evaluasi kesesuaina lahan komoditas coklat
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditi perkebunan
yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan. Hal
ini dapat dilihat dari kebutuhan dunia terhadap biji kakao yang cenderung meningkat.
Berdasarkan dari data data International Cocoa Organization (2003), Negara yang
menjadi konsumen besar adalah Belanda, Amerika Serikat, Pantai Gading, Jerman, Prancis,
Inggris, Rusia, JepangBrazil yang masing masing mengkonsumsi456 ribu ton, 285 ribu ton,
227 ribu ton dan 195 ribu ton pada tahun 2000/01.
Keberhasilan budidaya suatu jenis komoditas tanaman sangat tergantung kepada
kultivar tanaman yang ditanam, agroekologis/lingkungan tempat tumbuh tempat melakukan
budidaya tanaman dan pengelolaan yang dilakukan oleh petani/pengusaha tani. Khusus
mengenai lingkungan tempat tumbuh (agroekologis), walaupun pada dasarnya untuk
memenuhi persyaratan tumbuh suatu tanaman dapat direkayasa oleh manusia, namun
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dalam rangka pengembangan suatu komoditas
tanaman, pertama kali yang harus dilakukan mengetahui persyaratan tumbuh dari komoditas
yang akan dikembangkan kemudian mencari wilayah yang mempunyai kondisi
agroekologis/faktor tempat tumbuh yang relatif sesuai.
Kesesuaian lahan adalah kecocokan (adaptabillity) suatau lahan untuk tipe
penggunaan lahan, seperti jenis tanaman budidaya dan tingkat pengelolaan tertentu.
Sebagaimana yang diketahui kesesuaian lahan perlu diperhatikan untuk tanaman budidaya
mendapatkan pertumbuhan yang optimal, walau tanaman kelihatan dapat tumbuh bersama
disuatu wilayah, akan tetapi setiap tanaman memiliki karakter yang membutuhkan
persyaratan yang berbeda-beda. Dengan demikian supaya produksi dapat optimal maka harus
diperhatikan antara kesesuaian lahan untuk pertanian dan persyaratan tumbuh jenis tanaman.
Hambatan dalam pengembangan areal tanaman kakao di Indonesia adalah belum
adanya informasi sumber daya lahan yang sesuai untuk budidaya tanaman Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka diperlukan adanya evaluasi lahan untuk tanaman kakao.
Evaluasi kesesuaian lahan merupakan suatu kajian terhadap suatu wilayah, dalam hal ini daya
dukung terhadap komoditi tanaman kakao.
Desa Belinteng adalah salah satu desa di Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat,
yang merupakan daerah perkebunan dengan komoditi yang cukup banyak, termasuk komoditi
kakao. Dengan kondisi iklim yang ada di desa tersebut nantinya dapat dilihat apakah kawasan
Desa Belinteng sesuai atau cocok untuk pengembangan tanaman kakao.
1.2. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan
berdasarkan kondisi iklim yang ada di Desa Bilinteng untuk tanaman kakao di Kecamatan Sei
Bingei Kabupaten Langkat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar permukaan
planet bumi yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat
pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief
tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawidjaya, 1997).
Tanah merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen
padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta prilaku yang dinamik. Benda alami ini
terbentuk oleh hasil kerja interaksi antara iklim (i) dan jasad hidup (o) terhadap suatu bahan
induk (b) yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk (r) dan waktu (w) (Arsyad, 2000).
Pengembangan pertanian pada suatu daerah merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan produktifitas pertanian. Secara umum kegiatan pengembangan daerah tersebut
meliputi juga pengenalan pola pertanian secara tepat dan sesuai dengan potensi lahannya.
Potensi lahan perlu dijabarkan secara baik agar dapat digunakan sesuai dengan rencana
pengembangannya (Abdullah, 1993).
2.1. Evaluasi Lahan
Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaan lahan jika
dipergunakan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan interpretasi survey dan
studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat
mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang
dikembangkan. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek dan kualitas
fisik, biologi, dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonominya. Tergantung
pada tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau
klasifikasi kesesuaian lahan. ( Arsyad, 2000 ).
Salah satu cara evaluasi lahan adalah melakukan klasifikasi lahan untuk penggunaan
tertentu. Penggolongan kemampuan lahan didasari tingkat produksi pertanian tanpa
menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu yang sangat panjang (Sitorus, 1985).
