengan sifat penyanderaan

yang menempatkan pihak yang disandera tersebut di tempat yang tertutup dan

terasing dari masyarakat serta memiliki pengamanan dan pengawasan yang

memadai, maka setiap Penanggung Pajak yang disandera dilarang membawa

telepon genggam atau peralatan elektronik lainnya yang dapat digunakan untuk

menghubungi seseorang di luar Rumah Tahanan Negara.

Selain berbagai hak tersebut, apabila Penanggung Pajak yang disandera

menderita penyakit keras, maka yang bersangkutan dapat dirawat di rumah sakit

di luar Rumah Tahanan Negara setelah memperoleh izin tertulis dari Kepala KPP

/ KPPBB yang menyandera. Apabila Penanggung Pajak yang disandera menderita

sakit keras secara mendadak dan memerlukan tinadakan cepat maka petugas

Page 116: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Rumah Tahanan Negara dapat segera membawa yang bersangkutan ke rumah

sakit atau klinik kesehatan terdekat dan memberitahukan hal tersebut kepada

Kepala KPP / KPPBB yang bersangkutan, serta pihak kepolisian untuk

pengawalan. Ketentuan tersebut juga berlaku kepada Penanggung Pajak yang

menderita gangguan jiwa. Jika perawatan medis di luar Rumah Tahanan Negara

sebagaimana telah dijelaskan dilakukan, maka masa perawatan medis tersebut

tidak dihitung sebagai masa penyanderaan.

Apabila Penanggung Pajak yang disandera meninggal dunia di Rumah

Tahanan Negara karena sakit, maka Kepala Rumah Tahanan Negara harus segera

memberitahukan kepada Pejabat yang menyandera dan keluarga dari Penanggung

Pajak serta membuat Berita Acara Kematian. Pemberitahuan dan Berita Acara

Kematian tersebut disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak,

Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah Departemen

Kehakiman dan Hak Azasi Manusia, serta pihak kepolisian. Barang atau uang

milik Penanggung Pajak yang meninggal dunia tersebut diserahkan kepada

keluarganya dengan suatu tanda bukti penerimaan.

Seorang Penanggung Pajak yang melarikan diri dari Rumah Tahanan

Negara dalam masa penyanderaan dapat disandera kembali berdasarkan Surat

Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan terhadapnya. Apabila terjadinya

pelarian oleh pihak Penanggung Pajak, terdapat kemungkinan dilakukannya upaya

pencarian dan pengejaran. Biaya yang muncul sebagai akibat dari upaya pencarian

dan pengejaran tersebut harus ditanggung oleh Penanggung Pajak yang

Page 117: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

bersangkutan. Waktu yang dihabiskan selama masa pelarian tidak diperhitungkan

sebagai masa penyanderaan.

Disatu sisi, hak-hak dari Penanggung Pajak yang disandera dijamin dan

dilindungi. Tetapi di sisi lain Penanggung Pajak yang disandera juga dituntut

untuk memenuhi kewajibannya seperti:

a. Seorang Penanggung Pajak yang disandera selama dalam Rumah Tahanan

Negara, wajib mematuhi tata tertib dan disiplin Rumah Tahanan Negara.

b. Penanggung Pajak yang disandera dilarang membawa telepon genggam,

pager, komputer atau peralatan elektronik lain yang dapat digunakan untuk

menghubungi seseorang di luar Rumah Tahanan Negara.

Jika terbukti Penanggung Pajak yang disandera melakukan pelanggaran

terhadap tata tertib dan disiplin, maka Kepala Rumah Tahanan Negara harus

memberitahukan pelanggaran tersebut kepada Kepala KPP / KPPBB atau kepada

kepolisian terdekat.

Berdasarkan penjelasan mengenai prosedur penyanderan tersebut serta

ketentuan mengenai pihak yang menanganinya, dapat disimpulkan bahwa

penyanderaan dalam kasus ini tidak dapat disamakan dengan sanksi pidana. Hal

ini disebabkan karena tindakan Penanggung Pajak yang menyebabkan

dilakukannya penyanderaan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Tindak

Pidana. Selain itu, pengenaan sanksi pidana sebagai bagian dari upaya penegakan

hukum pidana harus melalui suatu proses peradilan. Dengan demikian, meskipun

lembaga paksa badan (Gijzeling) menempatkan orang dalam tempat tertentu

dengan pembatasan terhadap hak individu, namun tindakan penyanderaan tidak

Page 118: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

dapat disamakan dengan pengenaan sanksi pidana. Dalam penyanderaan berlaku

ketentuan bahwa yang bersangkutan akan dilepaskan jika telah memenuhi

kewajiban perpajakannya.

