faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya

19
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar S1 Gizi Oleh : AINUL HIROH J 310 101 003 PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

Upload: dokhanh

Post on 08-Dec-2016

240 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN

DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar S1 Gizi

Oleh :

AINUL HIROH

J 310 101 003

PROGRAM STUDI S1 GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2012

Page 2: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA
Page 3: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

1  

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA HIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUD KABUPATEN

KARANGANYAR

AINUL HIROH. J 310 101 003

Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK

Background : Hipertension is one of the degenerative disease its high and increasing prevalence. the factors that related to the incident of hypertension are age, nutritional status, smoking habits, sport exercise, dietary pattern, drinking alcohol, stress, etc. Basic Health Reseach (Riskesdas) in 2007 showed that hypertension prevalence was about 31,7%. Medical record data of Karanganyar hospital in 2010 showed that hypertension was ranked 4th of diseaseͭͪ . Objective : The purpose of this research was to know the factors that correlated to hypertension at patient in Karanganyar hospital. Method : This was an observasional research with cross sectional study. Total sample was 60 respondens, taken by consecutive sampling. Data of characteristic sample, age, smoking habits, sport exercise were collected using questionare and interview, data of nutritional status were collected using antropometric measurement, data of dietary pattern were collected using food frequency questioner semikuantitatif (FFQS). Data were analyzed using Chi Square. Result : The result of the research showed that the factors that related to hypertension was age (p=0,023, OR=4,265), sport exercise (p=0,026, OR=3,33), dietary pattern of sodium (p=0,004, OR=6,875), dietary pattern of potassium foods (p=0,014, OR=0,258), sodium intake (p=0,003, OR=6,109), potassium intake (p=0,027, OR=3,6) Conclusion : Factors that related to hypertension were age, sport exercise, dietary pattern of sodium, dietary pattern of potassium foods, sodium intake and potassium intake. Keyword : Age, nutritional status, smoking habits, sport exercise, dietary pattern, hipertension

PENDAHULUAN

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada

beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang belum terselesaikan, dilain pihak terjadi peningkatan

kasus penyakit tidak menular seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung,

stroke, dan lain-lain akibat gaya hidup dan modernisasi (Depkes, 2006). Hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007 menunjukkan

prevalensi hipertensi pada penduduk umur >18 tahun adalah sebesar 31,7%

Page 4: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

2  

(Depkes RI, 2008). Berdasarkan data Rekam Medis RSUD Kabupaten

Karanganyar tahun 2010 diketahui bahwa di poliklinik rawat jalan pada tahun

2010 hipertensi menempati urutan keempat penyakit dengan jumlah 2813 kasus

(11%) .

Berbagai faktor dapat mempengaruhi hipertensi antara lain umur, jenis

kelamin, obesitas, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, pola makan, alkohol,

stress, dan lain-lain (Depkes RI, 2006). Pertambahan umur menyebabkan

elastisitas arteri berkurang, arteri tidak lagi lentur sehingga volume darah yang

mengalir sedikit dan kurang lancar. Akibatnya, jantung memompa darah lebih

kuat dan tekanan darah meningkat (Dewi, 2010). Hipertensi juga dipengaruhi

oleh faktor status gizi. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang

dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan sehingga volume

darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat dan memberi tekanan

lebih besar pada dinding arteri (Teodosha, 2000).

Faktor resiko hipertensi juga terjadi pada perokok. Rokok mempunyai

pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah disebabkan oleh zat-zat yang

terkandung dalam asap rokok. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan

tekanan darah sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20 kali

permenit (Sitepoe, 1997). Olahraga juga berhubungan dengan hipertensi.

Olahraga teratur dapat mengurangi stress, menurunkan berat badan, membakar

lemak dan memperkuat otot-otot jantung sehingga menurunkan resiko hipertensi

(Sustrani, 2005).

Faktor resiko hipertensi yang lain adalah pola makan. Pola makan kurang

serat yang terdapat pada sayur dan buah akan memicu terjadinya aterosklerosis

dan meningkatkan resiko hipertensi (Khomsan, 2008). Berdasarkan latar

belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di

RSUD Kabupaten Karanganyar. Tujuan penelitian adalah mengetahui apakah

ada hubungan antara faktor umur, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan

olahraga dan pola konsumsi makan dengan kejadian hipertensi pada pasien

rawat jalan di RSUD Kabupaten Karanganyar.