Untuk memperoleh lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu kriteria lahan
yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan digunakan kriteria
klasifikasi kesesuaian lahan yang sudah dikenal, baik yang bersifat umum maupun yang
khusus. Tetapi pada umumnya disusun berdasarkan pada sifat-sifat yang dikandung lahan,
artinya hanya sampai pada pembentukan kelas kesesuian lahan, sedangkan, menyangkut
produksi hanya berupa dugaan berdasarkan potensi kelas kesesuaian lahan yang terbentuk
(Karim dkk, 1996).
2.2. Survey Tanah
Survey tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik dan biologi di
lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum
maupun khusus. Suatu survey tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika teliti dalam
memetakannya. Hal itu berarti (a). Tepat mencari tempat yang representif, tepat meletakkan
tempat pada peta yang harus didukung oleh peta dasar yang baik, (b) Tepat dalam
mendeskripsi profilnya atau benar dalam menetapkan sifat-sifat morfologinya, (c) Teliti
dalam mengambil contoh tanah, dan (d) benar menganalisisnya di laboratorium. Relevansi
sifat-sifat yang ditetapkan dengan pengunaaannya atau tujuan pengunaaannya harus tinggi.
Untuk mencapai kegunaan tersebut perlu untuk menetapkan pola penyebaran tanah yang
dibagi-bagi berdasarkan kesamaan sifat-sifatnya sehingga terbentuk soil mapping unit atau
satuan peta tanah (SPT). Dengan adanya pola penyebaran tanah ini maka dimungkinkan
untuk menduga sifat-sifat tanah yang dihubungkan dengan potensi penggunaan lahan dan
responsnya terhadap perubahan pengelolaannya (Abdullah, 1993).
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Coklat
Tanaman coklat tumbuh baik pada daerah yang terletak antara 100 LU – 100 LS.
Tanaman ini tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl. Kebutuhan curah
hujan antara 1000 – 3000 mm per tahun. Temperatur ideal untuk tanaman coklat adalah 300
C maksimum dan pada suhu minimumnya 18 – 210 C. Sesuai dengan lingkungannya yang
berasal dari hutan tropis, tanaman ini tidak memerlukan penyinaran matahari yang terlalu
tinggi sehingga memerlukan naungan untuk mengurangi cahaya matahari. ( Setyamidjaja,
1992 ).
Rendahnya produksi atau kualitas kakao yang dihasilkan selama ini disebabkan
kondisi lingkungan yang tidak sesuai atau cara budidaya yang keliru. Oleh karena itu dicari
cara pemecahannya. Rendahnya produksi pertanian di Indonesia disebabkan oleh karena satu
atau kombinasi beberapa faktor, yaitu iklim, sifat tanah (lahan tidak subur), lahan sudah
tererosi berat,pemakaian pupuk yang tidak memadai, kurangnya keterampilan petani dan
jenis tanaman yang ditanami tidak sesuai dengan keadaan biofisik daerah (Ramlan, 2003).
Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman dan produksi
coklat adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa
pembentukan tunas muda (flushing) dan produksi. Areal penanaman coklat yang ideal adalah
daerah-daerah yang bercurah hujan 1.100-3.000 mm per tahun. Curah hujan yang melebihi
4.500 mm per tahun tampaknya berkaitan erat dengan serangan penyakit busuk buah (black
pods). Daerah curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per tahun masih dapat ditanami
coklat, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal itu disebabkan air yang hilang karena transpirasi
akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari curah hujan, sehingga tanaman
perlu dipasok dengan air irigasi (Siregar, dkk, 2000).
Temperatur berkisar antara 20-35 oC. Curah hujan berkisar antara 1.500-4.000
mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun. Tanaman ini toleran terhadap curah
hujan yang sedikit asal tanah selalu dalam keadaan kondisi lembab (rejim kelembaban tanah
udik). Kelembaban udara sekitar 80% (Djaenudin, dkk, 2000).
Lingkungan hidup alami tanman coklat adalah hutan hujan tropis yang di dalam
pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya
matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman coklat akan mengakibatkan lilit batang
kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek. Cahaya matahari di dalam proses fotosintesis
ternyata tidak memberikan pengaruh merugikan terhadap pertumbuhan dan produksinya
(Siregar, dkk, 2000).
