famakoterapi hipertensi kelompok 9
DESCRIPTION
caturTRANSCRIPT
MAKALAH FARMAKOTERAPI
“Hipertensi”
DisusunOleh :
KELOMPOK 9
Ratih Wijayanti P. P. 260110110143
Indah K. Hardani 260110110144
Lastari Kusumaningrum 260110110145
Sarah Annisaa 260110110146
Agis Maulana Pratama 260110110148
Ivo Ovia A. 260110110150
Kelas : Kamis/ 13.00-14.40
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Hipertensi” sebagai tugas mata kuliah Farmakoterapi. Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkenan membantu dan memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Jatinangor, Maret 2014Penyusun
Kelompok 9
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................iDAFTAR ISI....................................................................................................iiBAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................11.2 Rumusan Masalah.............................................................................11.3 Tujuan................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi.............................................................................................3 2.2 Patofisiologi......................................................................................5 2.3 Manifestasisi Klinik..........................................................................9 2.4 Diagnosis..........................................................................................9 2.5 Hasil yang Diharapkan.....................................................................13 2.6 Pengobatan........................................................................................13 2.7 Evaluasi Hasil Pengobatan ..............................................................17 2.8 Studi Kasus.......................................................................................18BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................273.2 Saran..................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................28
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini terjadi banyak perubahan gaya hidup dan pola makan pada
masyarakat, perubahan pola hidup yag buruk ini menyebabkan masyarakat banyak
mengkonsumsi makanan yang berkadar lemak tinggi sehingga dapat mengganggu
kesehatan dan menyebabkan hipertensi. Hipertensi adalah suatu peningkatan
tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan
tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung
dan kerusakan ginjal (Katzung, 2001).
1.2. Latar Belakang
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan hipertensi?
2. Bagamaimana patofisiologi penyakit tersebut?
3. Apa ciri klinik dari penyakit tersebut?
4. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit tersebut?
5. Apa hasil yang diinginkan dari perawatan penyakit tersebut?
6. Bagaimana cara mengobati penyakit tersebut?
7. Bagaimana evaluasi hasil terapi penyakit tersebut?
8. Bagaimana studi kasus dari penyakit tersebut?
1.3. Latar Belakang
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dari hipertensi.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari
penyakit tersebut.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami ciri klinik dari penyakit
tersebut.
4
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami diagnosis dari penyakit
tersebut.
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hasil yang diinginkan
dari perawatan penyakit tersebut.
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengobatan penyakit
tersebut.
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami evaluasi hasil terapi dari
penyakit tersebut.
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami studi kasus dari
penyakit tersebut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tekanan darah adalah tekanan di dalam pembuluh arteri ketika darah
dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Tekanan darah dapat dilihat
dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti
berikut : 120 /80 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri
ketika jantung berkontraksi, disebut dengan tekanan sistolik. Angka 80
menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi. Disebut dengan tekanan
diastolik (Surasono, 2007).
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal (Katzung, 2001 ).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan
konsisten diatas 140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan
peningkatan tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus diukur dalam
posisi duduk dan berbaring (Baradero, 2005).
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan
anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada
dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih
tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat
(Katzung, 2001).
Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi
hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari. Definisi hipertensi menurut
WHO:
Kategori Sistolik ( mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-tinggi 130-139 85-89
6
Hipertensi derajat 1
(ringan)
140-159 90-99
Subkelompok :
borderline
140-149 90-94
Hipertensi derajat 2
(sedang)
160-179 100-109
Hipertensi derajat 3
(berat)
> 180 > 110
Hipertensi sistolik
terisolasi
> 140 < 90
Subkelompok :
borderline
140-149 < 90
(Kuswardhani, 2006).
The Sixth Report of The Joint National Committee on Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI) mendefinisikan tekanan darah
tinggi pada orang dewasa sebagai berikut:
(Brashers, 2003).
Definisi Hipertensi pada Anak-Anak dan Remaja:
Umur Tekanan Darah
Normal
TDS/TDD(mmHg)
Borderline
Hypertension
TDS/
TDD(mmHg)
Hipertensi
TDS/TDD(mmHg)
7
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tinggi normal 130 – 139 85 - 89
Hipertensi
Tahap 1 (ringan)
Tahap 2 (sedang)
Tahap 3 (berat)
140 – 159
160 – 179
≥180
90 – 99
100 – 109
≥ 110
< 2 tahun
3–5 tahun
3–5 tahun
10–12 tahun
13–15 tahun
16–18 tahun
< 104/70
< 108/70
< 114/74
< 122/78
< 130/80
< 136/84
< 111/73
< 115/75
< 121/77
< 125/81
< 135/85
< 139/89
< 139/89
< 116/76
< 122/78
< 126/82
< 136/86
< 140/90
(Battegay, 2005)
Sampai saat ini, penyebab kasus-kasus hipertensi banyak yang belum
diketahui, tetapi secara umum penyebab hipertensi dibedakan menjadi dua.
1. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi ini tidak diketahui secara jelas penyebanya. Biasanya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Beberapa hal yang dimungkinkanmenjadi faktor penyebab
adalah faktor keturunan (genetik), hiperaktivitas susunan saraf simpatetis, sistem
renin- angiotensin, defek dalam ekstraksi natrium (Na), peningkatan Na dan
kalsium (Ca) intraseluler, dan faktor gaya hidup (kebiasaan makan, alkohol dan
rokok). Hipertensi jenis ini justru lebih banyak kasusnya.
