f_lo_1

8
BLOK I PENGEMBANGAN DIRI DAN PROFESIONALISME LEARNING OUTCOME SKENARIO 1 UJIAN KEHIDUPAN Disusun Oleh : Kelompok TUTORIAL F ERVA TAMIA HERTANTI ANNA HANIFA MAGFIRAH SAMIRAN NANING NI’MAWATI MAHARANI ANASTASIA CWP. ANDHIKA DWI ANUGRAWATI M. ARIEF SEPTIAWAN DZAKI IFFATA NASTITI PRIHARDANI ALDI ASTRAYUDHA EGIE ANDIANTY 15811128 15811135 15811153 15811154 15811157 15811166 15811172 15811194 15811208 15811218 15811220

Upload: dzaki-iffata

Post on 11-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

LO

TRANSCRIPT

Page 1: F_LO_1

BLOK IPENGEMBANGAN DIRI DAN PROFESIONALISME

LEARNING OUTCOMESKENARIO 1

UJIAN KEHIDUPAN

Disusun Oleh :Kelompok TUTORIAL F

ERVA TAMIA HERTANTI ANNA HANIFA MAGFIRAH SAMIRAN NANING NI’MAWATI MAHARANI ANASTASIA CWP. ANDHIKA DWI ANUGRAWATI

M. ARIEF SEPTIAWAN DZAKI IFFATA NASTITI PRIHARDANI ALDI ASTRAYUDHA EGIE ANDIANTY

1581112815811135158111531581115415811157158111661581117215811194158112081581121815811220

PROGRAM STUDI APOTEKERFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIAYOGYAKARTA

2015

Page 2: F_LO_1

_LEARNING OUTCOME SKENARIO 1_“UJIAN KEHIDUPAN”

No Learning Outcome1 Menjelaskan Kode Etik Profesi Apoteker

Kode etik apoteker mengatur kewajiban apoteker:• Secara umum (P.1-8) : mengamalkan sumpah; megamalkan kode etik; berpegang pada

prinsip kemanusiaan; aktif mengikuti perkembangan ilmu; berbudi luhur; sumber informasi; aktif mengikuti perkembangan undang-undang

• Terhadap pasien (P. 9) : mengutamakan kepentingan masyarakat, hak azazi, melindungi makhluk hidup

• Teman sejawat (P.10-12): berperilaku sebagaimana ingin diperlakukan; mengingatkan & menasehati; kesempatan kerjasama (keluhuran & saling percaya)

• Petugas kesehatan lain (P. 13-14) : kesempatan membangun & meningkatkan hubungan, saling percaya, menghargai & hormat; menjaga kepercayaan , menghindari hal hal yang dapat menghilangkan kepercayaan

• Pengamalan (P. 15) : menghayati & mengamalkan kode etik dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari hari(1).

Pada Skenario 1 apoteker telah melakukan pelanggaran pada pasal :1,2,3,4,7,8,dan 9. Berdasarkan keputusan Kongres Nasional XVIII/2009 Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia Nomor 006/KONGRES XVIII/ISFI/2009 tentang Kode Etik Apoteker Indonesia, disebutkan bahwa Kode Etik Apoteker Indonesia merupakan pedoman organisasi untuk melakukan pembinaan terhadap anggota serta pedoman anggota dalam melaksanakan pengabdian profesinya sebagai Apoteker.

2 Menjelaskan Standar Pelayanan Apoteker di Rumah Sakit dan Apotek Standar pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit (RS) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 58 tahun 2014. Standar pelayanan ini bertujuan untuk meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

• Standar Pelayanan Apoteker di Rumah Sakit :a. Pengelolan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai :

Pemilihan, Perencanaan kebutuhan, Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan, Pendistribusian, Pemusnahan dan penarikan, Pengendalian dan Administrasi

b. Pelayanan farmasi klinik :Pengkajian dan pelayanan resep, Penelusuran riwayat penggunaan obat, Rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Konseling, Visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Dispensing sediaan steril dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) (2).

Standar pelayanan kefarmasian di Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014(3). Pasal 2 menyebutkan bahwa pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk : a) meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian; b) menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan c) melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

• Standar Pelayanan Apoteker di Apotek :a. Pelayanan resep

Skrining resep, Penyiapan obat (peracikan, etiket, kemasan obat yang diserahkan, penyerahan obat, informasi obat), Konseling dan Monitoring Penggunaan Obat

b. Promosi dan edukasic. Pelayanan residensial (home care)(3).

• Standar Pelayanan Apoteker di Rumah Sakit :a. Pengelolan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai :

Pemilihan, Perencanaan kebutuhan, Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan, Pendistribusian, Pemusnahan dan penarikan, Pengendalian dan Administrasi

Page 3: F_LO_1

- Pelayanan farmasi klinik :Pengkajian dan pelayanan resep, Penelusuran riwayat penggunaan obat, Rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), Konseling, Visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Dispensing sediaan steril, Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) (3).

