fluidisasi.doc

44
APLIKASI FLUIDISASI DALAM INDUSTRI PEMBAKARAN BATUBARA APLIKASI FLUIDISASI DALAM INDUSTRI PEMBAKARAN BATUBARA Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau grate system). Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik yang paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai temperature bakar batubara (300 o C) maka diumpankanlah batubara. Sistem ini menghasilkan abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut dengan fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (80-90%) berbanding (10-20%). Secara umum konsep teknologi yang diunggulkan dari system pembakaran fluidized bed adalah : 1. adanya gerak turbulen partikel yang sangat baik untuk proses perpindahan panas dan massa bahan bakar padat, dan baik untuk menyeragamkabn temperature di dalam bed dan reactor. 2. injeksi langsung gas terlarut (sorbent) ke dalam bed, sangat memudahkan untuk mengkontrol gas asam 3. penggunaan temperature sebagai variable independent, yang berguna untuk mengendalikan polusi, mengatur distribusi bahan bakar dan udara, serta penukaran panas di dalam reactor 4. penggunaan bed dengan material inert sebagai pemberat panas (thermal flywheel) yang dapat mengurangi terjadinya slugs ataupun pengotor bahan bakar lainnya. Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara berada di atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem ini kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang sempurna atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang terbentuk terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan besi (pandai besi). Teknologi Fixed bed system banyak digunakan pada industri tekstil sebagai pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah : (15-25%) berbanding (75-25%). v Gasifikasi Gambut dan Gasifikasi Biomassa Gasifikasi adalah suatu proses konversi senyawa yang mengandung karbon untuk

Upload: idil-fitri

Post on 29-Nov-2015

120 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

FLUID

TRANSCRIPT

APLIKASI FLUIDISASI DALAM INDUSTRI PEMBAKARAN BATUBARA

APLIKASI FLUIDISASI DALAM INDUSTRI

PEMBAKARAN BATUBARA

Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed

system) dan unggun tetap (fixed bed system atau grate system).

Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower

sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam

pembakaran batubara adalah teknik yang paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir

atau corundum yang berlaku sebagai medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu.

Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai

temperature bakar batubara (300oC) maka diumpankanlah batubara.  Sistem ini

menghasilkan abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut

dengan fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di PLTU

(Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk

dalam perbandingan berat adalah : (80-90%) berbanding (10-20%).

Secara umum konsep teknologi yang diunggulkan dari system pembakaran fluidized bed adalah :

1. adanya gerak turbulen partikel yang sangat baik untuk proses perpindahan panas dan

massa bahan bakar padat, dan baik untuk menyeragamkabn temperature di dalam bed

dan reactor.

2. injeksi langsung gas terlarut (sorbent) ke dalam bed, sangat memudahkan untuk

mengkontrol gas asam

3. penggunaan temperature sebagai variable independent, yang berguna untuk

mengendalikan polusi, mengatur distribusi bahan bakar dan udara, serta penukaran panas

di dalam reactor

4. penggunaan bed dengan material inert sebagai pemberat panas (thermal flywheel) yang

dapat mengurangi terjadinya slugs ataupun pengotor bahan bakar lainnya.

Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara berada di

atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem ini kurang efisien karena batubara yang

terbakar kurang sempurna atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash

yang terbentuk terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000

kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan besi (pandai

besi). Teknologi Fixed bed system banyak digunakan pada industri tekstil sebagai

pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk

dalam perbandingan berat adalah : (15-25%) berbanding (75-25%).

v  Gasifikasi

Gambut dan Gasifikasi Biomassa

Gasifikasi adalah suatu proses konversi senyawa yang mengandung karbon untuk mengubah

material baik cair maupun padat menjadi bahan bakar gas dengan menggunakan temperatur

tinggi. Gas yang dihasilkan mempunyai nilai bakar sehingga dapat menghasilkan energi.

Gambut memiliki kadar karbon cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan bakar.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengolah gambut menjadi bahan bakar adalah

gasifikasi. Dengan teknik gasifikasi, gambut diharapkan dapat menjadi sumber bahan bakar yang

potensial untuk mengatasi krisis energi.

Gambut merupakan timbunan material vegetasi yang tidak terdekomposisi secara sempurna. Pada

prinsipnya, gambut terbentuk dari vegetasi yang mengalami hambatan dalam proses

dekomposisinya pada lingkungan asam dimana terjadi genangan air sepanjang tahun atau disebut

kondisi rawa.

Gambut memiliki bentuk dan ukuran yang beragam. Sebagian besar gambut yang digunakan

berbentuk bongkahan. Selain itu gambut juga memiliki kadar air tinggi. Sebagai umpan gasifikasi,

jika digunakan secara langsung, maka gambut akan sulit diproses dan dapat mengganggu kinerja

gasifikasi. Oleh sebab itu, pengolahan awal terhadap gambut perlu dilakukan. Pengolahan awal

tersebut berupa pengecilan dan penyeragaman ukuran serta pengurangan kadar air pada gambut.

Proses gasifikasi gambut terdiri dari tahap pemanasan gasifier, pengumpanan pasir,

pengumpanan bahan bakar. Pemanasan gasifier dilakukan hingga temperatur bagian bawah

gasifier mencapai temperatur gasifikasi, yaitu 800 – 1000 °C. Pada saat temperatur bagian bawah

gasifier mencapai 700 °C, pasir diumpankan ke gasifier. Ketika temperatur gasifikasi tercapai,

bahan bakar diumpankan ke gasifier.

Berdasarkan percobaan gasifikasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa gambut dapat

tergasifikasi melalui mekanisme fluidisasi. Sifat reaktif gambut memungkinkan terjadinya

gasifikasi dengan cepat. Karakteristik gasifikasi gambut yang diperoleh pada percobaan gasifikasi

gambut yaitu: profil temperatur gasifikasi; kandungan gas produser terdiri dari CO, H2, CH4, CO2,

O2, dan N2; perolehan gas produser; nilai bakar gas produser (LHV); efisiensi gasifikasi; serta

konversi karbon. Dan yang tidak kalah penting adalah nilai bakar gas produser (LHV) yang cukup

besar, yakni 1330 – 1370,6 kJ/Nm3.

Gasifikasi batubara dengan unggun terfluidakan

Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu suatu reaktor. Reaktor tersebut dikenal dengan

nama gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium  menentukan jenis gasifier yang

digunakan. Secara umum pengontakan bahan bakar dengan medium penggasifikasinya pada

gasifier dibagi menjadi tiga jenis, yaitu entrained bed, fluidized bed, dan fixed/moving bed.

Perbandingan jenis-jenis gasifier

Parameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed

Ukuran umpan < 51 mm < 6 mm < 0.15 mm

Toleransi kehalusan

partikel

Terbatas Baik Sangat baik

Toleransi kekasaran

partikel

Sangat baik Baik Buruk

Toleransi jenis umpan Batubara kualitas

rendah

Batubara kualitas rendah

dan biomassa

Segala jenis batubara,

tetapi tidak cocok untuk

biomassa

Kebutuhan oksidan Rendah Menengah Tinggi

Kebutuhan kukus Tinggi Menengah Rendah

Temperatur reaksi 1090 °C 800 – 1000 °C > 1990 °C

Temperatur gas keluaran 450 – 600 °C 800 – 1000 °C > 1260 °C

Produksi abu Kering Kering Terak

Efisiensi gas dingin 80% 89.2% 80%

Kapasitas penggunaan Kecil Menengah Besar

Permasalahan Produksi tar Konversi karbon Pendinginan gas produk

Gasifikasi unggun terfluidakan dioperasikan dengan cara memfluidisasi partikel bahan bakar

dengan gas pendorong yang berupa udara/oksigen, baik dicampur dengan kukus maupun tidak

dicampur. Gas pendorong tersebut memiliki dua fungsi, yaitu sebagai reaktan dan sebagai

medium fluidisasi. Pada gasifikasi unggun terfluidakan, gas pendorong yang umum digunakan

adalah udara. Pada gasifier jenis ini, udara dan bahan bakar tercampur pada unggun yang terdiri

dari padatan inert berupa pasir. Keberadaan padatan inert tersebut sangat penting karena

berfungsi sebagai medium penyimpan panas.

Gasifikasi unggun terfluidakan dioperasikan pada temperatur relatif rendah, yaitu 800 – 1000 °C.

Temperatur operasi tersebut berada di bawah temperatur leleh abu sehingga penghilangan abu

yang dihasilkan pada gasifikasi jenis ini lebih mudah. Hal inilah yang menyebabkan gasifikasi

unggun terfluidakan dapat digunakan pada pengolahan bahan bakar dengan kandungan abu

tinggi sehingga rentang penerapan gasifikasi unggun terfluidakan lebih luas daripada gasifikasi

jenis lainnya.

Reaksi pada Gasifikasi Unggun Terfluidakan

Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi.

Pada gasifier jenis unggun terfluidakan, kontak yang terjadi saat pencampuran antara gas dan

padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak

dapat dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada gasifier jenis

ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing proses, yaitu:

Pengeringan: T > 150 °C

Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 700 °C

Oksidasi: 700 < T < 1500 °C

Reduksi: 800 < T < 1000 °C

Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan

proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Pada pengeringan, kandungan air pada

bahan bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis,

pemisahan volatile matters(uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang

atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi.

Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada bahan bakar

dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil pembakaran menjadi gas bakar

dengan reaksi endotermik.

Pirolisis

Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik dan

kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai secara lambat pada T < 350 °C dan terjadi

secara cepat pada T > 700 °C. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi temperatur,

tekanan, dan komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada temperatur

sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti lignin pada biomassa

dan volatile matters pada batubara, pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya.

Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH (polyaromatic hydrocarbon). Produk pirolisis

umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang.

Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolisis beserta produknya adalah:

Oksidasi(Pembakaran)

Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam gasifier.

Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik. Oksigen

yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar. Hasil reaksi

tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang

diproduksi pada pirolisis. Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran adalah:

C + O2 -> CO2 + 393.77 kJ/mol karbon

Reaksi pembakaran lain yang berlangsung adalah oksidasi hidrogen yang terkandung dalam

bahan bakar membentuk kukus. Reaksi yang terjadi adalah:

H2 + ½ O2 -> H2O + 742 kJ/mol H2

Reduksi (Gasifikasi)

Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh panas

yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang dihasilkan pada proses ini adalah gas bakar,

seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi berikut ini merupakan empat reaksi yang umum terlibat pada

gasifikasi.

Water-gas reaction

Water-gas reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh kukus yang dapat berasal

dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis) maupun dari sumber yang berbeda,

seperti uap air yang dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air.

Reaksi yang terjadi pada water-gas reaction adalah:

C + H2O -> H2 + CO – 131.38 kJ/kg mol karbon

Pada beberapa gasifier, kukus dipasok sebagai medium penggasifikasi dengan atau tanpa

udara/oksigen.

Boudouard reaction

Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat di dalam

gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang terjadi pada Boudouard

reaction adalah:

CO2 + C -> 2CO – 172.58 kJ/mol karbon

Shift conversion

Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh kukus untuk

memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift yang menghasilkan

peningkatan perbandingan hidrogen terhadap karbonmonoksida pada gas produser. Reaksi

ini digunakan pada pembuatan gas sintetik. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

CO + H2O -> CO2 + H2 – 41.98 kJ/mol

Methanation

Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang terjadi pada

methanation adalah:

C + 2H2 -> CH4 + 74.90 kJ/mol karbon

Pembentukan metan dipilih terutama ketika produk gasifikasi akan digunakan sebagai bahan baku

indsutri kimia. Reaksi ini juga dipilih pada aplikasi IGCC (Integrated Gasification Combined-Cycle)

yang mengacu pada nilai kalor metan yang tinggi.

Salah satu reaktor gasifikasi unggun terfluidakan di sebuah pembangkit listrik dari batubara.

Gasifier unggun terfluidakan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan gasifier jenis

lainnya, yaitu:

Rentang penanganan jenis bahan bakar lebar

Tingkat perpindahan panas dan massa bahan bakar tinggi

Nilai pemanasan tinggi

Kadar arang rendah

Gasifikasi Batubara dengan Unggun Terfluidakan

Apa yang terbayang di benak Anda ketika mendengar kata ‘gasifikasi’? Pembuatan gas kah?

Tepat! Secara singkat, gasifikasi dapat diartikan sebagai pembuatan gas, sedangkan definisi

gasifikasi yang sebenarnya adalah proses konversi bahan bakar yang mengandung karbon

(baik padat maupun cair) menjadi gas yang memiliki nilai bakar dengan cara oksidasi parsial

pada temperatur tinggi.

Di bidang teknik kimia, gasifikasi digunakan sebagai teknik untuk mengkonversi bahan bakar

padat menjadi gas. Gas yang dihasilkan pada gasifikasi disebut gas produser yang kandungannya didominasi oleh gas CO, H2, dan CH4. Bahan bakar yang umum digunakan

pada gasifikasi adalah bahan bakar padat, salah satunya adalah batubara. Jika ditinjau dari

produk yang dihasilkan, pengolahan batubara dengan gasifikasi lebih menguntungkan

dibandingkan pengolahan dengan pembakaran langsung. Dengan teknik gasifikasi, produk

pengolahan batubara lebih bersifat fleksibel karena dapat diarahkan menjadi bahan bakar gas

atau bahan baku industri kimia yang tentunya memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu suatu reaktor. Reaktor tersebut dikenal

dengan nama gasifier. Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara bahan bakar

dengan medium penggasifikasi di dalam gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium

tersebut menentukan jenis gasifieryang digunakan. Secara umum pengontakan bahan bakar

dengan medium penggasifikasinya pada gasifier dibagi menjadi tiga jenis, yaitu entrained

bed, fluidized bed, dan fixed/moving bed. Perbandingan ketiga jenis gasifier tersebut

ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan jenis-jenis gasifierParameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed

Ukuran umpan < 51 mm < 6 mm < 0.15 mmToleransi kehalusan partikel Terbatas Baik Sangat baikToleransi kekasaran partikel Sangat baik Baik Buruk

Toleransi jenis umpan

Batubara kualitas rendah

Batubara kualitas rendah dan biomassa

Segala jenis batubara, tetapi tidak cocok untuk biomassa

Kebutuhan oksidan Rendah Menengah TinggiKebutuhan kukus Tinggi Menengah RendahTemperatur reaksi 1090 °C 800 – 1000 °C > 1990 °CTemperatur gas keluaran 450 – 600 °C 800 – 1000 °C > 1260 °CProduksi abu Kering Kering TerakEfisiensi gas dingin 80% 89.2% 80%Kapasitas penggunaan Kecil Menengah Besar

Permasalahan Produksi tar Konversi karbonPendinginan gas produk

Pada pembahasan ini, teknik gasifikasi yang akan dibahas adalah gasifikasi unggun

terfluidakan. Jika dibandingkan dengan jenis gasifikasi lainnya, gasifikasi unggun terfluidakan

memiliki beberapa keunggulan, di antaranya adalah:

§  mampu memproses bahan baku berkualitas rendah,

§  kontak antara padatan dan gas bagus,

§  luas permukaan reaksi besar sehingga reaksi dapat berlangsung dengan cepat,

§  efisiensi tinggi, dan

§  emisi rendah.

REAKSI PADA GASIFIKASI UNGGUN TERFLUIDAKAN

Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan

reduksi. Pada gasifier jenis unggun terfluidakan, kontak yang terjadi saat pencampuran

antara gas dan padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona pengeringan, pirolisis,

oksidasi, dan reduksi tidak dapat dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang

berlangsung padagasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-

masing proses, yaitu:

§  Pengeringan: T > 150 °C

§  Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 700 °C

§  Oksidasi: 700 < T < 1500 °C

§  Reduksi: 800 < T < 1000 °C

Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan

proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Pada pengeringan, kandungan air pada

bahan bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis,

pemisahan volatile matters(uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari

arang atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses

oksidasi. Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada

bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil pembakaran

menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik. Penjelasan lebih lanjut mengenai proses-proses

tersebut disampaikan pada uraian berikut ini.

Pirolisis

Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik

dan kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai secara lambat pada T < 350 °C dan

terjadi secara cepat pada T > 700 °C. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi

temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai

pada temperatur sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti

lignin pada biomassa dan volatile matters pada batubara, pecah dan menguap bersamaan

dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH

(polyaromatic hydrocarbon). Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang. Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolisis

beserta produknya adalah:

Oksidasi (Pembakaran)

Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam gasifier.

Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik.

Oksigen yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar.

Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak

dengan arang yang diproduksi pada pirolisis. Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran

adalah:C + O2 -> CO2 + 393.77 kJ/mol karbonReaksi pembakaran lain yang berlangsung adalah

oksidasi hidrogen yang terkandung dalam bahan bakar membentuk kukus. Reaksi yang

terjadi adalah:

H2 + ½ O2 -> H2O + 742 kJ/mol H2Reduksi (Gasifikasi)

Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh

panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang dihasilkan pada proses ini adalah

gas bakar, seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi berikut ini merupakan empat reaksi yang umum

telibat pada gasifikasi.

§  Water-gas reaction

Water-gas reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh kukus yang dapat

berasal dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis) maupun dari sumber yang

berbeda, seperti uap air yang dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air. Reaksi yang terjadi pada water-gas reaction adalah: C + H2O -> H2 + CO

– 131.38 kJ/kg mol karbonPada beberapa gasifier, kukus dipasok sebagai medium

penggasifikasi dengan atau tanpa udara/oksigen.

§  Boudouard reaction

Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat di dalam

gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang terjadi pada Boudouard reaction adalah: CO2 + C -> 2CO – 172.58 kJ/mol karbon

§  Shift conversion

Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh kukus untuk

memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift yang menghasilkan

peningkatan perbandingan hidrogen terhadap karbonmonoksida pada gas produser.

Reaksi ini digunakan pada pembuatan gas sintetik. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CO + H2O -> CO2 + H2 – 41.98 kJ/mol

§  Methanation

Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang terjadi pada methanation adalah: C + 2H2 -> CH4 + 74.90 kJ/mol karbonPembentukan metan dipilih

terutama ketika produk gasifikasi akan digunakan sebagai bahan baku indsutri kimia.