2. Hipertensi sekunder (renal)
Penyebab spesifik hipertensi ini diketahui. Di antaranya, yaitu penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, kelebihan berat badan, kelebihan kolesterol, da
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan (Julianti, 2005).
2.2. Patofisiologis
Patofisiologi hipertensi masih banyak terdapat ketidakpastian. Sebagian
kecil pasien (2%-5%) menderita penyakit ginjal atau adrenal sebagai penyebab
meningkatnya tekanan darah. Pada sisanya tidak dijumpai penyebabnya dan
keadaan ini disebut hipertensi esensial. Beberapa mekanisme fisiologis terlibat
dalam mempertahankan tekanan darah yang normal, dan gangguan pada
mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi esensial.
Hipertensi merupakan penyimpangan heterogen yang dihasilkan baik dari
penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) atau dari mekanisme patofisiologi
sebuah etiologi yang belum diketahui (hipertensi primer/esensial). Hipertensi
8
sekunder menyumbang kurang dari 10% kasus, dan sebagian besar dari kasus ini
disebabkan oleh penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular. Kondisi lain
yang menyebabkan hipertensi sekunder meliputi pheochromocytoma, sindrom
Cushing, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, aldosteronisme primer, kehamilan,
apnea tidur obstruktif, dan koarktasio aorta. Beberapa obat yang dapat
meningkatkan tekanan darah termasuk kortikosteroid, estrogen, obat anti
inflamasi non steroidal (NSAID), amfetamin, sibutramin, siklosporin, takrolimus,
eritropoietin, dan venlafaxin.
Beberapa faktor yang berkontribusi dalam peningkatan hipertensi primer,
termasuk:
Kelainan humoral melibatkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, hormon
natriuretik, atau hiperinsulinemia. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem
endokrin yang paling penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi
dari aparat jukstaglomerular ginjal sebagai penyeimbang terhadap kurangnya
perfusi glomerular atau kurangnya asupan garam. Renin bertanggung jawab dalam
konversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi angiotensin II di paru-paru oleh
angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
kuat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Sedangkan hormon
natriuretik merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai hasil
dari peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatnya eksresi garam dan air
dari ginjal (diuretik alamiah). Gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan
retensi cairan dan hipertensi;
Gangguan patologis dalam SSP, serabut saraf otonom, reseptor adrenergik,
atau baroreseptor. Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi
arteriola dan dilatasi arteriola;
Kelainan baik dalam proses autoregulatori ginjal atau jaringan untuk
eksresi natrium, volume plasma, dan penyempitan aorta;
Kekurangan sintesis lokal dalam substansi-substansi vasodilatasi dalam
endotelium pembuluh darah, seperti prostasiklin, bradikinin, dan nitrat oksida,
atau peningkatan produksi zat-zat vasoconstricting seperti angiotensin II dan
endotelin I;
9
Asupan sodium yang tinggi dan peningkatan sirkulasi hormon natriuretik
penghambatan transport natrium intraseluler, mengakibatkan peningkatan
reaktivitas vaskular dan peningkatan tekanan darah; dan
Peningkatan konsentrasi intraselular kalsium, yang menyebabkan
perubahan fungsi otot polos pembuluh darah dan peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer.
Berikut adalah tabel klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut
Joint National Committee of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC 7)
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat 2 ≥160 ≥100
Klasifikasi hipertensi menurut World Health Organization (WHO)
Kategori Tekanan Darah Sistol (mmHg)
Tekanan Darah Diatol (mmHg)
OptimalNormalNormal-Tinggi
< 120< 130
130-139
< 80< 85
85-89Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)Sub-group: perbatasan
140-159140-149
90-9990-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110Hipertensi sistol terisolasi(Isolated systolic hypertension)Sub-group: perbatasan
≥ 140
140-149
< 90
<90Klasifikasi hipertensi menurut Chinese Hypertension Society (CHS)
Tekanan Darah Sistol (mmHg)
Tekanan Darah Diastol (mmHg)
CHS-2005
< 120 < 80 Normal120-129 80-84 Normal-Tinggi130-139 85-89
Tekanan Darah Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
10
160-179 100-109 Tingkat 2≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3≥ 140 ≤ 90 Hipertensi Sistol
TerisolasiPenyebab utama kematian pada pasien hipertensi adalah kecelakaan
cerebrovascular, gagal jantung, dan gagal ginjal. Kemungkinan kematian yang
lebih awal berkorelasi dengan peningkatan tekanan darah yang parah.
11
Renin
Angiotensin I
Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)
Angiotensin II
Stimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal
↑ Sekresi hormone ADH rasa haus
↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan mereabsorpsinya di tubulus ginjal
Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas
Mengentalkan
↑ Konsentrasi NaCl di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler
Diencerkan dengan ↑ volume ekstraselulerVolume darah ↑
↑ Volume darah↑ Tekanan darah
Gambar 1. Patofisiologi hipertensi.
2.3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari hipertensi antara lain:
1. Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak disertai
gejala.
2. Penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu penyakit
(Sukandar, 2008).
Bila timbul gejala, penyakit ini sudah lanjut. Gejala klasik yaitu sakit
kepala, epistaksis, pusing dan tinitus yang diduga berhubungan dengan naiknya
tekanan darah, ternyata sama seringnya dengan yang terdapat pada yang tidak
darah tinggi. Namun gejala sakit kepala sewaktu bangun tidur, mata kabur,
depresi, dan nokturia, ternyata meningkatkan pada hipertensi yang tidak diobati.
