fluidisasi.doc
DESCRIPTION
FLUIDTRANSCRIPT
APLIKASI FLUIDISASI DALAM INDUSTRI PEMBAKARAN BATUBARA
APLIKASI FLUIDISASI DALAM INDUSTRI
PEMBAKARAN BATUBARA
Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun terfluidakan (fluidized bed
system) dan unggun tetap (fixed bed system atau grate system).
Fluidized bed system adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower
sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam
pembakaran batubara adalah teknik yang paling efisien dalam menghasilkan energi. Pasir
atau corundum yang berlaku sebagai medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu.
Pemanasan biasanya dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai
temperature bakar batubara (300oC) maka diumpankanlah batubara. Sistem ini
menghasilkan abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut
dengan fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di PLTU
(Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk
dalam perbandingan berat adalah : (80-90%) berbanding (10-20%).
Secara umum konsep teknologi yang diunggulkan dari system pembakaran fluidized bed adalah :
1. adanya gerak turbulen partikel yang sangat baik untuk proses perpindahan panas dan
massa bahan bakar padat, dan baik untuk menyeragamkabn temperature di dalam bed
dan reactor.
2. injeksi langsung gas terlarut (sorbent) ke dalam bed, sangat memudahkan untuk
mengkontrol gas asam
3. penggunaan temperature sebagai variable independent, yang berguna untuk
mengendalikan polusi, mengatur distribusi bahan bakar dan udara, serta penukaran panas
di dalam reactor
4. penggunaan bed dengan material inert sebagai pemberat panas (thermal flywheel) yang
dapat mengurangi terjadinya slugs ataupun pengotor bahan bakar lainnya.
Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara berada di
atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem ini kurang efisien karena batubara yang
terbakar kurang sempurna atau dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash
yang terbentuk terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000
kkal/kg. Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan besi (pandai
besi). Teknologi Fixed bed system banyak digunakan pada industri tekstil sebagai
pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk
dalam perbandingan berat adalah : (15-25%) berbanding (75-25%).
v Gasifikasi
Gambut dan Gasifikasi Biomassa
Gasifikasi adalah suatu proses konversi senyawa yang mengandung karbon untuk mengubah
material baik cair maupun padat menjadi bahan bakar gas dengan menggunakan temperatur
tinggi. Gas yang dihasilkan mempunyai nilai bakar sehingga dapat menghasilkan energi.
Gambut memiliki kadar karbon cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dijadikan bahan bakar.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengolah gambut menjadi bahan bakar adalah
gasifikasi. Dengan teknik gasifikasi, gambut diharapkan dapat menjadi sumber bahan bakar yang
potensial untuk mengatasi krisis energi.
Gambut merupakan timbunan material vegetasi yang tidak terdekomposisi secara sempurna. Pada
prinsipnya, gambut terbentuk dari vegetasi yang mengalami hambatan dalam proses
dekomposisinya pada lingkungan asam dimana terjadi genangan air sepanjang tahun atau disebut
kondisi rawa.
Gambut memiliki bentuk dan ukuran yang beragam. Sebagian besar gambut yang digunakan
berbentuk bongkahan. Selain itu gambut juga memiliki kadar air tinggi. Sebagai umpan gasifikasi,
jika digunakan secara langsung, maka gambut akan sulit diproses dan dapat mengganggu kinerja
gasifikasi. Oleh sebab itu, pengolahan awal terhadap gambut perlu dilakukan. Pengolahan awal
tersebut berupa pengecilan dan penyeragaman ukuran serta pengurangan kadar air pada gambut.
Proses gasifikasi gambut terdiri dari tahap pemanasan gasifier, pengumpanan pasir,
pengumpanan bahan bakar. Pemanasan gasifier dilakukan hingga temperatur bagian bawah
gasifier mencapai temperatur gasifikasi, yaitu 800 – 1000 °C. Pada saat temperatur bagian bawah
gasifier mencapai 700 °C, pasir diumpankan ke gasifier. Ketika temperatur gasifikasi tercapai,
bahan bakar diumpankan ke gasifier.
Berdasarkan percobaan gasifikasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa gambut dapat
tergasifikasi melalui mekanisme fluidisasi. Sifat reaktif gambut memungkinkan terjadinya
gasifikasi dengan cepat. Karakteristik gasifikasi gambut yang diperoleh pada percobaan gasifikasi
gambut yaitu: profil temperatur gasifikasi; kandungan gas produser terdiri dari CO, H2, CH4, CO2,
O2, dan N2; perolehan gas produser; nilai bakar gas produser (LHV); efisiensi gasifikasi; serta
konversi karbon. Dan yang tidak kalah penting adalah nilai bakar gas produser (LHV) yang cukup
besar, yakni 1330 – 1370,6 kJ/Nm3.
Gasifikasi batubara dengan unggun terfluidakan
Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu suatu reaktor. Reaktor tersebut dikenal dengan
nama gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium menentukan jenis gasifier yang
digunakan. Secara umum pengontakan bahan bakar dengan medium penggasifikasinya pada
gasifier dibagi menjadi tiga jenis, yaitu entrained bed, fluidized bed, dan fixed/moving bed.
Perbandingan jenis-jenis gasifier
Parameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed
Ukuran umpan < 51 mm < 6 mm < 0.15 mm
Toleransi kehalusan
partikel
Terbatas Baik Sangat baik
Toleransi kekasaran
partikel
Sangat baik Baik Buruk
Toleransi jenis umpan Batubara kualitas
rendah
Batubara kualitas rendah
dan biomassa
Segala jenis batubara,
tetapi tidak cocok untuk
biomassa
Kebutuhan oksidan Rendah Menengah Tinggi
Kebutuhan kukus Tinggi Menengah Rendah
Temperatur reaksi 1090 °C 800 – 1000 °C > 1990 °C
Temperatur gas keluaran 450 – 600 °C 800 – 1000 °C > 1260 °C
Produksi abu Kering Kering Terak
Efisiensi gas dingin 80% 89.2% 80%
Kapasitas penggunaan Kecil Menengah Besar
Permasalahan Produksi tar Konversi karbon Pendinginan gas produk
Gasifikasi unggun terfluidakan dioperasikan dengan cara memfluidisasi partikel bahan bakar
dengan gas pendorong yang berupa udara/oksigen, baik dicampur dengan kukus maupun tidak
dicampur. Gas pendorong tersebut memiliki dua fungsi, yaitu sebagai reaktan dan sebagai
medium fluidisasi. Pada gasifikasi unggun terfluidakan, gas pendorong yang umum digunakan
adalah udara. Pada gasifier jenis ini, udara dan bahan bakar tercampur pada unggun yang terdiri
dari padatan inert berupa pasir. Keberadaan padatan inert tersebut sangat penting karena
berfungsi sebagai medium penyimpan panas.
Gasifikasi unggun terfluidakan dioperasikan pada temperatur relatif rendah, yaitu 800 – 1000 °C.
Temperatur operasi tersebut berada di bawah temperatur leleh abu sehingga penghilangan abu
yang dihasilkan pada gasifikasi jenis ini lebih mudah. Hal inilah yang menyebabkan gasifikasi
unggun terfluidakan dapat digunakan pada pengolahan bahan bakar dengan kandungan abu
tinggi sehingga rentang penerapan gasifikasi unggun terfluidakan lebih luas daripada gasifikasi
jenis lainnya.
Reaksi pada Gasifikasi Unggun Terfluidakan
Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi.
Pada gasifier jenis unggun terfluidakan, kontak yang terjadi saat pencampuran antara gas dan
padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak
dapat dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada gasifier jenis
ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing proses, yaitu:
Pengeringan: T > 150 °C
Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 700 °C
Oksidasi: 700 < T < 1500 °C
Reduksi: 800 < T < 1000 °C
Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan
proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Pada pengeringan, kandungan air pada
bahan bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis,
pemisahan volatile matters(uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang
atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi.
Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada bahan bakar
dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil pembakaran menjadi gas bakar
dengan reaksi endotermik.
Pirolisis
Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik dan
kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai secara lambat pada T < 350 °C dan terjadi
secara cepat pada T > 700 °C. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi temperatur,
tekanan, dan komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada temperatur
sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti lignin pada biomassa
dan volatile matters pada batubara, pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya.
Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH (polyaromatic hydrocarbon). Produk pirolisis
umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang.
Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolisis beserta produknya adalah:
Oksidasi(Pembakaran)
Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam gasifier.
Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik. Oksigen
yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar. Hasil reaksi
tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang
diproduksi pada pirolisis. Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran adalah:
C + O2 -> CO2 + 393.77 kJ/mol karbon
Reaksi pembakaran lain yang berlangsung adalah oksidasi hidrogen yang terkandung dalam
bahan bakar membentuk kukus. Reaksi yang terjadi adalah:
H2 + ½ O2 -> H2O + 742 kJ/mol H2
Reduksi (Gasifikasi)
Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh panas
yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang dihasilkan pada proses ini adalah gas bakar,
seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi berikut ini merupakan empat reaksi yang umum terlibat pada
gasifikasi.
