farmakokinetik.docx

16
1. Farmakokinetik Farmakokinetik adalah nasib obat di dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Pada farmakokinetik ini terdapat empat proses yaitu : absorbsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eksresi. a. Absorbsi Absorbsi merupakan proses masuknya obat dimulai dari tempat pemberian obat ke dalam darah. Pemberian obat ini dilakukan di saluran cerna (yang dimulai dari mulut sampai rektum), kulit, paru-paru, dan otot. Cara pemberian obat : Peroral : dengan cara ini obat diabsorbsi di usus halus karena pada permukaan dari usus halus yang lebar disebabkan karena adanya vili dan mikrovili. Di bawah lidah : obat yang diberikan di bawah lidah merupakan obat yang larut dalam lemak karena permukaan absorbsinya yang kecil sehingga obat harus cepat diabsorbsi dan melarut dengan cepat, misalnya nitroglisirin. Darah dari mulut langsung ke vena cava superior dan tidak melewati vena porta sehingga tidak mengalami metabolisme lintas pertama. Rektal : diberikan pada pasien yang tidak sadar atau muntah. Obat yang diberikan lewat rektal akan kembali ke vena porta sebanyak 50%. Akan tetapi, absorbi pada mukosa rektal seringkali tidak

Upload: rahmi

Post on 21-Nov-2015

229 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1. FarmakokinetikFarmakokinetik adalah nasib obat di dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Pada farmakokinetik ini terdapat empat proses yaitu : absorbsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eksresi.a. AbsorbsiAbsorbsi merupakan proses masuknya obat dimulai dari tempat pemberian obat ke dalam darah. Pemberian obat ini dilakukan di saluran cerna (yang dimulai dari mulut sampai rektum), kulit, paru-paru, dan otot.Cara pemberian obat : Peroral : dengan cara ini obat diabsorbsi di usus halus karena pada permukaan dari usus halus yang lebar disebabkan karena adanya vili dan mikrovili. Di bawah lidah : obat yang diberikan di bawah lidah merupakan obat yang larut dalam lemak karena permukaan absorbsinya yang kecil sehingga obat harus cepat diabsorbsi dan melarut dengan cepat, misalnya nitroglisirin. Darah dari mulut langsung ke vena cava superior dan tidak melewati vena porta sehingga tidak mengalami metabolisme lintas pertama. Rektal : diberikan pada pasien yang tidak sadar atau muntah. Obat yang diberikan lewat rektal akan kembali ke vena porta sebanyak 50%. Akan tetapi, absorbi pada mukosa rektal seringkali tidak teratur dan dapat menyebabkan iritasi pada mukosa rektal.Absorbsi sebagian besar obat melalui difusi pasif, maka sebagai barier absorbsi merupakan membran sel epitel saluran cerna. Dengan demikian agar dapat melintasi membran tersebut, molekul obat harus mempunyai sifat larut dalam lemak. Oleh karena itu, kecepatan difusi harus berbanding lurus dengan derajat kelarutan lemak dalam molekul obat.Kebanyakan obat merupakan eletrolit lemah yakni asam lemah dan basa lemah. Dalam air,eletrolit lemah ini akan terionisasi menjadi bentuk ionnya. Derajat ionisasi suatu obat bergantung pada konstanta ionisasi obat ( pKa) dan pada pH larutan tempat obat berada.Difusi pasif mengikuti Hukum Fick, dimana hanya obat dalam bentuk Nonion (NI) yang memiliki kelarutan lemak, sedangkan bentuk ion tidak dapat brdifusi karena bersifat tidak larut lemak.Absorbsi asam lemah sangat baik pada lambung tetapi secara keseluruhan absorbsi pada usus halus masih lebih baik. Hal ini disebabkan karena luasnya area absorbsi yang terdapat dada usus halus.Pada asam lemah, peningkatan pH dengan cara pemberian basa akan meningkatkan ionisasinya sehingga mengurangi bentuk nonionnya. Sebaliknya, pada basa leemah, penurunan pH dengan cara pemberian asam akan meningkatkan bentuk nonionnya sehingga molekul tersebut menjadi lebih mudah untuk melakukan difusi pasif.Zat makanan yang dan obat-obatan yang memiliki struktur yang mirip dengan makanan tidak bisa atau sukar untuk berdifusi pasif. Zat makanan dan obat-obatan ini memerlukan transpor membran untuk dapat melintasi membran sel epitel agar dapat diabsorbsi pada saluran cerna dan direabsorbsi dari lumen tubulus ginjal.Sacara garis besar terdapat 2 jenis resptor untuk obat yaitu : Transpor untuk efflux atau eksport obat yang disebut ABC (ATP-Binding Cassette) yang memiliki 2 jenis transporter : P-glukoprotein : produk gen human multidrud resystance 1 ( MDR 1) Multidrug Resistance Protein (MRP) 1-7 : untuk anion organik yang hidrofobik an konjugat. Transpor utuk uptake obat. OATP : polispesifik, maka untuk anion organik, kation organik besar, dan zat netral yang hidrofobik serta konjugat. OAT 1-4 : untuk anion organik yang lipofilik. OCT 1-2 : untuk kation kecil yang hidrofilik.Transpor yang kedua ini tidak menggunakan ATP, tetapi hanya merupakan pertuksaran GSH atau akibat perbedaan elektrokemikal.Di samping itu, transporter untuk zat-zat makanan: Transporter oligopeptida : untuk peptida kecil. Transporter asam amiono : untuk asam amino dan obat obat yang mirip. Transporter nukleotida : untuk berbagai nukleotida dan obat obat yang mirip. Transporter nukleosida : untuk nukleosida. Transporter glukosa : untuk glukosa dan monosakaridanya.Transpor membran terdapat dalam lipid bilayer dari membran sel yang terdapat dalam organ : Dinding usus halus dan besar untuk absorbsi OATP dan eksresi P-gp dan MRP. Hati dan saluran empedu. Tubulus ginjal. Sawar darah otak. Sawar darah dengan cairan cerebro pinal. Sawar uri. Sawar darah testes. Membran sel kanker.