Empat sekuele utama akibat hipertensi adalah stroke, infark miokard, gagal ginjal
dan ensefalopati (Tambayong, 1999).
2.4. Diagnosis
Untuk mengetahui keberadaan hipertensi, pengukuran tekanan darah harus
dilakukan dalam keadaan duduk rileks atau berbaring selama 5 menit. Apabila
hasil pengukuran menunjukkan angka 140/90 mmHg atau lebih, hal ini dapat
diartikan sebagai keberadaan hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat dipastikan
hanya berdasarkan satu kali pengukuran saja. Jika pada pengukuran pertama
hasilnya tinggi, maka tekanan darah diukur kembali sebanyak 2 kali pada 2 hari
berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi.
Pada dasarnya dugaan kuat seseorang menderita hipertensi terjadi apabila
terdapat hal-hal berikut :
Riwayat hipertensi dalam keluarga
12
↑ Tekanan darah
Apabila kedua orangtua mengidap hipertensi, kemungkinan besar yang
bersangkutan akan mengidap hipertensi (primer). Selain itu periksalah juga
apakah dalam keluarga ada yang mengalami penyakit jantung, stroke, penyakit
ginjal, kencing manis, atau kolesterol tinggi.
Umur penderita
Hipertensi primer biasanya muncul pada mereka yang berumur antara 25 – 45
tahun, hanya sekitar 20% saja yang mengalami hipertensi pada usia di bawah 25
tahun atau di atas 45 tahun.
Data faktor resiko
Ada tidaknya faktor-faktor hipertensi, seperti : perokok, suka mengonsumsi
alkohol, obesitas, stres, dan kebiasaan mengonsumsi makanan asin.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboraturium dan pemeriksaan penunjang lain tidak selalu dilakukan,
kecuali jika Anda mencurigai keberadaan hipertensi sekunder. Pemeriksaan
tersebut meliputi :
* Pemeriksaan urin
Dilakukan untuk mengetahui keberadaan protein dan sel-sel darah merah
(eritrosit) yang menandai kerusakan ginjal. Kadar gula untuk mendeteksi kencing
manis juga sebaiknya diperiksa.
* Pemeriksaan darah
Dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal, termasuk mengukur kadar ureum dan
kreatinin. Kadar kalium dalam urin akan tinggi jika terdapat penyakit
aldosteronisme primer, karena tumor korteks kelenjar adrenal yang dapat memicu
hipertensi. Kadar kalsium yang tinggi berhubungan dengan hipertiroidisme.
Melalui pemeriksaan ini, kadar gula darah dan kolesterol juga diukur.
Berikut adalah nilai normal beberapa pemeriksaan dalam mg/dl :a. Ureum : 15 –
50b. Kreatinin : 0,6 sampai 1,3c. Asam urat : 3,4 – 7 (pria) dan 2,4 – 5,7 (wanita)
d. Glukosa sewaktu : kurang dari 150e. Glukosa puasa : 70 – 100f. Glukosa 2 jam
setelah puasa : kurang dari 150g. Kolesterol total : 140 – 200h. Kolesterol HDL :
di atas 45i. Kolesterol LDL dan trigliserida : kurang dari 150j. Kalium : 3,3 – 5,1
mEq/Lk. Natrium : 135 – 155 mEq/Ll. Kalsium : 8,8 – 10,2 mEq/L.
13
Pemeriksaan lain
Ada berbagai jenis pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendukung
diagnosis hipertensi. Pemeriksaan foto dada dan rekam jantung (EKG) dilakukan
untuk mengetahui lamanya menderita hipertensi dan komplikasinya terhadap
jantung (sehingga dapat menilai adanya kelainan jantung juga).Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG) dilakukan untuk menilai apakah ada kelainan ginjal,
anuerisma (pelebaran arteri) pada bagian perut, tumor di kelenjar
adrenal.Magnetic Resonance Angiography (MRA) dilakukan untuk melihat
kelancaran aliran darah.
Pemeriksaan komplikasi
Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama,
terutama pembuluh darah, jantung, otak, dan ginjal, karena komplikasi sering
terjadi pada organ-organ tersebut.Komplikasi hipertensi terjadi karena
peningkatan tekanan darah yang merusak organ-organ target. Untuk mengetahui
ada tidaknya komplikasi maka sebaiknya Anda melakukan berbagai pemeriksaan
di bawah ini, yaitu :
1. Pemeriksaan mata
Untuk mengetahui kelainan organ atau pembuluh darah, biasanya dilakukan
pemeriksaan pada pembuluh darah retina (selaput peka cahaya pada permukaan
dalam bagian belakang mata), yang merupakan satu-satunya bagian tubuh yang
secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriolar
(pembuluh darah kecil).Ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan yang terjadi
di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah
lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal.Untuk memeriksa retina, digunakan alat
oftalmoskopi.Dengan menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa
ditentukan beratnya hipertensi.
2. Pemeriksaan jantung
Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa diketahui dengan
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada.Pada stadium awal,
perubahan tersebut bisa ditemukan melalui pemeriksaan ekokardiografi
(pemeriksaan dengan gelombang ultrasonik untuk menggambarkan keadaan
14
jantung).Bunyi jantung yang abnormal (disebut bunyi jantung keempat), bisa
didengar melalui stetoskop dan merupakan perubahan jantung paling awal yang
terjadi akibat tekanan darah tinggi.