Water-gas reaction
Water-gas reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh kukus yang dapat berasal
dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis) maupun dari sumber yang berbeda,
seperti uap air yang dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air.
Reaksi yang terjadi pada water-gas reaction adalah:
C + H2O -> H2 + CO – 131.38 kJ/kg mol karbon
Pada beberapa gasifier, kukus dipasok sebagai medium penggasifikasi dengan atau tanpa
udara/oksigen.
Boudouard reaction
Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat di dalam
gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang terjadi pada Boudouard
reaction adalah:
CO2 + C -> 2CO – 172.58 kJ/mol karbon
Shift conversion
Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh kukus untuk
memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift yang menghasilkan
peningkatan perbandingan hidrogen terhadap karbonmonoksida pada gas produser. Reaksi
ini digunakan pada pembuatan gas sintetik. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CO + H2O -> CO2 + H2 – 41.98 kJ/mol
Methanation
Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang terjadi pada
methanation adalah:
C + 2H2 -> CH4 + 74.90 kJ/mol karbon
Pembentukan metan dipilih terutama ketika produk gasifikasi akan digunakan sebagai bahan baku
indsutri kimia. Reaksi ini juga dipilih pada aplikasi IGCC (Integrated Gasification Combined-Cycle)
yang mengacu pada nilai kalor metan yang tinggi.
Salah satu reaktor gasifikasi unggun terfluidakan di sebuah pembangkit listrik dari batubara.
Gasifier unggun terfluidakan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan gasifier jenis
lainnya, yaitu:
Rentang penanganan jenis bahan bakar lebar
Tingkat perpindahan panas dan massa bahan bakar tinggi
Nilai pemanasan tinggi
Kadar arang rendah
Gasifikasi Batubara dengan Unggun Terfluidakan
Apa yang terbayang di benak Anda ketika mendengar kata ‘gasifikasi’? Pembuatan gas kah?
Tepat! Secara singkat, gasifikasi dapat diartikan sebagai pembuatan gas, sedangkan definisi
gasifikasi yang sebenarnya adalah proses konversi bahan bakar yang mengandung karbon
(baik padat maupun cair) menjadi gas yang memiliki nilai bakar dengan cara oksidasi parsial
pada temperatur tinggi.
Di bidang teknik kimia, gasifikasi digunakan sebagai teknik untuk mengkonversi bahan bakar
padat menjadi gas. Gas yang dihasilkan pada gasifikasi disebut gas produser yang kandungannya didominasi oleh gas CO, H2, dan CH4. Bahan bakar yang umum digunakan
pada gasifikasi adalah bahan bakar padat, salah satunya adalah batubara. Jika ditinjau dari
produk yang dihasilkan, pengolahan batubara dengan gasifikasi lebih menguntungkan
dibandingkan pengolahan dengan pembakaran langsung. Dengan teknik gasifikasi, produk
pengolahan batubara lebih bersifat fleksibel karena dapat diarahkan menjadi bahan bakar gas
atau bahan baku industri kimia yang tentunya memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu suatu reaktor. Reaktor tersebut dikenal
dengan nama gasifier. Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara bahan bakar
dengan medium penggasifikasi di dalam gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium
tersebut menentukan jenis gasifieryang digunakan. Secara umum pengontakan bahan bakar
dengan medium penggasifikasinya pada gasifier dibagi menjadi tiga jenis, yaitu entrained
bed, fluidized bed, dan fixed/moving bed. Perbandingan ketiga jenis gasifier tersebut
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan jenis-jenis gasifierParameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed
Ukuran umpan < 51 mm < 6 mm < 0.15 mmToleransi kehalusan partikel Terbatas Baik Sangat baikToleransi kekasaran partikel Sangat baik Baik Buruk
Toleransi jenis umpan
Batubara kualitas rendah
Batubara kualitas rendah dan biomassa
Segala jenis batubara, tetapi tidak cocok untuk biomassa
Kebutuhan oksidan Rendah Menengah TinggiKebutuhan kukus Tinggi Menengah RendahTemperatur reaksi 1090 °C 800 – 1000 °C > 1990 °CTemperatur gas keluaran 450 – 600 °C 800 – 1000 °C > 1260 °CProduksi abu Kering Kering TerakEfisiensi gas dingin 80% 89.2% 80%Kapasitas penggunaan Kecil Menengah Besar
Permasalahan Produksi tar Konversi karbonPendinginan gas produk
Pada pembahasan ini, teknik gasifikasi yang akan dibahas adalah gasifikasi unggun
terfluidakan. Jika dibandingkan dengan jenis gasifikasi lainnya, gasifikasi unggun terfluidakan
memiliki beberapa keunggulan, di antaranya adalah:
§ mampu memproses bahan baku berkualitas rendah,
§ kontak antara padatan dan gas bagus,
§ luas permukaan reaksi besar sehingga reaksi dapat berlangsung dengan cepat,
§ efisiensi tinggi, dan
§ emisi rendah.
REAKSI PADA GASIFIKASI UNGGUN TERFLUIDAKAN
Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan
reduksi. Pada gasifier jenis unggun terfluidakan, kontak yang terjadi saat pencampuran
antara gas dan padatan sangat kuat sehingga perbedaan zona pengeringan, pirolisis,
oksidasi, dan reduksi tidak dapat dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang
berlangsung padagasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-
masing proses, yaitu:
§ Pengeringan: T > 150 °C
§ Pirolisis/Devolatilisasi: 150 < T < 700 °C
§ Oksidasi: 700 < T < 1500 °C
§ Reduksi: 800 < T < 1000 °C
Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik), sedangkan
proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik). Pada pengeringan, kandungan air pada
bahan bakar padat diuapkan oleh panas yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis,
pemisahan volatile matters(uap air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari
arang atau padatan karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses
oksidasi. Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada
bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil pembakaran
menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik. Penjelasan lebih lanjut mengenai proses-proses
tersebut disampaikan pada uraian berikut ini.
Pirolisis
Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu rangkaian proses fisik
dan kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai secara lambat pada T < 350 °C dan
terjadi secara cepat pada T > 700 °C. Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi
temperatur, tekanan, dan komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai
pada temperatur sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti
lignin pada biomassa dan volatile matters pada batubara, pecah dan menguap bersamaan
dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung tar dan PAH
(polyaromatic hydrocarbon). Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang. Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolisis
beserta produknya adalah:
Oksidasi (Pembakaran)
Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi di dalam gasifier.
Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan pada reaksi endotermik.
Oksigen yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan substansi yang mudah terbakar.
Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang secara berurutan direduksi ketika kontak
dengan arang yang diproduksi pada pirolisis. Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran
adalah:C + O2 -> CO2 + 393.77 kJ/mol karbonReaksi pembakaran lain yang berlangsung adalah
oksidasi hidrogen yang terkandung dalam bahan bakar membentuk kukus. Reaksi yang
terjadi adalah:
H2 + ½ O2 -> H2O + 742 kJ/mol H2Reduksi (Gasifikasi)
Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik yang disokong oleh
panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang dihasilkan pada proses ini adalah
gas bakar, seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi berikut ini merupakan empat reaksi yang umum
telibat pada gasifikasi.
§ Water-gas reaction
Water-gas reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh kukus yang dapat
berasal dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis) maupun dari sumber yang
berbeda, seperti uap air yang dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air. Reaksi yang terjadi pada water-gas reaction adalah: C + H2O -> H2 + CO
– 131.38 kJ/kg mol karbonPada beberapa gasifier, kukus dipasok sebagai medium
penggasifikasi dengan atau tanpa udara/oksigen.
§ Boudouard reaction
Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat di dalam
gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang terjadi pada Boudouard reaction adalah: CO2 + C -> 2CO – 172.58 kJ/mol karbon
§ Shift conversion
Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh kukus untuk
memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift yang menghasilkan
peningkatan perbandingan hidrogen terhadap karbonmonoksida pada gas produser.
Reaksi ini digunakan pada pembuatan gas sintetik. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CO + H2O -> CO2 + H2 – 41.98 kJ/mol
§ Methanation
Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang terjadi pada methanation adalah: C + 2H2 -> CH4 + 74.90 kJ/mol karbonPembentukan metan dipilih
terutama ketika produk gasifikasi akan digunakan sebagai bahan baku indsutri kimia.
Reaksi ini juga dipilih pada aplikasi IGCC (Integrated Gasification Combined-Cycle) yang
mengacu pada nilai kalor metan yang tinggi.
Salah satu reaktor gasifikasi unggun terfluidakan di sebuah pembangkit listrik dari batubara.