Kakao merupakan tanaman perkebunan yang membutuhkan lingkungan khusus untuk
menghasilkan pertumbuhan yang baik dan tingkat produksi yang tinggi. Sistem perakaran
yang lunak dan dangkal menyebabkan coklat membutuhkan persyaratan tanah yang subur
dan bebas dari unsur-unsur yang bersifat racun. Coklat tergolong tanaman peka terhadap
reaksi tanah masam dengan kadar Al yang tinggi. Tingkat kejenuhan Al 15% sudah
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi coklat. Kekahatan Ca dan Mg sering
dijumpai pada areal yang mempunyai kadar K- dd tinggi dengan pemberian pupuk K yang
tinggi ( Panjaitan dan Sugiono, 1989 ).
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan evaluasi lahan pada penelitian ini dilakukan di Desa Belinteng Kecamatan
Sei Bingei Kabupaten Langkat yang berjarak 90 km dari Medan dengan ketinggian tempat
200 m di atas permukaan laut (dpl) dengan titik koordinat 98028’48” BT - 98028’55” BT dan
03026’44” LU – 03026’53” LU dan di Laboratorium Sentral, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini laksanakan dari Bulan Maret 2007 sampai selesai.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah Inceptisol yang
diambil dari daerah penelitian, serta bahan kimia untuk menganalisa tanah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penelitian (Skala
1:50.000), peta jenis tanah (Skala 1:50.000), altinometer, klinometer, kompas, cangkul, kertas
label, kantong plastik, karet gelang, dan alat tulis.
3.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey sistim grid type
detail yaitu pengambilan sample tanah secara garis lurus dengan jarak tertentu berdasarkan
satuan peta tanah. Kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan derajat dan jumlah
pembatas yang dimiliki lahan untuk tanaman tumbuh normal. Dalam hal ini sifat-sifat tanah
dibandingkan dengan Faktor kelas kesesuaian lahan bagi tanaman tertentu sebagaimana garis
besarnya ditentukan oleh FAO (1976) dan Sys, dkk (1993) dan dimodifikasikan oleh sehgal
(1996).
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan di lapangan, dan tahap analisis di laboratorium.
a. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah telaah pustaka, konsultasi dengan
dosen pembimbing, penyusunan usulan penelitian, penyediaan bahan dan peralatan yang akan
digunakan di lapangan.
b. Kegiatan di Lapangan
Daerah penelitian ditetapkan berdasarkan peta lokasi penelitian, peta jenis tanah,
kemudian ditentukan titik pengambilan sample yang mewakili kecamatan tersebut.
Adapun tahap kegiatan pengambilan sample tanah tersebut adalah:
1. Beberapa profil tanah yang mewakili jenis tanah di daerah penelitian digali dan
diambil contoh tanahnya pada kedalaman 0-25 cm dan 25-50 cm..
2. Memasukan contoh tanah kedalam kantong plastik.
3. Mencampur contoh tersebut yang diambil kira-kira 1 kg tanah
4. Melakukan analisis parameter seperti:
a. Temperatur
• Rata-rata temperatur tahunan dalam 10 tahun (oC)
b. Kemiringan lereng
• Lereng 9%) diukur dengan menggunakan klinometer
c. Kedalaman efektif
• Diukur sampai dengan kedalaman akar menembus tanah
d. Ketersediaan udara
• Draenase tanah
e. Kandungan batuan
f. Erosi
c. Analisis Laboratorium
Sample yang berasal dari lapangan kemudian diteliti di laboratorium yang meliputi
sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat ini yang diteliti adalah :
1. Tekstur
• Tekstur dengan metode Hidrometer
2. Sifat kimia tanah
• Kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode ekstraksi NH4 OAc 1 NpH7
• pH H2O dengan metode elektrometri (Ph meter)
• C-organik dengan metode Walkley dan Black
• N tersedia dengan metode Alkaline dengan ekstraksi KMnO4
• P tersedia tanah dengan metode Bray II
• K2O dengan metode ekstraksi HCl 25 %
• Kejenuhan basa (KB)
d. Analisis Kesesuaian Lahan
Kesesuain lahan untuk tanaman kelapa sawit (Elais quenensis jack), karet (Havea
brasilliensis) dan coklat (Theobrema cacao) dievaluasi dengan membandingkan karakteristik
lahan dan persyaratan tumbuh tanaman. Tanaman ini sebagaimana garis besarnya ditentukan
oleh FAO (1976) dan Sys, dkk (1993) dan Sehgal (1996), dengan menggunakan 4 kategori
dan 5 derajat pembatas (0-4) yaitu tanpa pembatas (0) sampai pembatas sangat berat (4) yaitu
:
1) Ordo : menunjukan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan
tertentu. Dalam hal ini lahan dibedakan atas 2 ordo :
a. Ordo S : Sesuai digunakan untuk penggunaan tertentu dalam jangka waktu yang
tidak terbatas
b. Ordo N : Tidak sesuai digunakan untuk penggunaan tertentu.