Pada Skenario 1, Apoteker tidak memenuhi standar pelayanan di rumah sakit, dimana dijelaskan pada Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 21 yaitu ayat 2 “Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker” (4). Dan Berdasarkan PP Nomor 51 tahun 2009 pasal 51 ayat 1 menyatakan bahwa pelayanan kefarmasiaan di apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh apoteker (4). Jadi pelayanan obat atas resep obat dan pelayanan informasi obat merupakan kewajiban atau tanggungjawab Apoteker. Dan menurut KEMENKES no. 573/MENKES/SKVI/2008 tentang Standar Profesi Asisten Apoteker, Seorang asisten apoteker diberikan kewenangan pada pengelolaan dan pelayanan obat bebas serta obat bebas terbatas (AA/FK/10.10) sedangkan untuk pengelolaan obat keras, psikotropika dan narkotik harus dibawah pengawasan apoteker (5).

3 Menjelaskan dan Mengetahui Mengenai Hukum BPJS Dalam IslamIsu mengenai fatwa keharaman Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

yang beredar di masyarakat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengklarifikasi terhadap isu tersebut. Isu tersebut beredar di masyarakat setelah MUI mengeluarkan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia tahun 2015 tentang panduan jaminan kesehatan nasional dan BPJS Kesehatan. Dari perspektif ekonomi Islam nampaknya bahwa secara umum program BPJS Kesehatan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam, terlebih lagi jika dilihat dari hubungan hukum atau akad antar para pihak. Adanya denda admistratif sebesar 2% dari total iuaran yang tertunggak tidak sesuai dengan prinsip syari’ah karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba (6). Riba diharamkan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 275-280 dan surah An-Nisa ;161

�ًم�ا �ْي َع�ِل �ا َع�َذ�اًب �ُه�ْم� ِم�ْن �َن� �ِف�ِر�ْي �َك �ِل ِل �ا �ْد�َن �َع�َت َو�ا �اِط�ِل� �َب �ااِل ًب اِلْن اِس� �ِم�َو�اَل� ا �ُه�ْم� �ِل �ْك َو�ا �ُه� َع�ْن �ُه�َو�ا َن َو�َق�ْد� �َوا ًب اِلِر& �ْخ�َذ�ِه�ْم� َو�ا

Artinya: “Dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An-Nisa: 161)

Menurut Hadits yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim juga ,menyebutkan bahwa Rasulullah bersabda : “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil) dan memberikan riba”. Karena terdapat unsur riba makan para ulama mengkaji dan merekomendasikan beberapa hal yaitu1. agar pemerintah membuat standar minimum atau taraf hidup layak dalam kerangka

Jaminan Kesehatan yang berlaku bagi setiap penduduk negeri sebagai wujud pelayanan publik sebagai modal dasar bagi terciptanya suasana kondusif di masyarakat tanpa melihat latar belakangnya;

2. agar pemerintah membentuk aturan, sistem, dan memformat modus operandi BPJS Kesehatan agar sesuai dengan prinsip syariah (6).

Dan Untuk menjernihkan persoalan, pihak BPJS Kesehatan, MUI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kemenkeu, dan Kemenkes bertemu di Gedung Merdeka, pada tanggal 4 agustus 2015, dan Berikut poin-poin kesepakatan dalam pertemuan tersebut:

1. Rapat bersepaham bahwa di dalam keputusan dan rekomendasi ijtima ulama, komisi

Page 4: F_LO_1

fatwa MUI se-Indonesia tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional oleh BPJS kesehatan tidak ada kata haram.

2. Masyarakat diminta tetap mendaftar dan tetap melanjutkan kepesertaannya dalam program jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan BPJS kesehatan dan selanjutnya perlu ada penyempurnaan terhadap program jaminan kesehatan nasional sesuai dengan nilai-nilai syariah untuk memfasilitasi masyarakat yang memilih program yang sesuai dengan syariah (7).

4 Menjelaskan mengenai system dalam BPJS (prosedur, penggolongan/peraturan) BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) merupakan Badan penyelenggara

program Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas). BPJS ini merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan UU no. 24 tahun 2011 tentang BPJS (8). BPJS terdiri dari BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. BPJS mengacu pada prinsip-prinsip sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu : kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanah dan hasil pengelolaan jaminan social (8).

Prinsip kegotongroyongan seusungguhnya sudah menjadi prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berserta peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu,peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang beresiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Prinsip nirlaba, bukan mencari laba, sebaliknya untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Prinsip portabilitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal di wilayah negara Indonesia. Prinsip dana amanat, dana yang terkumpul merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta(8).