b. DistribusiDalam darah, obat akan berikatan dengan protein plasma dengan ikatan yang lemah yaitu ikatan van der waals, ikatan ionik, ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik.Beberapa macam protein plasma : Albumin : mengikat obat-obata asam dan obat-obat netral ( steroid), bilirubin,dan asam lemak. Albumin mempunyai 2 tempat ikatan yaitu site I yang disebut warfarin site dan site II yang disebut diazepam site. -glikoprotein : mengikat obat-obat basa. CBG ( Corticosteroid Binding Globulin) : khusus mengikat kortikosteroid. SSBG (Sex Steroid Binding Globulin) : khusus mengikat : hormon kelamin.Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Kompleks obat-protein terionisasi dengan sangat cepat. Obat bebas akan keluar ke jaringan, ke tempat kerja obat, ke jaringan tempat depotnya dan ke hati dimana obat mengalami metabolisme obat yang dikeluarkan ke kandung empedu atau kembali ke darah dan ke ginjal untuk dieksresikan. Di jaringan obat yang larut dalam air akan tetap berada di luar sel akan tetapi obat yang larut dalam lemak akan berdifusi ke membran sel. Akan tetapi karena perbedaan pH di dalam sel (pH=7) dan pH di laur sel (7,4) maka obat obat asam lebih banyak terdapat di luar sel sedangkan obat obat basa terdapat di dalam sel.Ikatan obat dengan protein plasma adalah ikatan yang reversible.

Jika obat bebas telah keluar ke jaringan maka obat yang terikat protein akan menjadi bebas sehingga terjadi distribusi terus menerus hingga habis. Ikatan dengan protein plasma ini kuat untuk obat yang lipofilik dan lemah untuk obat yang hidrofobik.Volume distribusi adalah volume dimana obat terdistribusi dalam kadar plasma.