E. Prosedur Penghentian Penyanderaan

Sebelum sampai pada pembahasan mengenai prosedur penghentian

penyanderaan, maka terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai upaya hukum

yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang merasa

dirugikan atau keberatan atas diberlakukannya penyanderaan terhadapnya. Untuk

itu, Penanggung Pajak yang bersangkutan memiliki kesempatan untuk

mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan tersebut. Gugatan

tersebut hanya dapat diajukan ke Pengadilan Negeri yang merupakan bagian dari

lembaga peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, dan bukan ke Pengadilan

Pajak, sebagaimana gugatan untuk sengketa pajak lainnya.

Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-218 / PJ / 2003,

gugatan ini hanya dapat diajukan selama Wajib Pajak/ Penanggung Pajak berada

dalam penyanderaan. Gugatan untuk pelaksanaan penyanderaan ini tidak dapat

diajukan setelah masa penyanderaan berakhir. Seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya bahwa adanya gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan tidak

menyebabkan tertundanya pelaksanaaan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak/

Penanggung Pajak. Dalam Keputusan Dirjen Pajak tersebut tidak diuraikan hal-

hal yang secara teknis dapat digunakan sebagai pijakan oleh Penanggung Pajak

untuk mengajukan sebuah gugatan. Dalam keputusan tersebut hanya disebutkan

Page 119: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

bahwa pengajuan gugatan hanya dapat dilakukan ke Pengadilan Negeri dan

sebelum masa penyanderaan berakhir.

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa jangka waktu yang

digunakan oleh Penanggung Pajak untuk mengajukan gugatan sesuai dengan

jangka waktu penyanderaan, yakni maksimum enam bulan dan tambahan

maksimum enam bulan lagi jika ada perpanjangan penyanderaan. Lewat dari masa

itu, gugatan tidak dapat diajukan. Padahal proses penyelesaian sengketa di

pengadilan dapat memakan waktu yang cukup panjang. Terutama jika terhadap

putusan atas gugatan tersebut sampai diajukan banding ke Pengadilan Tinggi atau

diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sehingga dapat terjadi bahwa ketika

putusan pengadilan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Penanggung

Pajak yang bersangkutan telah keluar dari Rumah Tahanan Negara. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dalam ketentuan tersebut

adalah waktu pengajuan gugatan dan bukan waktu ditetapkannya putusan

pengadilan atas sengketa tersebut.

Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan oleh pengadilan dan

putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka Penanggung

Pajak harus dilepaskan statusnya dari penyanderaan tersebut. Dan kepada

Penanggung Pajak tersebut diberikan ganti rugi. Besarnya ganti rugi yang

diberikan Pejabat kepada Penanggung pajak adalah sebesar Rp. 100.000.-(seratus

ribu rupiah) setiap hari selama penyanderaan yang telah dijalaninya. Ganti rugi

sebagaimana dimaksud diatas diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak

Page 120: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

diterimanya permohonan Penanggung Pajak. Sedangkan tata cara pemberian ganti

rugi ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.27

1. Hutang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas.

Sedangkan penyanderaan terhadap Penanggung Pajak dapat pula

dihentikan apabila memenuhi beberapa persyaratan, antara lain sebagai berikut:

Dalam hal ini Wajib Pajak/ Penanggung Pajak tersebut harus memenuhi

persyaratan berupa salinan atau fotokopi bukti pembayaran / pelunasan utang

pajak /biaya penagihan pajak yang dilegalisasi oleh tempat pembayaran pajak

yang bersangkutan.

2. Jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah habis.

3. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap.

Dalam hal ini Wajib Pajak tersebut harus memenuhi persyaratan berupa

salinan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang

dilegalisasi oleh pengadilan yang bersangkutan.

4. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I.

Pengertian dari berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan

adalah berupa surat rekomendasi/ surat pemberitahuan Menteri Keuangan kepada

Direktur Jenderal Pajak dengan alasan sebagai berikut:

27 H. Moeljo Hadi, Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Oleh Jurusita

Pajak pusat Dan Daerah, Rajawali Pers, Jakarta, hal 113

Page 121: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

1. Penanggung Pajak sudah membayar hutang pajak 90 % atau lebih dari jumlah

hutang pajak/ sisa hutang pajak dan sisanya akan dilunasi dengan angsuran.

2. Penanggung Pajak sanggup melunasi hutang pajak dengan menyerahkan bank

garansi.