Page 5: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

3  

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan

rancangan crossectional. Penelitian dilaksanakan di RSUD Kabupaten

Karanganyar dengan pertimbangan bahwa hipertensi menempati urutan ke-4 dari

10 besar penyakit dan prevalensinya selalu meningkat setiap tahun. Penelitian

dilaksanakan pada tanggal 6 Pebruari – 10 Maret 2012. Sampel adalah semua

pasien yang berobat di poliklinik rawat jalan RSUD Kabupaten Karanganyar

dengan kriteria inklusi : Bersedia menjadi responden , umur 25-65 tahun, Tidak

menderita stroke, jantung, gagal ginjal, diabetes mellitus, infeksi berat serta

dapat berkomunikasi dengan baik. Sedangkan kriteria eksklusi meliputi wanita

hamil. Jumlah sampel sebanyak 60 responden yang diperoleh dengan cara

consecutive sampling.

Data yang dikumpulkan meliputi : Umur, status gizi, kebiasaan merokok,

kebiasaan olahraga dan pola konsumsi makanan sumber natrium dan kalium

serta tekanan darah. Data identitas responden, kebiasaan merokok, kebiasaan

olahraga dan pola konsumsi makan diperoleh dengan menanyakan langsung

pada responden menggunakan kuesioner. Data pola konsumsi makan diperoleh

dengan menanyakan langsung kepada responden terhadap frekuensi dan jumlah

konsumsi makanan sumber natrium dan kalium menggunakan formulir Food

Frequency Questionnaire Semikuantitatif (FFQ semikuantitatif) kemudian

dianalisis asupan natrium dan kaliumnya dengan menggunakan program

nutrisurvey. Data status gizi diperoleh dengan penimbangan berat badan dan

pengukuran tinggi badan kemudian dikategorikan dengan IMT.

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi masing-masing

variabel meliputi hipertensi, umur, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan

olahraga dan pola konsumsi makan. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada

atau tidaknya hubungan antara variabel bebas (umur, status gizi, kebiasaan

merokok, kebiasaan olahraga, pola konsumsi makan) dengan variabel terikat

(hipertensi) menggunakan uji statistik Chi-Square dan untuk menentukan besar

faktor resiko dilakukan dengan perhitungan Odds Ratio (OR) dengan derajat

kemaknaan 95%C

Page 6: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

4  

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik responden.

Gambaran karakteristik responden menunjukkan bahwa sebagian besar berjenis

kelamin laki-laki (56,7%), sebagian besar berpendidikan SMA/Diploma/PT (70%)

dan sebagian besar responden bekerja (78,3%). Tabel 1.

Karakteristik Responden Karakteristik Responden

Jumlah n %

Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan

34 56,7 26 43,3

Total 60 100

Pendidikan a. Tidak sekolah /SD/SMP b. SMA/Diploma/PT

18 30

42 70 Total 60 100 Pekerjaan a. Bekerja b. Tidak Bekerja

47 78,3 13 21,7

Total 60 100

2. Distribusi Responden Berdasarkan Status Hipertensi

Berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan darah diperoleh 33 (55%)

responden yang hipertensi. Rata-rata tekanan darah sistolik responden adalah

142,33 mmHg dengan tekanan darah sistolik terendah 94 mmHg dan tertinggi

192 mmHg

Tabel 2.

Distribusi responden Berdasarkan Status Hipertensi

Hipertensi Jumlah n %

Hipertensi 33 55 Tidak Hipertensi 27 45

Total 60 100

3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Distribusi responden berdasarkan umur menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berumur 45-59 tahun tahun sebanyak 37 responden (61,7%). Rata-

Page 7: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

5  

rata umur responden yaitu 50,55 dengan umur terendah 32 tahun dan tertinggi

63 tahun.

Tabel 3

Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur (th)

Jumlah n %

25-35 2 3,3 36-44 45-59 60-65

12 20 37 61,7

9 15 Total 60 100

4. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi

Distribusi responden berdasarkan status gizi menunjukkan bahwa sebagian

besar responden dalam kategori tidak obesitas dengan proporsi sebesar 41

responden (68,3%). Rata-rata IMT responden adalah 22,37 dengan IMT

terendah 17,39 dan tertinggi 29,01.