Kadar plasma yang tinggi menunjukkan obat terkonsentrasi dalam darah sehingga Vdnya kecil. Sebaliknya kadar plasma yang rendah menunjukkan obat tersebar luas dalam tubuh sehingga Vdnya besar. Sawar darah otakDarah dan otak dipisahkan oleh tight junction sehingga tidak ada celah untuk sel sel endotel. Oleh karena itu, hanya obat yang larut baik dalam lemak yang dapat melintasi sawar darah otak. Obat yang larut lemak merupakan substrat P-fp atau MRP yang akan dikeluarkan oleh P-gp atau MRP. Dengan itulah P-gp menunjang fungsi sawar darah otak. Sawar UriTerdiri dari satu lapis sel epitel vili dan selapis sel endotel kapiler dari fetus. Obat yang diberikan secara oral dapat masuk ke fetus melalui sawar uri. Interaksi Pergeseran ProteinObat obat asam akan bersaing untuk berikatan dengan albumin di tempat ikatan yang sama sedangkan obat basa akan bersaing untuk berikatan dengan -glikoprotein. Karena tempat ikatan pada protein plasma yang terbatas maka obat yang pada dosis terapi telah menyebabkan jenuhnya ikatan akan menggeser obat lain yang terikat pada protein plasma sehingga obat yang tergeser ini menjadi bebas. Selanjutnya obat ini akan ke luar dari pembuluh darah dan menimbulkan efek farmakologi atau dieliminasi dari tubuh.

c. Metabolisme (Biotransformasi)Metabolisme obat terutama terjadi di hati tepatnya di membran Retikulum Endoplasma (mikrosom) dan sitosol. Selain itu metabolisme juga dapa terjadi di ekstrahepatik yaitu : ginjal, otak, dinding usus, paru, darah dan di lumen kolon oleh flora usus.Tujuan metabolisme adalah untuk mengubah obat yang non polar/larut lemak menjadi obat yang polar/tidak larut lemak agar dapat dieksresi melalui ginjal atau empedu. Selain itu obat aktif akan diubah menjadi inaktif walaupun ada sebagian obat yang akan berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, ataupun toksik setelah dimetabolisme.Reaksi metabolisme terdiri dari 2 fase yaitu : Fase I : oksidasi, reduksi dan hidrolisis yang mengubah obat menjadi lebih polar, dengan akibat menjadi inaktif, lebih aktif, atau kurang aktif. Fase II : reaksi konjugasi dengan substrat endogen (asam glukoronat, sulfat,asetat/amino) dan hasilnya menjadi sangat polardan hampir selalu tidak aktif.Obat dapat mengalami salah satu fase saja ataupun mengalmi fase I terlebih dahulu baru kemudian mengalami fase II. Pada reaksi fase I, obat dibubuhi gugus polar untuk dapat bereaksi dengan substar endogen pada fase II. Selain itu ada pula fase I yang sudah cukup polar sehingga dapat langsung diekresikan ke ginjal tanpa melalui fase II.Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytochrome P450 atau disebut juga dengan enzim mono-oksigenasi di retikulum endoplasma. Sedangkan reaksi yang terpenting pada fase II ialah glukoronidasi melalui enzim UDP-glukoronil transferase (UGT) yang terutama terjadi di dalam mikrosom hati tetapi juga di jaringan ekstrahepatik(usus halus,ginjal, paru dan kulit). Reaksi konjugan yang lain seperti asetilasi, sulfasi, dan konjugasi dengan glutation terjadi di dalam sitosol.

d. EksresiOrgan yang terpenting untuk eksresi adalah ginjal. Obat yang dieksresikan dapat dalam bentuk utuh maupun dalam bentuk metabolitnya. Ekresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Eksresi melalui ginjal melibatkan 3 proses yaitu : Filtarasi Glomerulus yang menghasilkan ultrafiltrat yaitu plasma minus protein. Obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah. Sekresi Aktif dalam darah ke tubulus proksimal yang terjadi melalui transpor membarn P-gp dan MRP yang terdapat di membran sel epitel dan selektivitas berbeda yakni MRP untuk anion organik dan konjugasi sedangkan P-gp untuk kation organik dan zat netral. Reabsorbsi Pasif yang terjadi pada tubulus untuk bentuk nonion obat yang larut dalam lemak. Karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka hal ini dapat dimanfaatkan untuk mempercepat eksresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau basa.Selain ekresi pada ginjal,juga terjadi ekresi melalui : Eksresi melalui paru : terutama untuk eliminasi gas anestetik umum. Eksresi pada ASI: meskipun sedikit penting artinya karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menusu pada ibunya. Eksres saliva : kadar obat dalam saliva sama dengan kadar obat dalam plasma. Eksresi ke rambut dan kulit : mempengaruhi kepentingan forensik.