Peserta BPJS menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah : (1). setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar pemerintah, (2). peserta terdiri dari 2 kelompok yaitu peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) meliputi fakir miskin dan orang tidak mampu dan peserta Non PBI meliputi pekerja penerima upah (PNS, TNI, Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri, Pegawai Sasta, dan pekerja yang tidak termasuk dari a sampai f tetapi menerima upah) dan anggota keluarganya, pekerja bukan penerima upah (pekerja mandiri) dan anggota keluarganya, serta bukan pekerja (investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda dan duda) dan anggota keluarganya (8). PP No 111 tahun 2013 menyebutkan jenis iuran terdiri dari : 1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah daerah dibayar oleh Pemerintah daerah (orang miskin dan tidak mampu); 2) Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PNS, Anggota TNI/ POLRI, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non pegawai negeri dan pegawai swasta) dibayar oleh Pemberi Kerja yang dipotong langsung dari gaji bulanan yang diterimanya (5% dari gaji per bulan, dimana 3% dibayar pemberi kerja dan 2% dibayar peserta); dan 3) Iuran bagi Pekerja bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayar sendiri oleh peserta yang bersangkutan. Peserta perorangan akan dikenakan iuran sebesar kemampuan dan kebutuhan, dimana saat ini ditetapkan bahwa : 1) untuk mendapat fasilitas kelas 1 dikenai iuran Rp 59500,- per orang tiap bulan; 2) untuk mendapat fasilitas kelas 2 dikenai iuran Rp 42500,- per orang tiap bulan; 3) untuk mendapat fasilitas kelas 3 dikenai iuran Rp 25500,- per orang tiap bulan. Pembayaran iuran dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya, dan apabila terlambat dikenakan denda sebesar 2% dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 bulan (9).

Prosedur pembayaran iuran BPJS berdasarkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

Page 5: F_LO_1

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah (1). iuran bagi peserta PBI dibayarkan oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan, (2). Iuran bagi peserta Pemerintah Daerah dibayarkan oleh Pemerintah Daerah dengan besaran iuran minimum sama dengan besaran iuran peserta PBI, (3). Iuran Jaminan Kesehatan bagi pekerja penerima upah dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja dengan ketentuan : a. pemberi kerja memungut iuran dari pekerja dan membayar iuran yang menjadi tanggung jawab pemberi kerja kemudian iuran disetorkan ke BPJS kesehatan, b. pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai pemberi kerja menyetorkan iuran kepada BPJS melalui rekening kas negara kepada BPJS kesehatan, (4). Iuran bagi Peserta Pekerja bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja dibayarkan oleh peserta sendiri ke BPJS Kesehatan sesuai kelas perawatannya, dan (5). Iuran bagi penerima pensiun, veteran dan perintis kemerdekaan dibayar oleh pemerintah kepada BPJS kesehatan (8).

Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi:a. pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat

Pertama (RITP)b. pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat

Lanjutan (RITL)c. pelayanan gawat daruratd. pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri (8). Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis yang diperlukan. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas (8). Berdasarkan Permenkes No.28 tahun 2014 tentang program jaminan kesehatan nasional disebutkan bahwa pelayanan obat dan bahan medis habis pakai di fasilitas kesehatan tinggal pertama (FKTP) dan di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) termasuk cakupan pelayanan kesehatan. Dan pelayanan kesehatan tersebut dilakukan Apoteker di instalasi farmasi klinik pratama/ruang farmasi di Puskesmas/apotek atau apoteker di instalasi farmasi rumah sakit/klinik utama (8).

DAFTAR PUSTAKA1. ISFI, 2009, Kode Etik Apoteker, Kongres Nasional, Jakarta.2. Anonim, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.3. Anonim, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.4. Anonim, 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta.5. Anonim,2008, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor.573/MENKES/SKVI/2008

tentang Standar Profesi Asisten Apoteker, Departemen kesehatan RI, Jakarta.6. Komisi Fatwa MUI, 2015, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia V Tentang Panduan

Jaminan Kesehatan Nasional dan BPJS Kesehatan, Majelis Ulama Indonesia, Jakarta.7. Anonim, 2015, Pemerintah-MUI sepakat BPJS Kesehatan Direvisi agar sesuai syariah,

http://mui.or.id/mui/homepage/berita/berita-singkat/pemerintah-mui-sepakat-bpjs-kesehatan-direvisi-agar-sesuai-syariah.html . Diakses pada tanggal 1 september 2015.

8. Anonim, 2011, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

9. Anonim, 2004, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

10. Anonim, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

11. Anonim, 2013, Peraturan Presiden nomor 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan presiden no.12 tahun 2013 tengan Jaminan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Page 6: F_LO_1