Tabel 4

Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi

Status Gizi Jumlah

n % Obesitas 19 31,7

Tidak obesitas 41 68,3 Total 60 100

5. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Distribusi responden berdasarkan kebiasaan merokok menunjukkan bahwa

sebagian besar responden tidak mempunyai kebiasaan merokok dengan

proporsi sebesar 41 responden (68,3%).

Tabel 5

Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok

Kebiasaan Merokok Jumlah n %

Perokok 19 31,7 Bukan Perokok 41 68,3

Total 60 100

Page 8: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

6  

6. Distribusi responden Berdasarkan Kebiasaan Olahraga Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mempunyai kebiasaan olahraga secara teratur dengan proporsi sebesar 36 responden (60%).

Tabel 6

Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan Olahraga Jumlah n %

Tidak teratur 36 60 Teratur 24 40 Total 60 100

7. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Konsumsi Makan

1. Pola konsumsi makan

Hasil analisis pola konsumsi makanan sumber natrium menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam kategori sering mengkonsumsi makanan sumber natrium dengan proporsi sebesar 46 (76,7%). Bahan makanan sumber natrium yang biasa dikonsumsi oleh responden antara lain garam, MSG, kecap, ikan asin dan mi instant. Sedangkan makanan yang diawetkan dan makanan kaleng seperti sarden, sosis, nugget, telur asin, saos, cake/biscuit jarang dikonsumsi. Hasil analisis pola konsumsi makanan sumber kalium menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam kategori sering mengkonsumsi makanan sumber kalium dengan proporsi sebesar 34 responden (56,7%). Bahan makanan sumber kalium yang biasa dikonsumsi reponden adalah terutama yang berasal dari sayur-sayuran seperti wortel, boncis, kacang panjang, kangkung, labu siam, terong. Sedangkan bahan makanan dari buah-buahan yang biasa dikonsumsi reponden antara lain pisang, jeruk, apel dalam frekuensi yang lebih jarang.

Tabel 7

Distribusi Responden Berdasarkan Pola Konsumsi Makan

Konsumsi Bahan Makanan Jumlah n %

Sumber Natrium Sering (> 3x/minggu) Jarang (≤ 3x/minggu)

Total

46 76,7 14 23,3 60 100

Sumber Kalium Sering (> 3x/minggu) Jarang (≤ 3x/minggu)

34 56,7 26 38,3

Total 60 100

Page 9: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

7  

2. Asupan natrium dan kalium

Hasil analisis asupan natrium menunjukkan bahwa sebagian besar

responden asupan natriumnya dalam kategori cukup dengan proporsi sebesar 39

(65%) responden. Asupan natrium terendah 1642 mg dan asupan tertinggi

3879 mg. Sedangkan hasil analisis asupan kalium menunjukkan bahwa sebagian

besar responden asupan kaliumnya dalam kategori kurang dengan proporsi

sebesar 42 (70%) responden). Asupan kalium terendah 1296 mg dan asupan

tertinggi 2864 mg.

Tabel 8

Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Natrium dan Kalium

Asupan Jumlah n %

Natrium Lebih (> 2400 mg) Cukup (≤ 2400 mg) Total

21 35 39 65 60 100

Kalium Cukup (≥ 2000 mg) Kurang(< 2000 mg)

18 30 42 70

Total 60 100

8. Hubungan Umur dengan Hipertensi

Variabel umur dikategorikan menjadi 4 kategori. Namun, untuk

kepentingan analisis data, variabel umur dikelompokkan menjadi 2

kategori yaitu kategori umur ≥45 tahun dan kategori umur < 45 tahun.

Tabel 9

Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Hipertensi

Umur

Hipertensi

n %

Tidak Hipertensi n %

Total

n %

OR Pvalue

≥ 45 < 45

29 63 4 28,6

17 3710 71,4

46 100 14 100

4,265 (1,157-15,726)

0,023

Total 33 27 60

Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p=0,023 (p<0,05), nilai OR = 4,265 dan 95% CI=1,157-15,726 sehingga ada hubungan yang bermakna antara umur dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan nilai OR, maka responden dengan umur ≥45 tahun berisiko 4,265 kali untuk menderita hipertensi daripada yang berumur <45 tahun.