GASIFIKASI UNGGUN TERFLUIDAKAN
Gasifikasi unggun terfluidakan dioperasikan dengan cara memfluidisasi partikel bahan bakar
dengan gas pendorong yang berupa udara/oksigen, baik dicampur dengan kukus maupun
tidak dicampur. Gas pendorong tersebut memiliki dua fungsi, yaitu sebagai reaktan dan
sebagai medium fluidisasi. Pada gasifikasi unggun terfluidakan, gas pendorong yang umum
digunakan adalah udara. Pada gasifier jenis ini, udara dan bahan bakar tercampur pada
unggun yang terdiri dari padatan inert berupa pasir. Keberadaan padatan inert tersebut
sangat penting karena berfungsi sebagai medium penyimpan panas.
Gasifikasi unggun terfluidakan dioperasikan pada temperatur relatif rendah, yaitu 800 – 1000
°C. Temperatur operasi tersebut berada di bawah temperatur leleh abu sehingga
penghilangan abu yang dihasilkan pada gasifikasi jenis ini lebih mudah. Hal inilah yang
menyebabkan gasifikasi unggun terfluidakan dapat digunakan pada pengolahan bahan bakar
dengan kandungan abu tinggi sehingga rentang penerapan gasifikasi unggun terfluidakan
lebih luas daripada gasifikasi jenis lainnya. Gasifier unggun terfluidakan memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan gasifier jenis lainnya, yaitu:
§ Rentang penanganan jenis bahan bakar lebar
§ Tingkat perpindahan panas dan massa bahan bakar tinggi
§ Nilai pemanasan tinggi
§ Kadar arang rendah
JENIS GASIFIKASI UNGGUN TERFLUIDAKAN
Berdasarkan proses kontak antara gas dengan partikel bahan bakar, gasifier unggun
terfluidakan dibagi menjadi dua jenis, yaitu Bubbling Fluidized Bed Gasifier (BFBG) dan
Circulating Fluidized Bed Gasifier (CFBG). Pada penggunaannya, CFBG lebih unggul daripada
BFBG. Hal ini disebabkan oleh:
§ Adanya saluran sirkulasi yang memungkinkan pengolahan kembali bahan bakar yang
belum terkonversi. Dengan adanya saluran sirkulasi tersebut, waktu tinggal bahan
bakar di dalam gasifier lebih lama sehingga memungkinkan bahan bakar terkonversi
sempurna.
§ Laju alir udara yang digunakan pada CFBG lebih besar. Kecepatan yang digunakan pada
CFBG (4 – 7 m/s), sedangkan kecepatan yang digunakan pada BFB (1 – 1.5 m/s). Hal ini
menyebabkan kecepatan kontak antara gas dengan padatan yang terjadi pada CFBG
tinggi sehingga pencampuran massa dan perpindahan panas yang terjadi lebih baik
daripada BFBG.
PENGGUNAAN GASIFIKASI UNGGUN TERFLUIDAKAN
Gasifikasi unggun terfluidakan dapat digunakan untuk mengolah bahan bakar dengan rentang
yang lebar khususnya bahan bakar kualitas rendah dengan kandungan abu tinggi sehingga
cocok digunakan untuk meningkatkan kualitas bahan bakar bernilai rendah. Pada umumnya,
gas hasil gasifikasi unggun terfluidakan dibakar untuk menggerakkan mesin atau untuk
membangkitkan kukus. Gas tersebut juga dapat dibakar bersamaan dengan bahan bakar
lainnya. Selain itu, gas hasil gasifikasi unggun terfluidakan dapat digunakan pada pembangkit
listrik melalui sebuah sistem kombinasi siklus yang disebutintegrated gasification combined-
cycle (IGCC).
Jika ditinjau dari potensi penerapannya di Indonesia, teknologi gasifikasi unggun terfluidakan
(fluidisasi) memiliki potensi yang cukup besar karena sebagian besar cadangan batubara
Indonesia tergolong dalam batubara kualitas rendah. Oleh sebab itu, pengolahan batubara
dengan cara gasifikasi unggun terfluidakan merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan untuk memaksimalkan hasil pengolahan batubara Indonesia.
referensi :
Operasi Teknik Kimia jilid II
http://suryadi040988.wordpress.com/2010/08/03/unit-operasi/
http://moechah.wordpress.com/2008/11/22/gasifikasi-batubara-dengan-unggun-terfluidakan/
Posted by heru_santoso.blogspot.com at 23:15
Saturday, 10 November 2012
Fluidisasi
Fluidisasi merupakan salah satu cara untuk mengontakkan butiran padat dengan fluida. Apabila
kecepatan fluida relative rendah, unggun tetap diam karena fluida hanya mengalir melalui ruang antar
partikel tanpa menyebabkan terjadinya perubahan susunan partikel tersebut ( pada unggun diam,
gambar II.1.a ). Apabila kecepatan fluida dinaikkan sedikit demi sedikit, pada saat tertentu penurunan
tekanan akan sama dengan gaya berat yang bekerja terhadap butiran-butiran padat sehingga unggun
mulai bergerak. Ini terjadi pada titik A ( gambar II.2 ). Unggun mengembang, pororsitas bertambah,
tetapi butiran-butiran masih saling kontak satu sama lain. Selanjutnya penurunan tekanan tidak securam
pada OA. Sampai titik B butiran-butiran masih saling kontak tetapi telah berada dalam keadaan saling
lepas.
Gambar II.1 Unggun diam (a), unggun mendidih atau terfluidisasi paton (b) dan unggun terfluidakan
kontinyu / berkesinambungan (c)
Gambar II.2 Penurunan tekanan dalam unggun padatan
1. Unggun diam
2. Daerah peraliran / intermediate
3. Fluidisasi batch
4. Fluidisasi kontinyu
Peningkatan kecepatan selanjutnya akan menyebabkan butiran-butiran terpisah lepas satu sama
lain sehingga bias bergerak dengan lebih mudah ( unggun tersuspensi dalam aliran fluida yang
melewatiya ) dan mulailah unggun terfluidakan ( titik F ). Butiran-butiran bergerak terus kearah
sembarang tetapi masih dalam batas tinggi tertentu ( gambar II.1.b ). Isi tabung menyerupai cairan
mendidih dan diberi istilah “unggun mendidih”. Setelah mencapai ketinggian tertentu, butiran-butiran
akan jatuh kembali. Hanya partikel paling halus terbawa aliran fluida ( entrainment tidak berarti ) ini
disebut fluidisasi batch. Mulai dari titik F, penurunan tekanan terhadap kecepatan lebih kecil
dibandingkan dengan penurunan tekanan pada unggun diam.
Pada kondisi butiran yang mobil ini. Sifat unggun akan menyerupai sifat suatu cairan dengan
viskositas tinggi, misalnya ada kecendrungan untuk mengalir, mempunyai sifat dan sebagainya
(gambar II.3 ).
Gambar II.3 Sifat menyerupai cairan dari unggun terfluidisasi
Atas dasar sifat-sifat diatas, maka unggun ini kemudian disebut unggun terfluidakan atau fluidized bed.
- Dalam system padat-cair, kenaikan kecepatan air sampai diatas fluidisasi minimum akan
menyebabkan pengembangan unggun yang halus dan progresif (terus menerus). Dalam hal ini
ketidak stabilan aliran keseluruhan relative kecil dan tidak terjadi pembentukkan gelembung
yang cukup besar. Unggun yang berkelakuan seperti ini sering disebut unggun fluidisasi cair
(liquid fluidized bed) atau unggun fluidisasi homogeny.
- System padat-gas berkelakuan sangat berbeda. Pada kenaikan laju alir gas dibawah fluidisasi
minimum sudah terjadi pembentukan gelembung dan saluran (chanelling) gas, dan gerakkan
padatan menjadi lebih tidak beraturan. System seperti ini disebut unggun fluidisasi agregatif
atau unggun fluidisasi gas.
Kedua macam fluidisasi tersebut dapat digolongkan kedalam fluidisasi fase padat (ketinggian
unggun masih berada pada batas tertentu).
Pada laju alir fluida yang sanga tinggi (melebihi P), kecepatan akhir (ut) menjadi sangat besar,
sehingga batas atas unggun akan hilang (total entrainment/butiran padatan terbawa aliran fluida),
porositas mendekati 1. Keadaan ini disebut fluidisasi berkesinambungan (gambar 1.1.c) yang
merupakan aliran 2 fase.
Penggunaan operasi fluidisasi didalam industry
1. Proses fisika : transprtasi, penukar panas, pengeringan, pencampuran serbuk halus, pelapisan
bahan plastik pada permukaan logam, pengecilan/pembesaran partikel dan
adsorpso.
2. Proses kimia : oksidasi etilena, pembuatan anhidrida ftalat, cracking hidrokarbon dan lain-lain.
Di dalam pemakaiannya, unggun terfluidakan mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan
dengan unggun diam, antara lain :
1. Sifat unggun yang menyerupai fluida memungkinkan adanya aliran zat padat secara kontinu
2. Kecepatan pencampuran padatan yang tinggi menyebabkan reactor selalu berada pada
kecepatan isothermal, sehingga memudahkan pengendaliannya.