Reaksi ini juga dipilih pada aplikasi IGCC (Integrated Gasification Combined-Cycle) yang

mengacu pada nilai kalor metan yang tinggi.

Salah satu reaktor gasifikasi unggun terfluidakan di sebuah pembangkit listrik dari batubara.

GASIFIKASI UNGGUN TERFLUIDAKAN

Gasifikasi unggun terfluidakan dioperasikan dengan cara memfluidisasi partikel bahan bakar

dengan gas pendorong yang berupa udara/oksigen, baik dicampur dengan kukus maupun

tidak dicampur. Gas pendorong tersebut memiliki dua fungsi, yaitu sebagai reaktan dan

sebagai medium fluidisasi. Pada gasifikasi unggun terfluidakan, gas pendorong yang umum

digunakan adalah udara. Pada gasifier jenis ini, udara dan bahan bakar tercampur pada

unggun yang terdiri dari padatan inert berupa pasir. Keberadaan padatan inert tersebut

sangat penting karena berfungsi sebagai medium penyimpan panas.

Gasifikasi unggun terfluidakan dioperasikan pada temperatur relatif rendah, yaitu 800 – 1000

°C. Temperatur operasi tersebut berada di bawah temperatur leleh abu sehingga

penghilangan abu yang dihasilkan pada gasifikasi jenis ini lebih mudah. Hal inilah yang

menyebabkan gasifikasi unggun terfluidakan dapat digunakan pada pengolahan bahan bakar

dengan kandungan abu tinggi sehingga rentang penerapan gasifikasi unggun terfluidakan

lebih luas daripada gasifikasi jenis lainnya. Gasifier unggun terfluidakan memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan dengan gasifier jenis lainnya, yaitu:

§  Rentang penanganan jenis bahan bakar lebar

§  Tingkat perpindahan panas dan massa bahan bakar tinggi

§  Nilai pemanasan tinggi

§  Kadar arang rendah

JENIS GASIFIKASI UNGGUN TERFLUIDAKAN

Berdasarkan proses kontak antara gas dengan partikel bahan bakar, gasifier unggun

terfluidakan dibagi menjadi dua jenis, yaitu Bubbling Fluidized Bed Gasifier (BFBG) dan

Circulating Fluidized Bed Gasifier (CFBG). Pada penggunaannya, CFBG lebih unggul daripada

BFBG. Hal ini disebabkan oleh:

§  Adanya saluran sirkulasi yang memungkinkan pengolahan kembali bahan bakar yang

belum terkonversi. Dengan adanya saluran sirkulasi tersebut, waktu tinggal bahan

bakar di dalam gasifier lebih lama sehingga memungkinkan bahan bakar terkonversi

sempurna.

§  Laju alir udara yang digunakan pada CFBG lebih besar. Kecepatan yang digunakan pada

CFBG (4 – 7 m/s), sedangkan kecepatan yang digunakan pada BFB (1 – 1.5 m/s). Hal ini

menyebabkan kecepatan kontak antara gas dengan padatan yang terjadi pada CFBG

tinggi sehingga pencampuran massa dan perpindahan panas yang terjadi lebih baik

daripada BFBG.

PENGGUNAAN GASIFIKASI UNGGUN TERFLUIDAKAN

Gasifikasi unggun terfluidakan dapat digunakan untuk mengolah bahan bakar dengan rentang

yang lebar khususnya bahan bakar kualitas rendah dengan kandungan abu tinggi sehingga

cocok digunakan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar bernilai rendah. Pada umumnya,

gas hasil gasifikasi unggun terfluidakan dibakar untuk menggerakkan mesin atau untuk

membangkitkan kukus. Gas tersebut juga dapat dibakar bersamaan dengan bahan bakar

lainnya. Selain itu, gas hasil gasifikasi unggun terfluidakan dapat digunakan pada pembangkit

listrik melalui sebuah sistem kombinasi siklus yang disebutintegrated gasification combined-

cycle (IGCC).

Jika ditinjau dari potensi penerapannya di Indonesia, teknologi gasifikasi unggun terfluidakan

(fluidisasi) memiliki potensi yang cukup besar karena sebagian besar cadangan batubara

Indonesia tergolong dalam batubara kualitas rendah. Oleh sebab itu, pengolahan batubara

dengan cara gasifikasi unggun terfluidakan merupakan salah satu alternatif yang dapat

digunakan untuk memaksimalkan hasil pengolahan batubara Indonesia.

referensi :

Operasi Teknik Kimia jilid II

http://suryadi040988.wordpress.com/2010/08/03/unit-operasi/

http://moechah.wordpress.com/2008/11/22/gasifikasi-batubara-dengan-unggun-terfluidakan/

Posted by heru_santoso.blogspot.com at 23:15        

Saturday, 10 November 2012

Fluidisasi

Fluidisasi merupakan salah satu cara untuk mengontakkan butiran padat dengan fluida. Apabila

kecepatan fluida relative rendah, unggun tetap diam karena fluida hanya mengalir melalui ruang antar

partikel tanpa menyebabkan terjadinya perubahan susunan partikel tersebut ( pada unggun diam,

gambar II.1.a ). Apabila kecepatan fluida dinaikkan sedikit demi sedikit, pada saat tertentu penurunan

tekanan akan sama dengan gaya berat yang bekerja terhadap butiran-butiran padat sehingga unggun

mulai bergerak. Ini terjadi pada titik A ( gambar II.2 ). Unggun mengembang, pororsitas bertambah,

tetapi butiran-butiran masih saling kontak satu sama lain. Selanjutnya penurunan tekanan tidak securam

pada OA. Sampai titik B butiran-butiran masih saling kontak tetapi telah berada dalam keadaan saling

lepas.

Gambar  II.1  Unggun diam (a), unggun mendidih atau terfluidisasi paton (b) dan unggun terfluidakan

kontinyu / berkesinambungan (c)

Gambar II.2   Penurunan tekanan dalam unggun padatan

1.      Unggun diam

2.      Daerah peraliran / intermediate

3.      Fluidisasi batch

4.      Fluidisasi kontinyu

Peningkatan kecepatan selanjutnya akan menyebabkan butiran-butiran terpisah lepas satu sama

lain sehingga bias bergerak dengan lebih mudah ( unggun tersuspensi dalam aliran fluida yang

melewatiya ) dan mulailah unggun terfluidakan ( titik F ). Butiran-butiran bergerak terus kearah

sembarang tetapi masih dalam batas tinggi tertentu ( gambar II.1.b ). Isi tabung menyerupai cairan

mendidih dan diberi istilah “unggun mendidih”. Setelah mencapai ketinggian tertentu, butiran-butiran

akan jatuh kembali. Hanya partikel paling halus terbawa aliran fluida ( entrainment tidak berarti ) ini

disebut fluidisasi batch. Mulai dari titik F, penurunan tekanan terhadap kecepatan lebih kecil

dibandingkan dengan penurunan tekanan pada unggun diam.

Pada kondisi butiran yang mobil ini. Sifat unggun akan menyerupai sifat suatu cairan dengan

viskositas tinggi, misalnya ada kecendrungan untuk mengalir, mempunyai sifat       dan sebagainya

(gambar II.3 ).

Gambar II.3  Sifat menyerupai cairan dari unggun terfluidisasi

Atas dasar sifat-sifat diatas, maka unggun ini kemudian disebut unggun terfluidakan atau fluidized bed.

-     Dalam system padat-cair, kenaikan kecepatan air sampai diatas fluidisasi minimum akan

menyebabkan pengembangan unggun yang halus dan progresif (terus menerus). Dalam hal ini

ketidak stabilan aliran keseluruhan relative kecil dan tidak terjadi pembentukkan gelembung

yang cukup besar. Unggun yang berkelakuan seperti ini sering disebut unggun fluidisasi cair

(liquid fluidized bed) atau unggun fluidisasi homogeny.

-    System padat-gas berkelakuan sangat berbeda. Pada kenaikan laju alir gas dibawah fluidisasi

minimum sudah terjadi pembentukan gelembung dan saluran (chanelling) gas, dan gerakkan

padatan menjadi lebih tidak beraturan. System seperti ini disebut unggun fluidisasi agregatif

atau unggun fluidisasi gas.

Kedua macam fluidisasi tersebut dapat digolongkan kedalam fluidisasi fase padat (ketinggian

unggun masih berada pada batas tertentu).

Pada laju alir fluida yang sanga tinggi (melebihi P), kecepatan akhir (ut) menjadi sangat besar,

sehingga batas atas unggun akan hilang (total entrainment/butiran padatan terbawa aliran fluida),

porositas mendekati 1. Keadaan ini disebut fluidisasi berkesinambungan (gambar 1.1.c) yang

merupakan aliran 2 fase.

Penggunaan operasi fluidisasi didalam industry

1.      Proses fisika      : transprtasi, penukar panas, pengeringan, pencampuran serbuk halus, pelapisan

bahan plastik pada permukaan logam, pengecilan/pembesaran partikel dan

adsorpso.