Page 10: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

8  

Hasil penelitian yang sama dikemukakan oleh Oktora (2007) di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau yang menyatakan bahwa lebih dari separuh penderita hipertensi berusia diatas 45 tahun (55,5%) dan responden dengan umur ≥45 tahun berisiko 3,875 kali untuk terkena hipertensi. Resiko hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur, hal ini disebabkan oleh adanya perubahan struktur pada pembuluh darah besar sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku. Sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik (Muhammadun, 2010). Penyakit kardiovaskuler pada kelompok usia antara 45-60 tahun di Indonesia mencapai 20,9%, sedangkan pada umur di atas 60 tahun angka ini menjadi 29,5% (Depkes RI, 2006).

9. Hubungan Status Gizi dengan Hipertensi

Hubungan antara status gizi dengan hipertensi dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi

dan Hipertensi

Status Gizi

Hipertensi

n %

Tidak Hipertensi n %

Total

n %

OR (95% CI)

pValue

Obesitas Tidak

12 52,8 21 58,3

7 47,2 20 41,7

19 10041 100

1,633 (0,535-4,980)

0,387

Total 33 27 60 100

Hasil analisis statistik Chi Square menunjukkan nilai p=0,387 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Karanganyar. Hasil penelitian yang sama dikemukakan oleh Suryandari (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara RLPP dan IMT dengan tekanan darah sistolik. Begitupula hasil penelitian Mulyono (2006) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kegemukan dengan terjadinya hipertensi. Hasil penelitian ini berbeda dengan literatur yang menyatakan bahwa ada hubungan antara berat badan dan hipertensi. Semakin bertambah berat badan, semakin tinggi pula tekanan darah seseorang. Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang dengan status gizi obesitas, 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang status gizinya normal (Depkes RI, 2006). Bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal maka resiko hipertensi juga meningkat (Muhammadun, 2010). Tidak adanya hubungan antara status gizi dengan hipertensi pada penelitian ini, kemungkinan dipengaruhi oleh pengukuran status gizi yang hanya menggunakan

Page 11: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

9  

satu indikator, yaitu IMT. Menurut Sustrani (2005) bahwa resiko kelebihan berat badan juga dapat dilihat dari bentuk tubuh. Apabila tubuh cenderung membesar dibagian pinggang dibandingkan dibagian pinggul, resiko penyakit akibat kelebihan berat badan meningkat. Sebaliknya, apabila lebih besar di bagian pinggul, resikonya lebih kecil Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan terjadinya hipertensi, namun prevalensi obesitas pada responden yang hipertensi cukup besar, dari 33 responden yang hipertensi, terdapat 12 responden (36,4%) dalam kategori obesitas, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20–33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes RI, 2006)10. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi

Hubungan kebiasaan merokok dengan hipertensi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok

dan Hipertensi

Kebiasaan Merokok

Hipertensi

n %

Tidak Hipertensi n %

Total

n %

OR (95% CI)

pValue

Perokok Bukan

13 72,2 20 48,8

6 27,8 21 51,2

19 10041 100

2,275 (0,724-7,148)

0,155

Total 33 27 60 100

Hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai p=0,155 (p>0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan

terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Karanganyar.

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah meskipun dalam beberapa

penelitian didapatkan kelompok perokok mempunyai tekanan darah lebih rendah

daripada kelompok bukan perokok (Mansjoer, 2001). Zat-zat kimia yang

terkandung dalam rokok seperti nikotin dan karbon monoksida yang masuk ke

dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan

mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi (Nurchalida, 2003).