3. Perpindahan massa dan panas antara fluida dan padatan lebih baik dibandingkan dengan unggun
diam.
4. Perpindahan panas antara unggun terfluidakan dengan media pemindah panas yang baik
memungkinkan pemakaian alat penukar panas yang mempunyai luas permukaan lebih kecil.
5. Memungkinkan operasi dalam skala besar.
Beberapa kerugian pemakaian unggun terfluidakan :
1. Selama operasi partikel-partikel padat mengalami pengikisan sehingga karakteristik fluidisasi bias
berubah dari waktu ke waktu.
2. Butiran halus akan terbawa aliran fluida sehingga mengakibatkan kehilangan sejumlah tertentu
padatan.
3. Terjadinya erosi terhadap bejana dan system pendingin oleh partikel padatan.
4. Terjadinya gelembung dan kekosongan local didalam unggun seringkali tidak bisa dihindarkan.
Peristiwa ini mengakibatkan kontak antara fluida dengan padatan tidak merata sehingga konversi
reaksi menjadi kecil.
5. Pencampuran padatan yang terlau cepat akan mengakibatkan ketidak seragaman waktu tinggal
padatan didalam reactor. Untuk proses kontinu, hasil yang didapatkan tidak seragam dan konversi
rendah, khususnya untuk tingkat konversi yang tinggi. Sedangkan untuk proses batch, pencampuran
ini menguntungkan karena diperoleh hasil yang seragam. Untuk reaksi katalitik, gerakan partikel
katalis berpoti yang menangkap dan membebaskan molekul gas pereaksi secara kontinu akan
menambah pencampuran ulang sehingga menurunkan hasil.
II.2 Porositas Minimum
Sejak unggun mulai mengembang (gambar II.2, titik A), porositas bertambah dengan
bertambahnya kecepatan (lihat gambar II.4). Porositas naik secara liniear dengan logaritma kecepatan.
Gambar II.1 : porositas unggun Vs log kecepatan
1. Daerah unggun statis
2. Daerah peralihan
3. Daerah fluidisasi batch
4. Daerah fluidisasi kontinyu
Kecepatan pada waktu mulainya fluidisasi disebut kecepatan kritis dan porositas unggun pada
saat itu disebut porositas minimum untuk fluidisasi, ∑Mf
Porositas minimum bergantung pada ukuran dan bentuk butiran. Biasanya ∑Mf akan semakin
kecil seiring dengancsemakin besarnya butiran. Harga-harga porositas minimum untuk berbagai bahan
dapat diketahui dari percobaan-percobaan, karena tidak ada data untuk satu jenis bahan, ∑Mf dapat
diperkirakan dengan rumus empiris berikut (untuk Dp 50 s/d 500 mikron)
∑Mf = 1-0,356 {log Dp – 1} .......... (II.2.a)
Dp = diameter butiran (mikron)
Berikut adalah tabel porositas pada kondisi fluidisasi minimum :
ParticlesSize (mm)
0.02 0.05 0.07 0.10 0.20 0.30 0.40
Sharp sand, øs = 0.67
Round sand, øs = 0.86
Mixed round sand
Coal and glass powder
Anthracite coal, øs = 0.63
Absorption carbon
Fischer-Tropsch catalyst, øs = 0.58
Carborundum
-
-
-
0.72
-
0.74
-
-
0.60
0.56
-
0.67
0.62
0.72
-
0.61
0.59
0.52
0.42
0.64
0.61
0.71
-
0.59
0.58
0.48
0.42
0.62
0.60
0.69
0.58
0.56
0.54
0.44
0.41
0.57
0.56
-
0.56
0.48
0.50
0.42
-
0.56
0.53
-
0.55
-
0.49
-
-
-
0.51
-
-
-
Tabel II.3 Porositas pada kondisi fluidisasi minimum
II.4 Tinggi Unggun
Apabila kecepatan fluida makin besar, unggun akan makin mengembang, porositas bertambah
dan volume unggun bertambah. Bila penampang tabung tetap, maka porositas merupakan fungsi dari
tinggi unggun L.
Bila L0 adalah tinggi unggun bila porositas nol (berarti unggun berupa gumpalan zat padat tidak
berpori). Maka :
Biasanya porositas salah satu diketahui (porositas unggun diam atau porositas minimum). Apabila
tinggi yang bersangkutan diketahui, maka tinggi untuk porositas yang lain dapat dihitung.
ε1 dan ε2 adalah porosity untuk tinggi L1 dan L2
II.5 Kecepatan fluidisasi minimum
Fluidisasi akan terjadi apabila :
gaya tekan ke atas oleh gas = berat partikel............................................... (II.5.a)
(DP) (A) = (A . LMf) (1 - eMf) [(rp - r) g/gc].................................................... (II.5.b)
atau
DP/LMf = (1 - eMf) [(rp - r) g/gc].................................................................... (II.5 c)
LMf : tinggi unggun pada fluidisasi minimum
A : luas penampang
rp : rapat massa partikel
r : rapat massa fluida
Kecepatan superfisial pada kondisi fluidisasi minimum umf, diperoleh dengan mengkombinasikan
persamaan II.5 c dan II.5 d.
(II.5 d)
Untuk Re < 20 :
UMf =
.............................................................. (II.5 e)
Untuk Re > 1000 :
UMf2 =
............................................................................ (II.5 f)
Bila εMf dan/atau øs tak diketahui, dapat digunakan :
Dari persamaan 8.9 dan 8.6, didapatkan :
Untuk Re < 20 :
…………….. (II.5 i)
Untuk Re > 1000 :
…………………. (II.5 j)
II.3 Penurunan tekanan di dalam unggun terfluidisasi
Gambar berikut (II.3) menggambarkan penurunan tekanan yang terjadi pada unggun yang terdiri
atas partikel padatan berukuran seragam. Pada laju alir fluida yang rendah (unggun diam), penurunan
tekanan hampir sebanding dengan laju alir gas, biasanya setelah mencapai harga maksimum (∆PMAKS)
akan sedikit lebih besar daripada head statis dari unggun. Dengan semakin bertambahnya laju alir
fluida, porositas unggun akan semakin besar (dari εM à εMf) sehingga penurunan tekanan akan lebih
kecil.
Pada kecepatan fluidisasi minimum, unggun mengembang sehingga gelembung-gelembung gas
didalam unggun tidak homogen. Pada keadaan ini penurunan tekanan praktis tidak berubah.
Gambar II.3 a Penurunan tekanan vs kecepatan fluida pada unggun dengan partikel berukuran
seragam
Diagram penurunan tekanan vs kecepatan fluida sangat berguna untuk mengidentifikasi kualitas
fluidisasi, khususnya bila pengamatan visual tidak mungkin dilakukan. Jadi, suatu unggun fluidisasi
yang ideal akan berkelakuan seperti gambar II.3 di atas. Sedangkan unggun fluidisasi yang
menyimpang dari kondisi ideal (misalnya terjadi penorakan/slugging atau chanelling) akan
berkelakuan seperti gambar II.3 b
Gambar II.3 b Penurunan tekanan vs kecepatan fluida pada unggun fluidisasi yang tidak ideal
Untuk unggun dengan distribusi ukuran partikel yang halus (beda ukuran partikel tidak terlalu
besar) kelakuan fluidisasi hampir menyerupai unggun dengan ukuran partikel seragam dengan
diameter rata-rata Dp.
Pada unggun dengan distribusi ukuran partikel yang kasar (beda ukuran sangat mencolok),
kemungkinan terjadi partikel berukuran halus terfluidisasi didalam rongga antar butiran besar,
sementara butiran besar tersebut tidak tersuspensi (apabila ratio diameter partikel >5).
Untuk menghindari terjadinya entrainment (partikel padatan terbawa aliran fluida, operasi
harus dipertahankan pada laju alir fluida antara uMf dan ut. Perhitungan uMf harus didasarkan pada
diameter partikel rata-rata, sedang ut didasarkan pada ukuran partikel terkecil yang terdapat didalam
unggun. Ratio antara ut : uMf berkisar antara 10 : 1 dan 90 : 1
Contoh Soal :
Tentukan kecepatan superfisial gas, bila diinginkan unggun terfluidisasi tanpa terjadi entrinment, berat
unggun 360 g. Distribusi ukuran partikel :
berat kumulatif dari
sampel unggun (g)
rp = 1 g/cm3
eMf = 0,4
fs = 1
diameter
partikel
(m)
0
60
150
270
330
360
50
75
100
125
150
175
Udara masuk ke kolom pada p atm dan meninggalkan kolom pada 20oC, 1 atm. Sifat udara pada
kondisi keluar dari kolom :
m = 0,0178 cpoise
r = 0,00124 g/cm3
Penyelesaian :
- Perhitungan diameter rata-rata, Dp :
range diameter
m
dpi
(m)
fraksi berat
dlm interval
(xi)
x/dp
50 – 75
75 – 100
100 – 125
125 – 150
150 – 175
62,5
87,5
112,5
137,5
162,5
(60-0) / 360 = 0,167
(150-60)/360 = 0,250
0,333
0,167
0,167/62,5 = 0,002668
0,250/87,5 = 0,002858
0,002962
0,001212
0,083 0,000513
total x/dp = 0,010213
Dp =
= 98 m = 0,0098 cm
- Kecepatan superfisial minium (uMf) terjadi pada dasar kolom, dimana tekanan adalah tertinggi.