2.      Proses kimia     :  oksidasi etilena, pembuatan anhidrida ftalat, cracking hidrokarbon dan lain-lain.

Di dalam pemakaiannya, unggun terfluidakan mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan

dengan unggun diam, antara lain :

1.      Sifat unggun yang menyerupai fluida memungkinkan adanya aliran zat padat secara kontinu

2.      Kecepatan pencampuran padatan yang tinggi menyebabkan reactor selalu berada pada

kecepatan isothermal, sehingga memudahkan pengendaliannya.

3.   Perpindahan massa dan panas antara fluida dan padatan lebih baik dibandingkan dengan unggun

diam.

4. Perpindahan panas antara unggun terfluidakan dengan media pemindah panas yang baik

memungkinkan pemakaian alat penukar panas yang mempunyai luas permukaan lebih kecil.

5.      Memungkinkan operasi dalam skala besar.

Beberapa kerugian pemakaian unggun terfluidakan :

1.    Selama operasi partikel-partikel padat mengalami pengikisan sehingga karakteristik fluidisasi bias

berubah dari waktu ke waktu.

2.      Butiran halus akan terbawa aliran fluida sehingga mengakibatkan kehilangan sejumlah tertentu

padatan.

3.      Terjadinya erosi terhadap bejana dan system pendingin oleh partikel padatan.

4.      Terjadinya gelembung dan kekosongan local didalam unggun seringkali tidak bisa dihindarkan.

Peristiwa ini mengakibatkan kontak antara fluida dengan padatan tidak merata sehingga konversi

reaksi menjadi kecil.

5.      Pencampuran padatan yang terlau cepat akan mengakibatkan ketidak seragaman waktu tinggal

padatan didalam reactor. Untuk proses kontinu, hasil yang didapatkan tidak seragam dan konversi

rendah, khususnya untuk tingkat konversi yang tinggi. Sedangkan untuk proses batch, pencampuran

ini menguntungkan karena diperoleh hasil yang seragam. Untuk reaksi katalitik, gerakan partikel

katalis berpoti yang menangkap dan membebaskan molekul gas pereaksi secara kontinu akan

menambah pencampuran ulang sehingga menurunkan hasil.

II.2 Porositas Minimum

Sejak unggun mulai mengembang (gambar II.2, titik A), porositas bertambah dengan

bertambahnya kecepatan (lihat gambar II.4). Porositas naik secara liniear dengan logaritma kecepatan.

Gambar II.1 : porositas unggun Vs log kecepatan

1.      Daerah unggun statis

2.      Daerah peralihan

3.      Daerah fluidisasi batch

4.      Daerah fluidisasi kontinyu

Kecepatan pada waktu mulainya fluidisasi disebut kecepatan kritis dan porositas unggun pada

saat itu disebut porositas minimum untuk fluidisasi, ∑Mf

Porositas minimum bergantung pada ukuran dan bentuk butiran. Biasanya ∑Mf akan semakin

kecil seiring dengancsemakin besarnya butiran. Harga-harga porositas minimum untuk berbagai bahan

dapat diketahui dari percobaan-percobaan, karena tidak ada data untuk satu jenis bahan, ∑Mf dapat

diperkirakan dengan rumus empiris berikut (untuk Dp 50 s/d 500 mikron)

∑Mf = 1-0,356 {log Dp – 1} .......... (II.2.a)

Dp = diameter butiran (mikron)

Berikut adalah tabel porositas pada kondisi fluidisasi minimum :

ParticlesSize (mm)

0.02 0.05 0.07 0.10 0.20 0.30 0.40

Sharp sand, øs = 0.67

Round sand, øs = 0.86

Mixed round sand

Coal and glass powder

Anthracite coal, øs = 0.63

Absorption carbon

Fischer-Tropsch catalyst, øs = 0.58

Carborundum

-

-

-

0.72

-

0.74

-

-

0.60

0.56

-

0.67

0.62

0.72

-

0.61

0.59

0.52

0.42

0.64

0.61

0.71

-

0.59

0.58

0.48

0.42

0.62

0.60

0.69

0.58

0.56

0.54

0.44

0.41

0.57

0.56

-

0.56

0.48

0.50

0.42

-

0.56

0.53

-

0.55

-

0.49

-

-

-

0.51

-

-

-

Tabel II.3         Porositas pada kondisi fluidisasi minimum

II.4 Tinggi Unggun

          Apabila kecepatan fluida makin besar, unggun akan makin mengembang, porositas bertambah

dan volume unggun bertambah. Bila penampang tabung tetap, maka porositas merupakan fungsi dari

tinggi unggun L.

Bila L0 adalah tinggi unggun bila porositas nol (berarti unggun berupa gumpalan zat padat tidak

berpori). Maka :

Biasanya porositas salah satu diketahui (porositas unggun diam atau porositas minimum). Apabila

tinggi yang bersangkutan diketahui, maka tinggi untuk porositas yang lain dapat dihitung.

 ε1 dan ε2 adalah porosity untuk tinggi L1 dan L2

II.5 Kecepatan fluidisasi minimum

Fluidisasi akan terjadi apabila :

gaya tekan ke atas oleh gas = berat partikel............................................... (II.5.a)

(DP) (A) = (A . LMf) (1 - eMf) [(rp - r) g/gc].................................................... (II.5.b)

atau

DP/LMf = (1 - eMf) [(rp - r) g/gc].................................................................... (II.5 c)

LMf : tinggi unggun pada fluidisasi minimum

A : luas penampang

rp     : rapat massa partikel

r      : rapat massa fluida

Kecepatan superfisial pada kondisi fluidisasi minimum umf, diperoleh dengan mengkombinasikan

persamaan II.5 c dan II.5 d.

 

  

                          (II.5 d)

Untuk Re < 20 :

UMf =

 

 .............................................................. (II.5 e)

Untuk Re > 1000 :

UMf2 =

 ............................................................................ (II.5 f)

Bila εMf dan/atau øs tak diketahui, dapat digunakan :

 Dari persamaan 8.9 dan 8.6, didapatkan :

Untuk Re < 20 :

 …………….. (II.5 i)

Untuk Re > 1000 :

 …………………. (II.5 j)

II.3 Penurunan tekanan di dalam unggun terfluidisasi

Gambar berikut (II.3) menggambarkan penurunan tekanan yang terjadi pada unggun yang terdiri

atas partikel padatan berukuran seragam. Pada laju alir fluida yang rendah (unggun diam), penurunan

tekanan hampir sebanding dengan laju alir gas, biasanya setelah mencapai harga maksimum (∆PMAKS)

akan sedikit lebih besar daripada head statis dari unggun. Dengan semakin bertambahnya laju alir

fluida, porositas unggun akan semakin besar (dari εM à  εMf) sehingga penurunan tekanan akan lebih

kecil.

Pada kecepatan fluidisasi minimum, unggun mengembang sehingga gelembung-gelembung gas

didalam unggun tidak homogen. Pada keadaan ini penurunan tekanan praktis tidak berubah.

 Gambar II.3 a  Penurunan tekanan vs kecepatan fluida pada unggun dengan partikel berukuran

seragam

Diagram penurunan tekanan vs kecepatan fluida sangat berguna untuk mengidentifikasi kualitas

fluidisasi, khususnya bila pengamatan visual tidak mungkin dilakukan. Jadi, suatu unggun fluidisasi

yang ideal akan berkelakuan seperti gambar II.3 di atas. Sedangkan unggun fluidisasi yang

menyimpang dari kondisi ideal (misalnya terjadi penorakan/slugging atau chanelling) akan

berkelakuan seperti gambar II.3 b

Gambar II.3 b  Penurunan tekanan vs kecepatan fluida pada unggun fluidisasi yang tidak ideal

          Untuk unggun dengan distribusi ukuran partikel yang halus (beda ukuran partikel tidak terlalu

besar) kelakuan fluidisasi hampir menyerupai unggun dengan ukuran partikel seragam dengan

diameter rata-rata Dp.

Pada unggun dengan distribusi ukuran partikel yang kasar (beda ukuran sangat mencolok),

kemungkinan terjadi partikel berukuran halus terfluidisasi didalam rongga antar butiran besar,

sementara butiran besar tersebut tidak tersuspensi (apabila ratio diameter partikel >5).

          Untuk menghindari terjadinya entrainment (partikel padatan terbawa aliran fluida, operasi

harus dipertahankan pada laju alir fluida antara uMf dan ut. Perhitungan uMf harus didasarkan pada

diameter partikel rata-rata, sedang ut didasarkan pada ukuran partikel terkecil yang terdapat didalam

unggun. Ratio antara ut : uMf berkisar antara 10 : 1 dan 90 : 1

Contoh Soal :

Tentukan kecepatan superfisial gas, bila diinginkan unggun terfluidisasi tanpa terjadi entrinment, berat

unggun 360 g. Distribusi ukuran partikel :

berat kumulatif dari

sampel unggun (g)

rp    =   1 g/cm3

eMf   =   0,4

fs    =   1

  diameter

partikel

(m)

0

60

150

270

330

360

50

75

100

125

150

175

Udara masuk ke kolom pada p atm dan meninggalkan kolom pada 20oC, 1 atm. Sifat udara pada

kondisi keluar dari kolom :

m = 0,0178 cpoise

r = 0,00124 g/cm3

Penyelesaian :

- Perhitungan diameter rata-rata, Dp :

range diameter

m

dpi

(m)

fraksi berat

dlm interval

(xi)

x/dp

50 – 75

75 – 100

100 – 125

125 – 150

150 – 175

62,5

87,5

112,5

137,5

162,5

(60-0) / 360 = 0,167

(150-60)/360 = 0,250

                                       

0,333

                                       

0,167

                                       

0,167/62,5 = 0,002668

0,250/87,5 = 0,002858

                                 

0,002962

                                 

0,001212

                                 

0,083 0,000513

  total x/dp = 0,010213

Dp =

= 98 m = 0,0098 cm

-          Kecepatan superfisial minium (uMf) terjadi pada dasar kolom, dimana tekanan adalah tertinggi.