Pada penelitian ini diperoleh hasil tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok

dengan terjadinya hipertensi. Hal ini kemungkinan karena jumlah responden

pada penelitian ini sebagian berjenis kelamin perempuan yang semuanya tidak

mempunyai kebiasaan merokok. Selain itu juga kemungkinan karena pada

penelitian ini, kebiasaan merokok tidak dibedakan berdasarkan lama merokok,

jumlah rokok perhari ataupun jenis rokok yang dihisap. Penelitian Suheni (2007)

menyatakan bahwa kebiasaan merokok lebih dari 10 batang perhari berisiko

Page 12: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

10  

terjadinya hipertensi dibandingkan yang menghisap rokok kurang dari 10 batang

perhari, begitu pula kebiasaan merokok jenis rokok non filter berisiko terjadinya

hipertensi daraipada yang terbiasa merokok jenis filter.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Lidya di Kepulauan Bangka

Belitung (2007) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara perilaku merokok dengan terjadinya hipertensi, demikian juga penelitian

Miswar (2004) yang menyimpulkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan

merokok tidak akan meningkatkan terjadinya hipertensi essensial.

11. Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Hipertensi

Hubungan antara kebiasaan olahraga dengan hipertensi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 13 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Olahraga

dan Hipertensi

Kebiasaan Olahraga

Hipertensi

n %

Tidak Hipertensi n %

Total

n %

OR (95% CI)

pvalue

Tidak teraturTeratur

24 66,7 9 37,5

12 33,3 15 62,5

36 10024 100

3,33 (1,134-9,801)

0,026

Total 33 27 60 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 36 responden yang tidak teratur

olahraga terdapat 24 (66,7%) responden yang hipertensi. Hasil uji statistik Chi

Square yaitu p=0,026 (p<0,05), nilai OR=3,33 dan 95%CI=1,134-9,801. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan olahraga

dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten

Karanganyar dan responden yang tidak teratur olahraga berisiko 3,33 kali

terkena hipertensi dibandingkan responden yang mempunyai kebiasaan olahraga

teratur.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ngatminah (2007) yang

menyatakan bahwa resiko hipertensi sebesar 3,455 kali pada responden yang

kurang berolahraga. Penelitian Suryandari (2008) juga menyatakan bahwa ada

hubungan antara kebiasaan olahraga teratur dengan tekanan darah sistolik.

Penelitian kohort yang dilakukan oleh Ishikawa-Takata et al (1993) menunjukkan

aktifitas fisik selama 30 sampai 60 menit perminggu terjadi penurunan tekanan

darah sistolik dan diastolic pada penderita tekanan darah tinggi stadium I.

Page 13: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

11  

Penurunan tekanan darah sistolik lebih nyata pada kelompok dengan durasi

aktifitas fisik 61 sampai 90 menit perminggu. Sedangkan peningkatan aktifitas

fisik melebihi 90 menit tidak menunjukkan penurunan tekanan darah sistolik yang

lebih besar.

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah. Pada

orang tertentu, olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah

tanpa perlu sampai berat badan turun (Karyadi, 2006). Orang yang melakukan

olahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah yang lebih

rendah daripada yang tidak melakukan olahraga. Olahraga secara teratur

dengan jumlah yang sedang juga lebih sehat daripada melakukan olahraga yang

berat tapi hanya sesekali (Beevers, 2002).

12. Hubungan Pola Konsumsi Makanan dengan Hipertensi

a. Hubungan pola konsumsi makanan sumber natrium dengan hipertensi

Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Pola konsumsi Makanan

Sumber Natrium dan Hipertensi

Pola Konsumsi

Hipertensi

n %

Tidak Hipertensi n %

Total

n %

OR (95% CI)

pvalue

Sering Jarang

30 65,2 3 21,4

16 38,811 78,6

46 10014 100

6,875 (1,673-28,257)

0,004

Total 33 27 60 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 46 responden yang sering mengkonsumsi

makanan sumber natrium terdapat 30 (65,2%) responden yang hipertensi dan

dari 14 responden yang jarang mengkonsumsi makanan sumber natrium

terdapat 3 (47,8%) responden yang hipertensi. Hasil analisis uji statistik Chi

Square diperoleh nilai p=0,004, OR=4,6,875 dan 95% CI =1,673-28,257. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola konsumsi

makanan sumber natrium dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di

RSUD Kabupaten Karanganyar. Makanan sumber natrium yang paling sering

dikonsumsi oleh responden dalam penelitian ini antara lain garam dapur,

MSG/vetsin, kecap dan ikan asin. Sedangkan sumber natrium dari makanan

Page 14: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

12  

kaleng atau makanan yang diawetkan seperti sosis, sarden, nugget, dan lain-lain

jarang dikonsumsi.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Emitasari (2008) di Puskesmas