3. Penanggung Pajak sanggup melunasi hutang pajak dengan menyerahkan harta

kekayaannya yang sama nilainya dengan hutang pajak dan biaya penagihan

pajak untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Penanggung Pajak telah berumur 75 tahun atau lebih, dan

5. Untuk kepentingan perekonomian negara dan untuk kepentingan umum.

Menurut ketentuan yang berlaku, terkait dengan hal Penanggung Pajak

yang memenuhi kriteria sebagaimana telah diuraikan tersebut, Kepala KPP /

KPPBB menyampaikan usul atau permohonan rekomendasi ke Menteri Keuangan

melalui Direktur Jenderal Pajak untuk perhatian Direktur Pemeriksaan,

Penyidikan dan Penagihan Pajak, disertai dengan fotokopi Surat setoran pajak,

Surat Jaminan Bank , Surat pernyataan penyerahan harta kekayaan Penanggung

Pajak atau dokumen/ keterangan lain yang berkaitan dengan usulan tersebut.

Direktur Jenderal Pajak untuk perhatian Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan

Penagihan Pajak, setelah menerima rekomendasi/ pemberitahuan tertulis dari

Menteri Keuangan, segera mengirimkan surat tersebut kepada Kepala KPP /

KPPBB yang bersangkutan melalui kurir, pos, kilat tercatat, atau pos kilat khusus.

Kepala KPP / KPPBB wajib memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu

paling lama dua puluh empat jam sejak diterimanya salah satu persyaratan

Page 122: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

sebagaimana telah diuraikan sebelumnya kepada Kepala Rumah Tahanan Negara

bahwa Penanggung Pajak akan dibebaskan dari penyanderaan.

Perhitungan dan penentuan tanggal pelepasan terhadap Penanggung Pajak

yang disandera ditetapkan oleh Kepala Rumah Tahanan Negara. Kepala Rumah

Tahanan Negara segera memberitahukan secara tertulis kepada Kepala KPP /

KPPBB apabila Penanggung Pajak yang disandera telah dibebaskan dari

penyanderaan.

Setelah surat resmi penghentian melaksanakan penyanderaan dikeluarkan

oleh Kepala Kantor, maka tindakan selanjutnya adalah melakukan rehabilitasi

nama baik Penanggung Pajak yang disandera tersebut. Rehabilitasi nama baik

dilakukan oleh Pejabat dalam bentuk 1 (satu) kali pengumuman pada media cetak

harian yang berskala nasional/ regional/ lokal dengan ukuran yang memadai, yang

dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat permohonan

Penanggung Pajak.

Permohonan rehabilitasi nama baik tersebut diajukan oleh Penanggung

Pajak kepada Kepala Kantor yang mengajukan penyanderaan, dilakukan harus

secara tertulis, dalam bahasa Indonesia dan dengan dilengkapi persyaratan

sebagai berikut:

1. Putusan pengadilan.

2. Surat Perintah Penyanderaan, dan

3. Surat pemberitahuan pelepasan Penanggung Pajak yang disandera.

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal

Pajak No. KEP-218 / PJ / 2003 yang juga menyatakan bahwa dalam hal

Page 123: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

gugatan Penanggung Pajak dikabulkan oleh pengadilan dan putusan pengadilan

tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka Penanggung Pajak

yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan rehabilitasi nama baik.

Permohonan tersebut tidak dapat diajukan bersama-sama dengan tuntutan yang

ada dalam gugatan pertama. Dengan demikian, keputusan mengenai

rehabilitasi nama baik Penanggung Pajak berada pada pejabat yang berwenang,

yakni jajaran pemerintah.

Page 124: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Mengenai keengganan dari Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya

adalah merupakan suatu hal yang dipicu dari beberapa sebab antara lain

dikarenakan kurangnya perhatian dari pemerintah dalam hal ini adalah fiskus

itu sendiri untuk lebih mensosialisasikan dan membudidayakan kesadaran

untuk membayar pajak sebagai kewajiban dari warga negara yang baik.

Namun Adakalanya Wajib Pajak yang dikenai utang pajak itu tidak melunasi

utang pajaknya sehingga dilakukanlah tahapan-tahapan yang berhubungan

dengan tindakan penagihan. Tindakan penagihan ini dimulai dari adanya Surat

Teguran atau surat peringatan lain yang sejenis, dilakukannya Penagihan

Seketika dan Sekaligus, dilakukannya penagihan pajak dengan suatu Surat

Paksa, dilakukannya penyitaan sebagai tindakan preventif agar Wajib Pajak

tidak menghilangkan atau memindahtangankan barang yang ada dan juga

berguna untuk dijadikan jaminan dalam pelunasan utang pajak, dan dilakukan

pelelangan terhadap barang-barang Wajib Pajak tersebut, sampai dengan

dilakukannya suatu penyanderaan terhadap Wajib Pajak tersebut.