3. Pemeriksaan ginjal
Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal bisa diketahui terutama melalui
pemeriksaan air kemih. Adanya sel-sel darah, gula dan albumin (sejenis protein)
dalam air kemih bisa merupakan petunjuk adanya kerusakan ginjal. Dalam
pemeriksaan digunakan stetoskop yang ditempelkan di atas perut untuk
mendengarkan adanya bruit (suara yang terjadi karena darah mengalir melalui
arteri yang menuju ginjal, yang mengalami penyempitan). Atau dilakukan analisis
air kemih dan rontgen atau USG ginjal. Untuk mengetahui penyebab penyakit
feokromositoma, maka di dalam air kemih bisa ditemukan adanya bahan-bahan
hasil penguraian hormon epinefrin dan norepinefrin. Biasanya hormon tersebut
juga menyebabkan gejala sakit kepala, kecemasan, palpitasi (jantung berdebar-
debar), keringat yang berlebihan, tremor (gemetar), dan pucat.
4. Pemeriksaan rutin
Untuk mengetahui penyebab lain bisa dilakukan pemeriksaan rutin tertentu,
misalnya mengukur kadar kalium dalam darah bisa membantu menemukan
adanya keadaan hiperaldosteronisme. Kadar potasium darah yang rendah
mengindikasikan kemungkinan kelenjar adrenal yang terlalu aktif.Dan mengukur
perbedaan tekanan darah pada kedua lengan dan tungkai bisa membantu
menemukan adanya kelainan arteri besar (koartasio aorta).
5. Pemeriksaan otak
Jika hipertensi sudah berat dan kronis dapat timbul komplikasi pada otak serta
menyebabkan stroke dan pikun (dementia).
2.5. Hasil Yang Diharapkan
Menurunkann tekanan darah untuk mencegah terjadinya resiko terhadap
stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
15
Meningkatkan kualitas hidup pasien.
2.6. Pengobatan
2.5.1. Pengobatan Non Farmakologi
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan
darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-
kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi
diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk
mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara
pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih
baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol
sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
2.5.2. Pengobatan Farmakologi
- Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.Akibatnya terjadi penurunan
CO (cardiac output) dan tekanan darah.Beberapa diuretik juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.
- Golongan Thiazide
Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama Na/ Cl di
16
tubulus ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.Umumnya kurang efektif
pada gangguan ginjal, dapat memperburuk fungsi ginjal, dan pemakaian lama
menyebabkan hiperlipidemia (peningkatan kolesterol, LDL, dan trigliserida).Efek
hipotensif baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4
minggu.
Efek samping dari golongan thiazide dapat menyebabkan hipokalemia yang
berbahaya bagi pasien yang mendapat digitalis. Efek samping ini dapat dihindari
bila thiazide diberikan dalam dosis rendah atau dikombinasi dengan obat lain
seperti diuretik hemat kalium, atau penghambat ACE (Angiotensin Converting
Enzyme). Sedangkan suplemen kalium tidak lebih efektif.Thiazide juga dapat
menyebabkan hiponatremia, hipomagnesia, dan hipokalsemia.Selain itu thiazide
dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan pada pasien hiperurisemia
dapat mencetuskan serangan gout akut. Thiazide dapat meningkatkan kadar
kolesterol LDL dan trigliserida. Pada penderita DM (diabetes mellitus), thiazide
dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin.Pada pasien
pria, kadang-kadang dapat timbul gangguan fungsi seksual.
- Diuretik Kuat
Diuretik kuat bekerja di ansa Henle ascendens bagian epitel tebal dengan cara
menghambat ko-transpor Na, K, Cl dan menghambat resorpsi air dan
elektrolit.Onsetnya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan
thiazide.Waktu paruh diuretik kuat umumnya pendek sehingga diperlukan
pemberian 2 atau 3 kali sehari.
Efek samping hampir sama dengan thiazide, kecuali bahwa diuretik kuat
menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah, sedangkan thiazide
menimbulkan hipokalsiuria dan meningkatkan kadar kalsium darah. Contoh
obatnya adalah asam etakrinat, furosemid, dan bumetanid.
- Diuretik Hemat Kalium
*Amilorid
Amilorid bekerja pada ujung tubuli distal dengan menghambat penukaran ion-ion
N dengan ion K dan H. Ekskresi Na (juga Cl dan HCO3-), sedangkan pengeluaran
kalium berkurang. Efek maksimalnya tercapai setelah 6 jam dan bertahan 24 jam.
17
Resorpsinya dari usus 50%, yang dikurangi makanan, PPnya 40%, plasma T½nya
6-9 jam, mungkin juga lebih lama. Ekskresinya lewat kemih terutama secara utuh.
Efek sampingnya umum, fotosensibilisasi sering dilaporkan (di Australia), ada
kalanya juga impotensi. Berlainan dengan diuretika lain, obat ini tidak menekan
sekresi urat, melainkan menstimulasinya. Semua penghemat kalium tidak dapat
saling dikombinasikan atau diberikan bersama suplemen kalium berhubung
bahaya hiperkalemia.
- Penghambat Adrenergik
*β-blocker
Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat
dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain: (1) penurunan frekuensi
denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung;
(2) hambatan sekresi renin sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat
penurunan produksi angiostenin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas
saraf simpatis, perubahan sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron
adrenergik perifer, dan peningkatan biosintatis prostasiklin.