2. FarmakodinamikFarmakodinamik merupan subdisplin dari farmakologi yang mempelajari efek fisiologis dan biokimia dari obat serta mekanisme kerjanya.a. Mekanisme Kerja ObatObat akan menimbulkan efek fisiologis dan biokimia apabila berinteraksi dengan reseptornya pada sel target. Hal ini merupakan respon terhadap obat tersebut. Sedangkan reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional tempat obat menimbulkan efek yang memiliki 2 konsep penting yaitu obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh dan obat dapat pula tidak menimbulkan fungsi baru tetapi hanya memodulasi fungsi yang sydah ada. Setiap kelompok makromolekul fungsional dapat berperan sebagai reseptor obat dan sekelompok reseptor obat dapat berperan sebagai reseptor fisiologis untuk ligan endogen. Obat yang memiliki efek yang menyerupai efek senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya obat yang memiliki efek menghambat agonis disebut antagonis. Di samping itu, obat yang efek intrinsiknya berlawanan dengan agonis disebut agonis negatif.b. Reseptor ObatProtein merupakan reseptor obat yang paling penting yaitu reseptor fisiologis, asetil kolinesterase, Na,K,-ATPase, tubulin, dsb. Asam nukleat juga dapat bereran sebagai reseptor obat yang penting misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat dengan reseptor dapat berupa ikatan van de walls,ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan hidrofobik atupun kovalen(umumnya campuran). Ikatan kovalen merupakan ikatan yang kuat swhingga lama kerja obat seringkali tidak selalu panjang sedangkan ikatan nonkovalen yang afinitasnya tinggi juga dapat bersifat permanen. Hubungan Struktur dengan Aktivitas.Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan afinitasnya terhadap resetor serta aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil pada molekul obat seperti perubahan stereoisomer dapat menimbulkan perubahan besar bagi sifat farmakologinya. Reseptor FisiologikReseptor fisiologik adalah protein selular yang berfungsi sebagi reseptor ligand endogen terutama hormon, neurotransmitter, growth factor dan autakoid. Funsi reseptor fisiologik ini adalah untuk pengikatan ligand yang sesuai dan untuk penghantar sinya yang secara langsung dapat menimbulkan efek intrasel atau secara tidak langsung dapat menimbulkan sintesis atau pelepasan molekul intarsel lain yang disebut second messenger.c. Transmisi Sinyal BiologisMenyebabkan penghantaran sinyal biologi substansi ekstraseluler yang diawali dengan penempatan hormon dan neurotranmitter pada reseptor. Ditemukan lima jenis reseptor fisiologis, dimana empat di permukaan sel sedangkan yang satu di sitoplasma. Reseptor permukaan sel dalam bentuk enzim, kanal ion dan G protein couple receptor. Reseptor bentuk enzim terdiri dari yang menimbulkan fosforilasi protein efektor berupa tirosin kinase, tirosin fosfatase, serin kinase/guanilil kanase. Ligand endogen reseptor ini adaah insulin, EGF ( epidermal growth factor), AMF ( atrial natriuretic factor), platelet-derived growth factor, dan TGF ( tansforming growth factor beta) .Reseptor enzim melangsungkan sinyal yang dihantarkan oleh hormon pada ligand endogen. Struktur reseptor terbagi tiga : tempat ikatan ligand di permukaan sel, tempat katalitik sebagai enzim (kinase, fosforilase, atau siklase), dan penghubung rantai peptida yang hidrofob yang akan berikatan dan pesan yang disampaikan merupakan peristiwa biokimia.Kemudian enzim yang punya reseptor sitokin yang punya ligand growth hormon, eritropoietin, interferon dan ligand lain yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi. Pada reseptor ini aktivitas adalah fosforilase leawt protein kinase lain ( janus-kinase, JAK) terikat secara nonkovalen. Protein JAK menimbulkan fosforilasi protein (STAT, signal transducers and activation of transcription) yang kemudian sinyal STAT masuk ke dalam nukleus untuk ttanskripsi.Sejumlah reseptor untuk neurotransmitter tertentu membentuk kanal ion selektif di membran plasma dan menyampaikan sinyal biologisnya dengan cara mengubah mengubah potensial menbran atau komposisi ion.Dedangkan reseptor G terdiri dari alfa, beta dan gama. Jika agonis menempati posisi ini maka akan terjadi disosiasi anatar subunit alfa dengan subunit beta dan gama.Secon messenger sitoplasma yaitu penghantaran sinyal biologis dalam sitoplasma yaitu cAMP, ion Ca, IP3, DAG, dan NO.Substansi substansi tersebut merupakan second messenger karena diproduksi sangat cepat, bekerja pada kadar yang sangat rendah dan setelah sinyal eksternal tidak ada maka akan mengalami penyingkiran secara spesifik setelah mengalami daur ulang. Pengaturan Sekresi ReseptorReseptor tidak hanya menimbulkan efek fisiologis maupun efek biokimia tetapi juga diatur oleh mekanisme homeostatis lain. Bila suatu sel dirangsang oleh aganisnya secara terus menerus, maka akan terjadi desensitisasi (refrakraterasi atau down regulation) yang efeknya menyebabkan rangsangan oleh obat dengan kadar yang sama menjadi berkurang atau bahkan menghilang. Sedangkan apabila suatu rangsangan pada reseptor terjadi secara kronik seperti pada pemberian beta bloker maka akan terjadi hipereaktivitas karena supersensitivitas.