2. Adapun beberapa kriteria dari Wajib Pajak sehingga dapat dikenakan

penyanderaan dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Mempunyai hutang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp.100.000.000.-

(seratus juta rupiah).

Page 125: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

b. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

c. Telah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat Paksa

diberitakan kepada Penanggung Pajak/ Wajib Pajak, dan

d. Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.

3. Tata cara penyanderaan terhadap Wajib Pajak yang tidak melaksanakan

kewajibannya dalam membayar pajak (menunggak pajak) adalah bahwa

diberlakukannya penyanderaan haruslah secara selektif dan sangat hati-hati.

Terhadap Wajib Pajak yang akan dikenakan sandera harus memenuhi syarat

kuantitatif dan syarat kualitatif, dimana Wajib Pajak yang mempunyai utang

pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp.100.000.000.- dan diragukan itikad

baiknya dalam melunasi utang pajak. Penyanderaan dilakukan dengan

membuat suatu permohonan izin penyanderaan yang diajukan oleh Kepala

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang bersangkutan dengan memuat:

identitas Penanggung Pajak yang akan disandera; Jumlah hutang pajak yang

belum dilunasi disertai Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak Penanggung

Pajak yang bersangkutan sampai dengan tanggal usulan penyanderaan dan

upaya hukum yang ditempuh Wajib Pajak/ Penanggung Pajak; Tindakan

penagihan pajak meliputi penagihan persuasif dan represif yang telah

dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan melampirkan fotocopy

Surat Paksa dan Berita Acara Penyampaian Surat Paksa. Apabila Menteri

Keuangan telah memberikan izin tertulis untuk melakukan penyanderaan

maka yang akan melaksanakan penyanderaan adalah jurusita negara yang

berada di KPP yang bersangkutan. Penyampaian Surat Perintah Penyanderaan

Page 126: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

dilakukan oleh jurusita pajak dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi. Wajib

Pajak atau Penanggung Pajak yang disandera dititipkan kepada Rumah

Tahanan Negara. Ruang tahanan bagi Wajib Pajak tersebut dipisahkan dari

tahanan kriminal biasa. Pelaksanaan penyanderaan bagi Wajib Pajak/

Penanggung Pajak dilakukan selama 6 (enam) bulan dan dapat

diperpanjangkan lagi selama-lamanya 6 bulan.

4. Setiap Wajib Pajak yang merasa keberatan atas pelaksanaan penyanderaan

tersebut diberi hak untuk mengajukan gugatan atas pelaksanaan penyanderaan

tersebut yang diajukan kepada Pengadilan Negeri. Dan apabila gugatan

tersebut dikabulkan maka Penanggung Pajak yang disandera tersebut harus

dilepaskan statusnya dari penyanderaan dan kepadanya diberikan ganti rugi

sebesar Rp. 100.000.- (seratus ribu rupiah) perhari selama menjalani masa

tahanan di rumah tahanan negara. Sedangkan prosedur penghentian

penyanderaan dapat dilakukan apabila Wajib Pajak memenuhi beberapa

persyaratan antara lain: Hutang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar

lunas; jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah

habis; Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap atau berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan.

5. Dari beberapa persyaratan untuk penghentian penyanderaan tersebut, maka

dapatlah diketahui bahwa lembaga penyanderaan (Gijzeling) tersebut

memegang peranan penting dalam membantu usaha pejabat fiskus untuk

mendorong pencairan tunggakan pajak dari Wajib Pajak/ Penanggung Pajak

yang mempunyai tunggakan pajak. Sehingga dengan adanya atau

Page 127: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

dikenakannya penyanderaan tersebut maka mau tidak mau Wajib Pajak akan

segera melunasi utang pajaknya atau paling tidak akan berusaha untuk

membayar tunggakan pajaknya tersebut baik secara keseluruhan maupun

sebagian, angsuran ataupun dengan jalan menyerahkan harta kekayaannya

yang sama nilainya dengan utang pajak dan biaya penagihan pajak. Dan

keberadaan lembaga penyanderaan dapat membuat efek jera bagi para

penunggak pajak maupun bagi Wajib Pajak/ Penanggung Pajak lainnya agar

tidak melakukan hal yang sama dan segera memenuhi kewajiban

perpajakannya.