Penurunan TD (tekanan darah) oleh β-blocker yang diberikan per oral
berlangsung lambat, efek ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai satu minggu
setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh penurunan TD lebih lanjut setelah 2
minggu lebih cepat. Obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik dan tidak
menimbulkan retensi air dan garam. β-blocker merupakan merupakan obat yang
baik.
*α-bloker
Hanya α-bloker yang selektif menghambat reseptor α1 yang digunakan sebagai
antihipertensi. α-bloker non selektif kurang efektif sebagai anti hipertensi karena
hambatan reseptor α2 di ujung saraf adrenergik akan meningkatkan pelepasan
norepinefrin dan meningkatkan aktivitas simpatis.
Mekanisme antihipertensi. Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di
arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer.Di samping itu,
venodilatasi menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya
menurunkan curah jantung.Venodilatasi ini dapat menyebabkan hpotensi
18
ortostatik terutama pada pemberian dosis awal (fenomena dosis pertama),
menyebabkan refleks takikardia dan peningkatan aktivitas renin plasma. Pada
pemakaian jangka panjang reflleks kompensasi ini akan hilang, sedangkan efek
antihipertensi tetap bertahan. α-bloker memiliki beberapa keunggulan antara lain
efek positif terhadap lipid darah (menurunkan LDL, dan trigliserida, dan
meningkatkan HDL) dan mengurangi resistensi insulin, sehingga cocok untuk
pasien hipertensi dengan dislipidemia dan/atau DM. α-bloker juga sangat baik
untuk pasien hipertensi dengan hipertrofi prostat, karena hambatan reseptor α1
akan merelaksasi otot polos prostat dan sfingter uretra sehingga mengurangi
resistensi urin. Obat ini juga memperbaiki insufisiensi vaskular perifer, tidak
diekskresi melalumengganggu fungsi jantung, tidak menganggu aliran darah
ginjal dan tidak berinteraksi dengan AINS.
*Klonidin
Terutama bekerja pada reseptor alpha 2, di susunan saraf pusat dengan efek
penurunan sympathetic outflow.Efek hipotensi terjadi karena penurunan resistensi
perifer, pnurunan tonus simpatis menyebabkan penurunan kontraktilitas dan
frekuensi denyut jantung.Pada pengobatan jangka panjang CO kembali normal.
Ada tendensi terjadinya hipotensi ortostatik.Secara klinis umumnya bersifat
asimtomatik.Berkurangnya reflek simpatis juga mempermudah terjadinya
hipotensi ortostatik.
Efek samping yang mungkin timbul mulut kering, sedasi, pusing, mual,
impotensi.Gejala ortostatik terjadi terutama karena depresi bila ada deplesi
cairan.Efek sentral berupa mimpi buruk, cemas, dan depresi.Retensi cairan dan
toleransi semu terjadi bila klonidin dipakai sebagai obat tunggal.
*Guanetidin dan Guanadrel
Guanetidin
Bekerja pada neuron adrenergik perifer dan ditranspor aktif ke dalam vesikel saraf
dan menggeser norepinefrin ke luar vesikel.Dalam dosis besar i.v.guanetidin
menggeser NE ke dalam vesikel dan menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Pemberian p.o. menggeser NE perlahan-lahan dan terjadi degradasi oleh MAO
sebelum mencapai sel-sel saraf sehingga tidak terjadi peningkatan tekanan
19
darah.Menurunkan tekanan darah dengan menurnkan CO dan resistensi
perifer.Retensi cairan terjadi sehingga efek antihipertensinya berkurang pada
pemakaian jangka panjang.Untuk mengatasi, perlu dikombinasi dengan diuretik.
Guanetidin digunakan pada hipertensi berat yang tidak responsif degnan obat lain.
Guanadrel
Mekanisme kerja, farmakodinamik, dan efek samping mirip guanitidin tetapi
jarang menimbulkan diare.
- Penghambat Ganglion
*Trimetafan
Kerjanya cepat dan singkat. Dan digunakan untuk menurunkan tekanan darah
dengan segera seperti pada: (1) hipertensi darurat terutama aneurisme aorta
disekan akut; (2) menghasilkan hipotensi yang terkendali seperti operasi besar.
*Nifedipin
Khasiat utama adalah vasodilatasi, maka terutama digunakan pada hipertensi
esensial (ringan atau sedang) juga pada angina varian berdasarkan efek terhadap
jantung yang relatif ringan: tak berkhasiat inotropik negatif. Pada angina stabil,
hanya digunakan bila beta blocker dikontraindikasi atau kurang efektif.
Resorpsinya dari usus baik (90%) tetapi BA-nya hanya rata-rata 60% karena FPE
tinggi. Mulai kerja kapsul dalam 20 menit dan bertahan 1-2 jam. Efek samping:
edema pergelangan kaki (10%), dosis awal yang terlampau tinggi dapat
memprovokasi angina akibat hipotensi kuat mendadak, sporadis, malah ischemia
dan infark akibat refleks takikardi terutama pada lansia.
2.7. Evaluasi Hasil Pengobatan
1. Clinic based BP monitoring adalah standar untuk mengelola hipertensi. BP respon harus
dievaluasi 2 sampai 4 minggu setelah memulai atau membuat perubahan dalam terapi.