Mergangsan Yogyakarta yang mendapatkan kesimpulan bahwa pola konsumsi

makanan asin seperti garam, MSG, kecap, saos berisiko 5,76 terkena hipertensi.

b. Hubungan pola konsumsi makanan sumber kalium dengan hipertensi

Hubungan pola konsumsi makanan sumber kalium dengan

hipertensi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Konsumsi

Makanan Sumber Kalium dan Hipertensi

Pola Konsumsi

Hipertensi

n %

Tidak Hipertensi n %

Total

n %

OR (95% CI)

pvalue

Sering Jarang

14 41,2 19 73,1

20 58,8 7 26,9

34 10026 100

0,258 0,086-0,777

0,014

Total 33 27 60 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 34 responden yang sering mengkonsumsi

makanan sumber kalium terdapat 14 (41,2%) responden yang hipertensi,

sedangkan dari 26 responden yang jarang mengkonsumsi makanan sumber

kalium terdapat 19 (73,1%) responden yang hipertensi. Hasil uji statistik Chi

Square diperoleh nilai p=0,014, OR=0,258, 95% CI=0,086-0,777. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola konsumsi

makanan sumber kalium dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di

RSUD Kabupaten Karanganyar.

Responden dalam penelitian ini sebagian besar dalam kategori sering

mengkonsumsi makanan sumber kalium terutama dari golongan sayuran seperti

wortel, bayam, labu siam, kacang panjang, dll. Sedangkan dari golongan buah-

buahan dikonsumsi oleh sebagian kecil responden seperti pisang, jeruk, apel.

Buah dan sayur bermanfaat untuk menghindari gangguan hipertensi dan

kardiovaskuler. Kandungan serat yang tinggi pada sayur dan buah, bila

dikonsumsi sehari-hari akan akan membantu membatasi penyerapan lemak dari

makanan, melancarkan metabolisme pencernaan sehingga terhindar dari

Page 15: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

13  

penumpukan lemak berlebih yang membahayakan pembuluh darah. Selain itu,

kandungan kalium yang tinggi dalam buah dan sayur bermanfaat meningkatkan

keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman

zat gizi ke sel tubuh serta menurunkan tekanan darah (Ganyong, 2010).

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Lidya tahun 2009 di Kepulauan

Bangka Belitung yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

pola konsumsi sayuran dan buah-buahan segar dengan terjadinya hipertensi.

Hasil penelitian Emitasari (2009) juga menyatakan bahwa jarang mengkonsumsi

sayur-sayuran berisiko 1,17 terkena hipertensi dan responden yang jarang

mengkonsumsi buah-buahan berisiko 1,89 kali terkena hipertensi.

c. Hubungan asupan natrium dengan Hipertensi Hubungan antara asupan natrium dan hipertensi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 16 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Natrium

dan Hipertensi

Asupan natrium

Hipertensi

n %

Tidak Hipertensi n %

Total

n %

OR (95% CI)

Pvalue

Lebih Cukup

17 81 16 41

4 19 23 59

21 100 39 100

6,109 (1,729-21,558)

0,003

Total 33 27 60 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 21 responden yang asupan natriumnya dalam kategori lebih, terdapat 17 (80,9%) responden yang hipertensi, sedangkan dari 39 responden asupan natriumnya cukup terdapat 16 responden (46,3%) yang hipertensi. Hasil analisis statistik Uji Chi Square diperoleh nilai p=0,003, OR=6,109 dan 95%CI=1,729-21,558 yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan natrium dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Karanganyar. Responden dengan asupan natrium yang tinggi akan berisiko 6,109 kali terkena hipertensi daripada responden yang asupan natriumnya cukup. Hasil penelitian yang sama dikemukakan oleh penelitian Salam (2009) yang menyatakan bahwa konsumsi natrium yang tinggi berisiko 9 kali terkena hipertensi. Begitu pula penelitian Lestari (2010) yang mendapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi, dimana konsumsi natrium yang tinggi berisiko 4,4 kali terkena hipertensi.