B. Saran

1. Agar pemerintah khususnya Dirjen Pajak lebih menggiatkan lagi usahanya

dalam memberikan penyuluhan-penyuluhan atau melaksanakan sosialisasi

kepada masyarakat mengenai arti pentingnya pajak sebagai sumber

penerimaan negara, baik untuk pembiayaan pemerintah maupun untuk

pelaksanaan pembangunan baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan

datang, sehingga timbul kesadaran dari masyarakat itu sendiri.

2. Diharapkan kepada masyarakat agar dapat menjadi Wajib Pajak yang baik

khususnya dalam menerapkan sistem self assessment, sehingga kewajiban

perpajakan tidak dirasakan sebagai kewajiban yang membebani melainkan

sebagai suatu kebutuhan.

Page 128: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

3. Agar pejabat fiskus dalam melaksanakan tugasnya lebih disiplin dan

menjunjung tinggi kejujuran. Begitu pula bagi Wajib Pajak dalam

menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajaknya.

4. Agar Wajib Pajak tidak enggan dalam melaksanakan kewajibannya dalaam

membayar pajak sehingga tidak terjadi tunggakan pajak yang dapat

mengakibatkan kerugian pada kas negara dan tentunya kerugian bagi Wajib

Pajak itu sendiri karena harus melewati beberapa rangkaian kegiatan

penagihan pajak seperti penyitaan, pelelangan maupun penyanderaan yang

memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya.

5. Diharapkan kepada fiskus agar lebih teliti dalam melaksanakan penyanderaan

yang merupakan upaya terakhir untuk menjaring para Penunggak Pajak dan

kepada pemerintah agar mau menambahkan lama masa penahanan yang

sedianya 6 bulan agar para Wajib Pajak yang berada dalam kondisi yang tidak

memungkinkan untuk melakukan pembayaran dapat melakukan pembayaran

itu atas perpanjangan masa tahanan secara keseluruhan.

6. Agar prosedur pelaksanaan penyanderaan terutama menyangkut prosedur

untuk mengusulkan Wajib Pajak yang akan dikenakan sandera ke Menteri

Keuangan dipercepat proses izin persetujuannya.

7. Agar keberadaan lembaga penyanderaan tersebut dapat membuat Wajib Pajak

dapat segera melunasi hutang pajaknya dan dapat membuat efek jera

khususnya bagi para Penunggak Pajak.

Page 129: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

DAFTAR PUSTAKA

Badrul Zaman, Mariam, Darus, dkk., 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Zakti, Bandung.

Bohari, 2006, Pengantar Hukum Pajak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Brotodiharjo, Santoso, 1991, Pengantar Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung Haula, Rosdiana, dan Rasin, Tarigan, 2005, Perpajakan Teori dan Aplikasi, PT

Raja Grafindo Persada, Jakarta Ilyas,. B Wirawan, dan Burton, Richard, 2001, Hukum Pajak, Penerbit Salemba

Empat, Jakarta Mardiasmo, 2002, Perpajakan Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta Moeljo, Hadi, Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Oleh Jurusita

Pajak Pusat dan Daerah, Rajawali Pers, Jakarta Pelly, Zainul, 1993, Pengantar Hukum Pajak, USU Pers, Medan Pudyatmoko, Sri, Y, 2007, Penegakan Dan Perlindungan Hukum Di Bidang

Pajak, Penerbit Salemba Empat, Yogyakarta Soemitro, Rochmat, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pendapatan, Penerbit

Eresco, Bandung Subekti, R, dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

PT Pradnya Paramita, Jakarta Waluyo, Bambang, 1991, Pemeriksaan dan Peradilan Di Bidang Perpajakan,

Sinar Grafika, Jakarta Undang-Undang Perpajakan Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000

tentang Pajak Penghasilan, Penerbit Citra Umbara, Bandung Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Tentang Perubahan Atas Undang-

undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pihak Dengan Surat Paksa.

Page 130: fungsi lembaga penyanderaan

Yasmine A. Nst : Fungsi Lembaga Penyanderaan Dalam Sistem Penagihan Pajak Terhadap W ajib Pajak Yang Menunggak Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan Timur), 2007. USU Repository © 2009.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 137 Tahun 2000, Tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

PPRI No. 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Keputusan Menteri Keuangan RI No. 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Penagihan Seketika Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-215/Pj./2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Penyanderaan dan Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak yang Disandera.

Keputusan Bersama Menteri Keuangan RI dan Menteri Kehakiman dan HAM RI

No. M-02.UM.09.01.2003 dan 294/KMK.03/2003, Tentang Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak yang Disandera di Rumah Tahanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.