Dengan Dp = 98 m kita boleh menganggap bahwa unggun terdiri atas partikel-partikel kecil (dengan
NRf < 20) :
UMf =
.................................................... (pers. 8.7)
=
; rp – r dianggap = 1
= 0,3759 cm/s
Cek harga Rep
Rep =
= 0,025 p
Apabila operasi dilakukan pada tekanan < 200 atm, maka anggapan Rep < 20 masih dapat diterima.
Catatan :
Perhitungan rapat massa gas pada dasar menara (tekanan = p atm)
Operasi berlangsung secara isotermal (20oC), maka :
P1 . V1 = P2 . V2
P1/r1 = P2/r2
r2 =
r2 =
= 0,001204 p g/cm3
P1 = 1 atm
P2 = p atm
r1 = 0,001204 g/cm3
- Kecepatan superfisial maksimum terjadi pada puncak menara, dimana tekanan adalah
minimum. Karena diinginkan tidak ada entrainment, maka kecepatan udara di puncak menara
haruslah < ut. Penentuan ut didasarkan pada diameter partikel yang terkecil, yaitu 50 m. Sekali lagi,
untuk partikel yang kecil, dianggap Rep < 0,4 (lihat bab 5).
ut =
=
= 7,647 cm/s
Cek harga Rep :
Rep =
= 0,029 (<0,4)
Jadi operasi harus dijaga pada laju alir (udara) antara 0,3759 – 7,647 cm/s
Referensi:
Mc. Cabe and Smith (1982), ‘Unit Operations of Chemical Engineering’, Singapore.PEDC, ‘Mekanika Fluida’.Bandung.
Schaum, ‘ Mekanika Fluida & HIdraulika’, Edisi kedua.
Soetedjo (1986), ‘Fluid Flow’, Penerbit, Angkasa Bandung, Bandung,
Saturday, 23 June 2012
Bomb kalorimeter
Prinsip Kerja Bom Kalorimeter Calorimeter bomb merupakan suatu piranti lain yang banyak digunakan untuk penentuan nilai
kalor bahan bakar padat dan cair. Pengukuran calorimeter bomb dilakukan pada kondisi volume
konstan tanpa aliran atau dengan kata lain reaksi pembakaran dilakukan tanpa menggunakan nyala api
melainkan menggunakan gas oksigen sebagai pembakar dengan volume konstan atau tekanan tinggi.
Prinsip kerjanya ialah contoh bahan bakar yang akan diukur dimasukkan kedalam bejana logam yang
kemudian diisi oksigen pada tekanan tinggi. Bom itu ditempatkan didalam bejana berisi air dan bahan
bakar itu dinyalakan dengan sambungan listriks dari luar. Suhu itu diukur sebagai fungsi waktu setelah
penyalaan. Pada saat pembakaran suhu bomb tinggi oleh karena itu keseragaman suhu air disekeliling
bomb harus dijaga dengan suatu pengaduk.selain itu dalam beberapa hal tertentu diberikan pemanasan
dari luar melalui selubung air untuk menjaga supaya suhu seragam agar kondisi bejana air adiabatic.
gambar alat bomb calorimeter
Posted by heru_santoso.blogspot.com at 20:36
PENGEMBANGAN SISTEM PEMBAKARAN PADA FBC BERBAHAN BAKAR
LIMBAH PADAT INDUSTRI KERTAS
23.40 Diposkan oleh SynGas Research Group
Label: biomass waste combustion, FBC, fluidized bed combustion, incineration, pembakaran lumpur
organik padat, sludge incineration, solid waste incineration
Muhammad Affendi, Mamat, Sugiyatno
INTISARI
Menumpuknya limbah padat organik berupa lumpur (sludge) yang berasal dari unit instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) industri kertas, sering menyebabkan pencemaran terhadap resapan air
tanah pada lingkungan pabrik. Sludge mempunyai komposisi rata-rata: kandungan padatan 25%,
kadar air 75%, dimana kandungan padatan terdiri dari bahan organik 78% dan anorganik 22% serta
nilai kalor ± 3000 kkal/kg. Penelitian yang telah dilakukan adalah memanfaatkan limbah padat (sludge)
sebagai bahan bakar padat pada tungku FBC (proses pembakaran secara fluidisasi), sehingga dapat
mengurangi tumpukan limbah padat dan akan diperoleh bahan bakar padat alternatif. Telah dilakukan
pengembangan sistem pembakaran pada tungku FBC (fluidized bed combustion) dengan bahan bakar
limbah padat (sludge) industri kertas dengan kapasitas pembakaran ± 15 kg/jam. Uji-coba pembakaran
pada tungku FBC, diawali dengan pembakaran serbuk kayu yang dipakai sebagai kontrol, memberikan
performansi pembakaran kontinyu pada kisaran temperatur 350 - 550°C di bagian freeboard (ruang
bakar diatas unggun pasir), dilanjutkan dengan pembakaran limbah padat (sludge) industri kertas juga
memberikan performansi pembakaran kontinyu pada kisaran temperatur 300 - 450°C (temperaturnya
lebih rendah dari pembakaran serbuk kayu, karena nilai kalor sludge lebih rendah dari pada nilai kalor
serbuk kayu). Hambatan yang masih terjadi adalah kontinyuitas laju alir umpan sludge pada
screwfeeder menyebabkan kapasitas bahan yang terbakar kurang terpenuhi, juga abu hasil pembakaran
sludge banyak tertumpuk pada unggun pasir sehingga mengganggu proses pembakaran secara
fluidisasi. Hal ini akan dievaluasi dengan melakukan percepatan putaran pada screwfeeder sehingga
laju umpan bahan bakar lebih besar, juga tertumpuknya abu hasil pembakaran dapat diatasi dengan
memperbesar laju alir blower tiup sehingga proses pembakaran fluidisasi dapat terjaga. Penelitian
selanjutnya adalah memanfaatkan panas hasil pembakaran sludge sebagai pembangkit uap panas
(steam) yaitu unit Fluidized Bed Boiler.
Kata kunci: FBC, fluidized bed combustion, biomass waste combustion, incineration, sludge
incineration, solid waste incineration, pembakaran lumpur organik padat
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri pulp dan kertas pada umumnya menghasilkan limbah padat (sludge) yang tidak dapat langsung
dibuang di lingkungan. Dalam upaya meningkatkan kemampuan pengendalian dampak lingkungan,
industri pulp dan kertas saat ini dihadapkan pada masalah penanganan limbah padat (sludge). Sludge,
sebagian besar adalah serat dan bahan organik lain, merupakan limbah padat yang berasal dari unit
proses produksi dan unit pengolahan air limbah pabrik pulp dan kertas. Karena sludge terdiri dari serat
dan bahan organik, pemanfaatannya sebagai landfill dapat dilakukan, tetapi dalam jumlah besar dan
dalam waktu yang panjang, hal ini akan menimbulkan masalah terhadap pemanfaatan tanah bagi
pemukiman dan akan menimbulkan pencemaran bagi air tanah.
Salah satu cara penanggulangan sludge tersebut adalah dengan cara memanfaatkannya sebagai bahan
bakar padat. Agar sludge dapat terbakar sempurna dan efisien, maka teknik pembakaran yang sesuai
adalah dengan tungku unggun fluidisasi (fluidized bed combustion, FBC), karena adanya unggun pasir
yang berfungsi sebagai pengaduk bahan bakar dan penahan panas. Pada penelitian sebelumnya telah
dilakukan uji-coba pembakaran serbuk gergaji kayu, sekam padi dan sampah kota dengan tungku
unggun fluidisasi (FBC) yang mempunyai luas penampang unggun pasir 0,5 m2 dan 6 nosel pancar
untuk kapasitas 250 kg/jam yang berada di UPT BPT TG - LIPI, Subang.
1.2. Tujuan kegiatan
Melakukan pengembangan sistem pembakaran pada tungku FBC yaitu: perancangan, konstruksi,
instalasi FBC (Fluidized Bed Combustion), serta pengujian sistem pembakaran limbah padat industri
kertas (dalam bentuk sludge).