Setelah tujuan BP diperoleh, monitoring BP bisa dilakukan setiap 3 sampai 6 bulan,
dengan asumsi tidak ada tanda-tanda atau gejala penyakit target organ akut. Lebih sering
evaluasi yang diperlukan pada pasien dengan riwayat kontrol yang buruk,
ketidakpatuhan, kerusakan target organ yang progresif, atau gejala efek samping obat.
20
2. Self-measurement of BP dapat berguna untuk membangun efektif kontrol 24 jam. Teknik-
teknik ini saat ini direkomendasikan hanya pada situasi yang sudah diduga terkena white
coat hypertension.
3. Pasien harus dipantau untuk tanda-tanda dan gejala penyakit target organ progresif.
Anamnesis yang cermat harus diambil untuk tekanan nyeri dada), palpitasi, pusing,
dyspnea, ortopnea, sakit kepala, kelemahan satu sisi, bicara cadel, dan kehilangan
keseimbangan untuk menilai adanya komplikasi.
4. Parameter klinis lain yang harus dipantau secara berkala termasuk perubahan funduskopi
pada pemeriksaan mata, hipertrofi ventrikel kiri pada EKG, proteinuria, dan perubahan
fungsi ginjal.
5. Pemantauan efek samping obat biasanya terjadi 2 sampai 4 minggu setelah memulai
agen baru atau peningkatan dosis, dan kemudian setiap 6 sampai 12 bulan pada pasien
yang stabil. Pemantauan tambahan mungkin diperlukan untuk penyakit con-comitant
lainnya. Pasien yang memakai antagonis aldosteron harus memiliki konsentrasi kalium
dan fungsi ginjal yang dinilai dalam waktu 3 hari dan sekali lagi pada 1 minggu setelah
inisiasi untuk mendeteksi potensi hiperkalemia.
2.8. Studi Kasus
Deskripsi KasusBapak BT (65 tahun, 165cm, 70 kg) mengalami nyeri di daerah abdominal. Gejala lain yang dia rasakan adalah anoreksia, nausea, perut kembung, sering bersendawa, sesak napas, dan adanya pembengkakan (oedem) didaerah kaki.
Penyelesaian KasusPemeriksaan fisik:
Tekanan darah= 140/78 mmHg
Nadi = 80 kali/menit
RR = 20 kali/menit
Suhu tubuh = 38oC
Data laboratorium:
HB = 9,5 g/dL
Na = 170 mEq/L
K+ = 7,2 mEq/L
21
Scr = 1,9 mg/dL
AST = 36 IU/L
ALT = 43 U/L
Glukosa = 110 mg/dL
CK = 120 U/L
CK-MB = 9 µg/L
Eritrosit = 3 x 106 /mm3
Leukosit = 13.000 /mm3
Hematokrit = 35%
Metode SOAP
1. Subject
Nyeri abdominal, Anoreksia, Nousea, Perut Kembung, Sering
Bersendawa, Sesak Nafas
2. Object
Adanya Pembengkakan (Udem dikaki)
Data fisik:
TD = 140/78
Nadi = 80 kali/menit
RR = 20 kali/menit
Suhu = 38 oC
Data laboratorium:
HB = 9,5 g/dl (normal : 14-18 gr/dl)
Na = 170 mEq/L (normal : 145 mEq/L)
K = 7,2 mEq/L (normal : 3,5-5 mEq/L)
Scr = 1,9 mg/dL (normal : 0,6-1,3 mg/dL)
AST = 36 IU/L (normal : ≤ 37 U/L)
ALT = 43 U/L (normal : 42 U/L)
Glukosa = 110 mg/dL
CK = 120 U/L
CK-MB = 9 µg/L (normal : 0-7 µg/L)
22
Eritrosit = 3 x 106 /mm3 (normal : )
Leukosit = 13.000 /mm3 (normal : )
Hematokrit = 35% (normal : )
ClCr = (140-70) x 65 / 72 x 1,9 = 35,63 mL/menit
3. Assesment
- Pasien mengalami hipertensi dan anemia yang disebabkan perdarahan
lambung oleh GERD (Gastrointestinal Esofagus Refluks Desease).
- Asma pada pasien merupakan sesak napas sebagai ciri tidak khas GERD
bukan asma karena RR pasien dalam range normal.
- Dari hasil pemeriksaan laboratorium tergambar profil jantung yang mulai
mengalami penurunan (ditandai peningkatan nilai CK dan CK-MB),
peningkatan terjadi karena faktor dari penyakit hipertensi yang diderita
pasien dan fungsi ginjal yang mulai menurun (ditandai peningkatan nilai
SCr).
4. Plan
a) Diberikan terapi farmakologi, yaitu :
- Obat Becoride Inhaler (Betametason) dihentikan penggunaannya karena
merupakan golongan kortikosteroid yang merupakan faktor resiko
hipertensi dan GERD (Gastrointestinal Esofagus Refluks Desease) dan
sebenarnya pasien tidak mengalami asma melainkan hanya gejala dari
GRED jadi obat tidak diperlukan.
- Obat Voltaren (Natrium Diclofenak) juga dihentikan penggunaannya
karena dapat meningkatkan kandungan natrium yang memperparah
hipertensi pada pasien.
- Diberikan obat :
• Furosemide untuk hipertensi dan mengobati udema.
• Sukralfat untuk GERD
• Fero fumarat untuk anemia
- Untuk obat nyeri tidak diberikan karena kurang diperlukan, dimana nyeri
disebabkan adanya luka pada lambung akibat GERD, jadi jika GERD
terobati maka nyeri tidak muncul.