2) Kelas : menunjukan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada 4 kelas dari
ordo tanah yang sesuai dan 2 kelas untuk ordo tidak sesuai
1. S1 : Sangat sesuai (Very Suitable), satuan lahan dengan tidak ada atau hanya
beberapa pembatas ringan.
2. S1-2 : Sesuai (Suitable), satuan lahan dengan pembatas ringan dan tidak lebih dari
satu pembatas sedang yang dapat diperbaiki.
3. S2 : Sedang (Moderately Suitable), satuan lahan yang memiliki lebih dari empat
pembatas ringan dan tidak lebih dari tiga pembatas sedang (moderat) yang
dapat diperbaiki.
4. S3 : Kurang sesuai (Marginally Suitable), satuan lahan dengan pembatas lebih
dari tiga pembatas sedang (moderat) dan atau tidak lebih dari satu pembatas
yang berat.
5. N1 : Tidak sesuai aktual dan sesuai potensial (Actually unsuitable and
potentially suitable), satuan lahan yang memiliki faktor pembatas sangan
berat yang dapat diperbaiki.
6. N2 : Tidak sesuai aktual dan potensial (Actually and potentially unsuitable),
satuan lahan yang memiliki faktor pembatas sangat berat yang tidak dapat
diperbaiki.
3) Sub kelas : menyatakan jenis faktor pembatas pada masing-masing kelas. Dalam 1
sub kelas dapat mempunyai lebih dari satu faktor pembatas.
4) Unit : Kesesuaian lahan dalam tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari sub
kelas berdasarkan atas besarnya faktor pembatas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Lapangan
Hasil pengamatan di lapangan pada kedua pedon dapat dilihat pada Tabel
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapangan Kedua Pedon
Pedon Curah Hujan (mm/tahun)
Temperatur (0C)
Kedalaman efektif (cm)
Drainase Kemiringan lereng (%)
PI P2 1803.3 1803.3
19.045 19.045
90 120 Baik Baik 15 3
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa PI dan P2 curah hujan sebesar 1803.3
mm/tahun, temperatur sebesar 19.045 0C, kedalam efektif pada PI adalah 90 cm dan P2
adalah 120 cm, drainase baik dan kemiringan lereng pada PI sebesar 15 % dan P2 sebesar 3
%.
4.2. Data Analisa Laboratorium Untuk Evaluasi Kelas Kesesuaian
a. Sifat Kimia Tanah
Hasil analisa laboratorium untuk sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Kimia Tanah
Sampel
Tanah
Horizon pH
(H2O)
C-
Organik
(ppm)
N-
Tersedia
(ppm)
P-
Tersedia
(ppm)
KTK
(me/100mg)
KB
(%)
K2O
(%)
P1 Ap 4.97 0.96 0.10 15.39 17.17 16.1
9
0.16
9
Bw 5.08 0.84 0.08 8.35 16.65 16.6
5
0.15
3
P2 Ap 5.12 2.21 0.15 18.71 20.46 20.4
6
0.03
8
Bw1 5.25 2.23 0.10 15.24 18.42 31.2
4
0.02
8
Bw2 5.27 2.15 0.08 15.02 18.24 31.5
3
0.02
4
b. Sifat Fisika Tanah
Hasil analisa laboratorium untuk sifat fisika tanah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat Fisika Tanah
Sampel
Tanah
Horizon Kedalaman
(cm)
Struktur Fraksi (%) Tekstur BD
(g/cm3)Pasir Debu Liat
P1 Ap 0-18/30 Gempal 41.7 24.0 34.3 Liat
berpasir
1.11
Bw 18/30-
82/90
Gempal
bersudut
43.3 25.8 31.0 Lempung 1.12
P2 Ap 0-15/25 Gempal 42. 24. 32.2 Liat
berpasir
1.10
Bw1 15/25 -
78/89
Gempal
bersudut
56.6 34.3 9.2 Lempung
berpasir
1.