Dengan Dp = 98 m kita boleh menganggap bahwa unggun terdiri atas partikel-partikel kecil (dengan

NRf < 20) :

UMf =

 .................................................... (pers. 8.7)

      

   =

   ; rp – r dianggap = 1

         = 0,3759 cm/s

Cek harga Rep

Rep =

 = 0,025 p

Apabila operasi dilakukan pada tekanan < 200 atm, maka anggapan Rep < 20 masih dapat diterima.

Catatan :

Perhitungan rapat massa gas pada dasar menara (tekanan = p atm)

Operasi berlangsung secara isotermal (20oC), maka :

P1 . V1 = P2 . V2

P1/r1 = P2/r2

r2 =

r2 =

 

= 0,001204 p g/cm3

P1 = 1 atm

P2 = p atm

r1 = 0,001204 g/cm3

-          Kecepatan superfisial maksimum terjadi pada puncak menara, dimana tekanan adalah

minimum. Karena diinginkan tidak ada entrainment, maka kecepatan udara di puncak menara

haruslah < ut. Penentuan ut didasarkan pada diameter partikel yang terkecil, yaitu 50 m. Sekali lagi,

untuk partikel yang kecil, dianggap Rep < 0,4 (lihat bab 5).

ut =

 

     =

  

 = 7,647 cm/s

Cek harga Rep :

Rep =

 = 0,029 (<0,4)

Jadi operasi harus dijaga pada laju alir (udara) antara 0,3759 – 7,647 cm/s

Referensi:

Mc. Cabe and Smith (1982), ‘Unit Operations of Chemical Engineering’, Singapore.PEDC, ‘Mekanika Fluida’.Bandung.

Schaum, ‘ Mekanika Fluida & HIdraulika’, Edisi kedua.

Soetedjo (1986), ‘Fluid Flow’, Penerbit, Angkasa Bandung, Bandung,

 

 

Saturday, 23 June 2012

Bomb kalorimeter

Prinsip Kerja Bom Kalorimeter            Calorimeter bomb merupakan suatu piranti lain yang banyak digunakan untuk penentuan nilai

kalor bahan bakar padat dan cair. Pengukuran calorimeter bomb dilakukan pada kondisi volume

konstan tanpa aliran atau dengan kata lain reaksi pembakaran dilakukan tanpa menggunakan nyala api

melainkan menggunakan gas oksigen sebagai pembakar dengan volume konstan atau tekanan tinggi.

Prinsip kerjanya ialah contoh bahan bakar yang akan diukur dimasukkan kedalam bejana logam yang

kemudian diisi oksigen pada tekanan tinggi. Bom itu ditempatkan didalam bejana berisi air dan bahan

bakar itu dinyalakan dengan sambungan listriks dari luar. Suhu itu diukur sebagai fungsi waktu setelah

penyalaan. Pada saat pembakaran suhu bomb tinggi oleh karena itu keseragaman suhu air disekeliling

bomb harus dijaga dengan suatu pengaduk.selain itu dalam beberapa hal tertentu diberikan pemanasan

dari luar melalui selubung air untuk menjaga supaya suhu seragam agar kondisi bejana air adiabatic.

gambar alat bomb calorimeter 

Posted by heru_santoso.blogspot.com at 20:36

 

PENGEMBANGAN SISTEM PEMBAKARAN PADA FBC BERBAHAN BAKAR

LIMBAH PADAT INDUSTRI KERTAS

23.40 Diposkan oleh SynGas Research Group

Label: biomass waste combustion, FBC, fluidized bed combustion, incineration, pembakaran lumpur

organik padat, sludge incineration, solid waste incineration

Muhammad Affendi,  Mamat, Sugiyatno

INTISARI

Menumpuknya limbah padat organik berupa lumpur (sludge) yang berasal dari unit instalasi

pengolahan air limbah (IPAL) industri kertas, sering menyebabkan pencemaran terhadap resapan air

tanah pada  lingkungan  pabrik. Sludge mempunyai komposisi rata-rata: kandungan padatan  25%,

kadar air 75%, dimana kandungan padatan terdiri dari bahan organik 78% dan anorganik 22% serta

nilai kalor ± 3000 kkal/kg. Penelitian yang telah dilakukan adalah memanfaatkan limbah padat (sludge)

sebagai bahan bakar padat pada tungku FBC (proses pembakaran secara fluidisasi), sehingga dapat

mengurangi tumpukan limbah padat dan akan diperoleh bahan bakar padat  alternatif. Telah dilakukan

pengembangan sistem pembakaran pada tungku FBC (fluidized bed combustion) dengan bahan bakar

limbah padat (sludge) industri kertas dengan kapasitas pembakaran ± 15 kg/jam. Uji-coba pembakaran

pada tungku FBC, diawali dengan pembakaran serbuk kayu yang dipakai sebagai kontrol, memberikan

performansi pembakaran kontinyu pada kisaran temperatur 350 - 550°C di bagian freeboard (ruang

bakar diatas unggun pasir), dilanjutkan dengan pembakaran limbah padat (sludge) industri kertas juga

memberikan performansi pembakaran kontinyu pada kisaran temperatur 300 - 450°C (temperaturnya

lebih rendah dari pembakaran serbuk kayu, karena nilai kalor sludge lebih rendah dari pada nilai kalor

serbuk kayu). Hambatan yang masih terjadi adalah kontinyuitas laju alir umpan sludge pada

screwfeeder menyebabkan kapasitas bahan yang terbakar kurang terpenuhi, juga abu hasil pembakaran

sludge banyak tertumpuk pada unggun pasir sehingga mengganggu proses pembakaran secara

fluidisasi. Hal ini akan dievaluasi dengan melakukan percepatan putaran pada screwfeeder sehingga

laju umpan bahan bakar lebih besar, juga tertumpuknya abu hasil pembakaran dapat diatasi dengan

memperbesar laju alir blower tiup sehingga proses pembakaran fluidisasi dapat terjaga. Penelitian

selanjutnya adalah memanfaatkan panas hasil pembakaran sludge sebagai pembangkit uap panas

(steam) yaitu unit Fluidized Bed Boiler.

Kata kunci:        FBC, fluidized bed combustion, biomass waste combustion, incineration, sludge

incineration, solid waste incineration, pembakaran lumpur organik padat

1.  PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Industri pulp dan kertas pada umumnya menghasilkan limbah padat (sludge) yang tidak dapat langsung

dibuang di lingkungan. Dalam upaya meningkatkan kemampuan pengendalian dampak lingkungan,

industri pulp dan kertas saat ini dihadapkan pada masalah penanganan limbah padat (sludge). Sludge,

sebagian besar adalah serat dan bahan organik lain, merupakan limbah padat yang berasal dari unit

proses produksi dan unit pengolahan air limbah pabrik pulp dan kertas. Karena sludge terdiri dari serat

dan bahan organik, pemanfaatannya sebagai landfill dapat dilakukan, tetapi dalam jumlah besar dan

dalam waktu yang panjang, hal ini akan menimbulkan masalah terhadap pemanfaatan tanah bagi

pemukiman dan akan menimbulkan pencemaran bagi air tanah.

Salah satu cara penanggulangan sludge tersebut adalah dengan cara memanfaatkannya sebagai bahan

bakar padat. Agar sludge dapat terbakar sempurna dan efisien, maka teknik pembakaran yang sesuai

adalah dengan tungku unggun fluidisasi (fluidized bed combustion, FBC), karena adanya unggun pasir

yang berfungsi sebagai pengaduk bahan bakar dan penahan panas. Pada penelitian sebelumnya telah

dilakukan uji-coba pembakaran serbuk gergaji kayu, sekam padi dan sampah kota dengan tungku

unggun fluidisasi (FBC) yang mempunyai luas penampang unggun pasir 0,5 m2 dan 6 nosel pancar

untuk kapasitas 250 kg/jam yang berada di UPT BPT TG - LIPI, Subang.

1.2. Tujuan kegiatan

Melakukan pengembangan sistem pembakaran pada tungku FBC yaitu: perancangan, konstruksi,

instalasi FBC (Fluidized Bed Combustion), serta pengujian sistem pembakaran limbah padat industri

kertas (dalam bentuk sludge).