23
b) Diberikan terapi non-farmakologi untuk penyakit hipertensi, GERD,
dan anemia pada pasien sebagai terapi penunjang yang dapat membantu
proses terapi pasien untuk kualitas hidup yang lebih baik.
Pemilihan Obat
Terapi Farmakologi :
*Obat hipertensi
a) Obat yang dipilih
Diuretik dari gologan Diuretik Kuat
Obat : Furosemide
b) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya adalah dari tepi lumen (cepat dan bolak-balik) memblok
pembawa Na+/K+/2cL- , dengan ini menghambat absorpsi ion natrium, ion
kalium, dan ion klorida dalam cabang tebal jerat henle menaik. Untuk dapat
bekerja dari daerah lumen, senyawa ini dari aliran darah harus masuk ke cairan
tubulus. Transport terjadi melalui sekresi aktif tubulus proksiumal.
c) Dosis, Frekuensi, Durasi, dan Cara Pemberian
Diberi per-oral 2 x 40 mg p.c
*Obat GERD
a) Obat yang dipilih
Golongan pelindung mukosa lambung
Obat : Sukralfat
b) Mekanisme kerja
Mekanisme kerja adalah dapat membentuk suatu kompleks protein pada
permukaan tukak, yang melindunginya terhadap HCL, pepsin, dan empedu.
Disamping itu, zat ini juga menetralkan asam, menahan kerja pepsin, dan
mengadsorpsi asam empedu. Senyawa alumunium sukrosa sulfat ini membentuk
polimer mirip lem dalam suasana asam dan terikat jaringan nekrotik lunak secara
selektif.
c) Dosis, Frekuensi, Durasi, dan Cara Pemberian
24
Diberi per-oral 4 x 1g p.c dan sebelum tidur
*Obat anemia
a) Obat yang dipilih
Multivitamin yang mengandung Fe (Zat Besi)
b) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya zat besi membentuk inti dari cincin heme Fe-porfirin yang
bersama-sama dengan rantai globin membentuk hemoglobin.
c) Dosis, Frekuensi, Durasi. dan Cara Pemberian
Diberikan peroral 2 x 200 mg (=65 mg Fe) antara jam makan.
Terapi Non Farmakologi
*Untuk Hipertensi
a) Mengurangi makanan berlemak, berbumbu asam, cokelat, kopi, allkohol.
b) Mengurangi asupan Natrium dengan diet garam.
c) Melakukan aktivitas fisik seperti aerobic.
*Untuk GERD
a) Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inch
b) Diet dengan menghindari makanan tertentu (makanan berlemak,
berbumbu,asam, cokelat, kopi, alkohol).
c) Menurunkan BB bagi yang gemuk.
d) Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.
e) Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering.
f) Hindari hal : seperti merokok, pakaian ketat, mengangkat barang berat.
g) Menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES :
antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta
adrenergic, progesterone.
*Untuk Anemia
25
a)Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. Misalnya dari
sayur-sayuran hijau, ikan laut, dan unggas.
Evaluasi Obat Terpilih
a. Furosemide (Golongan Diuretik Kuat)
Furosix (Furosemid 40 mg tiap tablet) produk Landson.
1) Indikasi
Edema, oliguria karena gagal ginjal, dan hipertensi karena gagal jantung atau
gagal ginjal.
2) Kontraindikasi
Keadaan prakoma akibat sirosis hati, gagal ginjal dengan anoria.
3) Peringatan
Hipotensi, gagal ginjal, gagal hati, kehamilan, pembesaran prostat.
4) Efek Samping
Hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesenia, alkalosis hipokloremik, eksresi
kalsium meningkat, hipotensi, gangguan saluran cerna, hiperurisemia, dan pirai,
hiperglikemia, kadar kolesterol dan trigliserida meningkat sementara, jarang
terjadi ruam kulit, fotosensitifitas dan depresi sumsum tulang (hentikan
pengobatan), pancreatitis (dengan dosis parenteral yang besar), tinnitus dan
ketulian (biasanya karena pemberian dosis parenteral yang besar dan cepat, serta
pada gangguan ginjal).
5) Interaksi Obat
Dengan antidiabetik (klorpropamid), antijamur (amfoterisin), glikosida jantung
(spironalakton), kotikosteroid, diuretik lain (metalazon), lithium, simpatomimetik
(salbutamol, salmeterol, terbutalin, bambuterol, eformoterol, fenoterol, firbutarol,
reproterol, rimiterol, ritodrin dan tulobuterol dosis tinggi).
6) Harga
Kemasan tablet 40 mg x 10 x 10 biji dengan harga Rp. 82.225,-
b. Sukralfat (Golongan Pelindung Mukosa Lambung)
Ulsidex (Sukralfat 500 mg tiap tablet) produk Dexa Medica
26
1) Indikasi
Tukak Lambung dan Tukak Duodenum.
2) Peringatan
Gangguan ginjal (hindarkan bila berat), kehamilan, menyusui.
3) Efek Samping
Konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, gangguan lambung, mulut kering,
ruam, gatal-gatal, nyeri punggung, pusing, sakit kepala, vertigo, dan mengantuk.
4) Interaksi Obat
Dengan antibakteri (siproflaksasin, norflaksasin, oflaksasin, dan tetrasiklin),
antikoogulan (warfarin), antiepilepsi (fenitoin), antijamur (ketokonazol), glikosida
jantung, tiroksin.