Bw2 78/89 –
115/120
Gempal
bersudut
52.5 36.3 11.2 Lempung
berpasir
1.13
c. Karakteristik Tanah yang Digunakan Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan
Tabel 4. Karakteristik Tanah yang Digunakan Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan
Karakteristik Lahan Symbol P1 P2
Iklim
Temperatur (oC)
Curah Hujan
(mm/thn)
c
19.045 19.045
1803.3 1803.3
Topografi
Kemiringan
Lereng (%)
Erosi
t
15 3
sedang tanpa
Media Perakaran
Drainase
Tekstur
Kedalaman Efektif
(cm)
w
baik baik
Liat berpasir Liat berpasir
90 120
Kadungan Hara
KTK Tanah
(me/100g)
pH H2O
C-Organik (%)
KB (%)
N-tersedia (ppm)
P-tersedia (ppm)
K2O (%)
f
16.91 19.04
5.02 5.21
0.9 2.19
17.73 31.28
0.09 (sgt rendah) 0.11 (rendah)
23.74 (sedang) 16.32 (sedang)
0.161 (sgt rendah) 0.03 (sgt rendah)
d. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan bagi tanaman yang sedang diteliti,
karakteristik lahan penelitian yang diperlukan untuk evaluasi dicocokkan dengan kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman coklat untuk mendapatkan kelas-kelas kesesuaian lahannya.
Setelah membandingkan hasil pengamatan lapangan dan analisa laboratorium dengan
kriteria tumbuh tanaman coklat diperoleh nilai kesesuaian lahan dari areal penelitian seperti
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Coklat
Karakteristi
k
Derajat Pemabatas dan Kelas Kesesuaian Lahan
0 1 2 3 4
S1 S2 S3 N1 N2
Hujan
tahunan
1900 -
1800
1800 -
1600
1600 -
1400
1400 -
1200
- < 1200
Temperatur >20 20 - 15 15 - 13 13 - 10 < 10
Kemiringan
Lereng (%)
0 - 4 4 - 8 8 - 16 16 - 30 30 – 50
Bahaya
Banjir
FO - - F1 F2 F2
Kelas
Drainase
Baik Baik Sedang Cepat Buruk Sangat
buruk
Tekstur LLiP,
LLiD
L, LiP LLiP LP, P(h)L Li(m),
LiD(m),
PL, PliL,
Pli
Kedalaman
Efektif (cm)
>200 200 - 150 150 - 100 100 - 50 -
NPK rata -
rata
TTT SSS SRR RSR - -
KTK
(me/100g)
>24 24 - 16 <16 <16+ - -
Kejenuhan
Basa (%)
>50 30 - 35 35 -20 <20 - -
C-Organik >2,4 2,4 – 1,5 1,5 – 0,8 <0,8 -
pH 6,4 – 6,2 6,2 – 6,0 6,0 – 5,5 5,5 – 5,0 <5,0
Sumber : Sys, dkk, 1993
Keterangan: FO (Tanpa) Fl (Ringan), F2 (Sedang), F3 +(Sedang-Berat), PLID (Pasir liat berdebu), LLID (lempung
Hat berdebu), LLI (Lempung Berliat), LLIP (Lempung liat berpasir), LP (Lempung Berpasir), PhL (Pasir halus
berlempung), Li (M) (liat masisif), LiP (Liat Berpasir), L (Lempung), LiD (M) (Liat Berdebu massif), PL (Pasir
Berlempung), PLiL (Pasir Liat Berlempung), P(h) (Pasir Halus), LiP (s) (Liat Berpasir), (Tanah Berstruktur).