1.3. Sasaran

Memanfaatkan limbah padat industri kertas (dalam bentuk sludge) sebagai bahan bakar padat pada

tungku FBC sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

1.4   Lingkup Kegiatan

Penelitian tersebut dilakukan dalam beberapa kegiatan, antara lain :

v  Koordinasi dengan industri penghasil limbah padat sludge, yaitu melakukan sampling di industri

kertas (Jawa Barat)

v  Pengolahan (pencetakan dan pengeringan) sludge menjadi bahan bakar padat

v  Perancangan dan konstruksi sistem pembakaran pada FBC

v  Uji pembakaran limbah padat sludge pada FBC

v  Analisis dan pelaporan

2.. TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Sumber Limbah Padat berupa Sludge

Limbah padat yang dikeluarkan oleh industri pulp dan kertas salah satunya berasal dari unit pengolahan

limbah cair yang menghasilkan lumpur (sludge). Adapun proses pengolahan lumpur cair menjadi

lumpur padat (cake) adalah sludge dari thickener dan sludge dari settling tank dipompakan ke mesin

belt press atau mesin screw press menjadi sludge padat dalam bentuk cake

Tungku FBC dipengaruhi oleh dua hal pokok yang saling berkaitan, yaitu:

a.    masalah yang berhubungan dengan pembakaran bahan padat, yaitu faktor-faktor yang tergabung di

dalam laju pembakaran menyeluruh

b.        masalah yang berhubungan dengan hidrodinamika unggun pancar/ fluidisasi atau sering dikenal

dengan karakteristik unggun pancar/fluidisasi, yaitu faktor-faktor yang akan menentukan laju

sirkulasi dan laju elutriasi

2.2.   Pembakaran Bahan Bakar Padat(9)

Pembakaran limbah organik padat/biomassa dalam insinerator fluidisasi didasarkan pada kontak

gas-padat melalui tahap pengeringan, pirolisa dan oksidasi, selanjutnya menghasilkan zat terbang

(volatile matter) dan arang.  Tahap pirolisa untuk bahan bakar padat berukuran kecil sejenis serbuk

berlangsung sangat cepat dan terkonversi menjadi zat terbang.   Zat terbang terbakar dan menyala

dalam waktu singkat dan terlihat sebagai lidah api.  Proses pembakaran arang relatif lebih lambat dari

proses pembakaran zat terbang. Kayu atau biomassa kering bebas abu mempunyai rumus empiris

C6H8,39O3,54 terdiri dari 52,5 % massa karbon; 6,16 % hidrogen; 41,24 % oksigen dan 0,1 % nitrogen.

Panas pembakaran neto (Net Heating Value) biomassa kering bebas abu  20900 kJ/kg.

Persamaan stoikhiometri pembakaran biomassa menyeluruh :

          C6H8,39 O3,54 + 12,3 O2  ----->  6 CO2 + 4,2 H2O

Dari persamaan di atas, secara teoritis pembakaran 1 kg kayu/biomassa kering membutuhkan 5,38 m3

udara.  Sering juga diperlukan udara lebih, supaya pembakaran  sempurna.

2.3   Hidrodinamika Unggun Pancar/Fluidisasi(9)

Beberapa persamaan yang dapat dimanfaatkan untuk rancangan tungku FBC standar adalah sebagai

berikut :

a.       Kecepatan Minimum Pancar, Ums, (minimum spouting velocity) adalah kecepatan superfisial

minimum agar unggun tetap terpancar (lihat gambar 2, titik C untuk Ums). Harga Ums dapat

diperkirakan dari persamaan:

                                                                          (1)

dimana :

     Dp, Dc, Di           = diameter partikel padat, kolom, nosel

     H                 = tinggi unggun statik (saat tidak terpancarkan)

     g                  = percepatan gravitasi

     rg,  rp          = densitas gas dan partikel padat

     Satuan Ums didalam persamaan di atas tergantung pada satuan H  dan g.  Harga Ums ini digunakan

untuk menentukan laju volumetrik gas pancar minimum dan selanjutnya kapasitas blower. Di dalam

penggunaan unggun pancar sebagai tungku, kesesuaian Ums dengan kebutuhan udara pembakaran

perlu diperhatikan.

b.       Kecepatan superfisial nyata gas di dalam unggun pancar biasanya 2-3 kali Ums, tetapi harus

dibawah kecepatan terminal agar partikel tidak terelutriasi. Untuk kondisi di dalam sebuah unggun

pancar/fluidisasi, dengan Re > 2, kecepatan terminal dapat diperkirakan dengan :

                                                                                        (2)

   dimana :

   µ       = viskositas gas, dalam poise (g.cm-1. S-1)

   Dp     = dalam meter;  rp dan  rg dalam kg/m3

Gambar 1.  Kurva karakteristik fluidized bed

c.       Hilang tekan unggun pancar (pressure drop) merupakan salah satu parameter untuk menunjukkan kualitas unggun pancar. Jika pancaran terjadi dengan kualitas baik, hilang tekan unggun pancar,  DPs

tidak lagi dipengaruhi oleh laju alir superfisial (gambar 1). Harga  DPs dapat diperkirakan dengan

persamaan:

                                                               (3)

dimana :

     h                  = H/Hm ; H = tinggi unggun statik (saat tidak terpancar)

     Hm                               = tinggi unggun maksimum (lihat pasal berikut)

     DPmf = hilang tekan pada saat laju minimum fluidisasi

     Persamaan (3) menunjukkan, bahwa harga  DPmf dapat diperkirakan dengan :

                                                                                  (4)

dimana :

     Îmf                            =   porositas unggun saat awal fluidisasi, sifat khas unggun dengan harga sekitar

0.6

     Walaupun  DPs lebih rendah dari pada  DPmf, awal pembentukan unggun pancar memerlukan

tekanan blower tinggi untuk mengatasi peak pressure drop DPM (gambar 1). Harga  DPM kira-kira

adalah :

                                                                                 (5)

dimana : tan y =       koefisien gesek antar permukaan partikel, sifat khas unggun, misalnya: 1,25

untuk biji-bijian dan 3,2 untuk batubara

Persamaan diatas tidak berdimensi, sehingga satuan DPM tergantung pada satuan H, rb dan g. Dalam

praktek, ketinggian harga DPM dapat diatasi dengan jalan operasi awal unggun pancar dengan

unggun rendah, kemudian diikuti penambahan material unggun sampai ketinggian yang diinginkan.

d. Tinggi unggun maksimum, Hm (Maximum spoutable bed depth) adalah tingggi unggun statik

maksimum yang masih dapat dipancarkan dengan baik. Jika unggun statik lebih dari Hm, pancaran

mungkin terjadi hanya dibagian bawah unggun dengan kualitas jelek dan unggun fluidisasi terjadi

dibagian atas unggun. Harga Hm dapat dihitung dengan persamaan:

                                                                               (6)

dimana :

Hm                               =   tinggi unggun maksimum, cm

q                  =   faktor bentuk partikel, tak-berdimensi dan tergantung pada jenis            partikel,

misal 1 untuk bola dan 1.65 untuk kerikil

     rp                =   dalam g/cm3 ; Dc, Dp dan Di dalam cm

2.4   Perancangan Tungku FBC

Tungku FBC pada umumnya diisi dengan partikel inert (biasanya pasir silika) yang berfungsi sebagai :

a.    media promotor gerak partikel bahan bakar agar terjadi kontak yang baik dengan udara pembakar,

mencegah penggumpalan dan merontokkan abu dari permukaan partikel bahan bakar

d.       penyangga panas untuk melayani kejutan-kejutan jika ada bahan bakar dengan kadar air tinggi

atau panas pembakaran rendah masuk ke dalam tungku.

Karena jumlah pasir di dalam tungku jauh lebih banyak dari pada jumlah partikel bahan bakar,

perhitungan hidrodinamika tungku unggun pancar didasarkan pada sifat partikel inert, bukan sifat

partikel bahan bakar. Pada dasarnya, perancangan tungku unggun pancar satu nosel(9) dapat

menggunakan persamaan-persamaan empirik yang telah disajikan di Pasal 2.2 dan Pasal 2.3. Aturan

empirik lainnya adalah: diameter kolom (Dc) sebaiknya tidak lebih dari 30 cm dan diameter nosel (Di)

antara 1-5 cm, posisi pemasukan bahan bakar tergantung pada sifat pembakarannya: pemasukan

biomassa dengan banyak volatile matter berbeda dengan pemasukan arang atau batubara. Karena sifat

pembakaran tersebut, profil temperatur di dalam tungku juga bermacam-macam. Pembakaran serbuk

gergaji atau biomassa lainnya dapat diduga akan menghasilkan temperatur freeboard lebih tinggi

daripada temperatur unggun, karena pembakaran fasa gas (volatile matter) lebih dominan daripada

reaksi arang-oksigen, perancangan sebuah tungku FBC juga dapat mengikuti petunjuk praktis

perencanaan SFBC(10).