Page 16: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

14  

Berbagai penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara asupan natrium dengan hipertensi. Asupan natrium yang tinggi menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah. Diet tinggi natrium juga dapat mengecilkan diameter dari arteri, akibatnya jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang makin sempit sehingga terjadilah hipertensi. Ketika asupan natrium berkurang maka begitu pula volume darah dan tekanan darah pada beberapa individu menurun (Hull, 1996)

. d. Hubungan asupan kalium dengan hipertensi

Hubungan antara asupan kalium dan hipertensi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 17 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Kalium

dan Hipertensi

Asupan Kalium

Hipertensi

n %

Tidak Hipertensi n %

Total

n %

OR (95% CI)

pvalue

Kurang Cukup

27 64,3 6 33,3

15 35,7 12 66,7

42 100 18 100

3,6 (1,122-11,549)

0,027

Total 33 27 60 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 42 responden yang asupan kaliumnya kurang, terdapat 27 (64,3%) responden yang hipertensi sedangkan dari 18 responden asupan kaliumnya cukup terdapat 6 responden (33,3%) yang hipertensi. Hasil analisis Chi-Square diperoleh nilai p=0,027 (p<0,05), OR=3,6 dan 95%CI=1,122-11,549. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakan antara asupan kalium dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Karanganyar. Responden dengan asupan kalium yang kurang berisiko 3,6 kali terkena hipertensi daripada yang asupan kaliumnya cukup. Hasil penelitian yang sama dikemukakan oleh Emitasari (2009) yang menyatakan bahwa pola konsumsi sayuran dan buah-buahan berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik (Hull, 2003). Frekuensi konsumsi makanan sumber kalium terutama yang berasal dari sayuran dalam penelitian ini termasuk dalam kategori sering (>3x/minggu) dikonsumsi oleh responden, namun jumlah yang dikonsumsi sehari-hari masih kurang dari kebutuhan sehingga belum memenuhi kebutuhan kalium harian. Diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hipertension) menganjurkan konsumsi kalium yang cukup untuk mecegah dan mengatasi hipertensi yang diperoleh dari buah-buahan dan sayuran sebanyak 4-5 porsi perhari. Selain sebagai sumber kalium, buah-buahan dan sayuran merupakan sumber serat yang bermanfaat membantu menurunkan kolesterol darah (Muhammadun, 2010). Laporan Riskesdas Jateng 2007 menyatakan bahwa pola konsumsi buah dan sayur penduduk jawa tengah sangat rendah. Prevalensi

Page 17: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

15  

penduduk usia 10 tahun keatas yang kurang mengkonsumsi buah dan sayur (<5 porsi perhari) sebesar 90,8%, sehingga hanya 9,2% penduduk yang mengkonsumsi sayur dan buah-buahan sesuai dengan kebutuhan. KESIMPULAN

1. Ada hubungan antara umur (OR=4,265), kebiasaan olahraga (OR=3,33), pola konsumsi makanan sumber natrium (OR=6,875), pola konsumsi makanan sumber kalium (OR=0,258), asupan natrium (6,109) dan asupan kalium (OR=3,6) dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Karanganyar.

2. Tidak ada hubungan antara status gizi dan kebiasaan merokok dengan terjadinya hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Karanganyar

SARAN

1. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara umur, kebiasaan olahraga dan pola makan. Oleh karena itu, kepada pihak rumah sakit agar melaksanakan program PKMRS (pendidikan kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) sebagai sarana untuk memberikan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan atau penyediaan leaflet pada pengunjung/pasien terutama tentang penyakit hipertensi dan cara pencegahannya melalui anjuran olahraga teratur dan menjaga pola makan.

2. Diharapkan kepada dokter di poliklinik rawat jalan agar memberikan rujukan gizi pada pasien hipertensi untuk mendapatkan konsultasi gizi yang pada akhirnya akan membantu proses penyembuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA Astawan, M. 2009. Cegah Hipertensi Dengan Pola Makan. Diakses : 6 April

2009. http://www.depkes.co.id/artikel.html Beevers, D.G. 2002. Seri Kesehatan : Bimbingan Dokter Pada Tekanan Darah.