5) Harga
Kemasan tablet 500 mg x 100 biji dengan harga Rp. 141.900,-
c. Fero Fumarat (Golongan Zat Besi Oral)
Hemobion (Mengandung Fe Fumarat 360 mg, Asam Folat 1,5 mg, Vitamin B12
15µg, Vitamin C 75 mg, Kalsium karbonat 200 mg, Kolekalsiferol 400 iu tiap
tablet) produk Merck.
1) Indikasi
Pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi besi.
2) Kontraindikasi
Hemokromatosis, anemia hemolitik, hipersensitivitas.
3) Peringatan
Individu dengan keseimbangan besi normal tidak boleh mengkonsumsi besi
secara kronis.
4) Efek Samping
Noda pada gigi, nyeri abdominal, konstipasi, diare, mual, warna feses gelap.
5) Interaksi Obat
Dengan antasida (magnesium trisilikat), antibakteri (tetrasiklin), bisfosfonat,
dopaminergik (levodopa), penisilamin, trientin, seng.
6) Harga
27
Kemasan kapsul 10 x 10 biji dengan harga Rp. 140.400,-
Monitoring dan Evaluasi
a. Subjektif
1) Apakah keluhan GERD (sesak nafas, nyeri abdominal, anoreksia, nausea, perut
kembung, sering bersendawa) berkurang atau tidak ?
2) Apakah oedem di kaki pasien hilang atau tidak ?
3) Apakah anemia pasien sembuh atau tidak ?
4) Apakah hipertensi pada pasien terkontrol atau tidak ?
5) Jika nyeri bertambah sebaiknya diperhatikan perlunya penambahan obat anti
nyeri yang sesuai.
6) Penyesuaian dosis diperlukan jika terapi kurang efektif sesuai ketentuan yang
cocok.
b. Objektif
1) Pemeriksaan tekanan darah.
2) Pemeriksaan Hb, eritrosit, dan hematokrit untuk mengetahui tingkat
kesembuhan anemia.
3) Pemeriksaan serum kreatinin untuk mengetahui keadaan fungsi ginjal.
4) Pemeriksaan CK dan CK-MB untuk mengetahui keadaan fungsi jantung.
5) Pemeriksaan elektrolit Na dan K.
c. Diperhatikan efek samping obat, yaitu :
1) Furosix (furosemide 40 mg).
2) Ulsidex (sukralfat 500 mg).
3) Hemobion (Fe Fumarat 360 mg, Asam Folat 1,5 mg, Vitamin B12 15 µg,
Vitamin C 75 mg, Kalsium karbonat 200 mg, Kolekalsiferol 400 iu).
KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)
1. Diberi penjelasan ada tidaknya gejala efek samping yang timbul.
2. Minum obat secara teratur, berikut instruksi untuk masing-masing obat.
28
3. Diminum per-oral.
4. Cukup minum.
5. Kurangi makanan berlemak, berbumbu asam, cokelat, kopi, alkohol dan diet
garam.
6. Olahraga teratur.
7. Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inch.
8. Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.
9. Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering.
10. Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. Misalnya dari
sayur-sayuran hijau.
11. Jika tinja mengalami perubahan warna merupakan efek samping dari
penggunaan suplemen Hemobion yang mengandung fero fumarat.
12. Pasien akan sering buang air kecil karena penggunaan diuretik.
29
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan
konsisten diatas 140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan
peningkatan tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus diukur dalam
posisi duduk dan berbaring. Pengobatan hipertensi terbagi menjadi dua,
pengobatan non-farmakologi yang merubah pola hidup pasien dan pengobatan
farmakologi yang menggunakan berbagai obat, mulai dari golongan diuretik,
diuretik hemat kalium, golongan thiazide, golongan penghambat adrenergik,
penghambat ganglion dll. Secara umum pengobatan hipertensi harus melibatkan
banyak factor, mulai dari lingkungan, pola hidup, dan obat yang dikonsumsi itu
sendiri.
3.2. Saran
Masih diperlukan penilitian lebih lanjut mengenai pengobatan hipertensi
baik pengobatan non-farmkologi maupun farmakologi, karena pola hidup modern
saat ini sangat rentan memacu timbulnya hipertensi.
30
Daftar Pustaka
Ahmad. 2012. Dagnosis Hipertensi. Tersedia di
http://www.purtierplacenta.com/diagnosis-hipertensi/ (Diakses pada tanggal 7
Maret 2014)
Baradero, Mary et.al. 2005. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Battegay, E. J., G. Y. H. Lip and G. L. Bakris (editors). 2005. Hypertension:
Principles and Practice. New York: Taylor & Francis Group.16-19
Brashers, Valentina L. 2003. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan
Manajemen, Ed.2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Julianti, Elisa Diana et.al. 2005. Bebas Hipertensi dengan Terapi Jus. Jakarta:
Puspa Swara.
Katzung, B. G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Diterjemahkan oleh :
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta :
Salemba Medika.
Kuswardhani, T. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. J. Penyakit
Dalam 7: 2. Tersedia di http:// ejournal.unud.ac.id (Diakses pada tanggal 5
Maret 2014).
Sukandar, Prof. Dr. E Y et.al. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan.
Surasono, et. al. 2007. Pembunuh Bernama Hipertensi. Jakarta : Ethical Digest.
Tambayong, Jan. 1999. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Yani. 2009. Tersedia di http://dic-hypertensi.blogspot.com/2009/12/terapi-non-
farmakologi.html (Diakses pada tanggal 5 Maret 2014)
31