3. Interaksi ObatIkatan antar obat dengan reseptor biasanya merupakan ikatan lemah yaitu ikatan ionik,ikantan van dew walls, ikatan hidrigen dan ikatan hidrofobik saam seperti interaksi antar substrat dan enzim.Hubungan Kadar/Dosis antara Intensitas EfekD + R DR EfekMenurut teori pendudukan reseptor adalah intensitas efek obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang diduduki akan berefek maksimal jika seluruh reseptor diduduki oleh obat.

Hubungan anatra kadar atau dosis [D] dengan besarnya efek [E] terlihat sebagi kurva dosis intensitas efek yang berbentuk hiperbola.Afinitas obat terhadap reseptor adalah kemampuan obat untuk berikatan dengan reseptornya(obat-reseptor). Makin besar Kd, maka makin kecil afiniti obatnya.Variebal hubungan dosis-ntensitas efek obat.Hubungan antara dosis dengan intensitas obat dalam keadaan sesungguhnya tidaklah karenaa banyak obat bekerja secara kompleks dalam menhasilkan efek. PotensiKisaran dosis obat yang menghasilkan efek, tergantung pada : kadar obat mencapai reseptor, afinitas obat terhadap reseptor. Efek Maksimal atau EfektivitasRespon maksimal yang dapat ditimbulkan oleh obat jika diberikan pada dosis yang tinggi. Ditentukan oleh aktivitas intrinsik obat. Variasi BiologikVariasi antar individu dalam besarnya respon terhadap dosis obat yang sama pada populasi yang sama.Antagonisme Farmakodinamik dibedaka mejadi dua yaitu : - Anatagonisme fisiologik yaitu antagonis pada fisiologik yang sama namun reseptornya berbeda.-Antagonisme pada reseptor yaitu antagonis melalui reseptor yang sama. Selain itu, antagonisme terbagi menjadi dua yaitu : anatgonisme kompetitif dan non kompetitif.-Anatagonisme Kompetitif yaitu antagonis mengikat reseptor di tempat ikatan yang secara reversible akan melepas ikatannya apabila kadar agonis lenih tinggi.-Antagonisme Nonkompetitif yaitu tindakan efek agonis

4. Obat Otonom5. Toksikologi6.