1.3. Sasaran
Memanfaatkan limbah padat industri kertas (dalam bentuk sludge) sebagai bahan bakar padat pada
tungku FBC sehingga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
1.4 Lingkup Kegiatan
Penelitian tersebut dilakukan dalam beberapa kegiatan, antara lain :
v Koordinasi dengan industri penghasil limbah padat sludge, yaitu melakukan sampling di industri
kertas (Jawa Barat)
v Pengolahan (pencetakan dan pengeringan) sludge menjadi bahan bakar padat
v Perancangan dan konstruksi sistem pembakaran pada FBC
v Uji pembakaran limbah padat sludge pada FBC
v Analisis dan pelaporan
2.. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber Limbah Padat berupa Sludge
Limbah padat yang dikeluarkan oleh industri pulp dan kertas salah satunya berasal dari unit pengolahan
limbah cair yang menghasilkan lumpur (sludge). Adapun proses pengolahan lumpur cair menjadi
lumpur padat (cake) adalah sludge dari thickener dan sludge dari settling tank dipompakan ke mesin
belt press atau mesin screw press menjadi sludge padat dalam bentuk cake
Tungku FBC dipengaruhi oleh dua hal pokok yang saling berkaitan, yaitu:
a. masalah yang berhubungan dengan pembakaran bahan padat, yaitu faktor-faktor yang tergabung di
dalam laju pembakaran menyeluruh
b. masalah yang berhubungan dengan hidrodinamika unggun pancar/ fluidisasi atau sering dikenal
dengan karakteristik unggun pancar/fluidisasi, yaitu faktor-faktor yang akan menentukan laju
sirkulasi dan laju elutriasi
2.2. Pembakaran Bahan Bakar Padat(9)
Pembakaran limbah organik padat/biomassa dalam insinerator fluidisasi didasarkan pada kontak
gas-padat melalui tahap pengeringan, pirolisa dan oksidasi, selanjutnya menghasilkan zat terbang
(volatile matter) dan arang. Tahap pirolisa untuk bahan bakar padat berukuran kecil sejenis serbuk
berlangsung sangat cepat dan terkonversi menjadi zat terbang. Zat terbang terbakar dan menyala
dalam waktu singkat dan terlihat sebagai lidah api. Proses pembakaran arang relatif lebih lambat dari
proses pembakaran zat terbang. Kayu atau biomassa kering bebas abu mempunyai rumus empiris
C6H8,39O3,54 terdiri dari 52,5 % massa karbon; 6,16 % hidrogen; 41,24 % oksigen dan 0,1 % nitrogen.
Panas pembakaran neto (Net Heating Value) biomassa kering bebas abu 20900 kJ/kg.
Persamaan stoikhiometri pembakaran biomassa menyeluruh :
C6H8,39 O3,54 + 12,3 O2 -----> 6 CO2 + 4,2 H2O
Dari persamaan di atas, secara teoritis pembakaran 1 kg kayu/biomassa kering membutuhkan 5,38 m3
udara. Sering juga diperlukan udara lebih, supaya pembakaran sempurna.
2.3 Hidrodinamika Unggun Pancar/Fluidisasi(9)
Beberapa persamaan yang dapat dimanfaatkan untuk rancangan tungku FBC standar adalah sebagai
berikut :
a. Kecepatan Minimum Pancar, Ums, (minimum spouting velocity) adalah kecepatan superfisial
minimum agar unggun tetap terpancar (lihat gambar 2, titik C untuk Ums). Harga Ums dapat
diperkirakan dari persamaan:
(1)
dimana :
Dp, Dc, Di = diameter partikel padat, kolom, nosel
H = tinggi unggun statik (saat tidak terpancarkan)
g = percepatan gravitasi
rg, rp = densitas gas dan partikel padat
Satuan Ums didalam persamaan di atas tergantung pada satuan H dan g. Harga Ums ini digunakan
untuk menentukan laju volumetrik gas pancar minimum dan selanjutnya kapasitas blower. Di dalam
penggunaan unggun pancar sebagai tungku, kesesuaian Ums dengan kebutuhan udara pembakaran
perlu diperhatikan.
b. Kecepatan superfisial nyata gas di dalam unggun pancar biasanya 2-3 kali Ums, tetapi harus
dibawah kecepatan terminal agar partikel tidak terelutriasi. Untuk kondisi di dalam sebuah unggun
pancar/fluidisasi, dengan Re > 2, kecepatan terminal dapat diperkirakan dengan :
(2)
dimana :
µ = viskositas gas, dalam poise (g.cm-1. S-1)
Dp = dalam meter; rp dan rg dalam kg/m3
Gambar 1. Kurva karakteristik fluidized bed
c. Hilang tekan unggun pancar (pressure drop) merupakan salah satu parameter untuk menunjukkan kualitas unggun pancar. Jika pancaran terjadi dengan kualitas baik, hilang tekan unggun pancar, DPs
tidak lagi dipengaruhi oleh laju alir superfisial (gambar 1). Harga DPs dapat diperkirakan dengan
persamaan:
(3)
dimana :
h = H/Hm ; H = tinggi unggun statik (saat tidak terpancar)
Hm = tinggi unggun maksimum (lihat pasal berikut)
DPmf = hilang tekan pada saat laju minimum fluidisasi
Persamaan (3) menunjukkan, bahwa harga DPmf dapat diperkirakan dengan :
(4)
dimana :
Îmf = porositas unggun saat awal fluidisasi, sifat khas unggun dengan harga sekitar
0.6
Walaupun DPs lebih rendah dari pada DPmf, awal pembentukan unggun pancar memerlukan
tekanan blower tinggi untuk mengatasi peak pressure drop DPM (gambar 1). Harga DPM kira-kira
adalah :
(5)
dimana : tan y = koefisien gesek antar permukaan partikel, sifat khas unggun, misalnya: 1,25
untuk biji-bijian dan 3,2 untuk batubara
Persamaan diatas tidak berdimensi, sehingga satuan DPM tergantung pada satuan H, rb dan g. Dalam
praktek, ketinggian harga DPM dapat diatasi dengan jalan operasi awal unggun pancar dengan
unggun rendah, kemudian diikuti penambahan material unggun sampai ketinggian yang diinginkan.
d. Tinggi unggun maksimum, Hm (Maximum spoutable bed depth) adalah tingggi unggun statik
maksimum yang masih dapat dipancarkan dengan baik. Jika unggun statik lebih dari Hm, pancaran
mungkin terjadi hanya dibagian bawah unggun dengan kualitas jelek dan unggun fluidisasi terjadi
dibagian atas unggun. Harga Hm dapat dihitung dengan persamaan:
(6)
dimana :
Hm = tinggi unggun maksimum, cm
q = faktor bentuk partikel, tak-berdimensi dan tergantung pada jenis partikel,
misal 1 untuk bola dan 1.65 untuk kerikil
rp = dalam g/cm3 ; Dc, Dp dan Di dalam cm
2.4 Perancangan Tungku FBC
Tungku FBC pada umumnya diisi dengan partikel inert (biasanya pasir silika) yang berfungsi sebagai :
a. media promotor gerak partikel bahan bakar agar terjadi kontak yang baik dengan udara pembakar,
mencegah penggumpalan dan merontokkan abu dari permukaan partikel bahan bakar
d. penyangga panas untuk melayani kejutan-kejutan jika ada bahan bakar dengan kadar air tinggi
atau panas pembakaran rendah masuk ke dalam tungku.
Karena jumlah pasir di dalam tungku jauh lebih banyak dari pada jumlah partikel bahan bakar,
perhitungan hidrodinamika tungku unggun pancar didasarkan pada sifat partikel inert, bukan sifat
partikel bahan bakar. Pada dasarnya, perancangan tungku unggun pancar satu nosel(9) dapat
menggunakan persamaan-persamaan empirik yang telah disajikan di Pasal 2.2 dan Pasal 2.3. Aturan
empirik lainnya adalah: diameter kolom (Dc) sebaiknya tidak lebih dari 30 cm dan diameter nosel (Di)
antara 1-5 cm, posisi pemasukan bahan bakar tergantung pada sifat pembakarannya: pemasukan
biomassa dengan banyak volatile matter berbeda dengan pemasukan arang atau batubara. Karena sifat
pembakaran tersebut, profil temperatur di dalam tungku juga bermacam-macam. Pembakaran serbuk
gergaji atau biomassa lainnya dapat diduga akan menghasilkan temperatur freeboard lebih tinggi
daripada temperatur unggun, karena pembakaran fasa gas (volatile matter) lebih dominan daripada
reaksi arang-oksigen, perancangan sebuah tungku FBC juga dapat mengikuti petunjuk praktis
perencanaan SFBC(10).
Secara garis besar langkah perancangan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Perancangan Tungku FBC
2.5 Mekanisme Pembakaran Pada Tungku FBC
Setelah material pasir dihembus aliran udara (dengan blower) sehingga membentuk lapisan yang
mengambang (terfluidisasi), kemudian dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar sekunder (gas
atau minyak) sampai temperatur sekitar 500°C. Temperatur lapisan mengambang naik secara bertahap
sampai mencapai titik bakar bahan bakar primer (limbah biomassa/sludge). Kemudian dilakukan
pengumpanan bahan bakar primer secara kontinyu pada kecepatan yang telah ditentukan, sesuai
kapasitas pembakarannya sampai dicapai pembakaran tunak (steady state). Pada saat temperatur cukup
tinggi (+ 800°C), bahan bakar sekunder dihentikan sehingga yang terbakar hanya bahan bakar primer,
yaitu limbah biomassa/organik padat, juga sludge(1).