Secara garis besar langkah perancangan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Perancangan Tungku FBC

2.5   Mekanisme Pembakaran Pada Tungku FBC

Setelah material pasir dihembus aliran udara (dengan blower) sehingga membentuk lapisan yang

mengambang (terfluidisasi), kemudian dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar sekunder (gas

atau minyak) sampai temperatur sekitar 500°C. Temperatur lapisan mengambang naik secara bertahap

sampai mencapai titik bakar bahan bakar primer (limbah biomassa/sludge). Kemudian dilakukan

pengumpanan bahan bakar primer secara kontinyu pada kecepatan yang telah ditentukan, sesuai

kapasitas pembakarannya sampai dicapai pembakaran tunak (steady state). Pada saat temperatur cukup

tinggi (+ 800°C), bahan bakar sekunder dihentikan sehingga yang terbakar hanya bahan bakar primer,

yaitu limbah biomassa/organik padat, juga sludge(1).

3.  Alat, Bahan dan Metodologi Penelitian

3.1. Alat

a)    Unit FBC (Fluidized Bed Combustion) dengan spesifikasi sebagai berikut:

§     Sistem pembakaran             : fluidization/bubble

§     Bahan yang dibakar             : sludge (limbah padat industri kertas) dan

serbuk kayu

§     Kapasitas pembakaran         : 10 - 15 kg/jam

§     Pengapian awal                   : burner gas LPG dengan pemantik elektrik

§     Blower tiup, kapasitas          : 2 – 3.5 m3/menit (120 – 210 m3/jam)

Tekanan : 1200 mmH2O

Daya listrik         : 2 HP

§  Blower hisap, kapasitas : 9.5 m3/menit (570 m3/jam)

Tekanan : 195 mmH2O (1950 Pa)

Daya listrik         : 0.5 HP (370 Watt)

§  Pengumpan, sistem                   : Screwfeeder

Kapasitas           : ± 15 kg/jam serbuk biomassa

Daya listrik         : 1 HP

Hopper               : butterfly air lock

§  Panel instrumen ukur     : temperatur (6 kanal, sensor termokopel tipe K)

Tekanan negatif freeboard (0–50 mmH2O)

Saklar-saklar untuk penggerak motor listrik

b)    Pompa air

§     Kapasitas                            : 19 m3/menit

§     Daya listrik                          : 125 Watt

c)    Timbangan, kapasitas                      : 4 kg (untuk menimbang serbuk kayu dan

sludge yang akan dibakar)

d)    Stop watch, untuk pencatatan waktu proses pembakaran

e)    Multi gas detector, menganalisa sisa pembakaran: gas CO; CO2; O2; SO2; NO2

3.2.  Bahan

a)    Serbuk kayu, digunakan sebagai pengujian awal pembakaran pada sistem FBC

b)    Sludge (hasil sampling limbah padat industri kertas di beberapa lokasi pabrik Jawa Barat)

c)    Gas LPG sebagai penyalaan dan pemanas awal tungku FBC

d)    Analisa gas cerobong

Liquid refil O2 Bacharach Fyrite

Liquid refil CO2 Bacharach Fyrite

Drager tube CO

Drager tube SO2

Drager tube NO2

3.3   Metodologi

Limbah padat berbentuk sludge memiliki karakteristik kurang menguntungkan untuk dibakar di dalam

tungku unggun diam yang sederhana. Kelemahan kelemahan bahan bakar berbentuk sludge antara lain 

disebabkan oleh :

a. ukuran partikel kecil, menyulitkan aliran udara

b. kadar air tinggi, menurunkan panas pembakaran

c. kadar abu, menghambat kontak bahan bakar dengan udara

d. sifat caking, bridging dan titik leleh abu rendah dapat mengakibatkan

    penggumpalan partikel-partikel

e. densitas curah (bulk density) rendah, memperburuk panas pembakaran

    persatuan volume yang akhirnya menurunkan intensitas pembakaran.

Karena pembakaran sludge tidak efektif dilakukan pada tungku unggun diam yang sederhana, maka

teknologi pembakaran yang lebih tepat yaitu dengan tungku unggun fluidisasi/bubbling.

Dengan teknik pembakaran secara fluidisasi pada tungku FBC, akan terjadi kontak padatan (pasir

kuarsa) sebagai media pengisi unggun dengan udara pembakar dan menjadikan massa mengambang

(terfluidisasi), sehingga sludge sebagai bahan bakar selalu teraduk dalam media pasir yang terfluidisasi

di dalam ruang bakar, sehingga proses pembakaran sempurna dapat tercapai pada temperatur ruang

bakar (freeboard) 500 – 600oC. Tungku dengan operasional temperatur tersebut diharapkan tidak

mengakibatkan terjadinya senyawa NOx.

4. Kegiatan, Analisis dan Pembahasan

4.1    Kegiatan

o  Kegiatan pengambilan contoh/sampling limbah padat industri kertas berupa sludge di beberapa

lokasi industri kertas di Jawa Barat (Majalaya, Bogor, Karawang) dan Serang – Banten. Sludge yang

diperoleh adalah sludge yang berasal dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang telah dipisahkan

padatan dan kandungan airnya melalui belt press atau screw press machine berupa sludge yang

mempunyai komposisi rata-rata: kandungan padatan 25%, kadar air 75%, dimana kandungan padatan

terdiri dari bahan organik 78% dan anorganik 22% serta nilai kalor 2000 – 3600 kkal/kg. Sedangkan

persyaratan bahan bakar padat yang dapat terbakar yaitu:

-    kadar bahan terbakar (organik) minimal 66%

-        nilai kalor ± 3300 kkal/kg

-        kadar abu < 40%

Maka contoh/sampling limbah padat (sludge) industri kertas tersebut akan dapat digunakan sebagai

bahan bakar pada tungku FBC

o  Kegiatan perancangan/disain pengembangan sistem pembakaran pada FBC berbahan bakar limbah

padat industri kertas (sludge) mempunyai bentuk seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Rancangan unit FBC berbahan bakar limbah padat industri kertas (sludge)

Dengan spesifikasi unit FBC sebagai berikut:

§     Sistem pembakaran             : fluidization/bubble

§     Luas unggun pasir               : 300 mm (pasir kuarsa setinggi ± 100 mm)

§     Bahan yang dibakar             : sludge (limbah padat industri kertas) dan serbuk kayu

§     Kapasitas pembakaran         : 10 - 15 kg/jam

§     Pengapian awal                   : burner gas LPG dengan pemantik elektrik

§     Blower tiup, kapasitas          : 2 – 3.5 m3/menit (120 – 210 m3/jam)

Tekanan         : 1200 mmH2O

Daya listrik     : 2 HP

§     Blower hisap, kapasitas       : 9.5 m3/menit (570 m3/jam)

Tekanan         : 195 mmH2O (1950 Pa)

Daya listrik     : 0.5 HP (370 Watt)

§     Pengumpan, sistem             : Screwfeeder

Kapasitas       : ± 15 kg/jam serbuk biomassa

Daya listrik     : 1 HP

Hopper           : butterfly air lock

§     Panel instrumen ukur           : temperatur (6 kanal, sensor termokopel tipe K)

Tekanan negatif freeboard (0–50 mmH2O)

Saklar-saklar untuk penggerak motor listrik

§  Kaca intip (sight glass)     : untuk mengamati proses pembakaran di dalam tungku FBC

o   Kegiatan konstruksi unit FBC dikerjakan di bengkel seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Konstruksi unit FBC berbahan bakar limbah padat industri kertas (sludge)

o   Kegiatan instalasi unit FBC ditempatkan di lantai V (atap) Gedung 80, kampus LIPI Bandung yang

terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Instalasi unit FBC berbahan bakar limbah padat industri kertas (sludge)

4.2. Hasil dan Pembahasan

Pada tahap konstruksi unit FBC yang telah selesai, dilakukan pengujian pada beberapa bagian

peralatan, yaitu:

Pengumpan/screwfeeder untuk bahan bakar padat berupa sludge, diperoleh data sebagai

berikut :

Tabel 4.2.1 Kapasitas pengumpan bahan bakar sludge

No. JenisSludge

Berat UmpanSludge

(kg)

Waktu UmpanSludge(menit)

KapasitasUmpanSludge

(kg/jam)

Keterangan

1 halus 1.60 12.50 7.50

RPM motor  = 1460

RPM screw  = 37

2 halus 2.50 24.22 6.05

3 halus 1.90 21.30 5.32

4 halus 2.65 27.40 5.78

5 halus 2.20 14.77 8.94

RPM motor  = 1497

RPM screw  = 75

6 halus 2.60 11.03 14.14

7 halus 2.25 13.05 10.35

8 kasar 2.30 13.93 9.90

Dari hasil pengujian pengumpan/screwfeeder dengan putaran 37 RPM diperoleh kapasitas maksimum

7.50 kg/jam, sedangkan dengan putaran screwfeeder 75 RPM dapat diperoleh kapasitas pengumpanan

14.14 kg/jam. Sehingga dipilih putaran pengumpan/screwfeeder pada 75 RPM, karena sudah tercapai 

kapasitas disain yaitu ± 15 kg/jam.

o   Uji-coba pembakaran limbah padat biomassa berupa serbuk kayu dan limbah padat biomassa

berupa sludge dilakukan pada beberapa langkah, diperoleh gambaran sebagai berikut :

Gambar 6. Uji pembakaran serbuk kayu halus pada unit FBC

Pada Gambar 6 merupakan tahap awal dilakukan pengujian pembakaran serbuk kayu untuk mengetahui

performansi/unjuk kerja unit FBC dalam melakukan proses pembakaran secara kontinyu selama 40

menit, diperoleh temperatur pada bagian freeboard (ruang bakar) sebesar 437 - 520°C dengan laju

umpan serbuk kayu halus ± 10 kg/jam. Temperatur tersebut memungkinkan pembakaran dalam tungku

FBC berlangsung stabil dan tanpa bantuan tambahan bahan bakar lain.