Tabel 6. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Coklat
Karakteristik Lahan Symbol P1 P2
Iklim
Temperatur (oC)
Curah Hujan
(mm/thn)
c 1 1
0 0
Topografi
Kemiringan
Lereng (%)
t
2 0
Media Perakaran
Drainase
Tekstur
Kedalaman Efektif
(cm)
w
4 0
3 1
3 2
Kadungan Hara
KTK Tanah
(me/100g)
pH H2O
C-Organik (%)
KB (%)
N-tersedia (ppm)
f
1 1
3 3
2 1
3 1
3 3
Kelas Kesesuaian Lahan N1w S3f
4.3. Pembahasan
Untuk karakteristik iklim yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa daerah
penelitian memiliki rata-rata curah hujan 1803.3 mm dengan temperatur 19.045 &C. Data mi
diperoleh selama 10 tahun terakhir. Kondisi ini sangat sesuai untuk tanaman coklat (SI),
karena tanaman coklat umumnya dapat tumbuh pada curah hujan 1500-4000 mm/tahun
dengan temperatur 20-35 °C. Menurut Setyamidjaya (1995), tanaman coklat tumbuh baik di
dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpi. Kebutuhan curah hujan antara 1000 - 3000 mm
per tahun. Temperatur ideal untuk tanaman coklat adalah 30° C maksimum dan pada suhu
minimumnya 18 – 21 oC.
Pada tabel 6 disajikan bahwa pedon 1 untuk tanaman coklat memiliki hambatan yang
cukup berat sehingga menjadikan tanaman coklat tersebut menjadi tidak sesuai jika ditanam
di lokasi penelitian. Hambatan tersebut adalah bahaya banjir (Nlw). Tingginya bahaya banjir
di lokasi penelitian ini disebabkan karena lokasi penelitian untuk pedon 1 ini memiliki
kemiringan lereng sebesar 15%, sehingga bahaya banjir semakin tinggi dan membuat faktor
ini menjadi kendala utama untuk tanaman coklat jika ditanam di lokasi penelitian.
Pada pedon 2 untuk tanaman coklat memiliki hambatan yang tidak begitu berat, tidak
seperti pada pedon 1, dimana pada pedon 2 ini kelas kesesuaian lahannya adalah kurang
sesuai (S3f), dimana faktor penghambatnya adalah kandungan hara, yaitu pH H2O dan
kandungan NPK rata-rata. pH tanah ini menjadi kendala karena pada lokasi peelitian pH
tanahnya adalah 5.21 (rendah). Hal ini tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman coklat. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Setiawan (2000), yang mengatakan bahwa tanah yang baik
untuk penanaman kakao mempunyai derajat kemasaman antara 6 - 7,5. Untuk kandungan
NPK rata-rata yang jadi faktor pembatas ini disebakan karena tanaman karet membutuhkan
NPK yang cukup tinggi sehingga perlu diberikan pupuk NPK sehingga dapat meningkatkan
kandungan NPK dalam tanah. Menurut Panjaitan dan Sugiono (1989), kakao merupakan
tanaman perkebunan yang membutuhkan lingkungan khusus untuk menghasilkan
pertumbuhan yang baik dan tingkat produksi yang tinggi. Sistem perakaran yang lunak dan
dangkal menyebabkan coklat membutuhkan persyaratan tanah yang subur dan bebas dari
unsur-unsur yang bersifat racun. Coklat tergolong tanaman peka terhadap reaksi tanah masam
dengan kadar AI yang tinggi. Tingkat kejenuhan Al 15% sudah berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi coklat. Kekahatan Ca dan Mg sering dijumpai pada areal yang
mempunyai kadar K- dd tinggi dengan pemberian pupuk K yang tinggi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman coklat pada Pedon 1 adalah tidak sesuai (Nlw)
dan Pedon 2 adalah kurang sesuai (S3f).
Lahan di Desa Belinteng Kecamatn Sei Bingai Kabupaten Langkat kurang sesuai jika
ditanam tanaman keras tetapi akan menjadi sesuai jika dilakukan terassering pada lereng yang
curam dan ditanam tanaman penutup tanah serta pemupukan yang mengandung N, P dan K.
DAFTAR PUSTAKA
Sitepu, Aswanto. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis quenensis Jacq), Coklat (Theobroma cacao) dan Karet (Havea brasiliensis) Di Desa Belinteng Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.