3. Alat, Bahan dan Metodologi Penelitian
3.1. Alat
a) Unit FBC (Fluidized Bed Combustion) dengan spesifikasi sebagai berikut:
§ Sistem pembakaran : fluidization/bubble
§ Bahan yang dibakar : sludge (limbah padat industri kertas) dan
serbuk kayu
§ Kapasitas pembakaran : 10 - 15 kg/jam
§ Pengapian awal : burner gas LPG dengan pemantik elektrik
§ Blower tiup, kapasitas : 2 – 3.5 m3/menit (120 – 210 m3/jam)
Tekanan : 1200 mmH2O
Daya listrik : 2 HP
§ Blower hisap, kapasitas : 9.5 m3/menit (570 m3/jam)
Tekanan : 195 mmH2O (1950 Pa)
Daya listrik : 0.5 HP (370 Watt)
§ Pengumpan, sistem : Screwfeeder
Kapasitas : ± 15 kg/jam serbuk biomassa
Daya listrik : 1 HP
Hopper : butterfly air lock
§ Panel instrumen ukur : temperatur (6 kanal, sensor termokopel tipe K)
Tekanan negatif freeboard (0–50 mmH2O)
Saklar-saklar untuk penggerak motor listrik
b) Pompa air
§ Kapasitas : 19 m3/menit
§ Daya listrik : 125 Watt
c) Timbangan, kapasitas : 4 kg (untuk menimbang serbuk kayu dan
sludge yang akan dibakar)
d) Stop watch, untuk pencatatan waktu proses pembakaran
e) Multi gas detector, menganalisa sisa pembakaran: gas CO; CO2; O2; SO2; NO2
3.2. Bahan
a) Serbuk kayu, digunakan sebagai pengujian awal pembakaran pada sistem FBC
b) Sludge (hasil sampling limbah padat industri kertas di beberapa lokasi pabrik Jawa Barat)
c) Gas LPG sebagai penyalaan dan pemanas awal tungku FBC
d) Analisa gas cerobong
Liquid refil O2 Bacharach Fyrite
Liquid refil CO2 Bacharach Fyrite
Drager tube CO
Drager tube SO2
Drager tube NO2
3.3 Metodologi
Limbah padat berbentuk sludge memiliki karakteristik kurang menguntungkan untuk dibakar di dalam
tungku unggun diam yang sederhana. Kelemahan kelemahan bahan bakar berbentuk sludge antara lain
disebabkan oleh :
a. ukuran partikel kecil, menyulitkan aliran udara
b. kadar air tinggi, menurunkan panas pembakaran
c. kadar abu, menghambat kontak bahan bakar dengan udara
d. sifat caking, bridging dan titik leleh abu rendah dapat mengakibatkan
penggumpalan partikel-partikel
e. densitas curah (bulk density) rendah, memperburuk panas pembakaran
persatuan volume yang akhirnya menurunkan intensitas pembakaran.
Karena pembakaran sludge tidak efektif dilakukan pada tungku unggun diam yang sederhana, maka
teknologi pembakaran yang lebih tepat yaitu dengan tungku unggun fluidisasi/bubbling.
Dengan teknik pembakaran secara fluidisasi pada tungku FBC, akan terjadi kontak padatan (pasir
kuarsa) sebagai media pengisi unggun dengan udara pembakar dan menjadikan massa mengambang
(terfluidisasi), sehingga sludge sebagai bahan bakar selalu teraduk dalam media pasir yang terfluidisasi
di dalam ruang bakar, sehingga proses pembakaran sempurna dapat tercapai pada temperatur ruang
bakar (freeboard) 500 – 600oC. Tungku dengan operasional temperatur tersebut diharapkan tidak
mengakibatkan terjadinya senyawa NOx.
4. Kegiatan, Analisis dan Pembahasan
4.1 Kegiatan
o Kegiatan pengambilan contoh/sampling limbah padat industri kertas berupa sludge di beberapa
lokasi industri kertas di Jawa Barat (Majalaya, Bogor, Karawang) dan Serang – Banten. Sludge yang
diperoleh adalah sludge yang berasal dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang telah dipisahkan
padatan dan kandungan airnya melalui belt press atau screw press machine berupa sludge yang
mempunyai komposisi rata-rata: kandungan padatan 25%, kadar air 75%, dimana kandungan padatan
terdiri dari bahan organik 78% dan anorganik 22% serta nilai kalor 2000 – 3600 kkal/kg. Sedangkan
persyaratan bahan bakar padat yang dapat terbakar yaitu:
- kadar bahan terbakar (organik) minimal 66%
- nilai kalor ± 3300 kkal/kg
- kadar abu < 40%
Maka contoh/sampling limbah padat (sludge) industri kertas tersebut akan dapat digunakan sebagai
bahan bakar pada tungku FBC
o Kegiatan perancangan/disain pengembangan sistem pembakaran pada FBC berbahan bakar limbah
padat industri kertas (sludge) mempunyai bentuk seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Rancangan unit FBC berbahan bakar limbah padat industri kertas (sludge)
Dengan spesifikasi unit FBC sebagai berikut:
§ Sistem pembakaran : fluidization/bubble
§ Luas unggun pasir : 300 mm (pasir kuarsa setinggi ± 100 mm)
§ Bahan yang dibakar : sludge (limbah padat industri kertas) dan serbuk kayu
§ Kapasitas pembakaran : 10 - 15 kg/jam
§ Pengapian awal : burner gas LPG dengan pemantik elektrik
§ Blower tiup, kapasitas : 2 – 3.5 m3/menit (120 – 210 m3/jam)
Tekanan : 1200 mmH2O
Daya listrik : 2 HP
§ Blower hisap, kapasitas : 9.5 m3/menit (570 m3/jam)
Tekanan : 195 mmH2O (1950 Pa)
Daya listrik : 0.5 HP (370 Watt)
§ Pengumpan, sistem : Screwfeeder
Kapasitas : ± 15 kg/jam serbuk biomassa
Daya listrik : 1 HP
Hopper : butterfly air lock
§ Panel instrumen ukur : temperatur (6 kanal, sensor termokopel tipe K)
Tekanan negatif freeboard (0–50 mmH2O)
Saklar-saklar untuk penggerak motor listrik
§ Kaca intip (sight glass) : untuk mengamati proses pembakaran di dalam tungku FBC
o Kegiatan konstruksi unit FBC dikerjakan di bengkel seperti terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Konstruksi unit FBC berbahan bakar limbah padat industri kertas (sludge)
o Kegiatan instalasi unit FBC ditempatkan di lantai V (atap) Gedung 80, kampus LIPI Bandung yang
terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Instalasi unit FBC berbahan bakar limbah padat industri kertas (sludge)
4.2. Hasil dan Pembahasan
Pada tahap konstruksi unit FBC yang telah selesai, dilakukan pengujian pada beberapa bagian
peralatan, yaitu:
Pengumpan/screwfeeder untuk bahan bakar padat berupa sludge, diperoleh data sebagai
berikut :
Tabel 4.2.1 Kapasitas pengumpan bahan bakar sludge
No. JenisSludge
Berat UmpanSludge
(kg)
Waktu UmpanSludge(menit)
KapasitasUmpanSludge
(kg/jam)
Keterangan
1 halus 1.60 12.50 7.50
RPM motor = 1460
RPM screw = 37
2 halus 2.50 24.22 6.05
3 halus 1.90 21.30 5.32
4 halus 2.65 27.40 5.78
5 halus 2.20 14.77 8.94
RPM motor = 1497
RPM screw = 75
6 halus 2.60 11.03 14.14
7 halus 2.25 13.05 10.35
8 kasar 2.30 13.93 9.90
Dari hasil pengujian pengumpan/screwfeeder dengan putaran 37 RPM diperoleh kapasitas maksimum
7.50 kg/jam, sedangkan dengan putaran screwfeeder 75 RPM dapat diperoleh kapasitas pengumpanan
14.14 kg/jam. Sehingga dipilih putaran pengumpan/screwfeeder pada 75 RPM, karena sudah tercapai
kapasitas disain yaitu ± 15 kg/jam.
o Uji-coba pembakaran limbah padat biomassa berupa serbuk kayu dan limbah padat biomassa
berupa sludge dilakukan pada beberapa langkah, diperoleh gambaran sebagai berikut :
Gambar 6. Uji pembakaran serbuk kayu halus pada unit FBC
Pada Gambar 6 merupakan tahap awal dilakukan pengujian pembakaran serbuk kayu untuk mengetahui
performansi/unjuk kerja unit FBC dalam melakukan proses pembakaran secara kontinyu selama 40
menit, diperoleh temperatur pada bagian freeboard (ruang bakar) sebesar 437 - 520°C dengan laju
umpan serbuk kayu halus ± 10 kg/jam. Temperatur tersebut memungkinkan pembakaran dalam tungku
FBC berlangsung stabil dan tanpa bantuan tambahan bahan bakar lain.