Gambar 7. Uji pembakaran serbuk kayu halus dan kasar pada unit FBC

Dilanjutkan proses pembakaran yang bervariasi dari serbuk kayu halus, kemudian serbuk kayu kasar

dan selanjutnya serbuk kayu halus lagi, tampak bahwa pada menit ke 2 sampai menit ke 31

menunjukkan temperatur dalam freeboard (ruang bakar) cenderung naik berkisar antara 360 - 518°C

dengan laju umpan serbuk kayu halus rata-rata 10 kg/jam, pada menit ke 33 sampai menit ke 51

mengalami penurunan temperatur pada ruang bakar yaitu sampai batas minimum 219°C, sehingga

dilakukan kembali pengumpanan dengan serbuk kayu halus  pada laju umpan rata-rata 10 kg/jam,

tercapai pembakaran kontinyu pada temperatur ruang bakar sekitar 400 – 500°C.

 Gambar 8. Uji pembakaran sludge halus pada unit FBC

Uji pembakaran sludge halus (Gambar 8.) menunjukkan kemampuan pembakaran kontinyu dalam

ruang bakar (freeboard) FBC pada temperatur 335 – 510°C dengan laju umpan rata-rata 10.5 kg/jam

dan kadar air rata-rata 8 % serta tekanan dalam ruang bakar –45 mmH2O. Kondisi tersebut cukup baik

untuk operasional pembakaran limbah padat industri kertas berupa sludge pada tungku FBC.

Gambar 9. Uji pembakaran serbuk kayu-sludge-serbuk kayu pada unit FBC

Pada Gambar 9. adalah perlakuan uji pembakaran secara berurutan, yaitu serbuk kayu dengan laju

umpan rata-rata 10 kg/jam pada menit ke 4 sampai menit ke 22 yang mencapai temperatur di ruang

freeboard 361 - 570°C, dilanjutkan dengan umpan bahan bakar sludge dengan laju umpan rata-rata 4

kg/jam pada menit ke 24 sampai menit ke 52 yang mencapai temperatur di ruang freeboard 312 -

465°C (laju bahan bakar sludge kurang dari setengahnya laju bahan bakar serbuk kayu, dikarenakan

bentuk dan ukuran sludge yang kurang lancar pada saat melalui screwfeeder) namun proses

pembakaran dapat terus berlangsung tetapi abu hasil pembakaran sludge lebih banyak tertinggal pada

unggun pasir sehingga mengganggu terjadinya fluidisasi unggun pasir, maka dilanjutkan pengumpanan

dengan bahan bakar serbuk kayu kembali dengan laju umpan rata-rata 5 kg/jam pada menit ke 54

sampai menit ke 68 yang mencapai temperatur di ruang freeboard 306 - 545°C. Sehingga secara

keseluruhan proses pembakaran serbuk kayu dan sludge pada unit FBC dapat berlangsung cukup baik.

5.  KESIMPULAN DAN SARAN

Pengembangan sistem pembakaran pada FBC telah dilakukan dengan dibangunnya unit FBC skala

laboratorium berbahan bakar limbah padat industri kertas berbentuk sludge dengan kapasitas

pembakaran  ± 15 kg/jam, proses pembakaran pada tungku FBC diawali dengan bahan bakar serbuk

kayu kemudian dilanjutkan dengan sludge yang telah dikeringkan memberikan unjuk kerja proses

pembakaran kontinyu dalam freeboard (ruang bakar) cukup baik, tetapi laju umpan sludge kurang besar

dikarenakan bentuk dan ukuran sludge yang tidak dapat melalui dengan lancar di screwfeeder

menyebabkan temperatur pada freeboard (ruang bakar) menjadi rendah dan kadang-kadang

menyebabkan api padam.

Disarankan untuk tahap penelitian selanjutnya adalah memperbaiki sistem pengumpan/ screwfeeder

yaitu dengan mempercepat putaran poros pada pengumpan/screwfeeder sehingga kapasitas disain untuk

pembakaran sludge ± 15 kg/jam dapat tercapai. Panas hasil pembakaran dari limbah padat/ sludge

dapat dimanfaatkan sebagai panas proses antara lain pembangkit uap panas (steam boiler) yaitu

Fluidized Bed Boiler.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan terlaksananya penelitian ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian Fisika –

LIPI yang telah mengalokasikan untuk pembiayaannya, juga kepada seluruh karyawan PPF – LIPI

yang terlibat dalam penelitian ini, serta Saudara Jamaludin dan Adi Wicaksono Jurusan Fisika

Universitas Pajajaran – Bandung yang telah melakukan eksperimen untuk materi Kuliah Kerja Nyata

Profesi.

DAFTAR PUSTAKA

1.        Affendi, M.; Muljadi; Takiyah S.; E. Suryana; Ella K., “Karakterisasi dan Proses Pembakaran

Sampah Kota Subang dengan Insinerator FBC”. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dan

Pengembangan Fisika Terapan & Lingkungan 1995/1996 (Buku II), Bandung 25 - 26 Juni 1996

2.        Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, “Laporan Penelitian Karakteristik

dan Kemungkinan Pemanfaatan Limbah Padat Industri Pulp dan Kertas”, kerjasama BBS – APKI,

September 1996

3.        Borman, Gary L.; Kenneth W. Ragland, “Combustion Engineering”, Mc Graw-Hill, Singapore,

International editions 1998, pp. 534 – 563

4.        Brink, O.G.; R.J. Flink, (alih bahasa Sobandi Sachri), “Dasar-dasar Ilmu Instrumen”, Penerbit

Binacipta, cetakan pertama, Januari 1984

5.        El-Wakil, M.M.; (alih bahasa E. Jasjfi), “Instalasi Pembangkit Daya”, Jilid 1, Penerbit Erlangga,

cetakan pertama, 1992, hal. 134 – 138

6.        Holman, J.P., (alih bahasa E. Jasjfi), “Perpindahan Kalor”, Penerbit Erlangga, edisi keenam,

1995

7.        Howard, J.R. “Fluidized Bed Technology”, Principles and Applications. Publised by Adam

Hilger

8.        Mamat, Suwarto Martosudirjo, Sugiyatno, “Tungku Fluidisasi Sistem Gelembung (Bubbling

System) Untuk Pembakaran Bahan Bakar Partikel”, Prosiding Lokakarya Pembakaran Limbah

Biomassa Untuk Kogenerasi Listrik dan Panas Proses Dengan Teknologi Fluidized Bed

Combustion (FBC), Jakarta 20 April 1999.

9.         Susanto, H. “Pemodelan Matematik Tungku Unggun Pancar”. Seminar Pemodelan-Simulasi

dan Optimasi Sistem Teknik Kimia, Bandung 1990

10.          Wilkinson, R., “Some Insights on the Practical Aspect of FBC Design” in Proceedings of the

Second ASEAN Fluidized Bed Combustion Workshop, Philippines, 1989.

 

 

Energi biomassa sebenarnya berasal dari matahari. Selama proses pertumbuhannya, tanaman

menyimpan energi yang berasal dari matahari pada akar dan daun. Pada gilirannya, hewan

mungkin akan memakan tanaman tersebut untuk dapat tumbuh dan berkembang biak. Proses

tanaman menangkap energi matahari untuk membantu mereka tumbuh disebut fotosintesis.

Biomassa dapat mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil dan kita dapat

memanfaatkannya dengan cara yang tidak membebani lingkungan karena karbon dioksida yang

dipancarkan selama pembakaran dapat ditangkap kembali dengan mengganti sumber yang

digunakan yaitu penanaman kembali dalam kasus bila kayu yang digunakan sebagai bahan bakar.

http://www.kencanaonline.com/

Keuntungan terbesar biomassa adalah bahan bakar berkelanjutan, dan sebagai sumber energi

terbarukan yang energinya berasal dari bahan biologis (yang meliputi tumbuhan dan hewan).

Bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi biomassa sebagian besar berasal dari

tanaman mengingat bahan bakar biomassa yang utama adalah pohon, kayu dan limbah produk

sampingannya (yaitu serbuk gergaji), dedaunan serta vegetasi yang melakukan penangkapan

energi melalui fotosintetis lainnya

INTISARI : Pembakaran sekam padi secara fluidisasi dilaksanakan di dalam reaktor tegak dengan

tinggi 100 cm, garis tengah 15 cm, dan diperlengkapi pengumpan dan pemisah hasil. Pasir digunakan

sebagai media penghantar panas. Diperlukan pemanas pendahuluan sehingga suhu mencapai 5 200° C

sebelum sekam dimasukkan. Udara masuk dibagi dua, satu bagian untuk pembawa umpan sekam dan

bagian lainnya langsung ke reaktor, sehingga didapat jumlah udara yang cukup untuk proses fluidisasi.

Pengukuran suhu dalam reaktor