Dian Rakyat. Jakarta Depkes RI. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit

Hipertensi. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta Dewi, S. dan Familia, 2010. D. Hidup Bahagia Bersama Hipertensi. A Plus

Books. Jakarta Emitasari, P.D., Djarwoto, B., Siswati, T., 2008. Pola Makan, Rasio Lingkar

Pinggang pinggul (RLPP) dan Tekanan Darah di Puskesmas Mergangsan, Yogyakarta. Jurnal Gizi klinik Indonesia. Vol.6 no.2. November 2009 Erlangga. Jakarta

Page 18: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

16  

Fardy, P.S., dan Yanowitz, F.G. 1995. Cardiac Rehabilitation “Adult Fitness and Exercise Testing” (3rd eds). EGC. Jakarta

Hull, A. 1996. Penyakit Jantung Hipertensi dan Nutrisi. Bumiaksara. Jakarta Ishikawa, Takata, Ohta, T., Tanaka, H. 2003. How Much Exercise is Required to

Reduce Blood Pressure in Essential Hypertensive. A Dose-Response Study. Am J Hypertens ;16:629-33.

Karyadi, B. 2006. Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung

Koroner. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Khomsan, A. dan Anwar, F. 2008. Sehat itu Mudah “ Wujudkan Hidup Sehat

dengan Makanan Tepat”. Hikmah. Jakarta Kurniawan, A. 2002. Gizi seimbang Untuk Mencegah Hipertensi. Seminar

Hipertensi Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Yarsi. Jakarta Lestari, D dan Lelyana, R. 2010. Hubungan Asupan Kalium, Kalsium, Magnesium

dan Natrium, IMT Serta Aktifitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita Usia 30-40 Tahun. Skripsi Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang

Lidya, H.A. 2007. Studi Prevalensi dan Analisis Faktor Resiko Hipertensi di Babel

Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Jakarta

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media Aesculapius. FKUI.

Jakarta Marliani, L. dan Tantan, S. 2010. 100 Qeestion & Answer Hipertension. PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Miswar, 2004. Faktor-faktor resiko Terjadinya Hipertensi Pada Esensial di

Kabupaten Klaten. Tesis. Program Pasca Sarjana UGM. Jogjakarta. Muhammadun, AS. 2010. Hidup Bersama hipertensi. iN-Books. Jogjakarta Mulyono, W., Selpi, P., Kristina, B. 2006. Hubungan Antara Faktor Demografi dan

Kegemukan Pada Orang Usia Lanjut Dengan penyakit hipertensi Di Kabupaten Sleman. Jurnal Kedokteran Yarsi

Ngatminah, 2007. Beberapa Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Hipertensi Pada Pasien Dewasa di Balai Pegobatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Semarang. Diakses : 16 Juni 2010. http://digilib.unimus.ac.id

Nurchalida. 2003. Warta Kesehatan Masyarakat. Depkes RI. Jakarta

Page 19: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

17  

Oktora, R. 2009. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap Di Bagian Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Palembang Periode Januari Sampai Desember 2005. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Riau. http://yayanakhyar.file.wordpress.com

Pradono. 2003. Prevalensi Penyakit Tidak Menular Di Indonesia Menurut

Pendekatan STPES. Prima. Jakarta Ridjab, D.A., 2007. Modifikasi Gaya Hidup dan Tekanan Darah. Majalah

Kedokteran Indonesia. Volum:57. Nomor:5 Sheps, S. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan darah Tinggi. Duta

Prima. Jakarta Sitepoe, M. 1997. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta Smith, T. 2002. Tekanan Darah Tinggi, Mengapa Terjadi, Bagaimana

Mengatasinya. Arcan. Jakarta Suheni, Y. 2007. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian

Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu. Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan. Fakultas Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang. Diakses : 26 Februari 2007. uap.unnes.ac.id/…/hubungan_antara_kebiasaan_mero_6450402547

Suryandari, M. 2008. Beberapa Faktor Determinan Yang Berhubungan Dengan

Tekanan Darah Sistolik Laki-laki Dewasa Di Kota Semarang (Studi Di Kompleks Bina Marga Semarang Tahun 2008). http://eprint.undip.ac.id/7039/1/3376.pdf 

Sustrani, L., Alam, S., Hadibroto, I. 2005. Hipertensi. PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.