Gambar 7. Uji pembakaran serbuk kayu halus dan kasar pada unit FBC
Dilanjutkan proses pembakaran yang bervariasi dari serbuk kayu halus, kemudian serbuk kayu kasar
dan selanjutnya serbuk kayu halus lagi, tampak bahwa pada menit ke 2 sampai menit ke 31
menunjukkan temperatur dalam freeboard (ruang bakar) cenderung naik berkisar antara 360 - 518°C
dengan laju umpan serbuk kayu halus rata-rata 10 kg/jam, pada menit ke 33 sampai menit ke 51
mengalami penurunan temperatur pada ruang bakar yaitu sampai batas minimum 219°C, sehingga
dilakukan kembali pengumpanan dengan serbuk kayu halus pada laju umpan rata-rata 10 kg/jam,
tercapai pembakaran kontinyu pada temperatur ruang bakar sekitar 400 – 500°C.
Gambar 8. Uji pembakaran sludge halus pada unit FBC
Uji pembakaran sludge halus (Gambar 8.) menunjukkan kemampuan pembakaran kontinyu dalam
ruang bakar (freeboard) FBC pada temperatur 335 – 510°C dengan laju umpan rata-rata 10.5 kg/jam
dan kadar air rata-rata 8 % serta tekanan dalam ruang bakar –45 mmH2O. Kondisi tersebut cukup baik
untuk operasional pembakaran limbah padat industri kertas berupa sludge pada tungku FBC.
Gambar 9. Uji pembakaran serbuk kayu-sludge-serbuk kayu pada unit FBC
Pada Gambar 9. adalah perlakuan uji pembakaran secara berurutan, yaitu serbuk kayu dengan laju
umpan rata-rata 10 kg/jam pada menit ke 4 sampai menit ke 22 yang mencapai temperatur di ruang
freeboard 361 - 570°C, dilanjutkan dengan umpan bahan bakar sludge dengan laju umpan rata-rata 4
kg/jam pada menit ke 24 sampai menit ke 52 yang mencapai temperatur di ruang freeboard 312 -
465°C (laju bahan bakar sludge kurang dari setengahnya laju bahan bakar serbuk kayu, dikarenakan
bentuk dan ukuran sludge yang kurang lancar pada saat melalui screwfeeder) namun proses
pembakaran dapat terus berlangsung tetapi abu hasil pembakaran sludge lebih banyak tertinggal pada
unggun pasir sehingga mengganggu terjadinya fluidisasi unggun pasir, maka dilanjutkan pengumpanan
dengan bahan bakar serbuk kayu kembali dengan laju umpan rata-rata 5 kg/jam pada menit ke 54
sampai menit ke 68 yang mencapai temperatur di ruang freeboard 306 - 545°C. Sehingga secara
keseluruhan proses pembakaran serbuk kayu dan sludge pada unit FBC dapat berlangsung cukup baik.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Pengembangan sistem pembakaran pada FBC telah dilakukan dengan dibangunnya unit FBC skala
laboratorium berbahan bakar limbah padat industri kertas berbentuk sludge dengan kapasitas
pembakaran ± 15 kg/jam, proses pembakaran pada tungku FBC diawali dengan bahan bakar serbuk
kayu kemudian dilanjutkan dengan sludge yang telah dikeringkan memberikan unjuk kerja proses
pembakaran kontinyu dalam freeboard (ruang bakar) cukup baik, tetapi laju umpan sludge kurang besar
dikarenakan bentuk dan ukuran sludge yang tidak dapat melalui dengan lancar di screwfeeder
menyebabkan temperatur pada freeboard (ruang bakar) menjadi rendah dan kadang-kadang
menyebabkan api padam.
Disarankan untuk tahap penelitian selanjutnya adalah memperbaiki sistem pengumpan/ screwfeeder
yaitu dengan mempercepat putaran poros pada pengumpan/screwfeeder sehingga kapasitas disain untuk
pembakaran sludge ± 15 kg/jam dapat tercapai. Panas hasil pembakaran dari limbah padat/ sludge
dapat dimanfaatkan sebagai panas proses antara lain pembangkit uap panas (steam boiler) yaitu
Fluidized Bed Boiler.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan terlaksananya penelitian ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian Fisika –
LIPI yang telah mengalokasikan untuk pembiayaannya, juga kepada seluruh karyawan PPF – LIPI
yang terlibat dalam penelitian ini, serta Saudara Jamaludin dan Adi Wicaksono Jurusan Fisika
Universitas Pajajaran – Bandung yang telah melakukan eksperimen untuk materi Kuliah Kerja Nyata
Profesi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Affendi, M.; Muljadi; Takiyah S.; E. Suryana; Ella K., “Karakterisasi dan Proses Pembakaran
Sampah Kota Subang dengan Insinerator FBC”. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dan
Pengembangan Fisika Terapan & Lingkungan 1995/1996 (Buku II), Bandung 25 - 26 Juni 1996
2. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, “Laporan Penelitian Karakteristik
dan Kemungkinan Pemanfaatan Limbah Padat Industri Pulp dan Kertas”, kerjasama BBS – APKI,
September 1996
3. Borman, Gary L.; Kenneth W. Ragland, “Combustion Engineering”, Mc Graw-Hill, Singapore,
International editions 1998, pp. 534 – 563
4. Brink, O.G.; R.J. Flink, (alih bahasa Sobandi Sachri), “Dasar-dasar Ilmu Instrumen”, Penerbit
Binacipta, cetakan pertama, Januari 1984
5. El-Wakil, M.M.; (alih bahasa E. Jasjfi), “Instalasi Pembangkit Daya”, Jilid 1, Penerbit Erlangga,
cetakan pertama, 1992, hal. 134 – 138
6. Holman, J.P., (alih bahasa E. Jasjfi), “Perpindahan Kalor”, Penerbit Erlangga, edisi keenam,
1995
7. Howard, J.R. “Fluidized Bed Technology”, Principles and Applications. Publised by Adam
Hilger
8. Mamat, Suwarto Martosudirjo, Sugiyatno, “Tungku Fluidisasi Sistem Gelembung (Bubbling
System) Untuk Pembakaran Bahan Bakar Partikel”, Prosiding Lokakarya Pembakaran Limbah
Biomassa Untuk Kogenerasi Listrik dan Panas Proses Dengan Teknologi Fluidized Bed
Combustion (FBC), Jakarta 20 April 1999.
9. Susanto, H. “Pemodelan Matematik Tungku Unggun Pancar”. Seminar Pemodelan-Simulasi
dan Optimasi Sistem Teknik Kimia, Bandung 1990
10. Wilkinson, R., “Some Insights on the Practical Aspect of FBC Design” in Proceedings of the
Second ASEAN Fluidized Bed Combustion Workshop, Philippines, 1989.
Energi biomassa sebenarnya berasal dari matahari. Selama proses pertumbuhannya, tanaman
menyimpan energi yang berasal dari matahari pada akar dan daun. Pada gilirannya, hewan
mungkin akan memakan tanaman tersebut untuk dapat tumbuh dan berkembang biak. Proses
tanaman menangkap energi matahari untuk membantu mereka tumbuh disebut fotosintesis.
Biomassa dapat mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil dan kita dapat
memanfaatkannya dengan cara yang tidak membebani lingkungan karena karbon dioksida yang
dipancarkan selama pembakaran dapat ditangkap kembali dengan mengganti sumber yang
digunakan yaitu penanaman kembali dalam kasus bila kayu yang digunakan sebagai bahan bakar.
http://www.kencanaonline.com/
Keuntungan terbesar biomassa adalah bahan bakar berkelanjutan, dan sebagai sumber energi
terbarukan yang energinya berasal dari bahan biologis (yang meliputi tumbuhan dan hewan).
Bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi biomassa sebagian besar berasal dari
tanaman mengingat bahan bakar biomassa yang utama adalah pohon, kayu dan limbah produk
sampingannya (yaitu serbuk gergaji), dedaunan serta vegetasi yang melakukan penangkapan
energi melalui fotosintetis lainnya
INTISARI : Pembakaran sekam padi secara fluidisasi dilaksanakan di dalam reaktor tegak dengan
tinggi 100 cm, garis tengah 15 cm, dan diperlengkapi pengumpan dan pemisah hasil. Pasir digunakan
sebagai media penghantar panas. Diperlukan pemanas pendahuluan sehingga suhu mencapai 5 200° C
sebelum sekam dimasukkan. Udara masuk dibagi dua, satu bagian untuk pembawa umpan sekam dan
bagian lainnya langsung ke reaktor, sehingga didapat jumlah udara yang cukup untuk proses fluidisasi.
Pengukuran suhu dalam reaktor